Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

HUKUM BOM BUNUH DIRI DALAM BERDAKWAH


Mata Kuliah Masail Fiqhiyah
Dosen Pengampu : Hibrul Umam, M. Pd. I

Disusun Oleh :

1. Yunni Safitri (2111031)


2. Sugondo (2111022)
3. Rofi’atul Hasanah (2111034)

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA’ TUBAN
2023
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, dengan segala kemutlakannya, penciptaannya, kekuasaan dan
kekuatannya, kesuciannya, kemurahannya, dan segala kemahaan yang miliknya semata, yang tidak
sesuatu kekuatan pun yang bisa menandinginya. Keagungan, kehormatan, dan kesejahteraan
tertuju pula kepada pembawa risalahnya, Rasulallah SAW.

Dengan segala kerendahan hati, atas rahmat dan karunia yang diberikan kepada Allah, kami
telah menyelesaikan tugas Makalah Mata Kuliah Masail Fiqhiyah yang bertema Hukum Bom
Bunuh Diri dalam Berdakwah yang dibimbing oleh Bapak Hibrul Umam, S.Pd.I, M.Pd.I Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami Hukum
Bom Bunuh Diri dalam Berdakwah

Penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Kami menyadari banwa banyak
kekurangan dan kelemahan dalam penyusunan dan penulisan. Demi kesempurnaan makalah ini,
kami sangat berharap adanya perbaikan, kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.

Tuban, 25 Desember 2023

Kelompok 11

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... i


DAFTAR ISI.................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................. 1
1.3 Tujuan Masalah ..................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................... 3
2.1 Pengertian Bom Bunuh Diri .................................................................................................. 3
2.2 Kritik Terhadap Bom Bunuh Diri ......................................................................................... 4
2.3 Pandangan islam tentang bom bunuh diri dalam berdakwah ................................................ 6
BAB III PENUTUP ....................................................................................................................... 9
3.1 Kesimpulan............................................................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perjuangan tidak pernah mengenal kata akhir, namun cara berjuang tiap umat seringkali
mengalami perubahan searah dengan perubahan sarana-sarana perang. Pada tahun-tahun terakhir,
sering terdengar upaya beberapa kelompok muslim yang melakukan bom bunuh diri atau juga
dikenal sebagai suicide bombing dan human bombing atau bom manusia. Secara umum ada dua
reaksi para ulama dalam menyikapinya, sebagian melarang dan sebagian lagi memuji. Kedua
kelompok tersebut sama-sama menyertakan argumen-argumennya, baik secara naqly maupun
‘aqly. Kejelasan hukum syara’ sangat dibutuhkan dalam masalah yang amat krusial ini. Hal
tersebut dikarenakan perbedaan yang ada cukup tajam dan mengandung berbagai implikasinya
baik di dunia maupun di akhirat.
Bagi mereka yang menganggap aksi bom manusia sebagai aksi bunuh diri (Namaliyah al-
intihariyah), maka implikasi kepada para pelakunya ialah tidak diberlakukan hukum-hukum mati
syahid, namun dipandang sebagai orang hina karena berputus asa menghadapi kesulitan hidup. Di
akhirat, pelakunya dianggap akan masuk neraka, karena telah bunuh diri. Sedangkan bagi mereka
yang menganggap aksi bom bunuh diri sebagai aksi mati syahid (‘amaliyat al-ishtishhadiyah),
maka implikasi kepada para pelakunya adalah diberlakukan hukum-hukum mati syahid. Dia
dianggap sebagai pahlawan dan teladan keberanian yang patut dicontoh, kemudian di akhirat akan
masuk surga. Karena hidup dan mati ada di tangan Tuhan, serta merupakan karunia dan wewenang
Tuhan, maka Islam melarang orang melakukan pembunuhan, baik terhadap orang lain (kecuali
dengan alasan yang dibenarkan oleh agama) maupun terhadap dirinya sendiri (bunuh diri) dengan
alasan apapun. Hukum bunuh diri dan eutanasia masih dipersoalkan dikalangan masyarakat. Pro-
kontra inilah yang mendorong penulis untuk memilih tema hukum bom bunuh diri dan eutanasia
dalam tinjauan hukum Islam.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan dibahas diantaranya:
1.2.1 Bagaimana pengertian bom bunuh diri ?
1.2.2 Bagaimana kritik terhadap bom bunuh diri ?

1
1.2.3 Bagaimana pandangan islam tentang bom bunuh diri dalam berdakwah ?
1.3 Tujuan Masalah
Adapun tujuan dari penulisan ini diantaranya:
1.3.1 Mahasiswa mampu memahami pengertian bom bunuh diri
1.3.2 Mahasiswa mampu memahami kritik terhadap bom bunuh diri
1.3.3 Mahasiswa mampu memahami pandangan islam tentang bom bunuh diri dalam
berdakwah

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bom Bunuh Diri
Kata bom berasal dari bahasa Yunani bombos yaitu sebuah istilah yang meniru suara
ledakan ‘bom’ dalam bahasa tersebut. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai
senjata peledak peluru besar yang isinya mampu meledak. Bunuh diri (dalam bahasa Inggris:
suicide, dalam budaya Jepang dikenal dengan istilah harakiri) adalah tindakan mengakhiri hidup
sendiri tanpa bantuan aktif orang lain. Dalam bahasa arab, bom bunuh diri disebut intihaar, yang
berasal dari kata kerja nahara yang berarti menyembelih (dzabaha) dan membunuh (qatala).
Artinya seseorang menyembelih dan membunuh dirinya sendiri.

Bunuh diri adalah mematikan diri sendiri, sedangkan bom bunuh diri yaitu seseorang yang
bunuh diri menggunakan alat peledak dalam rangka memenuhi ambisinya. Biasanya bom bunuh
diri dilakukan pada situasi perang yang sudah tidak menemukan jalan lagi, dalam arti jalan buntu
untuk dapat mengalahkan musuhnya. Bom adalah alat yang menghasilkan ledakan yang
mengeluarkan energi secara besar dan cepat. Ledakan yang dihasilkan menyebabkan kehancuran
dan kerusakan terhadap benda mati dan benda hidup di sekitarnya.

Bom bunuh diri atau juga dikenal sebagai bom manusia (human bombing). menurut Nawaf
Hail Takruri adalah aktivitas seorang (mujahid) mengisi tas atau mobilnya dengan bahan peledak,
atau melilitkan bahan peledak pada tubuhnya, kemudian menyerang musuh di tempat mereka
berkumpul, hingga orang tersebut kemungkinan besar ikut terbunuh. Adapun menurut Muhammad
Tha’mah Al-Qadah, bom bunuh diri adalah aktivitas seorang mujahid yang melemparkan dirinya
pada kematian untuk melaksanakan tugas berat, dengan kemungkinan besar tidak selamat, akan
tetapi dapat memberi manfaat besar bagi kaum muslimin. Jadi, bom bunuh diri yaitu kegiatan
bunuh diri yang dilatarbelakangi keyakinan oleh pelaku bahwa perbuatan tersebut merupakan
salah satu bentuk perjuangan untuk memperjuangkan kebenaran.1

hukum bom bunuh diri dapat dipandang melalui dua perspektif, yang pertama bom bunuh
diri sebagai jihad dan bom bunuh diri sebagai terror:2

1
Ahmad thobroni, bom bunuh diri dan euthanasia dalam tinjauan hukum islam. Jurnal studi dan penelitian hukum
islam. Hal 136.

3
➢ Bom bunuh diri sebagai jihad
Menurut etimologi Bahasa Arab “jihad” itu adalah “isim mashdar kedua” yang
bersal dari jaahada, yujaahidu, mujaahadatan dan jihaadan. Jadi, jihad itu berarti bekerja
sepenuh hati. Secara terminologis, jihad antara lain diartikan sebagai pengarahan seluruh
potensi dalam menangkis serangan musuh.
➢ Bom bunuh diri sebagai terror
Teror berasal dari bahasa Latin Terrere, artinya “menimbulkan rasa gemetar dan cemas.”
Terorisme berarti menakut-nakuti (to terrify). Kata ini secara umum digunakan dalam pengertian
politik, sebagai suatu serangan terhadap tatanan sipil. Hukum bom bunuh diri dikategorikan
sebagai teror apabila bom bunuh diri dilakukan di daerah yang sedang tidak dijajah oleh musuh,
hal ini secara hukum Islam tidak bisa dikategorikan sebagai jihad.3

2.2 Kritik Terhadap Bom Bunuh Diri


Kritik terhadap pendapat yang membenarkan tindakan serangan bunuh diri diarahkan
kepada dalil pembenaran baik teologis maupun sejarah terhadap serangan bunuh diri, target dan
metode serangan. Dari berbagai pendapat yang dikemukakan oleh sebagian ulama yang anti
tersebut, secara umum dapat diringkas kepada beberapa poin berikut ini:
Pertama, bunuh diri dengan alasan apa pun merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh
agama. Dan ini diperkuat dengan bukti-bukti kuat melalui al-Quran dan Sunnah. Misalnya, dalam
sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Muslim disebutkan, “Tidak seharusnya seorang dari kalian
mengharapkan kematian, dan tidak boleh meminta sebelum ia datang kepadamu...” Dalam hadist
yang lain, Nabi juga memberikan peringatan yang keras kepada orang yang melakukan bunuh diri,
dengan menyatakan bahwa para pelakunya akan mengulang-ulang bunuh diri tanpa putus di neraka
dan akan mendiami neraka selamanya. Atas dasar ini, seorang yang melakukan serangan bom
bunuh diri seharusnya menyadari bahwa Allah mempercayakan kehidupan kepadanya, bukan
merupakan kepemilikan pribadi yang dapat dimainkan sesuka hatinya. 4

3
Erviani, N. (2016). Hukum bom bunuh diri. 16-17.
4
Rusli, ,( 2013 ).suicide terrorism: menelusuri justifikasi fikih dalam literature jihad
kontemporer. jurnal al-tahrir,vol.13,no.2. hal 361-363.

4
Kedua, terkait dengan dalil pembenaran, menurut al-Akiti, tidak ada preseden hukum
dalam sejarah Islam yang membenarkan taktik menyerang orang-orang sipil (perempuan, anak-
anak dan orang tua) dan target non-militer. Menurut Munir, imunitas mereka mendapatkan pijakan
yang jelas dalam al-Qur’an (al-Baqarah: 190) dan Sunnah Nabi. Menurut Muh}ammad ibn al-
Hasan al-Shaybani, seperti dikutip al-Sarakhsi, dilarang membunuh warga sipil karena al-Qur’an
menegaskan, “Perangilah mereka yang memerangi kalian!” sedangkan “mereka tidak berperang”.
Namun demikian, ada dua pengecualian terhadap larangan tersebut, yaitu jika mereka
berpartisipasi dalam permusuhan, dan jika pembunuhan tersebut tidak disengaja. Demikian pula,
barang-barang dan benda-benda yang dimiliki oleh warga sipil dilarang untuk dirusak dan
dihancurkan dalam peperangan karena ini sama dengan kategori fasad fi al-ard (membuat
kerusakan di muka bumi). Allah membenci fasad dan menisbatkannya kepada orang munafik.
Ketiga terkait dengan persoalan otoritas yang menentukan jihad dengan taktik serangan
bom bunuh diri. Menurut al-Akiti, otoritas di balik serangan bom bunuh diri seringkali dinyatakan
keputusannya dan diperintahkan oleh tokoh-tokoh yang tidak jelas dalam lokasi-lokasi jauh yang
tersembunyi. Menurut al-Akiti, hak untuk menyatakan perang atau jihad buat orang-orang Muslim
terletak hanya pada otoritas kepala negara (presiden) di negara Muslim, bukan individu atau
kelompok, sekalipun ia seorang ulama. Orang-orang seperti Osama bin Laden dan Abu Musab al-
Zarqawi, yang merupakan tokoh-tokoh penting dari gerakan salafiyah jihadiyah tidak mempunyai
otoritas politik dan teologis untuk menyatakan perang atau serangan-serangan bunuh diri lainnya.
Tiga argumentasi ini pada umumnya dijadikan alasan oleh kelompok anti suicide attack
untuk menolak berbagai argumentasi yang membolehkan bom bunuh diri dalam bentuk dan
dengan alasan apa pun. Namun demikian, alasan-alasan ini tidak berangkat dari realitas sosiologis
dan psikologis yang sebenarnya dialami oleh bangsa Palestina, yang menurut kalkulasi politik
perang tidak mungkin dapat melawan kekuatan Israel yang didukung oleh negara adidaya seperti
Amerika Serikat. Untuk itu, tindakan serangan bom bunuh diri pada dasarnya merupakan satu-
satunya alternatif yang masuk akal untuk dapat menghancurkan kekuatan-kekuatan mereka yang
menindas.5

5
Rusli, ,(
2013 ).suicide terrorism: menelusuri justifikasi fikih dalam literature jihad
kontemporer. jurnal al-tahrir,vol.13,no.2. hal 361-363.
5
2.3 Pandangan islam tentang bom bunuh diri dalam berdakwah
Mengenai bom bunuh diri ini ada dua pendapat, yaitu yang diperbolehkan dan tidak
diperbolehkan sebagai berikut :6

1) Diperbolehkan
Segolongan ulama yang melihat bahwa bom bunuh diri merupakan satu strategi perang
dalam menakutkan musuh adalah perkara yang dibolehkan oleh syara’. Antara ulama yang
mempunyai pendapat demikian ialah Syeikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, Syeikh Salleh
Ghanim as-Sadlan, Syeikh Abdullah bin Humaid, Syeikh Hamud bin Uqla as-Syu’aiby dan Syeikh
Hamid Abdillah al-Ali. Di kalangan ulama klasik pula, ketika membahaskan perbuatan yang
menyerupai bom bunuh diri dalam perperangan turut membolehkannya seperti al-Qurtubi, ar-Razi,
Ibnu Katsir, Ibnu Taimiyah dan as-Syaukani .
Kebanyakan daripada mereka berpendapat bahwa bom bunuh diri adalah satu tindakan
yang benar terhadap tentara musuh dalam perperangan demi untuk kemenangan agama Allah,
bukan untuk kepentingan peribadi. Bahkan mereka melihatnya sebagai jihad dan pelakunya
beroleh syahid. Syeikh Hamid Abdillah al-Ali menganggap tiada beda bom bunuh diri dengan
maju ke tengah-tengah barisan musuh untuk membunuh musuh tanpa maksud membunuh diri. Al-
Qurtubi membolehkan tentera Islam menyerbu ke tengah musuh untuk memecah belahkan dan
menggerunkan mereka, walaupun mara seorang diri. Ar-Razi pula mewajibkan serbuan ke atas
tentara musuh jika seseorang tentara Islam itu bersungguh berjuang dan tidak takut terbunuh. As-
Syaukani pula melihat setakat mana tindakan tersebut memberi manfaat kepada tentara muslimin.

Antara dalil-dalil yang dikemukakan oleh mereka ialah ayat 207 Surah al-Baqarah : “Dan
di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya kerana mencari keredhaan Allah. Dan
allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (Surah al-Baqarah : 207).
Pembunuhan yang dibolehkan menurut hadis Nabi, juga dikemukakan oleh Prof. Mahmud
Syaltut dalam bukunya Al-Islam Aqidah Wa Syari’ah, bahwa dengan melihat maksud dan
tujuannya, pembunuhan yang dibolehkan oleh syara’ (Islam) dapat dirumuskan dalam tiga segi :
a) Segi pelaksanaan perintah atau kewajiban, seperti pelaksanaan hukuman mati oleh
algojo atas perintah pengadilan / hakim.

6
b) Segi pelaksanaan hak, yang meliputi : 1) Hak wali si korban untuk melaksanakan
hukuman qishash. 2) Hak penguasa untuk menghukum bunuh perampok / pengganggu
stabilitas keamanan.
c) Segi pembelaan, baik terhadap diri, kehormatan, maupun terhadap harta benda.7
Berdasarkan pada dalil-dalil diatas yang memperbolehkan seseorang untuk menggunakan bom
bunuh diri, Yaitu dengan alasan untuk berijtihat atau berbuat kebaikan.

2) Tidak diperbolehkan
Pada zaman sekarang, Syeikh Rashid Redha menyebut, antara perkara yang termasuk
dalam perkara dilarang adalah menyerbu barisan musuh ketika peperangan. Dalam masa yang
sama, dia tidak mengetahui seluk-beluk peperangan dan tipu daya yang dirancang oleh musuh.
perbuatan seperti itu termasuk dalam perkara yang tidak disyariatkan. Sikap itu menampakkan
ketidak matangan dan mengikut hawa nafsu. Ia bukan sikap yang membantu kebenaran. Daripada
Abu Hurairah R.A, dia berkata bahwasannya Nabi Muhammad S.A.W bersabda: Barang siapa
yang menjatuhkan dirinya dari gunung (untuk bunuh diri), kemudian dia mati, maka dia di neraka
Jahanam dalam keadaan terus menjatuhkan dirinya, dia kekal di dalamnya selama-lamanya.
Barang siapa yang meminum racun (untuk bunuh diri), kemudian mati, maka racun tersebut di
tangannya dan dia terus meminumnya di dalam neraka Jahanam, dia kekal di dalamnya selama-
lamanya. Barang siapa yang membunuh dirinya dengan pisau, maka pisau tersebut di tangannya
dan dia terus menusuk perutnya dalam neraka Jahanam, dia kekal di dalamnya selama-lamanya.
Daripada sahabat Abu Hurairah R.A, bahwa Rasulullah S.A.W bersabda: Orang yang
(bunuh diri) dengan mencekik lehernya, maka kelak dia akan mencekik lehernya sendiri di neraka.
Dan orang yang (bunuh diri) dengan menikam dirinya (dengan senjata tajam), maka kelak dia akan
menikam dirinya sendiri (dengan senjata itu) di neraka.
Dalam hadis-hadis Nabi SAW larangan pembunuhan ini dipertegas oleh Rasulullah SAW,
antara lain: Dari Ibnu Mas’ud ra, ia berkata “telah bersabda Rasulullah SAW “Tidak halal darah
seorang yang menyaksikan bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan bahwa saya adalah
Rasulullah, kecuali dengan salah satu dari tiga perkara yaitu janda atau duda duda yang berzina,

7
Ahmad thobroni, bom bunuh diri dan eitanasia dalam tinjauan islam, jurnal studi dan penelitian hukum islam,
hal.148.

7
orang yang melakukan pembunuhan dan orang yang meninggalkan agamanya dan memisahkan
diri dari jama’ah”. (H.R. Bukhari dan Muslim).
Dari Aisyah ra. Dari Rasulullah SAW bersabda: “Tidak halal membunuh seorang muslim,
kecuali karena salah satu dari tiga perkara : pezina yang muhshan (sudah berkeluarga) maka ia
harus dirajam, seseorang yang membunuh seorang muslim dengan sengaja, maka ia harus dibunuh
dan orang yang keluar dari Islam, kemudian ia menerangi Allah dan Rasulullah maka ia harus
dibunuh ata disalib atau diasingkan dari tempatnya. (H.R. Abu Daud dan Nasaiy).Dengan dasar
ayat-ayat dan hadis-hadis di atas, maka bunuh diri itu hukumnya haram dan termasuk dalam dosa
besar yang tempat bagi pelakunya adalah di neraka. Oleh kerana itu, Rasulullah S.A.W tidak ingin
menyembahyangkan jenazah orang yang bunuh diri.

Selain itu majelis ulama Indonesia juga mengharamkan secara mutlak dengan keputusan
fatwa yang dikeluarkan nomor 3 tahun 2004 tentang teorisme. Dalam fatwa tersebut pada bagian
ke tiga tentang bom bunuh diri. Pada poin kedua yakni bom bunuh diri hukumnya haram karena
merupakan salah satu tindakan keputus asa an dan mencelakakan diri sendiri.
Ada juga pada bahtsul masail nahdlatul ulama dalam munas alim ulama NU dipondok gede
tahun 2002 menyebutkan bahwa bunuh diri dalam islam adalah diharamkan oleh agama dan
termasuk dosa besar. Akan tetapi tindakan pengorbanan jiwa sampai mati dalam melawan
kezaliman, maka dapat dibenarkan .8

8
Adynata, (2013), Jihad bunuh diri menurut hadits nabi Muhammad SAW. Jurnal ushuluddin,
vol xx, no.2. Hal.208-209.

8
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kata bom berasal dari bahasa Yunani bombos yaitu sebuah istilah yang meniru
suara ledakan ‘bom’ dalam bahasa tersebut. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan
sebagai senjata peledak; peluru besar yang isinya mampu meledak. Bunuh diri (dalam bahasa
Inggris: suicide; dalam budaya Jepang dikenal dengan istilah harakiri) adalah tindakan mengakhiri
hidup sendiri tanpa bantuan aktif orang lain. Dalam bahasa arab, bom bunuh diri disebut intihaar,
yang berasal dari kata kerja nahara yang berarti menyembelih (dzabaha) dan membunuh (qatala).
Artinya seseorang menyembelih dan membunuh dirinya sendiri. . Jadi, bom bunuh diri yaitu
kegiatan bunuh diri yang dilatarbelakangi keyakinan oleh pelaku bahwa perbuatan tersebut
merupakan salah satu bentuk perjuangan untuk memperjuangkan kebenaran.

Kritik terhadap pendapat yang membenarkan tindakan serangan bunuh diri diarahkan
kepada dalil pembenaran baik teologis maupun sejarah terhadap serangan bunuh diri, target dan
metode serangan. Dari berbagai pendapat yang dikemukakan oleh sebagian ulama yang anti
tersebut, secara umum dapat diringkas kepada beberapa poin berikut ini: Pertama, bunuh diri
dengan alasan apa pun merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh agama. Kedua, terkait
dengan dalil pembenaran, menurut al-Akiti, tidak ada preseden hukum dalam sejarah Islam yang
membenarkan taktik menyerang orang-orang sipil (perempuan, anak-anak dan orang tua) dan
target non-militer. Dan Ketiga terkait dengan persoalan otoritas yang menentukan jihad dengan
taktik serangan bom bunuh diri.
Mengenai bom bunuh diri ini ada dua pendapat, yaitu yang diperbolehkan dan tidak
diperbolehkan sebagai berikut :
1) Diperbolehkan
Segolongan ulama yang melihat bahwa bom bunuh diri merupakan satu strategi perang
dalam menakutkan musuh adalah perkara yang dibolehkan oleh syarak.
2) Tidak diperbolehkan
Pada zaman sekarang, Syeikh Rashid Redha menyebut, antara perkara yang termasuk
dalam perkara dilarang adalah, menyerbu barisan musuh ketika peperangan. Dalam masa yang
sama, dia tidak mengetahui selok-belok peperangan dan tipu daya yang dirancang oleh musuh.

9
perbuatan seperti itu termasuk dalam perkara yang tidak disyariatkan. Sikap itu menampakkan
ketidakmatangan dan mengikut hawa nafsu. Ia bukan sikap yang membantu kebenaran.

10
DAFTAR PUSTAKA

Adynata, (2013), Jihad bunuh diri menurut hadits nabi Muhammad SAW. Jurnal ushuluddin, vol
xx, no.2. Hal.200.
Erviani, N. (2016). Hukum bom bunuh diri. 16-17.
Purnama, I. (2021). Kritik Agama Sigmund Freud Terhadap Kekerasan Dalam Beragama. 74-
75.
Rusli,( 2013 ).suicide terrorism: menelusuri justifikasi fikih dalam literature jihad kontemporer.
jurnal al-tahrir,vol.13,no.2.
Thobroni, A. (2017). Bom Bunuh Diri Dan Eutanasia Dalam Tinjauan Hukum Islam. 134-151.

11

Anda mungkin juga menyukai