Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

TAKFIR

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah AIK I
(Kemanusian dan Keimanan)

DOSEN PENGAMPU

Ahmad Noor Islahudin, Lc., L.LM.

DISUSUN OLEH:

NAMA : AULIA DEWI CANTIKA

NPM : 22650014

D3 PERBANKAN DAN KEUANGAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO

2022/2023

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Tafkir”. Sholawat serta salam disampaikan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, semoga mendapatkan syafa’at-Nya di hari akhir nanti. Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Bapak
Ahmad Noor Islahudin, Lc., L.LM. selaku dosen pengampu mata kuliah AIK I
(Keimanan dan Kemanusian). Penulis berharap semoga makalah ini akan
membawa manfaat dan menambah wawasan khususnya bagi penulis dan bagi
pembaca pada umumnya. Kami menyadari bahwa makalah yang kami tulis ini
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun akan
kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

HALAMAN JUDUL ..............................................................................i

KATA PENGANTAR ............................................................................ii

2
DAFTAR ISI ..........................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................1

1.1 Latar Belakang ...........................................................................1


1.2 Rumusan Masalah ......................................................................2
1.3 Tujuan .........................................................................................2
1.4 Manfaat ......................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................4

2.1 Pengertian Takfir ........................................................................4


2.2 Keadaan Manusia Yang Dihukumi Takfir..................................5
2.3 Bahaya Takfir..............................................................................6
2.4 Takfir Adalah Hak Allah ............................................................8
2.5 Macam-macam Takfir ................................................................8
2.6 Syarat Takfir ...............................................................................9

BAB III PENUTUP ................................................................................12

3.1 Kesimpulan .................................................................................12


3.2 Saran ...........................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

3
Terma kafir telah ada sejak masa Rasulullah Saw, yang dibuktikan
dengan banyaknya ayat-ayat al-Quran yang mengulas tentang kafir, baik
dari sisi pelakunya maupun perbuatannya. Hal ini menunjukkan bahwa
menyematan vonis kafir (takfir) telah ada sejak masa itu. Munculnya
konsep takfir di masa ini di dukung dengan dalil-dalil syar’i berupa wahyu
yang diturunkan langsung kepada Rasulullah Saw (QS. an-Najm: 34).
Vonis kafir ini merupakan salah satu bagian dari konsep syariat dalam
Islam, sehingga dalam penerapannya harus berdasarkan dalil-dalil syar’i
(QS. al-Isra’: 36).

Selama periode kepemimpinan Rasulullah Saw ataupun pada masa


pemerintahan Abu Bakar, ‘Umar, dan ‘Usman, tidak pernah terjadi
perpecahan di antara umat Islam. Perbedaan pandangan yang terjadi dalam
beberapa perkara besar seperti wafatnya Rasulullah Saw, pemakaman
beliau, peristiwa Saqifah, dan peperangan terhadap orang-orang yang
murtad, serta dalam beberapa masalah hukum berakhir dan dapat
diselesaikan tanpa adanya perpecahan di tubuh umat Islam.

Takfir merupakan salah satu paket masalah yang pertama kali yang
hangat didiskusikan oleh aliran kalam (teologi Islam). Kekisruhan politik
akibat pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan (thn 35 H.) sampai masa
kekhalifahaan Ali bin Abi Thalib. Konflik ini mencapai klimaksnya
dengan meletusnya perang Jamal (thn 35 H/656 M.) antara pasukan Ali
dan pasukan yang di pimpin Aisyah, Thalhah, dan Zubair disusul dengan
perang Siffin (thn 39 H/657 M.) antara Ali melawan pihak Muawiyah.
Kedua persitiwa perang ini secara tidak langsung telah melahirkan
perpecahan dan pengelompokkan umat Islam menjadi tiga aliran mazhab
fikih, kalam, dan tasawuf yaitu Khawarij, Syiah, dan Ahlusunnah. Ketiga
kelompok ini adalah hasil produk politik sejarah awal Islam pasca-
wafatnya Nabi SAW, dan mereka tampil dengan argumen-argumen
mereka yang kontroversial yang berdampak pada takfiri antara satu dengan
lainnya.

4
Setelah masa itu, terjadi perpecahan pertama kali dalam tubuh umat
Islam yang di latarbelakangi oleh penyematan gelar kafir tanpa ditopang
dalil syar’i, yaitu sikap yang dilakukan kalangan Khawarij terhadap
sebagian sahabat Nabi Saw. Mereka menganggap pelaku dosa besar dari
kalangan umat Islam telah keluar dari Islam dan memasukkannya ke
dalam golongan kafir. Mereka memperlakukannya seperti memperlakukan
orang kafir serta menghalalkan darah dan harta kaum muslimin.

Sikap mudah mengafirkan pihak lain disebabkan oleh banyak faktor,


antara lain, cara pandang keagamaan yang sempit, fanatisme dan
keangkuhan dalam beragama, miskin wawasan, kurangnya interaksi
keagamaan, pendidikan agama yang eksklusif, politisasi agama, serta
pengaruh konflik politik dan keagamaan dari luar negeri, terutama yang
terjadi di Timur Tengah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu pengertian Takfir?
2. Bagaiman keadaan manusia yang dihukumi Takfir?
3. Apa saja bahaya Takfir?
4. Apa yang dimaksud Takfir adalah hak Allah?
5. Apa saja macam-macam Takfir
6. Apa saja syarat Takfir?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Takfir.
2. Untuk mengetahui keadaan manusia yang duhukumi Takfir.
3. Untuk mengetahui bahaya Takfir.
4. Untuk mengetaui Takfir sebagai hak allah.
5. Untuk mengetahui macam-macam Takfir.
6. Untuk mengetahui syarat Takfir.

5
1.4 Manfaat
Makalah ini dibuat agar penulis dan para pembaca bisa lebih mengerti dan
memahami makna dari Takfir, bahaya takfir, macam-macam takfir, beserta
dan segala yang berhubungan dengan takfir. Selain itu, diharapkan
kedepannya agar lebih mengetahui apa arti sanad dan matan hadits dalam
diri dan dapat diaplikasikan kehidupan kita.

BAB II

PEMBAHASAN

6
2.1 Pengertian Takfir
Takfiri dalam bahasa Arab yaitu ‫تكفيري‬ (takfīrī), bahasa Ibrani yaitu
taqbiri adalah sebutan bagi seorang muslim yang memvonis muslim lainya
(atau kadang juga mencakup penganut ajaran Agama Samawi lain).
Sebagai kafir dan murtad atau mengeluarkan manusia dari keimanannya
kepada tuhan, sama halnya dengan tahrimi yang memvonis sesuatu atau
aktivitas sebagai haram dan takzimi yang memvonis aktivitas
sebagai maksiat.
Tuduhan itu sendiri disebut takfir, berasal dari kata kafir (kaum tidak
beriman), dan disebutkan sebagai "orang yang mengaku seorang Muslim
tetapi dinyatakan tidak murni Islamnya dan diragukan keimanannya”
Tindakan menuduh orang lain sebagai "kafir" telah menjadi suatu bentuk
penghinaan sektarian, yaitu seorang Muslim menuduh Muslim sekte atau
aliran lainnya sebagai kafir. Tindak kekerasan yang berawal dari tuduhan
mengkafirkan Muslim lain kian marak dengan merebaknya ketegangan
antara Sunni dan Syiah di Timur Tengah, khususnya setelah
pecahnya Perang Saudara Suriah pada 2011.
Tuduhan kafir terhadap orang lain atau kelompok didorong oleh
berbagai kepentingan. Tuduhan kafir kadang dilontarkan secara murah
atau asal saja tanpa argumentasi dan dalil yang kokoh serta meyakinkan.
Tuduhan kafir pada beberapa kejadian dilontarkan hanya didasarkan pada
perbedaan pandangan dan identitas kelompok politik atau sosial-
keagamaan.
Al-Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa tuduhan kafir terhadap orang
lain tidak dapat dilontarkan secara sembarangan dan ringan. Menurutnya,
perlu ada penjelasan terkait batasan kafir dan tidak kafir yang
mengharuskan uraian rinci semua pandangan dan mazhab pemikiran,
menjelaskan kesyubhatannya, serta argumentasi dan interpretasi
pandangan tersebut yang jauh dari zahirnya.
Takfir adalah tindakan menuduh sesama Muslim sebagai kafir atau
keluar dari Islam. Perbuatan ini sangat tercela, setiap Muslim yang harus
menyadarai hal ini. Namun saat ini, takfir mulai banyak dipakai secara

7
memalukan sebagai alternatif untuk mengelak, ketika seseorang tidak
mampu berargumen, tidak memiliki data untuk mendukung klaimnya,
malas berpikir, atau kalah dalam beradu pandangan. Sehingga, untuk
mengakhiri kondisi tersudut itu, dituduhlah lawannya sebagai kafir. Hal ini
telah menjadi tren, kususnya di jagat medsos saat isu kontroversi mencuat.
Jurus takfir merupakan andalan untuk mencapai kesimpulan tanpa proses
perpikir logis.

2.2 Keadaan Manusia Yang Dihukumi Takfir


1. Fenomena tersebarnya kekufuran, kemaksiatan serta kemurtadan di
tengah masyarakat Islam memang sudah sedemikian parah. Para
penyeru kebatilan menarikan tarian syetan tanpa malu dan tanpa
harga diri di depan hidung kita. Mereka dengan leluasa
memanfaatkan media informasi untuk menyiarkan dan
menyebarkan kebatilan tanpa ada upaya pencegahan yang berarti.
Seks bebas, pelacuran, pemerkosaan, pencurian, khamar, narkotika,
kolusi di antara penguasa serta pelecehan hukum dan agama telah
membuat darah pendukung takfir ini bergejolak untuk bertindak.
2. Tingkat toleransi dari sebagian ulama yang terlalu berlebihan
mengakibatkan tidak sabarnya kelompok pentakfir untuk segera
mengeluarkan vonis kafir kepada siapa saja yang dipandang keluar
dari ajaran Islam.
3. Umumnya mereka yang suka mengkafirkan orang lain itu adalah
generasi muda, punya niat ikhlas, semangat membara, fitalitas
yang tinggi, taat beribadah, punya semangat amar ma’ruf nahi
mungkar dan punya rasa memiliki atas umat ini yang tinggi. Dan
paling utama adalah rasa keprihatinan mereka atas apa yang kita
saksikan termasuk kerusakan moral, akhlaq, adab Islam,
kemurtadan dan tekanan kekuatan kafir. Semua problem itu
demikian menyiksa batin mereka sehingga keluarlah mereka dari
kearifannya dan masuk ke wilayah yang out of control.

8
4. Namun energi yang tinggi itu tidak diimbangi dengan kemampuan
syar’iyah yang mendasar. Kurangnya latar belakang kafaah
syar’iyah dan pendalaman bidang hukum Islam telah membuat
mereka cenderung untuk mengambil ayat-ayat yang mutasyabihat
dan meninggalkan yang muhkamat. Selain itu karena kurang
luasnya wawasan mereka, sehingga sering kali mereka hanya
menemukan sepotong dalil dan terluput dari dalil lainnya.
Akibatnya pemahaman mereka menjadi sepotong-sepotong, tidak
lengkap dan tidak komprehensif.

2.3 Bahaya Takfir


“Bila seseorang berkata kepada saudaranya, hai si kafir! maka sungguh
akan kembali ucapan itu kepada salah satu dari keduanya” (HR Bukhari
VII/97 dari Abi Hurairah)

“Barangsiapa yang melaknat seorang mukmin, maka dia seperti


membunuhnya dan barang siapa yang menyatakan seorang mukmin
dengan kekafiran, maka ia seperti membunuhnya.” (HR Bukhari VII/84
dari Tsabit bin Dhihah).

Maka jika seseorang berkata kepada saudaranya: Hai si Fasiq, hai si


Kafir, hai musuh Allah, sedangkan orang itu tidak demikian, maka akan
kembali ucapan itu kepada yang berkata. Seperti perkataan seseorang
Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni fulan, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Sallam bersabda bahwa Allah berfirman:

“Barang siapa menyangka kepada-Ku tidak akan mengampuni fulan,


sungguh aku telah ampuni dia dan aku hapuskan amalmu.” (HR Muslim
IV/2023 dari Jundab)

“Bisa jadi seorang hamba berkata dengan satu perkataan yang bisa
menjerumuskan dia di neraka lebih jauh antara arah timur dan barat.” (HR
Bukhari VII/184 dari Abi Hurairah)

9
Dr. Yusuf Al-Qaradhawi ketika menjelaskan tentang bahaya dari
menuduh atau mengkafirkan seorang muslim, menjelaskan beberapa
konsekuensi yang berat. Padahal setiap orang yang berikrar dan
mengucapkan syahadat telah dianggap muslim, di mana nyawa dan
hartanya terlindung. Dalam hal ini tidak perlu diteliti batinnya. Menuduh
seorang muslim sebagai kafir, hukumnya amat berbahaya dan akibat yang
akan ditimbulkannya lebih berbahaya lagi. Di antaranya ialah: 

 bagi istrinya, dilarang berdiam bersama suaminya yang kafir, dan


mereka harus dipisahkan. Seorang wanita Muslimat tidak sah
menjadi istri orang kafir.

 Bagi anak-anaknya, dilarang berdiam di bawah kekuasaannya,


karena dikhawatirkan akan mempengaruhi mereka. Anak-anak
tersebut adalah amanat dan tanggung jawab orangtua. Jika orang
tuanya kafir, maka menjadi tanggung jawab umat Islam.

 Dia kehilangan haknya dari kewajiban-kewajiban masyarakat


atau orang lain yang harus diterimanya, misalnya ditolong,
dilindungi, diberi salam, bahkan dia harus dijauhi sebagai
pelajaran.

 Dia harus dihadapkan ke muka hakim, agar dijatuhkan


hukuman baginya, karena telah murtad.

 Jika dia meninggal, tidak perlu diurusi, dimandikan, disalati,


dikubur di pemakaman Islam, diwarisi dan tidak pula dapat
mewarisi.

 Jika dia meninggal dalam keadaan kufur, maka dia mendapat


laknat dan akan jauh dari rahmat Allah. Dengan demikian dia akan
kekal dalam neraka.

10
Demikianlah hukuman yang harus dijatuhkan bagi orang yang menamakan
atau menganggap golongan tertentu atau seseorang sebagai orang kafir;
itulah akibat yang harus ditanggungnya. Maka, sekali lagi amat berat dan
berbahaya mengafirkan orang yang bukan (belum jelas) kekafirannya.

2.4 Takfir Adalah Hak Allah

Syaikh Ali Al Halabi membawakan pendapat Syaikhul Islam Ibnu


Taimiyah t dalam Majmu’ Fatawa (5/545): “(Hak) mewajibkan,
mengharamkan, (penuntuan) pahala dan siksa, takfir (pengkafiran), tafsiq
(vonis fasik terhadap seseorang) milik Allah dan RasulNya. Tidak ada
seorang pun yang berhak dalam masalah ini.”

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata dalam Mukhtashar Ash Shawa’iq Al


Mursalah, hlm. 421: “Takfir adalah hukum agama. Orang kafir adalah
orang yang dikafirkan oleh Allah dan RasulNya.”

Syaikh Shalih Al Fauzan juga mejelaskan (Majalah Ad Da’wah, 4 Rabiul


Akhir 1421H): “Takfir terhadap orang-orang yang murtad bukanlah
ketetapan yang dibuat oleh Khawarij ataupun selain mereka. Dan itu bukan
bentuk pemikiran, tetapi merupakan hukum agama yang dipakai Allah dan
RasulNya untuk menghukumi orang yang berhak menerimanya, yang
disebabkan karena melakukan salah satu perkara yang membatalkan Islam,
baik berupa perkataan, keyakinan atau perbuatan, sesuai dengan
penjelasan para ulama.

2.5 Macam-macam Takfir

Perlu kita ketahui bahwa takfir (mengkafirkan) itu ada 2 macam:

1. Takfir mengkafirkan perbuatan yang disebut dengan istilah takfir


mutlak.

2. Takfir individu yang melakukan perbuatan tersebut, yang disebut


dengan takfir muayyan.

11
Syaikh Muhammad Al-Khumais hafizhahullah mengatakan:“Takfir
menurut Ahlussunnah Wal Jamaah ada dua macam; Mu’ayyan dan
Mutlak. Takfir mu’ayyan yaitu menyifati seseorang disebabkan amalan
atau ucapan yang ia lakukan bahwa ia kafir, takfir ini tidak boleh kecuali
apabila terpenuhi syarat dan hilang semua penghalang. Adapun takfir
mutla yaitu memutlak-kan sifat kafir kepada suatu perbuatan, ucapan atau
keyakinan.” (At-Taudhihat Al-Jaliyyah: 3/751).

Takfir mutlak adalah takfir secara umum tanpa menujukan kepada


individu tertentu, seperti ucapan barang siapa yang sujud kepada matahari
maka kafir. Adapun takfir muayyan adalah takfir perorangan, dan hal ini
harus memenuhi dua hal; Pertama, terpenuhinya syarat-syarat
pengkafirkan. Kedua, sudah hilang semua penghalang.

2.6 Syarat Takfir


Ulama punya rumusan syarat-syarat dimana seorang muslim itu bisa
dilabeli “Kafir”:

1. Baligh

Karena memang Takfir itu perkara syar’i, maka tidak bisa perkara
itu disematkan kepada mereka yang belum masuk kategori
mukallaf. Dan syarat mukallaf itu salah satunya ialah baligh. Jadi
tidak bisa jika ada anak kecil yang kemudian menirukan gaya
ibadah orang agama non-muslim karena ia melihat di televisi lalu
ada yang mengatakan “Anak ini Kafir”.

2. Berakal

Syarat kedua ialah berakal. Karena baligh saja tidak cukup untuk
menjadikan seseorang itu Mukallaf, ia juga haruslah orang yang
mempunyai akal sehat. Karena yang baligh itu belum tentu berakal.
Jadi jika ada seorang muslim yang kemudian ia hilang akal karena

12
penyakit lalu dengan tanpa sadarrnya ia menyembah sebuah batu,
tidak bisa dikatakan orang ini kafir. Karena ketika itu ia
melakukannya dalam keadaan akal tidak sehat. Dan dia bukan
mukallaf.

3. Mengetahui

Sebelum melabeli seseorang dengan label Kafir atas kelakuannya


yang memang bertentangan dengan akidah Islam, harus ditanya
dulu, apakah benar ia malakukan itu karena tahu bahwa itu sesuatu
yang haram dan bisa mengeluraknnya dari Islam atau tidak. Kalau
memang ia melakukannya tanpa tahu bahwa perkara itu haram dan
bisa mengeluarkannya dari Islam, ya tida bisa seenaknya kita
melabelinya dengan Kafir, karena ia tidak tahu. Ini yang banyak
terjadi dikalangan bawah, melakukan prkatek-prektek syirik tapi
memang mereka tidak tahu. Tidak ada juga pemuka agama yang
memberi tahu. Mareka termasuk golongan yang dimaafkan karena
ketidak tahuannya.

4. Melakukan dengan sengaja

Artinya bahwa seseorang tidak bisa dikatakan kafir, kecuali ia


mengerjakan perkara Mukaffir (Yang membuatnya Kafir) itu
dengan sadar dan tidak dalam keadaan lupa dan juga tidak dalam
keadaan terpaksa. Dan memang dengan sengaja ia melakukan itu.
“Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia
mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir
Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa),
akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran,
Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang
besar.” (QS. Al-Nahl 106)

5. Tidak Adanya Perbadaan Ta’wil/Pandangan

13
Ini yang penting, yaitu adanya perbedaan pandangan terhadap
perkara syariah yang memang masih dalam koridor ijtihad shahih
yang diakui oleh ulama. Sebagian kalangan menganggap ini
Mukaffir, tapi yang lain tidak memandang seperti itu. Jadi ketika
ada seseorang melakukan perkara yang menurut sebagian kalangan
itu haram dan Mukaffir, akan tetapi ia melakukannya dengan
keyakinan bahwa ini tidak haram dengan dasar dalil dan ijtihad
yang diakui (tidak ngasal), maka tidak bisa ia dilabeli Kafir
sepihak begitu saja.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Takfir adalah tindakan menuduh sesama Muslim sebagai kafir atau keluar
dari Islam. Perbuatan ini sangat tercela, setiap Muslim yang harus
menyadarai hal ini. Namun saat ini, takfir mulai banyak dipakai secara
memalukan sebagai alternatif untuk mengelak, ketika seseorang tidak
mampu berargumen, tidak memiliki data untuk mendukung klaimnya,
malas berpikir, atau kalah dalam beradu pandangan. Sehingga, untuk
mengakhiri kondisi tersudut itu, dituduhlah lawannya sebagai kafir.
Adapun hukum terhadap orang tertentu, bahwa dia adalah orang kafir, atau
dia pasti masuk neraka, maka ini tergantung pada dalil khusus. Karena
suatu hukum (keputusan) itu tergantung pada terpenuhinya syarat-
syaratnya dan hilangnya penghalang-penghalangnya. Maka takfir
(pengkafiran) terhadap orang tertentu yang berasal dari orang-orang yang
tidak berilmu dan orang-orang yang serupa dengan mereka, yaitu dia
dihukumi termasuk orang kafir-tidak boleh diputuskan kecuali setelah
hujjah risaliyah (argumen dari rasul) telah tegak padanya, sehingga
menjadi jelas bahwa mereka menyelisihi para rasul.

3.2 Saran
Setelah mengetahui tentang takfir serta bahayanya takfir, hendaknya setiap
manusia bisa sadar akan tujuan hidupnya yaitu untuk mencari keridhaan
Allah SWT, karena jiwa yang memperoleh keridhaan Allah adalah jiwa
yang berbahagia, mendapat ketenangan, serta akan memperoleh imbalan
surga. Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
banyak kekurangan yang harus dibenahi. Untuk itu masukan-masukan dari
pihak-pihak yang merespon makalah ini sangat ditunggu.

15
DAFTAR PUSTAKA

dari, K. (2016, January 5). Takfiri. Retrieved November 25, 2022, from

Wikipedia.org website: https://id.wikipedia.org/wiki/Takfiri

Diakses pada tanggal 5 Oktober 2022, pada pukul 19.23 WIB.

Alawi, A. (2020, June 3). Ini Pandangan Imam Al-Ghazali Terkait Kafir

Mengafirkan atau Takfiri. Retrieved November 25, 2022, from nu.or.id

website: https://islam.nu.or.id/ilmu-tauhid/ini-pandangan-imam-al-ghazali-

terkait-kafir-mengafirkan-atau-takfiri-7ZKdL

Diakses pada tanggal 5 Oktober 2022, pada pukul 19.28 WIB.

Fitnatut Takfir (Fitnah Menuduh Kafir) - STID DI AL-HIKMAH JAKARTA.

(2014, August 15). Retrieved November 25, 2022, from STID DI AL-

HIKMAH JAKARTA website: https://alhikmah.ac.id/fitnatut-takfir-fitnah-

menuduh-kafir/

Diakses pada tanggal 5 Oktober 2022, pada pukul 19.40 WIB.

Selvina Adistia. (2021, November 5). IslamRamah.co - Islam Ramah Bukan Islam

Marah. Retrieved November 25, 2022, from IslamRamah.co website:

https://www.islamramah.co/2021/11/7533/bahaya-takfir.html

Diakses pada tanggal 5 Oktober 2022, pada pukul 19.40 WIB

Zahir Al-Minangkabawi. (2020, July 7). Antara Hukum Mutlak dan Hukum

Muayyan. Retrieved November 25, 2022, from Maribaraja.com website:

https://maribaraja.com/antara-hukum-mutlak-dan-hukum-muayyan/#:~:text

=Takfir%20Mutlak%20dan%20Takfir%20Muayyan&text=Takfir

16
%20mutlak%20adalah%20takfir%20secara,%2C%20terpenuhinya

%20syarat%2Dsyarat%20pengkafirkan.

Diakses pada tanggal 5 Oktober 2022, pada pukul 19.49 WIB

Administrator Mahad. KAIDAH DALAM AT-TAKFIIR – MENGKAFIRKAN


SECARA INDIVIDU #1 - mahad.uin-suska.ac.id. mahad.uin-suska.ac.id.
Published 2021. Accessed November 25, 2022.
https://mahad.uin-suska.ac.id/2020/07/15/kaidah-dalam-at-takfiir-mengkafirkan-
secara-individu-1/

Diakses pada tanggal 5 Oktober 2022, pada pukul 20.24 WIB.

17

Anda mungkin juga menyukai