Anda di halaman 1dari 12

KONSEP TAKFIRI

”Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Aswaja”


Dosen Pengampu: Bp. Syamsul Ma’arif, S.H.I., M.S.I.

Disusun oleh:
M. Gilang M.W. Sabdokafi : 221240001248
Indra Juliawan : 221240001253
Muhammad Daniel Maula : 221240001252
Naufal Naazhir Arkaan : 221240001255
Yopa Arian Widodo : 221240001256

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA JEPARA
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kesehatan dan kemudahan dalam pembuatan makalah ini sehingaa kami
dapat menyelesaikan makalah tepat pada waktu tanpa halangan yang berarti.

Ada pun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas
makalah mata kuliah Ilmu Budaya Dasar tentang Manusia dan Keadilan. Selain itu juga
sebagai media untuk berbagi dan menambah wawasan bagi pembaca maupun kami
sendiri.

Penyusunan makalah ini telah dilakukan oleh para kami dengan maksimal. Oleh
karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada Bp. Syamsul Ma’arif, S.H.I., M.S.I.
selaku dosen mata kuliah Aswaj yang telah memberi tugas ini kepada kami.

Namun kami juga meyakini masih banyak yang perlu diperbaiki dalam
penyusunan makalah ini. Oleh karena itu kami berharap bisa mendapat kritik dan
masukan guna memperbaiki hal tersebut di masa yang akan datang.

Jepara, 17 Oktober 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................................. 3
2.1 Konsep Takfir dalam Pandangan Aswaja................................................ 3
2.2 Pengertian Takfir ..................................................................................... 4
2.3 Macam-macam Bentuk Takfiri................................................................ 5
2.4 Syarat-Syarat Takfir................................................................................. 6
2.5 Larrangan Takfiri .................................................................................... 7
BAB III PENUTUP............................................................................................... 8
3.1 Simpulan .................................................................................................. 8
3.2 Saran ........................................................................................................ 8
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 9

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keadaan yang terjadi akhir-akhir ini menunjukkan bahwa sebagian dari kita lupa
dengan visi keislaman yang sebenarnya harus diperjuangkan. Yang Sebagian itu merasa
baik-baik saja, terus menerus mencaci, menistakan, dan mengkafirkan sesama. Pelan-
pelan namun pasti, hal ini akan membunuh agama itu sendiri. Maksud mereka mungkin
untuk memurnikan agama sesuai pada zaman Rasulullah, namun kalau hanya
berdarsarkan pada penafsiran Al-Quran secara mentah-mentah, hal tersebut bisa
menjerumus kepada kedzaliman.

Melihat bagaimana saudara kita telah kehilangan istiqomah dalam bersikap dan
berpendirian, bagaimana kontradiksi telah menguasai pendapat-pendapat mereka.
Hanya karena perbedaan keyakinan dan manhaj, mereka langsung dicap musyrik atau
kafir. Padahal imam asy-Syaukani menegaskan “Ketahuilah, sesungguhnya
menghukumi seorang muslim telah keluar dari agama Islam itu tidak layak dilakukan
oleh seorang muslimyang mengaku beriman kepada Allah dan hari akhir, kecuali
dengan dalil yang lebih terang daripada matahari siang”.

Makalah ini hadir untuk meluruskan kesalahpahaman dan mencairkan fanatisme


diantara sesama muslim, menjadi pembuka pemahaman atas dasar-dasar berbagai amal
perbuatan yang sering kita lakukan, agar kita tahu dari mana semua itu berasal. Agar
kita semua, tanpa pandang bulu, kelompok maupun aliran tertentu, dapat menilai
sesuatu dengan lebih objektif. Dan juga supaya kita lebih toleran terhadap perbedaan
serta lebih bersungguh-sungguh dalam berusaha mengetahui kebenaran dan mencari
ridho dari Allah SWT.

1
1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana konsep takfiri menurut Aswaja?
2. Apa yang dimaksud sebagai takfiri?
3. Apa saja bentuk dari takfiri?
4. Syarat-Syarat Takfir
5. Bagaimana larangan takfiri diantara sesama muslim?

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Takfir dalam Pandangan Aswaja


Ahlussunnah wal Jama’ah adalah kelompok moderat, tidak ekstrim kanan
maupun kiri, termasuk dalam pembahasan takfir ini. Ahlussunnah wal Jama’ah tidak
menolak takfir secara mutlak dan tidak pula menerima secara mutlak. Akan tertapi
mereka merinci perrmasalahan sehingga menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Ahlussunnah wal Jama’ah tidak menyepelekan dalam mengkafirkan, namun tidak juga
tinggal diam terhadap kekafiran.

Menurut Ahlulssunnah wal Jama’ah pelaku dosa besar bukanlah kafir, namun
dia adalah seorang muslim yang berkurang imannya, dan di akhirat dia di bawah
kehendak Allah, jika Allah berkehendak mengampuni, maka Allah akan
mengampuninya, jika Allah berkehendak mengazabnya maka itu untuk menggugurkan
dosa-dosanya dan setelah bersih akan dimasukkan ke surga.

Al-Imam Abu al-Izz al-Hanafi berkata:

“Sesungguhnya bab menngkafirkan atau tidak adalah bab yang mrnimbulkaan fitnah
dan ujian yang besar, didalamnya banyak terjadi perpecahan, dan perbedaan pendapat,
dalil-dalil mereka saling bertentangan… kelompok murjiah megatakan: “ksmi tidak
mengkafirkan siapapun dari ahli kiblat”. Kelompok ini menafikan takfir secara umum,

3
padahal di antara ahli kiblat juga ada yang munafik, yang mana kemunafikannya lebih
kufur dari yahudi dan nasrani… dan tidak ada perbedaan pendapat diantara kaumm
muslimin bahwa jika seseorang menampakkan pegingkaran terhadap kewajiban yang
jelas dan mutawatir, atau mengingkari keharaman yang jelas dan mmutawatir, atau
semisalnya maka dia diminta taubatnya jika dia tidak taubat, maka dihukum bunuh
sebagai orang kafir murtad… dan kelompok Khawarij megatakan: kami kafirkan setiap
orang islam yang melakukan dosa besar. Kelompok mu’tazillah megatakan pelaku dosa
besar keluar dari iman tapi tidak masuk dalam kekafiran, yaitu dalam manzilah baina
manzilantain. Ucapan mu’tazilah bahwa pelaku dosa besar keluar dari iman
berkonsekuansi bahwa mereka berada kekal di neraka.

2.2 Pengertian Takfir


Secara etimologi, takfir (‫ )تكفير‬berasal dari bahasa arab “kufr” (‫ )كفر‬artinya
menutupi. Maka dari itulah orang yang tidak beriman disebut kafir, karena dia menutupi
hatinya dengan kebenaran. Kafir sendiri didefinisikan dengan orang yang melawan atau
menentang dan menolak kebenaran yang datang dari Allah Swt. Yang disampaikan
lewat risalah RasulNya. Adapun makna takfir secara etimologi syariat yaitu:
‫ هو احلكم على اإلنسان ابلكفر‬:‫التكفري‬
“Takfir adalah menghukumi atau memvonis seseorang dengan sebutan kafir”.

Takfiri adalah perilaku menuduh atau meng-klaim seorang muslim terhadap


muslim lainnya tentang kekafiran. Jika seoarng yang merasa dirinya sebagai penganut
agama Islam tapi telah diklaim atau dituduh orang lain sebagai seorang kafir maka sikap
orang yang mengklaim atau menuduh tersebut dinyatakan dengan sikap Takfiri.
Tuduhan tersebut dapat berbeda dengan kenyataan sesungguhnya dalam keyakinan
orang yan dituduh karena perbedaan pemikiran. Secara singkat Takfir adalah memvonis
status kafir terhadap seseorang yang menurut dia bahwa dirinya adalah seorang muslim.
Pengkafiran ini dilakukan oleh seorang atau kelompok terhadap muslim lain dengan
cara mengeluarkannya dari keislamannya, sehingga dia dinyatakan sebagai kafir.

Perilaku takfiri ini bisa mengakibatkan kedaliman seperti pembunuhan dan


peperangan. Hal ini sejalan dengan hadist Rasul sebagai berikut:

4
‫ َأْو قَـْتِل نَـْفٍس ِبَغْيِر َح ٍّق فَـُقِتَلِبه‬, ‫ َأْو اْر ِتَداٍد بَـْع َد ِإْس َال ٍم‬, ‫ ِزًنا بَـْع َد ِإْح َص اٍن‬, ‫َال َيِح ُّل َد ُم اْم ِر ٍئ ُم ْس ِلٍم ِإَّال ِبِإْح َدى َثَال ٍث‬
“Tidak halal darah seorang muslim kecuali karena tiga hal, yaitu: zina mushan, murtad
sesudah Islam, atau membunuh tanpa hak, maka dia harus dibunuh”.

2.3 Macam-macam Bentuk Takfiri


Takfiri itu ada 3 macam sebagai berikut:
1) Takfiri umum
Takfiri Dalam bentuk ini adalah mengkafirkan menusia secara kseluruhan,
tanpa kecuali apakah dia orang alim (ulama), orang bodoh (tidak terpelajar),
ahli tafsir atau bukan ahli tafsir, orang yang mampu mengedepankan hujjah,
atau yang tidak mampu menegakkan hujjah. Takfiri dalam bentuk ini adalah
dosa paling besar (akbar al-Kabar’i). hal ini dilakukan oleh orang egois uang
menganggap hanya kelompoknya yang benar, yang lain semua salah (kafir).
2) Takfiri Sifat
Takfiri Bentuk kedua ini bisa muncul dari ucapan ilmuan (ahl-ilm) yang
mengatakn, misalnya siapa yang mencari Allah dan Rasulnya maka dia kafir,
siapa yang mendustakan hari berbangkit maka dia kafir, siapa yang
meninggalkan shalat maka dia kafir, siapa yang mejadikan perantara diantara
dia dengan Allah Swt. Maka hal itu akan medorong dia menjadi kafir. Maka
perilaku ini adalah Takfiri terhadap sesuatu yang ada di dalam ajaran agama (al-
millah). Takfiri dalam bentuk ini adalah takfiri terhadap sesuatu yang
disyariat’kan karenanya orang yang dituduhkan dengan perilaku ini tidaklah
dapat dikatakan kafir kecuali dijumpai padanya syarat-syarat kekafiran, dan
terhindar dari padaya penghalang keakfiran tersebut. Sesungguhya tidaklah
otomatis adanya perilaku kekafiran mengantarkan pelakunya menjadi kafir.
3) Takfiri Khusus
Takfiri bentuk ini adalah sikap menuduh seseorang telah menjadi kafir karena
dia telah melakukan sesuatu yang membuatnya keluar dari Islam.
Syarat-syarat Takfiri tersebut ada 2 (dua) macam yaitu;
a. Ada dalil yang diterapkan terhadap perilaku seseorang yang dinyatakan
bahwa pelakunya adalah sebagai kafir.

5
b. Ada kesesuaian hukum terhadap perilaku yang dinyatakan sebagai kafir
dengan indikasi bahwa dia tahu terhadap apa yang dilakukanya, ada
kesengajaan untuk melakukan dan dia bebas melakukannya (tidak
terpaksa). Sebaliknya, jika dijumpai padanya penghalang untuk dapat
dinyatakan kafir, seperti orang bodoh atau tersalah atau melakukan
ta’wil al-muktabar maka dia tidak dapat dinyatakan sebagai kafir.
Dengan demikian maka tidak boleh menuduh seseorang dengan
kekafiran kecuali setelah nyata hujjah yang dapat ditegakkan kepadanya
sangat jelas kekafiran yang dilakukannya.
2.4 Syarat-Syarat Takfir
Syarat Takfir adalah sesuatu yang keberadaan hukum takfir tersebut tergantung
pada keberadaannya, yang tidak wajib dari keberadaan adanya hukum, namun harus
dari ketidakadaan hukum takfir atau kesalahannya. Adapun syarat-syaratnya adalah
sebagai berikut:

a. Syurut fi al-Fa'il
Syurut fi al-fail (syarat-syarat pada pelaku) ialah bahwa pelaku takfir harus
memenuhi tiga kriteria berikut: pertama, mukallaf, yaitu pelaku tersebut telah baligh
atau dewasa dan berakal; kedua, muta ammidan qaasidan, yaitu perbuatan tersebut
disengaja dan pelaku tersebut benar-benar bermaksud melakukannya; ketiga, muhtaran
lahu, yaitu perbuatan tersebut benar-benar dipilih dan dilakukan atas keinginan pelaku.

b. Syurut fi al-Fi'li
Syurut fi al-fi'li (syarat-syarat dalam bentuk perbuatan) adalah sebab adanya
hukum dan 'illat (alasan). Pertama, sharih dilalah, yaitu perbuatan atau ucapan dari
pelaku yang mukallaf telah jelas dilalah-nya terhadap kekafiran. Kedua, ad-dalil assyar'i
al-mukaffir, artinya dalil syar'i dari al- Quran dan Hadis yang telah jelas mengkafirkan
perbuatan atau ucapan tersebut.

c. Syurut fi Isbath

6
Syurut fi isbath yakni syarat-syarat dalam pembuktian terhadap ucapan atau
perbuatan mukallaf harus memenuhi beberapa kriteria dalam syurut fi isbath, yaitu
dengan membuktikannya dengan cara syar'i, bukan dengan dugaan dan prasangka,
mengira-kira dan keraguan. Pembuktian tersebut antara lain: pertama, bi al-ifrad wa al-
i'tiraf, yaitu dengan pengakuan pelaku atas ucapan atau perbuatan tersebut. Kedua, bi al-
bayyinah, yaitu dengan bukti atau berupa kesaksian dari dua orang laki-laki yang adil.

2.5 Larangan Takfiri


Takfiri adalah prilaku tercela yang yang tidak pantas untuk dilakukan. Kekafiran
adalah stikma paling buruk bagi orang yang tidak benar menyandang status tersebut,
karena segala konsekwensi kekafiran itu diarahkan kepadanya, misalnya; kekal di
neraka, terhalang mendapat waris, putus ukhuwah islamaiyah, tidak boleh menikah, dan
sebagainya. Karenanya, jangan menganggap sepele dan mudah mengkafirkan orang
lain. Muhammad ibn Ibrahim ibn Abdillah al-Tuwaijiri mengatakan;

“Takfiri adalah hak Allah, maka kita tidak boleh mengkafirkan seorang manusia pun,
kecuali Allah dan Rasulnya yang telah mengkafirkannya. Dan jika ada orang yang
mengkafirkan kita maka kita jangan membalas dengan mengkafirkannya. Maka jika
seseorang menuduhkan kebohongan terhadap orang lain, atau menuduh berzina dengan
keluarganya, maka kita tidak boleh membalasnya dengan menuduh dia pembohong,
atau telah berzina dengan keluarganya, karena sesungguhnya menuduh kebohongan dan
zina itu adalah haram hukumnya, karena hal itu adalah hak Allah. Demikian juga sikap
Takfiri adalah hak Allah, maka jangan kita mengkafirkan orang lain selain dari yang
sudah dikafirkan oleh Allah dan Rasulnya”.
Hal ini sejalan dengan firman Allah pada QS an-Nisa‘, ayat 92 – 94.

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Dalam masalah takfir ada dua kutub yang berseberangan ada yang ekstrem
kanan dan ada ekstrem kiri, Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah adalah kelompok moderat
(pertengahan), tidak ekstrem kanan dan tidak ekstrem kiri, termasuk dalam pembahasan
takfir ini. Ahlus sunnah tidak menolak takfir secara mutlak dan tidak pula menerima
secara mutlak. Akan tetapi mereka memerinci permasalahan sehingga menempatkan
sesuatu pada tempatnya. Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah tidak mudah dalam
mengkafirkan namun juga tidak diam terhadap kekafiran.

3.2 Saran
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini, maka
dari itu kami senantiasa mengharapkan kontribusi para pembaca untuk ikut mengoreksi
materi-materi dalam makalah ini agar menjadi lebih baik. Demikian makalah ini kami
buat, semoga dapat dijadikan bahan bacaan yang bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

8
DAFTAR PUSTAKA

Nurhidayat, M. (2012). Kerancuan Memahami Islam. Yogyakarta: Pustaka Pesantren.


Fahamsyah, F. (2022). Takfir dalam Perspektif Aliran-aliran Teologi Islam. Jurnal Al-
Fawa’id: Jurnnal Agama dan Bahasa, 9(1), 8-11.
Pagar & Lubis S. A. (2019). Faham Takfiri Menurut Ulama Sunni Indonesia Pasca
Kelesuan ISIS di Suriah. Analytica Islamica, 21(2), 158-162.
Subair M. (2023). Resistensi Waarga Nahdlatul Ulama (NU) Terhadap Wahabi Takfiri.
MIMIKRI, 9(1), 156-170.

Anda mungkin juga menyukai