DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3 :
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat dan hidayah-
Nyalah sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan judul “Pemikiran Teologi
Tentang Hakekat Iman dan Pelaku Dosa Besar”, untuk kami presentasikan pada waktu yang
telah ditentukan oleh bapak dosen. Shalawat serta salam tak lupa kita kirimkan kepada
baginda Nabi Muhammad SAW, karena dialah Nabi yang telah membawa kita dari zaman
gelap gulita menuju zaman yang terang menderang seperti sekarang ini.
Dengan adanya makalah ini, kami harap teman-teman mampu memahami dan
menguasai materinya, sehingga dosen mata kuliah bisa menerima susunan makalah dari
kami, aamiin.
Adapun dalam penulisan makalah ini, kami menyadari banyak kekurangan yang di
mana jauh dari kata sempurna. Untuk itu kepada teman-teman sekalian dan khususnya
kepada dosen pembimbing dimata kuliah “Aliran Pemikiran Dalam Islam” kami memohon
kritik dan sarannya. Terima kasih.
Tim Penyusun
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
ُ َأنْ تُْؤ ِمنَ بِاهللِ َو َمالَِئ َكتِ ِه َو ُكتُبِ ِه َو ُر: فََأ ْخبِ ْرنِي َع ِن ْاِإل ْي َما ِن قَا َل
ِ سلِ ِه َوا ْليَ ْو ِم
اآلخ ِر
2
melakukan perbuatan dosa maka ia dianggap kafir. Jadi apabila seorang mukmin
melakukan dosa besar maupun kecil, maka orang itu termasuk kafir dan wajib
diperangi serta boleh dibunuh. Harta bendanya boleh dirampas sebagai
harta ghonimah.
Azariqah, salah satu subsekte dalam Khawarij, memiliki pandangan yang
sangat ekstrim yakni dengan menggunakan istilah musyrik. Mereka menganggap
siapa saja yang berada diluar barisan mereka sebagai orang musyrik. Hampir sama
dengan Azariqah, subsekte Najdah menggunakan predikat musyrik. Mereka
menganggap musyrik bagi siapa saja yang secara terus menerus melakukan dosa
kecil. Begitu juga dengan dosa besar, bila tidak dilakukan secara terus menerus
maka pelakunya hanya dianggap kafir, namun bila dilakukan secara terus menerus
maka pelakunya dianggap musyrik.
Kesimpulannya, kelompok Khawarij memaknai Iman adalah dengan
mengucapkan dengan lisan serta melaksanakannya dengan anggota badan. Orang
yang berbuat dosa besar maupun kecil dianggap kafir dan wajib diperangi.
b. Murji’ah
Aliran Murji’ah ini dibedakan enjadi dua, yaitu Murji’ah ekstrim (Murji’ah
Bid’ah) dan Murji’ah moderat (Murji’ah Sunnah). Murji’ah ekstrim berpendapat
bahwa iman terletak di dalam hati karena bagi mereka ucapan dan perbuatan tidak
selamanya menggambarkan apa yang ada di dalam hati. Hal ini disebabkan kaum
Murji’ah meyakini bahwa iqrar dan ‘amal bukanlah bagian dari Iman. Mereka
memiliki prinsip yang terkenal, yaitu:
3
Inti dari pendapat Murji’ah baik ekstrim maupun moderat ialah mengeluarkan
amal perbuatan dari nama iman, dan bahwasanya iman itu tidak bercabang-
cabang, tidak bertambah dan berkurang, seluruh orang Mukmin sama
keimanannya. Inilah pokok pendapat mereka yang telah disepakati oleh seluruh
firqah mereka. baik dosa besar maupun dosa kecil tidak dapat menggugurkan
iman seseorang selama dalam hati orang tersebut terdapat iman kepada Allah
SWT.
c. Mu’tazilah
Kaum Mu’tazilah berpandangan bahwa amal perbuatan merupakan salah satu
unsur terpenting dalam konsep iman disamping ucapan dan keyakinan, karena
mereka memiliki faham al-wa’d dan al-wa’id (janji dan ancaman). Artinya, Allah
akan memberi pahala bagi yang berbuat baik dan siksa bagi yang durhaka.
Aliran ini memiliki pengertian yang hampir sama dengan Khawarij, hanya saja
bagi Mu’tazilah orang yang berbuat dosa besar dihukumi berada pada satu
kedudukan di antara dua kedudukan (al-manzilah bain al-manzilataini), yaitu
tidak mukmin dan tidak kafir. Beberapa tokoh Mu’tazilah seperti Washil ibn
Atha’dan ‘Amr ibn ‘Ubaid menyebutnya dengan istilah fasiq.
d. Ahlu Sunah Wal Jama’ah
Para mutakallimun secara umum merumuskan unsur-unsur iman denganal-
tashdiq bi al-qalb, al-iqrar bi al-lisan, al-‘amal bi al-jawarih, yang berarti
pembenaran dengan hati, pernyataan dengan lisan dan pelaksanaan dengan
anggota badan.
Imam Al- Syafi`i dalam "Al Umm" berkata: "Ijma` para sahabat, tabi`in dan
ulama-ulama setelah mereka yang kami ketahui bahwa iman adalah ucapan,
perbuatan, dan niat, tidak sah salah satu darinya melainkan berkaitan dengan
lainnya.
Al Imam Abul Husain ‘Ali Al Maghribi berkata dalam kitab Syarah Shahih
Bukhari: “Dan di antara madzhab Ahlul Hadits bahwa iman adalah perkatan,
perbuatan, dan pengetahuan. Bertambah dengan melakukan ketaatan dan
berkurang dengan melakukan maksiat.” Imam al-Ajurri rahimahullah berkata,
“Sesungguhnya pendapat ulama kaum Muslimin ialah bahwa iman wajib atas
seluruh makhluk; yaitu membenarkan dengan hati, menetapkan dengan lisan, dan
mengamalkan dengan anggota badan.
4
Dari berbagai pendapat ulama’ salaf tersebut dapat disimpulkan bahwa, Iman
menurut Ahlus Sunnah terdiri dari tiga pokok, yaitu keyakinan hati, perkataan
lisan, dan perbuatan anggota badan. Dari tiga pokok inilah bercabangnya cabang-
cabang iman.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa konsep iman dari keempat
aliran tersebut secara garis besarnya dapat diklasifikan menjadi dua. Pertama, konsep
yang mengharuskan adanya ketiga unsur keimanan yaitu al-tashdiq bi al-qalb, al-
iqrar bi al-lisan, al-‘amal bi al-jawarih. Pendapat ini diwakili oleh aliran Ahlu
Sunnah wal jama’ah, Khawarij dan Mu’tazilah. Sedangkan yang kedua yaitu konsep
yang menekankan pada unsur yang pertama saja, yaitu al-tashdiq atau al-ma’rifah bi
al-qalb. Pendapat ini diwakili oleh aliran Murji’ah.
Artinya :
5
“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah,
Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”.
6
B. Aliran Murji’ah
Pandangan aliran Murji’ah tentang status pelaku dosa besar dapat
ditelusuri dari defimisi iman yang dirumuskan oleh mereka. Tiap-tiap sekte
murji’ah berbeda pendapat dalam merumuskan definisi iman itu sehingga
pandangan tiap-tiap subsekte tentang status pelaku dosa besar pun berbeda-
beda pula.
Secara sub-sekte khawarij di bagi menjadi dua yakni,ekstrim dan
moderat. Menurut Harun Nasutin sub-sekte Murji’ah yang ekstrim adalah
mereka yang berpandangan bahwa keimanan terletak pada kalbu. Adapun
ucapan dan perbuatan tidak selamanya merupakan refleksi dalam kalbu. Oleh
karena itu, segala ucapan dan perbuatan yang menyimpang dari kaidah agama
tidak berati merusak keimanannya,bahkan keimanannya masih sempurna di
mata Tuhan.
Di antara kalangan Murji’ah yang berpendapat serupa di atas adalah
subsekte Al-Jamiyah, As-Sahiliyah, dan Al-Yunisiah. Mereka berpandangan
bahwa iman adalah tasdiq secara kalbu saja atau dengan kata lain, ma’rifah
(mengetahui) Allah dengan kalbu; bukan secara demonstrative, baik dalam
ucapan maupun tindakan. Oleh karena itu, jika seseorang telah beriman dalam
hatinya, ia dipandang tetap sebagai seorang mukmin sekalipun menampakkan
tingkah laku seperti Yahudi atau Nasrani. Menurut, Iqrar dan amal bukanlah
bagian dari iman. Kredo kelompok Murji’ah ekstrim yang terkenal adalah
perbuatan maksiat tidak dapat menggugurkan keimanan sebagaimana ketaatan
tidak dapat membawa kekufuran. Dapat disimpulkan bahwa Murji’ah ekstrim
memandang pelaku dosa besar tidak akan disiksa di neraka.
Sedangkan Murji’ah moderat ialah mereka yang berpendapat bahwa
pelaku dosa besar tidaklah menjadi kafir. Meskipun disiksa di neraka, ia tidak
kekal di dalamnya, bergantung pada ukuran dosa yang dilakukannya. Masih
terbuka kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya sehingga ia
bebas dari siksaan neraka. Di antara subsekte Murji’ah yang masuk dalam
kategori ini adalah Abu Hanifah dan pengikutnya. Pertimbangannya, pendapat
Abu Hanifah tentang pelaku dosa besar dan konsep iman tidak jauh beda
dengan kelompok Murji’ah moderat lainnya. Ia berpendapat bahwa pelaku
dosa besar masih tetap mukmin, tetapi dosa yang diperbuatnya bukan berarti
7
tidak berimplikasi. Seandainya masuk neraka, karena Allah menghendakinya,
ia tak akan kekal di dalamnya.
C. Aliran Mu’tazilah
Kemunculan aliran Mu’tazilah dalam pemikiran teologi Islam diawali
oleh masalah yang hampir sama dengan kedua aliran yang telah dijelaskan
diatas, yaitu mengenai status pelaku dosa besar apakah masih beriman atau
menjadi orang kafir. Perbedaannya, bila Khawarij mengkafirkan pelaku dosa
besar dan Murji’ah memelihara keimanan pelaku dosa besar, Mu’tazilah tidak
menentukan status dan predikat yang pasti bagi pelaku dosa besar, apakah ia
tetap mukmin atau kafir, kecuali dengan sebutan yang sangat terkenal, yaitu
al-manzilah bain al-manzilatain. Setiap pelaku dosa besar menurut
Mu’tazilah, berada diposisi tengah diantara posisi mukmin dan kafir. Jika
pelakunya meninggal dunia dan belum sempat bertaubat, ia akan dimasukkan
ke neraka selama-lamanya. Walaupun demikian, siksaan yang diterimanya
lebih ringan daripada siksaan orang kafir. Dalam perkembangannya, ada
beberapa tokoh Mu’tazilah, seperti Wasil bin Atha dan Amr bin Ubaid
memperjelas sebutan itu dengan istilah fasik yang bukan mukmin atau kafir.
Mengenai perbuatan apa saja yang dikategorikan sebagai dosa besar,
aliran Mu’tazilah merumuskan secara lebih konseptual ketimbang aliran
Khawarij. Yang dimaksud dosa besar menurut padangan Mu’tazilah adalah
segala perbuatan yang ancamannya disebutkan secara tegas dalam nas,
sedangkan dosa kecil adalah sebaliknya, yaitu segala ketidakpatuhan yang
ancamannya tidak tegas dalam nas. Tampaknya Mu’tazilah menjadikan
ancaman sebagai kriteria dasar bagi dosa besar maupun kecil.
D. Aliran Asy’ariyah
Terhadap pelaku dosa besar, agaknya Al-Asy’ari, sebagai wakil Ahl
As-Sunnah, tidak mengkafirkan orang-orang yang sujud ke Baitullah (Ahla-
Qiblah)walaupun melakukan dosa besar, seperti berzina dan mencuri.
Menurutnya, mereka masih tetap sebagai prang yang beriman dengan
keimanan yang mereka miliki, sekalipun berbuat dosa besar. Akan tetapi, jika
dosa besar itu dilakukannya dengan anggapan bahwa hal ini diperbolehkan
(halal) dan tidak meyakini kebenarannya, ia dipandang telahh kafir.
8
Adapun balasan di akhirat kelak bagi pelaku dosa besar apabila ia
meninggal dan tidak sempat bertaobat, maka menurut Al-Asy’ari, hal itu
bergantung pada kebijakan Tuhan Yang Maha Berkehendak Mutlak. Tuhan
dapat saja mengampuni dosanya atau pelaku dosa besar itu mendapat syafaat
Nabi SAW, sehingga terbebas dari siksaan neraka atau kebalikannya, yaitu
Tuhan memberinya siksaan neraka sesuai dengan ukuran dosa yang
dilakukannya. Meskipun begitu, ia tidak akan kekal di neraka seperti orang –
orang kafir lainnya. Setelah penyiksaan terhadap dirinya selesai, ia akan
dimasukkann kedalam surga. Dari paparan singkat ini jelaslah bahwa
Asy’ariyah sesungguhnya mengambil posisi yang sama dengan Murji’ah,
khususnya dalam pernyataan yang tidak mengafirkan para pelaku dosa besar.
E. Aliran Maturidiyah
9
F. Aliran Syi’ah Zaidiyah
Pengamat Syi’ah Zaidiyah percaya bahwa orang yang melakukan dosa
besar akan kekal di dalam neraka, jika dia belum tobat dengan tobat
sesungguhnya. Dalam hal ini, Syi’ah Zaidiyah memang dekat dengan
Mu’tazilah. Ini bukan sesuatu yang aneh mengingat Wasil bin Atha, salah
seorang pemimpin Mu’tazilah, mempunya hubungan dengan Zaid. Moojan
Momen bahkan mengatakan bahwa Zaid pernah belajar kepada Wasil bin
Atha.
10
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Iman mengandung makna al-Tashdiq yakni pembenaran terhadap suatu hal, yang
tidak dapat dipaksakan oleh siapapun karena iman terletak dalam hati yang hanya dapat
dikenali secara pribadi. Ada empat aliran teologi yang berbeda pendapat yaitu Khawarij,
Murji’ah, Mu’tazilah dan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Dari keempat aliran, Khawarij,
Mu’tazilah dan Ahlussunah memiliki pengetian yang sama mengenai Iman yakni al-
tashdiq bi al-qalb, al-iqrar bi al-lisan, al-‘amal bi al-jawarih. Sedangkan Murji’ah
hanya al-tashdiq bi al-qalb.
Setiap dosa yang dikerjakan atau dilakukan oleh manusia memiliki
pertanggungjawaban yang berbeda pula, dan mana yang akan berada kekal didalam
neraka dan mana yang masuk surga setelah kehidupan mereka berakhir. Ada beberapa
aliran mengenai penetapan dosa besar.
Terdapat aliran yang berpandangan bahwa pelaku dosa besar masih tetap mukmin,
menjelaskan bahwa andaikata dimasukkan ke dalam neraka, ia tak akan kekal di
dalamnya. Sebaliknya ada juga aliran yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar bukan
lagi mukmin berpendapat bahwa di akhirat ia akan dimasukkan ke neraka dan kekal di
dalamnya. Mengenai hal ini, kita melihat bahwa Khawarij dan Mu’tazilah berada di
barisan yang sama. Meskipun demikian, terdapat perbedaan yang tegas di antara
keduanya. Khawarij memandang status pelaku dosa besar sebagai kafir, bahkan musyrik.
Oleh karena itu, ia mendapatkan siksaan serupa dengan yang diperoleh orang-orang kafir.
Sementara itu, Mu’tazilah memandang status pelaku dosa besar sebagai fasik, yaitu suatu
posisi netral di antara dua kutub; mukmin dan kafir. Oleh sebab itu, balasan yang
diperolehnya kelak di akhirat tidak sama dengan orang mukmin dan juga tidak serupa
dengan orang kafir. Pelaku dosa besar akan disiksa selama-lamanya di neraka paling atas
dengan siksaan yang lebih ringan ketimbang yang diterima oleh orang kafir.
1.2 Saran
Diharapkan kepada pembaca dan mahasiswi/mahasiswa dapat lebih memahami
tentang “Pemikiran Teologi tentang Hakekat Iman dan Pelaku Dosa Besar ”. Kami juga
menyadari masih ada kekurangan di dalam makalah ini, untuk itu kritik dan saran yang
sangat kami butuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.
11
DAFTAR PUSTAKA
Amin, S. J. (n.d.). Penerapan Hukum Bagi Pelaku Dosa Besar, Iman, dan kufur dalam Aliran
Teplogi.
Abu Bakar, Bahrun. Terjemah Tafsir Jalalain. Bandung: Sinar Baru Algensindo. 2004
Mudlor, Ahmad. Iman dan Taqwa dalam Perspektif Filsafat. Malang: UIN Malang
Press.2008
Syahratsani. Al Milal Wa Nihal. Cet. 1. Pen. Aswadi Syakur. Surabaya: Bina Ilmu. 2006
12