Anda di halaman 1dari 15

PEMIKIRAN TEOLOGI TENTANG KONSEP

HAKEKAT IMAN DAN PELAKU DOSA BESAR

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3 :

BUCHARY MUSLIM HASBA (105191112320)


WAFIK AZIZAH U (105191114120)
IMMAH ROHIMAH (105191112920)

JURUSAN PENDIDIKAN GAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat dan hidayah-
Nyalah sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan judul “Pemikiran Teologi
Tentang Hakekat Iman dan Pelaku Dosa Besar”, untuk kami presentasikan pada waktu yang
telah ditentukan oleh bapak dosen. Shalawat serta salam tak lupa kita kirimkan kepada
baginda Nabi Muhammad SAW, karena dialah Nabi yang telah membawa kita dari zaman
gelap gulita menuju zaman yang terang menderang seperti sekarang ini.

Dengan adanya makalah ini, kami harap teman-teman mampu memahami dan
menguasai materinya, sehingga dosen mata kuliah bisa menerima susunan makalah dari
kami, aamiin.

Adapun dalam penulisan makalah ini, kami menyadari banyak kekurangan yang di
mana jauh dari kata sempurna. Untuk itu kepada teman-teman sekalian dan khususnya
kepada dosen pembimbing dimata kuliah “Aliran Pemikiran Dalam Islam” kami memohon
kritik dan sarannya. Terima kasih.

Makassar, 14 Mei 2023

Tim Penyusun

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i


DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1 LATAR BELAKANG ...................................................................................... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ................................................................................. 1
1.3 TUJUAN PENULISAN ................................................................................... 1
BAB II PEMBAHSAN ..................................................................................................... 2
2.1 PANDANGAN TEOLOGI TENTANG HAKEKAT IMAN ........................... 2
2.2 PENETAPAN HUKUMAN BAGI PELAKU DOSA BESAR......................... 5

BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 11


3.1 KESIMPULAN ................................................................................................ 11
3.2 SARAN ............................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………...12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu kalam sebagaimana diketahui membahas ajaran-ajaran dasar dari suatu agama.
Persoalan kalam yang pertama kali muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa
yang bukan kafir, dalam artian siapa yang telah keluar dari islam dan siapa yang masih
tetap islam. Persoalan ini kemudian menjadi perbincangan aliran-aliran kalam dengan
konotasi yang lebih umum, yakni stattus pelaku dosa besar besar. Kerangka pola pikir
yang di gunakan tiap-tiap aliran ternyata mewarnai pandangan mereka tentang stattus
pelaku dosa besar.
Selain itu persoalan yang juga timbul dalam teologi islam adalah masalah iman dan
kufur. Persoalan itu muncul pertama kali oleh kaum khawarij tatkala mencap kafir
sejumlah tokoh nabi SAW yang di pandnag telah membuat dosa besar, antara lain Ali Bin
Abi Thalib, Mu’awiyah bin abi sufyan, Abu Musah Al-Asy’aria, Amr bin al Ash, thalhah
bin ubaidila, Zubair Bin Awwam dan Aisyah istri Rasulullah SAW. Pernyataan teologis
itu selanjutnya bergulir menjadi bahan perbincangan dalam setiap diskursus aliran-aliran
islam yang tumbuh kemudian, termasuk aliran Murji’ah. Aliran lainya. Seperti mu’tazilah
asy’ariyah,dan maturiyah turut ambil bagian dalam polemik tersebut. Malah tak jarang di
dalam tiap-tiap aliaran tersebut terdapat perbedaan pandangan di antara sesama
pengikutnya.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimanakah pandangan aliran teologi tentang hakekat iman?
b. Bagaimanakah penetapan hukuman bagi pelaku dosa besar?

1.3 Tujuan penulisan


a. Memahami pandangan aliran teologi tentang hakekat iman.
b. Mengetahui penetapan hukuman bagi pelaku dosa besar.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pandangan Aliran Teologi Tentang Hakekat Iman


A. Pengertian Iman
Kata Iman berasal dari bahasa arab ‫ا نا‬99‫ ايم‬-‫ؤمن‬99‫ ي‬-‫امن‬ yang berarti percaya.
Terkait dengan aqidah, iman mengandung makna al-Tashdiq yakni pembenaran
terhadap suatu hal, yang tidak dapat dipaksakan oleh siapapun karena iman terletak
dalam hati yang hanya dapat dikenali secara pribadi.
Menurut Syara’, Iman diartikan sebagai pembenaran terhadap ajaran Nabi
Muhammad Saw, yakni beriman kepada Allah SWT, para malaikat, para nabi dan
rasul, hari kiamat, qadha’ dan qadar. Sebagaimana penggalan Hadits Rasulullah Saw
yang diriwayatkan oleh Abu Hurairih Ra.  mengenai pertanyaan malaikat Jibril
kepada nabi Muhammad tentang Iman:

ُ ‫ َأنْ تُْؤ ِمنَ بِاهللِ َو َمالَِئ َكتِ ِه َو ُكتُبِ ِه َو ُر‬: ‫فََأ ْخبِ ْرنِي َع ِن ْاِإل ْي َما ِن قَا َل‬
ِ ‫سلِ ِه َوا ْليَ ْو ِم‬
‫اآلخ ِر‬

َ ‫َوتُْؤ ِمنَ بِا ْلقَدَر َخ ْي ِر ِه َو‬


‫ش ِّر ِه ِه‬

Artinya: Beritahukan aku tentang Iman “. Lalu beliau bersabda: “ Engkau beriman


kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari
akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk“.

B. Pendapat aliran teologi tentang hakikat Iman


Pembahasan tentang Iman hampir tidak bisa dipisahkan dengan Ikhtilaf.
Pemahaman yang berbeda-beda mengenai hakikat iman telah menelurkan berbagai
perbedaan pendapat dikalangan aliran-aliran teologi.
Ada empat aliran teologi yang memiliki perbedaan pendapat yaitu:
a. Khawarij
Iman menurut kaum khawarij pengertian Iman ialah pembenaran dengan hati,
berikrar dengan lisan dan menjauhkan diri dari segala dosa. Tidak cukup dengan
hanya percaya kepada Allah, mengerjakan segala perintah agama juga merupakan
bagian dari iman.
Menurut kaum Khawarij, siapapun yang menyatakan dirinya beriman kepada
Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, tetapi tidak melaksanakan
shalat, zakat, puasa dan lain sebagainya yang diwajibkan oleh islam, bahkan

2
melakukan perbuatan dosa maka ia dianggap kafir. Jadi apabila seorang mukmin
melakukan dosa besar maupun kecil, maka orang itu termasuk kafir dan wajib
diperangi serta boleh dibunuh. Harta bendanya boleh dirampas sebagai
harta ghonimah.
Azariqah, salah satu subsekte dalam Khawarij, memiliki pandangan yang
sangat ekstrim yakni dengan menggunakan istilah musyrik. Mereka menganggap
siapa saja yang berada diluar barisan mereka sebagai orang musyrik. Hampir sama
dengan Azariqah, subsekte Najdah menggunakan predikat musyrik. Mereka
menganggap musyrik bagi siapa saja yang secara terus menerus melakukan dosa
kecil. Begitu juga dengan dosa besar, bila tidak dilakukan secara terus menerus
maka pelakunya hanya dianggap kafir, namun bila dilakukan secara terus menerus
maka pelakunya dianggap musyrik.
Kesimpulannya, kelompok Khawarij memaknai Iman adalah dengan
mengucapkan dengan lisan serta melaksanakannya dengan anggota badan. Orang
yang berbuat dosa besar maupun kecil dianggap kafir dan wajib diperangi.
b. Murji’ah
Aliran Murji’ah ini dibedakan enjadi dua, yaitu Murji’ah ekstrim (Murji’ah
Bid’ah) dan Murji’ah moderat (Murji’ah Sunnah). Murji’ah ekstrim berpendapat
bahwa iman terletak di dalam hati karena bagi mereka ucapan dan perbuatan tidak
selamanya menggambarkan apa yang ada di dalam hati. Hal ini disebabkan kaum
Murji’ah meyakini bahwa iqrar dan ‘amal bukanlah bagian dari Iman. Mereka
memiliki prinsip yang terkenal, yaitu:

    ‫ كماالتنفع مع الكفر طاعة‬,‫التضرمع االيمان معصية‬.

Artinya: “Perbuatan maksiat tidak dapat menggugurkan keimanan,


sebagaimana ketaatan tidak akan berarti bagi kekufuran.

Sedangkan Murji’ah moderat berpendapat bahwa iman adalah  iqrar bi al-


lisan, ma’rifah bi al-qalb, tanpa disertai dengan pelaksanaan dengan anggota
badan. Pelaku dosa besar tidaklah menjadi kafir. Oleh Harun Nasution dan Ahmad
Amin, Abu Hurairah dan pengikutnya tergolong aliran Murji’ah moderat sebab
Abu hanifah berpendapat bahwa pelaku dosa besar tetap mukmin tetapi bukan
berarti dosanya tidak berimplikasi.

3
Inti dari pendapat Murji’ah baik ekstrim maupun moderat ialah mengeluarkan
amal perbuatan dari nama iman, dan bahwasanya iman itu tidak bercabang-
cabang, tidak bertambah dan berkurang, seluruh orang Mukmin sama
keimanannya. Inilah pokok pendapat mereka yang telah disepakati oleh seluruh
firqah mereka. baik dosa besar maupun dosa kecil tidak dapat menggugurkan
iman seseorang selama dalam hati orang tersebut terdapat iman kepada Allah
SWT.
c. Mu’tazilah
Kaum Mu’tazilah berpandangan bahwa amal perbuatan merupakan salah satu
unsur terpenting dalam konsep iman disamping ucapan dan keyakinan, karena
mereka memiliki faham al-wa’d dan al-wa’id (janji dan ancaman). Artinya, Allah
akan memberi pahala bagi yang berbuat baik dan siksa bagi yang durhaka.
Aliran ini memiliki pengertian yang hampir sama dengan Khawarij, hanya saja
bagi Mu’tazilah orang yang berbuat dosa besar dihukumi berada pada satu
kedudukan di antara dua kedudukan (al-manzilah bain al-manzilataini), yaitu
tidak mukmin dan tidak kafir. Beberapa tokoh Mu’tazilah seperti Washil ibn
Atha’dan ‘Amr ibn ‘Ubaid menyebutnya dengan istilah fasiq.
d.  Ahlu Sunah Wal Jama’ah
Para mutakallimun secara umum merumuskan unsur-unsur iman denganal-
tashdiq bi al-qalb, al-iqrar bi al-lisan, al-‘amal bi al-jawarih, yang berarti
pembenaran dengan hati, pernyataan dengan lisan dan pelaksanaan dengan
anggota badan. 
Imam Al- Syafi`i dalam "Al Umm" berkata: "Ijma` para sahabat, tabi`in dan
ulama-ulama setelah mereka yang kami ketahui bahwa iman adalah ucapan,
perbuatan, dan niat, tidak sah salah satu darinya melainkan berkaitan dengan
lainnya.
Al Imam Abul Husain ‘Ali Al Maghribi berkata dalam kitab Syarah Shahih
Bukhari: “Dan di antara madzhab Ahlul Hadits bahwa iman adalah perkatan,
perbuatan, dan pengetahuan. Bertambah dengan melakukan ketaatan dan
berkurang dengan melakukan maksiat.” Imam al-Ajurri rahimahullah berkata,
“Sesungguhnya pendapat ulama kaum Muslimin ialah bahwa iman wajib atas
seluruh makhluk; yaitu membenarkan dengan hati, menetapkan dengan lisan, dan
mengamalkan dengan anggota badan.

4
Dari berbagai pendapat ulama’ salaf tersebut dapat disimpulkan bahwa, Iman
menurut Ahlus Sunnah terdiri dari tiga pokok, yaitu keyakinan hati, perkataan
lisan, dan perbuatan anggota badan. Dari tiga pokok inilah bercabangnya cabang-
cabang iman.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa konsep iman dari keempat
aliran tersebut secara garis besarnya dapat diklasifikan menjadi dua. Pertama, konsep
yang mengharuskan adanya ketiga unsur keimanan yaitu al-tashdiq bi al-qalb, al-
iqrar bi al-lisan, al-‘amal bi al-jawarih. Pendapat ini diwakili oleh aliran Ahlu
Sunnah wal jama’ah, Khawarij dan Mu’tazilah. Sedangkan yang kedua yaitu konsep
yang menekankan pada unsur yang pertama saja, yaitu al-tashdiq atau al-ma’rifah bi
al-qalb. Pendapat ini diwakili oleh aliran Murji’ah.

2.2 Pelaku Dosa Besar


Pada zaman Rasulullah SAW bahkan sampaii pada zaman sekarang ini, setiap
orang memiliki berbagai macam aliran aliran yang diantaranya adalah aliran
Khawarij, Murji’ah, Mu’tazilah, Asy-Ariyah, Maturidiyah, dan Syiah Zaidiyah.
Keenam aliran tersebut mengemukakan pendapat yang berbeda mengenai hukuman
dan balasan bagi para pelaku dosa besar, dan meningkatkannya menurut jenis dosa
yang dikerjakan atau dilakukan oleh umat manusia didunia. Penjelasan mengenai
aliran tersebut yaitu:
A. Aliran Khawarij
Ciri yang menonjol dari aliran Khawarij adalah watak ekstrimitas
dalam memutuskan persoalan-persoalan kalam. Hal ini disamping didukung
oleh watak kerasnya akibat kondisi geografis gurun pasir, juga dibangun atas
dasar pemahaman tekstual atas nas-nas Al-Qur’an dan Hadis. Tak heran kalau
aliran ini memiliki pandangan ekstrim pula tentang status pelaku dosa besar.
Mereka memandang bahwa orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim,
yakni Ali, Mu’awiyah, Amr bin Al-Ash, Abu Musa Al-Asy’ari adalah kafir,
berdasarkan firman Allah pada surat Al-Maidah ayat 44.

Artinya :

5
“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah,
Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”.

Khawarij memiliki berbagai macam sub-sekte yaitu


1. Al-muhakkimah
Golongan ini adalah golongan asli pengikut-pengikut asli yang memisahkan
diri dan yang menganggap bahwa semua orang yang menyetujui arbitrase
bersalah dan menjadi kafir. Orang yang melakukan hal yang keji seperti
membunuh, memperkosa dsb, menurut faham mereka orang yang
melakukan itu dianggap keluar dari Islam dan menjadi kafir.
2. Al-azaqirah
Sub-sekte tentang pelaku dosa golongan ini menggunakan istilah yang lebih
mengerikan dari pada kafir yaitu polytheist atau musyrik. Dan di dalam
Islam syirik atau polytheist merupakan dosa yang terbesar, lebih dari kufr.
Mereka memandang kafir,tidak saja kepada orang-orang yang telah
melakukan perbuatan hina, seperti membunuh, berzina, dan sebagainya,
tetapi juga terhadap semua orang Islam yang tak sepaham dengan mereka.
Bahkan, orang Islam yang sepaham dengan mereka, tetapi tidak mau
berhijrah ke dalam lingkungan mereka juga dianggap kafir, bahkan
musyrik. Dengan kata lain, orang Azaqirah sendiri yang tinggal di luar
lingkungan mereka dan tidak mau pindah ke daerah kekuasaan mereka,
dipandang musyrik.
3. Al-Najdat
Mereka menganggap musyrik kepada siapapun yang secara
berkesinambungan mengerjakan dosa kecil. Akan halnya dengan dosa
besar, bila tidak dilakukan secara kontinu, pelakunya tidak dipandang
musyrik, tetapi hanya kafir. Namun, jika dilaksanakan terus, ia menjadi
musyrik.
4. Al-Sufriah
Subsekte Al-Sufriah membagi dosa besar dalam dua bagian, yaitu dosa
yang ada sanksinya di dunia, seperti membunuh dan berzina, dan dosa yang
tidak ada sanksinya di dunia, seperti meninggalkan shalat dan puasa. Orang
yang berbuat dosa kategori pertama tidak dipandang kafir, sedangkan orang
yang melaksanakan dosa kategori kedua dipandang kafir.

6
B. Aliran Murji’ah
Pandangan aliran Murji’ah tentang status pelaku dosa besar dapat
ditelusuri dari defimisi iman yang dirumuskan oleh mereka. Tiap-tiap sekte
murji’ah berbeda pendapat dalam merumuskan definisi iman itu sehingga
pandangan tiap-tiap subsekte tentang status pelaku dosa besar pun berbeda-
beda pula.
Secara sub-sekte khawarij di bagi menjadi dua yakni,ekstrim dan
moderat. Menurut Harun Nasutin sub-sekte Murji’ah yang ekstrim adalah
mereka yang berpandangan bahwa keimanan terletak pada kalbu. Adapun
ucapan dan perbuatan tidak selamanya merupakan refleksi dalam kalbu. Oleh
karena itu, segala ucapan dan perbuatan yang menyimpang dari kaidah agama
tidak berati merusak keimanannya,bahkan keimanannya masih sempurna di
mata Tuhan.
Di antara kalangan Murji’ah yang berpendapat serupa di atas adalah
subsekte Al-Jamiyah, As-Sahiliyah, dan Al-Yunisiah. Mereka berpandangan
bahwa iman adalah tasdiq secara kalbu saja atau dengan kata lain, ma’rifah
(mengetahui) Allah dengan kalbu; bukan secara demonstrative, baik dalam
ucapan maupun tindakan. Oleh karena itu, jika seseorang telah beriman dalam
hatinya, ia dipandang tetap sebagai seorang mukmin sekalipun menampakkan
tingkah laku seperti Yahudi atau Nasrani. Menurut, Iqrar dan amal bukanlah
bagian dari iman. Kredo kelompok Murji’ah ekstrim yang terkenal adalah
perbuatan maksiat tidak dapat menggugurkan keimanan sebagaimana ketaatan
tidak dapat membawa kekufuran. Dapat disimpulkan bahwa Murji’ah ekstrim
memandang pelaku dosa besar tidak akan disiksa di neraka.
Sedangkan Murji’ah moderat ialah mereka yang berpendapat bahwa
pelaku dosa besar tidaklah menjadi kafir. Meskipun disiksa di neraka, ia tidak
kekal di dalamnya, bergantung pada ukuran dosa yang dilakukannya. Masih
terbuka kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya sehingga ia
bebas dari siksaan neraka. Di antara subsekte Murji’ah yang masuk dalam
kategori ini adalah Abu Hanifah dan pengikutnya. Pertimbangannya, pendapat
Abu Hanifah tentang pelaku dosa besar dan konsep iman tidak jauh beda
dengan kelompok Murji’ah moderat lainnya. Ia berpendapat bahwa pelaku
dosa besar masih tetap mukmin, tetapi dosa yang diperbuatnya bukan berarti

7
tidak berimplikasi. Seandainya masuk neraka, karena Allah menghendakinya,
ia tak akan kekal di dalamnya.

C. Aliran Mu’tazilah
Kemunculan aliran Mu’tazilah dalam pemikiran teologi Islam diawali
oleh masalah yang hampir sama dengan kedua aliran yang telah dijelaskan
diatas, yaitu mengenai status pelaku dosa besar apakah masih beriman atau
menjadi orang kafir. Perbedaannya, bila Khawarij mengkafirkan pelaku dosa
besar dan Murji’ah memelihara keimanan pelaku dosa besar, Mu’tazilah tidak
menentukan status dan predikat yang pasti bagi pelaku dosa besar, apakah ia
tetap mukmin atau kafir, kecuali dengan sebutan yang sangat terkenal, yaitu
al-manzilah bain al-manzilatain. Setiap pelaku dosa besar menurut
Mu’tazilah, berada diposisi tengah diantara posisi mukmin dan kafir. Jika
pelakunya meninggal dunia dan belum sempat bertaubat, ia akan dimasukkan
ke neraka selama-lamanya. Walaupun demikian, siksaan yang diterimanya
lebih ringan daripada siksaan orang kafir. Dalam perkembangannya, ada
beberapa tokoh Mu’tazilah, seperti Wasil bin Atha dan Amr bin Ubaid
memperjelas sebutan itu dengan istilah fasik yang bukan mukmin atau kafir.
Mengenai perbuatan apa saja yang dikategorikan sebagai dosa besar,
aliran Mu’tazilah merumuskan secara lebih konseptual ketimbang aliran
Khawarij. Yang dimaksud dosa besar menurut padangan Mu’tazilah adalah
segala perbuatan yang ancamannya disebutkan secara tegas dalam nas,
sedangkan dosa kecil adalah sebaliknya, yaitu segala ketidakpatuhan yang
ancamannya tidak tegas dalam nas. Tampaknya Mu’tazilah menjadikan
ancaman sebagai kriteria dasar bagi dosa besar maupun kecil.

D. Aliran Asy’ariyah
Terhadap pelaku dosa besar, agaknya Al-Asy’ari, sebagai wakil Ahl
As-Sunnah, tidak mengkafirkan orang-orang yang sujud ke Baitullah (Ahla-
Qiblah)walaupun melakukan dosa besar, seperti berzina dan mencuri.
Menurutnya, mereka masih tetap sebagai prang yang beriman dengan
keimanan yang mereka miliki, sekalipun berbuat dosa besar. Akan tetapi, jika
dosa besar itu dilakukannya dengan anggapan bahwa hal ini diperbolehkan
(halal) dan tidak meyakini kebenarannya, ia dipandang telahh kafir.

8
Adapun balasan di akhirat kelak bagi pelaku dosa besar apabila ia
meninggal dan tidak sempat bertaobat, maka menurut Al-Asy’ari, hal itu
bergantung pada kebijakan Tuhan Yang Maha Berkehendak Mutlak. Tuhan
dapat saja mengampuni dosanya atau pelaku dosa besar itu mendapat syafaat
Nabi SAW, sehingga terbebas dari siksaan neraka atau kebalikannya, yaitu
Tuhan memberinya siksaan neraka sesuai dengan ukuran dosa yang
dilakukannya. Meskipun begitu, ia tidak akan kekal di neraka seperti orang –
orang kafir lainnya. Setelah penyiksaan terhadap dirinya selesai, ia akan
dimasukkann kedalam surga. Dari paparan singkat ini jelaslah bahwa
Asy’ariyah sesungguhnya mengambil posisi yang sama dengan Murji’ah,
khususnya dalam pernyataan yang tidak mengafirkan para pelaku dosa besar.

E. Aliran Maturidiyah

Aliran Maturidiyah, baik Samarkand maupun Bukhara, sepakat


menyatalan bahwa pelaku dosa besar masih tetap sebagai mukmin karena
adanya keimanan dalam dirinya. Adapun balasan yang diperolehnya kelak di
akhirat bergantung pada apa yang dilakukannya di dunia. Jika ia
meninggalkan tanpa taubat terlebih dahulu, keputusannya diserahkan
sepenuhnya kepada kehendak Allah SWT. Jika menghendaki pelaku dosa
besar itu diampuni, Ia akan memasukkannya ke neraka, tetapi tidak kekal
didalamnya.

Berkaitan dengan persoalan ini, Al-Maturidi sendiri sebagi peletak


dasar aliran kalam Al-Maturidiyah, berpendapat bahwa orang yang berdosa
besar itu tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum
bertaubat. Hal ini karena Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan
kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal di dalam neraka adalah
balasan bagi orang yang berbuat dosa syirik. Karena itu, perbuatan dosa besar
(selain syirik) tidaklah menjadikan seseorang kafir atau murtad. Menurut Al-
Maturidi, iman itu cukup dengan tashdiq dan iqrar, sedangkan amal adalah
penyempurnaan iman. Oleh karena itu, amal tidak akan menambah atau
mengurangi esensi iman, kecuali hanya menambah atau mengurangi sifatnya
saja.

9
F. Aliran Syi’ah Zaidiyah
Pengamat Syi’ah Zaidiyah percaya bahwa orang yang melakukan dosa
besar akan kekal di dalam neraka, jika dia belum tobat dengan tobat
sesungguhnya. Dalam hal ini, Syi’ah Zaidiyah memang dekat dengan
Mu’tazilah. Ini bukan sesuatu yang aneh mengingat Wasil bin Atha, salah
seorang pemimpin Mu’tazilah, mempunya hubungan dengan Zaid. Moojan
Momen bahkan mengatakan bahwa Zaid pernah belajar kepada Wasil bin
Atha.

10
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan

Iman mengandung makna al-Tashdiq yakni pembenaran terhadap suatu hal, yang
tidak dapat dipaksakan oleh siapapun karena iman terletak dalam hati yang hanya dapat
dikenali secara pribadi. Ada empat aliran teologi yang berbeda pendapat yaitu Khawarij,
Murji’ah, Mu’tazilah dan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Dari keempat aliran, Khawarij,
Mu’tazilah dan Ahlussunah memiliki pengetian yang sama mengenai Iman yakni al-
tashdiq bi al-qalb, al-iqrar bi al-lisan, al-‘amal bi al-jawarih. Sedangkan Murji’ah
hanya al-tashdiq bi al-qalb.
Setiap dosa yang dikerjakan atau dilakukan oleh manusia memiliki
pertanggungjawaban yang berbeda pula, dan mana yang akan berada kekal didalam
neraka dan mana yang masuk surga setelah kehidupan mereka berakhir. Ada beberapa
aliran mengenai penetapan dosa besar.
Terdapat aliran yang berpandangan bahwa pelaku dosa besar masih tetap mukmin,
menjelaskan bahwa andaikata dimasukkan ke dalam neraka, ia tak akan kekal di
dalamnya. Sebaliknya ada juga aliran yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar bukan
lagi mukmin berpendapat bahwa di akhirat ia akan dimasukkan ke neraka dan kekal di
dalamnya. Mengenai hal ini, kita melihat bahwa Khawarij dan Mu’tazilah berada di
barisan yang sama. Meskipun demikian, terdapat perbedaan yang tegas di antara
keduanya. Khawarij memandang status pelaku dosa besar sebagai kafir, bahkan musyrik.
Oleh karena itu, ia mendapatkan siksaan serupa dengan yang diperoleh orang-orang kafir.
Sementara itu, Mu’tazilah memandang status pelaku dosa besar sebagai fasik, yaitu suatu
posisi netral di antara dua kutub; mukmin dan kafir. Oleh sebab itu, balasan yang
diperolehnya kelak di akhirat tidak sama dengan orang mukmin dan juga tidak serupa
dengan orang kafir. Pelaku dosa besar akan disiksa selama-lamanya di neraka paling atas
dengan siksaan yang lebih ringan ketimbang yang diterima oleh orang kafir.

1.2 Saran
Diharapkan kepada pembaca dan mahasiswi/mahasiswa dapat lebih memahami
tentang “Pemikiran Teologi tentang Hakekat Iman dan Pelaku Dosa Besar ”. Kami juga
menyadari masih ada kekurangan di dalam makalah ini, untuk itu kritik dan saran yang
sangat kami butuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.

11
DAFTAR PUSTAKA

Amin, S. J. (n.d.). Penerapan Hukum Bagi Pelaku Dosa Besar, Iman, dan kufur dalam Aliran
Teplogi.

Abu Bakar, Bahrun. Terjemah Tafsir Jalalain. Bandung: Sinar Baru Algensindo. 2004

Glasse, Cyril. Ensiklopedia Islam Ringkas. Jakarta: PT. Raja Grafindo. 1996

Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an, Terjemah Al-Qur’an. Jakarta. 2006

Mudlor, Ahmad. Iman dan Taqwa dalam Perspektif Filsafat. Malang: UIN Malang
Press.2008

Nasution, Harun. Teologi Islam. Jakarta: UI Press. 2008

Rochimah dan A. Rahman dkk.  Ilmu Kalam. Surabaya:IAIN SA Press. 2011

Syahratsani. Al Milal Wa Nihal. Cet. 1. Pen. Aswadi Syakur. Surabaya: Bina Ilmu. 2006

Tim Depag RI. Ensiklopedia Islam. Jakarta: CV. Anda Utama. 1993


https://www.banjirembun.com/2012/07/hakikat-iman-berbagai-pandangan.html

Yulindaputri, T. (n.d.). Perbandingan antara Aliran-aliran Pelaku Dosa Besar. Retrieved


Mei 15, 2023, from acdemia.edu:
https://www.academia.edu/34761658/Perbandingan_Antara_Aliran_aliran_Pelaku_D
osa_Besar

12

Anda mungkin juga menyukai