Anda di halaman 1dari 69

KAJIAN ISLAM

1. Iman, Islam, Ihsan


2. Islam dan Sains
3. Islam dan Penegakan Hukum
4. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf dan Nahi Munkar
5. Fitnah Akhir Zaman
Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampuh:
Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Nama : MASARADI PUTRA


NIM : E1A020056
Fakultas : FKIP
Prodi : Pendidikan Biologi
Semester :1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas selesainya tugas
ini tepat waktu.
Sholawat dan Salam semoga ALLAH limpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW
atas Jasa jasanya yang telah menunjukkan kita jalan yang lurus berupa ajaran agama
yang sempurna dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I.,
M.Sos sebagai dosen pengampuh mata Kuliah Pendidkan Agama Islam.
Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat bagi diri
saya,pembaca,agama,bangsa dan negara.

Penyusun,Pringgabaya,17 Desember 2020


Nama : MASARADI PUTRA
NIM : E1A020056

i
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ............................................................................................


KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
I. Iman, Islam, Ihsan ............................................................................................. 1
II. Islam dan Sains ................................................................................................. 25
III. Islam dan Penegakan Hukum .......................................................................... 43
IV. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf dan Nahi Munkar .............................. 53
V. Fitnah Akhir Zaman ......................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 65

ii
1. Iman, Islam, Ihsan
A. IMAN
a. Pengertian iman menurut istilah
menurut istilah adalah membenarkan dan meyakinkan dengan hati,
diucapkan oleh lisan, serta diamalkan dengan perbuatan. Jadi maksud dari
iman yaitu meyakini dan membenarkan dalam hati bahwa Allah SWT
benar-benar ada dengan segala sifat dan kesempurnaan-Nya.
Kemudian pengakuan tersebut diucapkan dengan lisan dan dibuktikan
dengan amal perbuatan secara nyata. Salah satu cara untuk
membuktikannya yaitu dengan menjalankan perintah dan menjauhi
larangan Allah SWT.
b. Pengertian Iman Menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah
Menurut para ulama, makna iman mencakup i’tiqad (keyakinan),
perkataan dan perbuatan. Agar lebih jelas, berikut ini definisi iman
menurut pandangan ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
1. Imam Muhammad bin Isma’il bin Muhammad bin al Fadhl at Taimi al
Asbahani
Definisi iman berikut ini menurut Imam Muhammad bin Ismai’il bin
Muhammad bin al Fadhl at Taimi al Asbahani. Beliau mengatakan
bahwa iman menurut pandangan syariat adalah pembenaran hati, dan
amalan anggota badan.
2. Imam Al Baghawi
Imam al Baghawi adalah seorang ahli tafsir dan ahli hadis. Beliau juga
ulama fiqh dari Mazhab Syafi’i. Imam al Baghawi telah menulis banyak
karya terkenal, salah satunya berjudul Ma’alimut Tanzil atau Tafsir al-
Baghawi. Imam al Baghawi pernah berkata tentang iman.
Beliau berkata “Para sahabat, tabi’in, dan ulama ulama ahlus sunnah
sesudah mereka bahwa amal termasuk keimanan. Mereka mengatakan
bahwa iman adalah perkataan, amalan, dan aqidah”.

1
3. Al Imam Asy Syafi’i
Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i atau dikenal dengan Imam Syafi’i
adalah seorang ulama yang berasal dari Palestina. Dalam kitabnya yang
berjudul Al Umm, Beliau menjelaskan tentang iman.
Al Imam Asy Syafi’i berkata “telah terjadi ijma’ (konsesus) di kalangan
para sahabat, para tabi’in, dan pengikut sesudah mereka dari yang kami
dapatkan bahwasanya iman adalah perkataan, amal, dan niat. Tidaklah
cukup salah satu saja tanpa mencakup ketiga unsur lainnya”.

(Refrensi : https://kumparan.com/berita-update/pengertian-iman-
menurut-ahlus-sunnah-wal-jamaah-1uhDC2un7gL/full)

c. Penyimpangan dalam mendefinisikan iman


Keyakinan bahwa iman bisa bertambah dan berkurang adalah aqidah yang
sudah paten, tidak bisa diutak-atik atau ditawar-tawar lagi. Meskipun
demikian, ada juga orang-orang yang menyimpang dari pemahaman yang
lurus ini. Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa orang-
orang yang menyimpang tersebut terbagi menjadi dua kelompok yaitu :
Murji’ah dan Wai’diyah.
1. Murji’ah tulen mengatakan bahwa iman itu cukup dengan pengakuan
di dalam hati, dan pengakuan hati itu menurut mereka tidak bertingkat-
tingkat. Sehingga menurut mereka orang yang gemar bermaksiat (fasik)
dengan orang yang salih dan taat sama saja dalam hal iman. Menurut
orang-orang Murji’ah amal bukanlah bagian dari iman. Sehingga
cukuplah iman itu dengan modal pengakuan hati dan ucapan lisan saja.
Konsekuensi pendapat mereka adalah pelaku dosa besar termasuk
orang yang imannya sempurna. Meskipun dia melakukan kemaksiatan
apapun dan meninggalkan ketaatan apapun. Madzhab mereka ini
merupakan kebalikan dari madzhab Khawarij. (lihat Syarh Lum’atul
I’tiqad, hal. 161-163, Syarh ‘Aqidah Wasithiyah, hal. 162).
2. Wa’idiyah yaitu kaum Mu’tazilah [Mereka adalah para pengikut
Washil bin ‘Atha’ yang beri’tizal (menyempal) dari majelis pengajian

2
Hasan Al Bashri. Dia menyatakan bahwa orang yang melakukan dosa
besar itu di dunia dihukumi sebagai orang yang berada di antara dua
posisi (manzilah baina manzilatain), tidak kafir tapi juga tidak beriman.
Akan tetapi menurutnya di akherat mereka akhirnya juga akan kekal di
dalam Neraka, lihat Syarh Lum’atul I’tiqad, hal. 161-163] dan Khawarij
mengatakan bahwa pelaku dosa besar telah keluar dari lingkaran iman.
Mereka mengatakan bahwa iman itu kalau ada maka ada seluruhnya
dan kalau hilang maka hilang seluruhnya. Mereka menolak keyakinan
bahwa iman itu bertingkat-tingkat. Orang-orang Mu’tazilah dan
Khawarij berpendapat bahwa iman itu adalah : pembenaran dengan
hati, pengakuan dengan lisan, dan amal dengan anggota badan, akan
tetapi iman tidak bertambah dan tidak berkurang (lihat Thariqul wushul
ila idhahi Tsalatsati Ushul, hal. 169). Sehingga orang Mu’tazilah
menganggap semua amal adalah syarat sah iman (lihat catatan kaki Al
Minhah Al Ilahiyah, hal. 133). Dengan kata lain, menurut mereka
pelaku dosa besar keluar dari Islam dan kekal di neraka (lihat Syarh
‘Aqidah Wasithiyah, hal. 163).
(Refrensi : https://muslim.or.id/8631-definisi-iman.html)
d. Rukun iman
1. Iman kepada Allah
Pertama, ada iman kepada Allah SWT. Dalam ayat pertama ini, umat
muslim diminta untuk percaya dan mengimani bahwa satu-satunya
Tuhan yang patut disembah hanya Allah SWT. Umat muslim juga
diminta percaya dan mengimani bahwa Allah yang telah menciptakan
seluruh alam semesta dan segala isinya.
"Berimanlah kamu kepada Allah dan malaikat-Nya dan kitab-kitab-
Nya dan utusan-utusan-Nya dan hari kiamat dan imanlah kamu pada
kepastian Allah dalam baik dan buruknya," hadist Imam Nawawi
dalam Arbain.
2. Iman kepada malaikat
Selanjutnya, umat muslim diminta untuk mengimani malaikat Allah.
Malaikat sendiri diciptakan Allah dari cahaya. Di mana, dari sekian

3
banyaknya jumlah malaikat yang diciptakan Allah, kita diminta untuk
mengetahui 10 malaikat, yakni Jibril, Mikail, Israfil, Izrail, Munkar,
Nakir, Raqib, Atid, Malik, dan Ridwan. Hikmahnya, mengingat peran-
peran para malaikat di atas membuat kita waspada akan perbuatan baik
dan buruk di dunia. Selain itu, kita pun semakin mengetahui keagungan
Allah SWT lewat salah satu ciptaannya yang mulia, yakni para
malaikat.
3. Iman kepada kitab-kitab Allah
Allah menurunkan kitab-kitab suci kepada Nabi dan Rasul untuk
membimbing umat-umatnya. Bagi muslim, kita diwajibkan untuk
mengimani setiap ayat dalam Alquran. Lewat Alquran, kita mengetahui
dasar-dasar dalam berperilaku di dunia sebaik-baiknya sebagai seorang
muslim.
4. Iman kepada Rasul
Selanjutnya, umat muslim wajib untuk mengimani rasul-rasul Allah.
Rasul sendiri adalah seorang utusan Allah yang diberi-Nya wahyu.
Berbeda dengan nabi, wahyu yang diberi Allah kepada rasul-Nya
diperintahkan untuk disebarkan kepada umat. Oleh karenanya, tidak
semua nabi adalah rasul, tapi semua rasul sudah otomatis adalah
seorang nabi.
5. Iman kepada hari akhir (kiamat)
Dalam Islam, semua muslim diwajibkan untuk mengimani bahwa hari
akhir benarlah ada. Pada hari itu, seluruh amal kebaikan dan keburukan
akan dihisab dan ditimbang dengan seadil-adilnya. Jika amalan baikmu
lebih berat dari amalan burukmu, maka hadiah surga akan menanti.
Namun jika sebaliknya, maka ganjaran nerakalah yang akan diberikan.
6. Iman Qada dan Qadar (Takdir)
Terakhir, Allah SWT memerintahkan umat muslim untuk mengimani
takdir baik (qada) dan takdir buruk (qadar). Menurut Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah, qadar dalam bahasa
diartikan sebagai takdir. Sedangkan, qada adalah hukum atau ketetapan.

4
"Tiadalah sesuatu bencana yang menimpa bum i dan pada dirimu
sekalian, melainkan sudah tersurat dalam kitab (Lauh Mahfudh)
dahulu sebelum kejadiannya," (Al-Hadid: 22).
Dengan mengimani qada dan qadar, manusia menjadi tidak sombong
dan lupa diri bahwa dunia dan segala isinya hanyalah titipan Allah yang
sementara.
(Refrensi : https://www.popbela.com/career/inspiration/mediana-
aprilliani/6-rukun-iman-dan-penjelasannya-dalam-islam/6)
B. ISLAM
a. Pengertian ISLAM
1. Pengertian Islam Menurut Bahasa Arab
Kata Islam merupakan mashdar dari kata aslama – yuslimu – islaaman
yang mempunyai arti taat, tunduk, patuh, pasrah, berserah diri kepada
Allah ta’ala.
‫أ َ ْسلَ َم – يُ ْس ِل ُم – ِإ ِِ ْسالَ ًما‬
Secara etimologi (dilihat dari asal kata), kata islam mempunyai
beberapa arti berikut ini:

• Assalmu – ‫ = اَلس َّْل ُم‬Damai, Kedamaian


Allah ta’ala berfirman:

‫اَلل إِنَّهُ ه َُو السَّمِ ي ُع ْالعَلِي ُم‬ َ ‫َوإِ ْن َجنَ ُحوا لِلس َّْل ِم فَا ْجنَ ْح لَ َها َوت ََو َّك ْل‬
ِ َّ ‫علَى‬

“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah


kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya
Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-
Anfal: 61).

Kata salm dalam ayat di atas mempunyai arti damai atau


perdamaian. Oleh karena itu seorang muslim yang baik hendaknya
senantiasa menjaga perdamaian di manapun dia berada. Termasuk
di dalamnya menjadi penengah dan mendamaikan dua orang yang

5
sedang berselisih. Serta menghindari hal-hal yang menyebabkan
perselisihan dan pertikaian.
• Aslama – ‫ = أ َ ْسلَ َم‬Taat, Berserah diri
Allah ta’ala berfirman:

َ ‫طونَ فَ َم ْن أَ ْسلَ َم فَأُولَئِكَ تَ َح َّر ْوا َر‬


‫شدًا‬ ُ ‫َوأَنَّا مِ نَّا ْال ُم ْس ِل ُمونَ َومِ نَّا ْالقَا ِس‬
“Dan sesungguhnya di antara kami ada golongan yang taat dan
ada juga golongan yang menyimpang dari kebenaran.
Barangsiapa yang taat, maka mereka itu benar-benar telah
memilih jalan yang lurus”. (Q.S. Al-Jinn: 14).

َ‫ط ْوعًا َوك َْرهًا َوإِلَ ْي ِه ي ُْر َجعُون‬ ِ ‫ت َو ْاْل َ ْر‬


َ ‫ض‬ َّ ‫اَلل يَ ْبغُونَ َولَهُ أَ ْسلَ َم َم ْن فِي ال‬
ِ ‫س َم َاوا‬ ِ ‫أَفَغَي َْر د‬
ِ َّ ‫ِين‬

“Apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah.


Padahal kepada Nyalah berserah diri segala apa yang ada di
langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya
kepada Allahlah mereka dikembalikan”. (Q.S. Ali-Imran: 83).

Seorang muslim hendaknya taat dan berserah diri kepada ajaran


agama islam secara keseluruhan. Melaksanakan ibadah hanya
karena Allah ta’ala, bukan karena malu dilihat manusia lainnya.
Serta meninggalkan segala bentuk kesyirikan dan keyakinan-
keyakinan yang menyimpang, seperti percaya kepada dukun, para
normal, ramalan bintang, ramalan zodiak, dan lain-lain.
• Istaslama = Berserah diri
َ‫اِ ْستَ ْسلَ َم – َي ْست َ ْس ِل ُم – ُم ْستَ ْس ِل ُم ْون‬

Allah ta’ala Berfirman:

َ‫بَ ْل هُ ُم ْاليَ ْو َم ُم ْستَ ْس ِل ُمون‬


“Bahkan mereka pada hari itu menyerah diri (pasrah kepada
keputusan Allah Ta’ala).” (Q.S. Ash-Shaffat: 26)

6
Arti kata istaslama telah mempertegas makna kata aslama, yaitu
berserah diri. Karena pada hakikatnya seorang muslim harus
menjalankan ajaran agama islam secara totalitas, tanpa kata tapi
dan nanti. Ini merupakan inti dari ajaran agama islam, yaitu
mengajak umat manusia untuk taat, tunduk, dan berserah diri
kepada Allah ta’ala.
• Saliim – ‫س ِليْم‬
َ = Bersih, Suci
Allah ta’ala Berfirman:

َ ‫اَلل بِقَ ْلب‬


‫سلِيم‬ َ َّ ‫إِ ََّل َم ْن أَت َى‬
“Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang
bersih“. (Q.S. Asy-Syu’ara: 89).

َ ‫ِإذْ َجا َء َربَّهُ ِبقَ ْلب‬


‫سلِيم‬
“(Ingatlah) ketika ia (Ibrahim) datang kepada Tuhannya dengan
hati yang suci.” (Q.S. Ash-Shaffat: 84).

Kata salim yang bermakna suci dan bersih merupakan sebuah


gambaran hati seorang muslim yang sebenarnya. Yaitu hati yang
mentauhidkan Allah ta’ala dan bersih dari perbuatan-perbuatan
syirik. Sebagaimana yang telah dipraktekkan oleh Nabi Ibrahim
‘alaihissalam ketika berdakwah kepada ayahnya dan kaumnya.
Beliau mengajak ayahnya dan kaumnya yang masih menyembah
berhala untuk masuk islam, yaitu dengan mentauhidkan Allah
ta’ala dan meninggalkan berhala-berhala mereka.
• 5. Salaam – ‫س َالم‬
َ = Selamat, Keselamatan
Allah ta’ala Berfirman:

َ ‫علَى ِإب َْراه‬


‫ِيم‬ ُ ‫قُ ْلنَا يَا ن‬
َ ‫َار ُكونِي بَ ْردًا َو‬
َ ‫س َال ًما‬
“Kami (Allah) Berfirman, Wahai api! Jadilah dingin dan
keselamatan bagi Ibrahim,” (Q.S. Al-Anbiya: 69).

7
Ayat di atas membuktikan bahwa siapapun yang masuk islam pasti
hidupnya akan selamat, baik di dunia ataupun di akhirat. Nabi
Ibrahim ‘alaihissalam bisa selamat dari api atas izin Allah ta’ala.
Meskipun Beliau dibakar hidup-hidup oleh kaumnya di dalam api
yang menyala-nyala, namun Beliau tidak terbakar sedikitpun.
Hingga kayu bakar tersebut habis dan menjadi abu, beliau tetap
hidup dan selamat. Allah ta’ala memberikan keselamatan kepada
Nabi Ibrahim ‘alahissalam dan seluruh umat islam yang benar-
benar mentauhidkan Allah ta’ala dan tidak berbuat kesyirikan.
2. Pengertian Islam Menurut Qur’an
Allah ta’ala Berfirman:

َّ ِ‫اَلل آَ َمنَّا ب‬
ِ‫اَلل‬ ِ َّ ‫ار‬
ُ ‫ص‬َ ‫اَلل قَا َل ْال َح َو ِاريُّونَ نَ ْح ُن أ َ ْن‬
ِ َّ ‫اري إِلَى‬
ِ ‫ص‬َ ‫سى مِ ْن ُه ُم ْال ُك ْف َر قَا َل َم ْن أَ ْن‬ َّ ‫فَلَ َّما أ َ َح‬
َ ‫س عِي‬
َ‫َوا ْش َهدْ بِأَنَّا ُم ْس ِل ُمون‬
Maka tatkala Isa mengetahui kekufuran mereka (Bani lsrail)
berkatalah dia: “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku
untuk (menegakkan agama) Allah?” Para hawariyyin (sahabat-
sahabat setia) menjawab: “Kamilah penolong-penolong (agama)
Allah, kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa
sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri. (Q.S. Ali
Imran: 52).

Allah ta’ala Berfirman:

َ‫ص َرانِيًّا َولَ ِك ْن َكانَ َحنِيفًا ُم ْس ِل ًما َو َما َكانَ مِ نَ ْال ُم ْش ِركِين‬
ْ َ‫َما َكانَ إِب َْراهِي ُم يَ ُهو ِديًّا َو ََل ن‬
Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan seorang Nasrani, akan tetapi
dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri dan bukanlah dia
termasuk golongan orang-orang musyrik. (Q.S. Ali Imran: 67).

Allah ta’ala Berfirman:

8
ِ ْ ‫ضيتُ لَ ُك ُم‬
‫اْلس َْال َم دِينًا‬ َ ُ‫ْاليَ ْو َم أَ ْك َم ْلتُ لَ ُك ْم دِينَ ُك ْم َوأَتْ َم ْمت‬
ِ ‫علَ ْي ُك ْم نِ ْع َمتِي َو َر‬
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi
agama bagimu “ (Q.S. Al-Maidah: 3).

Agama islam telah Allah sempurnakan pada hari jum’at di hari Arafah,
yaitu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang
melaksanakan haji wada’, tepatnya ketika wukuf di Arafah. Sehingga
hari Jum’at dan hari Arafah (Idul Adha) dijadikan sebagai hari raya
umat islam, yang merupakan bentuk kegembiraan kaum muslimin atas
sempurnanya agama islam.
Allah ta’ala Berfirman:

ِ ْ ‫اَلل‬
‫اْلس َْال ُم‬ ِ َّ َ‫إِ َّن ال ِدِّينَ ِع ْند‬
“Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah Islam.” (Q.S. Ali Imran:
19).

َ‫اْلس َْال ِم دِينًا فَلَ ْن يُ ْقبَ َل مِ ْنهُ َوه َُو فِي ْاْلَخِ َرةِ مِ نَ ْالخَاس ِِرين‬
ِ ْ ‫غي َْر‬
َ ِ‫َو َم ْن يَ ْبتَغ‬
“Dan siapa saja yang mencari agama selain Islam, maka tidak akan
diterima darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang
merugi.” ( Q.S. Ali Imran: 85).
3. Pengertian Islam Menurut Hadits
‫بينما نحن جلوس عند رسول هللا صلى هللا عليه وآله‬: ‫عن عمر رضي هللا تعالى عنه أيضا قال‬
‫وسلم ذات يوم إذ طلع علينا رجل شديد بياض الثياب شديد سواد الشعر َل يرى عليه أثر السفر‬
‫وَل يعرفه منا أحد حتى جلس إلى النبي صلى هللا عليه وآله وسلم فأسند ركبتيه إلى ركبتيه‬
‫يا محمد أخبرني عن اْلسالم فقال رسول هللا صلى هللا عليه‬: ‫ووضع كفيه على فخذيه وقال‬
‫اْلسالم أن تشهد أن َل إله إَل هللا وأن محمدا رسول هللا وتقيم الصالة وتؤتي الزكاة‬: ‫وآله وسلم‬
‫وتصوم رمضان وتحج البيت إن استطعت إليه سبيال‬

Dari Umar radhiyallahu ta’ala ‘anhu berkata, “Ketika kami sedang


duduk-duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-
tiba muncul seorang lelaki yang pakaiannya sangat putih, rambutnya

9
sangat hitam, pada dirinya tidak terlihat tanda-tanda seorang musafir,
namun tidak ada satu pun di antara kami yang mengenalnya. Hingga
ia duduk di dekat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia menempelkan
lututnya ke lutut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meletakkan
telapak tangannya di atas paha Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dan ia berkata, ‘Wahai Muhammad, jelaskan padaku tentang islam?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Islam adalah
engkau bersyahadat bahwasanya tiada sesembahan yang berhak
disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah,
menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa ramadhan, dan
melaksanakan haji ke Baitullah jika engkau mampu
melaksanakannya.” (H.R. Muslim).

Hadits di atas disebut juga dengan hadits Jibril, hadits yang sangat padat
kandungan makna dan faidahnya. Imam Nawawi berkata: “…dan
ketahuilah bahwasannya hadits ini mengumpulkan berbagai macam
ilmu, pengetahuan-pengetahuan, adab-adab, dan hikmah-hikmah yang
lembut.” Bahkan hadits ini adalah pokoknya Islam. Dalam Syarah
Arbain, Ibnu Daqiqil Ied berkata:”Hadits ini seperti induknya sunnah.
Sebagaimana Al-Fatihah disebut sebagai induknya Al-Qur’an karena
kandungannya yang telah mengumpulkan makna-makna Al-Qur’an.”
Fawaid Hadits Jibril:
1. Islam dibangun atas 5 pondasi (rukun), yaitu syahadatain,
menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa ramadhan, dan
melaksanakan haji bagi yang mampu.
2. Hal pertama yang harus dilakukan oleh orang yang ingin masuk
islam adalah mengucapkan 2 kalimat syahadat. Yaitu bersaksi
bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah ta’ala dan
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusanNya.
3. Malaikat Jibril mendatangi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan para sahabat dengan berperan sebagai lelaki yang
berpakaian putih dan berambut hitam. Seolah-olah Jibril ingin

10
mengajarkan bahwa seorang pencari ilmu hendaknya hadir di
majlis ilmu dengan berpakaian rapih dan bersih, serta duduk
mendekati gurunya.
4. Jibril mendengarkan jawaban Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wa sallam hingga selesai, meskipun Jibril sudah mengetahui
jawabannya. Seolah-olah Jibril ingin mengajarkan bahwa seorang
pencari ilmu hendaknya mendengarkan penjelasan ustadznya
hingga selesai.
5. Etika dalam sebuah majlis atau forum untuk tidak memotong
pembicaraan orang lain kecuali jika sang pembicara sudah selesai.
6. Bolehnya menanyakan suatu perkara di sebuah majlis atau forum
dengan tujuan supaya para hadirin dan pendengar lainnya dapat
mengambil manfaat dari jawaban sang pembicara.
4. Pengertian Islam Menurut Ulama
a. Syaikh bin Baz rahimahullah
‫هو اَلستسالم هلل والخضوع له بفعل أوامره وترك نواهيه‬: ‫اْلسالم‬
Pengertian Islam adalah Berserah diri dan tunduk kepada Allah
ta’ala dengan menjalankan segala perintahNya dan menjauhi
segala laranganNya.
b. Al-Hafizh Ibnu Katsir Al-Bashri rahimahullah
‫هو اتباع الرسل فيما جاءوا به‬: ‫اْلسالم‬
Islam adalah mengikuti apapun yang dibawa oleh para rosul.
c. Imam Al-Qurthubi rahimahullah
‫ واْلسالم هو اْليمان و الطاعات‬،، ‫الدين هنا هو الطاعة‬
Agama adalah ketaatan, dan Islam adalah iman dan ketaatan
5. Pengertian Islam Menurut Istilah Syar’i
Pengertian islam menurut istilah syar’i (terminologi) dapat dibagi
menjadi 2 makna, yaitu pengertian islam secara umum dan secara
khusus
a. Pengertian Islam Secara Umum

11
Pengertian islam secara umum adalah agama yang dibawa oleh
seluruh Nabi dan Rasul, mulai dari Nabi Adam ‘alaihissalam hingga
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Setiap Rasul diutus untuk umatnya masing-masing, kecuali Nabi


Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Syariat Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam berlaku untuk semua umat manusia dan
jin hingga hari kiamat.
b. Pengertian Islam Secara Khusus
Pengertian islam secara khusus adalah agama yang diturunkan oleh
Allah subhanahu wa ta’ala dengan perantaraan malaikat Jibril
‘alaihissalam dan disampaikan oleh Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam kepada umat manusia sebagai petunjuk dan
pedoman hidup di dunia ini. Islam merupakan satu-satunya agama
yang diridhoi Allah subhanahu wa ta’ala, yang akan membimbing
manusia dari jalan yang gelap gulita menuju jalan yang terang
benderang. Islam mengajak manusia untuk taat dan beribadah hanya
kepada Allah subhanahu wa ta’ala semata, tidak menyekutukannya
dengan apapun, dan meninggalkan semua larangannya.

(Refrensi : https://www.alkhoirmoslemwear.com/pengertian-islam-
menurut-bahasa-arab-quran-hadits-dan-ulama/)
b. Rukun ISLAM
• Persaksian tentang dua kalimat syahadat bahwa tidak ada yang
berhak disembah selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan
Allah
• Menegakkan shalat
• Membayar zakat
• Berpuasa pada bulan Ramadhan
• Berhaji ke Baitullah jika mampu.
(Refrensi : https://muhammadiyah.or.id/urut-urutan-dalam-rukun-
islam/)

12
C. IHSAN
a. Pengertian Ihsan Secara Bahasa dan Istilah
Secara bahasa ihsan berarti berbuat baik. Ihsan adalah kebalikan dari Isa'ah
yang berarti berbuat buruk. Sedangkan pengertian ihsan secara istilah itu
terdiri dari dua jenis :
• Ihsan dalam Ibadah kepada Allah
• Ihsan Kepada Sesama Makhluk
Ihsan dalam ibadah kepada Allah adalah seorang hamba yang beribadah
kepada Allah seakan-akan ia melihat Allah, apabila ia tidak melihat-Nya
maka sesungguhnya Allah melihatnya.
Ihsan kepada sesama makhluk adalah mendermakan dengan segala jenis
kebaikan pada siapapun makhluk (baik manusia maupun hewan) sesuai
hak dan kedudukannya.

Al-Jurjani mengatakan :

‫الحسن هو كون الشيء مالئما للطبع كالفرح وكون الشيء صفة الكمال كالعلم وكون الشيء متعلق‬
‫بالمدح كالعبادات وهو ما يكون متعلق المدح في العاجل والثواب في اْلجل‬

Kebaikan adalah terwujudnya sesuatu yang memperbaiki perangai,


seperti rasa senang, terwujudnya sifat yang sempurna, seperti ilmu,
terwujudnya sesuatu yang berkaitan dengan hal terpuji, seperti ibadah,
dan apapun yang berkaitan dengan hal terpuji baik di dunia maupun di
akhirat[1]
b. Dalil-dalil Tentang Ihsan dalam Al-Quran
1. Ihsan adalah Perintah Allah
ُ ‫ع ِن ْالفَ ْحشَاءِ َو ْال ُمنك َِر َو ْالبَ ْغي ِ ۚ يَ ِع‬
‫ظ ُك ْم‬ َ ‫ان َوإِيتَاءِ ذِي ْالقُ ْربَى َويَ ْن َهى‬
ِ ‫س‬ ِ ْ ‫اَلل يَأ ْ ُم ُر بِ ْالعَدْ ِل َو‬
َ ‫اْل ْح‬ َ َّ ‫َّن‬
َ‫لَعَلَّ ُك ْم تَذَ َّك ُرون‬

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat


kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari

13
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
[QS. An-Nahl : 90]

Dalam tafsir As-Sa’di disebutkan : Ihsan (berbuat kebajikan) adalah


keutamaan yang dianjurkan seperti memberikan manfaat kepada
manusia dengan harta, badan, ilmu dan segala sesuatu yang bermanfaat
lainnya. Hingga berbuat baik pada hewan ternak pun juga termasuk
ihsan.[2]
2. Berbuat Baiklah Kepada Setiap Orang
‫سا ًنا َوذِي ْالقُ ْر َبى َو ْال َيتَا َمى‬ َ ‫اَلل َو ِب ْال َوا ِلدَي ِْن ِإ ْح‬
َ َّ ‫َو ِإ ْذ أ َ َخ ْذنَا مِ يثَاقَ َبنِي ِإس َْرائِي َل ََل تَ ْعبُدُونَ ِإ ََّل‬
ً ‫الزكَاة َ ث ُ َّم ت ََولَّ ْيت ُ ْم ِإ ََّل قَ ِل‬
‫يال ِ ِّمن ُك ْم‬ َّ ‫ص َالة َ َوآتُوا‬ َّ ‫اس ُح ْسنًا َوأَقِي ُموا ال‬ ِ َّ‫ِين َوقُولُوا لِلن‬
ِ ‫ساك‬ َ ‫َو ْال َم‬
َ‫َوأَنتُم ُّم ْع ِرضُون‬

Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu):
Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah
kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang
miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia,
dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak
memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu
selalu berpaling.
[QS. Al-Baqarah : 83]

As-Sa’di menafsirkan : Yakni berbaktilah kepada kedua orang tua.


Perintah ini bersifat kebaikan secara umum, baik itu dengan ucapan
maupun perbuatan. Termasuk juga larangan berbuat buruk kepada
kedua orang tua, atau tidak berbuat baik mesikupun tidak berbuat
buruk. Karena, jika berbuat baik adalah suatu kewajiban, maka
melakukan kebalikannya adalah sebuah larangan.

Kebalikan dari berbuat baik pada kedua orang tua itu ada dua (yaitu) :

14
1. Berbuat buruk, yang mana ini merupakan kejahatan yang paling
besar
2. Tidak berbuat baik, tidak juga berbuat buruk, dan ini diharamkan,
akan tetapi tidak sama dengan yang pertama
Demikian pula berbuat baik kepada kerabat dengan bersilaturahmi,
berbuat baik pada anak-anak yatim, dan juga orang miskin sama wajib
hukumnya. Adapun rincian dalam berbuat baik ini tidak terbatas pada
bilangan, akan tetapi sesuai dengan ketetapan.

Kemudian, pada perintah selanjutnya Allah perintahkan untuk berbuat


baik kepada manusia secara umum, Allah berfirman (yang artinya) :
“serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia”. Diantara
ucapan yang baik adalah memerintahkan pada kebaikan, melarang dari
kemungkaran, mengajarkan ilmu, menyebarkan salam, wajah berseri,
dan lain sebagainya.

Apabila seseorang tidak mampu berbuat baik pada orang dengan


hartanya maka Allah perintahkan dengan perbuatan baik kepada setiap
makhluk yang mampu ia kerjakan, yaitu dengan ucapan yang baik.
Maka dari itu ayat ini juga mengandung larangan berkata buruk, bahkan
kepada orang kafir sekalipun.[3]
3. Bersikap Baik Ketika Membayar Diat
‫اص فِي ْالقَتْلَى ۖ ْال ُح ُّر ِب ْال ُح ِ ِّر َو ْال َع ْبدُ ِب ْال َع ْب ِد َو ْاْلُنثَى ِب ْاْلُنثَى‬
ُ ‫ص‬َ ‫علَ ْي ُك ُم ْال ِق‬ َ ‫ۚ َيا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا ُكت‬
َ ‫ِب‬
‫سان ۗ ذَلِكَ ت َْخفِيف ِ ِّمن َّربِِّ ُك ْم‬ َ ‫ش ْيء فَاتِِّبَاع بِ ْال َم ْع ُروفِ َوأَدَاء إِلَ ْي ِه بِإِ ْح‬
َ ‫ِي لَهُ مِ ْن أَخِ ي ِه‬ ُ ‫فَ َم ْن‬
َ ‫عف‬
‫عذَاب أَلِيم‬ َ ُ‫َو َر ْح َمة ۗ فَ َم ِن ا ْعتَدَى بَ ْعدَ ذَلِكَ فَلَه‬

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash


berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan
orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.
Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya,
hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan
hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi

15
maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu
keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang
melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.
[QS. Al-Baqarah : 178]
4. Berbuat Baiklah Sebagaimana Allah Berbuat Baik Padamu
‫اَللُ ِإ َليْكَ ۖ َو ََل‬
َّ َ‫سن‬َ ‫َصي َبكَ مِ نَ الدُّ ْن َيا ۖ َوأَحْ سِن َك َما أ َ ْح‬ َ ‫َّار ْاْلخِ َرة َ ۖ َو ََل ت‬
ِ ‫َنس ن‬ َّ َ‫َوا ْبت َِغ فِي َما آتَاك‬
َ ‫اَللُ الد‬
َ‫اَلل ََل يُحِ بُّ ْال ُم ْف ِسدِين‬ ِ ‫سادَ فِي ْاْل َ ْر‬
َ َّ ‫ض ۖ إِ َّن‬ َ َ‫ت َ ْب ِغ ْالف‬

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu


(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
[QS. Al-Qashash : 77]
Asy-Syaukani menafsirkan : maksud dari “dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu” adalah
berbuat baiklah kepada hamba-hamba Allah sebagaimana Allah
berbuat baik padamu yakni Allah telah memberikan nikmat dunia
kepadamu.[4]
5. Rahmat Allah Dekat dengan Orang Baik
َ‫اَلل قَ ِريب ِ ِّمنَ ْال ُمحْ ِسنِين‬
ِ َّ َ‫ِإ َّن َر ْح َمت‬

Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang


berbuat baik.
[QS. Al-A’raaf : 56]

Ibnul Qayyim mengatakan : Ayat ini mengandung peringatan yang jelas


bahwa perintah berbuat baik yang dituntut oleh Allah kepada kalian dan
yang kalian tuntut dari Allah adalah rahmat-Nya, dan rahmat Allah itu
dekat pada orang-orang yang berbuat baik.

16
Mereka itulah orang-orang yang mengerjakan apa yang Allah
perintahkan dengan berdoa kepada-Nya dengan harapan (diterima
doanya) dan rasa khawatir (tidak diterima doanya). Dengan
mengerjakan perintah itu maka Allah dekatkan apa yang kalian tuntut
dari Allah yaitu rahmat.

Rahmat yang Allah berikan tergantung seberapa besar kalian


mengerjakan apa yang Allah tuntut dari kalian yaitu berbuat baik, yang
mana sebenarnya berbuat baik itu sendiri merupakan berbuat baik
kepada diri kalian sendiri, karena Allah ta’ala itu Maha Kaya dan Maha
Terpuji (tidak butuh dengan perbuatan baik kalian). Apabila kalian
berbuat baik maka sebenarnya kalian telah berbuat baik pada diri kalian
sendiri.[5]
c. Dalil-dalil Tentang Ihsan dalam As-Sunnah
1. Berbuat Baik Ketika Menyembelih
‫ َو ِإذَا ذَبَ ْحت ُ ْم فَأَحْ ِسنُوا الذَّ ْب َح‬،‫ فَإِذَا قَت َْلت ُ ْم فَأ َ ْح ِسنُوا ْال ِق ْت َل َة‬،‫ش ْيء‬
َ ‫علَى ُك ِِّل‬
َ َ‫سان‬ ِ ْ ‫َب‬
َ ‫اْل ْح‬ َ ‫ ِإ َّن‬،
َ ‫هللا َكت‬
ُ‫ فَ ْلي ُِر ْح ذَ ِبي َحتَه‬،ُ‫ش ْف َرتَه‬
َ ‫َو ْليُحِ دَّ أ َ َحدُ ُك ْم‬

Sesungguhnya Allah mewajibkan perbuatan baik terhadap segala


sesuatu. Apabila kalian membunuh maka bunuhlah dengan cara yang
baik. Dan apabila kalian menyembelih maka sembelihlah dengan cara
yang baik. Tajamkanlah pisanmu dan senangkanlah hewan
sembelihanmu.
[HR. Muslim : 1955]
2. Keutamaan Berbuat Baik dalam Islam
‫اْل ْسالَ ِم لَ ْم‬
ِ ‫سنَ فِي‬ َ ‫ َم ْن أ َ ْح‬: «‫عمِ ْلنَا فِي ال َجا ِه ِليَّةِ؟ َقا َل‬ َ ‫ أَنُ َؤا َخذُ بِ َما‬،‫اَلل‬ ُ ‫يَا َر‬: ‫قَا َل َر ُجل‬
ِ َّ ‫سو َل‬
‫اْل ْسالَ ِم أُخِ ذَ ِباْل َ َّو ِل َواْلخِ ِر‬
ِ ‫سا َء فِي‬َ َ ‫ َو َم ْن أ‬،ِ‫عمِ َل فِي ال َجا ِه ِليَّة‬
َ ‫ي َُؤا َخذْ ِب َما‬

Seorang lelaki bertanya : “Wahai Rasulullah, apakah perbuatan kami


selama jahiliyyah akan dihukum?”
Rasulullah menjawab : “Barang siapa yang berbuat baik di dalam
Islam maka apa yang ia perbuat di masa jahiliyyah tidak akan dihukum,

17
namun apabila ia berbuat buruk di dalam Islam maka apa yang ia
perbuat dari awal hingga akhir akan dihukum.”
[HR. Bukhari : 6921]
3. Berbakti Pada Orang Tua Adalah Jihad
‫نَ َع ْم‬: ‫أ َ َحي َوا ِلدَاكَ ؟ قَا َل‬: ‫ َي ْستَأْ ِذنُهُ فِي ْال ِج َها ِد فَقَا َل‬،‫سلَّ َم‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ِّ ‫ َجا َء َر ُجل ِإلَى النَّ ِب‬،
َ ِ‫ي‬
ْ‫ َففِي ِه َما َف َجا ِهد‬: ‫َقا َل‬

Seorang lelaki datang pada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk


meminta izin mengikuti jihad. Rasulullah bertanya : “Apakah kedua
orang tuamu masih hidup?”
Ia menjawab : “Iya”
Rasulullah bersabda : “Berjihadlah dengan berbakti kepada
keduanya!”
[HR. Muslim : 2549]
4. Berbuat Baik pada Wanita
‫ ِإ ََّل‬، َ‫غي َْر ذَلِك‬
َ ‫ش ْيئًا‬ َ ‫ لَي‬،‫ع َوان ِع ْندَ ُك ْم‬
َ ‫ْس تَ ْم ِل ُكونَ مِ ْن ُه َّن‬ َ ‫ فَإِنَّ َما ه َُّن‬،‫ساءِ َخي ًْرا‬ ُ ‫أ َ ََل َوا ْست َْو‬
َ ِِّ‫صوا ِبالن‬
‫غي َْر ُم َب ِ ِّرح‬ َ ‫ َواض ِْربُوه َُّن‬،‫اج ِع‬
َ ‫ض ْربًا‬ ِ ‫ض‬َ ‫ فَإِ ْن فَ َع ْلنَ فَا ْه ُج ُروه َُّن فِي ال َم‬،‫أ َ ْن َيأْتِينَ ِبفَاحِ شَة ُم َب ِيِّنَة‬،
‫ فَأ َ َّما‬،‫علَ ْي ُك ْم َحقًّا‬
َ ‫سائِ ُك ْم‬
َ ِ‫َو ِلن‬ ،‫سائِ ُك ْم َحقًّا‬ َ ‫ أ َ ََل إِ َّن لَ ُك ْم‬،‫يال‬
َ ِ‫علَى ن‬ ً ِ‫سب‬
َ ‫علَ ْي ِه َّن‬ َ َ ‫فَإِ ْن أ‬
َ ‫ط ْعنَ ُك ْم فَ َال ت َ ْبغُوا‬
َ‫فِي بُيُوتِ ُك ْم ِل َم ْن تَ ْك َرهُون‬ ‫ َو ََل يَأْذَ َّن‬، َ‫ش ُك ْم َم ْن ت َ ْك َرهُون‬ َ ‫سائِ ُك ْم فَ َال يُوطِ ئْنَ فُ ُر‬ َ ِ‫علَى ن‬ َ ‫ َحقُّ ُك ْم‬،
َ ‫علَ ْي ُك ْم أ َ ْن ت ُ ْح ِسنُوا إِلَ ْي ِه َّن فِي ِكس َْوتِ ِه َّن َو‬
‫طعَامِ ِه َّن‬ َ ‫أ َ ََل َو َحقُّ ُه َّن‬

Ingatlah, berbuat baiklah kalian pada para istri, karena sesungguhnya


mereka adalah tawanan kalian. Kalian tidak memiliki hak mereka lebih
dari itu, kecuali apabila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata.
Jika mereka berbuat keji maka pisahilah tempat tidur mereka dan
pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Apabila
mereka sudah taat pada kalian maka janganlah mencari jalan untuk
memberatkan mereka.
Ingatlah sesungguhnya kalian memiliki hak atas istri-istri kalian, dan
istri-istri kalian memiliki hak atas kalian.
Adapun hak kalian atas istri-istri kalian adalah mereka tidak boleh
memasukkan orang yang kalian benci pada tempat tidur kalian

18
(selingkuh), dan tidak boleh memberi izin tamu yang kalian benci
masuk ke dalam rumah kalian.
Ingatlah, hak mereka para istri atas kalian adalah kalian berbuat baik
kepada mereka dengan memberikan pakaian dan makanan.
[HR. Tirmidzi : 1163]
5. Berbuat Baik pada Tetangga
‫سأْتُ ؟ قَا َل‬َ َ ‫ َوإِذَا أ‬، ُ‫س ْنت‬
َ ‫أ َ ْح‬ ‫ْف لِي أ َ ْن أَ ْعلَ َم إِذَا‬
َ ‫ َكي‬: ‫سلَّ َم‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫َلل‬ ُ ‫قَا َل َر ُجل ل َِر‬
ِ َّ ‫سو ِل ا‬
َ ْ‫ فَقَدْ أَح‬، َ‫س ْنت‬
َ‫س ْنت‬ َ ْ‫قَدْ أَح‬ ‫أ َ ْن‬: َ‫يرانَكَ يَقُولُون‬ َ ‫سمِ عْتَ ِج‬ َ ‫إِذَا‬: ‫سلَّ َم‬َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬ َ ‫ي‬ ُّ ِ‫النَّب‬،
َ‫سأْت‬
َ َ‫ فَقَدْ أ‬، َ‫سأْت‬
َ َ‫قَدْ أ‬: َ‫سمِ ْعت َ ُه ْم يَقُولُون‬
َ ‫َوإِذَا‬

Seorang lelaki bertanya pada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam


: “Bagaimana aku mengetahui bahwa aku telah berbuat baik atau
berbuat buruk?”
Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Apabila kalian
dengar tetanggamu mengatakan bahwa engkau telah berbuat baik,
maka sesungguhnya engkau telah berbuat baik. Namun, apabila kalian
dengar tetanggamu mengatakan bahwa engkau telah berbuat buruk,
maka sesungguhnya engkau telah berbuat buruk.
[HR. Ibnu Majah : 4223]
d. Contoh Ihsan dalam Islam
Selain ihsan kepada Allah, yakni beribadah kepada Allah dan tidak berbuat
syirik, seorang muslim juga wajib berbuat baik kepada orang lain. Allah
ta’ala berfirman :

ِ ‫ِين َو ْال َج‬


‫ار ذِي‬ َ ‫سانًا َوبِذِي ْالقُ ْربَى َو ْاليَت َا َمى َو ْال َم‬
ِ ‫ساك‬ َ ‫ش ْيئًا ۖ َوبِ ْال َوا ِلدَي ِْن إِ ْح‬
َ ‫اَلل َو ََل ت ُ ْش ِر ُكوا بِ ِه‬
َ َّ ‫َوا ْعبُدُوا‬
َ َّ ‫َت أَ ْي َمانُ ُك ْم ۗ إِ َّن‬
َ‫اَلل ََل يُحِ بُّ َمن َكان‬ ْ ‫سبِي ِل َو َما َملَك‬ ِ ‫ب بِ ْال َجن‬
َّ ‫ب َواب ِْن ال‬ ِ ُ‫ار ْال ُجن‬
ِ ِ‫ب َوالصَّاح‬ ِ ‫ْالقُ ْربَى َو ْال َج‬
ً ‫ُم ْخت ًَاَل فَ ُخ‬
‫ورا‬

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan


sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan
tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.

19
[QS. An-Nisa’ : 36]
Berikut ini contoh-contoh penerapan ihsan dalam kehidupan sehari-hari :
1. Ihsan dalam Beribadah Kepada Allah
Ihsan dalam ibadah kepada Allah adalah “Engkau beribadah kepada-
Nya seakan-akan engkau melihatnya, apabila engkau tidak melihat-Nya
maka sesungguhnya Ia melihatmu.”.
Contoh ihsan dalam hal ibadah adalah :
Menyembah Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya
Mengerjakan ibadah-ibadah yang diperintahkan oleh Allah seperti
shalat, puasa, haji dan sebagainya.
Tidak berbuat bid’ah atau mengerjakan ibadah yang tidak
diperintahkan.
Mengerjakan ibadah dengan menyempurnakan syarat dan rukun-
rukunnya, menjalankan sunnah-sunnahnya serta adab-adabnya.
Semua contoh ini tidak akan mampu kita jalani kecuali apabila kita
merasa bahwa kita melihat Allah ta’ala, atau setidaknya merasa diawasi
oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
2. Ihsan Kepada Kedua Orang Tua
Banyak sekali dalil-dalil dalam Al-Quran dan As-Sunnah yang
mewajibkan berbuat baik atau ihsan kepada kedua orang tua.

Al-Qurthubi mengatakan bahwa para ulama mengatakan : “Orang yang


paling berhak disyukuri, diperlakukan baik, dibakti, dan ditaati,
disamping ihsan kepada Allah dengan beribadah, taat, dan bersyukur
kepadanya dengan memujinya adalah kedua orang tua. Allah ta’ala
berfirman (yang artinya) : Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua
orang ibu bapakmu”
Contoh ihsan kepada kedua orang tua :
• Berbuat baik kepada keduanya
• Mematuhi perintah keduanya selama tidak melanggar aturan
Allah
• Memohon kepada Allah agar dosa keduanya diampuni

20
• Melaksanakan amanah keduanya
• Memuliakan teman-teman keduanya
• Mencari ridha dari keduanya
3. Ihsan Kepada Kerabat
Kewajiban selanjutnya adalah berbuat baik kepada kerabat atau
keluarga. Salah satu bentuk atau contoh ihsan kepada kerabat adalah
bersedekah kepada mereka, Allah ta’ala berfirman :

‫علَى ُحبِِّ ِه ذَ ِوي ْالقُ ْربَى‬


َ ‫َوآتَى ْال َما َل‬

memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya


[QS. Al-Baqarah : 177]

Contoh berbuat baik kepada kerabat, diantaranya :


• Mengutamakan infak kepada kerabat setelah orang tua
• Menyayangi kerabat
• Bersimpati kepada kerabat
• Tidak berbuat buruk kepada mereka
• Menyambung tali silaturahmi
4. Ihsan kepada Tetangga
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

ِ ‫َم ْن َكانَ يُؤْ مِ ُن ِباهللِ َو ْاليَ ْو ِم ْاْلخِ ِر فَ ْليُ ْحس ِْن ِإلَى َج‬
‫ار ِه‬

Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka
hendaknya berbuat baik kepada tetangga
[HR. Muslim : 48]

Contoh berbuat baik kepada tetangga :


• Memperbanyak kuah sayur untuk diberikan kepada tetangga
• Tidak mengganggu tetangga baik dengan lisan maupun
perbuatan

21
• Memberikan makan kepada tetangganya yang lapar
• Memberikan rasa aman pada tetangga
• Berbuat baik kepada tetangga meskipun orang kafir
5. Ihsan Pada Anak Yatim
Diantara contoh berbuat baik kepada anak yatim adalah :
• Menjaga hak dan harta mereka
• Mendidik mereka
• Mengajarkan etika kepada mereka
• Mengusap atau mengelus kepala mereka
• Berlemah lembut kepada mereka
6. Ihsan Kepada Orang Miskin
Diantara contoh berbuat baik kepada orang miskin adalah :
• Memberikan makanan kepada orang miskin
• Memberi pakaian kepada orang miskin
• Tidak memandang rendah orang miskin
• Tidak menghina orang miskin
• Tidak berperilaku kasar pada orang miskin
7. Ihsan Kepada Pelayan atau Pegawai
Diantara contoh dan cara berbuat ihsan kepada pelayan adalah :
• Memberikan upah sebelum keringatnya mengering (tidak
menunda pemberian upah)
• Tidak memaksa bekerja atau melayani diluar kemampuan
• Tidak memberikan beban yang tidak sanggup dikerjakan
• Menjaga kemuliaan pelayan atau pegawai
• Menjaga kehormatan pegawai
8. Ihsan dalam Bermuamalah
Allah ta’ala memerintahkan hamba-Nya untuk berbuat adil dan ihsan.
Oleh karena itu sebagai seorang hamba kita patut berbuat adil dan ihsan
dalam segala hal, termasuk bermuamalah.

Diantara contoh ihsan dalam bermuamalah ialah :


• Tidak saling menipu dalam jual beli

22
• Saling memudahkan dalam jual beli
• Membayar sesuai dengan harga
• Melunasi utang bila berpiutang dan tidak menundanya
• Tidak mempersulit dalam transaksi utang piutang
• Menyedekahkan bila pengutang tak sanggup membayar
• Memaafkan kesalahan orang yang meminta maaf
• Menangguhkan pada fakir yang berpiutang atau
menyedekahkannya
9. Ihsan Pada Orang Yang Berbuat Buruk
Tahukah Anda? Ternyata seorang muslim juga dianjurkan untuk
berbuat baik pada orang yang berbuat buruk. Allah ta’ala berfirman :

‫عدَ َاوة َكأَنَّهُ َولِي َحمِ يم‬


َ ُ‫س ُن فَإِذَا الَّذِي بَ ْينَكَ َوبَ ْينَه‬
َ ‫ِي أَ ْح‬
َ ‫ادْفَ ْع ِبالَّتِي ه‬

Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba
orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah
telah menjadi teman yang sangat setia.
[QS. Fush-shilat : 34]

Contoh berbuat baik kepada orang yang berbuat buruk diantaranya :


• Memaafkan orang yang berbuat keburukan
• Meninggalkan pertengkaran
• Mendekati orang yang menjauhi
• Melupakan kesalahan orang lain
• Melupakan rasa sakit
• Bermurah hati kepada orang yang menyakiti
• Menahan amarah
• Berbuat kebalikan dari yang dilakukan oleh orang yang berbuat
buruk/Membalas dengan kebaikan
10. Ihsan Kepada Orang Lain dengan Ucapan Kebaikan
Diantara contoh ihsan dengan ucapan adalah :
• Memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran

23
• Mengajarkan ilmu kepada orang lain
• Membimbing menuju kebenaran pada orang yang tersesat
• Tidak merendahkan atau menghina orang lain
• Memilih kata/kalimat yang baik dalam bertutur kata
• Tidak memanggil dengan julukan yang buruk
• Tidak mencerca atau mengumpat
• Tidak mengutuk dan melaknat
• Menggunakan nada dan cara bicara yang dianggap sopan
• Tidak menyakiti dengan perkataan
11. Ihsan dalam Perdebatan
Allah ta’ala berfirman :

َ ‫َو َجاد ِْل ُهم بِالَّتِي ه‬


َ ْ‫ِي أَح‬
ُ‫سن‬

dan bantahlah mereka dengan cara yang baik


[QS. An-Nahl : 125]

Adapun contoh dan cara ihsan dalam perdebatan adalah :


• Tidak merendahkan lawan debat
• Meninggalkan perdebatan jika terjadi pertengkaran
• Memperhatikan etika berbicara
• Menerima kebenaran yang disampaikan lawan debat apabila
argumen lawan lebih kuat
• Tidak memaksakan pendapat apabila ternyata pendapat kita
lebih lemah
• Tidak berdebat untuk mencari kemenangan
12. Ihsan Kepada Hewan
Tidak hanya kepada manusia, seorang muslim juga diperintahkan
untuk ihsan atau berbuat baik kepada hewan baik hewan ternak seperti
kambing, sapi kerbau maupun peliharaan seperti kuda, keledai, dan
sebagainya. Diantara contoh berbuat baik kepada hewan adalah :
• Memberikan makanan dan minuman

24
• Mengobatinya apabila sakit
• Tidak membebani pekerjaan pada hewan diluar kesanggupan
• Tidak menunggangi hewan diluar kesanggupannya
• Mengistirahatkannya apabila lelah
• Tidak berbuat kasar pada hewan atau menyiksanya
• Menajamkan pisau sebelum menyembelih dan tidak
menyiksanya ketika hendak menyembelihnya
(Refrensi :
https://www.nasehatquran.com/2020/06/pengertian-ihsan-
dalam-islam.html)
2. Islam dan Sains
A. Defenisi Sains
Perbincangan pada bab tiga ini akan diarahkan kepada integrasi sains dan
agama yang difokuskan pada defenisi sains, pendekatan Al-Qur’an terhadap
sains, serta kedudukan sains dalam Islam serta urgensinya. Menurut Agus
Purwanto dalam bukunya Ayat-Ayat Semesta: Sisi Al- Qur’an yang
Terlupakan, Mizan, Bandung, 2008, jumlah ayat kauniyah ada 800 ayat.
Sementara menurut Syeikh Tantawi, ayat kauniyah berjumlah 750 ayat. Tidak
kalah menariknya adalah, dari 114 surah Al-Qur’an hanya 15 surat yang tidak
ada ayat kauniyahnya, hal ini menunjukkan pentingnya ayat kauniyah bagi
kehidupan umat Islam. Oleh sebab itu, sudah saatnya jika para ilmuwan
muslim kembali menggali ayat-ayat kauniyah, melakukan penelitian guna
menyingkap mukjizat sains dalam Al-Qur’an. Sepantasnyalah dalam bidang
pendidikan sejak tingkat yang paling dasar sampai pendidikan tinggi harus
mampu mengintegralkan penafsiran ilmiah Al- Qur’an dengan mata pelajaran
yang memiliki keterkaitan, misalnya fisika, biologi, sejarah dan sebagainya.
Bahkan lebih dari itu, melalui Al-Qur’an memotivasi untuk melakukan
penelitian- penelitian terhadap fenomena alam. Sains menurut bahasa berasal
dari bahasa Ingrias science, sedangkan kata science berasal dari bahasa Latin
scientia.1 Yang berasal dari kata scine yang artinya adalah mengetahui.2 Kata
sains dalam bahasa Ingris diterjemahkan sebagai al-‘ilm dalam bahasa Arab.3
Dari segi istilah sains dan ilmu bermakna pengetahuan namun demikian

25
menurut Sayyid Hussen Al-Nasr kata science dalam bahasa Inggris tidak
dapat diterjemahkan kedalam bahasa Arab sebagai AlIlm, karena konsep ilmu
pengetahuan yang dipahami oleh barat ada perbedaannya dengan ilmu
pengetahuan menurut perspektif Islam.4 Ada beberapa pendapat tentang
difenisi sains menurut Istilah, namun secara umum dapat diartikan sebagai
keutamaan dalam mencari kebenaran.5 Di dalam the New Colombia
Encyclopedia, sains diartikan sebagai satu kumpulan ilmu yang sistematis
mengenai metapisik yang bernyawa dan yang tidak bernyawa, termasuk sikap
dan kaedah-kaedah yang digunakan untuk mendapatkan ilmu tersebut. Oleh
sebab itu sains adalah merupakan sejenis aktivitas dan juga hasil dari aktivitas
tersebut.6 Tidak jauh berbeda apa yang dikatakan oleh R.H.Bube,
menurutnya sains adalah pengetahuan yang berkaiatan dengan alam semula
jadi yang diperoleh melalui interaksi akal dengan alam.7 Berdasarkan
defenisi diatas dapat ditegaskan bahwa sains adalah suatu proses yang
terbentuk dari interaksi akal dan panca indera manusia dengan alam
sekitarnya. Dengan arti kata, objek utama kajian sains adalah alam empirik
termasuk juga manusia.8 Sedangan objek sains yang utama adalah mencari
kebenaran.
B. Urgensi Sains
Sains dalam pengertian umum yaitu ilmu pengetahuan. Di dalam Al- Qur'an
banyak sekali ayat-ayat yang menyentuh tengtang Ilmu pengetahuan dan
ilmuan, al-Qur’an sentiasa mengarahkan manusia untuk menggunakan akal
fikirannya memerangi kemukjizatan dan memberi motivasi meningkatkan
ilmu pengetahuan. Selain itu Al-Qur’an memberikan penghargaan yang
tinggi terhadap ilmuan. Al-Qur’an menyuruh manusia berusaha dan bekerja
serta selalu berdo’a agar ditambah ilmu pengetahuan. Sementara itu
Rasulullah memberi pengakuan bahwa ilmuan itu merupakan pewaris para
nabi.9 Al-Qur’an juga menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ulama
adalah ilmuan yang mengenali dan mentaati Allah. Sains dalam pengertian
khusus mempunyai peran penting dalam kehidupan seorang muslim, ia
disejajarkan dengan ilmu-ilmu keislaman yang lain, dan bila diklasifikasikan
maka sains ini termasuk fardu kifayah, karena dapat memberikan dampak

26
positif bagi peningkatan keimanan seseorang, hal ini dapat dilihat pada
beberapa hal berikut:
a. Memperteguh Keyakinan Terhadap Allah
Terbentuknya alam semesta ini dengan berbagai fenomenanya
merupakan kunci hidayah Allah, demikian dikatakan oleh Sayyid Qutb
dalam kitab fi Zilal al-Qur’an.10 Menurut Yusuf Qardhawi, hal tersebut
merupakan kitab Allah yang terbentang untuk manusia membaca
kekuasaan dan kebesaran Nya.11 Sekalipun Tuhan merupakan tema
sentral dalam al-Qur’an, namun tidak pernah memberikan gambaran
figurative tentang penciptaan, namun hanya menyebut tanda-tandanya
saja. Keadaan seperti ini membawa implikasi bahwasanya untuk
memahami sifat Tuhan , seseorang perlu mengkaji dan menggenal semua
aspek ciptaannya. Seperti telah dijelaskan sains adalah pengkajian
terhadap penomena alam dengan mengunakan metode ilmiah, sains
mempunyai korelasi dengan proses pengenalan manusia terhadap sifat-
sifat Tuhan. Setiap benda dan setiap penomena alam menjadi bukti
kewujudan dan kekuasaan Allah Sains mempunyai peran memperteguh
keyakinan manusia terhadap Allah. Sains telah membuktikan bahwa jagad
raya ini bersifat tertib, dinamis dan segala elemennya saling berkaitan
dengan cara yang rapi dan teratur. Penemuan seperti ini membuktikan
kekuasaan Allah sebagai Rab semesta alam.
b. Menyingkap Rahasia Tasyri’
Sebagian hikmah dan maslahah disebalik disyariatkannya suatu
hukum didalam Al-Qur’an dapat diungkapkan melalui sains. Sains dapat
membuktikan bahwa hukum yang telah ditetapkan oleh Al-Qur'an adalah
mengenai realitas kehidupan dan kondisi alam yang sebenarnya. Sebagai
contoh dapat dilihat tentang hukum khamar, Al-Qur’an mengharamkan
karena memberi efek negatif terhadap sistem dan organ tubuh manusia,
dengan menggunakan sains, akan dapat dilihat lebih jelas sejauh mana
dampak negatif yang ditimbulkannya, sehingga pantas diharamkan.
Namun demikian perlu digaris bawahi, bahawa agama tidak boleh
hanya difahami melalui teori sains semata, sebab sikap sains ini tidak sama

27
dengan sikap ibadah , Tuhan tidak akan dapat dikenali dan agama tidak
dapat dihayati hanya dengan teori-teori sains belaka, namun jika sains
dijadi pendukung untuk memahami agama lebih dalam lagi, tentu akan
dapat memberi kesan yang lebih fositif lagi terhadap hukum-hukum agama
serta lebih memberi keyakinan bagi orang Islam untuk mengamalkannya
c. Bukti Kemu’jizatan Al-Qur’an
Untuk membuktikan kemu’jizatan Al-Qur’an, sains juga dianggap
sebagai sesuatu yang penting, sebab banyak perkara yang waktunya belum
samapai telah disebutkan dalam Al-Qur’an. Ketika Al-Qur’an turun,
kondisi manusia untuk memahami penomena alam yang disinyalis oleh
Al-Qur’an belum lagi memadai, hal ini dapat dilihat tentang asal usul
kejadian manusia, seperti yang disinyalis dalam surah al-An’am(6) ayat 2
yang menyatakan manusia berasal dari tanah. Dalam kajian sains, bahwa
yang dimaksud dengan tanah pada ayat tersebut adalah tanah yang terdiri
beberapa unsur tertentu. Menurut analisa kimia terdapat 105 unsur pada
tanah yang semuanya ada pada diri manusia walaupun kadarnya berbeda-
beda, selain itu ada unsur-unsur kecil lainnya yang tidak dapat dideteksi.
Oleh sebab itu penemuan sains amat penting untuk menghayati maha
bijaksananya Allah.
d. Menyempurnakan Tanggung Jawab Peribadatan.
Dalam menjalani kehidupan manusuia butuh beberapa bantuan,
pengetahuan tentang sains merupakan salah satu yang dibutuhkan, begitu
pula dalam hal hubungannya dengan Allah sebagai tuhan semasta,
pengetahuan tentang sains juga dibutuhkan. Shalat sebagai ibadah yang
wajib ditunaikan diperintahkan untuk menghadap kiblat, Untuk
menentukan arah kiblat diperlukan ilmu geografi dan astronomi, begitu
juga terhadap penetuan waktu-waktu menjalankan shalat serta penentuan
awal dan akhir bulan Ramadan. Dengan demikian sains diperlukan dalam
ibadah puasa ramadhan. Dalam masalah zakat pengetahuan tentang
matemateka tidak dapat dikesampingkan begitu saja, begitu juga dengan
ibadah haji , diperlukan arah penunjuk jalan serta transportasi yang
dijadikan alat angkutan dari berbagai penjuru dunia menuju kota Makkah,

28
yang semua itu memerlukan sains. Dengan menggunakan sains para dokter
dapat mendeteksi dan selanjutnya menggobati berbagai macam penyakit
dan kesehatan akan dapat terjaga dengan baik sehingga manusia akan
dapat beribadah kepada tuhannya secara sempurna.64) Dengan demikian
dapatlah difahami bahwa sains merupakan salah satu sarana penunjang
untuk kesejahteraan kehidupan manusia serta penunjang kesempurnaan
ibadah seorang hamba terhadap tuhannya. Dari penjelasan-penjelasan
diatas dapat diketahui bahwa sains juga merupakan sesuatu yang urgensi
untuk memenuhi tuntutan agama. Didalam Al-Qur’an Allah menganjurkan
orang-orang Islam untuk 33 mempersiapkan diri dengan kekuatan
seoptimal mungkin, sama ada kekuatan mental maupun matrial untuk
mempertahankan diri dari ancaman musuh, sebagaimana yang dijelaskan
dalam al-Qur’an ayat 60 surah Al- An’am. Kekuatan material seperti
peralatan perang adalam menuntut kepada kecanggihan dan ketrampilan
umat Islam dalam bidang sains dan teknologi. Alam semesta ini diciptakan
Allah untuk kepentingan dan kebutuhan hidup manusia sebagaimana
dijelaskan pada ayat 20 surah Lukman(Q.S.31:20). Dalan rangka
mendapatkan berbagai fasilitas diperlukan pengolahan terhadap sumber
daya alam yang dikurnikan oleh Allah, dan untuk memperoleh hasil yang
maksimal tentunya diperlukan berbagai ilmu pengetahuan, terutama ilmu
pengatahuan tentang sains dan teknologi 66) . Pemanfaatan sumber daya
alam adalah sebagaian dari pada aktivitas sains. Dalam kontek ini, menurut
Muhammad Qutb, pada prinsipnya sains adalah merupakan suatu cara
melaksanakan tugas yang diamanahkan oleh Allah kepada umat manusia.
C. Pendekatan Al-Qur’an Terhadap Sains
Dalam kajian sains, Al-Qur’an telah memberikan dasar yang jelas, banyak
ayat-ayat Al-Qur’an yang menyentuh berbagai bidang dalam disiplin sains.
Dalam buku Quranic Sicences, Afzalu Rahman telah menyebutkan sebanyak
27 cabang ilmu sains yang disentuh oleh Al-Qur’an. Diantaranya kosmologi,
astronomi, astrologi, fisika, kimia serta betani dan lain sebaginya.14 Hal ini
menjadi bukti terhadap relevansi sains dalam agama. Selain itu Al-Qur’an
selalu menganjurkan manusia untuk mengasah dan menggunakan nalar .

29
Suatu hal yang perlu diingat bahwa Al-Qur’an bukanlah kitab sains, maka
cara pendekatannya tidak sama dengan cara sains moderen. Pendekatan sains
memisahkan sesuatu dari semua yang ada kemudian menganalisa secara
terperinci, sedangkan al-Qur’an berbicara tentang sains dalam bentuk holistic
dan global serta ditempatkan pada berbagai surah di antaranya ayat 44, 73,
242, surah al-Baqarah, begitu pula ayat 118 surah Ali Imran, ayat 61 surah
al-Nur dan ayat 30 surah al-Mukminun. .Penekanan sains dalam al-Qur’an
lebih dititik beratkan pada penomena-penemena alam, objek utama
pemaparan ayat-ayat seperti ini adalah sebagai tanda keesaan dan kekuasaan
Khalik, Bahkan, perbincangan tentang ayat-ayat ini merupakan tema utama
dalam al-Qur’an. Dengan demikian dapat dipahami bahwa terdapat kaiatan
yang kuat antara al-Qur’an dengan penomena alam. Dalam konteks tersebut
menurut Sayyid Husin al-Nasr, kedua-duanya merupakan ayat Allah. Alam
merupakan kitab yang terbentang lebar (Al-Kitab al-Maftuh) yang tidak
ditulis dan dibaca, diibaratkan sebuah teks, alam bagaikan sehamparan bahan-
bahan yang penuh dengan lambang-lambang (ayat) yang mesti difahami
menurut maknanya. al-Qur’an merupakan kitab yang dibaca( al-Kitab al-
Maqru’) yaitu teks dalam bentuk kata- kata yang dipahami oleh manusia.
Ayat-ayat al-Qur’an yang ada kaitannya dengan sains, dapat diklassifikasikan
kepada dua ketegori. Yang pertama adalah ayat-ayat yang menjelaskan secara
umum , sama ada yang berhubungan dengan biologi, fisika,geografi atau
astonomi dalam lain sebagainya. Sedangkan yang kedua, adalah ayat-ayat
yang menjelaskan secara khusus dan terperinci, seperti tentang uraiannya
mengenai masalah reproduksi manusia.(Q.S. 23:12-14). Ayat-ayat tersebut
secara umum menyentuh tentang penomena alam semesta jadi. Seperti yang
telah disebutkan bahwa pemaparan fenomena-fenomena tersebut dilakukan
oleh al-Qur’an bertujuan mengajak manusia mengenal Penciptannya
menerusi esensi yang wujud pada alam tersebut. Objek ini lah yang menjadi
titik perbedaan kajian sains sekuler dengan kajian sarjana muslim.
Sekularisme memandang dunia secara fisik dan mengabaikan metafisik
secara mendalam, padahal antara dunia fisik mempunyai kaitan yang erat
dengan metafizik dan penciptanya. Dalam upaya mengajari manusia

30
memahami dan mengenal kekuasan dan keagungan Tuhannya, al-Qur’an
telah menekankan akan arti pentingnya manusia menggunakan akal fikiran
serta panca indra. Bahkan al-Qur’an mengibaratkan manusia yang tidak
menggunakan fikiran dan panca indranya laksana binatang ternak ,bahkan
lebih jelek dari itu (Q.S:7:179). Oleh sebab itu manusia selalu diingatkan
untuk sentiasa membuat observasi, berfikir secara reflektif, membuat
penganalisaan yang kritis serta membuat pertimbangan yang matang. Secara
umum kajian sains menggunakan dua metode, yaitu observasi dan eksprimen
dimana kedua-duanya akan melibatkan fungsi akal dan panca indra.
Akal bukanlah hanya satu objek yang terletak di kepala sebagaimana otak.
Akal merupakan daya untuk merasa atau berfikir yang bisa memberikan
kekuatan kepada manusia untuk memperhati dan mengkaji, memilih dan
membuat keputusan terhadap sesuatu perkara atau langkah-langkah serta
berbagai macam persoalan yang dihadapi untuk mencapai apa yang
diinginkan. Al-Qur’an menempatkan akal pada kedudukan yang tinggi,
manusia dimotivasi untuk menggunakannya. Berbagai potensi alam
disediakan oleh Allah untuk digarap dengan menggunakan akal fikiran.
Terdapat sejumlah kata yang digunakan oleh Allah dalam Al-Qur’an yang
mengandung perintah menggunakan akal fikiran, seperti kata ‫ تدبر‬-‫ نظر‬-‫– عقل‬
‫ اولو النهى‬-‫ اولواَلبصار‬-‫ تذكر اولز اَلباب‬-‫– فقه‬. ‫ تفكر‬. Al-Qur’an menekankan tentang
arti pentingnya membuat penelitian secara cermat terhadap penomena alam
untuk mendapatkan dan memperkembangakan suatu ide. Sedangkan manusia
diperintahkan untuk memikirkan apa saja yang ada dilangit dan di bumi.
Ayat-ayat Al-Qur’an yang secara konsep mendorong manusia menggunakan
fikiran, terutama terhadap penomena-penomena alam, secara tidak langsung
telah memperkenalkan metode induksi, dimana manusia diajak untuk
memahami unsur-unsur alam dengan lebih dalam melalui kewujudan jagad
raya ini. Hal tersebut bertujuan untuk memperkokoh kewujudan dan
kekuasan Allah. Dengan demikian baik secara eksplisit maupun implisit Al-
Qur’an telah banyak memberi penekanan tentang kaedah-kaedah empirik
untuk mengungkapkan rahasia-rahasia kosmos yang tersusun sifatnya.
Berdasarkan kepada wacana sains dalam Al-Qur’an, dapat difahami bahwa

31
Al-Qur’an memiliki peran penting serta motivator penggerak aktivitas sarjana
37 muslim dalam bidang ilmu pengetahuan, sejalan dengan faktor-faktor lain
khususnya kepentingan ilmu sains dalam kehidupan manusia. Kemudian jika
dilihat pada ayat-ayat Al-Qur’an yang bertemakan sains, akan nampak bahwa
pengerakan sains menurut pendekatan Al-Qur’an bukan hanya untuk sains itu
sendiri atau hanya untuk kesenangan manusia saja, tapi ada lebih penting dari
itu, yaitu memahami ayat-ayat Allah untuk agar manusia lebih mengenal
Khaliknya. Al-Qur’an Al-Karim, yang terdiri atas 6.236 ayat itu,
menguraikan berbagai persoalan hidup dan kehidupan, antara lain
menyangkut alam raya dan fenomenanya. Uraian-uraian sekitar persoalan
tersebut sering disebut ayat-ayat kauniyah. Tidak kurang dari 750 ayat yang
secara tegas menguraikan hal-hal di atas. Jumlah ini tidak termasuk ayat-ayat
yang menyinggungnya secara tersirat. Tetapi, kendatipun terdapat sekian
banyak ayat tersebut, bukan berarti bahwa Al-Qur’an sama dengan kitab Ilmu
Pengetahuan, atau bertujuan untuk menguraikan hakikat-hakikat ilmiah.
Ketika Al-Qur’an memperkenalkan dirinya sebagai tibyanan likulli syay'i
(QS 16:89), bukan maksudnya menegaskan bahwa ia mengandung segala
sesuatu, tetapi bahwa dalam Al-Qur’an terdapat segala pokok petunjuk
menyangkut kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi. Al-Ghazali dinilai
sangat berlebihan ketika berpendapat bahwa "segala macam ilmu
pengetahuan baik yang telah, sedang dan akan ada, kesemuanya terdapat
dalam Al-Qur’an". Dasar pendapatnya ini antara lain adalah ayat yang
berbunyi, Pengetahuan Tuhan kami mencakup segala sesuatu (QS 7:89). Dan
bila aku sakit Dialah Yang Menyembuhkan aku (QS 26:80). Tuhan tidak
mungkin dapat mengobati kalau Dia tidak tahu penyakit dan obatnya. Dari
ayat ini disimpulkan bahwa pasti Al-Qur’an, yang merupakan Kalam/Firman
Allah, juga 38 mengandung misalnya disiplin ilmu kedokteran. Demikian
pendapat Al-Ghazali dalam Jawahir Al-Qur'an. Di sini, dia mempersamakan
antara ilmu dan kalam, dua hal yang pada hakikatnya tidak selalu seiring.
Bukankah tidak semua apa yang diketahui dan diucapkan?! Bukankah ucapan
tidak selalu menggambarkan (seluruh) pengetahuan? Al-Syathibi, yang
bertolak belakang dengan Al-Ghazali, juga melampaui batas kewajaran

32
ketika berpendapat bahwa "Para sahabat tentu lebih mengetahui tentang
kandungan Al-Qur’an" tetapi dalam kenyataan tidak seorang pun di antara
mereka yang berpendapat seperti di atas. "Kita," kata Al-Syathibi lebih jauh,
"tidak boleh memahami Al-Qur’an kecuali sebagaimana dipahami oleh para
sahabat dan setingkat dengan pengetahuan mereka." Ulama ini seakan-akan
lupa bahwa perintah Al-Quran untuk memikirkan ayat-ayat nya tidak hanya
tertuju kepada para sahabat, tetapi juga kepada generasi-generasi sesudahnya
yang tentunya harus berpikir sesuai dengan perkembangan pemikiran pada
masanya masing-masing.
D. Al-Quran Dan Alam Raya
Seperti dikemukakan di atas bahwa Al-Qur’an berbicara tentang alam dan
fenomenanya. Paling sedikit ada tiga hal yang dapat dikemukakan
menyangkut hal tersebut : 1. Al-Qur’an memerintahkan atau menganjurkan
kepada manusia untuk memperhatikan dan mempelajari alam raya dalam
rangka memperoleh manfaat dan kemudahan-kemudahan bagi kehidupannya,
serta untuk mengantarkannya kepada kesadaran akan Keesaan dan
Kemahakuasaan 39 Allah SWT. Dari perintah ini tersirat pengertian bahwa
manusia memiliki potensi untuk mengetahui dan memanfaatkan hukum-
hukum yang mengatur fenomena alam tersebut. Namun, pengetahuan dan
pemanfaatan ini bukan merupakan tujuan puncak (ultimate goal). 2. Alam dan
segala isinya beserta hukum-hukum yang mengaturnya, diciptakan, dimiliki,
dan di bawah kekuasaan Allah SWT serta diatur dengan sangat teliti. Alam
raya tidak dapat melepaskan diri dari ketetapan-ketetapan tersebut kecuali
jika dikehendaki oleh Tuhan. Dari sini tersirat bahwa: a. Alam raya atau
elemen-elemennya tidak boleh disembah, dipertuhankan atau dikultuskan. b.
Manusia dapat menarik kesimpulan-kesimpulan tentang adanya ketetapan-
ketetapan yang bersifat umum dan mengikat bagi alam raya dan fenomenanya
(hukum-hukum alam). c. Redaksi ayat-ayat kauniyah bersifat ringkas, teliti
lagi padat, sehingga pemahaman atau penafsiran terhadap ayat-ayat tersebut
dapat menjadi sangat bervariasi, sesuai dengan tingkat kecerdasan dan
pengetahuan masing-masing penafsir. Dalam kaitan dengan butir ketiga di
atas, perlu digaris bawahi beberapa prinsip dasar yang dapat, atau bahkan

33
seharusnya, diperhatikan dalam usaha memahami atau menafsirkan ayat-ayat
Al-Qur’an yang mengambil corak ilmiah. Prinsip-prinsip dasar tersebut
adalah : a. Setiap Muslim, bahkan setiap orang, berkewajiban untuk
mempelajari dan memahami Kitab Suci yang dipercayainya, walaupun hal ini
bukan berarti 40 bahwa setiap orang bebas untuk menafsirkan atau
menyebarluaskan pendapat-pendapatnya tanpa memenuhi seperangkat
syarat-syarat tertentu. b. Al-Qur’an diturunkan bukan hanya khusus ditujukan
untuk orang-orang Arab ummiyyin yang hidup pada masa Rasul . dan tidak
pula hanya untuk masyarakat abad ke-20, tetapi untuk seluruh manusia
hingga akhir zaman. Mereka semua diajak berdialog oleh Al-Qur’an serta
dituntut menggunakan akalnya dalam rangka memahami petunjuk-petunjuk-
Nya. Dan kalau disadari bahwa akal manusia dan hasil penalarannya dapat
berbeda-beda akibat latar belakang pendidikan, kebudayaan, pengalaman,
kondisi sosial, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek),
maka adalah wajar apabila pemahaman atau penafsiran seseorang dengan
yang lainnya, baik dalam satu generasi atau tidak, berbeda-beda pula.
Berpikir secara kontemporer sesuai dengan perkembangan zaman dan iptek
dalam kaitannya dengan pemahaman Al-Qur’an tidak berarti menafsirkan Al-
Qur’an secara spekulatif atau terlepas dari kaidah-kaidah penafsiran yang
telah disepakati oleh para ahli yang memiliki otoritas dalam bidang ini. d.
Salah satu sebab pokok kekeliruan dalam memahami dan menafsirkan Al-
Qur’an adalah keterbatasan pengetahuan seseorang menyangkut subjek
bahasan ayat-ayat Al-Qur’an. Seorang mufasir mungkin sekali terjerumus
kedalam kesalahan apabila ia menafsirkan ayat-ayat kauniyah tanpa memiliki
pengetahuan yang memadai tentang astronomi, demikian pula dengan pokok-
pokok bahasan ayat yang lain. 41 Dalam kaitannya dengan prinsip-prinsip
pokok di atas, ulama-ulama tafsir memperingatkan perlunya para mufasir,
khususnya dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan penafsiran ilmiah,
untuk menyadari sepenuhnya sifat penemuan-penemuan ilmiah, serta
memperhatikan secara khusus bahasa dan konteks ayat-ayat Al-Quran.
(Refrensi : http://repository.uin-suska.ac.id/3908/4/BAB%20III.pdf)

34
E. Kontribusi Peradaban Islam dalam Perkembangan Sains
Antara abad ke-9 dan ke-13, peradaban Islam berkontribusi besar terhadap
perkembangan sains pramodern dan pengetahuan yang diteruskan dari
Yunani ke Eropa melalui penerjemahan secara besar-besaran. Seiring waktu,
keadaan berubah. Tiga abad kemudian, yaitu abad ke-16, muncul
perkembangan sains modern di Eropa. Terjadi revolusi besar metode
keilmuan. Peristiwa ini membuat hubungan kekuasaan antarnegara diukur
berdasarkan penguasaan teknologi. Akhirnya, hal itu mengarah pada
kolonisasi bangsa-bangsa Eropa terhadap dunia Islam. Di sisi lain, ada upaya
yang ditempuh sejumlah figur di negara-negara Islam dengan mengadopsi
teknologi mereka.
Hal itu terjadi sekitar abad ke-19. Menurut Ensiklopedi Oxford Dunia Islam
Modern, setelah Mesir ditaklukkan Napoleon Bonaparte, Muhammad Ali
mengambil alih kekuatan negara dan berkuasa pada 1805 sampai 1848.
Selama berkuasa, ia mengalihkan teknologi Prancis dan Inggris ke Mesir
dengan mengandalkan para pekerja asing di Mesir.
Ia memperkenalkan cetak pres pertama. Semula langkahnya itu dikecam
sebagian ulama karena ada bagian dari alatnya yang terbuat dari kulit babi.
Namun, dia mampu mengatasinya sehingga Bulaq Press yang didirikannya
mampu mencetak 81 buku berbahasa Arab dalam bidang sains antara 1821
dan 1850.
Percetakan, teknologi irigasi, pabrik tekstil, penambangan batu bara dan besi,
serta perlengkapan militer menjadi prioritas perhatian. Sekolah-sekolah
teknik didirikan untuk membangun sumber daya yang berketerampilan. Lebih
dari 400 mahasiswa kala Muhammad Ali berkuasa dikirim ke Eropa untuk
menimba ilmu sains dan taktik militer.
Orang-orang Turki Usmaniyah membangun kekuasaan yang besar dan luas
pada abad ke-16, juga segera menyadari manfaat teknologi militer, khususnya
senjata-senjata berat yang dapat mereka pinjam dari Barat. Perubahan radikal
mencuat pada masa pemerintahan Selim III yang berlangsung pada 1761
hingga 1808.

35
Gagasan tentang modernitas mendorong Sayyid Akhmad Khan menjadi
pembela perkembangan sains dan pemikiran modern. Ia berbeda pendapat
dengan mereka yang menentang sains karena dianggap tabu dalam ajaran
agama. Ia meyakini kekalahan umat Muslim oleh Barat akibat
keterbelakangan mereka di bidang sains.
Ia tergerak menafsirkan kembali teologi Islam agar dapat dipadukan dengan
gagasan sains dan humanisme. Kecaman mendera dirinya karena penafsiran
ulang itu, tapi tak menghentikan sikapnya. Bahkan, ia mendirikan Universitas
Islam Aligarh. Melalui lembaga pendidikan tinggi ini, ia memberi
kesempatan kaum Muslim untuk belajar.
Dorongan untuk mengejar ketertinggalan penguasaan sains modern oleh umat
Islam disampaikan pula oleh Jamal al-Din al-Afghani (1883-1897). Al-
Afghani menegaskan, tak ada kontradiksi antara Islam dan sains. Islam, kata
dia, justru menganjurkan pemikiran rasional dan melarang taklid buta.
Perbincangan mengenai sains dan Islam pada gilirannya melahirkan apa yang
disebut dengan sains Islam. Mereka mengenalkan dan mendukung
berargumentasi. Sains Islam menawarkan alternatif Islam terhadap tantangan
sains Barat modern yang mereka anggap bersifat reduksionis dan tidak
mengakomodasi keyakinan Islam.
Usulan-usulan menciptakan sains alternatif ini bermunculan sejak 1970-an.
Penulis terkenal, Maurice Bucaille, merupakan salah satu pendukung
istilah sains Islam ini. Dia adalah ahli bedah asal Prancis. Ia menguraikan
pandangannya dalam karya yang berjudul The Bible, the Qur’an, and
Science.
Menurut Bucaille, Alquran secara tepat mengantisipasi semua penemuan
ilmu, sedangkan Injil tidak. Pandangan lain terlontar, sains Islam merupakan
pengetahuan yang didasarkan pada nilai-nilai Islam dan keyakinan tauhid,
ibadah, kepemimpinan, dan menolak kezaliman serta untuk memenuhi rasa
keingintahuan.
Mereka menilai, wahyu melebihi rasio dan harus menjadi pedoman utama
memperoleh ilmu yang sahih. Ilmuwan Muslim, Seyyed Hossein Nasr,
menegaskan, sains Islam yang benar hanya bisa didapatkan melalui ‘intelek’

36
yang merupakan pemberian Tuhan, artinya tak mengandalkan akal semata,
tetapi hati.
(Refrensi : https://republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-
digest/pr9ync313/kontribusi-peradaban-islam-dalam-perkembangan-sains)
F. Tradisi Sains dalam Islam
Untuk memperjelas hubungan antara Sains dan Islam diperlukan kajian
mendalam mengenai makna Islam itu sendiri. Islam adalah sebuah nama
agama yang jika ditelusuri makna ontologinya dalam bahasa Arab berarti
keselamatan atau ketaatan kepada perintah tanpa menolaknya. Islam dari
kata aslama berarti masuk kepada Islam, yakni mengikhlaskan din kepada
Allah atau juga berserah diri kepada Allah.Berakar dari kata salima-yaslamu
yang berarti selamat, berserah diri dan rela sebagaimana dikutip dari Edmond
Bouty yaitu “Science is a product of the human mind, a product that conforms
to both the law of thought and the outside world. Hence it has two aspects,
one subjective, the other subjective; and both are equally necessary, for it is
impossible to alter the laws of the mind as it is to change the laws of
universe.” dalam Gaston Bachelard, The New Scientific Spirit, (Beacon
Press: Boston, 1985) hlm. 2 35 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam dan
Filsafat Sains, (Penerbit Mizan: Bandung, 1995) cet. 1, hlm. 26 Syed
Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Petaphysics of Islam : an
Exposition of the Fundamental Elements of the Worldview, (Kuala Lumpur
: International of Islamic Thought and Civilization, 2001), hlm. 15-16 36
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam dan…, hlm. 26 37 Ibid …, hlm. 27
38 Louis Ma’luf, al-Munjid …, hlm. 347 39 Jumhûriyyah Al-‘Arobiyyah
Misra, al-Mu’jam al-Wasith…, hlm. 446 40 Al-Ghawiyyu Majdu al-Din
Muhammad bin Ya’qub al-Fairuz Abadiy, al-Qamus al-…, hlm. 1122.
kepada suatu hukum 41 dan aslama-yuslimu yaitu menampakkan ketaatan
dan mengikuti syariat yang dibawa oleh Rasulullah SAW, taat kepada
perintah Allah dan mengikhlaskan diri untuk beribadah kepada Allah.42
Sedangkan muslim adalah orang yang beragama Islam dan berserah diri 43
dan menerima ajaran Rasulullah SAW.44 Umumnya, Islam dianggap
sebagai agama yang kadangkala diterjemahkan menjadi religion atau

37
dalam bahasa Arab berarti din. Penerjemahan dan pemaknaan ini
sebenarnya perlu dikaji lebih mendalam. Perbedaan kata dan bahasa akan
sangat mempengaruhi keyakinan dan worldview manusia dalam memahami
konsepsi segala sesuatu.45 Jika Islam dianggap sebagai agama, dalam
bahasa Indonesia, ia berarti sistem yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) kepada Tuhan yang Maha Kuasa, tata peribadatan, dan tata
kaidah yang bertalian dengan pergaulan manusia dan manusia serta
lingkungannya dengan kepercayaan itu.46 Sedangkan religion berarti
kepercayaan terhadap keberadaan Tuhan yang berimplikasi pada
menjalankan ritual untuk menyembahnya dan adanya berbagai ajaran yang
berdimensi spiritual.47 Jika Islam dianggap sebagai din, maka maknanya
juga akan lain. Kata din merupakan kata bahasa Arab daana-yadiinu
yaitu pemberian untuk jangka waktu tertentu,48 memberikan harta untuk
tempo tertentu atau memberikan hutang, 41
Jumhûriyyah Al-‘Arobiyyah Misra, al-Mu’jam al-Wasith, …, hlm. 446
lihat juga Louis Ma’luf, al-Munjid …, hlm. 347 42 Abu al-Fadhl Jamalu ad-
Din Muhammad bin Mukrim Ibnu Mandzur al-Afriqiy, Lisanu al-Arab, (Daar
Shadr: Beirut, 1956) jilid-12, hlm. 293 43 Louis Ma’luf, al-Munjid …, hlm.
347 44 Abu al-Fadhl Jamalu ad-Din Muhammad bin Mukrim Ibnu Mandzur
al-Afriqiy, Lisanu…, hlm. 294 45 sebagaimana dikutip dari Dr. Hamid
Fahmy Zarkasyi bahwa “Struktur berfikir sangat berperan dalam proses
dan mekanisme mengetahui yaitu menerima dan menolak pengetahuan
yang diperolehnya secara elektif. Artinya, ketika akal seseorang menerima
pengetahuan, terjadi proses seleksi yang alami, di mana pengetahuan
tertentu diterima dan pengetahuan yang lain ditolak. Pengetahuan diterima
berdasarkan metaphysical belief yang telah ada dan memperkaya struktur
worldview yang dimilikinya dan jika akal tidak menerimanya ia tidak
menjadi bagian dari pandangan hidup. Selain itu, ia akan menjadi konsep
yang terstruktur dalam fikiran dan mempengaruhi proses berfikir
seseorang, dimana yang satu dapat mempengaruhi yang lain. Jadi, secara
konseptual hubungan worldview dengan epistemologi melibatkan
penjelasan tentang prinsip-prinsip ontologi, kosmologi, dan aksiologi.” dari

38
Hamid Fahmy Zarkasyi, “Islamic Worldview sebagai Paradigma Sains
Islam”, dalam Tim Insist, Islamic Science: Paradigma, Fakta, dan Agenda,
(Insist: Jakarta, 2016) cet. 1, hlm. 16-17 46 Tim Penyusun Kamus Pusat
Bahasa, Kamus Besar …, hlm. 18 47 sebagaimana dikutip bahwa religion
memiliki tiga makna: “(1) [ uncountable ] the belief in the existence of a god
or gods, and the activities that are connected with the worship of them; (2) [
countable ] one of the systems of faith that are based on the belief in the
existence of a particular god or gods (3) [ singular ] a particular interest or
influence that is very important in your life.” dalam Albert Sidney Hornby,
Oxford…, hlm. 1304, selain itu dimaknai juga sebagai “an activity
which someone is extremely enthusiasthic about and does regularly”
dalam Cambridge Team, Cambridge Advanced Learner’s Dictionary,
(Cambridge: Cambridge University Press, 2008) cet. 5, hlm. 1202 48 Al-
Ghawiyyu Majdu al-Din Muhammad bin Ya’qub al-Fairuz Abadiy, al-
Qamus al-Muhith …, hlm. 1198
11 sedangkan dayn adalah hutang. Dayn dalam makna din juga dimaknai
sebagai keberhutangan kepada dayyan yaitu Allah.49 Kata tersebut juga
mengacu pada istilah din berarti ketaatan, berpegang teguh,50 dan keterikatan
untuk menjadi hamba.51 Atau juga diyanah dalam Islam berarti keyakinan
dengan hati, mengikrarkan dengan lisan, dan mengerjakan rukunnya secara
jasmani.52 Dalam berbagai tafsir ayat al-Qur’an, din yang terlengkap,
terbaik, dan diridhoi adalah ber-Islam kepada Allah. 53 Sedangkan makna
utama din secara filosofis disimpulkan oleh al-Attas menjadi empat unsur,
yaitu keberhutangan manusia secara eksistensial kepada Allah, penyerahan
diri manusia kepada Allah, pelaksanaan kekuasaan pengadilan, dan suatu
cerminan dari kecenderungan alami manusia atau fitrah yang kembali pada
Hari Perjanjian pertama.54 Menurut Jujun S. Suriasumantri, penerjemahan
kata sciene menjadi ilmu atau ilmu pengetahuan memiliki masalah yang
pokok. Selanjutnya, ia mengusulkan kata padaan untuk ilmu adalah
knowledge, sedangkan science adalah ilmu pengetahuan.55 Demikian pula,
Syed Naquib al-Attas juga memberikan catatan khusus mengenai
penyebutan sains sebagai ilmu tersebut dikarenakan ilmu merupakan

39
istilah dari bahasa Arab yaitu ‘ilm. Sedangkan makna ‘ilm dalam bahasa
Arab mencakup ma’rifah (ilmu pengenalan) dan ilmu pengetahuan (sains).
Karena keduanya memiliki implikasi masing-masing.56
49 Jumhûriyyah Al-‘Arobiyyah Misra, al-Mu’jam al-Wasith, …, hlm. 307 50
Louis Ma’luf, al-Munjid …, hlm. 231 51 Al-Ghawiyyu Majdu al-Din
Muhammad bin Ya’qub al-Fairuz Abadiy, al-Qamus al-Muhith …, hlm.
1198 52 Jumhûriyyah Al-‘Arobiyyah Misra, al-Mu’jam al-Wasith…, hlm.
307 53 lihat al-Qur’an surat Ali ‘Imran (3) ayat 83 dan 85, an-Nisa (4)
ayat 125, al-An’am (6) ayat 161, at-Taubah (9) ayat 29, an-Nur (24) ayat
2, al-Bayyinah (98) ayat 5, dan an-Nashr (110) ayat 2. 54 Wan Mohd Nor
Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed Muhammad
Naquib al-Attas diterjemahkan dari The Educational Philosophy and
Practice of Syed Muhammad Naquib al-Attas, (Mizan Media Utama:
Bandung, 2003) cet. 1, hlm. 191-192 55 pengadaan alternatif ini dilihat dari
makna ilmu sebagai serapan dari ‘ilm dalam bahasa Arab. Makna
semantic knowledge memang lebih tepat diterjemahkan sebagai ilmu,
dan sains merupakan semacam spesies dari ilmu, yaitu ilmu pengetahuan
yang berdasar pada penginderaan objek sains tersebut. ‘Ilm memiliki
dimensi lahiriyah yaitu “tahu” dan dimensi bathiniyah yaitu “kenal”,
sedangkan “kenal” berdimensi lebih intens daripada “tahu”. Dikutip dari
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar, (Jakarta: Sinar
Harapan, 1984) hlm. 291-299 56 menurut Syed Naquib al-Attas, ada dua
hal yang menjadi implikasi pernyataan ini. Pertama, ini menunjukkan klam
di atas bahwa sains, karena berurusan dengan objek-objek yang dapat
diketahui, yaitu diamati dengan indera, termasuk dalam ilmu pengetahuan,
dengan demikian, ada dua pilihan penerjemahan kata science: “sains” yang
diadaptasi dari bahasa Inggris, atau “ilmu pengetahuan”. Sebagaimana
penggunaan “ilmu pengenalan” sebagai terjemah dari “ma’rifah”. Kedua,
menggunakan kata “ilmu” untuk menyebut sains yang hanya berkaitan
dengan objek-objek inderawi adalah penyempitan makna ilmu yang
sebenarnya; karena dengan ini objek-objek yang tak bisa diketahui,
namun bisa dikenal, seperti Tuhan, akan dikeluarkan dari wilayah ilmu.

40
Implikasi lebih jauhnya, sebagaimana tersirat dalam penggunaan kata
“ilmiah” (scientific) adalah segala pernyataan
12 Sains Islam secara khusus dapat didefinisikan sebagai aktifitas
saintifik atau ilmiah yang memiliki dasar atau berpedoman pada Islamic
worldview (yaitu penggunaan konsep “natural” secara Islamiy) dan
merupakan pengejawentahan secara langsung dari skema konseptual saintifik
yang Islamiy.57 Tentunya dalam pencapaian kegiatan saintifik/ ilmiah ini,
Islam juga menekankan adanya sumber-sumber dan metode ilmu tersebut.
Islam memandang sains yang bersifat fisik tidak hanya pada tataran
lahiriyah saja, namun juga adanya tujuan, kebenaran, dan pengakuan
wahyu sebagai satu-satunya suber ilmu tentang realitas dan kebenaran yang
terkait dengan makhluk dan khaliknya.58 Artinya, dalam melakukan
kegiatan saintifik, para ilmuwan muslim yang berpedoman al-Qur’an dan
Hadits akan dapat melahirkan produk sains yang membawa maslahat bagi
kehidupan manusia, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Sains
menurut Islam secara pokok merupakan sebuah jenis ta’wil atau
interpretasi alegoris dari benda-benda empiris yang menyusun dunia
alam. Sains semacam itu harus mendasarkan dirinya secara tetap pada tafsir
atau interpretasi dari penampakan atau makna yang jelas dari benda-benda
dalam alam. Penampakan dan makna mereka yang jelas berurusan dengan
tempat mereka di dalam sistem hubungan dan tempat mereka menjadi
nampak pada pemahaman kita ketika batas kebenaran dari arti mereka
dikenali. Saat ini, filsafat modern telah menjadi penafsir sains, dan
mengorganisir hasil sains alam dan sosial ke dalam sebuah pandangan
dunia. Interpretasi itu pada gilirannya menentukan arah yang diambil sains
dalam studi alam. Adalah interpretasi tentang pernyataan ini dan kesimpulan
umum sains dan arah sains sepanjang garis yang ditawarkan oleh interpretasi
yang harus diletakkan pada evaluasi kritis.59 Dalam Islam, sains sangat
terikat dengan ilmu pengatahuan dan iman. Karena sifat dari kandungan
proposisionalnya sama dengan sifat dari prinsip pertama logika
yang tidak “ilmiah” atau tidak bersumber dari “ilmu” (dalam hal ini “sains”
menurut Barat), dianggap lebih rendah derajatnya. Pada gilirannya ini berarti

41
segala ilmu yang, sebagai contoh, bersumber dari agama, mengenai masalah-
masalah moral, yang tidak bisa “dibuktikan” menjadi tidak cukup bernilai.
Penyempitan makna ini, secara sadar atau tidak merupakan proses
sekularisasi, yaitu penghapusan makna ruhaniah dari segala sesuatu yang
sesungguhnya dimulai dari bahasa. Dikutip dari Syed Muhammad Naquib
al-Attas, Islam dan Filsafat Sains, (Penerbit Mizan: Bandung, 1995) cet. 1,
hlm. 23 57 terjemahan bebas dari “Islamic science is that scientific
activity which takes place ultimately within the Islamic worldview (which
can now be identified also as Islamic conceptual environment); but as an
extension of it directly within the Islamic scientific conceptual scheme
(which can be identified also as the Islamic context of sciences).
Keterangannya, bahwa konsep sains yang Islamiy tentunya sangat terkait
dengan worldview atau cara pandang Islam itu sendiri terhadap realitas dan
kebenaran. Dalam hal ini, pembentuk worldview Islam adalah elemen
yang terkait dengan din, adab, ilm, haqiqah, ‘adalah, sa’adah, dan konsep
lainnya sebagai tujuan akhir dari kehidupan manusia di dunia. Dikutip dari
Alparslan Acikgenc, Islamic Science: Towards a Definition, (Kuala
Lumpur: ISTAC, 1996), hlm. 38-40 58 Syed Muhammad Naquib al-Attas,
Islam dan …, hlm. 33 59 Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to
the …, hlm. 15-16
13 dan pengetahuan metafisika, etika, dan estetika; maka dengan
sendirinya dalam diri subjek ia bertindak sebagai cahaya yang menerangi
segala sesuatu. Bahwa iman adalah suatu visi yang menempatkan semua
data dan fakta dalam perspektif yang sesuai dengan, dan perlu bagi,
pemahaman yang benar atas mereka. Ia adalah dasar bagi penafsiran yang
rasional atas alam semesta sebagaimana ia merupakan prinsip utama dari
akal, tidak mungkin bersifat non-rasional dan bertentangan dengan diri
sendiri.60 Alam semesta yang menjadi sumber realitas penalaran sains
merupakan gambaran yang tak terpisahkan dari wujud Allah. Karena di balik
wujud dan realitas alam semesta ini terdapat dimensi metafisik dan tujuan
dari penciptaannya. Sains dalam Islam ditujukan untuk melakukan

42
pembuktian terhadap isyarat-isyarat untuk pencarian ilmu sebagaimana
tertera dalam al-Qur’an.
(Refrensi :
https://www.researchgate.net/publication/335714230_HUBUNGAN_ISLA
M_DENGAN_SAINS)
3. Islam dan Penegakan Hukum
A. Hukum dan Keadilan Dalam Islam
Menurut M. Natsir (demokrasi dibawah hukum cet.III, 2002) adalah suatu
penegasan, ada undang-undang yang disebut Sunnatullah yang nyatanyata
berlaku dalam kehidupan manusia pada umumnya. Perikehidupan manusia
hanya dapat berkembang maju dalam berjama’ah (Society). Man is born as a
social being. Hidup perorangan dan hidup bermasyarakat berjalin, yang satu
bergantung pada yang lain. Kita mahluk sosial harus berhadapan dengan
berbagai macam persoalan hidup, dari persoalan rumah tangga, hidup
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, berantara negara, berantar agama dan
sebagainya, semuanya problematika hidup duniawi yang bidangnya amat
luas. Maka risalah Muhammad Saw, meletakkan beberapa kaidah yang
memberi ketentuan-ketentuan pokok guna memecahkan persoalan-persoalan.
Kestabilan Hidup bermasyarakat memerlukan tegaknya keadilan lanjut M.
Natsir. Tiap-tiap sesuatu yang melukai rasa keadilan terhadap sebagian
masyarakat, maka bisa merusak kestabilan secara keseluruhan. Menegakkan
keadilan di tengah-tengah masyarakat dan bangsa diawali dengan kedaulatan
hukum yang ditegakkan. Semua anggota masyarakat berkedudukan sama di
hadapan hukum. Jadi di hadapan hukum semuanya sama, mulai dari
masyarakat yang paling lemah sampai pimpinan tertinggi dalam Negara.
“Dan janganlah rasa benci kamu kepada suatu golongan menyebabkan kamu
tidak berlaku adil. Berlaku adilah, karena itu lebih dekat kepada taqwa. Dan
bertaqwalah kepada Allah karena sesungguhnya Allah amat mengetahui apa
yang kamu kerjakan”(QS.5:8).
“Dengarlah dan taatilah sekalipun andaikata yang menjalankan hukum
atasmu seseorang budak Habsyi yang kepalanya seperti kismis selama
dijalankannya hukum Allah Swt”. (H.R.Buchori dari Anas)

43
Tidak mungkin hukum dan keadilan dapat tegak berdiri keadilan dapat tegak
berdiri kokoh apabila konsep persamaan itu diabaikan. Implementasi keadilan
hukum di masyarakat dewasa ini banyak ditemui sandungan yang menyolok
atas pandangan lebih terhadap orang yang punya kedudukan tinggi, yang
punya kekayaan melimpah, sehingga rakyat banyak telah menyimpan imej
bertahun-tahun bahwa di negeri ini keadilan itu dapat dibeli. Lebih jauh
kesamaan itu dijabarkan Rachman di bukunya Political Science and
Government dalam Ramly Hutabarat di bukunya Hukum dan Demokrasi
(1999) yaitu, yakni: a. Manusia secara alamiah dilahirkan sama (Natural
Equality) b. Setiap masyarakat memiliki kesamaan hak sipil c. Semua warga
negara memiliki hak yang sama mendapatkan lapangan pekerjaan d. Semua
warga Negara sama kedudukannya dalam politik. QS.4:135.”Wahai orang-
orang yang beriman jadilah kamu orang yang tegak menegakkan keadilan,
menjadi saksi kebenaran karena Allah, biarpun terhadap dirimu sendiri atau
ibu bapakmu atau kerabatmu”.
(Refrensi : file:///C:/Users/Asus%20x453m/Downloads/122-163-1-PB.pdf)
B. Hakikat Keadilan
Kata “adil” dalam Bahasa Indonesia, berarti ”tidak berat sebelah, tidak
memihak, berpihak kepada yang benar, berpegang kepada kebenaran,
sepatutnya, da n t i da k se we n an g - we n an g ” (Depdikbud, 1990: 6-
7). Dalam bahasa Arab, keadilan berarti kesamaan, berasal dari kata kerja
(fi’il) ‘adala dan mashdarnya adalah al-‘adl dan al-idl. Al-‘adl untuk
menunjukkan sesuatu yang hanya ditangkap oleh bashirah (akal fikiran),
dan al-‘idl untuk menunjukkan keadilan yang bisa ditangkap oleh panca
indera. Contoh yang pertama adalah keadilan di bidang hukum, dan
contoh yang kedua antara lain: keadilan dalam timbangan, ukuran, dan
hitungan (al-Asfahani, 1972: 336). M. Quraisy Shihab (1996: 111)
mengatakan bahwa keadilan yang berarti kesamaan memberi kesan adanya
dua pihak atau lebih, karena kalau hanya satu pihak, tidak akan terjadi
adanya persamaan. Makanya kata al-‘adl, diungkapkan oleh Al-Qur`an
antara lain dengan kata al-‘adl, al-qisth, dan al-mizan. Sementara itu,
Majid Khadduri (1999: 8) menyebutkan, sinonim kata al-‘adl; al-qisth,

44
al-qashd, al-istiqamah, al-wasath, al-nashib, dan al-hishsha. Kata adil itu
mengandung arti: pertama; meluruskan atau duduk lurus, mengamandemen
atau mengubah, kedua; melarikan diri, berangkat atau mengelak dari satu
jalan yang keliru menuju jalan lain yang benar, ketiga sama atau sepadan
atau menyamakan, dan keempat; menyeimbangkan atau mengimbangi,
sebanding atau berada dalam suatu keadaan yang seimbang. Para pakar
agama Islam, umumnya, merumuskan keadilan menjadi empat makna (M.
Quraisy Shihab, 1996: 114-11 6): Pertama, adil dalam arti sama. Dengan
pengertian, adil, artinya memperlakukan sama antara orang yang satu
dengan orang lain. Maksud persamaan di sini adalah persamaan dalam
hak. Dalam surat al-Nisa (4): 58 dinyatakan "Apabila kamu sekalian
memutuskan perkara di antara manusia, maka kamu sekalian harus
memutuskan secara adil". (Q.S. An-Nisa [4]: 58). Al-adl pada ayat ini,
menurut Quraisy Shihab (1996: 114), berarti persamaan, dalam arti bahwa
seorang hakim harus memperlakukan sama antara orang-orang yang
berperkara, karena perlakuan sama antara para pihak yang berperkara itu
merupakan hak mereka. Murtadha Muthahari (1992: 56), dalam pengertian
yang sama, mengatakan bahwa keadilan dalam arti persamaan ini bukan
berarti menafikan keragaman kalau dikaitkan dengan hak kepemilikan.
Persamaan itu harus diberikan kepada orang-orang yang mempunyai hak
kepemilikan yang sama. Jika persamaan itu diberikan kepada orang-orang
yang mempunyai hak kepemilikan yang berbeda, yang terjadi bukan
persamaan tapi kezaliman. Al-Qur`an mengisahkan dua orang berperkara
yang datang kepada Nabi Dawud AS untuk mencari keadilan. Orang
pertama memiliki sembilan puluh sembilan ekor kambing betina, sedang
orang ke dua memiliki seekor. Orang pertama mendesak agar ia diberi
pula yang seekor itu agar genap menjadi seratus ekor. Keputusan Nabi
Dawud AS, bukan membagi kambing itu dengan jumlah yang sama, tapi
menyatakan bahwa pihak pertama telah berlaku aniaya terhadap pihak
yang kedua. Kedua, adil dalam arti seimbang yang identik dengan
kesesuaian/ proporsional. Keseimbangan tidak mengharuskan persamaan
kadar dan sarat bagi semua bagian unit agar seimbang. Petunjuk Al-

45
Qur`an yang membedakan antara yang satu dengan yang lain, seperti
pembedaan laki-laki dan perempuan pada beberapa hak warisan dan
persaksian–apabila ditinjau dari sudut pandang keadilan-harus dipahami
dalam arti keseimbangan, bukan persamaan. Keadilan dalam pengertian ini
menimbulkan keyakinan bahwa Allah yang Maha Bijaksana dan Maha
Mengetahui menciptakan dan mengelola segala sesuatu dengan ukuran,
kadar dan waktu tertentu guna mencapai tujuan. Keyakinan itu akan
mengantarkan kepada keadilan Ilahi. (M. Quraisy Shihab, 1996: 118).
Firman Allah swt, surat al-Rahman (55) ayat 7 menyatakan: “Dan Allah
telah meninggikan langit dan ia menegakkan neraca (keadilan)". (Q.S.
Al-Rahman [55]: 7). Keadilan di sini mengandung pengertian
keseimbangan sunnatullah yang berlaku di seluruh langit. Ketiga, adil
dalam arti “perhatian terhadap hak-hak individu dan memberikan hak-hak
itu kepada para pemiliknya”. Lawan keadilan dalam pengertian ini adalah
kezaliman. Murtadha Muthahhari (1992: 56) menamakan keadilan ini
dengan keadilan sosial. Agar Individu-individu dalam masyarakat dapat
meraih kebahagian dalam bentuk yang lebih baik, maka hak-hak dan
preferensi-preferensi individu itu, mesti dipelihara dan diwujudkan.
Keadilan, dalam hal ini, bukan berarti mempersamakan semua anggota
masyarakat, melainkan mempersamakan mereka dalam kesempatan
mengukir prestasi. Keempat, adil yang dinisbahkan kepada Ilahi. Adil di
sini berarti memelihara kewajiban atas berlanjutnya eksistensi, tidak
mencegah kelanjutan eksistensi dan perolehan rahmat sewaktu terdapat
banyak kemungkinan untuk itu. Keadilan Allah swt pada dasarnya
merupakan rahmat dan kebaikannya. Firman Allah swt yang terdapat pada
surat Hud (11) ayat 6 menegaskan"Dan tidak ada suatu binatang melata pun
di bumi ini melainkan Allah-lah yang memberi rizkinya …” Binatang
melata, pada ayat ini, berarti segenap mahluk Allah yang bernyawa...(Q.S.
Hud [11]: 6). Ayat lain yang menunjukkan hal yang sama adalah surat
Fushilat (41) ayat 46 "Siapa yang beramal shaleh, maka akan dia terima
untuk dirinya dan siapa yang berbuat jahatm, dia akan terima balasannya.
Dan Tuhanmu tidak berlaku aniaya kepada hamba-hambanya”. (Q.S.

46
Fussilat [41]: 46). Menurut Murtadha Muttahari (1992: 63), keadilan ilahi,
merupakan persoalan yang menarik semua orang, melibatkan orang-orang
desa yang buta aksara dan para filosuf yang pemikir. Oleh karena itu,
keadilan Tuhan memiliki urgensi khusus, dan merupakan persoalan yang
tiada taranya. Para teolog muslim tidak kunjung selesai
memperbincangkan masalah tersebut. Syi’ah dan Mu’tazilah memandang
keadilan sebagai prinsip ke dua di dalam ushuluddin (pokok-pokok
agama).
(Refrensi :
https://www.researchgate.net/publication/330709174_TUNTUTAN_KEAD
ILAN_PERSPEKTIF_HUKUM_ISLAM)
C. Penegakan Hukum dalam Perspektif Islam
Islam telah menggariskan sejumlah aturan untuk menjamin keberhasilan
penegakkan hukum antara lain:
1. Semua produk hukum harus bersumber dari wahyu.
Seluruh konstitusi dan perundang-undangan yang diberlakukan dalam
Daulah Islamiyah bersumber dari wahyu. Ini bisa dipahami karena
netralitas hukum hanya bisa diwujudkan tatkala hak penetapan hukum
tidak berada di tangan manusia, tetapi di tangan Zat Yang menciptakan
manusia. Menyerahkan hak ini kepada manusia—seperti yang terjadi
dalam sistem demokrasi-sekular—sama artinya telah memberangus
“netralitas hukum”.

Dalam sistem Islam, sekuat apapun upaya untuk mengintervensi hukum


pasti akan gagal. Pasalnya, hukum Allah SWT tidak berubah, tidak akan
pernah berubah, dan tidak boleh diubah. Khalifah dan aparat negara hanya
bertugas menjalankan hukum, dan tidak berwenang membuat atau
mengubah hukum. Mereka hanya diberi hak untuk melakukan ijtihad serta
menggali hukum syariah dari al-Quran dan Sunnah Nabi saw.
2. Kesetaraan di depan hukum.
Di mata hukum Islam, semua orang memiliki kedudukan setara; baik ia
Muslim, non-Muslim, pria maupun wanita. Tidak ada diskriminasi,

47
kekebalan hukum, atau hak istimewa. Siapa saja yang melakukan tindakan
kriminal (jarimah) dihukum sesuai dengan jenis pelanggarannya.
Dituturkan dalam riwayat sahih, bahwa pernah seorang wanita bangsawan
dari Makhzum melakukan pencurian. Para pembesar mereka meminta
kepada Usamah bin Zaid agar membujuk Rasulullah saw. agar
memperingan hukuman. Rasulullah saw. murka seraya bersabda:

‫ِيف أَقَا ُموا‬


ُ ‫ضع‬ َّ ‫س َرقَ فِي ِه ُم ال‬َ ‫يف ت ََر ُكوهُ َوإِذَا‬ ُ ‫ش ِر‬ َّ ‫س َرقَ فِي ِه ُم ال‬ َ ‫إِنَّ َما أ َ ْهلَكَ الَّ ِذينَ قَ ْبلَ ُك ْم أَنَّ ُه ْم كَانُوا إِذَا‬
َ َ‫ت َلق‬
‫ط ْعتُ يَدَهَا‬ َ ‫علَ ْي ِه ْال َحدَّ َوا ْي ُم هللاِ لَ ْو أ َ َّن فَاطِ َمةَ بِ ْنتَ ُم َح َّمد‬
ْ َ‫س َرق‬ َ

Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah


tatkala ada orang yang terhormat mencuri, mereka biarkan; jika orang
lemah yang mencuri, mereka menegakkan had atas dirinya. Demi Zat
Yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, seandainya Fatimah putri
Muhammad mencuri niscaya akan aku potong tangannya (HR al-Bukhari).

Imam al-Bukhari juga menuturkan sebuah riwayat dari Rafi’ bin Khudaij,
yang berkata, “Serombongan orang Anshar pergi ke Khaibar.
Sesampainya di sana, mereka berpisah-pisah. Lalu mereka mendapati
salah satu anggota rombongan terbunuh. Mereka berkata kepada orang
yang mereka jumpai (Orang-orang Yahudi), ’Sungguh kalian telah
membunuh sahabat kami.’ Orang-orang Yahudi Khaibar itu menjawab,
’Kami tidak mengetahuai pembunuhnya.’ Orang-orang Anshar itu pun
menghadap menghadap Nabi saw., seraya berkata, “Ya Rasulullah, kami
telah pergi ke Khaibar, dan kami mendapati salah satu anggota rombongan
kami terbunuh.’ Nabi saw. bersabda, ’Al-Kubra al-kubra (Sungguh sangat
besar).’ Kemudian Nabi saw bersabda kepada mereka agar mereka
menghadirkan dua orang saksi yang menyaksikan orang yang membunuh
anggota rombongannya. Mereka berkata, ’Kami tidak mempunyai bukti.’
Rasulullah saw. bersabda, ’Mereka (orang-orang Yahudi Khaibar) harus
bersumpah.’ Orang-orang Anshar itu berkata, ’Kami tidak ridha dengan
sumpahnya orang Yahudi.’ Rasulullah saw. menolak untuk membatalkan

48
darahnya. Lalu Rasulullah saw. membayarkan diyat 100 ekor unta
sedekah.” (HR al-Bukhari).

Saat itu Khaibar menjadi bagian Negara Islam. Penduduknya didominasi


orang Yahudi. Ketika orang Yahudi bersumpah tidak terlibat dalam
pembunuhan, Rasulullah saw. pun tidak menjatuhkan vonis kepada
mereka karena ketiadaan bukti dari kaum Muslim. Bahkan beliau
membayarkan diyat atas peristiwa pembunuhan tersebut. Hadis ini
menunjukkan bahwa semua orang memiliki kedudukan setara di mata
hukum, tanpa memandang perbedaan agama, ras, dan suku.
3. Mekanisme pengadilan efektif dan efisien.
Mekanisme pengadilan dalam sistem hukum Islam efektif dan efisien. Ini
bisa dilihat dari beberapa hal berikut ini. Pertama: keputusan hakim di
majelis pengadilan bersifat mengikat dan tidak bisa dianulir oleh
keputusan pengadilan manapun. Kaedah ushul fikih menyatakan:

ِ ْ ‫ض ِب‬
‫اَل ْجتِ َها ِد‬ ُ َ‫ا َ ْ َِل ْجتِ َهادُ َلَ يُ ْنق‬

Sebuah ijtihad tidak bisa dianulir dengan ijtihad yang lain.

Keputusan hakim hanya bisa dianulir jika keputusan tersebut menyalahi


nas syariah atau bertentangan dengan fakta. Keputusan hakim adalah
hukum syariah yang harus diterima dengan kerelaan. Oleh karena itu,
pengadilan Islam tidak mengenal adanya keberatan (i’tiradh), naik
banding (al-istinaf) dan kasasi (at- tamyiiz). Dengan begitu penanganan
perkara tidak berlarut-larut dan bertele-tele. Diriwayatkan bahwa Khalifah
Umar ra. pernah memutuskan hukum musyarakah karena tidak adanya
saudara sepupu. Lalu ia menetapkan bagian di antara saudara tersebut
dengan musyarakah. Khalifah Umar lalu berkata, “Yang itu sesuai dengan
keputusanku, sedangkan yang ini juga sesuai dengan keputusanku.”

49
Beliau menerapkan dua hukum tersebut sekalipun keduanya bertentangan.
Khalifah Umar juga pernah memutuskan bagian kakek dengan ketentuan
yang berbeda-beda, namun dia tidak mencabut keputusannya yang
pertama (Abdul Qadim Zallum, Nizham al-Hukmi fi al-Islam, ed. IV,
1996, Daar al-Ummah, Beirut, Libanon, hlm. 1920).

Para Sahabat ra. menetapkan hukum atas suatu persoalan yang berbeda
dengan keputusan Khalifah sebelumnya, namun mereka tidak menghapus
keputusan-keputusan yang lain.

Kedua: Mekanisme pengadilan dalam majelis pengadilan mudah dan


efisien. Jika seorang pendakwa tidak memiliki cukup bukti atas
sangkaannya, maka qadhi akan meminta terdakwa untuk bersumpah. Jika
terdakwa bersumpah, maka ia dibebaskan dari tuntutan dan dakwaan
pendakwa. Namun, jika ia tidak mau bersumpah maka terdakwa akan
dihukum berdasarkan tuntutan dan dakwaan pendakwa. Sebab, sumpah
(qasam) bisa dijadikan sebagai alat bukti untuk menyelesaikan sengketa.
Penghapusan sumpah sebagai salah satu alat bukti (bayyinah) dalam
sistem hukum sekuler menjadikan proses pengadilan menjadi rumit dan
bertele-tele.

Ketiga: Kasus-kasus yang sudah kadaluwarsa dipetieskan, dan tidak


diungkit kembali, kecuali yang berkaitan dengan hak-hak harta. Pasalnya,
kasus lama yang diajukan ke sidang pengadilan ditengarai bermotifkan
balas dendam. Keempat: Ketentuan persaksian yang
memudahkan qadhi memutuskan sengketa di antaranya adalah:
(1) Seorang baru absah bersaksi atas suatu perkara jika ia menyaksikan
sendiri, bukan karena pemberitahuan orang lain;
(2) Syariah menetapkan orang tertentu yang tidak boleh bersaksi, yakni,
orang yang tidak adil, orang yang dikenai had dalam kasus qadzaf, laki-
laki maupun wanita pengkhianat, kesaksian dari orang yang memiliki rasa
permusuhan, pelayan yang setia pada tuannya, kesaksian anak terhadap

50
bapaknya, atau kesaksian bapak terhadap anaknya, kesaksian seorang
wanita terhadap suaminya, atau kesaksian suami terhadap isterinya;
(3) Adanya batas atas nishab kesaksian, yang memudahkan
seorang qadhi dalam menangani perkara.
Kelima: dalam kasus ta’zir, seorang qadhi diberi hak memutuskan
berdasarkan ijtihadnya.
4. Hukum merupakan bagian integral dari keyakinan.
Seorang Muslim wajib hidup sejalan dengan syariah. Kewajiban ini hanya
bisa diwujudkan tatkala ia sadar syariah. Penegakkan hukum menjadi lebih
mudah, karena setiap Muslim, baik penguasa maupun rakyat, dituntut oleh
agamanya untuk memahami syariah sebagai wujud keimanan dan
ketaatannya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.

Seorang Muslim menyadari penuh bahwa ia wajib hidup sejalan dengan


syariah. Kesadaran ini mendorong setiap Muslim untuk memahami hukum
syariah. Sebab, hukum syariah menjadi bagian tak terpisahkan dari
keyakinan dan peribadahan mereka kepada Allah SWT. Penegakan hukum
menjadi lebih mudah karena ia menjadi bagian tak terpisahkan dari
keyakinan kaum Muslim. Berbeda dengan sistem hukum sekular; hukum
yang diterapkan berasal dari manusia yang terus berubah, bahkan acapkali
bertentangan dengan keyakinan penduduknya. Penegakkan hukum sekular
justru mendapat penolakan dari warga negaranya, khususnya kaum
Muslim.
5. Lembaga Peradilan Tidak Tumpang Tindih.
Qadhi diangkat oleh Khalifah atau struktur yang diberi kewenangan
Khalifah. Qadhi secara umum dibagi menjadi tiga; yakni qadhi
khushumat, qadhi hisbah dan qadhi mazhalim. Qadhi khushumat bertugas
menyelesaikan persengketaan yang menyangkut kasus ’uqubat dan
mu’amalah. Qadhi hisbah bertugas menyelesaikan penyimpangan yang
merugikan kepentingan umum. Qadhi mazhalim bertugas menyelesaikan
persengketaan rakyat dengan negara, baik pegawai, pejabat pemerintahan,

51
maupun Khalifah. Lembaga-lembaga tersebut memiliki kewenangan dan
diskripsi tugas yang tidak memungkinkan terjadinya tumpang tindih.

Mahkamah peradilan bisa dibentuk berdasarkan teritorial; bisa tingkat


pusat, wilayah, maupun imarah. Di tiap wilayah atau imarah bisa dibentuk
beberapa mahkamah peradilan. Rasulullah saw. pernah mengangkat ‘Ali
bin Abi Thalib dan Muadz bin Jabal sebagai qadhi di Yaman. Jika ada tarik
ulur antara penuntut dan pihak tertuntut, yang dimenangkan adalah pihak
penuntut. Jika penuntut meminta diadili di Yaman, sedangkan tertuntut
minta di Mesir, maka permintaan penuntut yang dimenangkan. Alasannya,
penuntut adalah pihak yang menuntut haknya, sehingga lebih kuat.

Mahkamah peradilan bisa dibentuk berdasarkan kasus yang ditangani.


Misalnya, Mahkamah A untuk menangani kasus hudud dan jinayat saja,
tidak berwenang menangani kasus ta’zir, dan lain sebagainya. Nabi saw.
mengangkat Hudzaifah al-Yaman, Saad bin Muadz, Abu Bakar, ‘Umar,
Amr bin al-‘Ash dan lain-lain untuk memutuskan perkara tertentu, untuk
masa tertentu. Ketetapan semacam ini juga pernah terjadi pada masa
Kekhilafahan Islam. Abu ‘Abdillah az-Zubair berkata, “Beberapa waktu
yang lalu, para pemimpin di Bashrah pernah mengangkat qadhi yang
bertugas menyelesaikan permasalahan hukum diMasjid Jami’. Mereka
menamakannya sebagai qadhi masjid. Ia berwenang menyelesaikan
perkara harta yang nilainya dua ratus dirham dan dua puluh dinar atau
lebih sedikit darinya. Ia juga berwenang menentukan besarnya nafkah
yang harus diberikan (seperti nafkah suami kepada istri). Qadhi ini tidak
boleh menjalankan tugasnya di tempat lain, juga tidak boleh menangani
kasus keuangan yang lebih besar dari apa yang telah ditetapkan tadi, serta
kasus lain yang tidak menjadi wewenangnya.” (Imam al-Mawardi, Ahkam
as-Sulthaniyah). Ketentuan ini bisa diberlakukan di pusat, wilayah,
maupun imarah.Dengan ketetapan seperti ini, tumpang-tindih kewenangan
bisa dianulir.
6. Setiap keputusan hukum ditetapkan di majelis peradilan.

52
Keputusan qadhi bersifat mengikat jika dijatuhkan di dalam majelis
persidangan. Pembuktian baru diakui jika diajukan di depan majelis
persidangan. Atas dasar itu, keberadaan majelis persidangan merupakan
salah satu syarat absahnya keputusan seorang qadhi. Yang dimaksud qadhi
di sini adalah qadhi khushumat.

Adapun qadhi hisbah dan qadhi mazhalim tidak membutuhkan majelis


persidangan khusus. Qadhi hisbahdan mazhalim bisa memutuskan perkara
saat berada di tempat, atau tatkala terjadi tindak pelanggaran terhadap hak-
hak masyarakat, atau ketika terjadi tindak kezaliman yang dilakukan oleh
penguasa. Sebab, perkara-perkara yang ditangani oleh qadhi hisbah dan
qadhi mazhalim tidak mensyaratkan adanya pihak penuntut maupun
tertuduh. Qadhi hisbah maupun mazhalim bisa menjatuhkan sanksi begitu
terbukti ada pelanggaran..
(Refrensi
:https://ervanavrian.wordpress.com/2015/04/07/penegakanhukumislam/)
4. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf dan Nahi Munkar
A. Amar makruf nahi mungkar (bahasa Arab: ‫اْلمر بالمعروف والنهي عن المنكر‬, al-
amr bi-l-maʿrūf wa-n-nahy ʿani-l-munkar) adalah sebuah frasa dalam
bahasa Arab yang berisi perintah menegakkan yang benar dan melarang
yang salah. Dalam ilmu fikih klasik, perintah ini dianggap wajib bagi
kaum Muslim. "Amar makruf nahi mungkar" telah dilembagakan di
beberapa negara, contohnya adalah di Arab Saudi yang memiliki Komite
Amar Makruf Nahi Mungkar (Haiʾat al-amr bi-l-maʿrūf wa-n-nahy ʿani-l-
munkar). Di kekhalifahan-kekhalifahan sebelumnya, orang yang
ditugaskan menjalankan perintah ini disebut muhtasib. Sementara itu, di
Barat, orang-orang yang mencoba melakukan amar makruf nahi mungkar
disebut polisi syariah.
(Refrensi : https://id.wikipedia.org/wiki/Amar_makruf_nahi_mungkar)

B. Kewajiban Ber’Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar bagi

53
Mengajak orang untuk berbuat kebaikan dan mencegah atau melarang
mereka dari berbuat kemungkaran, yang dalam istilah syara’ dikenal
dengan nama amar ma’ruf dan nahi mungkar, ia adalah satu tiang agama.
Sebagian ulama kita pernah berkata jika seandainya Islam itu memiliki
enam tiang maka niscaya yang keenamnya adalah amar ma’ruf dan nahi
mungkar. Setelah mengucapkan dua kalimat syahadat, mendirikan shalat,
berpuasa di bulan suci Ramadhan, menunaikan Zakat dan berhaji.
kata sebagian ulama kita jikapun ada rukun Islam yang keenam dan ingin
ditambahkan maka dia adalah amar ma’ruf dan nahi mungkar.
Mengapa? Sebab kedudukannya yang tinggi, dan begitu pentingnya hal
itu, maka ada perintah tegas didalam Al Qur’an dan Sunnah-Sunnah
Rasulullah Rakan hal ini.

Di dalam Al-Qur’an Allah I menyebutkan secara variatif ayat-ayat untuk


kaum mukminin mengamalkan hal ini. Terkadang disebutkan dalam
bentuk perintah, maupun dalam bentuk predikat terbaik bagi orang-orang
yang melakukannya. Dan kadang disebutkan dalam bentuk azab yang
turun akibat ditinggalkan.

Didalam surah Ali Imran ayat 110 misalnya Allah Azza wa Jalla
berfirman:

َ َ‫اس تَأْ ُم ُرونَ ِب ْال َم ْع ُروفِ َوت َ ْن َه ْون‬


ِ ِّ ‫ع ِن ْال ُمنك َِر َوتُؤْ مِ نُونَ ِب‬
‫اَلل َولَ ْو آ َمنَ أ َ ْه ُل‬ ْ ‫ُكنت ُ ْم َخي َْر أ ُ َّمة أ ُ ْخ ِر َج‬
ِ َّ‫ت لِلن‬
١١٠﴿ َ‫ب لَ َكانَ َخيْرا ً لَّ ُهم ِ ِّم ْن ُه ُم ْال ُمؤْ مِ نُونَ َوأَ ْكثَ ُرهُ ُم ْالفَا ِسقُون‬
ِ ‫﴾ ْال ِكتَا‬

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,


menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan
beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih
baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik.”

54
Perintah yang diturunkan kepada kaum muslimin secara keseluruhan dan
secara khusus kepada sekelompok dari umat ini.

Dalam ayat yang lain, masih di surah Ali Imran Allah I memberikan
predikat khairu ummah (umat terbaik) kepada umat Islam, disebabkan
karena mereka selalu mengajak sesamanya umat manusia untuk tunduk
kepada aturan Allah dan mencegah mereka dari perbuatan kemungkaran.

‫ُك ْنت ُ ْم َخي َْر أ ُ َّمة‬

Artinya : “kalian adalah umat terbaik”

Dalam lanjutan ayatnya disebutkan bahwa umat terbaik yang pernah


dikeluarkan kepada seluruh umat manusia diatas permukaan bumi ini.
Kata-kata “Kamu adalah umat yang terbaik” artinya umat termulia dari
seluruh umat yang pernah ada, ya umat Islam adalah yang termulia dan
tertinggi. Kenapa? Allah menyebutkan sebabnya:

َ َ‫تَأْ ُم ُرونَ بِ ْال َم ْع ُروفِ َوت َ ْن َه ْون‬


َّ ِ‫ع ِن ْال ُم ْنك َِر َوتُؤْ مِ نُونَ ب‬
ِ‫اَلل‬

Artinya : “Kamu suka mengajak orang berbuat baik, mencegah dan


melarang mereka dari berbuat kemungkaran dan beriman kepada Allah
Jalla wa ‘Ala”

Kata para ulama Tafsir beriman kepada Allah hendaknya disebutkan yang
pertama sebab amar ma’ruf dan nahi mungkar adalah bagian dari iman.
Tetapi dalam ayat ini beriman kepada Allah disebutkan terakhir. Bahkan
didahulukan amar ma’ruf nahi mungkar hal itu adalah demi menunjukkan
keutamaannya, menunjukkan kemuliaannya dan perintah Allah yang
begitu kuat terhadap terhadap amar ma’ruf dan nahi mungkar.

55
Di dalam ayat lain Allah I malah menggambarkan laknat yang Allah
turunkan kepada kaum yang tidak menegakkan amar ma’ruf dan nahi
mungkar ditengah masyarakat mereka. Di dalam surah Al Maidah, Allah
berfirman,

Allah telah melaknat orang-orang kafir dari kalangan ahlul kitab lewat
lisan Nabi Daud dan Nabi Isa putra Maryam alaihumus wassalatu
wassalam.

ْ‫صوا َّوكَانُوا‬
َ ‫ع‬َ ‫سى اب ِْن َم ْر َي َم ذَلِكَ ِب َما‬
َ ‫ان دَ ُاوودَ َوعِي‬
ِ ‫س‬ َ ‫لُعِنَ الَّذِينَ َكف َُرو ْا مِ ن َبنِي ِإس َْرائِي َل‬
َ ‫علَى ِل‬
٧٨﴿ َ‫﴾ َي ْعتَدُون‬

“Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israel dengan lisan Daud dan
Isa putra Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan
selalu melampaui batas.” (QS. Al-Maidah [5]: 78).

Mengapa?

٧٩﴿ َ‫س َما كَانُواْ يَ ْفعَلُون‬


َ ْ‫عن ُّمنكَر فَعَلُوهُ لَبِئ‬
َ َ‫“ ﴾كَانُواْ َلَ يَتَنَاه َْون‬Mereka satu sama lain
selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat.
Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (QS.
Al-Maidah[5]:78).

Mereka tidak saling mencegah dari perbuatan kemungkaran, tidak saling


melarang dari perbuatan kemaksiatan. Bahkan kata Allah ta’ala mereka
justru melakukannya, mereka justru memperbuatnya.

Kata Abdullah Bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma, yang dimaksud dari ayat
tersebut adalah para ulama dari kalangan ahlul kitab yang melihat
kemungkaran, menyaksikan kemungkaran ditengah masyarakat mereka.
Awalnya mereka mengingkari, mereka tidak setuju dan mereka menegur,

56
tetapi karena ketidaksabaran mereka, akhirnya mereka tinggalkan
perbuatan amar ma’ruf nahi mungkar itu. Mereka justru yang
meninggalkan nahi mungkar.

Akhirnya sifat sensitivitas dalam diri merekapun dicabut. Mereka tidak


lagi menganggap kemungkaran sebagai kemungkaran karena sudah
terbiasa dilakukan oleh orang maka mereka menganggapnya sebagai
sesuatu yang biasa, justru merekapun terjatuh di dalamnya. Merekapun
melakukannya. Merekapun memperbuatnya. Maka kata Allah. Mereka
dilaknat dijauhkan dari rahmat Allah.
(Refrensi : http://rumahtarbiyah.com/kewajiban-ber-amar-maruf-nahi-
mungkar/)
C. Syarat para penegak amar ma’ruf nahi mungkar
1. Ilmu dan pemahaman sebelum memerintah dan melarang.
Apabila tidak ada ilmu, dapat dipastikan yang ada adalah
kebodohan dan kecenderungan mengikuti hawa nafsu. Padahal
siapa saja yang beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala tanpa
ilmu, maka kerusakan yang diakibatkannya jauh lebih dominan
daripada kebaikan yang diharapkan.
Dalam kaitannya dengan amar ma’ruf nahi mungkar, ilmu yang
harus dimiliki meliputi tiga hal, antara lain: Mengetahui yang
ma’ruf dan yang mungkar serta dapat membedakan antara
keduanya; Mengetahui dan memahami keadaan objek yang
menjadi sasarannya; serta mengetahui dan menguasai metode atau
langkah yang tepat dan terbaik sesuai dengan petunjuk jalan yang
lurus (ketentuan syariat). Tujuan utamanya adalah supaya tercapai
maksud yang diinginkan dari proses amar ma’ruf nahi mungkar
dan tidak menimbulkan kemungkaran yang lain.
2. Lemah lembut dalam beramar ma’ruf dan bernahi mungkar.
Penyambutan yang baik, penerimaan, dan kepatuhan adalah
harapan yang tidak mustahil apabila proses amar ma’ruf nahi
mungkar selalu dihiasi oleh kelembutan.

57
Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyatakan
dalam sabdanya:

َ ‫علَى ْالعُ ْنفِ َو َما ََل يُعْطِ ي‬


‫علَى‬ ِ ‫الر ْف‬
َ ‫ق َما ََل يُعْطِ ي‬ َ ‫الر ْفقَ َويُعْطِ ي‬
ِّ ِ ‫علَى‬ َ ‫ِإ َّن‬
ِّ ِ ُّ‫هللا َرفِيق يُحِ ب‬
ُ‫َما س َِواه‬

“Sesungguhnya Allah Mahalembut dan menyukai sikap lemah


lembut dalam tiap urusan. Allah subhanahu wa ta’ala akan
memberikan kepada sikap lemah lembut sesuatu yang tidak akan
diberikan kepada sikap kaku atau kasar dan Allah subhanahu wa
ta’ala akan memberikan apa-apa yang tidak diberikan kepada
selainnya.” (HR. Muslim “Fadhlu ar-Rifq” no. 4697, Abu Dawud
“Fi ar-Rifq” no. 4173, Ahmad no. 614, 663, 674, dan 688, dan ad-
Darimi “Bab Fi ar-Rifq” no. 2673)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

ُ‫ش ْيء ِإ ََّل شَانَه‬


َ ‫ش ْيء ِإ ََّل زَ انَهُ َو ََل يُ ْنزَ عُ مِ ْن‬
َ ‫الر ْفقَ ََل يَ ُكو ُن فِي‬
ِّ ِ ‫ِإ َّن‬

“Tidaklah sikap lemah lembut itu ada dalam sesuatu, melainkan


akan menghiasinya, dan tidaklah sikap lemah lembut itu dicabut
dari sesuatu, melainkan akan menghinakannya.” (HR. Muslim no.
4698, Abu Dawud no. 2119, dan Ahmad no. 23171, 23664, 23791)

Al-Imam Sufyan ibnu Uyainah rahimahullah mengatakan, “Tidak


boleh beramar ma’ruf dan bernahi mungkar selain orang yang
memiliki tiga sifat: lemah lembut, bersikap adil (proporsional), dan
berilmu yang baik.”
Termasuk sikap lemah lembut apabila senantiasa memerhatikan
kehormatan dan perasaan manusia. Oleh karena itu, dalam beramar
ma’ruf nahi mungkar hendaknya mengedepankan kelembutan dan

58
tidak menyebarluaskan aib atau kejelekan. Kecuali, mereka yang
cenderung senang dan bangga untuk menampakkan aibnya sendiri
dengan melakukan kemungkaran dan kemaksiatan secara terang-
terangan. Sebab itu, tidak mengapa untuk mencegahnya dengan
cara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi.
Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Siapa yang
menasihati saudaranya dengan sembunyi-sembunyi, sungguh ia
benar-benar telah menasihatinya dan menghiasinya. Siapa yang
menasihati saudaranya dengan terang-terangan (di depan khalayak
umum), sungguh ia telah mencemarkannya dan menghinakannya.”
(Syarh Shahih Muslim)
3. Tenang dan sabar menghadapi kemungkinan adanya gangguan
setelah beramar ma’ruf nahi mungkar.
Gangguan seolah-olah menjadi suatu kemestian bagi para penegak
amar ma’ruf nahi mungkar. Oleh karena itu, jika tidak memiliki
ketenangan dan kesabaran, tentu kerusakan yang ditimbulkannya
jauh lebih besar daripada kebaikan yang diinginkan.
Al-Imam ar-Razi rahimahullah menjelaskan bahwa orang yang
beramar ma’ruf nahi mungkar itu akan mendapat gangguan, maka
urusannya adalah bersabar.
Al-Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah juga mengemukakan bahwa
para rasul adalah pemimpin bagi para penegak amar ma’ruf nahi
mungkar. Allah subhanahu wa ta’ala telah memerintah mereka
semua agar bersabar, seperti firman-Nya:
“Maka bersabarlah engkau (Muhammad) sebagaimana kesabaran
rasul-rasul yang memiliki keteguhan hati, dan janganlah engkau
meminta agar azab disegerakan untuk mereka. Pada hari mereka
melihat azab yang dijanjikan, merasa seolah-olah tinggal (di dunia)
hanya sesaat saja pada siang hari. Tugasmu hanya menyampaikan.
Maka tidak ada yang dibinasakan, selain kaum yang fasik (tidak
taat kepada Allah subhanahu wa ta’ala).” (al-Ahqaf: 35)
“Dan karena Rabbmu, bersabarlah!” (al-Mudatstsir: 7)

59
“Dan bersabarlah (Muhammad) menunggu ketetapan Rabbmu,
karena sesungguhnya engkau berada dalam pengawasan Kami,
dan bertasbihlah dengan memuji Rabbmu ketika engkau bangun.”
(at-Thur: 48)

Allah subhanahu wa ta’ala juga menyebutkan wasiat Luqman


kepada putranya dalam firman-Nya:
“Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia)
berbuat yang ma’ruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar
dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya
yang demikian itu termasuk perkara yang penting.” (Luqman: 17)

Seseorang yang beramar ma’ruf nahi mungkar berarti telah


memosisikan dirinya sebagai penyampai kebenaran. Padahal tidak
setiap orang ridha dan suka dengan kebenaran. Oleh karena itu, ia
pasti akan mendapat gangguan, dan itu menjadi cobaan serta ujian
baginya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya
dengan mengatakan, ‘Kami telah beriman’, dan mereka tidak
diuji? Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum
mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan
pasti mengetahui orang-orang yang dusta.” (al-‘Ankabut: 2—3)
(Refrensi : https://asysyariah.com/kewajiban-amar-maruf-nahi-
mungkar-2/)
5. Fitnah Akhir Zaman
A. Pengertian Fitnah
Kata fitnah berarti musibah, cobaan, dan ujian. Kata ini disebutkan secara
berulang di dalam al-Qur’an pada hampir 70 ayat (lihat al-Mu’jam al-
Mufahras), dan seluruh maknanya berkisar pada ketiga makna di atas. Kata
fitnah bisa juga bermakna sesuatu yang mengantarkan

60
kepada adzab Allah, seperti firman-Nya: “Ketahuilah, bahwa mereka telah
terjerumus ke dalam fitnah…” (QS. at-Taubah: 49)
Di sisi lain, kata fitnah bermakna ujian, sebab keduanya bisa digunakan dalam
konteks kesulitan maupun kesenangan yang diterima seseorang. Hanya saja,
makna “kesulitan” lebih sering digunakan. Allah berfirman (yang artinya):
“Dan Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai
cobaan (yang sebenar-benarnya)…” (QS. al-Anbiyaa’: 35)
(Mufradat Alfazh al-Qur’an al-Karim karya ar-Raghib al-Ashfahani)
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwasanya pengertian fitnah adalah
hal-hal dan kesulitan-kesulitan yang Allah timpakan kepada hamba-hamba-
Nya sebagai ujian dancobaan yang mengandung hikmah. Biasanya fitnah
terjadi secara umum, namun ada juga fitnah yang terjadi secara khusus. Pada
akhirnya, berkat karunia Allah, fitnah itu diangkat sehingga meninggalkan
dampak yang baik bagi orang-orang yang berbuat kebaikan dan yang beriman,
sebaliknya meninggalkan dampak yang buruk bagi mereka yang berbuat
kejahatan dan tidakberiman. Wallaahu a’lam. (Fitnah Akhir Zaman/al-Fitnah
wa Mauqif al-Muslim minhaa”, Dr.Muhammad al-‘Aqil)
B. Fitnah-Fitnah Akhir Zaman
Diantara fitnah akhir zaman yang dijelaskan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
adalah:
1. Fitnah dalam agama, yaitu dengan mudahnya manusia berpindah
dari agama Islam.
Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam menjelaskan: “Cepat-
cepatlah kalian beramal shalih sebelum datang fitnah, seperti
malam yang gelap. Seorang pada pagi harinya dalam keadaan
mukmin, kemudian pada sore harinya menjadi kafir. Pada sore
harinya dalam keadaan mukmin,pada pagi harinya menjadi kafir;
dia menjual agamanya dengan benda-benda dunia.” (HR. Muslim)
2. Fitnah kebodohan, kerakusan, dan kekacauan dengan dicabutnya
ilmu agama dari hati manusia.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Zaman semakin
dekat, ilmu dicabut,muncul fitnah-fitnah, tersebar kebakhilan-

61
kebakhilan, banyak terjadi al-haraj. Para sahabat bertanya,
‘Apakah al-haraj itu, ya Rasulullah?” beliau menjawab,
‘Pembunuhan.’”(Muttafaqun ‘alaih)
Ilmu akan dicabut dari hati manusia dengan cara diwafatkannya
para ulama’ ahli ilmu agama. Maka setelah itu akan terjadilah
kebodohan dimana-mana dan akan ada muncul da’i-da’I yang
menyeru ke dalam neraka jahanam
3. Diangkatnya amanah dari manusia.
Hal ini merupakan tanda-tanda telah dekatnya hari kiamat.
Sebagaimana yang telah di kabarkan oleh Rasulullah shallallahu
’alaihi wa sallam yang ketika itu datang seorang Badui
kepada beliau dan berkata, “Kapankah hari kiamat akan terjadi?”
Beliau menjawab dengan sabdanya: “Apabila telah disia-siakannya
amanah, maka tunggulah hari kiamat! Orang tersebut kembali
bertanya, ‘Bagaimana disia-siakannya, wahai Rasulullah?’ beliau
menjawab, ‘Apabila suatu perkara diserahkan kepada orang yang
bukan ahlinya, maka tungguhlah hari kiamat.’” (HR.Bukhari)
Pada kenyataan yang bisa kita amati adalah dengan dicabutnya
sifat amanah dari pundak-pundak para pemimpin. Kepemimpinan
merupakan amanah yang sangat besar. Sebagaimana sabda
shallahu ’alaihi wasallam: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan
setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban terhadap apa yang
pimpin.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hal tersebut telah muncul di zaman ini seperti yang bisa kita amati
seksama, yaitu banyaknya para pemimpin yang tidak
melaksanakan amanahnya dengan baik. Mereka malah
menyelewengkan amanah itu untuk kepentingan dirinya sendiri
dan keluarganya seperti halnya korupsi yang telah merajalela
dimana-mana. Hal itu termasuk bentuk penyelewengan amanah
yang seharusnya disampaikan kepada rakyat.
4. Fitnah harta

62
Macam-macam fitnah tersebut merupakan sebagian dari tanda-
tanda hari kiamat. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ia
berkata: Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya di antara tanda hari kiamat ialah; diangkat ilmu
(agama), tersebar kejahilan (terhadap agama), arak diminum
(secara leluasa), dan zahirnya zina (secara terang-terangan)”.
(HR. al-Bukhari no. 78 dan Muslim no. 4824)

Fitnah-fitnah tersebut mulai muncul setelah wafatnya Umar bin al-


Khattab. Karena beliau merupakan dinding pembatas antara kaum
Muslimin dengan fitnah tersebut, sebagaimana yang diterangkan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau berkata kepada
‘Umar: “Sesungguhnyaantara kamu dan fitnah itu terdapat pintu
yang akan hancur.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka kita semua harus berhati-hati pada fitnah-fitnah tersebut,
karena hal tersebut akan menghancurkan semua umat.
Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala: “Dan takutlah
kepada fitnah yang tidak hanya menimpa orang yang zhalim di
antara kalian semata dan ketahuilah, bahwa Allah memiliki adzab
yang sangat pedih.” (QS. al-Anfal: 25)
(Refrensi : http://buletin-aliman.blogspot.com/2013/02/fitnah-
akhir-zaman.html)
C. Cara Menjaga Diri dan Keluarga dari Fitnah Akhir Zaman
1. Bentengi dengan aqidah dan Tauhid yang Benar. Syaratnya yaitu
kembalikan semua hal kepada Alqur'an dan Hadits.
2. Ikhlas kepada Allah Ta'ala dalam semua Amal.
3. Meninggalkan riya dan kemunafikan.

Tidak boleh taqlid, yaitu hanya mengikuti kebiasaan pendahulu


tanpa dasar yang benar. Allah Ta'ala berfirman: "Dan apabila
dikatakan kepada mereka, "Marilah (mengikuti) apa yang
diturunkan Allah dan (mengikuti) Rasul." Mereka menjawab,

63
"Cukuplah bagi kami apa yang kami dapati nenek moyang kami
(mengerjakannya)." Apakah (mereka akan mengikuti) juga nenek
moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak
mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?" (QS
Al-Maidah : 104)
(Refrensi : https://kalam.sindonews.com/berita/1457803/69/cara-
menjaga-diri-dan-keluarga-dari-fitnah-akhir-zaman)

64
DAFTAR PUSTAKA

(https://kumparan.com/berita-update/pengertian-iman-menurut-ahlus-sunnah-wal-
jamaah-1uhDC2un7gL/full)

(https://muslim.or.id/8631-definisi-iman.html)

(https://www.popbela.com/career/inspiration/mediana-aprilliani/6-rukun-iman-dan-
penjelasannya-dalam-islam/6)

(https://www.alkhoirmoslemwear.com/pengertian-islam-menurut-bahasa-arab-quran-
hadits-dan-ulama/)

(https://www.nasehatquran.com/2020/06/pengertian-ihsan-dalam-islam.html)

(http://repository.uin-suska.ac.id/3908/4/BAB%20III.pdf)

(https://republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/pr9ync313/kontribusi-
peradaban-islam-dalam-perkembangan-sains)

(https://www.researchgate.net/publication/335714230_HUBUNGAN_ISLAM_DENGA
N_SAINS)

(file:///C:/Users/Asus%20x453m/Downloads/122-163-1-PB.pdf)

(https://www.researchgate.net/publication/330709174_TUNTUTAN_KEADILAN_PE
RSPEKTIF_HUKUM_ISLAM)

(https://ervanavrian.wordpress.com/2015/04/07/penegakanhukumislam/)

(https://id.wikipedia.org/wiki/Amar_makruf_nahi_mungkar)

65
(http://rumahtarbiyah.com/kewajiban-ber-amar-maruf-nahi-mungkar/)

(https://asysyariah.com/kewajiban-amar-maruf-nahi-mungkar-2/)

(http://buletin-aliman.blogspot.com/2013/02/fitnah-akhir-zaman.html)

(https://kalam.sindonews.com/berita/1457803/69/cara-menjaga-diri-dan-keluarga-dari-
fitnah-akhir-zaman)

66

Anda mungkin juga menyukai