Anda di halaman 1dari 34

KAJIAN ISLAM

1. Iman, Islam, Ihsan


2. Islam dan Sains
3. Islam dan Penegakan Hukum
4. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf dan Nahi Munkar
5. Fitnah Akhir Zaman

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampuh:

Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:

Nama : Adelia Nursamawa Khalil


NIM : E1A020001
Fakultas & Prodi : KIP&Pendidikan Biologi
Semester : 1 (satu)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
T.A. 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas selesainya tugas
Artikel dengan tema Kajian Islam,sebagai Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah
Pendidikan Agama Islam.

Sholawat dan Salam semoga ALLAH limpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW atas
berkah petunjuknya kepada kita, sehingga kita berada di jalan yang lurus berupa ajaran
Agama yang sempurna dan menjadi Rahmat seluruh alam.

Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufik Ramdani, S.Th.I.,M.Sos
sebagai dosen pengampuh mata kuliah Pendidikan Agama Islam, dan saya ucapkan terima
kasih kepada kedua orang tua atas motivasi, dukungan, dan bimbingan yang telah diberikan,
sehingga artikel ini bisa terselesaikan.

Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat bagi penulis dan para pembaca. Dalam
penulisan ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan, sehingga kritik dan saran yang
membangun, sangat diharapkan bagi penulis artikel ini.

Penyusun, Lombok Tengah, 16 Desember 2020

Adelia Nursamawa Khalil


E1A020001

2
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
I. Iman, Islam, Ihsan 4
II. Islam dan Sains 11
III. Islam dan Penegakan Hukum 16
IV. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf dan Nahi Munkar 24
V. Fitnah Akhir Zaman 31
DAFTAR PUSTAKA 34
LAMPIRAN

3
BAB I
IMAN, ISLAM, IHSAN

A. Pengertian Iman, Islam, Ihsan


Pengertian dari, Iman, Islam dan juga Ikhsan adalah dasar Agama. Malaikat jibril
datang menemui rosulullah saw dan membenarkan tiap kali selesai di jawab oleh nabi. Dalam
hal ini malaikat jibril as ingin mengajari sahabat lewat tanya jawab antara malaikat jibril dan
rosulullah.
 IMAN
Iman secara bahasa berarti tashdiq (membenarkan). Sedangkan secara istilah syar’i, iman
adalah "Keyakinan dalam hati, Perkataan di lisan, amalan dengan anggota badan, bertambah
dengan melakukan ketaatan dan berkurang dengan maksiat". Para ulama salaf menjadikan
amal termasuk unsur keimanan. Oleh sebab itu iman bisa bertambah dan berkurang,
sebagaimana amal juga bertambah dan berkurang". Ini adalah definisi menurut Imam Malik,
Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Al Auza’i, Ishaq bin Rahawaih, madzhab Zhahiriyah dan
segenap ulama selainnya.[1] Dengan demikian definisi iman memiliki 5 karakter: keyakinan
hati, perkataan lisan, dan amal perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang.

‫ةنلِكُسُ َُلَُ نُ يِذَّلا َ ُو‬ ‫لان ُيإلل لَ ِي ذم ُع لان ُيإ ِلإ لِ ُِ ََُِيَِي ِيِينِ لمكلُِْ ِبو ل‬
‫ل يلف يِ ذ‬
Artinya: Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin untuk
menambah keimanan atas keimanan mereka (yang telah ada).(Qur’an Al-Fath:4)
Imam Syafi’i berkata, “Iman itu meliputi perkataan dan perbuatan. Dia bisa bertambah dan
bisa berkurang. Bertambah dengan sebab ketaatan dan berkurang dengan sebab
kemaksiatan.”
Imam Ahmad berkata, “Iman bisa bertambah dan bisa berkurang. Ia bertambah dengan
melakukan amal, dan ia berkurang dengan sebab meninggalkan amal.”

Imam Bukhari mengatakan, “Aku telah bertemu dengan lebih dari seribu orang ulama dari
berbagai penjuru negeri, aku tidak pernah melihat mereka berselisih bahwasanya iman adalah
perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan berkurang.”

Murid Al Imam Syafi’i yang bernama Ar-Rabi’ berkata: “Aku mendengar Al-Imam Asy-
Syafi’i berkata: “Iman adalah ucapan dan amalan, bertambah dan berkurang.”

Pada riwayat yang lain terdapat tambahan: “Bertambah dengan ketaatan dan berkurang
dengan kemaksiatan.” Kemudian beliau membaca ayat:

َُ‫الن ُيإلِإ ا ُمكوي يِذَّلنُْ ُِنُ ََُِي‬

4
Artinya: agar orang yang beriman bertambah imannya.(Qur’an Al-Muddassir:31)

Makna bertambah dan berkurangnya iman seperti yang ditanyakan oleh putra Imam Ahmad
yaitu Shalih rahimahullahu. Shalih rahimahullahu berkata: “Aku bertanya kepada ayahku, apa
itu makna bertambah dan berkurangnya iman?”. Beliau menjawab: “Bertambahnya iman
adalah dengan adanya amalan, berkurangnya adalah dengan meninggalkan amalan, seperti
meninggalkan shalat, zakat, dan haji.”

Rukun Iman:
Rukun Iman ada 6 (enam), yaitu :
1. Iman kepada Allah: Seseorang tidak dikatakan beriman kepada Allah hingga dia
mengimani 4 hal:
 Mengimani adanya Allah.

 Mengimani Rububiyyah Allah, bahwa tidak ada yang mencipta, menguasai, dan

mengatur alam semesta kecuali Allah.


 Mengimani Uluhiyyah Allah, bahwa tidak ada sembahan yang berhak disembah selain

Allah dan mengingkari semua sembahan selain Allah Ta’ala.


 Mengimani semua asma dan sifat Allah (al-Asma'ul Husna) yang Allah telah tetapkan

untuk diri-Nya dan yang nabi-Nya tetapkan untuk Allah, serta menjauhi sikap
menghilangkan makna, memalingkan makna, mempertanyakan, dan
menyerupakanNya.
2. Iman kepada para malaikat Allah:
 Mengimani adanya malaikat sebagai makhluk ciptaan Allah SWT, beserta amalan dan

tugas yang diberikan Allah kepada para malaikat.


 Jumlah malaikat tidak ada seorangpun yang tahu dan hanya Allah SWT yang

mengetahuinya
 Malaikat diciptakan oleh Allah SWT dari cahaya

 Orang islam wajib mengimani 10 malaikat yaitu:

1. Malaikat Jibril
2. Malaikat Mikal
3. Malaikat Rakib
4. Malaikat Atid
5. Malaikat Mungkar
6. Malaikat Nakir

5
7. Malaikat Maut
8. Malaikat Israfil
9. Malaikat Malik
10. Malaikat Ridwan
3. Iman kepada kitab-kitab Allah:
 Mengimani bahwa seluruh kitab Allah adalah Kalam (ucapan) yang merupakan sifat

Allah.
 Mengimani bahwa kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT termasuk 4 (empat)

yaitu:
1. Kitab Suci Taurat
2. Kitab Suci Zabur
3. Kitab Suci Injil
4. Kitab Suci Al-Qur'an
5. Muslim wajib mengimani bahwa Al-Qur'an merupakan penggenapan kitab-kitab suci
terdahulu.
4. Iman kepada para rasul Allah
Mengimani bahwa ada di antara laki-laki dari kalangan manusia yang Allah Ta’ala pilih
sebagai perantara antara diri-Nya dengan para makhluknya. Akan tetapi mereka semua
tetaplah merupakan manusia biasa yang sama sekali tidak mempunyai sifat-sifat dan hak-hak
ketuhanan, karenanya menyembah para nabi dan rasul adalah kebatilan yang nyata. Wajib
mengimani bahwa semua wahyu kepada nabi dan rasul itu adalah benar dan bersumber dari
Allah Ta’ala. Juga wajib mengakui setiap nabi dan rasul yang kita ketahui namanya dan yang
tidak kita ketahui namanya.
5. Iman kepada hari akhir
Mengimani tanda-tanda hari kiamat. Mengimani hari kebangkitan di padang mahsyar
hingga berakhir di Surga atau Neraka.
6. Iman kepada qada dan qadar, yaitu takdir yang baik dan buruk:
Mengimani kejadian yang baik maupun yang buruk, semua itu atas izin dari Allah. Karena
seluruh makhluk tanpa terkecuali, zat dan sifat mereka demikian pula perbuatan mereka
melalui kehendak Ilahi.

6
 ISLAM
Pengertian Islam secara etimologi atau secara bahasa berarti tunduk, patuh, atau berserah
diri. Adapun menurut syariat (terminologi), apabila di mutlakan berada pada dua pengertian
yaitu:
Yang pertama: apabila disebutkan sendiri tanpa diiringi dengan kata iman, maka pengertian
islam mencakup seluruh agama, baik ushul (pokok) maupun furu’ (cabang), juga seluruh
masalah aqidah, ibadah, perkataan dan perbuatan.
Kedua, apabila kata islam di sebutkan bersamaan dengan kata iman, maka yang di maksud
islam adalah perkataan dan amal-amal lahiriyah yang dengannya terjaga diri dan hartanya,
baik dia meyakini islam atau tidak. Sedangkan kata iman berkaitan dengan amal hati.

Rukun Islam:
Rukun Islam adalah lima tindakan dasar Islam, dianggap sebagai pondasi wajib bagi
orang yang beriman dan merupakan dasar dari kehidupan Muslim.
1. Syahadat
Membaca dua kalimat syahadat menjadi rukun islam yang pertama, yang menyatakan
bahwa Bersaksi tidak ada tuhan yang berhak disembah secara hak melainkan Alloh dan
NabiMuhammad adalah utusan Allah.
Syahadat atau persaksian ini memiliki makna mengucapkan dengan lisan, membenarkan
dengan hati kemudian mengamalkannya dengan perbuatan. Adapun orang yang
mengucapkannya secara lisan tetapi tidak mengetahui maknanya dan tidak mengamalkannya
maka tidak ada manfaat sama sekali dengan syahadatnya.
Makna “La ilaha Illallah” adalah tidak ada yang berhak disembah secara haq di atas
bumi maupun di atas langit melainkan Allah semata. Dialah ilah yang haq sedang ilah
(sesembahan) selain-Nya adalah batil. Sedang Ilah memiliki makna ma’bud (yang diibadahi).
Artinya secara harfiah adalah: “Tiada Tuhan selain Allah”
Makna “syahadat Muhammad Rasulullah” yaitu mengetahui dan meyakini bahwa Nabi
Muhammad utusan Allah untuk seluruh alam.
2. Sholat
Sholat lima waktu sehari semalam yang Alloh perintahkan untuk menjadi sarana interaksi
antara Allah dengan seorang muslim di mana ia bermunajat dan berdoa kepada-Nya. Juga
untuk menghindari manusia dari perbuatan keji dan mungkar sehingga ia memperoleh
kedamaian jiwa dan raga yang mampu membahagiakannya di dunia dan akhirat.

7
Allah SWT mensyariatkan dalam sholat, suci badan, pakaian, dan tempat yang dipakai
untuk sholat. Maka seorang muslim membersihkan diri dengan air suci dari semua barang
najis seperti air kecil dan besar untuk menyucikan badannya dari najis lahir dan hatinya dari
najis batin.
Sholat merupakan adalah agama. Ia sebagai rukun terpenting Islam setelah dua kalimat
syahadat. Muslim wajib memeliharanya semenjak usia baligh (dewasa) hingga mati.
3. Puasa
Puasa di bulan Ramadan yaitu bulan kesembilan dari bulan hijriyah.Sifat puasa yaitu
Seorang muslim berniat puasa sebelum waktu shubuh atau dimalam hari. Kemudian menahan
dari makan, minum dan jima’ (berhubungan suami istri) hingga terbenamnya matahari lalu
berbuka. Ia kerjakan hal itu selama hari bulan Romadhon. Dengan itu ia menghendaki ridho
Alloh SWT dan beribadah kepada-Nya.
4. Zakat
Allah SWT memerintahkan setiap muslim yang mempunyai harta mencapai nisab untuk
mengeluarkan zakat hartanya tiap tahun. Ia berikan kepada yang berhak menerima dari
kalangan fakir juga selain mereka yang zakat boleh diserahkan kepada mereka sebagaimana
telah diterangkan dalam Al Qur’an.
5. Haji
Rukun Islam kelima yaitu pergi haji jika mampu. Mampu yang dimaksud yaitu dalam
materi, jasmani, ilmu dan lainya.

 IHSAN
Kata Ihsan berasal dari bahasa Arab yaitu ahsan-yuhsinu-ihsanan yang artinya kebaikan
atau berbuat baik. Dan pelakunya disebut muhsin.
Sedangkan menurut istilah ihsan adalah perbuatan baik yang dilakukan oleh seseorang
dengan niat hati beribadah kepada Allah swt.
Ihsan atau kebaikan tertinggi adalah seperti yang di sabdakan Rasulullah Saw. “Ihsan
hendaknya kamu beribadah kepada Allah swt seolah-olah kamu melihatnya, dan jika kamu
tidak dapat melihatnya, sesungguhnya dia melihat kamu.” (HR. Bukhari).
Penggolongan Ihsan oleh Para Ulama:
Para ulama menggolongkan ihsan menjadi 4 bagian yaitu:
 Ihsan kepada Allah
 Kepada diri sendiri
 Sesama manusia

8
 Bagi sesama mahluk
Al-Ghazali memberikan pendapat bahwa orang yang mau berhubungan langsung dengan
Allah maka harus terlebih dahulu memperbaiki hubungannya dengan sesama manusia. Untuk
mengenal Allah swt maka sebelumnya perlu mengenal diri sendiri, karena pada diri sendri
setiap manusia ada unsur ketuhanan. Sedangkan cara untuk mengenal diri adalah dengan
mengetahui proses kejadian manusia itu sendiri.

B. Iman, Islam, Ihsan Tak bisa Dipisahkan


Diriwayatkan dalam sebuah hadits, Rasulullah Nabi Muhammad SAW pernah
menjelaskan tentang Islam, iman dan ihsan dalam majelis yang dihadiri para sahabat dan
didatangi Malaikat Jibril. Islam, iman, dan ihsan ini tidak bisa dipisahkan karena semuanya
adalah satu kesatuan yang disebut agama Islam.
Ustadz Galih Maulana dalam buku Antara Fiqih dan Tasawuf terbitan Rumah Fiqih
Publishing menjelaskan mengapa Islam, iman dan ihsan adalah satu kesatuan yang disebut
agama Islam.Ia menerangkan, meski Islam, iman dan ihsan disebut bertingkat-tingkat tapi
bukan berarti maknanya mengerjakan satu level ke level berikutnya. Jadi yang dimaksud
tingkatan adalah tingkatan keimanan.
"Artinya yang tadinya keimanannya lemah, mengerjakan ibadah tidak optimal, masih suka
bermaksiat, sampai pada tingkat keimanan tinggi yang mana mampu merasakan
muroqobatullah," kata Ustadz Galih dalam bukunya.Ia mencontohkan orang yang imannya
masih lemah. Maka orang tersebut akan mengerjakan sholat, namun sholatnya tidak khusyuk,
tidak menjaga adab-adab dan sebagainya.
Lain halnya dengan orang yang sudah mencapai derajat ihsan. Ketika orang tersebut
sholat, hatinya khusyuk, adab-adabnya dijaga, sunah-sunahnya dijaga, dan sholatnya akan
membentenginya dari berbuat maksiat.
Inilah yang sangat sulit dilakukan oleh kebanyakan orang. Karena dalam praktiknya
meskipun telah mengerjakan suatu ibadah lengkap dengan semua rukun dan sunahnya, tetapi
belum tentu mampu menghadirkan hati sepenuhnya untuk tunduk dan merendahkan diri di
hadapan Allah SWT.
"Mungkin saja raga kita melaksanakan sholat tetapi hati kita sibuk bersama dunia," ujar Ustaz
Galih.
Ia menjelaskan, begitu juga dalam bermuamalah dengan manusia dan alam. Mungkin
orang berakhlak baik hanya ketika ada kepentingan. Mungkin orang berakhlak baik hanya
kepada golongannya saja. Padahal berakhlak baik adalah jenis ibadah juga.

9
Rasulullah bersabda, "Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan seorang
mukmin di hari kiamat melainkan akhlak yang baik, dan sesungguhnya Allah sangat
membenci orang yang suka berbicara keji lagi kotor."

Ustadz Galih mengingatkan, inilah pentingnya belajar tasawuf di samping belajar fikih.

"Barang siapa bertasawuf tanpa fiqih maka akan menjadi zindiq, barang siapa berfiqih tanpa
tasawuf maka akan menjadi fasiq, dan barang siapa mengamalkan keduanya maka akan
mencapai hakikat."
Ustadz Galih mengatakan, meski penisbatan ucapan (kutipan) tersebut kepada Imam
Malik masih diperbincangkan, namun maknanya memang benar adanya. Ketika orang
bertasawuf namun tidak mempunyai pengetahuan tentang fiqih akan menjadi zindiq, ia akan
seenaknya meninggalkan sholat karena merasa sudah dekat dengan Allah.
Begitu juga orang yang tahu fiqih namun tidak bertasawuf. Orang itu akan bermudah
mudahan dalam menjalankan syariat, sholat asal-asalan yang penting sah.
"Intinya Islam, iman dan ihsan adalah satu kesatuan yang dinamakan agama Islam, semuanya
berjalan bersama beriringan, barang siapa memisahkannya maka telah berkurang sebagian
dari agama," jelasnya.

10
BAB II
ISLAM DAN SAINS

A. Hubungan Islam dan Sains


Sains merupakan kebutuhan pokok bagi setiap individu untuk menghadapi zaman yang
sarat dengan persaingan ini, tak terkecuali kaum muslimin. Karena dengan sains, seseorang
bisa dihormati dan diakui keberadaannya oleh masyarakat. Selain itu, sains juga menjadi
salah satu indikator kemajuan suatu bangsa, karena pada dasarnya semua bidang kehidupan
memerlukan sains.
Hubungan Islam dan Sains tidak lepas dari kemajuan dan kemunduran sains dalam
peradaban Islam. Umat Islam mulai mempelajari atau melakukan penafsiran ilmiah sejak
generasi pertama sampai abad ke-lima hijriyah hingga menjadikan diri mereka sebagai
pelopor Ilmu pengetahuan di seluruh penjuru dunia, umat Islam telah menjadi pelopor dalam
research tentang alam, sekaligus sebagai masyarakat pertama dalam sejarah ilmu
pengetahuan yang melakukan experimental science atau ilmu thabi’i berdasarkan percobaan
yang kemudian berkembang menjadi applied science atau technology.
Islam mendorong ummatnya untuk selalu berupaya mengembangkan sains seperti tercantum
dalam QS Al-‘Alaq: 1-5 :

Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari ‘alaq. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang
mengajar manusia dengan pena, mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Iqra’ terambil dari akar kata yang berarti menghimpun. Dari menghimpun lahir aneka
makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan
membaca baik teks tertulis maupun tidak. Wahyu pertama itu tidak menjelaskan apa yang
harus dibaca, karena Al-Quran menghendaki umatnya membaca apa saja selama bacaan
tersebut bismi Rabbik, dalam arti bermanfaat untuk kemanusiaan. Iqra’ berarti bacalah,
telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu; bacalah alam, tanda-tanda zaman, sejarah,

11
maupun diri sendiri, yang tertulis maupun yang tidak. Alhasil, objek perintah iqra’ mencakup
segala sesuatu yang dapat dijangkaunya.
Q.S. Ali-Imran: 190-191 :

Artinya : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. Yaitu orang-orang yang mengingat
Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan lanjut dan bumi (seraya berkata), “Ya Robb kami, tiadalah Engkau
ciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka dipeliharalah kami dari siksa neraka.”
Salah satu cara mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah adalah dengan membaca
dan merenungkan ayat-ayat-Nya yang terbentang di alam semesta. Dalam ayat ini, Allah
menyuruh manusia untuk merenungkan alam, langit dan bumi. Langit yang melindungi dan
bumi yang terhampar tempat manusia hidup. Juga memperhatikan pergantian siang dan
malam. Semuanya itu penuh dengan ayat-ayat, tanda-tanda kebesaran Allah SWT.
Kemudian islam juga menempatkan orang yang beriman, berilmu dan beramal shalih
pada derajat yang tinggi, seperti dalam Q.S. Al-Mujadilah: 11 :

Artinya : “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan.”
Kedudukan orang-orang beriman jauh lebih tinggi dibandingkan dengan orang-orang
kafir meski mereka memiliki kelebihan yang bersifat keduniaan dari orang-orang beriman.
Namun derajat orang-orang beriman yang berilmu akan menempati posisi yang lebih baik
lagi ketimbang orang yang hanya beriman saja. Hal tersebut dikarenakan hanya dengan
sarana ilmu lah, seseorang dapat mengetahui mana yang haq dan mana yang bathil.

12
Pandangan Al-Qur’an terhadap Sains: Seluruh pengetahuan, termasuk pengetahuan
kealaman (sains) ada dalam al-Qur’an. Pendapat ini didukung antara lain oleh al-Ghazali, al
Suyuti, dan Maurice Bucaile. Al-Qur’an hanya sebagai petunjuk untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan. Pendapat ini didukung antara lain oleh Ibnu Sina, al-Biruni, dan al-Haitam.

B. Faktor-faktor pendorong kemajuan sains dalam peradaban islam adalah :


1. Universalisme
Tolong-menolong secara universal memang telah menjadi satu bagian yang tidak
dapat di hilangkan dari ajaran Islam. Islam mewajibkan umatnya untuk saling menolong satu
dengan yang lain. Segala bentuk perbedaan yang mewarnai kehidupan manusia merupakan
salah satu isyarat kepada umat manusia agar saling membantu satu sama lain sesuai dengan
ketetapan Islam.
Saling membantu dalam kesusahan demi tercapainya tujuan hidup bersama merupakan
hal yang sangat mulia, hal tersebut merupakan karakter daripada islam itu sendiri,
menjadikan Ikatan Kebersamaan Umat Islam kemudian menjadikannya sebagai batu
lompatan demi tercapanya tujuan hidup bersama.
2. Toleransi
Sesungguhnya sikap toleransi dalam Islam sangat nampak pada setiap perintah dan
larangannya. Bahkan sampai kedetailnya, maka seharusnyalah sikap ini menjadi kebangkitan
baru untuk mengubah suatu bangsa menjadi bangsa yang bisa saling bertoleransi apalagi
dalam hal ilmu. Berbagi ilmu itu tidaklah sulit, tidak akan rugi, malah akan mendapatkan
wawasan baru dan juga teman-teman tentunya yang akan sangat berterimakasih karna telah
diajarkan. Dengan saling bertoleransi tentu tidak akan teriolasi dari orang-orang karna kita
mau berbagi apa yang kita punya untuk membantu mereka, tidakkah itu baik?Dan mungkin
ada dari setiap orang yang diajarkan akan membalas kebaikan yang telah kita diberikan.
3. Karakter Pasar Internasional
Sejarah mencatat bahwa kaum pedagang memegang peranan penting dalam
persebaran agama dan kebudayaan Islam. Letak suatu negara yang strategis menyebabkan
timbulnya bandarbandar perdagangan yang turut membantu mempercepat persebaran
tersebut. Di samping itu, cara lain yang turut berperan ialah melalui dakwah yang dilakukan
para mubaligh. Rihlah ilmiyah (perjalanan untuk mencari ilmu pengetahuan) sudah banyak
dijadikan metode dalam pembelajaran di setiap institusi pendidikan hal ini tentu akan
menjadikan sains dan teknologi di dunia Islam menjadi maju.
4. Perhargaan Terhadap Sains dan Saintis

13
Memberikan penghargaan kepada sains maupun saintis menjadikan mereka tahu bahwa
mereka dibutuhkan dalam perkembangan dunia yang semakin maju ini, membuat mereka
menjadi semakin semangat untuk menemukan hal baru lagi. Seperti Khalifah Al-Makmun
membangun Baitul Hikmah di Baghdad, beliau mengirim wakil-wakilnya ke segala penjuru
daerah untuk mencari naskah-naskah tentang materi pendidikan dan Sains, motif dasarnya
adalah kepentingan orang lain (altruistic) dan bukan materialistic. Tentu saja, kemungkinan
adanya balasan materi dalam bentuk teknologi maju atau baru sebenarnya tidak ada karena
hubungan Sains kuno dengan teknologi kuno jauh terpisah, tidak seperti sekarang. Hingga
melahirkan para Saintis Muslim terkemuka dibidang Alkimia, Astronomi, Matematika dan
kedokteran.
5. Keterpaduan Antara Tujuan dan Cara
Sangatlah penting dapat membedakan antara tujuan dan cara. Seperti contoh jikalau
kita punya tujuan yang jelas mengapa kita sekolah, tentunya kita tidak akan nyontek, karena
dengan cara tersebut kita tidak akan mendapatkan pelajaran yang berguna bagi kehidupan
kita kedepannya. Jadi harus ada keterpaduan antara tujuan dan cara, apabila kita memiliki
tujuan yang benar tentu kita juga harus meraihnya dengan cara yang benar juga. Sangatlah
jelas bahwa tujuan akan membedakan cara kita melakukan sesuatu, sehingga tujuan sangatlah
penting didalam kehidupan. Kalau kita tidak mempunyai tujuan yang jelas kehidupan kita
juga akan menjadi tidak jelas karena tidak ada arah yang jelas.
Ketika sains dan teknologi mengalami proses sekularisasi, dikosongkan dari nilai-nilai
ketuhanan, seperti sains Barat pada umumnya, maka tujuan akhir dari sains itu ialah semata-
mata manfaat (nafiyyah), baik yang bersifat fisik – seperti kenikmatan, keindahan, dan
kenyamanan – maupun kepuasan intelektual dan kebanggaan. Sedangkan ukuran manfaat itu
bersifat relatif, dan sangat sulit dipenuhi secara hakiki. Karena itu, perkembangan sains
cenderung sangat liar. Seorang dokter yang ahli rekayasa genetik, misalnya, mungkin belum
merasa memperoleh manfaat dan kepuasan sebelum berhasil melakukan clonning, dan
mendistorsi proses penciptaan manusia secara konvensional.
Sebaliknya, ketika nilai-nilai ketuhanan dimasukkan ke dalam proses sains, di
samping menghasilkan teori, baik dalam ilmu-ilmu eksaskta maupun non-eksak (sosial,
ekonomi, politik, ekonomi, dan lain-lain) yang sesuai dengan sudut pandang dan pemahaman
Islam (hadhoroh Islam), juga akan menghasilkan produk yang bersifat materi (kebendaan)
dari proses eksperimen, yang sarat dengan nilai-nilai ruhiah yang puncaknya bermuara pada
tercapainya keridhoan Allah. Karena itu, seorang ilmuan muslim akan mengintegrasikan
antara penemuan ilmiah yang bersifat materi dengan kesadaran ruhiah (majhu al- maddah bi

14
ar-ruh). Nilai ruhiah yang paling tinggi ialah ketika seseorang merasa dekat dengan Allah dan
merasa mendapat ridho Allah.

C. Kemunduran Sains
Konflik terjadi pada masa akhir kemunduran sains Islam yakni kemunculan sains modern
(Newton), konflik juga terjadi saat”Kitab Ihya Ulumuddin” karya Imam Al-Ghazali. Siapa
yang tidak mengenal kitab Ihya Ulumuddin? Ya, kitab hasil karya Imam Abu Hamid Al-
Ghazali yang sering dijadikan sebagai sandaran dan rujukan bagi sebagian ummat Islam
terutama di Indonesia. Imam Al-Ghazali sering sekali dianggap sebagai ahli filsafat Islam dan
ilmu kalam. Dan kitabnya yang berjudul Ihya Ulumuddin itu pun dianggap sebagai
‘masterpiece’ Imam Al-Ghazali dalam hal ilmu kalam dan filsafat. Ihya’ ulumiddin
menyerukan umat Islam untuk kembali menghidupkan ajaran agama, pendapat ini
menyebabkan kesalahpahaman bahwa adanya larangan untuk mempelajari sains, sehingga
budaya mempelajari sains ditinggalkan.
Kesalahpahaman ini berdampak pada ketimpangan posisi ilmu seperti terpisahnya tradisi
filsafat kelompok (ilmu duniawi) dengan tradisi pemikiran keagamaan (ilmu ukhrawi ).
Dampak dari kesalah pahaman agama dan sains menimbulkan ketimpangan posisi ilmu
sehingga terpisahnya tradisi filsafat dengan tradisi pemikiran keagamaan, keduanya berada
pada tempat yang berbeda, filsafat dan sains berada dalam satu kelompok (ilmu duniawi) dan
agama berada dalam kelompok lain (ilmu ukhrawi).

15
BAB III
ISLAM DAN PENEGAKAN HUKUM

A. Pengertian Hukum Islam


Hukum adalah seperangkat norma atau peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku
manusia, baik norma atau peraturan itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang
dalam masyarkat maupun peraturana atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan
ditegakkan oleh penguasa. Bentuknya bisa berupa hukum yang tidak tertulis, seperti hukum
adat, bisa juga berupa hukum tertulis dalam peraturan perundangan-undangan. Hukum
sengaja dibuat oleh manusia untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan
harta benda.
Sedangkan hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama
Islam. Konsepsi hukum islam, dasar, dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah. Hukum
tersebut tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia dan benda dalam
masyarakat, tetapi juga hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan
manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dalam masyarakat,
dan hubungan manusia dengan benda alam sekitarnya.
Hukum islam menurut bahasa adalah menetapkan sesuatu yang lain. Sedangkan menurut
istilah merupakan ketentuan kitab Allah yang berhubungan dengan perbuatan orang mukalaf,
yang mengandung perintah, atau larangan, anjuran, dan membolehkan memilih antara
mengerjakan atau meninggalkan.

B. Ruang Lingkup Hukum Islam


Hukum islam baik dalam pengertian syaariatr maupun fikih di bagi menjadi dua bagian
besar, yaitu:
1. Ibadah (mahdhah)
Ibadah adalah tata cara dan upacara yang wajib dilakukan oleh seoraang muslim dalam
menjalankan hubingan kepada Allah, seperti shalat, membayar zakat, menjalankan ibadah
haji. Tata caara dan upacara ini tetap, tidak ditambah-tambah maupun dikurangi.
Ketentuannya telah di atur dengan pasti oleh Allah dan dijelaskan oleh RasulNya. Dengan
demikian tidak mungkin ada proses yang membawa perubahan dan perombakan secaara asasi
mengenai hukum, susunan dan tata cara beribadat. Yang mungkin berubah hanyalah
penggunaan aalat-alat modern dalam pelaksanaannya.

16
2. Muamalah (ghairu mahdhah)
Adalah ketetapan Allah yang berhubungan dengan kehidupan sosial manusia walaupun
ketetapan tersebut terbatas pada pokok-pokok saja. Karena itu sifatnya terbuka untuk
dikembangkan melalui ijtihad manusia yang memenuhi syarat melakukan usaha itu.

C. Bagian-Bagian Hukum Islam

1. Munakahat
Hukum yang mengatur sesuatau yang berhubunngan dengan perkawinan, perceraian
dan akibat-akibatnya.
2. Wirasah
Hukum yang mengatur segala masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli waris,
harta warisan daan cara pembagian waarisan.
3. Muamalat
Hukum yang mengatur masalah kebendaan daan hak-hak atas benda, tata hubungan
manusia dalam persoalan jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, perserikatan
dan lain-lain.
4. Jinayat
Hukum yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman
baik dalam jarimah hudud atau tindak pidana yang telah ditentukan bentuk dan batas
hukumnya dalam al quran daan sunah nabi maupun dalam jarimah ta’zir atau
perbuatan yang bentuk dan batas hukumnya ditentukan oleh penguasa sebagai
pelajaran bagi pelakunya.
5. Al-ahkam as-sulthaniyah

Hukum yang mengatur soal-soal yang berhubungan dengan kepala negara,


pemerintahan pusat maupun daerah, tentara, pajak daan sebagainya.

6. Siyar
Hukum yang mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan dengan pemeluk
agama dan negara lain.
7. Mukhassamat
Hukum yang mengatur tentang peradilan, kehakiman, dan hukum acara. Sistematika
hukum islam daapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Al-ahkam asy-syakhsiyah (hukum perorangan)
2. Al-ahkam al-maadaniyah (hukum kebendaan)

17
3. Al-ahkam al-murafaat (hukum acara perdata, pidana, dan peradilan tata usaha)
4. Al ahkam al-dusturiyah (hukum tata negara)
5. Al-ahkam ad-dauliyah (hukum internasional)
6. Al-ahkam al-iqtishadiyah wa-almaliyah (hukum ekonomi dan keuangan)

D. Tujuan Hukum Islam


Tujuan hukum islam secara umum adalah Dar-ul mafaasidiwajalbul mashaalihi (mencegah
terjadinya kerusakan dan mendatangkan kemaslahatan). Abu Ishaq As-Sathibi merumuskan
lima tujuan hukum islam:
 Memelihara agama Agama adalah sesuatu yang harus dimilki oleh setiap manusia oleh

martabatnyadapat terangkat lebih tinggi dan martabat makhluk lain danmemenuhi hajat
jiwanya. Agama islam memberi perlindungan kepada pemeluk agam lain untuk
menjalankan agama sesuai dengan keyakinannya.
 Memelihara jiwa Menurut hukum islam jiwa harus dilindungi. Hukum islam wajib

memelihara hak manusia untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Islam


melarang pembunuhan sebagai penghilangan jiwa manusia dan melindungi berbagai
sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk mempertahankan kemaslahatannya
hidupnya (Qs.6:51,17:33)
 Memelihara akal Islam mewajibkan seseorang untuk memlihara akalnya, karena akal

mempunyai peranan sangat penting dalam hidup dan kehidupan manusia. Seseorang tidak
akan dapat menjalankan hukum islam dengan baik dan benar tanpa mempergunakan akal
sehat. (QS.5:90)
 Memelihara keturunan Dalam hukum islam memlihara keturunan adalah hal yang sangat

penting. Karena itu, meneruskan keturunan harus melalui perkawinan yang sah menurut
ketentuan Yang ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dan dilarang melakukan
perzinahaan. (Qs.4:23)
 Memelihara harta Menurut ajaran islam harta merupakan pemberian Allah kepada

manusia untuk kelangsungan hidup mereka. Untuk itu manusia sebagai khalifah di bumi
dilindungi haknya untuk memperoleh harta dengan cara-cara yang halal, sah menurut
hukum dan benar menurut aturan moral. Jadi huku slam ditetapkan oleh Allah untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia itu sendiri, baik yang bersifat primer, sekunder,
maupun tersier (dloruri, haaji, dan tahsini).

18
E. Sumber Hukum Islam
Islam adalah agama yang sempurna, islam memiliki hukum yang datangnya dari Allah,
yang disampaikan melalui Rasul-Nya yaitu Nabi Muhammad saw. Sebagai umat islam kita
harus berpedoman dan berpegang teguh pada hukum Islam yakni alquran dan hadist.
1. Al-Quran
Allah swt menurunkan al-Quran berguna untuk dijadikan dasar hukum, dan
disampaikan kepada manusia untuk diamalkan ajaran-ajaran-Nya. Karena al-quran yaitu
sumber hukum yang pertama dan utama. Maka dari itu, al-quran merupakan sumberdari
segala sumber hokum islam yang ada. Hal ini mengandung arti bahwa pertama-tama yang
menjadi tempat kembalinya semua permasalahan ialah atas dasar petunjuk dari al-quran.
Selama petunjuk al-quran masih ada, maka sumber hokum islam dibawahnya tidak berlaku
atau berfungsi.

Sebagai sumber hukum islam yang utama, maka fungsi al-quran ialah sebagai berikut:
 Sebagai petunjuk bagi manusia, hal ini ditegaskan dalam QS. (17): 9.

 Sebagai penjelas terhadap segala sesuatu, hal ini ditegaskan dalam QS. (16): 89.

 Sebagai penawar jiwa yang haus (syifa) detegaskan dalam QS. (17): 82.

Al-Quran dalam menetapkan hukum ada dasar-dasarnya. Adapun dasar-dasar Al-Quran


dalam menetapkan hukum selalu berpedoman kepada dua prinsip dasar, yaitu:
 Tidak memberatkan

 Berangsur-angsur dalam menetapkan hukum.

2. Hadist
Hadist menurut bahasa artinya kabar atau baru. Sedangkan menurut istilah yaitu suatu
kegiatan atau perbuatan, ucapan atau ketetapan dari nabi Muhammad saw. Beberapa ulama
berpendapat bahwa antara hadist dan sunnah memiliki definisi yang sama. Ada juga yang
berpendapat bahwa sunnah hanya perilaku Nabi, sedangkan hadist yaitu perkataan nabi yang
diriwayatkan oleh seorang sahabat dan hanya merekalah yang mengetahui serta tidak menjadi
sandaran. Semua perbuatan Nabi saw. Ialah atas bimbingan Allah swt. Seperti firman Allah
swt. Dalam QS Al-Haqqah: 44-46 yang artinya: “ seandainya ia (Muhammad) mengada-
adakan sebagian ucapan atas (nama) kami, Niscaya benar-benar Kami pegang dia pada
tangan kanannya. Kemudian benar-benar kami potong urat tali jantungnya”.

19
Fungsi hadist sebagai sumber hokum yang kedua setelah Al-Quran ialah sebagai berikut ini:
1. Memperkuat hokum-hukum yang telah ada dalam Al-Quran
2. Memberikan perincian dan penafsiran ayat-ayat Al-Quran yang masih mujmal atau umum
(global)
3. Mengisi atau menetapkan hokum yang tidak didapati dalam Al-Quran.
Hadist yang dapat dijadikan seagai dasar hokum adalah hadist yang berkualitas.
Ditinjau dari segi dapat diterima atau tidaknya hadist, dapat dibagi menjadi dua yaitu: hadist
maqbul (hadist yang diterima) dan hadist mardud (yang tidak diterima). Sedangkan ditinjau
dari segi banyaknya dan sedikitnya orang yang meriwayatkan hadist (rawi), hadist dibagi atas
dua bagian diantaranya yaitu hadist mutawatir dan hadist ahad.
Hadist mutawatir merupakan hadist hasil tangkapan panca indra yang diriwayatkan
oleh sebagian besar orang yang menurut adat kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan
bersepakat untuk berdusta. Sedangkan hadist ahad merupakan hadist yang tidak memenuhi
syarat-syarat atau derajad hadist mutawatir.
Hadist mutawatir yaitu hadist yang maqbul (dapat diterima). Sedangkan hadist ahad,
karena tidak mencapai derajad hadist mutawatir, maka belum tentu dapat diterima
kebenarannya. Artinya masih harus diselidiki mana yang dapat diterima dan mana yang tidak
diterima.
3. Ijtihad
Ijtihad berarti bersungguh-sungguh. Definisi ijtihad adalah berusaha dengan segenap
tenaga dan pikiran untuk menetapkan suatu hokum yang tidak ada kejelasan atau penjelasan
hukumnya dari Al-Quran dan Al-Hadist.
Kedudukan ijtihad ialah sebagai sumber hukum islam yang ketiga setelah A-Quran dan
al-hadist. Cara kerjanya yaitu mengfungsikan akal pikiran, tetapi tetap bersandarkan kepada
Al-Quran dan Al-Hadist. Adapun hal-hal yang menjadi bidang ijtihad ada dua, yaitu:
 Hal-hal yang belum ada penjelasan hukumnya dari Al-Quran dan Al-Hadist.

 Sudah ada penjelasan hukumnya, tetapi belum menunjukkan pengertian yang jelas atau

tidak yakin maksudnya (belum ada kejelasan hukumnya).


Di dalam hukum islam rujukan-rujukan dan dalil telah ditentukan sedemikian rupa oleh
syariat, mulai dari sumber yang pokok maupun yang bersifat alternatif. Sumber tertib hukum
Islam ini secara umumnya dapat dipahami dalam firman Allah dalam QS. An-nisa: 59:

“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya dan ulil amri di
antara kamu. Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia pada

20
Allah (al quran) dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kapada Allah dan
hari akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik (akibatnya)”.(QS. An-
nisa: 59).
Dari ayat tersebut, dapat diperoleh pemahaman bahwa umat islam dalam menjalankan
hukum agamanya harus didasarkan urutan:
1. Selalu menataati Allah dan mengindahkan seluruh ketentuan yang berlaku dalam alquran.
2. Menaati Rasulullah dengan memahami seluruh sunnah-sunnahnya
3. Menaati ulil amri (lembaga yang menguasai urusan umat islam).
4. Mengenbalikan kepada alquran dan sunah jika terjadi perbedaan dalam menetapkan
hukum.
Secara lebih teknis umat islam dalam berhukum harus memperhatikan sumber tertib hukum:
 Al Quran

 Sunah atau hadits Rasul

 Keputusan penguasa; khalifah (ekseklutif), ahlul hallli wal‘aqdi (legislatif), amupun qadli

(yudikatif) baik secara individu maupun masing- masing konsensus kolektif (ijma’)
 Mencari ketentuan ataupun sinyalemen yang ada dalam al quran kemmbali jika terjadi

kontroversi dalam memahami ketentuan hukum.


Dengan komposisi itu pula hukum islam dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis:
1. Dalil Naqli yaitu Al Quran dan as sunah
2. Dalil Aqli yaitu pemikiran akal manusia

F. Kontribusi Perumusan Dan Penegakan Hukum Islam


Hukum islam ada dua sifat, yaitu:
 Al- tsabat (stabil), hukum islam sebagai wahyu akan tetap dan tidak berubah sepanjang

masa
 At-tathawwur (berkembang), hukum islam tidak kaku dalam berbagai kondisi dan situasi

sosial.
Dilihat dari sketsa historis, hukum islam masuk ke indonesia bersama masuknya islam ke
Indonesia pada abad ke 1 hijriyah atau 7/8 masehi. Sedangkan hukum barat baru
diperkenalkan VOC awal abad 17 masehi. Sebalum islam masuk Indonesia, rakyat Indonesia
menganut hukum adat yang bermacam-macam sistemnya dan sangat majemuk sifatnya.
Namun setelah islam datang dan menjadi agama resmi di berbagai kerajaan nusantara, maka
hukum islam pun munjadi hukum resmi kerajaan-kerajaan tersebut dan tersebar menjadi
hukum yang berlaku dalam masyarakat.

21
Secara yuridis formal, keberadaan negara kesatuan Indonesia adalah diawali pada saat
proklamasi 17 Agustus 1945. Pada tanggal 18 Agustus 1945 kemudian diakui berlakunya
Undang-Undang Dasar 1945. Pada saat itulah keinginan para pemimpin islam untuk kembali
menjalankan hukum islam bagi umat islam berkobar.
Dalam pembentukan hukum islam di indonesia, kesadaran berhukum islam untuk pertama
kali pada zaman kemeerdekaan adalah di dalam Piagam Jakarta 22 juni 1945 , yang di dalam
dasar ketuhanan diikuti dengan pernyataan “dengan kewajiban menjalankan syariat islam
bagi pemeluk-pemeluknya”. Tetapi dengan pertimbangan untuk persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia akhirnya mengalami perubahan pada tanggal 18 Agustus 1945 yang
rumusan sila pertamanya menjadi “Ketuhanan yang Maha Esa”.
Meskipun demikian, dalam berbagai macam peraturan perundang-undangan, hukum islam
telah benar-benar memperoleh tempat yang wajar secara kontitusional yuridis.Dengan
demikian kontribusi umat islam dalam petrumusan dan penegakan hukum sangat besar.
Adapun upaya yang harus dilakukan untuk penegakan hukum dalam praktek bermasyarakat
dan bernegara yaitu melalui proses kultural dan dakwah. Apabila islam telah menjadikan
suatu keebijakan sebagai kultur dalam masyarakat, maka sebagai konsekuensinyahukum
harus ditegakkan. Bila perlu “law inforcement” dalam penegakkan hukum islam dengan
hukum positif yaitu melalui perjuangan legislasi. Sehingga dalam perjaalananya suatu
ketentuan yang wajib menurut islam menjadi wajib pula menurut perundangan.

G. Fungsi Hukum Islam Dalam Masyarakat


Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri manusia membutuhkan
pertolongan satu sama lain dan memerlukan organisasi dalam memperoleh kemajuan dan
dinamika kehidupannya. Setiap individu dan kelompok sosial memiliki kepentingan. Namun
demikan kepentingan itu tidak selalu sama satu saama lain, bahkan mungkin bertentangan.
Hal itu mengandung potensi terjanya benturan daan konflik. Maka hal itu membutuhkan
aturan main. Agar kepentingan individu dapat dicapai secara adil, maka dibutuhkan
penegakan aturan main tersebut. Aturan main itulah yang kemudian disebut dengan hukum
islam yang dan menjadi pedoman setiap pemeluknya.
Dalam hal ini hukum islam memiliki tiga orientasi, yaitu:
 Mendidik indiividu (tahdzib al-fardi) untuk selalu menjadi sumber kebaikan,

 Menegakkan keadilan (iqamat al-‘adl),

 Merealisasikan kemashlahatan (al-mashlahah).

22
Orientasi tersebut tidak hanya bermanfaat bagi manusia dalam jangka pendek dalam
kehidupan duniawi tetapi juga harus menjamin kebahagiaan kehidupan di akherat yang kekal
abadi, baik yang berupa hukum-hukum untuk menggapai kebaikan dan kesempurnaan
hidup (jalbu al manafi’), maupun pencegahan kejahatan dan kerusakan dalam kehidupan
(dar’u al-mafasid). Begitu juga yang berkaitan dengan kepentingan hubungan antara Allah
dengan makhluknya maupun kepentingan orientasi hukum itu sendiri.

Sedangkan fungsi hukum islam dirumuskan dalam empat fungsi, yaitu:


1. Fungsi ibadah Dalam adz-Dzariyat: 56, Allah berfirman: “Dan tidak aku ciptakan jin dan
manusia melainkan untuk beribadah kepadaKu”. Maka dengan daalil ini fungsi ibadah
tampak palilng menonjol dibandingkan dengan fungsi lainnya.
2. Fungsi amr makruf naahi munkar (perintah kebaikan dan peencegahan kemungkaran).
Maka setiap hukum islam bahkan ritual dan spiritual pun berorientasi membentuk
mannusia yang yang dapat menjadi teladan kebaikan dan pencegah kemungkaran.
3. Fungsi zawajir (penjeraan) Adanya sanksi dalam hukum islam yang bukan hanya sanksi
hukuman dunia, tetapi juga dengan ancaman siksa akhirat dimaksudkan agar manusia
dapat jera dan takut melakukan kejahatan.
4. Fungsi tandzim wa ishlah al-ummah (organisasi dan rehabilitasi masyarakat)
Ketentuan hukum sanksi tersebut bukan sekedar sebagai batas ancaman dan untuk
menakut-nakuti masyarakat saja, akan tetapi juga untuk rehaabilitasi dan pengorganisasian
umat mrnjadi leboh baik. Dalam literatur ilmu hukum hal ini dikenal dengan istilah fungsi
enginering social.

Keempat fungsi hukum tersebut tidak dapat dipilah-pilah begitu saja untuk bidang hukum
tertentu tetapi satu dengan yang lain juga saling terkait.

23
BAB IV

KEWAJIBAN MENEGAKKAN AMAR MAKRUF DAN NAHI MUNKAR

A. Pengertian Amar Makruf dan Nahi Munkar


Amar Ma’ruf Nahi Munkar Dalam ilmu bahasa, amar ma’ruf nahi munkar ini memiliki
arti yakni menyuruh kepada yang baik, mencegah kejahatan. Amar artinya: menyuruh, ma’ruf
artinya: kebaikan, nahi artinya mencegah, dan munkar artinya kejahatan.
Jika dipandang dari sudut syari’ah perkataan amar ma’ruf nahi munkar tersebut sudah
menjadi istilah yang menjadi ajaran pokok dari agama islam, malahan sudah menjadi tujuan
yang utama.
Mengenai hal tersebut Aabul a’la al-maududi menjelaskan jika tujuan yang utama dari
syari’at yaitu untuk membangun kehidupan manusia dengan dasar ma’rufat “kebaikan-
kebaikan” serta membersihkan dari hal-hal yang bersifat munkarat “kejahatan-kejahatan”.
Lebih jauh lagi, beliau memberikan sebuah definisi seperti ini : ” istilah dari amar ma’ruf
nahi munkar itu menunjukan bahwa semua kebaikan-kebaikan serta sifat-sifat yang baik,
yang sepanjang massanya diterima oleh hati manusia sebagai sesuatu memiliki kebaikan.
Sebaliknya istilah dari munkarat “ jamak dari munkar” menunjukan bahwa semua dosa
serta kejahatan – kejahatan yang sepanjang masanya sudah di kutuk oleh watak atau sifat
manusia sebagai sesuatu yang jahat.
Kesimpulannya adalah, ma’ruf merupakan sesuatu yang sesuai dengan watak manusia
umumnya dan juga kebutuhan-kebutuhannya, sedangkan munkarat sendiri yakni
kebalikannya.
Syariat telah memberikan kita satu pandangan yang jelas mengenai ma’rufat serta
munkarat tersebut dan juga telah menyatakannya sebagai norma-norma yang apapun itu harus
di sesuaikan dengannya, baik sesuatu itu dari perilaku seseorang maupun masyarakat.
Berikut ini merupakan klasifikasi dari amar ma’ruf nahi munkar:
Dalam memperjelas pengertian dari amar ma’ruf nahi munkar ada baiknya kita uraikan
saja secara singkat dari segi pembagiannya, dipandang dari sudut ilmu fiqih.

24
 Ma’ruf : Syariat Telah Membagi Ma’ruf Menjadi 3 Kategori
Jadi Ma’ruf dalam syariat telah dibagi menjadi 3 kategori, diantaranya sebagai berikut:
1. Fardhu atau Wajib
Yaitu sesuatu yang apa bila dikerjakan akan mendapat pahala dan apabila di
tinggalakan kita akan mendapat dosa. Kategori tersebut merupakan kategori yang menjadi
kewajiban bagi setiap masyarakat islam dan juga mengenai hal tersebut syariat sudah
memberikan petunjuknya yang jelas serta mengikat.
2. Sunat atau Matlub
Yaitu mendapat pahala apa bila kita kerjakan dan tidak berdosa apabila kita
tinggalakan. Kategori ini adalah kategori dari serangkaian kebaikan-kebaikan yang di
anjurkan oleh syariat agar di laksanakan. Karena memang dianjurkan oleh syariat maka,
sebaiknya kita mengamalkan sesuatu yang sunat ini.
3. Mubah
Yaitu suatu perkara yang apabila dikerjakan tidak mendapatkan pahala dan apabila
ditinggalakan tidak mendapat dosa. Kategori ini mempunyai makna yang luas, sedangkan
patokan dan juga ukurannya yakni segala sesuatu yang tidak dilarang berarti masuk ke dalam
kategori ini.
Yang tata cara pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya oleh syariat yang berlaku kepada
manusia untuk memilihnya sendiri yang nantinya di kerjakan atu tidak.

 Munkar : Suatu Perkara yang Dilarang Oleh Islam, Munkar Ini Dibagi Menjadi 2
Kategori
Munkar dalam syariat dibagi kedalam 2 kategori, diantaranya sebagai berikut:
1. Haram
Yakni segala sesuatu yang dilarang secara mutlak. Setiap umat muslim tanpa terkecuali
wajib untuk menjauhkan diri dari sesuatu yang secara tegas di haramkan. Jadi sudah
sepatutnya apa terdapat suatu perkara yang sudah jelas keharamannya kita patut untuk
menjauhinya.
2. Makruh
Yakni segala sesuatu yang masuk ke dalam kategori tidak di senangi. Apabila dikerjakan
tidak berdosa tetapi jika di tinggalkan sesuatu tersebut akan mendapatkan pahala. Jadi lebih
baik kita meninggalkan sesuatu yang makruh jika memang hal tersebut tidak bermanfaat bagi
kita.

25
B. Kewajiban Amar Makruf Nahi Munkar
Tidak diragukan lagi bahwa amar ma’ruf nahi mungkar adalah upaya menciptakan
kemaslahatan umat dan memperbaiki kekeliruan yang ada pada tiap-tiap individunya. Dengan
demikian, segala hal yang bertentangan dengan urusan agama dan merusak keutuhannya,
wajib dihilangkan demi menjaga kesucian para pemeluknya.
Persoalan ini tentu bukan hal yang aneh karena Islam adalah akidah dan syariat yang
meliputi seluruh kebaikan dan menutup segala celah yang berdampak negatif bagi kehidupan
manusia.
Amar ma’ruf nahi mungkar merupakan amal yang paling tinggi karena posisinya sebagai
landasan utama dalam Islam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu)
menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada
yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.” (Ali Imran: 110).
Jika kita perhatikan dengan saksama, sebenarnya diutusnya para rasul dan diturunkannya
Al-Kitab adalah dalam rangka memerintah dan mewujudkan yang ma’ruf, yaitu tauhid yang
menjadi intinya, kemudian untuk mencegah dan menghilangkan yang mungkar, yaitu
kesyirikan yang menjadi sumbernya. Jadi, segala perintah Allah subhanahu wa ta’ala yang
disampaikan melalui rasul-Nya adalah perkara yang ma’ruf. Begitu pula seluruh larangan-
Nya adalah perkara yang mungkar. Kemudian, Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan amar
ma’ruf nahi mungkar ini sebagai sifat yang melekat dalam diri nabi-Nya dan kaum mukminin
secara menyeluruh.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi
penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah
dari yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, serta taat kepada Allah dan
Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa,
Mahabijaksana.” (at-Taubah: 71).
Siapa pun meyakini bahwa kebaikan manusia dan kehidupannya ada dalam ketaatan
kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan hal
tersebut tidak akan sempurna tercapai melainkan dengan adanya amar ma’ruf nahi mungkar.
Dengan hal inilah umat ini menjadi sebaik-baik umat di tengah-tengah manusia.

26
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu)
menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar….” (Ali Imran: 110)

 Hukum Amar Ma’ruf Nahi Mungkar


Amar ma’ruf nahi mungkar adalah kewajiban bagi tiap-tiap muslim yang memiliki
kemampuan. Artinya, jika ada sebagian yang melakukannya, yang lainnya terwakili. Dengan
kata lain, hukumnya fardhu kifayah.
Namun, boleh jadi, hukumnya menjadi fardhu ‘ain bagi siapa yang mampu dan tidak ada
lagi yang menegakkannya. Al-Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Amar ma’ruf
nahi mungkar menjadi wajib ‘ain bagi seseorang, terutama jika ia berada di suatu tempat
yang tidak ada seorang pun yang mengenal (ma’ruf dan mungkar) selain dirinya; atau jika
tidak ada yang dapat mencegah yang (mungkar) selain dirinya. Misalnya, saat melihat anak,
istri, atau pembantunya, melakukan kemungkaran atau mengabaikan kebaikan.” (Syarh
Shahih Muslim) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Amar ma’ruf nahi
mungkar adalah fardhu kifayah. Namun, terkadang menjadi fardhu ‘ain bagi siapa yang
mampu dan tidak ada pihak lain yang menjalankannya.” Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin
Abdillah bin Baz rahimahullah mengemukakan hal yang sama, “Ketika para da’i sedikit
jumlahnya, kemungkaran begitu banyak, dan kebodohan mendominasi, seperti keadaan kita
pada hari ini, maka dakwah (mengajak kepada kebaikan dan menjauhkan umat dari
kejelekan) menjadi fardhu ‘ain bagi setiap orang sesuai dengan kemampuannya.”
Dengan kata lain, kewajibannya terletak pada kemampuan. Dengan demikian, setiap orang
wajib menegakkannya sesuai dengan kemampuan masing-masing. Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman:
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu, dengarlah serta taatlah dan
infakkanlah harta yang baik untuk dirimu. Dan barang siapa dijaga dirinya dari kekikiran,
mereka itulah orang yang beruntung.” (at-Taghabun: 16).
Kemampuan, kekuasaan, dan kewenangan adalah tiga hal yang terkait erat dengan proses
amar ma’ruf nahi mungkar. Yang memiliki kekuasaan tentu saja lebih mampu dibanding
yang lain sehingga kewajiban mereka tidak sama dengan yang selainnya.
Al-Qur’an telah menunjukkan bahwa amar ma’ruf nahi mungkar tidak wajib bagi tiap-tiap
individu (wajib ‘ain), namun secara hukum menjadi fardhu kifayah. Inilah pendapat yang
dipegangi mayoritas para ulama, seperti al-Imam al-Qurthubi, Abu Bakar al-Jashash, Ibnul
Arabi al-Maliki, Ibnu Taimiyah, dan lain-lain rahimahumullah.

27
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah
orang-orang yang beruntung.” (Ali Imran: 104) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫ةإلل لغ يَُ ل ِ ُِ ِي نُ ِةمُكل ِع يُنلَُ ِبنل‬
ُ ‫يكن ُيإ ل ُم ِْ َََُُ مل ِكن ِي م ِكن ُِسي يُ ِبِهُِل َِسط َلُِ لع لط يَُ ل ِ ُِ ِي نُ ِةمُكل ِع يُنل لب‬ ِ ُ َ ُ‫لغ ُِمُِلْل‬
‫ََُْ ِ ل‬

Artinya: “Siapa di antara kalian yang melihat suatu kemungkaran, maka cegahlah dengan
tangannya. Jika belum mampu, cegahlah dengan lisannya. Jika belum mampu, dengan
hatinya, dan pencegahan dengan hati itu adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim no. 70
dan lain-lain).
 Syarat dan Etika Beramar Ma’ruf Nahi Mungkar
Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan kita agar kita beribadah dan menjalankan ketaatan
kepada-Nya sebaik mungkin. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“(Dialah) yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang
lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun.” (al-Mulk: 2).
Amar ma’ruf nahi mungkar adalah ibadah, ketaatan, dan amal saleh. Karena itu, harus
dilakukan dengan benar dan penuh keikhlasan agar menjadi amalan saleh yang diterima. Al-
Imam Fudhail Ibnu Iyadh rahimahullah mengemukakan bahwa suatu amalan meskipun benar
tidak akan diterima jika tidak ada keikhlasan, begitu pun sebaliknya. Keikhlasan berarti
semata-mata karena Allah subhanahu wa ta’ala, sedangkan kebenaran berarti harus berada di
atas sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Para penegak amar ma’ruf nahi mungkar hendaknya memerhatikan dan memenuhi beberapa
syarat berikut.
Syarat pertama: Ilmu dan pemahaman sebelum memerintah dan melarang.
Apabila tidak ada ilmu, dapat dipastikan yang ada adalah kebodohan dan kecenderungan
mengikuti hawa nafsu. Padahal siapa saja yang beribadah kepada Allah subhanahu wa
ta’ala tanpa ilmu, maka kerusakan yang diakibatkannya jauh lebih dominan daripada
kebaikan yang diharapkan.
Dalam kaitannya dengan amar ma’ruf nahi mungkar, ilmu yang harus dimiliki meliputi
tiga hal, antara lain: Mengetahui yang ma’ruf dan yang mungkar serta dapat membedakan
antara keduanya; Mengetahui dan memahami keadaan objek yang menjadi sasarannya; serta
mengetahui dan menguasai metode atau langkah yang tepat dan terbaik sesuai dengan
petunjuk jalan yang lurus (ketentuan syariat). Tujuan utamanya adalah supaya tercapai

28
maksud yang diinginkan dari proses amar ma’ruf nahi mungkar dan tidak menimbulkan
kemungkaran yang lain.
Syarat kedua: Lemah lembut dalam beramar ma’ruf dan bernahi mungkar.
Penyambutan yang baik, penerimaan, dan kepatuhan adalah harapan yang tidak mustahil
apabila proses amar ma’ruf nahi mungkar selalu dihiasi oleh kelembutan.
Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyatakan dalam sabdanya:
ُ ‫عبُو ِيِْ ِكَل ُِ ُمإ ُ نِْكل ف‬
‫عبُو ُمإ ِّ ُلويط لا ذ يِبغُ َُيلِ لل ننل‬ ‫يِس ِي ل‬
ُ ‫ل ُمإ ُ نِْكل ف‬ ُ ‫يِس ِيلُ ُِنِْكل ف‬
َ ‫ع ُبو ل‬ َ‫ُ ل‬

Artinya:“Sesungguhnya Allah Mahalembut dan menyukai sikap lemah lembut dalam tiap
urusan. Allah subhanahu wa ta’ala akan memberikan kepada sikap lemah lembut sesuatu
yang tidak akan diberikan kepada sikap kaku atau kasar dan Allah subhanahu wa ta’ala akan
memberikan apa-apa yang tidak diberikan kepada selainnya.” (HR. Muslim “Fadhlu ar-Rifq”
no. 4697, Abu Dawud “Fi ar-Rifq” no. 4173, Ahmad no. 614, 663, 674, dan 688, dan ad-
Darimi “Bab Fi ar-Rifq” no. 2673).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:


‫ر ِفَل ال ذ رُإلُغ‬ ِ ِ َُ‫ر ِفَل ال ذ َُ يلُغ ُِ ُ ن ِك‬
ُ ْ‫مل‬ ُ ‫يِس ِيلُ ُ نُنو يلف‬
َ ‫ال ذ ل‬

Artinya:“Tidaklah sikap lemah lembut itu ada dalam sesuatu, melainkan akan menghiasinya,
dan tidaklah sikap lemah lembut itu dicabut dari sesuatu, melainkan akan menghinakannya.”
(HR. Muslim no. 4698, Abu Dawud no. 2119, dan Ahmad no. 23171, 23664, 23791).
Al-Imam Sufyan ibnu Uyainah rahimahullah mengatakan, “Tidak boleh beramar ma’ruf
dan bernahi mungkar selain orang yang memiliki tiga sifat: lemah lembut, bersikap adil
(proporsional), dan berilmu yang baik.”
Termasuk sikap lemah lembut apabila senantiasa memerhatikan kehormatan dan perasaan
manusia. Oleh karena itu, dalam beramar ma’ruf nahi mungkar hendaknya mengedepankan
kelembutan dan tidak menyebarluaskan aib atau kejelekan. Kecuali, mereka yang cenderung
senang dan bangga untuk menampakkan aibnya sendiri dengan melakukan kemungkaran dan
kemaksiatan secara terang-terangan. Sebab itu, tidak mengapa untuk mencegahnya dengan
cara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi.
Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Siapa yang menasihati saudaranya dengan
sembunyi-sembunyi, sungguh ia benar-benar telah menasihatinya dan menghiasinya. Siapa
yang menasihati saudaranya dengan terang-terangan (di depan khalayak umum), sungguh ia
telah mencemarkannya dan menghinakannya.” (Syarh Shahih Muslim).

29
Syarat ketiga: Tenang dan sabar menghadapi kemungkinan adanya gangguan setelah
beramar ma’ruf nahi mungkar.
Gangguan seolah-olah menjadi suatu kemestian bagi para penegak amar ma’ruf nahi
mungkar. Oleh karena itu, jika tidak memiliki ketenangan dan kesabaran, tentu kerusakan
yang ditimbulkannya jauh lebih besar daripada kebaikan yang diinginkan.
Al-Imam ar-Razi rahimahullah menjelaskan bahwa orang yang beramar ma’ruf nahi mungkar
itu akan mendapat gangguan, maka urusannya adalah bersabar.
Al-Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah juga mengemukakan bahwa para rasul adalah
pemimpin bagi para penegak amar ma’ruf nahi mungkar. Allah subhanahu wa ta’ala telah
memerintah mereka semua agar bersabar, seperti firman-Nya:
“Maka bersabarlah engkau (Muhammad) sebagaimana kesabaran rasul-rasul yang memiliki
keteguhan hati, dan janganlah engkau meminta agar azab disegerakan untuk mereka. Pada
hari mereka melihat azab yang dijanjikan, merasa seolah-olah tinggal (di dunia) hanya sesaat
saja pada siang hari. Tugasmu hanya menyampaikan. Maka tidak ada yang dibinasakan,
selain kaum yang fasik (tidak taat kepada Allah subhanahu wa ta’ala).” (al-Ahqaf: 35)
“Dan karena Rabbmu, bersabarlah!” (al-Mudatstsir: 7).
“Dan bersabarlah (Muhammad) menunggu ketetapan Rabbmu, karena sesungguhnya engkau
berada dalam pengawasan Kami, dan bertasbihlah dengan memuji Rabbmu ketika engkau
bangun.” (at-Thur: 48).
Allah subhanahu wa ta’ala juga menyebutkan wasiat Luqman kepada putranya dalam firman-
Nya:
“Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang ma’ruf dan
cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu,
sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting.” (Luqman: 17).
Seseorang yang beramar ma’ruf nahi mungkar berarti telah memosisikan dirinya sebagai
penyampai kebenaran. Padahal tidak setiap orang ridha dan suka dengan kebenaran. Oleh
karena itu, ia pasti akan mendapat gangguan, dan itu menjadi cobaan serta ujian baginya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:


“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, ‘Kami
telah beriman’, dan mereka tidak diuji? Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang
sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui
orang-orang yang dusta.” (al-‘Ankabut: 2—3).

30
BAB V

FITNAH AKHIR ZAMAN

A. Fitnah Akhir Zaman


Usia alam ini sebenarnya sudah cukup lama. Berapa lama usia kewujudannya, hanya Allah
SWT yang mengetahuinya. Pada mulanya hanya Allah SWT saja yang wujud dan tiada
permulaan bagi kewujudan Allah SWT. Kemudian Allah SWT menciptakan makhluk-
makhluk-Nya yang terawal, Arasy dan Al-Qalam.
Al-Qalam adalah pena yang menulis takdir di Luh Mahfuz. Dalam satu hadis, daripada
‘Ubadah bin ash-Shamit r.a, Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: “Sesungguhnya
makhluk pertama Allah ciptakan adalah Al-Qalam, kemudian Allah berfirman kepadanya:
Tulislah! Kemudian Al-Qalam berkata: Wahai Rabbku, apa yang aku tulis? Allah berfirman:
Tulislah takdir segala sesuatu sampai datang hari kiamat.” (Hadis riwayat Abu Dawud dan
disahihkan Syeikh al-Albany).
Bagaimanapun, dalam hadis lain menunjukkan ketika pena menulis ternyata Arasy dan air
sudah diciptakan. Ia sebagaimana dalam hadis Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash r.a, Rasulullah
SAW bersabda yang bermaksud: “Allah menulis takdir semua makhluk 50,000 tahun
sebelum menciptakan langit dan bumi dan Arasy Allah berada di atas air.” (Hadis riwayat
Muslim).Rupa bentuk Al-Qalam dan Arasy Allah itu hanya dapat kita saksikan di akhirat
nanti. Bagaimana pula dengan kejadian manusia? Manusia pertama diciptakan Allah adalah
Adam a.s dan Hawa. Kedua-duanya tidak berbin serta berbinti sesiapa pun.Kita semua yang
hidup sekarang adalah umat terakhir bagi nabi terakhir yang diutuskan oleh Allah SWT iaitu
Nabi Muhammad SAW.Baginda juga adalah penutup kepada semua nabi dan rasul. Allah
SWT berfirman yang bermaksud: “Bukanlah Nabi Muhammad itu (dengan sebab ada anak
angkatnya) menjadi bapa yang sebenar bagi seseorang daripada orang lelaki kamu, tetapi dia
adalah Rasul Allah dan kesudahan segala nabi-nabi. Dan (ingatlah) Allah adalah Maha
Mengetahui akan tiap-tiap sesuatu.” (Surah al-Ahzaab, ayat 40)
Kita perlu bersyukur, bertuah dan bangga apabila dipilih Allah SWT menjadi umat Nabi
Muhammad SAW. Percaya kepada apa yang disampaikan Baginda adalah kesempurnaan
iman bagi seseorang mukmin. Mungkin ada yang masih sangsi mereka berada di penghujung
zaman.
Terdapat hadis disebut oleh Nabi SAW yang dimulakan dengan, “... akan tiba satu hari,
“... sesungguhnya menjelang datangnya kiamat, “... pasti akan terjadi pada umatku...” semua

31
itu kita menyangka merujuk kepada zaman yang bakal berlaku di hadapan kita ratusan tahun
lagi.
Sebenarnya, semua yang dinyatakan itu zaman yang kita hidup pada hari ini. Akhir zaman
itu adalah mengenai kisah diri kita.Kata-kata Nabi SAW itu benar dan ia sedang dan sudah
berlaku. Antara peristiwa fitnah akhir zaman yang berlaku kepada umat Islam hari ini adalah
penyakit cinta dunia dan takutkan mati.Ramai umat Islam terperangkap dengan kekayaan
harta, pangkat dan wanita sehingga mereka takut kehilangannya.
Bahana penyakit ‘al-wahn’ itu turut menjadikan umat Islam bangga dengan Barat. Malah
ada yang menyalahkan agama sendiri kerana dianggap terkebelakang, mundur dan kolot serta
berasa malu beramal dengan ajaran Islam.
Sebuah hadis daripada Tsauban, Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: “Akan tiba
masanya umat (manusia merujuk Yahudi Nasrani) yang ramai mengelilingi kalian seperti
orang-orang yang mengerumuni (jamuan) hidangannya. Maka ada seseorang bertanya:
Apakah kerana sedikitnya bilangan kami (kaum Muslimin). Baginda menjawab: Bahkan
ramai tetapi mereka (umat Islam) pada masa itu ibarat buih-buih air (di lautan). Sungguh
Allah mencabut rasa takut daripada dada musuh kamu dan menimpakan penyakit al-wahn.
Seseorang bertanya: Apakah penyakit al-wahn itu ya Rasulullah. Baginda menjawab: Cinta
dunia dan takutkan mati.” (Hadis riwayat Ahmad).
Selain itu, ajaran Islam akan menjadi asing atau dianggap tidak sesuai dengan zaman.
Asing itu bukan bermakna Islam tidak dikenali, bahkan pengikut umat Islam adalah agama
yang mempunyai ramai pengikutnya. Dalam hadis daripada Ibnu Umar, Nabi SAW bersabda
yang bermaksud: “Sesungguhnya Islam bermula dalam keadaan asing dan kelak ia akan
kembali asing sebagaimana dahulu ia bermula dalam keadaan asing dan sesungguhnya Islam
akan kembali ke sarangnya di antara dua masjid (Masjidil Haram Makkah dan Masjid
Nabawi Madinah) sebagaimana seekor ular akan kembali masuk ke lubang
sarangnya.” (Hadis riwayat Muslim).
Kita dapat saksikan pada hari ini ada individu atau masyarakat yang menga-
malkan ajaran mengikut syariat Islam, sunah dan akhlak Rasulullah SAW, namun dipulau
dan dipandang serong. Sedangkan, fahaman liberalisme dan kes perlakuan songsang
bertentangan dengan fitrah seperti lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) diangkat
serta dipertahankan sehinggakan golongan yang memperjuangkan hak itu diberi peruntukan
undang-undang. Ada segelintir umat Islam menyokong dan turut terpengaruh dengan
perjuangan golongan itu.

32
Pada akhir zaman juga menyebabkan ramai orang merasakan diri mereka bijak. Golongan
ulama dicerca dan diperlekeh. Golongan berilmu bersifat ego manakala pengikutnya pula
begitu taasub. Golongan ilmuwan juga kerap bertelagah yang tidak langsung mencerminkan
ketokohan ilmunya. Tidak seperti golongan ilmuwan terdahulu, mereka sangat menjaga adab
ketika berdepan perbezaan pendapat.
Begitu juga, akhir zaman dikaitkan dengan peristiwa pembunuhan kejam yang dilakukan
secara beramai-ramai. Situasi yang dinyatakan itu menepati hadis daripada Abu Hurairah,
Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: “Kiamat tidak akan terjadi sehingga banyak
‘harj’. Sahabat bertanya: Apakah ‘harj’ itu wahai Rasulullah?”
Baginda bersabda: “Pembunuhan. (demi) pembunuhan.” Sebahagian umatku yang dirahmati,
mereka tidak akan dihisab dan tidak akan diseksa sama sekali di akhirat, seksa yang pernah
dialaminya adalah pembunuhan, gempa dan fitnah (kekacauan).” (Hadis riwayat Hakim).

Pada akhirnya, kita semua nanti akan ‘berpindah’ ke satu tempat yang tiada lagi kematian
iaitu ke syurga atau neraka.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Kitab Tauhid li Shaff Ats Tsaani Al’Aali, hal. 9.


2. Al Wajiz fii ‘Aqidati Salafish shalih, hal. 101-102
3. Fathul Baari Syarhu Shahih Al-Bukhari, karya Ibnu Hajar Asqalani, l/60
4. Kitab Tauhid li Shaff Ats Tsaani Al’Aali, hal.9.
5. www.risalahislam.com/2018/01/pengertian -iman-islam-dan-ihsan-trilogi.html
6. https://suhupendidikan.com/rukun-
islam/#:~:text=Pengertian%20Rukun%20Islam.%20Rukun%20Islam%20adalah%20lima
%20tindakan,Tuhan%20selain%20Alloh%2C%20dan%20Muhammad%20utusan%20Allo
h.%20Sholat.
7. https://www.idpengertian.com/pengertian-iman-islam-dan-ihsan
8. https://www.suaraislam.co/islam-dan-sains-pandangan-al-quran-terhadap-sains/
(guardian.blogspot.co.id/suaraislam)
9. Al-imam al-Syaikh Ibrahim bin Ismail. Tth. Ta’lim al-Muta’allim. Semarang: Pustaka al-
Alawiyah.
10. https://ayoksinau.teknosentrik.com/hukum-islam

Abdul Ghani Abdullah, Pengantar Komopilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia
Jakarta, Gema Insani Press, 1994.

11. Dahlan Idhamy, Karakteristik Hukum Islam, Jakarta, Media Sarana Press, 1987.
12. Departemen Agama RI, Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum,
Jakarta : Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2001.
13. Hamdan Mansoer, dkk, Materi Instruksional Pendidikan Agama Islam, Jakarta :
Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, 2004.
14. https://asysyariah.com/kewajiban-amar-maruf-nahi-mungkar-2/
15. https://fimadani.com/amar-maruf-nahi-munkar
16. https://khotbahjumat.com/763-fitnah-akhir-zaman.html
17. https://www.hmetro.com.my/addin/2019/01/412620/fitnah-akhir-zaman

34

Anda mungkin juga menyukai