Dosen Pengampuh:
Disusun Oleh:
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas selesainya tugas
Artikel dengan tema Kajian Islam,sebagai Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah
Pendidikan Agama Islam.
Sholawat dan Salam semoga ALLAH limpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW atas
berkah petunjuknya kepada kita, sehingga kita berada di jalan yang lurus berupa ajaran
Agama yang sempurna dan menjadi Rahmat seluruh alam.
Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufik Ramdani, S.Th.I.,M.Sos
sebagai dosen pengampuh mata kuliah Pendidikan Agama Islam, dan saya ucapkan terima
kasih kepada kedua orang tua atas motivasi, dukungan, dan bimbingan yang telah diberikan,
sehingga artikel ini bisa terselesaikan.
Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat bagi penulis dan para pembaca. Dalam
penulisan ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan, sehingga kritik dan saran yang
membangun, sangat diharapkan bagi penulis artikel ini.
2
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
I. Iman, Islam, Ihsan 4
II. Islam dan Sains 11
III. Islam dan Penegakan Hukum 16
IV. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf dan Nahi Munkar 24
V. Fitnah Akhir Zaman 31
DAFTAR PUSTAKA 34
LAMPIRAN
3
BAB I
IMAN, ISLAM, IHSAN
ةنلِكُسُ َُلَُ نُ يِذَّلا َ ُو لان ُيإلل لَ ِي ذم ُع لان ُيإ ِلإ لِ ُِ ََُِيَِي ِيِينِ لمكلُِْ ِبو ل
ل يلف يِ ذ
Artinya: Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin untuk
menambah keimanan atas keimanan mereka (yang telah ada).(Qur’an Al-Fath:4)
Imam Syafi’i berkata, “Iman itu meliputi perkataan dan perbuatan. Dia bisa bertambah dan
bisa berkurang. Bertambah dengan sebab ketaatan dan berkurang dengan sebab
kemaksiatan.”
Imam Ahmad berkata, “Iman bisa bertambah dan bisa berkurang. Ia bertambah dengan
melakukan amal, dan ia berkurang dengan sebab meninggalkan amal.”
Imam Bukhari mengatakan, “Aku telah bertemu dengan lebih dari seribu orang ulama dari
berbagai penjuru negeri, aku tidak pernah melihat mereka berselisih bahwasanya iman adalah
perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan berkurang.”
Murid Al Imam Syafi’i yang bernama Ar-Rabi’ berkata: “Aku mendengar Al-Imam Asy-
Syafi’i berkata: “Iman adalah ucapan dan amalan, bertambah dan berkurang.”
Pada riwayat yang lain terdapat tambahan: “Bertambah dengan ketaatan dan berkurang
dengan kemaksiatan.” Kemudian beliau membaca ayat:
4
Artinya: agar orang yang beriman bertambah imannya.(Qur’an Al-Muddassir:31)
Makna bertambah dan berkurangnya iman seperti yang ditanyakan oleh putra Imam Ahmad
yaitu Shalih rahimahullahu. Shalih rahimahullahu berkata: “Aku bertanya kepada ayahku, apa
itu makna bertambah dan berkurangnya iman?”. Beliau menjawab: “Bertambahnya iman
adalah dengan adanya amalan, berkurangnya adalah dengan meninggalkan amalan, seperti
meninggalkan shalat, zakat, dan haji.”
Rukun Iman:
Rukun Iman ada 6 (enam), yaitu :
1. Iman kepada Allah: Seseorang tidak dikatakan beriman kepada Allah hingga dia
mengimani 4 hal:
Mengimani adanya Allah.
Mengimani Rububiyyah Allah, bahwa tidak ada yang mencipta, menguasai, dan
untuk diri-Nya dan yang nabi-Nya tetapkan untuk Allah, serta menjauhi sikap
menghilangkan makna, memalingkan makna, mempertanyakan, dan
menyerupakanNya.
2. Iman kepada para malaikat Allah:
Mengimani adanya malaikat sebagai makhluk ciptaan Allah SWT, beserta amalan dan
mengetahuinya
Malaikat diciptakan oleh Allah SWT dari cahaya
1. Malaikat Jibril
2. Malaikat Mikal
3. Malaikat Rakib
4. Malaikat Atid
5. Malaikat Mungkar
6. Malaikat Nakir
5
7. Malaikat Maut
8. Malaikat Israfil
9. Malaikat Malik
10. Malaikat Ridwan
3. Iman kepada kitab-kitab Allah:
Mengimani bahwa seluruh kitab Allah adalah Kalam (ucapan) yang merupakan sifat
Allah.
Mengimani bahwa kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT termasuk 4 (empat)
yaitu:
1. Kitab Suci Taurat
2. Kitab Suci Zabur
3. Kitab Suci Injil
4. Kitab Suci Al-Qur'an
5. Muslim wajib mengimani bahwa Al-Qur'an merupakan penggenapan kitab-kitab suci
terdahulu.
4. Iman kepada para rasul Allah
Mengimani bahwa ada di antara laki-laki dari kalangan manusia yang Allah Ta’ala pilih
sebagai perantara antara diri-Nya dengan para makhluknya. Akan tetapi mereka semua
tetaplah merupakan manusia biasa yang sama sekali tidak mempunyai sifat-sifat dan hak-hak
ketuhanan, karenanya menyembah para nabi dan rasul adalah kebatilan yang nyata. Wajib
mengimani bahwa semua wahyu kepada nabi dan rasul itu adalah benar dan bersumber dari
Allah Ta’ala. Juga wajib mengakui setiap nabi dan rasul yang kita ketahui namanya dan yang
tidak kita ketahui namanya.
5. Iman kepada hari akhir
Mengimani tanda-tanda hari kiamat. Mengimani hari kebangkitan di padang mahsyar
hingga berakhir di Surga atau Neraka.
6. Iman kepada qada dan qadar, yaitu takdir yang baik dan buruk:
Mengimani kejadian yang baik maupun yang buruk, semua itu atas izin dari Allah. Karena
seluruh makhluk tanpa terkecuali, zat dan sifat mereka demikian pula perbuatan mereka
melalui kehendak Ilahi.
6
ISLAM
Pengertian Islam secara etimologi atau secara bahasa berarti tunduk, patuh, atau berserah
diri. Adapun menurut syariat (terminologi), apabila di mutlakan berada pada dua pengertian
yaitu:
Yang pertama: apabila disebutkan sendiri tanpa diiringi dengan kata iman, maka pengertian
islam mencakup seluruh agama, baik ushul (pokok) maupun furu’ (cabang), juga seluruh
masalah aqidah, ibadah, perkataan dan perbuatan.
Kedua, apabila kata islam di sebutkan bersamaan dengan kata iman, maka yang di maksud
islam adalah perkataan dan amal-amal lahiriyah yang dengannya terjaga diri dan hartanya,
baik dia meyakini islam atau tidak. Sedangkan kata iman berkaitan dengan amal hati.
Rukun Islam:
Rukun Islam adalah lima tindakan dasar Islam, dianggap sebagai pondasi wajib bagi
orang yang beriman dan merupakan dasar dari kehidupan Muslim.
1. Syahadat
Membaca dua kalimat syahadat menjadi rukun islam yang pertama, yang menyatakan
bahwa Bersaksi tidak ada tuhan yang berhak disembah secara hak melainkan Alloh dan
NabiMuhammad adalah utusan Allah.
Syahadat atau persaksian ini memiliki makna mengucapkan dengan lisan, membenarkan
dengan hati kemudian mengamalkannya dengan perbuatan. Adapun orang yang
mengucapkannya secara lisan tetapi tidak mengetahui maknanya dan tidak mengamalkannya
maka tidak ada manfaat sama sekali dengan syahadatnya.
Makna “La ilaha Illallah” adalah tidak ada yang berhak disembah secara haq di atas
bumi maupun di atas langit melainkan Allah semata. Dialah ilah yang haq sedang ilah
(sesembahan) selain-Nya adalah batil. Sedang Ilah memiliki makna ma’bud (yang diibadahi).
Artinya secara harfiah adalah: “Tiada Tuhan selain Allah”
Makna “syahadat Muhammad Rasulullah” yaitu mengetahui dan meyakini bahwa Nabi
Muhammad utusan Allah untuk seluruh alam.
2. Sholat
Sholat lima waktu sehari semalam yang Alloh perintahkan untuk menjadi sarana interaksi
antara Allah dengan seorang muslim di mana ia bermunajat dan berdoa kepada-Nya. Juga
untuk menghindari manusia dari perbuatan keji dan mungkar sehingga ia memperoleh
kedamaian jiwa dan raga yang mampu membahagiakannya di dunia dan akhirat.
7
Allah SWT mensyariatkan dalam sholat, suci badan, pakaian, dan tempat yang dipakai
untuk sholat. Maka seorang muslim membersihkan diri dengan air suci dari semua barang
najis seperti air kecil dan besar untuk menyucikan badannya dari najis lahir dan hatinya dari
najis batin.
Sholat merupakan adalah agama. Ia sebagai rukun terpenting Islam setelah dua kalimat
syahadat. Muslim wajib memeliharanya semenjak usia baligh (dewasa) hingga mati.
3. Puasa
Puasa di bulan Ramadan yaitu bulan kesembilan dari bulan hijriyah.Sifat puasa yaitu
Seorang muslim berniat puasa sebelum waktu shubuh atau dimalam hari. Kemudian menahan
dari makan, minum dan jima’ (berhubungan suami istri) hingga terbenamnya matahari lalu
berbuka. Ia kerjakan hal itu selama hari bulan Romadhon. Dengan itu ia menghendaki ridho
Alloh SWT dan beribadah kepada-Nya.
4. Zakat
Allah SWT memerintahkan setiap muslim yang mempunyai harta mencapai nisab untuk
mengeluarkan zakat hartanya tiap tahun. Ia berikan kepada yang berhak menerima dari
kalangan fakir juga selain mereka yang zakat boleh diserahkan kepada mereka sebagaimana
telah diterangkan dalam Al Qur’an.
5. Haji
Rukun Islam kelima yaitu pergi haji jika mampu. Mampu yang dimaksud yaitu dalam
materi, jasmani, ilmu dan lainya.
IHSAN
Kata Ihsan berasal dari bahasa Arab yaitu ahsan-yuhsinu-ihsanan yang artinya kebaikan
atau berbuat baik. Dan pelakunya disebut muhsin.
Sedangkan menurut istilah ihsan adalah perbuatan baik yang dilakukan oleh seseorang
dengan niat hati beribadah kepada Allah swt.
Ihsan atau kebaikan tertinggi adalah seperti yang di sabdakan Rasulullah Saw. “Ihsan
hendaknya kamu beribadah kepada Allah swt seolah-olah kamu melihatnya, dan jika kamu
tidak dapat melihatnya, sesungguhnya dia melihat kamu.” (HR. Bukhari).
Penggolongan Ihsan oleh Para Ulama:
Para ulama menggolongkan ihsan menjadi 4 bagian yaitu:
Ihsan kepada Allah
Kepada diri sendiri
Sesama manusia
8
Bagi sesama mahluk
Al-Ghazali memberikan pendapat bahwa orang yang mau berhubungan langsung dengan
Allah maka harus terlebih dahulu memperbaiki hubungannya dengan sesama manusia. Untuk
mengenal Allah swt maka sebelumnya perlu mengenal diri sendiri, karena pada diri sendri
setiap manusia ada unsur ketuhanan. Sedangkan cara untuk mengenal diri adalah dengan
mengetahui proses kejadian manusia itu sendiri.
9
Rasulullah bersabda, "Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan seorang
mukmin di hari kiamat melainkan akhlak yang baik, dan sesungguhnya Allah sangat
membenci orang yang suka berbicara keji lagi kotor."
Ustadz Galih mengingatkan, inilah pentingnya belajar tasawuf di samping belajar fikih.
"Barang siapa bertasawuf tanpa fiqih maka akan menjadi zindiq, barang siapa berfiqih tanpa
tasawuf maka akan menjadi fasiq, dan barang siapa mengamalkan keduanya maka akan
mencapai hakikat."
Ustadz Galih mengatakan, meski penisbatan ucapan (kutipan) tersebut kepada Imam
Malik masih diperbincangkan, namun maknanya memang benar adanya. Ketika orang
bertasawuf namun tidak mempunyai pengetahuan tentang fiqih akan menjadi zindiq, ia akan
seenaknya meninggalkan sholat karena merasa sudah dekat dengan Allah.
Begitu juga orang yang tahu fiqih namun tidak bertasawuf. Orang itu akan bermudah
mudahan dalam menjalankan syariat, sholat asal-asalan yang penting sah.
"Intinya Islam, iman dan ihsan adalah satu kesatuan yang dinamakan agama Islam, semuanya
berjalan bersama beriringan, barang siapa memisahkannya maka telah berkurang sebagian
dari agama," jelasnya.
10
BAB II
ISLAM DAN SAINS
Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari ‘alaq. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang
mengajar manusia dengan pena, mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Iqra’ terambil dari akar kata yang berarti menghimpun. Dari menghimpun lahir aneka
makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan
membaca baik teks tertulis maupun tidak. Wahyu pertama itu tidak menjelaskan apa yang
harus dibaca, karena Al-Quran menghendaki umatnya membaca apa saja selama bacaan
tersebut bismi Rabbik, dalam arti bermanfaat untuk kemanusiaan. Iqra’ berarti bacalah,
telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu; bacalah alam, tanda-tanda zaman, sejarah,
11
maupun diri sendiri, yang tertulis maupun yang tidak. Alhasil, objek perintah iqra’ mencakup
segala sesuatu yang dapat dijangkaunya.
Q.S. Ali-Imran: 190-191 :
Artinya : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. Yaitu orang-orang yang mengingat
Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan lanjut dan bumi (seraya berkata), “Ya Robb kami, tiadalah Engkau
ciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka dipeliharalah kami dari siksa neraka.”
Salah satu cara mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah adalah dengan membaca
dan merenungkan ayat-ayat-Nya yang terbentang di alam semesta. Dalam ayat ini, Allah
menyuruh manusia untuk merenungkan alam, langit dan bumi. Langit yang melindungi dan
bumi yang terhampar tempat manusia hidup. Juga memperhatikan pergantian siang dan
malam. Semuanya itu penuh dengan ayat-ayat, tanda-tanda kebesaran Allah SWT.
Kemudian islam juga menempatkan orang yang beriman, berilmu dan beramal shalih
pada derajat yang tinggi, seperti dalam Q.S. Al-Mujadilah: 11 :
Artinya : “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan.”
Kedudukan orang-orang beriman jauh lebih tinggi dibandingkan dengan orang-orang
kafir meski mereka memiliki kelebihan yang bersifat keduniaan dari orang-orang beriman.
Namun derajat orang-orang beriman yang berilmu akan menempati posisi yang lebih baik
lagi ketimbang orang yang hanya beriman saja. Hal tersebut dikarenakan hanya dengan
sarana ilmu lah, seseorang dapat mengetahui mana yang haq dan mana yang bathil.
12
Pandangan Al-Qur’an terhadap Sains: Seluruh pengetahuan, termasuk pengetahuan
kealaman (sains) ada dalam al-Qur’an. Pendapat ini didukung antara lain oleh al-Ghazali, al
Suyuti, dan Maurice Bucaile. Al-Qur’an hanya sebagai petunjuk untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan. Pendapat ini didukung antara lain oleh Ibnu Sina, al-Biruni, dan al-Haitam.
13
Memberikan penghargaan kepada sains maupun saintis menjadikan mereka tahu bahwa
mereka dibutuhkan dalam perkembangan dunia yang semakin maju ini, membuat mereka
menjadi semakin semangat untuk menemukan hal baru lagi. Seperti Khalifah Al-Makmun
membangun Baitul Hikmah di Baghdad, beliau mengirim wakil-wakilnya ke segala penjuru
daerah untuk mencari naskah-naskah tentang materi pendidikan dan Sains, motif dasarnya
adalah kepentingan orang lain (altruistic) dan bukan materialistic. Tentu saja, kemungkinan
adanya balasan materi dalam bentuk teknologi maju atau baru sebenarnya tidak ada karena
hubungan Sains kuno dengan teknologi kuno jauh terpisah, tidak seperti sekarang. Hingga
melahirkan para Saintis Muslim terkemuka dibidang Alkimia, Astronomi, Matematika dan
kedokteran.
5. Keterpaduan Antara Tujuan dan Cara
Sangatlah penting dapat membedakan antara tujuan dan cara. Seperti contoh jikalau
kita punya tujuan yang jelas mengapa kita sekolah, tentunya kita tidak akan nyontek, karena
dengan cara tersebut kita tidak akan mendapatkan pelajaran yang berguna bagi kehidupan
kita kedepannya. Jadi harus ada keterpaduan antara tujuan dan cara, apabila kita memiliki
tujuan yang benar tentu kita juga harus meraihnya dengan cara yang benar juga. Sangatlah
jelas bahwa tujuan akan membedakan cara kita melakukan sesuatu, sehingga tujuan sangatlah
penting didalam kehidupan. Kalau kita tidak mempunyai tujuan yang jelas kehidupan kita
juga akan menjadi tidak jelas karena tidak ada arah yang jelas.
Ketika sains dan teknologi mengalami proses sekularisasi, dikosongkan dari nilai-nilai
ketuhanan, seperti sains Barat pada umumnya, maka tujuan akhir dari sains itu ialah semata-
mata manfaat (nafiyyah), baik yang bersifat fisik – seperti kenikmatan, keindahan, dan
kenyamanan – maupun kepuasan intelektual dan kebanggaan. Sedangkan ukuran manfaat itu
bersifat relatif, dan sangat sulit dipenuhi secara hakiki. Karena itu, perkembangan sains
cenderung sangat liar. Seorang dokter yang ahli rekayasa genetik, misalnya, mungkin belum
merasa memperoleh manfaat dan kepuasan sebelum berhasil melakukan clonning, dan
mendistorsi proses penciptaan manusia secara konvensional.
Sebaliknya, ketika nilai-nilai ketuhanan dimasukkan ke dalam proses sains, di
samping menghasilkan teori, baik dalam ilmu-ilmu eksaskta maupun non-eksak (sosial,
ekonomi, politik, ekonomi, dan lain-lain) yang sesuai dengan sudut pandang dan pemahaman
Islam (hadhoroh Islam), juga akan menghasilkan produk yang bersifat materi (kebendaan)
dari proses eksperimen, yang sarat dengan nilai-nilai ruhiah yang puncaknya bermuara pada
tercapainya keridhoan Allah. Karena itu, seorang ilmuan muslim akan mengintegrasikan
antara penemuan ilmiah yang bersifat materi dengan kesadaran ruhiah (majhu al- maddah bi
14
ar-ruh). Nilai ruhiah yang paling tinggi ialah ketika seseorang merasa dekat dengan Allah dan
merasa mendapat ridho Allah.
C. Kemunduran Sains
Konflik terjadi pada masa akhir kemunduran sains Islam yakni kemunculan sains modern
(Newton), konflik juga terjadi saat”Kitab Ihya Ulumuddin” karya Imam Al-Ghazali. Siapa
yang tidak mengenal kitab Ihya Ulumuddin? Ya, kitab hasil karya Imam Abu Hamid Al-
Ghazali yang sering dijadikan sebagai sandaran dan rujukan bagi sebagian ummat Islam
terutama di Indonesia. Imam Al-Ghazali sering sekali dianggap sebagai ahli filsafat Islam dan
ilmu kalam. Dan kitabnya yang berjudul Ihya Ulumuddin itu pun dianggap sebagai
‘masterpiece’ Imam Al-Ghazali dalam hal ilmu kalam dan filsafat. Ihya’ ulumiddin
menyerukan umat Islam untuk kembali menghidupkan ajaran agama, pendapat ini
menyebabkan kesalahpahaman bahwa adanya larangan untuk mempelajari sains, sehingga
budaya mempelajari sains ditinggalkan.
Kesalahpahaman ini berdampak pada ketimpangan posisi ilmu seperti terpisahnya tradisi
filsafat kelompok (ilmu duniawi) dengan tradisi pemikiran keagamaan (ilmu ukhrawi ).
Dampak dari kesalah pahaman agama dan sains menimbulkan ketimpangan posisi ilmu
sehingga terpisahnya tradisi filsafat dengan tradisi pemikiran keagamaan, keduanya berada
pada tempat yang berbeda, filsafat dan sains berada dalam satu kelompok (ilmu duniawi) dan
agama berada dalam kelompok lain (ilmu ukhrawi).
15
BAB III
ISLAM DAN PENEGAKAN HUKUM
16
2. Muamalah (ghairu mahdhah)
Adalah ketetapan Allah yang berhubungan dengan kehidupan sosial manusia walaupun
ketetapan tersebut terbatas pada pokok-pokok saja. Karena itu sifatnya terbuka untuk
dikembangkan melalui ijtihad manusia yang memenuhi syarat melakukan usaha itu.
1. Munakahat
Hukum yang mengatur sesuatau yang berhubunngan dengan perkawinan, perceraian
dan akibat-akibatnya.
2. Wirasah
Hukum yang mengatur segala masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli waris,
harta warisan daan cara pembagian waarisan.
3. Muamalat
Hukum yang mengatur masalah kebendaan daan hak-hak atas benda, tata hubungan
manusia dalam persoalan jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, perserikatan
dan lain-lain.
4. Jinayat
Hukum yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman
baik dalam jarimah hudud atau tindak pidana yang telah ditentukan bentuk dan batas
hukumnya dalam al quran daan sunah nabi maupun dalam jarimah ta’zir atau
perbuatan yang bentuk dan batas hukumnya ditentukan oleh penguasa sebagai
pelajaran bagi pelakunya.
5. Al-ahkam as-sulthaniyah
6. Siyar
Hukum yang mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan dengan pemeluk
agama dan negara lain.
7. Mukhassamat
Hukum yang mengatur tentang peradilan, kehakiman, dan hukum acara. Sistematika
hukum islam daapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Al-ahkam asy-syakhsiyah (hukum perorangan)
2. Al-ahkam al-maadaniyah (hukum kebendaan)
17
3. Al-ahkam al-murafaat (hukum acara perdata, pidana, dan peradilan tata usaha)
4. Al ahkam al-dusturiyah (hukum tata negara)
5. Al-ahkam ad-dauliyah (hukum internasional)
6. Al-ahkam al-iqtishadiyah wa-almaliyah (hukum ekonomi dan keuangan)
martabatnyadapat terangkat lebih tinggi dan martabat makhluk lain danmemenuhi hajat
jiwanya. Agama islam memberi perlindungan kepada pemeluk agam lain untuk
menjalankan agama sesuai dengan keyakinannya.
Memelihara jiwa Menurut hukum islam jiwa harus dilindungi. Hukum islam wajib
mempunyai peranan sangat penting dalam hidup dan kehidupan manusia. Seseorang tidak
akan dapat menjalankan hukum islam dengan baik dan benar tanpa mempergunakan akal
sehat. (QS.5:90)
Memelihara keturunan Dalam hukum islam memlihara keturunan adalah hal yang sangat
penting. Karena itu, meneruskan keturunan harus melalui perkawinan yang sah menurut
ketentuan Yang ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dan dilarang melakukan
perzinahaan. (Qs.4:23)
Memelihara harta Menurut ajaran islam harta merupakan pemberian Allah kepada
manusia untuk kelangsungan hidup mereka. Untuk itu manusia sebagai khalifah di bumi
dilindungi haknya untuk memperoleh harta dengan cara-cara yang halal, sah menurut
hukum dan benar menurut aturan moral. Jadi huku slam ditetapkan oleh Allah untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia itu sendiri, baik yang bersifat primer, sekunder,
maupun tersier (dloruri, haaji, dan tahsini).
18
E. Sumber Hukum Islam
Islam adalah agama yang sempurna, islam memiliki hukum yang datangnya dari Allah,
yang disampaikan melalui Rasul-Nya yaitu Nabi Muhammad saw. Sebagai umat islam kita
harus berpedoman dan berpegang teguh pada hukum Islam yakni alquran dan hadist.
1. Al-Quran
Allah swt menurunkan al-Quran berguna untuk dijadikan dasar hukum, dan
disampaikan kepada manusia untuk diamalkan ajaran-ajaran-Nya. Karena al-quran yaitu
sumber hukum yang pertama dan utama. Maka dari itu, al-quran merupakan sumberdari
segala sumber hokum islam yang ada. Hal ini mengandung arti bahwa pertama-tama yang
menjadi tempat kembalinya semua permasalahan ialah atas dasar petunjuk dari al-quran.
Selama petunjuk al-quran masih ada, maka sumber hokum islam dibawahnya tidak berlaku
atau berfungsi.
Sebagai sumber hukum islam yang utama, maka fungsi al-quran ialah sebagai berikut:
Sebagai petunjuk bagi manusia, hal ini ditegaskan dalam QS. (17): 9.
Sebagai penjelas terhadap segala sesuatu, hal ini ditegaskan dalam QS. (16): 89.
Sebagai penawar jiwa yang haus (syifa) detegaskan dalam QS. (17): 82.
2. Hadist
Hadist menurut bahasa artinya kabar atau baru. Sedangkan menurut istilah yaitu suatu
kegiatan atau perbuatan, ucapan atau ketetapan dari nabi Muhammad saw. Beberapa ulama
berpendapat bahwa antara hadist dan sunnah memiliki definisi yang sama. Ada juga yang
berpendapat bahwa sunnah hanya perilaku Nabi, sedangkan hadist yaitu perkataan nabi yang
diriwayatkan oleh seorang sahabat dan hanya merekalah yang mengetahui serta tidak menjadi
sandaran. Semua perbuatan Nabi saw. Ialah atas bimbingan Allah swt. Seperti firman Allah
swt. Dalam QS Al-Haqqah: 44-46 yang artinya: “ seandainya ia (Muhammad) mengada-
adakan sebagian ucapan atas (nama) kami, Niscaya benar-benar Kami pegang dia pada
tangan kanannya. Kemudian benar-benar kami potong urat tali jantungnya”.
19
Fungsi hadist sebagai sumber hokum yang kedua setelah Al-Quran ialah sebagai berikut ini:
1. Memperkuat hokum-hukum yang telah ada dalam Al-Quran
2. Memberikan perincian dan penafsiran ayat-ayat Al-Quran yang masih mujmal atau umum
(global)
3. Mengisi atau menetapkan hokum yang tidak didapati dalam Al-Quran.
Hadist yang dapat dijadikan seagai dasar hokum adalah hadist yang berkualitas.
Ditinjau dari segi dapat diterima atau tidaknya hadist, dapat dibagi menjadi dua yaitu: hadist
maqbul (hadist yang diterima) dan hadist mardud (yang tidak diterima). Sedangkan ditinjau
dari segi banyaknya dan sedikitnya orang yang meriwayatkan hadist (rawi), hadist dibagi atas
dua bagian diantaranya yaitu hadist mutawatir dan hadist ahad.
Hadist mutawatir merupakan hadist hasil tangkapan panca indra yang diriwayatkan
oleh sebagian besar orang yang menurut adat kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan
bersepakat untuk berdusta. Sedangkan hadist ahad merupakan hadist yang tidak memenuhi
syarat-syarat atau derajad hadist mutawatir.
Hadist mutawatir yaitu hadist yang maqbul (dapat diterima). Sedangkan hadist ahad,
karena tidak mencapai derajad hadist mutawatir, maka belum tentu dapat diterima
kebenarannya. Artinya masih harus diselidiki mana yang dapat diterima dan mana yang tidak
diterima.
3. Ijtihad
Ijtihad berarti bersungguh-sungguh. Definisi ijtihad adalah berusaha dengan segenap
tenaga dan pikiran untuk menetapkan suatu hokum yang tidak ada kejelasan atau penjelasan
hukumnya dari Al-Quran dan Al-Hadist.
Kedudukan ijtihad ialah sebagai sumber hukum islam yang ketiga setelah A-Quran dan
al-hadist. Cara kerjanya yaitu mengfungsikan akal pikiran, tetapi tetap bersandarkan kepada
Al-Quran dan Al-Hadist. Adapun hal-hal yang menjadi bidang ijtihad ada dua, yaitu:
Hal-hal yang belum ada penjelasan hukumnya dari Al-Quran dan Al-Hadist.
Sudah ada penjelasan hukumnya, tetapi belum menunjukkan pengertian yang jelas atau
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya dan ulil amri di
antara kamu. Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia pada
20
Allah (al quran) dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kapada Allah dan
hari akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik (akibatnya)”.(QS. An-
nisa: 59).
Dari ayat tersebut, dapat diperoleh pemahaman bahwa umat islam dalam menjalankan
hukum agamanya harus didasarkan urutan:
1. Selalu menataati Allah dan mengindahkan seluruh ketentuan yang berlaku dalam alquran.
2. Menaati Rasulullah dengan memahami seluruh sunnah-sunnahnya
3. Menaati ulil amri (lembaga yang menguasai urusan umat islam).
4. Mengenbalikan kepada alquran dan sunah jika terjadi perbedaan dalam menetapkan
hukum.
Secara lebih teknis umat islam dalam berhukum harus memperhatikan sumber tertib hukum:
Al Quran
Keputusan penguasa; khalifah (ekseklutif), ahlul hallli wal‘aqdi (legislatif), amupun qadli
(yudikatif) baik secara individu maupun masing- masing konsensus kolektif (ijma’)
Mencari ketentuan ataupun sinyalemen yang ada dalam al quran kemmbali jika terjadi
masa
At-tathawwur (berkembang), hukum islam tidak kaku dalam berbagai kondisi dan situasi
sosial.
Dilihat dari sketsa historis, hukum islam masuk ke indonesia bersama masuknya islam ke
Indonesia pada abad ke 1 hijriyah atau 7/8 masehi. Sedangkan hukum barat baru
diperkenalkan VOC awal abad 17 masehi. Sebalum islam masuk Indonesia, rakyat Indonesia
menganut hukum adat yang bermacam-macam sistemnya dan sangat majemuk sifatnya.
Namun setelah islam datang dan menjadi agama resmi di berbagai kerajaan nusantara, maka
hukum islam pun munjadi hukum resmi kerajaan-kerajaan tersebut dan tersebar menjadi
hukum yang berlaku dalam masyarakat.
21
Secara yuridis formal, keberadaan negara kesatuan Indonesia adalah diawali pada saat
proklamasi 17 Agustus 1945. Pada tanggal 18 Agustus 1945 kemudian diakui berlakunya
Undang-Undang Dasar 1945. Pada saat itulah keinginan para pemimpin islam untuk kembali
menjalankan hukum islam bagi umat islam berkobar.
Dalam pembentukan hukum islam di indonesia, kesadaran berhukum islam untuk pertama
kali pada zaman kemeerdekaan adalah di dalam Piagam Jakarta 22 juni 1945 , yang di dalam
dasar ketuhanan diikuti dengan pernyataan “dengan kewajiban menjalankan syariat islam
bagi pemeluk-pemeluknya”. Tetapi dengan pertimbangan untuk persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia akhirnya mengalami perubahan pada tanggal 18 Agustus 1945 yang
rumusan sila pertamanya menjadi “Ketuhanan yang Maha Esa”.
Meskipun demikian, dalam berbagai macam peraturan perundang-undangan, hukum islam
telah benar-benar memperoleh tempat yang wajar secara kontitusional yuridis.Dengan
demikian kontribusi umat islam dalam petrumusan dan penegakan hukum sangat besar.
Adapun upaya yang harus dilakukan untuk penegakan hukum dalam praktek bermasyarakat
dan bernegara yaitu melalui proses kultural dan dakwah. Apabila islam telah menjadikan
suatu keebijakan sebagai kultur dalam masyarakat, maka sebagai konsekuensinyahukum
harus ditegakkan. Bila perlu “law inforcement” dalam penegakkan hukum islam dengan
hukum positif yaitu melalui perjuangan legislasi. Sehingga dalam perjaalananya suatu
ketentuan yang wajib menurut islam menjadi wajib pula menurut perundangan.
22
Orientasi tersebut tidak hanya bermanfaat bagi manusia dalam jangka pendek dalam
kehidupan duniawi tetapi juga harus menjamin kebahagiaan kehidupan di akherat yang kekal
abadi, baik yang berupa hukum-hukum untuk menggapai kebaikan dan kesempurnaan
hidup (jalbu al manafi’), maupun pencegahan kejahatan dan kerusakan dalam kehidupan
(dar’u al-mafasid). Begitu juga yang berkaitan dengan kepentingan hubungan antara Allah
dengan makhluknya maupun kepentingan orientasi hukum itu sendiri.
Keempat fungsi hukum tersebut tidak dapat dipilah-pilah begitu saja untuk bidang hukum
tertentu tetapi satu dengan yang lain juga saling terkait.
23
BAB IV
24
Ma’ruf : Syariat Telah Membagi Ma’ruf Menjadi 3 Kategori
Jadi Ma’ruf dalam syariat telah dibagi menjadi 3 kategori, diantaranya sebagai berikut:
1. Fardhu atau Wajib
Yaitu sesuatu yang apa bila dikerjakan akan mendapat pahala dan apabila di
tinggalakan kita akan mendapat dosa. Kategori tersebut merupakan kategori yang menjadi
kewajiban bagi setiap masyarakat islam dan juga mengenai hal tersebut syariat sudah
memberikan petunjuknya yang jelas serta mengikat.
2. Sunat atau Matlub
Yaitu mendapat pahala apa bila kita kerjakan dan tidak berdosa apabila kita
tinggalakan. Kategori ini adalah kategori dari serangkaian kebaikan-kebaikan yang di
anjurkan oleh syariat agar di laksanakan. Karena memang dianjurkan oleh syariat maka,
sebaiknya kita mengamalkan sesuatu yang sunat ini.
3. Mubah
Yaitu suatu perkara yang apabila dikerjakan tidak mendapatkan pahala dan apabila
ditinggalakan tidak mendapat dosa. Kategori ini mempunyai makna yang luas, sedangkan
patokan dan juga ukurannya yakni segala sesuatu yang tidak dilarang berarti masuk ke dalam
kategori ini.
Yang tata cara pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya oleh syariat yang berlaku kepada
manusia untuk memilihnya sendiri yang nantinya di kerjakan atu tidak.
Munkar : Suatu Perkara yang Dilarang Oleh Islam, Munkar Ini Dibagi Menjadi 2
Kategori
Munkar dalam syariat dibagi kedalam 2 kategori, diantaranya sebagai berikut:
1. Haram
Yakni segala sesuatu yang dilarang secara mutlak. Setiap umat muslim tanpa terkecuali
wajib untuk menjauhkan diri dari sesuatu yang secara tegas di haramkan. Jadi sudah
sepatutnya apa terdapat suatu perkara yang sudah jelas keharamannya kita patut untuk
menjauhinya.
2. Makruh
Yakni segala sesuatu yang masuk ke dalam kategori tidak di senangi. Apabila dikerjakan
tidak berdosa tetapi jika di tinggalkan sesuatu tersebut akan mendapatkan pahala. Jadi lebih
baik kita meninggalkan sesuatu yang makruh jika memang hal tersebut tidak bermanfaat bagi
kita.
25
B. Kewajiban Amar Makruf Nahi Munkar
Tidak diragukan lagi bahwa amar ma’ruf nahi mungkar adalah upaya menciptakan
kemaslahatan umat dan memperbaiki kekeliruan yang ada pada tiap-tiap individunya. Dengan
demikian, segala hal yang bertentangan dengan urusan agama dan merusak keutuhannya,
wajib dihilangkan demi menjaga kesucian para pemeluknya.
Persoalan ini tentu bukan hal yang aneh karena Islam adalah akidah dan syariat yang
meliputi seluruh kebaikan dan menutup segala celah yang berdampak negatif bagi kehidupan
manusia.
Amar ma’ruf nahi mungkar merupakan amal yang paling tinggi karena posisinya sebagai
landasan utama dalam Islam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu)
menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada
yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.” (Ali Imran: 110).
Jika kita perhatikan dengan saksama, sebenarnya diutusnya para rasul dan diturunkannya
Al-Kitab adalah dalam rangka memerintah dan mewujudkan yang ma’ruf, yaitu tauhid yang
menjadi intinya, kemudian untuk mencegah dan menghilangkan yang mungkar, yaitu
kesyirikan yang menjadi sumbernya. Jadi, segala perintah Allah subhanahu wa ta’ala yang
disampaikan melalui rasul-Nya adalah perkara yang ma’ruf. Begitu pula seluruh larangan-
Nya adalah perkara yang mungkar. Kemudian, Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan amar
ma’ruf nahi mungkar ini sebagai sifat yang melekat dalam diri nabi-Nya dan kaum mukminin
secara menyeluruh.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi
penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah
dari yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, serta taat kepada Allah dan
Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa,
Mahabijaksana.” (at-Taubah: 71).
Siapa pun meyakini bahwa kebaikan manusia dan kehidupannya ada dalam ketaatan
kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan hal
tersebut tidak akan sempurna tercapai melainkan dengan adanya amar ma’ruf nahi mungkar.
Dengan hal inilah umat ini menjadi sebaik-baik umat di tengah-tengah manusia.
26
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu)
menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar….” (Ali Imran: 110)
27
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah
orang-orang yang beruntung.” (Ali Imran: 104) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ةإلل لغ يَُ ل ِ ُِ ِي نُ ِةمُكل ِع يُنلَُ ِبنل
ُ يكن ُيإ ل ُم ِْ َََُُ مل ِكن ِي م ِكن ُِسي يُ ِبِهُِل َِسط َلُِ لع لط يَُ ل ِ ُِ ِي نُ ِةمُكل ِع يُنل لب ِ ُ َ ُلغ ُِمُِلْل
ََُْ ِ ل
Artinya: “Siapa di antara kalian yang melihat suatu kemungkaran, maka cegahlah dengan
tangannya. Jika belum mampu, cegahlah dengan lisannya. Jika belum mampu, dengan
hatinya, dan pencegahan dengan hati itu adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim no. 70
dan lain-lain).
Syarat dan Etika Beramar Ma’ruf Nahi Mungkar
Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan kita agar kita beribadah dan menjalankan ketaatan
kepada-Nya sebaik mungkin. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“(Dialah) yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang
lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun.” (al-Mulk: 2).
Amar ma’ruf nahi mungkar adalah ibadah, ketaatan, dan amal saleh. Karena itu, harus
dilakukan dengan benar dan penuh keikhlasan agar menjadi amalan saleh yang diterima. Al-
Imam Fudhail Ibnu Iyadh rahimahullah mengemukakan bahwa suatu amalan meskipun benar
tidak akan diterima jika tidak ada keikhlasan, begitu pun sebaliknya. Keikhlasan berarti
semata-mata karena Allah subhanahu wa ta’ala, sedangkan kebenaran berarti harus berada di
atas sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Para penegak amar ma’ruf nahi mungkar hendaknya memerhatikan dan memenuhi beberapa
syarat berikut.
Syarat pertama: Ilmu dan pemahaman sebelum memerintah dan melarang.
Apabila tidak ada ilmu, dapat dipastikan yang ada adalah kebodohan dan kecenderungan
mengikuti hawa nafsu. Padahal siapa saja yang beribadah kepada Allah subhanahu wa
ta’ala tanpa ilmu, maka kerusakan yang diakibatkannya jauh lebih dominan daripada
kebaikan yang diharapkan.
Dalam kaitannya dengan amar ma’ruf nahi mungkar, ilmu yang harus dimiliki meliputi
tiga hal, antara lain: Mengetahui yang ma’ruf dan yang mungkar serta dapat membedakan
antara keduanya; Mengetahui dan memahami keadaan objek yang menjadi sasarannya; serta
mengetahui dan menguasai metode atau langkah yang tepat dan terbaik sesuai dengan
petunjuk jalan yang lurus (ketentuan syariat). Tujuan utamanya adalah supaya tercapai
28
maksud yang diinginkan dari proses amar ma’ruf nahi mungkar dan tidak menimbulkan
kemungkaran yang lain.
Syarat kedua: Lemah lembut dalam beramar ma’ruf dan bernahi mungkar.
Penyambutan yang baik, penerimaan, dan kepatuhan adalah harapan yang tidak mustahil
apabila proses amar ma’ruf nahi mungkar selalu dihiasi oleh kelembutan.
Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyatakan dalam sabdanya:
ُ عبُو ِيِْ ِكَل ُِ ُمإ ُ نِْكل ف
عبُو ُمإ ِّ ُلويط لا ذ يِبغُ َُيلِ لل ننل يِس ِي ل
ُ ل ُمإ ُ نِْكل ف ُ يِس ِيلُ ُِنِْكل ف
َ ع ُبو ل َُ ل
Artinya:“Sesungguhnya Allah Mahalembut dan menyukai sikap lemah lembut dalam tiap
urusan. Allah subhanahu wa ta’ala akan memberikan kepada sikap lemah lembut sesuatu
yang tidak akan diberikan kepada sikap kaku atau kasar dan Allah subhanahu wa ta’ala akan
memberikan apa-apa yang tidak diberikan kepada selainnya.” (HR. Muslim “Fadhlu ar-Rifq”
no. 4697, Abu Dawud “Fi ar-Rifq” no. 4173, Ahmad no. 614, 663, 674, dan 688, dan ad-
Darimi “Bab Fi ar-Rifq” no. 2673).
Artinya:“Tidaklah sikap lemah lembut itu ada dalam sesuatu, melainkan akan menghiasinya,
dan tidaklah sikap lemah lembut itu dicabut dari sesuatu, melainkan akan menghinakannya.”
(HR. Muslim no. 4698, Abu Dawud no. 2119, dan Ahmad no. 23171, 23664, 23791).
Al-Imam Sufyan ibnu Uyainah rahimahullah mengatakan, “Tidak boleh beramar ma’ruf
dan bernahi mungkar selain orang yang memiliki tiga sifat: lemah lembut, bersikap adil
(proporsional), dan berilmu yang baik.”
Termasuk sikap lemah lembut apabila senantiasa memerhatikan kehormatan dan perasaan
manusia. Oleh karena itu, dalam beramar ma’ruf nahi mungkar hendaknya mengedepankan
kelembutan dan tidak menyebarluaskan aib atau kejelekan. Kecuali, mereka yang cenderung
senang dan bangga untuk menampakkan aibnya sendiri dengan melakukan kemungkaran dan
kemaksiatan secara terang-terangan. Sebab itu, tidak mengapa untuk mencegahnya dengan
cara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi.
Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Siapa yang menasihati saudaranya dengan
sembunyi-sembunyi, sungguh ia benar-benar telah menasihatinya dan menghiasinya. Siapa
yang menasihati saudaranya dengan terang-terangan (di depan khalayak umum), sungguh ia
telah mencemarkannya dan menghinakannya.” (Syarh Shahih Muslim).
29
Syarat ketiga: Tenang dan sabar menghadapi kemungkinan adanya gangguan setelah
beramar ma’ruf nahi mungkar.
Gangguan seolah-olah menjadi suatu kemestian bagi para penegak amar ma’ruf nahi
mungkar. Oleh karena itu, jika tidak memiliki ketenangan dan kesabaran, tentu kerusakan
yang ditimbulkannya jauh lebih besar daripada kebaikan yang diinginkan.
Al-Imam ar-Razi rahimahullah menjelaskan bahwa orang yang beramar ma’ruf nahi mungkar
itu akan mendapat gangguan, maka urusannya adalah bersabar.
Al-Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah juga mengemukakan bahwa para rasul adalah
pemimpin bagi para penegak amar ma’ruf nahi mungkar. Allah subhanahu wa ta’ala telah
memerintah mereka semua agar bersabar, seperti firman-Nya:
“Maka bersabarlah engkau (Muhammad) sebagaimana kesabaran rasul-rasul yang memiliki
keteguhan hati, dan janganlah engkau meminta agar azab disegerakan untuk mereka. Pada
hari mereka melihat azab yang dijanjikan, merasa seolah-olah tinggal (di dunia) hanya sesaat
saja pada siang hari. Tugasmu hanya menyampaikan. Maka tidak ada yang dibinasakan,
selain kaum yang fasik (tidak taat kepada Allah subhanahu wa ta’ala).” (al-Ahqaf: 35)
“Dan karena Rabbmu, bersabarlah!” (al-Mudatstsir: 7).
“Dan bersabarlah (Muhammad) menunggu ketetapan Rabbmu, karena sesungguhnya engkau
berada dalam pengawasan Kami, dan bertasbihlah dengan memuji Rabbmu ketika engkau
bangun.” (at-Thur: 48).
Allah subhanahu wa ta’ala juga menyebutkan wasiat Luqman kepada putranya dalam firman-
Nya:
“Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang ma’ruf dan
cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu,
sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting.” (Luqman: 17).
Seseorang yang beramar ma’ruf nahi mungkar berarti telah memosisikan dirinya sebagai
penyampai kebenaran. Padahal tidak setiap orang ridha dan suka dengan kebenaran. Oleh
karena itu, ia pasti akan mendapat gangguan, dan itu menjadi cobaan serta ujian baginya.
30
BAB V
31
itu kita menyangka merujuk kepada zaman yang bakal berlaku di hadapan kita ratusan tahun
lagi.
Sebenarnya, semua yang dinyatakan itu zaman yang kita hidup pada hari ini. Akhir zaman
itu adalah mengenai kisah diri kita.Kata-kata Nabi SAW itu benar dan ia sedang dan sudah
berlaku. Antara peristiwa fitnah akhir zaman yang berlaku kepada umat Islam hari ini adalah
penyakit cinta dunia dan takutkan mati.Ramai umat Islam terperangkap dengan kekayaan
harta, pangkat dan wanita sehingga mereka takut kehilangannya.
Bahana penyakit ‘al-wahn’ itu turut menjadikan umat Islam bangga dengan Barat. Malah
ada yang menyalahkan agama sendiri kerana dianggap terkebelakang, mundur dan kolot serta
berasa malu beramal dengan ajaran Islam.
Sebuah hadis daripada Tsauban, Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: “Akan tiba
masanya umat (manusia merujuk Yahudi Nasrani) yang ramai mengelilingi kalian seperti
orang-orang yang mengerumuni (jamuan) hidangannya. Maka ada seseorang bertanya:
Apakah kerana sedikitnya bilangan kami (kaum Muslimin). Baginda menjawab: Bahkan
ramai tetapi mereka (umat Islam) pada masa itu ibarat buih-buih air (di lautan). Sungguh
Allah mencabut rasa takut daripada dada musuh kamu dan menimpakan penyakit al-wahn.
Seseorang bertanya: Apakah penyakit al-wahn itu ya Rasulullah. Baginda menjawab: Cinta
dunia dan takutkan mati.” (Hadis riwayat Ahmad).
Selain itu, ajaran Islam akan menjadi asing atau dianggap tidak sesuai dengan zaman.
Asing itu bukan bermakna Islam tidak dikenali, bahkan pengikut umat Islam adalah agama
yang mempunyai ramai pengikutnya. Dalam hadis daripada Ibnu Umar, Nabi SAW bersabda
yang bermaksud: “Sesungguhnya Islam bermula dalam keadaan asing dan kelak ia akan
kembali asing sebagaimana dahulu ia bermula dalam keadaan asing dan sesungguhnya Islam
akan kembali ke sarangnya di antara dua masjid (Masjidil Haram Makkah dan Masjid
Nabawi Madinah) sebagaimana seekor ular akan kembali masuk ke lubang
sarangnya.” (Hadis riwayat Muslim).
Kita dapat saksikan pada hari ini ada individu atau masyarakat yang menga-
malkan ajaran mengikut syariat Islam, sunah dan akhlak Rasulullah SAW, namun dipulau
dan dipandang serong. Sedangkan, fahaman liberalisme dan kes perlakuan songsang
bertentangan dengan fitrah seperti lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) diangkat
serta dipertahankan sehinggakan golongan yang memperjuangkan hak itu diberi peruntukan
undang-undang. Ada segelintir umat Islam menyokong dan turut terpengaruh dengan
perjuangan golongan itu.
32
Pada akhir zaman juga menyebabkan ramai orang merasakan diri mereka bijak. Golongan
ulama dicerca dan diperlekeh. Golongan berilmu bersifat ego manakala pengikutnya pula
begitu taasub. Golongan ilmuwan juga kerap bertelagah yang tidak langsung mencerminkan
ketokohan ilmunya. Tidak seperti golongan ilmuwan terdahulu, mereka sangat menjaga adab
ketika berdepan perbezaan pendapat.
Begitu juga, akhir zaman dikaitkan dengan peristiwa pembunuhan kejam yang dilakukan
secara beramai-ramai. Situasi yang dinyatakan itu menepati hadis daripada Abu Hurairah,
Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: “Kiamat tidak akan terjadi sehingga banyak
‘harj’. Sahabat bertanya: Apakah ‘harj’ itu wahai Rasulullah?”
Baginda bersabda: “Pembunuhan. (demi) pembunuhan.” Sebahagian umatku yang dirahmati,
mereka tidak akan dihisab dan tidak akan diseksa sama sekali di akhirat, seksa yang pernah
dialaminya adalah pembunuhan, gempa dan fitnah (kekacauan).” (Hadis riwayat Hakim).
Pada akhirnya, kita semua nanti akan ‘berpindah’ ke satu tempat yang tiada lagi kematian
iaitu ke syurga atau neraka.
33
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Ghani Abdullah, Pengantar Komopilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia
Jakarta, Gema Insani Press, 1994.
11. Dahlan Idhamy, Karakteristik Hukum Islam, Jakarta, Media Sarana Press, 1987.
12. Departemen Agama RI, Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum,
Jakarta : Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2001.
13. Hamdan Mansoer, dkk, Materi Instruksional Pendidikan Agama Islam, Jakarta :
Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, 2004.
14. https://asysyariah.com/kewajiban-amar-maruf-nahi-mungkar-2/
15. https://fimadani.com/amar-maruf-nahi-munkar
16. https://khotbahjumat.com/763-fitnah-akhir-zaman.html
17. https://www.hmetro.com.my/addin/2019/01/412620/fitnah-akhir-zaman
34