Anda di halaman 1dari 32

KAJIAN ISLAM

1. Iman, islam, ihsan


2. Islam dan sains
3. Islam dan penegak Hukum
4. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf dan Nahi Munkar
5. Fitnah Akhir Zaman
Di susun sebagai tugas terstruktur Mata kuliah : pendidikan agama islam
Dosen pengampuh:
Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun oleh:

Nama : Indri Sulfia


NIM : E1S020027
FAKULTAS & : FKIP & PENDIDIKAN
PRODI SOSIOLOGI
Semester : 1 (satu)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
T.A .2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan terimah kasih kepada Allah SWT
yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan
tugas ini mata kuliah Pendidikan Agama Islam.Dan tak lupa sholawat serta salam tetap
tecurah kepada Nabi besar Muhammad SAW yang telah menuntun kita dari jalan yang
gelap gulita menuju jalan yang terang dengan membawa agama yang sempurna addinul
islam.
Artikel yang saya susun ini menjelaskankan tentang Pendidikan Agama Islam
yang terdiri dari berbagai bahasan Artikel tentang kajian keislaman. Selama proses
pembelajaran berlangsung hingga saat ini Pembuatan artikel juga bertujuan agar kita
mengetahui tentang materi Bagaimana kita belajar selama ini Kami mengucapkan
terima kasih kepada dosen pembimbing dan pengajar yaitu Dr. Taufiq Ramdani, S.
Th.I., M.Sos yang dengan kesabaran dan kelebihannya telah mengajar kami serta teman
– teman yang telah membantu kami.
Artikel ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat memberikan wawasan yang luas bagi
pembaca.

Penyusun, Mataram 12 Desember 2020

Nama : indri sulfia

NIM : E1S020027

ii
DAFTAR ISI

I. Iman, islam, ihsan……………………………………………… 1- 5

II. Islam dan sains…………………………………………………. 6 - 9

III. Islam dan penegak hokum………………………………………10 - 13

IV. Kewajiban menegakkan Amar Makruf dan Nahi Munkar……..14 - 20

V. Fitnah Akhir Zaman…………………………………………….21 - 25

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

iii
BAB I
IMAN,ISLAM DAN IHSAN

a. Iman
Kata Iman berasal dari Bahasa Arab yaitu bentuk masdar dari kata kerja
yang“ ‫ ايمانا‬- ‫ؤمن‬KK‫ ي‬-‫ ” امن‬,(il’fi( mengandung beberapa arti yaitu percaya,
tunduk, tentram dan tenang. 7 Imam Al-Ghazali memaknakannya dengan
kata tashdiq ( ‫( التصديق‬yang berarti “pembenaran”.Pengertian Iman adalah
membenarkan dengan hati, diikrarkan dengan lisan dan dilakukan dengan
perbuatan. Iman secara bahasa berasal dari kata Asman-Yu’minu-limaanan
artinya meyakini atau mempercayai. Pembahasan pokok aqidah Islam
berkisar pada aqidah yang terumuskan dalam rukun Iman, yaitu:
1) Iman kepada Allah
2) ImankepadaMalaikat-Nya
3) Imankepadakitab-kitab-Nya
4) Iman kepada Rasul-rasul-Nya
5) Iman kepada hari akhir
6) Iman kepadaTakdir Allah

b. Islam
Kata Islam berasal dari Bahasa Arab adalah bentuk masdar dari kata Yang.
‫ اسالما‬- ‫ اسلم – يسلم‬kerja secara etimologi mengandung makna “Sejahtera, tidak
cacat, selamat”. Seterusnya kata salm dan silm, mengandung arti :
Kedamaian, kepatuhan, dan penyerahan diri. Dari kata-kata ini, dibentuk
kata salam sebagai istilah dengan pengertian: Sejahtera, tidak tercela,
selamat, damai, patuhdan berserah diri.Dari uraian kata-kata itu pengertian
Islam dapat dirumuskan taat atau patuh dan berserah diri kepada Allah.
Pengertian Islam menurut istilah yaitu, sikap penyerahan diri (kepasrahan,
ketundukan, kepatuhan) seorang hamba kepada Tuhannya dengan senantiasa
melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya, demi mencapai
kedamaian dan keselamatan hidup, di dunia maupun di akhirat.Islam sebagai

1
agama, maka tidak dapat terlepas dari adanya unsur-unsur pembentuknya
yaitu berupa rukun Islam, yaitu:
1) Membaca dua kalimat Syahadat
2) Mendirikan shalat lima waktu
3) Menunaikan zakat
4) Puasa Ramadhan
5) Haji ke Baitullah jika mampu

c. Ihsan
Kata ihsan berasal dari Bahasa Arab dari kata kerja (fi`il) yaitu : ‫فعل الحسن‬
:artinya‫ا ن‬K‫ن – احس‬K‫ن – يحس‬KK‫( احس‬Perbuatan baik). Para ulama menggolongkan
Ihsan menjadi 4 bagian yaitu:
1) Ihsan kepada Allah
2) Ihsan kepada diri sendiri
3) Ihsan kepada sesama manusia
4) Ihsan bagi sesama makhluk
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Ihsan memiliki satu rukun
yaitu engkau beribadah kepada Allah swt seakan-akan engkau melihat-Nya,
jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu. Hal ini
berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Umar bin alKhaththab
Radhiyallahu ‘anhu dalam kisah jawaban Nabi saw kepada Jibri ketika ia
bertanya tentang ihsan, maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:
َ ‫ َرا‬Kَ‫إِن َهُ ي‬Kَ‫ َراهُ ف‬Kَ‫إ ِ ْن لَ ْم تَ ُك ْن ت‬Kَ‫راهُ ف‬K
‫ك‬ َ َ ‫أَن‬KK‫د هللاَ َك‬Kَ ُ‫“ أَ ْن تَ ْعب‬Engkau beribadah kepada Allah
َ Kَ‫ك ت‬
seolaholah engkau melihat-Nya, maka bila engkau tidak melihat-Nya,
sesungguhnya Allah melihatmu.”

Secara teori iman, Islam, dan ihsan dapat dibedakan namun dari segi
prakteknya tidak dapat dipisahkan. Satu dan lainnya saling mengisi, iman
menyangkut aspek keyakinan dalam hati yaitu kepercayaan atau keyakinan,
sedangkan Islam artinya keselamatan, kesentosaan, patuh, dan tunduk dan
ihsan artinya selalu berbuat baik karena merasa diperhatikan oleh Allah.
Beribadah agar mendapatkan perhatian dari sang khaliq, sehingga dapat

2
diterima olehnya. Tidak hanya asal menjalankan perintah dan menjauhi
laranganNya saja, melainkan berusaha bagaimana amal perbuatan itu bisa
bernilai plus dihadapan-Nya. Sebagaimana yang telah disebutkan diatas
kedudukan kita hanyalah sebagai hamba, budak dari Tuhan, sebisa mungkin
kita bekerja, menjalankan perintah-Nya untuk mendapatkan perhatian dan
ridhoNya.
Islam, iman dan ihsan dalam Kitab Matan Arba‘in an-Nawawi Islam yang
berasal dari bahasa arab aslama, berarti menerima, menyerah, atau tunduk.
Maka kata muslim (sebutan bagi pemeluk agama Islam) juga berhubungan
dengan kata islam yang berarti orang yang berserahdirikepada Allah. Islam
memiliki rukun-rukun atau pilar-pilar yang harus ditunaikan oleh seorang
muslim. Sebagaimana Rasulullah saw juga telah merincikan 5 rukun yang
menjadi pondasi Islam.Hal ini didukung oleh hadis yang ke-3 dalam kitab
matan Arba’in an-Nawawi yang artinya
” “Dari Abu ‘Abdurrahman ‘Abdullah bin ‘Umar bin Al-Khattab
radhiyallahu ‘anhuma, ia mengatakan: aku mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi
bahwa tidak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Allah dan bersaksi
bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah; menunaikan shalat;
menunaikan zakat; menunaikan haji ke Baitullah; dan berpuasa Ramadhan.”
(HR. Bukhari dan Muslim).

Membahas tentang konsep keimanan yang terdapat pada kitab matan Arba’in
an-Nawawi, penulis akan menyajikan hadis kedua sebagai berikut. Yang
artinya : “Dari Umar radhiallahuanhu juga dia berkata : Ketika kami duduk-
duduk disisi Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam suatu hari tibatiba
datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan
berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh
dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga
kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya
kepada kepada lututnya (Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam) seraya
berkata: “ Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, maka

3
bersabdalah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam : “ Islam adalah engkau
bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan
bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat,
menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu “, kemudian
dia berkata: “ anda benar “. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula
yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “ Beritahukan aku tentang
Iman “. Lalu beliau bersabda: “ Engkau beriman kepada Allah, malaikat-
malaikatNya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau
beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk “, kemudian dia
berkata: “ anda benar“. Kemudian dia berkata lagi: “ Beritahukan aku
tentang ihsan “. Lalu beliau bersabda: “ Ihsan adalah engkau beribadah
kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya
maka Dia melihat engkau” . Kemudian dia berkata: “ Beritahukan aku
tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “ Yang ditanya
tidak lebih tahu dari yang bertanya “. Dia berkata: “ Beritahukan aku tentang
tanda-tandanya “, beliau bersabda: “ Jika seorang hamba melahirkan tuannya
dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan
penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan
bangunannya “, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar.
Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “ Tahukah engkau siapa yang
bertanya ?”. aku berkata: “ Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui “. Beliau
bersabda: “Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud)
mengajarkan agama kalian“. (HR. Muslim) 18 Hadis di atas merangkum
tentang penjelasan Islam, iman dan hakikat dari ihsan. Penjelasan tentang
rukun Islam telah penulis bahas pada pembahasan sebelumnya tentang
konsep Islam. Sama halnya dengan Islam yang memiliki 5 rukun, keimanan
juga memiliki 6 rukun yang mesti diimani dan diamalkan oleh setiap
mukmin (orang yang beriman). 6 rukun tersebut telah Rasulullah saw
sebutkan tatkala Jibril bertanya apa itu iman, kemudian beliau menjawab:
”Yaitu kamu beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-
rasulNya, hari akhir dan kamu beriman kepada qadar yang baik dan yang
buruk.” (HR. Muslim).

4
Seorang mukmin hendaknya ia tenang dalam masalah rezki dan qanaah
(menerima) dengan mengambil sebab-sebab serta tidak terlalu mengejar-
ngejarnya dan mencurahkan hatinya karenanya. Kehidupan ada di tangan
Allah. Seseorang tidak akan mati kecuali dia telah menyempurnakan
umurnya. Dapat diambil kesimpulan, bahwa ihsan memiliki dua sisi yaitu:
a. Ihsan adalah kesempurnaan dalam beramal sambil menjaga keiklasan dan
jujur dalam beramal
b. Ihsan adalah sensntiasa memaksimalkan amalan-amalan sunnah yang
dapat mendekat diri kepada Allah Swt. selama hal itu adalah sesuatu yang
diridhai-Nya dan dianjurkan untuk melaksanakannya. Dalamranahedukasi
(pendidikan), ihsân sangat erat kaitannya, bahkan sama artinya, dengan kata
“afektif”. Sama halnya dengan ihsân, afektif-pun akan berbicara tentang
kebaikan yang bersumber dari hati. Oleh karenanya pendidikan karakter
berbasis Ihsân sama halnya dengan pendidikan hati. Sebagaimna kita ketahui
bahwa hati adalah pusat untuk bertindak. Jika hati kita baik maka sikap kita
secara otomatis akan menjadi baik. Begitu pula sebaliknya.22 Maka dapat
disimpulkan, bahwa ihsan adalah puncak prestasi dalam ibadah, muamalah,
dan akhlak. Oleh karena itu, semua orang yang menyadari akan hal ini tentu
akan berusaha dengan seluruh potensi diri yang dimilikinya agar sampai
pada tingkat tersebut. Siapapun kita, apapun profesi kita, di mata Allah tidak
ada yang lebih mulia dari yang lain, kecuali mereka yang telah naik
ketingkat ihsan dalam seluruh sisi dan nilai hidupnya.

5
BAB II
ISLAM DAN SAINS

Untuk memperjelas hubungan antara Sains dan Islam diperlukan kajian


mendalam mengenai makna Islam itu sendiri. Islam adalah sebuah nama agama
yang jika ditelusuri makna ontologinya dalam bahasa Arab berarti keselamatan
atau ketaatan kepada perintah tanpa menolaknya. Islam dari kata aslama berarti
masuk kepada Islam, yakni mengikhlaskan din kepada Allah atau juga berserah
diri kepada Allah. Berakar dari kata salima-yaslamu yang berarti selamat ,
berserah diri dan rela kepada suatu hukum dan aslama-yuslimu yaitu
menampakkan ketaatan dan mengikuti syariat yang dibawa oleh Rasulullah
SAW, taat kepada perintah Allah dan mengikhlaskan diri untuk beribadah kepada
Allah. Sedangkan muslim adalah orang yang beragama Islam dan berserah diri
dan menerima ajaran Rasulullah SAW.44 Umumnya, Islam dianggap sebagai
agama yang kadangkala diterjemahkan menjadi religion atau dalam bahasa Arab
berarti din. Penerjemahan dan pemaknaan ini sebenarnya perlu dikaji lebih
mendalam. Perbedaan kata dan bahasa akan sangat mempengaruhi keyakinan dan
worldview manusia dalam memahami konsepsi segala sesuatu. Jika Islam
dianggap sebagai agama, dalam bahasa Indonesia, ia berarti sistem yang
mengatur tata keimanan (kepercayaan) kepada Tuhan yang Maha Kuasa, tata
peribadatan, dan tata kaidah yang bertalian dengan pergaulan manusia dan
manusia serta lingkungannya dengan kepercayaan itu. Sedangkan religion berarti
kepercayaan terhadap keberadaan Tuhan yang berimplikasi pada menjalankan
ritual untuk menyembahnya dan adanya berbagai ajaran yang berdimensi
spiritual. Jika Islam dianggap sebagai din, maka maknanya juga akan lain. Kata
din merupakan kata bahasa Arab daana-yadiinu yaitu pemberian untuk jangka
waktu tertentu, memberikan harta untuk tempo tertentu atau memberikan hutang,
sedangkan dayn adalah hutang. Dayn dalam makna din juga dimaknai sebagai
keberhutangan kepada dayyan yaitu Allah. Kata tersebut juga mengacu pada
istilah din berarti ketaatan, berpegang teguh, dan keterikatan untuk menjadi
hamba. Atau juga diyanah dalam Islam berarti keyakinan dengan hati,

6
mengikrarkan dengan lisan, dan mengerjakan rukunnya secara jasmani. Dalam
berbagai tafsir ayat al-Qur’an, din yang terlengkap, terbaik, dan diridhoi adalah
ber-Islam kepada Allah. Sedangkan makna utama din secara filosofis
disimpulkan oleh al-Attas menjadi empat unsur, yaitu keberhutangan manusia
secara eksistensial kepada Allah, penyerahan diri manusia kepada Allah,
pelaksanaan kekuasaan pengadilan, dan suatu cerminan dari kecenderungan
alami manusia atau fitrah yang kembali pada Hari Perjanjian pertama. Menurut
Jujun S. Suriasumantri, penerjemahan kata sciene menjadi ilmu atau ilmu
pengetahuan memiliki masalah yang pokok. Selanjutnya, ia mengusulkan kata
padaan untuk ilmu adalah knowledge, sedangkan science adalah ilmu
pengetahuan. Demikian pula, Syed Naquib al-Attas juga memberikan catatan
khusus mengenai penyebutan sains sebagai ilmu tersebut dikarenakan ilmu
merupakan istilah dari bahasa Arab yaitu ‘ilm. Sedangkan makna ‘ilm dalam
bahasa Arab mencakup ma’rifah (ilmu pengenalan) dan ilmu pengetahuan
(sains). Karena keduanya memiliki implikasi masing-masing.
Sains Islam secara khusus dapat didefinisikan sebagai aktifitas saintifik atau
ilmiah yang memiliki dasar atau berpedoman pada Islamic worldview (yaitu
penggunaan konsep “natural” secara Islamiy) dan merupakan pengejawentahan
secara langsung dari skema konseptual saintifik yang Islamiy. Tentunya dalam
pencapaian kegiatan saintifik/ ilmiah ini, Islam juga menekankan adanya sumber-
sumber dan metode ilmu tersebut. Islam memandang sains yang bersifat fisik
tidak hanya pada tataran lahiriyah saja, namun juga adanya tujuan, kebenaran,
dan pengakuan wahyu sebagai satu-satunya suber ilmu tentang realitas dan
kebenaran yang terkait dengan makhluk dan khaliknya. Artinya, dalam
melakukan kegiatan saintifik, para ilmuwan muslim yang berpedoman al-Qur’an
dan Hadits akan dapat melahirkan produk sains yang membawa maslahat bagi
kehidupan manusia, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Sains menurut
Islam secara pokok merupakan sebuah jenis ta’wil atau interpretasi alegoris dari
benda-benda empiris yang menyusun dunia alam. Sains semacam itu harus
mendasarkan dirinya secara tetap pada tafsir atau interpretasi dari penampakan
atau makna yang jelas dari benda-benda dalam alam. Penampakan dan makna
mereka yang jelas berurusan dengan tempat mereka di dalam sistem hubungan

7
dan tempat mereka menjadi nampak pada pemahaman kita ketika batas
kebenaran dari arti mereka dikenali. Saat ini, filsafat modern telah menjadi
penafsir sains, dan mengorganisir hasil sains alam dan sosial ke dalam sebuah
pandangan dunia. Interpretasi itu pada gilirannya menentukan arah yang diambil
sains dalam studi alam. Adalah interpretasi tentang pernyataan ini dan
kesimpulan umum sains dan arah sains sepanjang garis yang ditawarkan oleh
interpretasi yang harus diletakkan pada evaluasi kritis. Dalam Islam, sains sangat
terikat dengan ilmu pengatahuan dan iman. Karena sifat dari kandungan
proposisionalnya sama dengan sifat dari prinsip pertama logika dan pengetahuan
metafisika, etika, dan estetika; maka dengan sendirinya dalam diri subjek ia
bertindak sebagai cahaya yang menerangi segala sesuatu. Bahwa iman adalah
suatu visi yang menempatkan semua data dan fakta dalam perspektif yang sesuai
dengan, dan perlu bagi, pemahaman yang benar atas mereka. Ia adalah dasar bagi
penafsiran yang rasional atas alam semesta sebagaimana ia merupakan prinsip
utama dari akal, tidak mungkin bersifat non-rasional dan bertentangan dengan
diri sendiri. Alam semesta yang menjadi sumber realitas penalaran sains
merupakan gambaran yang tak terpisahkan dari wujud Allah. Karena di balik
wujud dan realitas alam semesta ini terdapat dimensi metafisik dan tujuan dari
penciptaannya. Sains dalam Islam ditujukan untuk melakukan pembuktian
terhadap isyarat-isyarat untuk pencarian ilmu sebagaimana tertera dalam al-
Qur’an.
Untuk melihat hubungan antara Islam dan sains perlu dilakukan klarifikasi yang
mendalam. Saat ini, banyak orang yang salah faham dalam memandang Islam –
yang sebagaimana difahami oleh orang selain Muslim – bahwa Islam hanya
sekedar agama yang sepadan dengan agama Kristen, Hindu, Buddha, dan bahkan
juga kepercayaan animism-dinamisme lainnya. Tentu hal ini dilihat – khususnya
oleh orang Barat – sebagai bangsa yang saat ini berkembang dalam hal sains dan
teknologi, sebagai sejarah mereka pada zaman di mana mereka dikuasai oleh
Gereja (Dark Age). Dengan asumsi mereka bahwa agama sangat bertentangan
dengan sains dan teknologi. Sains dan agama di Barat memiliki hubungan yang
kontradiktif sebagaimana telah ada dalam paparan di atas. Sedangkan tradisi
keilmuan di Barat selalu mengalami diskurus yang berkutat pada realisme

8
empiris dan rasionalis, bahkan berujung hingga penafian intuisi serta keberadaan
wahyu Ilahi dari Allah. Dengan demikian, sains dan agama di Barat akhirnya
tidak mengandung hubungan sama sekali. Hal ini berbeda secara diametral
dengan tradisi keilmuan yang ada dalam Islam. Meskipun Islam menerima rasio,
akal, dan realitas alam semesta sebagai suatu hal yang empiris dan faktual,
namun lebih jauh lagi Islam mengakui adanya dimensi metafisik berupa nilai
kebenaran, adab, dan iman yang terkandung dalam realitas tersebut. Tentunya
kesemuanya bersumber dari pengakuan kepada wahyu Allah sebagai otoritas dan
sumber kebenaran yang mutlak. Namun tentunya pengetahuan mengenai Islam
dalam tataran yang mendalam tersebut masih perlu banyak disebarkan untuk
diketahui orang. Karena saat ini, realitas dan fakta menunjukkan bahwa kondisi
umat Islam sangatlah tidak beruntung karena tertinggal dalam segi ilmu
pengetahuan (sains) dan teknologi yang berakar dari turunnya perkembangan
tradisi keilmuan pada orang muslim itu sendiri. Hal tersebut berimplikasi pada
masuknya worldview dan pandangan hidup Barat dalam kesehariannya. Jika
seseorang, bahkan juga seorang muslim melihat sains dan agama dengan
worldview Barat, maka antara sains dan Islam (sebagai agama) tidak ada
hubungannya. Sebagaimana sains merupakan hal yang ilmiah dan materialistis
sedangkan agama adalah urusan pribadi (private). Seorang saintis, bahkan saintis
muslim namun memiliki framework berfikir sekuler, tentu juga akan berfikir
bahwa hubungan sains dan Islam adalah negatif, bahkan sains Islam akan
dianggap omong kosong karena pendapatnya bahwa ilmu dan sains adalah netral.
Hal tersebut juga akan terjadi pada sarjana muslim yang tidak mempelajari Islam
secara mendalam dan filosofis, sehingga ia menganggap Islam hanya sekedar
ritual keagamaan tanpa memiliki dimensi yang lebih luas. Yang seharusnya
terjadi, bahwa antara sains dan Islam memiliki hubungan yang sangat erat, karena
sains Islam adalah lahir dari worldview dan pandangan hidup Islam yang
terderivasi dari al-Qur’an dan Hadits sebagai otoritas kebenaran. Dan kita tidak
boleh memaknai sains dan agama sebagaimana yang ada dalam tradisi Barat, atau
bahkan melihatnya dengan framework berfikir Barat. Karena jika demikian, kita
akan ikut berkesimpulan bahwa dalam sains dan agama tidak ada hubungan
apapun. Wallahu a’lam bish-shawab.

9
BAB III
ISLAM DAN PENEGAK HUKUM

Penegakan Hukum
Terdapat beberapa faktor yang dapat mendukung tegaknya hukum di suatu
Negara antara lain: Kaidah hukum, Penegak hukum, Fasilitas dan Kesadaran
hukum warga Negara. Dalam pelaksanaannya masih tergantung pada sistem
politik Negara yang bersangkutan. Jika sistem politik Negara itu otoriter maka
sangat tergantung penguasa bagaimana kaidah hukum, penegak hukum dan
fasilitas yang ada. Adapun warga Negara ikut saja kehendak penguasa (lihat
synopsis). Pada sistem politik demokratis juga tidak semulus yang kita
bayangkan. Meski warga Negara berdaulat, jika sistem pemerintahannya masih
berat pada eksekutif (Executive heavy) dan birokrasi pemerintahan belum
direformasi, birokratnya masih “kegemukan” dan bermental mumpung, maka
penegakan hukum masih mengalami kepincangan dan kelambanan (kasus “hotel
bintang” di Lapas). Belum lagi kaidah hukum dalam hal perundang-undangan
yang simpang siur penerapannya (kasus Prita). Agar suatu kaidah hukum
berfungsi maka bila kaidah itu berlaku secara yuridis, maka kemungkinan besar
kaidah tersebut merupakan kaidah mati (dode regel), kalau secara sosiologis
(teori kekuasaan), maka kaidah tersebut menjadi aturan pemaksa (dwang maat
regel). Jika berlaku secara filosofi, maka kemungkinannya hanya hukum yang
dicita-citakan yaitu ius constituendum. Kaidah hukum atau peraturan itu sendiri,
apakah cukup sistematis, cukup sinkron, secara kualitatif dan kuantitatif apakah
sudah cukup mengatur bidang kehidupan tertentu. Dalam hal penegakan hukum
mungkin sekali para petugas itu menghadapi masalah seperti sejauh mana dia
terikat oleh peraturan yang ada, sebatas mana petugas diperkenankan memberi
kebijaksanaan. Kemudian teladan macam apa yang diberikan petugas kepada
masyarakat. Selain selalu timbul masalah jika peraturannya baik tetapi
petugasnya malah kurang baik. Demikian pula jika peraturannya buruk, maka
kualitas petugas baik. Fasilitas merupakan sarana dalam proses penegakan
hukum. Jika sarana tidak cukup memadai, maka penegakan hukum pun jauh dari
optimal. Mengenai warga negara atau warga masyarakat dalam hal ini tentang

10
derajat kepatuhan kepada peraturan. Indikator berfungsinya hukum adalah
kepatuhan warga. Jika derajat kepatuhan rendah, hal itu lebih disebabkan oleh
keteladanan dari petugas hukum.
Keadilan
Pengertian keadilan dapat ditinjau dari dua segi yakni keadilan hukum dan
keadilan sosial. Adapun keadilan mengandung asas kesamaan hukum artinya
setiap orang harus diperlakukan sama di hadapan hukum. Dengan kata lain
hukum harus diterapkan secara adil. Keadilan hukum ternyata sangat erat
kaitannya dengan implementasi hukum di tengah masyarakat. Untuk mencapai
penerapan dan pelaksanaan hukum secara adil diperlukan kesadaran hukum bagi
para penegak hukum. Dengan demikian guna mencapai keadilan hukum itu,
maka faktor manusia sangat penting. Keadilan hukum sangat didambakan oleh
siapa saja termasuk penjahat (pembunuh, pemerkosa, dan koruptor). Jika dalam
suatu negara ada yang cenderung bertindak tidak adil secara hukum, termasuk
hakim, maka pemerintah harus bertindak mencegahnya. Pemerintah harus
menegakkan keadilan hukum, bukan malah berlaku zalim terhadap rakyatnya.
Keadilan sosial terdapat dalam kehidupan masyarakat, terdapat saling tolong-
menolong sesamanya dalam berbuat kebaikan. Terdapat naluri saling
ketergantungan satu dengan yang lain dalam kehidupan sosial (interdependensi).
Keadilan sosial itu diwujudkan dalam bentuk upah yang seimbang, untuk
mencegah diskriminasi ekonomi. Keadilan sosial adalah persamaan kemanusiaan,
suatu penyesuaian semua nilai, nilai-nilai yang termasuk dalam pengertian
keadian.
Hukum dan Keadilan Dalam Islam
Menurut M. Natsir (demokrasi dibawah hukum cet.III, 2002) adalah suatu
penegasan, ada undang-undang yang disebut Sunnatullah yang nyatanyata
berlaku dalam kehidupan manusia pada umumnya. Perikehidupan manusia hanya
dapat berkembang maju dalam berjama’ah (Society). Man is born as a social
being. Hidup perorangan dan hidup bermasyarakat berjalin, yang satu bergantung
pada yang lain. Kita mahluk sosial harus berhadapan dengan berbagai macam
persoalan hidup, dari persoalan rumah tangga, hidup bermasyarakat, berbangsa,
bernegara, berantara negara, berantar agama dan sebagainya, semuanya

11
problematika hidup duniawi yang bidangnya amat luas. Maka risalah Muhammad
Saw, meletakkan beberapa kaidah yang memberi ketentuan-ketentuan pokok
guna memecahkan persoalan-persoalan. Kestabilan Hidup bermasyarakat
memerlukan tegaknya keadilan lanjut M. Natsir. Tiap-tiap sesuatu yang melukai
rasa keadilan terhadap sebagian masyarakat, maka bisa merusak kestabilan secara
keseluruhan. Menegakkan keadilan di tengah-tengah masyarakat dan bangsa
diawali dengan kedaulatan hukum yang ditegakkan. Semua anggota masyarakat
berkedudukan sama di hadapan hukum. Jadi di hadapan hukum semuanya sama,
mulai dari masyarakat yang paling lemah sampai pimpinan tertinggi dalam
Negara. “Dan janganlah rasa benci kamu kepada suatu golongan menyebabkan
kamu tidak berlaku adil. Berlaku adilah, karena itu lebih dekat kepada taqwa.
Dan bertaqwalah kepada Allah karena sesungguhnya Allah amat mengetahui apa
yang kamu kerjakan”(QS.5:8). “Dengarlah dan taatilah sekalipun andaikata yang
menjalankan hukum atasmu seseorang budak Habsyi yang kepalanya seperti
kismis selama dijalankannya hukum Allah Swt”. (H.R.Buchori dari Anas).
Tidak mungkin hukum dan keadilan dapat tegak berdiri keadilan dapat tegak
berdiri kokoh apabila konsep persamaan itu diabaikan. Implementasi keadilan
hukum di masyarakat dewasa ini banyak ditemui sandungan yang menyolok atas
pandangan lebih terhadap orang yang punya kedudukan tinggi, yang punya
kekayaan melimpah, sehingga rakyat banyak telah menyimpan imej bertahun-
tahun bahwa di negeri ini keadilan itu dapat dibeli. Lebih jauh kesamaan itu
dijabarkan Rachman di bukunya Political Science and Government dalam Ramly
Hutabarat di bukunya Hukum dan Demokrasi (1999) yaitu, yakni:
a. Manusia secara alamiah dilahirkan sama (Natural Equality)
b. Setiap masyarakat memiliki kesamaan hak sipil
c. Semua warga negara memiliki hak yang sama mendapatkan lapangan
pekerjaan d. Semua warga Negara sama kedudukannya dalam politik.
QS.4:135.”Wahai orang-orang yang beriman jadilah kamu orang yang tegak
menegakkan keadilan, menjadi saksi kebenaran karena Allah, biarpun terhadap
dirimu sendiri atau ibu bapakmu atau kerabatmu”.
Rasulullah Shalalahu alaihi wassalam berpesan secara khusus kepada penegak
hukum agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan benar.

12
Pertama, memutuskan perkara secara adil. Rasulullah SAW bersabda, "Barang
siapa yang menjadi hakim lalu menghukumi dengan adil, niscaya ia akan
dijauhkan dari keburukan." (HR Tirmidzi).
Kedua, tipologi hakim. Rasulullah SAW bersabda, "Hakim itu ada tiga, dua di
neraka dan satu di surga. Seseorang yang menghukumi secara tidak benar,
padahal ia mengetahui mana yang benar maka ia masuk neraka. Seorang hakim
yang bodoh lalu menghancurkan hak-hak manusia maka ia masuk neraka. Dan,
seorang hakim yang menghukumi dengan benar maka ia masuk surga." (HR
Tirmidzi).
Ketiga, tidak meminta jabatan hakim. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa
mengharap menjadi seorang hakim maka (tugas dan tanggung jawab) akan
dibebankan kepada dirinya. Dan barang siapa tidak menginginkannya maka
Allah akan menurunkan malaikat untuk menolong dan membimbingnya dalam
kebenaran."(HRTirmidzi).
Keempat, jangan silau menjadi hakim. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa
yang diberi jabatan hakim atau diberi kewenangan untuk memutuskan suatu
hukum di antara manusia, sungguh ia telah dibunuh tanpa menggunakan pisau."
(HR Tirmidzi).

13
BAB IV
KEWAJIBAN MENEGAKKAN AMAR MAKRUF DAN NAHI MUNKAR

Amar makruf nahi mungkar (bahasa Arab: ‫األمر بالمعروف والنهي عن المنكر‬, al-amr bi-l-


maʿrūf wa-n-nahy ʿani-l-munkar) adalah sebuah frasa dalam bahasa Arab yang berisi
perintah menegakkan yang benar dan melarang yang salah. Dalam ilmu fikih klasik,
perintah ini dianggap wajib bagi kaum Muslim. "Amar makruf nahi mungkar" telah
dilembagakan di beberapa negara, contohnya adalah di Arab Saudi yang
memiliki Komite Amar Makruf Nahi Mungkar (Haiʾat al-amr bi-l-maʿrūf wa-n-nahy
ʿani-l-munkar). Di kekhalifahan-kekhalifahan sebelumnya, orang yang ditugaskan
menjalankan perintah ini disebut muhtasib. Sementara itu, di Barat, orang-orang yang
mencoba melakukan amar makruf nahi mungkar disebut polisi syariah.
Dalil amar ma'ruf nahi munkar adalah pada surah Luqman, yang berbunyi sebagai
berikut:

Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik
dan laranglah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah
terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu
termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (Luqman 17)

Amar ma'ruf nahi munkar dilakukan sesuai kemampuan, yaitu dengan tangan


(kekuasaan) jika dia adalah penguasa/punya jabatan, dengan lisan atau minimal
membencinya dalam hati atas kemungkaran yang ada, dikatakan bahwa ini adalah
selemah-lemahnya iman seorang mukmin.
Menurut Abdussomad al-Palimbani amar ma’ruf nahi munkar memiliki beberapa rukun.
Rukun amar ma’ruf nahi munkar ada 4 (empat ) perkara.Yaitu:
(1) alMuhtasib, yaitu orang memerintahkan yang ma’ruf dan orang yang melarang
melakukan yang munkar
(2) al-Muhtasib alaihi adalah orang yang diperintahkan untuk melakukan yang ma’ruf
dan orang yang dilarang melakukan yang munkar
(3) alMuhtasib Fihi yaitu perbuatan yang diperintahkan dan perbuatan yang dilarang
(4) Nafs Ihtisab yaitu cara memerintahkan yang ma’ruf dan cara melarang yang munkar
itu9 Rukun-rukun tersebut memiliki beberapa persyaratan yang harus terpenuhi.
Rukun pertama al-Muhtasib mempunyai tiga syarat yaitu:
(1) Muslim.
(2) Mukallaf
(3) Kuasa
atau memiliki kemampuan untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar . Syarat
kedua dari orang yang akan melakukan amar ma’ruf nahi munkar adalah mukallaf.

14
Muslim yang mukallaf adalah yang sudah baligh lagi beraqa . Baligh adalah batas usia
bagi seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang menandakan bahwa mereka
sudah dikenakan beban taklif, beban untuk melaksanakan segala kewajiban yang telah
ditetapkan Allah dalam hal ibadah ataupun kewajiban untuk meninggalkan larangan-
larangan yang telah ditetapkan dalam syari’at islam. Syarat ketiga, untuk melaksanakan
amar ma’ruf nahi munkar seseorang harus memiliki kemampuan, mereka yang tidak
memiliki kemampuan tidak wajib melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, akan tetapi
wajib atasnya dengan hatinya, karena orang yang Cinta kepada Allah hatinya akan
membenci prilaku maksiat serta senang kepada mereka yang berbuat ma’ruf. Imam
Ghazali sabagaimana ditulis oleh Abdusomad alPalimbani berpendapat bahwa tidak
gugur kewajiban untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar kepada orang yang
lemah saja, tetapi juga diqiyaskan dengan orang yang lemah pada perfsfektif syara’,
yaitu jika seseorang melakukan amar ma’ruf nahi munkar dikhawatirkan akan
membawa kejahatan atau mudhorat kepada dirinya, atau dikhawatirkan jika ia
melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar tidak akan mendatangkan manfaat, maka
gugurlah kewajiban untuknya Dari beberapa persyaratan tersebut di atas maka dapat
dikatakan bahwa kewajiban untuk ber amar ma’ruf nahi munkar perlu memperhatikan
beberapa hal :
Pertama. Orang yang akan melakukan amar ma’ruf nah munkar tidak merasa khawatir
adanya bahayayang akan terjadi kepadanya, bahkan dari perbuatannya itu akan
mendatangkan manfaat untuk manusia, sebagaimana ungkapan Abdussomad
alPalimbani bahwa “ orang yang akan melakukan amar ma’ruf nahi munkar itu tiada
takut ia dapat mudhorat dan lagi dapat manfaat maka yaitu wajib ia menyuruh berbuat
kebajikan dan menegahkan dari pada kejahatan karena kuasa akan yang demikian .
Kedua. Jika orang yang akan melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar merasa khawatir
akan mendapatkan bahaya dan khawatir tidak mendatangkan manfaat apa- apa dari
perbuatannya tersebut maka bagi orang tersebut tidak wajib ia melakukan amar ma’ruf
nahi munkar. Abdussomad al-Palimbani berkata tentang syarat kedua yang harus
diperhatikan yaitu “takut ia dapat mudhorat dan lagi tiada memberi manfaat suruhnya
dan tegahnya itu maka tiada wajib ia menyuruh dengan berbuat kebajikan dan tiada
wajib ia menegahkan daripada berbuat kejahatan karena yang demikian itu tiada
baginya faedah lagi dapat kesakitan, dan terkadang yang demikian itu jadi haram, tetapi
wajib atasnya jangan hadir pada tempat itu dan lazim ia duduk di dalam rumahnya
supaya tiada melihat akan orang yang berbuat kejahatan itu dan jangan ia keluar
melainkan karena hajat yang tak dapat tiada dari padanya atau karena hajat yang wajib”.
Ketiga : kewajiban ber amar ma’ruf nahi munkar dapat gugur menjadi sunnah jika amar
ma’ruf nahi munkar tersebut tidak mendatangkan manfaat, selain itu, amar ma’ruf nahi
munkar yang dilakukan itu, juga tidak mendatangkan mudhorat bagi pelakunya (pelaku
amar ma’ruf nahi munkar), hal ini dapat diketahui dengan pernyataan Abdussomad al-
Palimbani berikut “ diketahui bahwa suruh dan tengah itu tiada memberi manfaat tetapi
tiada takut dapat mudhorat maka tiada wajib ia menyuruh dan menegah, tetapi sunnah
jua karena menyatakan akan alamat agama islam dan menjagakan manusia pada
pekerjaan agama’ .
Keempat, melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar juga tidak diwajibkan jika
pelaksanaan amar ma’ruf nahi munkar itu dapat memberikan manfaat kepada pelaku
maksiat, karena prilaku maksiat tersebut tidak meneruskan melakukan aksi
kejahatannya, akan tetapi sebaliknya akan memberikan mudhorat bagi yang

15
melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar tersebut, misalnya karena aksinya
menghentikan kejahatan tersebut ia dipukul ditendang bahkan dibunuh. Jika situasinya
seperti ini maka pelaksanaan amar ma’ruf nahi munkar hukumnya sunnah, tetapi tidak
haram untuk dilakukan walaupun mendatangkan mudhorat, karena yang dilihat adalah
segi manfaatnya.
Adapun rukun yang kedua dari amar ma’ruf nahi munkar adalah al-muhtasib alaihi. Al-
muhtasib alaihi adalah mereka yang diperintahkan untuk melakukan perbuatan yang
ma’ruf dan menjauhi yang munkar. Orang yang menjadi target atau sasaran dari amar
ma’ruf nahi munkar adalah setiap manusia, jika dilihat dari segi usia, maka selain orang
yang sudah akil baligh, anak-anak pun sudah menjadi bagian dari kegiatan amar ma’ruf
nahi munkar, sebagaimana Abdussomad al-Palimbani menjelaskan bahwa orang yang
menjadi sasaran dari kegiatan amar ma’ruf nahi munkar maka “ ... tiada di syaratkan
akil baligh, maka wajib atas seseorang menegahkan kanakkanak yang meminum arak
dan segala maksiat, dan wajib ditegahkan orang orang gila dari pada berzina dan dari
pada menjima’ binatang. Setiap perbuatan munkar yang dilakukan oleh siapa pun
termasuk dilakukan oleh anak-anak atau orang gila wajib untuk dicegah. Rukun yang
ketiga yaitu ‫ فيه المحتسب‬, rukun ini memiliki empat syarat:
(1) amal perbuatan yang munkar tersebut adalah amal yang menyalahi syari’at, atau
amal perbuatan yang ma’ruf tersebut adalah jelas ma’rufnya
(2) amal perbuatan yang munkar tersebut nyata atau tampak terlihat pada saat itu
(3) amal perbuatan yang munkar tersebut tampak jelas terlihat dilakukan oleh orang
yang maksiat tersebut
(4) amal perbuatan yang munkar tersebut adalah perbuatan munkar yang di sepakati
haramnya oleh Mazhab-Mazhab tertentu .
Pertama, amar ma’ruf yang di anjurkan tersebut adalah perbuatan yang secara syariat
jelas dalilnya bahwa ia adalah perbuatan baik yang wajib dilaksanakan, jangan ada
anjuran utuk melakukan perbuatan ma’ruf yang tidak jelas apakah ia memang ada dalam
bingkai syari’at atau tidak. Begitupun dengan nahi munkar , perbuatan yang dilarang
untuk dilakukan adalah perbuatan yang jelas-jelas secara syariat bahwa ia haram
dilakukan atau dianjurkan untuk tidak dilakukan. Abdussomad al-Palimbani
menjelaskan bahwa “ pekerjaan yang ditegahkan itu menyalahi syari’at sama ada yang
mengerjakan itu jadi maksiat atau tiada jadi maksiat. Oleh sebab itu orang yang akan
melakukan amar ma’ruf nahi munkar wajib memahami aspek hukum dari apa yang akan
di perintahkannya untuk dilakukan atau aspek hukum dari perbuatan yang akan
dicegahnya agar orang tidak melakukannya.
Kedua, syarat yang kedua untuk diketahui bagi orang yang akan melakukan kegiatan
nahi munkar adalah bahwa perbuatan munkar tersebut jelas dilakukan oleh pelaku
maksiat pada saat itu, bukan ketika ia telah selesai maksiat atau bukan ketika ia akan
melakukannya keesokan harinya. Akan tetapi sebagai anjuran maka dapat dilakukan
dengan memberinya nasihat atau pengajaran yang baik agar ia tidak melakukan
perbuatan maksiat tersebut. Dalam hal ini Abdussomad al-Palimbani menuturkan bahwa
“ adalah pekerjaan yang munkar itu maujud pada ketika itu bersalahan jikalau seorang
yang telah selesai ia dari pada minum arak dan demikian lagi orang yang berkehendak
meminum arak pada hari yang lagi akan datang maka bahwasanya tiada munkar akan

16
dia melainkan dengan menjagakan dan menegahkan dengan perkataan atau pengajaran
jua”
Ketiga, Nahi munkar hendaknya dilakukan secara hati-hati, karena harus
memperhatikan aspek-aspek seperti perbuatan maksiat yang dilakukan oleh seseorang
benar-benar nyata terlihat oleh orang melakukan nahi munkar tersebut, kewajiban untuk
melakukan nahi munkar tersebut adalah ketika maksiat tersebut tampak. Akan tetapi
jika orang yang melakukan maksiat tersebut tidak tampak atau yang melakukan maksiat
itu bersembunyi, maka tidak ada kewajiban untuk itu, sebagaimanan pendapat
Abdussomad al-Palimbani bahwa “ adalah pekerjaan yang dimunkarkan itu zahir pada
orang yang munkar itu dan jangan zahirnya itu sebab sungguh diperiksa dan sungguh
diintai maka tiap-tiap maksiat yang disembunyikan oleh orang yang berbuat maksiat
itu maka yaitu tiada wajib munkar akan dia seperti ada orang yang meminum arak
didalam rumahnya sekira-kira tiada ia menzahirkan kepada orang yang banyak maka
yaitu tiada harus mengintai akan dia dan memperiksa akan dia seperti firman Allah
Ta’ala “ Wala Tajassasu” artinya jangan kamu periksa akan orang yang
menyembunyikan maksiatnya” . Dalam kasus seperti maka perlu diketahui batas antara
yang dimaksud dengan maksiat yang tampak jelas dan batas maksiat yang tersembunyi.
Keempat, Perbuatan maksiat yang wajib di cegah adalah perbuatan munkar yang telah
disepakati oleh mazhab-mazhab tertentu, karena diantara para Imam Mazhab ada
perbedaan pandangan tentang suatu hukum, ada yang membolehkan ada yang
mengharamkan, oleh karena itu diperlukan ke hati-hati-an ketika mengambil
kesimpulan untuk melakukan pencegahan (nahi munkar) suatu perbuatan munkar,
karena perlu melihat latar belakang mazhab yang di pegang oleh orang
tersebut.Abdussomad al-Palimbani dalam hal ini berpendapat. bahwa adalah maksiat
yang di munkar kan dia itu yang diketahui dengan ilmu syara’ yang mufakat orang yang
mempunyai mazhab akan haramnya itu maka tiada harus orang yang mazhabnya Syafii
bahwa ia munkar ia akan orang yang mazhabnya Hanafi yang minum nabiz yaitu arak
yang diperbuat dari pada sesuatu yang lain dari pada inab yakni arak yang lain dari pada
anggur jika ia minum akan yang demikian itu akan qodar belum sampai memabukkan,
bersalahan jika meminum akan yang demikian itu oleh orang yang mazhabnya Syafii
maka lazim orang yang mazhabnya Syafii itu menegur akan dia sama ada ia meminum
akan nabiz itu akan had yang membawa akan mabuk atau tiada. Demikian lagi, dan juga
semua harus bagi orang yang mazhabnya Hanafi bahwa menegur ia akan orang yang
mazhabnya Syafii’ yang memakan dhab yakni biawak punggur dan barang sebagainya
tiap-tiap yang harus pada mazhab Syafii dan tiada harus pada mazhab Hanafi maka

17
tiada harus bagi orang Hanafi itu menegur akan orang Syafii’ yang berbuat akan yang
demikian maka qiyaskan olehmu pada segala masalah yang bersalahan ulama padanya .
Rukun yang keempat ‫ احتسب نفس‬yakni cara melakukan perbuatan amar (menyuruh ) atau
perbuatan nahi (menegahkan). Cara atau teknik tersebut memiliki empat derajat, yaitu
(1) at-Ta’rif (2) al-Wa’zhu (3) Dengan perkataan yang keras (4) Dengan menggunakan
alat23 .
Derajat Pertama, at-Ta’rif. Aktifitas melakukan amar ma’ruf nahi munkar memang
perlu memperhatikan situasi dan kondisi dari orang yang akan diajak pada kebaikan
(amar ma’ruf ) dan dicegah dari yang munkar ( nahi munkar), karena perbuatan munkar
berbagai ragamnya, jenis manusia yang melakukan yang munkar pun banyak sifat dan
wataknya, oleh karena itu seseorang yang akan melakukan aktifitas amar ma’ruf nahi
munkar perlu mempertimbangkan berbagai kondisi atau situasi ,misalnya ada orang
yang tidak mudah faham atau mengerti ketika ia diberi tahu tentang suatu persoalan
hukum syari’at , maka kepada mereka nahi munkar dilakukan at-Ta’rif, yaitu kegiatan
amar ma’ruf nahi munkar yang dilakukan dengan cara menegur atau mengajarkan
sesuatu tentang masalah agama dengan menggunakan perkataan yang lemah lembut .
Derajat kedua, al-Wa’zhu. Para pelaku kemunkaran terkadang mereka mengetahui
bahwa yang mereka lakukan adalah sebuah pelanggaran dilarang oleh Allah, tetapi
mereka mengabaikannya. Mereka yang tidak mendirikan sholat, mencuri, korupsi,
membicarakan orang lain, memfitnah, mengadu domba dan perbuatan-perbuatan zalim
lainnya umumnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut merupakan maksiat kepada
Allah, maka amar ma’ruf nahi munkar dilakukan dengan menyampaikan dalil-dalil
tentang azab dan siksa Allah yang pedih, dalil-dalil tentang surga sebagai tempat tinggal
yang menyenangkan, atau bisa jadi dengan menyampaikan kissah-kissah tentang orang-
orang shaleh, sebagaimana Abdussomad al-Palimbani menuturkan “ al-Wa’zhu
merupakan teknik untuk mencegah kemunkaran dengan mengingatkan pelakunya,
memberi nasihat , menyampaikan kabar yang menggembirakan bagi mereka yang taat
kepada Allah serta menyampaikan dalil-dalil baik dari al-Quran maupun hadist-hadist
Rasulullah shollallhu alaihi wasallam juga menyampaikan dalil-dalil yang menakutkan
sebagai balasan orang-orang yang melakukan maksiat kepada Allah. Teknik kedua ini
adalah teknik yang dipergunakan oleh kebanyakan para dai’ dalam melaksanakan amar
ma’ruf nahi munkar, yaitu menyampaikan berita yang menggembirakan sebagai balasan

18
orang-orang yang beramal ibadah atau yang dikenal istilah tabsyir. Serta menyampaikan
berita-bertia yang menakutkan tentang azab Allah atau yang disebut dengan metode
tandzir.
Derajat ketiga. Para pelaku maksiat atau mereka yang gemar melakukan perbuatan
yang munkar terkadang sulit menerima nasihat atau sulit menerima ucapanucapan untuk
perbaikan diri mereka. Oleh karena itu orang yang akan melakukan amar ma’ruf atau
nahi munkar perlu memikirkan taktik atau strategi agar mereka dapat terhindar dari
perbuatan maksiat kepada Allah dan sebaliknya hidup dalam naungan bimbingan
Allah.Abdussomad al-Palimbani berpendapat apabila para pelaku maksiat itu tidak
dapat di nasihati dengan perkataan yang lemah lembut maka lakukanlah dengan
tindakan-tindakan yang keras, sebagaimana diungkapkan Abdussomad al-Palimbani
berikut ini: Apabila tiada memberi manfaat akan dia dengan perkataan yang lemah
lembut dan dengan pengajaran itu maka menegur akan dia dengan perkataan yang keras
dan dengan perkataan yang kasar dan jika patut dimaki akan dia maka harus dimaki
akan dia tetapi jangan dimaki akan dia dengan perkataan yang sangat keji seperti kata ia
dengan “hei Pezina” dan jangan dimaki dengan perkataan yang dusta tetapi dimaki akan
dia dengan perkataan yang tiada sangat keji seperti dimaki akan dia dengan dikata akan
dia ‘ ya Fasiq atau dikata akan dia “ ya Ahmaq yakni “hei orang yang kurang akal atau
dikata akan dia “ ya Jahil tiadakah engkau takut akan Allah Ta’ala atau dengan katanya
“ya ghaby hei orang yang dungu dan barang sebagainya tiap-tiap yang dibilangkan
memaki akan dia dan sekalian itu sekira-kira hajat jua dan jangan berlebih lebih .
Memberi nasihat dengan perkataan yang keras adalah upaya yang perlu dilakukan untuk
pelaku kemunkaran jika dengan perkataan yang lemah lembut belum dapat merubah
prilakunya, diharapkan dengan kata-kata yang keras dan kasar dapat menghentakkan
jiwanya siapa mereka sesungguhnya, yang menurut Abdussomad alPalimbani mereka
yang sedang tersesat jalannya dengan bermaksiat kepada Allah tidak ubahnya sebagai
orang yang kurang akal, orang yang bodoh, dan orang dungu.
Derajat yang kempat, dengan teknik mempergunakan alat, dalam hal ini dengan
menggunakan tangan dan kaki. Jika dengan ucapan yang keras si pelaku maksiat belum
menunjukkan tanda-tanda adanya perubahan, maka perlu ditempuh dengan cara yang
lebih keras lagi. Abdussomad al-Palimbani menyebutkan bahwa kepada mereka yang
masih membangkang tersebut maka upaya nahi munkar dapat dilakukan dengan tangan

19
atau ditendang dengan kaki: Apabila tiada memberi manfaat dengan demikian itu maka
ditegahkan akan dia dengan tangan seperti dipecahkan alat permainan yang haram itu
dan ditumpahkan araknya dan ditinggakan pakaian sutra daripada kepalanya atau
daripada tubuhnya dan ditegahkan akan dia dari pada duduk atas hamparan sutera dan
ditolakkan akan dia daripadanya dikeluarkan akan dia dari pada rumah yang di
rampasnya dengan di tarik tangannya atau kakinya dan barang sebagainya sekira hajat
jua dan jangan berlebih dan jikalau dapat ditumpahkan araknya maka jangan
dipecahkan bejananya itu dan jikalau tiada memberi manfaat yang demikian itu
melainkan dengan dipukul dengan tangan atau ditendang dengan kaki maka harus
perbuat akan dia dengan demikian.

20
BAB V
FITNAH AKHIR ZAMAN

Akan datang suatu masa di mana bangsa mengeroyok kalian seperti orang rakus
merebutkan makanan di atas meja, ditanyakan (kepada Rasulullah saw) apakah karena
di saat itu jumlah kita sedikit? Jawab Rasulullah saw, tidak bahkan kamu saat itu
mayoritas tetapi kamu seperti buih di atas permukaan air banjir, hanya mengikuti
kemana air banjir mengalir (artinya kamu hanya ikut-ikutan pendapat kebanyakan orang
seakan-akan kamu tidak punya pedoman hidup) sungguh Allah telah mencabut rasa
takut dari dada musuh-musuh kamu, dan mencampakkan di dalam hatimu 'al-wahn'
ditanyakan (kepada Rasulullah) apakah al-wahn itu ya Rasulullah? Jawabnya: wahn
adalah cinta dunia dan benci mati
ُ ‫يَجْ ِزي هَّللا‬K ‫وس‬
َ :‫ال‬KK‫ ق‬,‫ذروا‬KK‫ايفتنون ليح‬KK‫ وبم‬,‫بروا‬KK‫ون ليص‬KK‫ا يكره‬KK‫ وبم‬,‫كروا‬KK‫ون ليش‬KK‫ا يحب‬KK‫اده بم‬KK‫د هلل يبتلى عب‬KK‫الحم‬
‫ ٌر َع ِظي ٌم‬Kْ‫ َدهُ أَج‬K‫ةٌ َوهللاُ ِع ْن‬Kَ‫ َوالُ ُك ْم َوأَوْ اَل ُد ُك ْم فِ ْتن‬K‫ا أَ ْم‬KK‫ال إِنَّ َم‬KK‫ وق‬,‫ب‬
ٍ ‫ا‬K‫ وقال إِنَّ َما ي َُوفَّى الصَّابِرُونَ أَجْ َرهُ ْم بِ َغي ِْر ِح َس‬, َ‫ال َّشا ِك ِرين‬
‫ وأشهد أن سيدنا محمدا رسول‬,‫ وقانا بتعاليم دينه الفتن ماظهرمنها وما بطن وهو الحكيم العليم‬,‫وأشهد أن الأله إال هللا‬
‫ان‬KK‫ير ف‬KK‫ل عس‬KK‫ير ك‬KK‫ف لي فى تيس‬KK‫ال اللهم أالط‬KK‫ وق‬,‫هللا سأل ربه أن يجيره من حزي الدنيا وفتنتها ومن عذاب األخرة‬
‫ه‬KK‫د وعلى ال‬KK‫ اللهم صل وسلم على سيدنا محم‬.‫تيسير كل عسير عليك يسير وأسألك اليسر والمعافاة فى الدنيا واألخرة‬
‫المؤمن‬KK‫ايزال البالء ب‬KK‫ م‬:‫لم‬KK‫ه وس‬KK‫لى هللا علي‬KK‫ه ص‬KK‫ب أعينهم قول‬KK‫ ونص‬,‫ا‬KK‫بر والرض‬KK‫وا البالء بالص‬KK‫ذين تلق‬KK‫حبه ال‬KK‫وص‬
‫د‬K‫ وق‬,‫وى هللا‬K‫ى بتق‬K‫يكم ونفس‬K‫ا عبادهللا أوص‬K‫ في‬,‫د‬K‫ أمابع‬.‫والمؤمنة فى نفسه وولده وماله حتى يلقى هللا وما عليه خطيئة‬
‫فاز المتقون‬.
Marilah kita tingkatkan taqwa kita kepada Allah swt dengan melaksanakan semua
perintahnya dan menjauhi segala larangannya karena dengan taqwa, fa insyaallah kita
mendapatkan kebahgiaan di dunia dan di akhirat (allahumma amin). Kaum muslimin
Rahimakumullah Salah satu mu'jizat Rasulullah saw Nabiyyur Rahmah (seorang nabi
yang paling sayang kepada umatnya) adalah sabda beliau yang menjelaskan kondisi
umat di masa yang akan datang, sabda tadi diriwayatkan oleh sahabat Hudzaifah Ibn
Yaman ra. Di mana beliau berkata:
‫ا‬K‫دركني فقلت ي‬K‫ة أن ي‬KK‫ر مخاف‬K‫أله عن الش‬K‫ير وكنت أس‬KK‫لم عن الخ‬K‫ه وس‬K‫لى هللا علي‬K‫كان الناس يسألون رسول هللا ص‬
‫ر من‬KK‫ك الش‬KK‫د ذل‬KK‫رسول هللا إنا كنا في جاهلية وشر فجاءنا هللا بهذا الخير فهل بعد هذا الخير شر قال نعم فقلت هل بع‬
‫ل‬KK‫ر فقلت ه‬KK‫رف منهم وتنك‬KK‫خير قال نعم وفيه دخن قلت وما دخنه قال قوم يستنون بغير سنتي ويهدون بغير هديي تع‬
‫ال‬KK‫ا ق‬KK‫فهم لن‬KK‫ول هللا ص‬KK‫ا رس‬KK‫بعد ذلك الخير من شر قال نعم دعاة على أبواب جهنم من أجابهم إليها قذفوه فيها فقلت ي‬
‫امهم‬KK‫لمين وإم‬KK‫ة المس‬KK‫نعم قوم من جلدتنا ويتكلمون بألسنتنا قلت يا رسول هللا فما ترى إن أدركني ذلك قال تلزم جماع‬

21
‫دركك‬KK‫تى ي‬KK‫جرة ح‬KK‫ل ش‬KK‫و أن تعض على أص‬KK‫ا ول‬KK‫رق كله‬KK‫ك الف‬KK‫اعتزل تل‬KK‫ال ف‬KK‫فقلت فإن لم تكن لهم جماعة وال إمام ق‬
‫وت وأنت على ذلك‬KK‫ الم‬Orang-orang bertanya kepada Rasulullah saw tentang 'kebaikan'
(Islam) sedang aku (Hudzifah) bertanya tentang 'kejelekan' karena aku khawatir
kejelekan itu menimpa pada diriku. Aku bertanya (Hudzifah) "wahai Rasulullah kita
dahulu pernah hidup di zaman jahiliyah yang penuh keburukan, kemudian ember lillah-
Allah menggantikannya dengan kebaikan (Islam), apakah setelah kebaikan (Islam) ini
akan muncul suatu kejelekan kembali? Kemudian Rasulullah saw menjawab : ya, ada.
Kemudian aku (Hudzaifah) bertanya: apakah setelah kejelekan yang terjadi itu akan
muncul kembali kebaikan (Islam)? Beliau (Rasulullah saw) menjawab: ya, masih ada,
tetapi kebaikan itu tidak murni, ada kekaburan (campuran) nya. Kemudian aku
(Hudzaifah) bertanya: apa kekaburannya wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab: yaitu
kelompok (kaum) yang mengaku muslim tetapi perbuatannya tidak murni menurut
sunnahku (ada campuran/kotoran-kotoran aqidah dan faham yang tidak menurut
sunahku), dan mereka memberi petunjuk tidak menurut petunjukku. Sebagian perbuatan
mereka ada yang kamu anggap baik karena (cocok dengan sunahku) dan sebagiannya
yang lain ada yang kamu ingkari (karena) tidak sesuai dengan sunahku (Islam). Islam
dibelokkan ajarannya oleh mereka menurut kepentingannya (kelompok mereka) dan
jangan sampai ada anggapan bahwa Islam agama yang memudar (melemah) maka
ajaran Islam dirubah-rubah oleh mereka, disesuaikan dengan perkembangan zaman
(yang tambah rusak ini) Kemudian aku (Hudzaifah) bertanya: apakah setelah kebaikan
(yaitu Islam yang dibawa oleh kaum yang tidak murni Islamnya itu) timbul kejelekan
lagi, wahai Rasulullah? Jawabannya ya, ada. Yaitu dai-dai yang berdiri di depan pintu-
pintu neraka jahannam. Barang siapa yang melaksanakan dakwah dan ajakannya, maka
mereka da'i-da'i tersebut melempar orang tadi ke dalam neraka jahannam, dai-dai itu
mengaku sebagai muslim tetapi terang-terangan dakwahnya memusuhi Islam dan
bertentangan dengan Islam. Kemudian aku (Hudzaifah) bertanya: jelaskan kami (wahai
Rasululllah) sifat/identitas da'i-dai itu? Rasulullah menjawab, mereka itulah orang yang
kulitnya sama dengan kulit kita dan berbicara dengan bahasa kita. Kemudian aku
(Hudzaifah) bertanya: apa yang kamu perintahkan kepada kami jika keadaan seperti itu
menemui kami? Jawab Rasulullah: kamu harus (wajib) bergantung dengan kelompok
orang-orang Islam dan pimpinan-pimpinannya. Kemudian Kemudian aku (Hudzaifah)
bertanya: kalau sudah tidak ada kelompok orang-orang Islam dan pimpinan-

22
pimpinannya, bagaimana wahai Rasulullah? Rasulullah saw menjawab : tinggalkan
semua kelompok-kelompok yang non muslim (semuanya), berpegang teguhlah kepada
Islam walaupun kamu sendirian. Begitu pentingnya pendirian ini hingga Rasulullah saw
menggambarkannya (seakan-akan kamu menggigit pokok pohon sehingga kamu mati
sendirian dalam keadaan demikian) Kondisi umat seperti yang digambarkan oleh hadits
Rasulullah yang diriwayatkan shabat Hudzaifah Ibnu Yaman di atas kini menjadi
kenyataan. Dimana sekarang ini umat Islam diterpa oleh bermacam-macam fitnah yang
menjadikan umatnya ini kembali kepada akhlaq zaman jahiliyyah. Agama masyarakat
mereka diliputi berbagai kejelekan, kejahatan, kehancuran dan perselisihan. Persis
seperti yang disampaikan oleh Sayyidina Umar bin Khattab dengan kata-kata beliau:
‫إنما ينقض عرى اإلسالم من نشأ فى اإلسالم ولم يعرف الجاهلية‬
Sesungguhnya orang yang tumbuh besar di dalam agama Islam dan tidak mengenal
zaman jahiliyah, inilah yang merusak ajaran Islam sendiri Kualitas iman umat Islam
saat ini tengah melorot jauh dibandingkan pendahulu-pendahulu mereka, jika kita cari
sebabnya tidak lain karena cinta dunia dan benci mati, Rasulullah saw bersabda:
(‫ه‬KK‫لى هللا علي‬K‫ال (ص‬K‫ ق‬K,‫ذ‬K‫ة نحن يومئ‬KK‫ا أ من قل‬K‫ قي‬،‫عتها‬K‫ة على قص‬KK‫داعى االكل‬K‫ا تت‬KK‫يوشك ان تتداعى عليكم االمم كم‬
‫ذفن هللا في‬KK‫ وليق‬،‫دائكم منكم‬KK‫وب اع‬KK‫ة من قل‬KK‫نزعن هللا المهاب‬KK‫ ولي‬،‫يل‬KK‫اء الس‬KK‫ ولكنكم غثاء كغث‬،‫ بل انتم كثير‬,‫ ال‬:)‫وسلم‬
‫ حب الدنيا وكراهية الموت‬: )‫ وما الوهن يا رسول هللا؟ قال (صلى هللا عليه وسلم‬:‫ قالوا‬،‫)قلوبكم الوهن‬
Akan datang suatu masa di mana bangsa mengeroyok kalian seperti orang rakus
merebutkan makanan di atas meja, ditanyakan (kepada rasulullah saw) apakah karena di
saat itu jumlah kita sedikit? Jawab rasulullah saw, tidak bahkan kamu saat itu mayoritas
tetapi kamu seperti buih di atas permukaan air banjir, hanya mengikuti kemana air
banjir mengalir (artinya kamu hanya ikut-ikutan pendapat kebanyakan orang seakan-
akan kamu tidak punya pedoman hidup) sungguh Allah telah mencabut rasa takut dari
dada musuh-musuh kamu, dan mencampakkan di dalam hatimu 'al-wahn' ditanyakan
(kepada Rasulullah) apakah al-wahn itu ya Rasulullah? Jawabnya: wahn adalah cinta
dunia dan benci mati. Penyakit-penyakit cinta dunia ini disebabkan merasuknya rasa
cinta kepada harta, tahta, wanita, di hati manusia. Manusia ingin kaya, pangkat tinggi,
punya pengaruh hebat, terkenal dimana-mana. Manakala keinginan ini dicapai tanpa
mengikuti aturan Allah, maka inilah disebut materialistis, faha, kebenaran seperti yang
disinyalir hadits Rasulullah saw: ‫يأتي على الناس زمان همتهم بطونهم وشرفهم متاعهم وقبلتهم نساؤهم‬
‫ ودينهم دراهمهم ودنانيرهم أولئك شر الخلق ال خالق لهم عند هللا‬Akan datang kepada manusia di mana

23
perhatianya adalah perutnya, kebanggaan mereka adalah harta (benda) qiblatnya adalah
wanita, agama mereka adalah uang dirham dan dinar, mereka itulah makhluk paling
jelek dan tidak mendapat bagian di sisi Allah. Dalam kondisi di mana kaum muslimin
mendiamkan semua kemungkaran ini berlangsung di negeri nereka, maka penyakit cinta
dunia merajalela. Banyak kaum muslimin yang terjerat menjadi kapitalis matrialistis,
tidakkan mereka ingat firman Allah swt. ‫ فَاَل تَ ُغ َّرنَّ ُك ُم ْال َحيَاةُ ال ُّد ْنيَا َواَل يَ ُغ َّرنَّ ُك ْم بِاهَّلل ِ ْال َغرُو ُر‬Janganlah
sekali-kali hidup dunia memperdayakan kamu dan janganlah pula penipu/syaithan
memperdayakan kamu dalam menta'ati Allah. Begitu pula tidakkah mereka igat
peringatan Rasulullah saw ‫تعسى عبد الدينار تعسى عبد الدرهم تعسى عبد الخميصه تعسى عبدالخميصه ان‬
‫ اعطى رضى وان لم يعطى سخط‬Celakalah hamba dinar dan hamba dirham, celakalah hamba
pakaian jika iya diberi senang jika tidak diberi ia marah Ungkapan hamba dinar dan
dirham menunjukkan orang yang mengabdikan diri untuk mendapatkan keuntungan
materi dengan menyepelekan ajaran Allah, hamba pakaian adalah mereka yang selalu
mengikuti perkembangan mode terkini dan trendi, yaitu mereka yang menghambur-
hamburkan uang untuk mendapatkan berbagai jenis model pakaian terbaru. Cara hidup
seperti ini merupakan tipu daya (yahudi) untuk menyesatkan umat manusia dari jalan
Allah. cara hidup inilah cara hidup yang berdasarkan system kapitalis matrialitis yang
menjadikan harta dunia adalah tuhannya dan tujuan hidupnya, sedangkan cinta dunia
adalah sumber fitnah dan malapetaka. Oleh karena itu marilah kita dalam menghadapi
zaman yang penuh fitnah dan zaman jahiliyyah modern yang penuh kerusakan dan yang
dilanda dengan perselisihan perpecahan ini, marilah kita mengikuti pesan dan perintah
Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh sahabat Hudzfah Ibnul Yaman RA. Di atas,‫تلزم‬
‫امهم‬KK‫لمين وإم‬KK‫ة المس‬KK‫ جماع‬yaitu bagi mereka yang mengaku sebagai orang muslim, mari
bergabung dengan kelompok saudara yang muslim, sebab Rasulullah saw bersabda ‫عليكم‬
‫ بالجماعة فإن يد هللا على الجماعة ومن شذ شذ فى النار‬Tetapi wajiblah kamu bersama-sama jama'ah
karena kekuatan/pertolongan Allah terletak pada jama'ah dan barang siapa menyendiri
(pengenyahan diri) maka dia akan sendirian di neraka: Bagitu pula Rasulullah bersabda:
‫ إن هللا لن يجمع أمتى على ضاللة‬Seseungguhnya Allah tidak mengumpulkan umatkan (Islam)
terhadap suatu kesesatan. Dan marilah kita tetap menjadi muslim yang teguh,
memegang iman dan prinsip/pendirian bagaikan batu karang tak goyah karena
hembusan badai duit dan krisis. Tak lekang oleh panas dan tak lapuk oleh hujan. ‫طوبى‬
‫ع به‬KK‫ا وقن‬KK‫ه كفاف‬KK‫ لمن هدي إلى االسالم ولوكان عيش‬Berbahagialah orang yang ditunjukkan kepada

24
Islam walaupun hidupnya pas-pasan dan ia terima apa yang menjadi qadha dan
qadarnya. Dan ingatlah ucapan seorang syair: ‫وم قيال‬KK‫ وكتابه أقوى وأق‬# ‫أللـــه أكبر إن دين محمد‬
‫ديل‬K‫أ القن‬K‫اح فأطف‬K‫ع الص‬KK‫ طل‬# ‫ التذكروا الكتاب لسوالف عنده‬Allah adalah maha besar sesungguhnya
agama Muhammad dan kitabnya adalah paling kuat dan lurus ucapannya. Janganlah
kamu sebutkan kitab-kitabnya orang karena dahulu di sisinya sebagai perbandingan, itu
adalah bagaikan perbandingan sinar suh dengan lampu, begitu fajar suh terbit, padamlah
lampu-lampu itu. Demikianlah khutbah hari jum'at ini semoga kita menjadi muslim
yang teguh imannya dan selamat dari fitnah dan mudah-mudahan umat Islam sadar akan
pentingnya persatuan ‫ ربنا ال تزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا وهب لنا من لدنك رحمة إنك أنت الوهاب‬Ya Tuhan
kami, janganlah kau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah kau beri
petunjuk kepada kami. Dan kurniakanlah rahmat dari sisi engkau karena sesungguhnya
َ ‫ت وال ِّذ ْك ِر‬
engkaulah Maha Pemberi. ‫ وتقبل‬.‫الح ِكي ِْم‬ ِ ‫ َونَفَ َعنِ ْي َوإِيّا ُك ْم بِاآليا‬,‫ك هللاُ لِ ْي َولك ْم فِي القُرْ آ ِن ال َع ِظي ِْم‬
َ ‫با َ َر‬
‫ات‬KK‫نين والمؤمن‬KK‫ائر المؤم‬KK‫تغفر هللا العظيم لى ولكم ولس‬KK‫ذا فأس‬KK‫ولى ه‬KK‫ول ق‬KK‫ أق‬,‫منى ومنك تالوته إنه هو السميع العليم‬
‫فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم‬.

DAFTAR PUSTAKA

Hamzah, Andi Penegakan Hukum Lingkungan, Sinar Grafika, 2005.


Natsir,M Demokrasi dibawah Hukum, Media Dakwah, Jakarta Cet.III 2002.
Hutabarat, Ramly Hukum dan Demokrasi menurut M.Natsir, Biro Riset DDII Jakarta,
1999.

25
Soekamto, Soeryono, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Radja
Gravindo Persada, Jakarta 1993
penegakan Hukum, BPHN DEPKES, 1983 Natsir, Chaidar, Republika Minggu, 7 Maret
2010
Tim Redaksi Pusat Bahasa, Tesaurus Bahasa Indonesia, (Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional: Jakarta, 2008), hlm. 420 8
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Pusat Bahasa:
Jakarta, 2008), hlm. 1244
1 Jumhûriyyah Al-‘Arobiyyah Misra, al-Mu’jam al-Wasith, …, hlm. 446
lihat juga Louis Ma’luf, al-Munjid …, hlm. 347 42
Abu al-Fadhl Jamalu ad-Din Muhammad bin Mukrim Ibnu Mandzur al-Afriqiy, Lisanu
alArab, (Daar Shadr: Beirut, 1956) jilid-12, hlm. 293 43
Louis Ma’luf, al-Munjid …, hlm. 347 44
Abu al-Fadhl Jamalu ad-Din Muhammad bin Mukrim Ibnu Mandzur al-Afriqiy,
Lisanu…, hlm. 294
Al-Qur’an al-Karim Acikgenc, Alparslan, Islamic Science: Towards a Definition,
(Kuala Lumpur: ISTAC, 1996) Al-Attas, Syed Muhammad Naquib, Islam dan Filsafat
Sains, (Penerbit Mizan: Bandung, 1995) 15 _____________________________,
Prolegomena to the Petaphysics of Islam : an Exposition of the Fundamental Elements
of the Worldview, (Kuala Lumpur : International of Islamic Thought and Civilization,
2001) Al-Fairuz Abadiy, Al-Ghawiyyu Majdu al-Din Muhammad bin Ya’qub, al-
Qamus alMuhith : tahqiq Maktabu Tahqiq al-Turats fi Muassasah ar-Risalah,
(alMuassasah ar-Risalah: Beirut, 2005) Al-Faruqi, Ismail Raji al-Tauhid: Its
Implications for Thought and Life (Kuala Lumpur: Percetakan Zafar Sdn BHd, 1992)
Baalbaki, Rohi, al-Mawrid : A Modern Arabic-English Dictionary, (Daar-al-‘Ilm
alMalayin: Beirut, 1995) Bachelard, Gaston, The New Scientific Spirit, (Beacon Press:
Boston, 1985) Bakar, Osman, “Agama dan Sains dalam Perspektif Islam”, dalam Tim
Insist, Islamic Science: Paradigma, Fakta, dan Agenda, (Insist: Jakarta, 2016)
____________, The History and Philosophy of Islamic Science, (Brooklands Avenue:
Islamic Texts Society, 1999) Blackburn, Simon, Kamus Filsafat: diterjemahkan dari
The Oxford Dictionary of Philosophy, (Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2013) Cambridge

26
Team, Cambridge Advanced Learner’s Dictionary, (Cambridge: Cambridge University
Press, 2008) Given, Lisa M, The Sage Encycloped

LAMPIRAN-LAMPIRAN

27
28
29

Anda mungkin juga menyukai