Anda di halaman 1dari 55

KAJIAN ISLAM

1. Iman, Islam,Ihsan
2. Islam danSains
3. Islam dan Penegakan Hukum
4. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf dan NahiMunkar
5. Fitnah AkhirZaman
Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampuh:
Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:
Nama :Fahar Fatoni
NIM :D1A020173
Fakultas&Prodi : HUKUM & ILMU HUKUM
Semester : 1 (satu)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
T.A. 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas selesainya tugas
makalah ini tepat pada waktunya

Sholawat dan Salam semoga ALLAH limpahkan kepada Rasulullah MuhammadSAW yang
telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna dan
menjadi rahmat bagi seluruh alam

Terima kasih saya sampaikan atas bimbinganBapakDr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
sebagaidosen
pengampuh mata Kuliah PendidkanAgamaIslam yeng telah memberikan penjelasan saat
mengajar sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik dan tepat waktu

Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat kepada semua pihak

Penyusun,Mataram 15 Desember 2020

Nama: Fahar Fatoni

NIM: D1A020173

ii
Daftar Isi
KAJIAN ISLAM...................................................................................................................... i
Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos.............................................................................................i
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM...........................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................................. ii
Terima kasih saya sampaikan atas bimbinganBapakDr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos...................ii
sebagaidosen............................................................................................................................ ii
Daftar Isi............................................................................................................................ iii
Pengertian Islam, iman dan ihsan............................................................................................1
A. Definisi Islam............................................................................................................... 1
B. Definisi Iman................................................................................................................ 1
C. Definisi Ihsan............................................................................................................... 2
D. Korelasi Islam, Iman Dan Ihsan....................................................................................2
E. Islam, Iman Dan Ihsan Dalam Kitab Matan Arba‘In An-Nawawi..................................5
Islam dan sains...................................................................................................................... 12
Islam dan Penegakan Hukum................................................................................................30
A. Latar Belakang........................................................................................................... 31
B. Pengertian Penegak Hukum........................................................................................32
C. Hukum dan Moral Dalam Penegak Keadilan..............................................................35
Kesimpulan....................................................................................................................... 36
Amar ma’ruf nahi mungkar menurut hukum islam...............................................................40
A. Hukum amar ma’ruf nahi mungkar...................................................................................43
B. Derajat kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar...................................................................44
Fitnah akhir zaman............................................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................. 51

iii
Pengertian Islam, iman dan ihsan
A. Definisi Islam

Kata Islam berasaldari Bahasa Arab adalahbentukmasdardari kata Yang. - ‫اسلم – يسلم‬
‫اسالما‬kerjasecaraetimologimengandungmakna “Sejahtera, tidakcacat, selamat”. Seterusnya
kata salm dan silm, mengandung arti : Kedamaian, kepatuhan, dan penyerahandiri. Dari
kata-kata ini, dibentuk kata salamsebagaiistilahdenganpengertian: Sejahtera, tidaktercela,
selamat, damai, patuhdanberserahdiri. Dari uraian kata-kata itupengertian Islam
dapatdirumuskantaatataupatuh dan berserahdirikepada Allah. Pengertian Islam
menurutistilahyaitu, sikappenyerahandiri (kepasrahan, ketundukan, kepatuhan) seorang
hamba kepadaTuhannyadengansenantiasamelaksanakanperintahNya dan
menjauhilaranganNya, demi mencapaikedamaian dan keselamatanhidup, di dunia
maupun di akhirat. Islam sebagai agama, makatidakdapatterlepasdariadanyaunsur-
unsurpembentuknyayaituberuparukun Islam, yaitu:
1. MembacaduakalimatSyahadat
2. Mendirikanshalat lima waktu
3. Menunaikan zakat
4. Puasa Ramadhan
5. Haji keBaitullahjikamampu

B. Definisi Iman

Kata Iman berasaldari Bahasa Arab yaitubentukmasdardari kata kerja yang“ - ‫ يؤمن‬-‫امن‬
‫ ” ايمانا‬,(il’fi)mengandungbeberapa arti yaitupercaya, tunduk, tentram dan tenang. Imam
Al-Ghazali memaknainnyadengan kata tashdiq ( ‫ )التصديق‬yang berarti
“pembenaran”.Pengertian Iman adalahmembenarkandenganhati, diikrarkandenganlisan
dan dilakukandenganperbuatan. Iman secarabahasaberasaldari kata Asman-Yu’minu-
limaananartinyameyakiniataumempercayai. Pembahasanpokokaqidah Islam berkisar pada
aqidah yang terumuskandalamrukun Iman, yaitu:
1. Iman kepada Allah
2. ImankepadaMalaikat-Nya
3. Imankepadakitab-kitab-Nya
4. Iman kepada Rasul-rasul-Nya
5. Iman kepadahariakhir

1
6. ImankepadaTakdir Allah

C. Definisi Ihsan

Kata ihsanberasaldari Bahasa Arab dari kata kerja (fi`il) yaitu : ‫فعاللحسن‬, artinya – ‫احسن‬
‫( يحسن – احسان‬Perbuatanbaik). Para ulama menggolongkan Ihsan menjadi 4 bagianyaitu:
1. Ihsan kepada Allah
2. Ihsan kepadadirisendiri
3. Ihsan kepadasesamamanusia
4. Ihsan bagisesamamakhluk

Dari penjelasan di atas, dapatdisimpulkanbahwa Ihsan


memilikisaturukunyaituengkauberibadahkepada Allah swt. seakan-akanengkaumelihat-
Nya, jikaengkautidakmelihat-Nya, makasesungguhnyaDiamelihatmu. Hal
iniberdasarkanhadits yang diriwayatkandari Umar bin alKhaththabRadhiyallahu
‘anhudalamkisahjawaban Nabi saw kepadaJibriketikaiabertanyatentangihsan, maka Nabi
shallallahu 'alaihiwasallammenjawab:
َ‫أَ ْنتَ ْعبُدَاللهَ َكأَنَ َكتَ َراهُفَإ ِ ْنلَ ْمتَ ُك ْنت ََراهُفَإِنَهُيَ َراك‬
“Engkauberibadahkepada Allah seolaholahengkaumelihat-Nya,
makabilaengkautidakmelihat-Nya, sesungguhnya Allah melihatmu.”

D. Korelasi Islam, Iman Dan Ihsan

Secarateoriiman, Islam, dan ihsan dapat dibedakan namun dari segi prakteknya
tidakdapatdipisahkan. Satu dan lainnya saling mengisi, iman menyangkut aspek
keyakinan dalamhatiyaitukepercayaanataukeyakinan, sedangkan Islam
artinyakeselamatan, kesentosaan, patuh, dan tunduk
danihsanartinyaselaluberbuatbaikkarenamerasadiperhatikan oleh Allah swt. Beribadah
agar mendapatkanperhatiandari sang Khaliq, sehinggadapatditerimaolehnya.
Tidakhanyaasalmenjalankanperintah dan menjauhilarangan-Nya saja,
melainkanberusahabagaimanaamalperbuatanitumemilikinilaitambahdihadapan-Nya.
Sebagaimana yang telahdisebutkandiatas, kedudukankitahanyalahsebagai hamba,
budakdariTuhan, oleh sebabitukitaharutaatdalammenjalankanperintah-Nya
untukmendapatkanperhatian dan ridho-Nya. Inilahhakikatdariihsan.
PengertianMateriPembelajaran Pendidikan Islam

2
Materipendidikanberartimengorganisirbidangilmupengetahuan yang membentuk basis
aktiviaslembagapendidikan, bidang-bidangilmupengetahuaninisatudenganlainnyadipisah-
pisahnamunmerupakansatukesatuanterpadu. Materipendidikanharusmengacu pada tujuan,
bukansebaliknyatujuanmengarahkepadasuatumateri, oleh
karenanyamateripendidikantidakbolehberdirisendirisendiriterlepasdarikontrroltujuannya.
Adapun maksuddarimateri Pendidikan Islam Pespektif Hadis Nabi saw bahwamateri-
materi yang diuraikan di dalamhadis Nabi banyak juga menjadibahan-
bahanpokokpelajaran yang disajikandalam proses pendidikan Islam, baik formal maupun
non-formal. Oleh karenaitu, materipendidikan Islam harusdipahami, dihayati, diyakini,
dan diamalkandalamkehidupanumat Islam. Biografi Imam an-Nawawi dan
Karyakaryanya Nama lengkap al-Nawawi adalah al-Imam SyarifuddinalNawawi.
Dilahirkan di sebuahperkampungan yang bernama “Nawa” pada Bulan Muharram tahun
631 H di perkampungan “Nawa” daridua orang tua yang shalih.
BeliaudianggapsebagaiSyaikh di dalammadzhabSyafi’i. Seorang alim ulama fiqh dan
ahlihadisyangterkenal pada zamannya. AyahnyabernamaSyaraf Ibn Murry
seorangpemiliktoko di Nawa. IbnualAthar, salah seorang murid setia Imam al-Nawawi
memujiayahnyasebagaisyeikhwaliyyullah yang zahidlagiwara’. Para ahlifiqihsepakat,
bahwa Imam al-Nawawi adalahseorang yang ‘alim, wara’, zuhud, dhabit dan bertaqwa.
Sebagaiseorangwara’, misalnyabeliaumegambilsikaptidakmaumemakanbuah-
buahanDamaskuskarenamerasaadasyubhatseputarkepemilikanlahan dan kebun-kebunya
di sana. Imam Nawawi berguru pada syaikhAr-Ridha bin al-Burhan, Syaikh Abdul Aziz
bin Muhammad Al-Anshari, Zainuddin bin Abdul Daim, Imaduddin Abdul Karim Al-
Khurasani, Zainuddin Khalaf bin Yusuf, Taqiyyuddin bin Abil Yasar, Jamaluddin bin As-
Shayarfi, Syamsuddin bin Abi Umar dan ulamaulamalainnya yang sederajat.Adapun
murid-murid Imam Nawawi yang menjadi ulama terkenalsetelahbeliauadalah Al-Khatib
ShadrSulaimanAlJa’fari, Syihabuddin Ahmad bin Ja’wan, Syihabuddin Al-Arbadi,
Alauddin bin Al-Atthar, Ibnu Abi Al-Fath dan AlMazisertaIbnu Al-Atthar.
Imam Nawawi meninggalkanbanyaksekalikaryailmiah yang terkenal. Karya-karya imam
Nawawi tersebutkebanyakantelahditemukan di perpustakaan-perpustakaanbaik di dunia
Barat maupun Timur. Diantarakaryatersebutdibagi pada beberapaaspek di bidang Hadis
dan Ilmu Hadis, Kitab shahih Muslim bi SyarhanNawawi, Kitab Riyaadhun min Kalam
Sayyid al-Mursalin, Kitab Al-Arba‘inAnNawawiyyah, Kitab Al-Arba‘inanNawawiyyah,
al-Irsyaad fi ‘Ulum al-hadits, dan masihbanyak kitab hadislainnya. Adapun pada
aspekfiqh, yakni: Kitab alMajmu’,Kitab Raudhahaththalibin, Kitab Minhajuath-thalibin,

3
dan lainnya. Kitab yang berisitentangbiografi dan sejarah, yaitu: Kitab labaqat al-Fuqaha’
dan Kitab Tahdzib al-Asma’ wa al-Lughah. Kitab yang berisitentangbahasa, yakni Kitab
Taqrir alfa al-Tanbih dan Kitab TahzibalAsma’ wa al-Lughah. Kitab yang
berisitentangbidangpendidikan dan etika, yakni Kitab Adab al-Hamalah al-Quran dan
Kitab Bustan al-‘arifin.
LatarBelakangPenulisan Kitab Matan Arba‘in an-Nawawi Kitab Al-Arba‘in An-
Nawawiyyahterdiriatasempatpuluhduahadis yang setiaphadismerupakankaidah (pondasi)
agung di antarakaidahkaidah agama Islam yang dinyatakan oleh para ulama sebagaiporos
Islam atausebagaisetengahbagiandariajaran Islam, atausepertiganya, atausebutan lain
yang semisaldengannya. Hadis Arba‘inmerupakankumpulanhadishadisnabipilihan yang
memilikikeutamaandalampembahasan yang singkat dan
padatberkaitandengankehidupanberagama, ibadah, muamalah dan syariah. Kitab
AlArba‘in An-Nawawiyyahdiawalidenganmukaddimahdari Imam alNawawi,
kemudiantiap-tiaphadistidakdibuatkantemapokoktersendiriartinyadalam Kitab al-
Arba‘inAnNawawiyyah Imam Nawawi pada tiaphadistidakdiberijudulsecaraspesifik,
tapihanyadisebutkan “hadispertama”, hadiskedua”, dan seterusnyahingaakhir,
sehinggapembacatidakmengetahuitemadalamhadistersebuttanpamembacanyaterlebihdahu
lu. Namun, darikanduganhadis-hadisnyabisadiberikanjudul-judulsebagaiberikut:
o Niat dan ikhlas
o Pembahasanseputar Islam, Iman, Ihsan,Tandakiamat, Rukun Iman
o Penciptaanmanusia dan ketentuannasibnya,
o Kemungkaran dan Bid‘ah, Halal, haram dan syubhat,
o Agama adalahNasihat,
o Kesuciansetiap Muslim,
o Pembebanansesuaikemampuan,
o Do‘a dan kaitannyadenganMakan yang Halal lagiThayyib, Wara‘ dan
MeninggalkanSyubhat,
o Meninggalkan Hal-hal yang tidakberguna, Bagian dariKesempurnaan Iman,
o Kapan Darah Muslim halal ditumpahkan,
o KemurahanHati dan Diam,
o Larangan Marah,
o BerbuatBaikdalamsegala Hal,
o Takwa dan Akhlak yang Baik,

4
o Bantuan Allah dan Penjagaan-Nya,
o Rasa Malu dan Iman,
o Iman dan Istiqamah,
o Jalan keSurgadenganmelaksankanSyari’at,
o Sarana-saranaKebaikan,
o Haram berbuatzhalim,
o Kiat-kiatmendapatkanpahala yang banyak,
E. Islam, Iman Dan Ihsan Dalam Kitab Matan Arba‘In An-Nawawi

Islam yang berasaldaribahasaarabaslama, berartimenerima, menyerah, atautunduk. Maka


kata muslim (sebutanbagipemeluk agama Islam) juga berhubungandengan kata islam
yang berarti orang yang berserahdirikepada Allah. Islam memilikirukun-rukunatau pilar-
pilar yang harusditunaikan oleh seorangmuslim. SebagaimanaRasulullah saw juga
telahmerincikan lima rukun yang menjadipondasi Islam. Hal inididukung oleh hadis yang
ke-3 dalam kitab matanArba’in an-Nawawi yang arti ayatnyaberbunyi
“Dari Abu ‘Abdurrahman ‘Abdullah bin ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu
‘anhuma, iamengatakan: akumendengarRasulullahshallallahu
‘alaihiwasallambersabda: “Islam dibangun di atas lima perkara:
bersaksibahwatidakadaIlah (yang berhakdisembah) melainkan Allah dan
bersaksibahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah; menunaikanshalat;
menunaikan zakat; menunaikan haji keBaitullah; dan berpuasa Ramadhan.” (HR.
Bukhari dan Muslim).
a) Diawalidenganmengucapkanduakalimatsyahadat

‫أشهدأنالالهاالاللهوأشهدانمحمدرسواللل‬
a. bahwatidakada yang berhakdisembahkecuali Allah saja, Dia-lahIlah yang
haqq, sedangkanilahselain-Nya adalahbathil.
Kemudiandilanjutkandengankesaksianbahwasanya Muhammad
ituadalahRasulullah (utusan Allah), denganmembenarkansemuaapa yang
diberitakannya, dan mentaatisemuaperintahnyasertamenjauhisemua yang
dilarang dan dicegahnya.
Pengamalandariduakalimatsyahadattentunyaberkaitandenganamalan dan
ibadah yang dilakukanseorang hamba. Agar amalanseorangmuslimditerima di

5
sisi Allah ta’ala, Imam an-Nawawi menambakanbahwaadaduasyarat yang
harusdipenuhi, yaitu:
i. Denganniat yang Ikhlaskarena Allah. Rasulullah saw
telahmenyebutkan pada hadispertama di dalam kitab
matanarba’inanNawawi yang artinya: “Dari Amirul Mu’minin, Abi
Hafs Umar bin Al Khattab radiallahu’anhu, diaberkata: Saya
mendengarRasulullahshallallahu’alaihiwasallambersabda :
Sesungguhnyasetiapperbuatantergantungniatnya. Dan
sesungguhnyasetiap orang (akandibalas) berdasarkanapa yang
dianiatkan. Siapa yang hijrahnyakarena (inginmendapatkankeridhaan)
Allah dan Rasul-Nya, makahijrahnyakepada (keridhaan) Allah dan
RasulNya. Dan siapa yang hijrahnyakarena dunia yang
dikehendakinyaataukarenawanita yang ingindinikahinyamakahijrahnya
(akanbernilaisebagaimana) yang dianiatkan.” (Riwayat dua imam
hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al
Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari dan Abu Al Husain, Muslim bin
Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naishaburi dan kedua kitab
Shahihnya yang merupakan kitab yang paling shahih yang
pernahdikarang).
ii. Setiapamalanbersumberdarikitabullah dan sunnah Rasulullah. Hal
inidijelaskan di dalamhadis ke-5 yang artinya : “Dari
UmmulMu’minin; Ummu Abdillah;
Aisyahradhiallahu’anhadiaberkata: Rasulullah SAW bersabda: Siapa
yang mengada-adadalamurusan (agama) kami ini yang bukan (berasal)
darinya), makadiatertolak. (Riwayat Bukhari dan Muslim),
dalamriwayat Muslim disebutkan: “Siapa yang
melakukansuatuperbuatan (ibadah) yang bukanurusan (agama) kami,
makadiatertolak.”
b) Kewajibanuntukmenegakkanshalatfardhu 5 waktu dan
menunaikannyasecarasempurnadengansyaratrukunnya. hadis ke-29 dalam kitab
matanarba’in an-Nawawi tentangkeutamaanshalat yang arti ayatnya : “Dari Mu’az bin
Jabal radhiallahuanhudiaberkata: Beliau (Rasulullah) berkata: Pokokperkaraadalah
Islam, tiangnyaadalahshalat dan puncaknyaadalah Jihad. .... (Riwayat Turmuzi dan
diaberkata: Haditsnyahasanshahih) Rasul saw juga menyebutkan pada hadis ke-23

6
yang artinya :“Dari Abu Malik Al Haritsy bin ‘Ashim Al
‘Asy’aryradhiallahuanhudiaberkata : Rasulullahshollallohu
‘alaihiwasallambersabda : ... Sholatadalahcahaya, .....” (Hadis Riwayat Muslim)
c) Kewajibanmengeluarkan zakat bagi yang sudahmencapaibatasnishab zakat dan
haulnya. Rasulullah saw telahmenjelaskan pada hadis ke-8 dalam kitab
matanarba’inakibattidakmenunaikankewajibanshalat dan zakat yang artinya :“Dari
Ibnu Umar radhiallahuanhumasesungguhnyaRasulullah SAW bersabda :
Akudiperintahkanuntukmemerangimanusiahinggamerekabersaksibahwatidakadailahse
lain Allah dan bahwa Muhammad adalahRasulullah, menegakkanshalat, menunaikan
zakat. Jika merekamelakukanhalitumakadarah dan
hartamerekaakandilindungikecualidenganhak Islam dan perhitunganmerekaada pada
Allah ta’ala.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
d) BerpuasapadaBulanRamadhanwajibbagisetiapmuslim. Sebagaimanahadis ke-29
tentangkeutamaanpuasasecaraumum dan puasaramadhansecarakhususbahwa: “Dari
Mu’az bin Jabal radhiallahuanhudiaberkata : Saya berkata : YaRasulullah,
beritahukansayatentangperbuatan yang dapatmemasukkansayakedalamsurga dan
menjauhkansayadarineraka, beliaubersabda: Engkautelahbertanyatentangsesuatu yang
besar, dan perkaratersebutmudahbagimereka yang dimudahkan Allah ta’ala, :
Beribadahkepada Allah dan tidakmenyekutukannyasedikitpun, menegakkanshalat,
menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji. Kemudianbeliau
(Rasulullahshallallahu ‘alaihiwasallam) bersabda:
Maukahengkauakuberitahukantentangpintupintusurga ?; Puasaadalahbenteng,
Sodaqohakanmematikan (menghapus) kesalahansebagaimana air mematikanapi, dan
shalatnyaseseorang di tengahmalam (qiyamullail), kemudianbeliaumembacakanayat
(yang artinya) : “ Lambungmerekajauhdaritempattidurnya….”........ (Riwayat Turmuzi
dan diaberkata: Haditsnyahasanshahih)
e) Menunaikan ibadah haji wajibbagi yang mampu. Menjadikewajibanbagisetiapmuslim
yang mampumelaksanakannya, baikmampudalamhalmateriataupunfisik.
Membahastentangkonsepkeimanan yang terdapat pada kitab matanArba’in an-
Nawawi, penulisakanmenyajikanhadiskeduasebagaiberikut:

“Dari Umar radhiallahuanhu juga diaberkata : Ketika kami duduk-duduk


disisiRasulullahShallallahu’alaihiwasallamsuatuharitibatibadatanglahseorangl
aki-laki yang mengenakan baju yang sangatputih dan berambutsangathitam,

7
tidaktampakpadanyabekas-bekasperjalananjauh dan
tidakadaseorangpundiantara kami yang mengenalnya. Hinggakemudiandia
duduk dihadapan Nabi lalumenempelkankedualututnyakepadakepadalututnya
(RasulullahShallallahu’alaihiwasallam) serayaberkata: “ Ya Muhammad,
beritahukanakutentang Islam ?”,
makabersabdalahRasulullahShallallahu’alaihiwasallam : “ Islam
adalahengkaubersaksibahwatidakadaIlah (Tuhan yang disembah) selain Allah,
dan bahwa Nabi Muhammad adalahutusan Allah, engkaumendirikanshalat,
menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jikamampu “,
kemudiandiaberkata: “ andabenar “. Kami semuaheran, dia yang bertanyadia
pula yang membenarkan. Kemudiandiabertanyalagi: “ Beritahukanakutentang
Iman “. Lalu beliaubersabda: “ Engkauberimankepada Allah, malaikat-
malaikatNya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hariakhir dan
engkauberimankepadatakdir yang baikmaupun yang buruk “,
kemudiandiaberkata: “ andabenar“. Kemudiandiaberkatalagi: “
Beritahukanakutentangihsan “. Lalu beliaubersabda: “ Ihsan
adalahengkauberibadahkepada Allah seakan-akanengkaumelihatnya,
jikaengkautidakmelihatnyamakaDiamelihatengkau” . Kemudiandiaberkata: “
Beritahukanakutentangharikiamat (kapankejadiannya)”. Beliaubersabda: “
Yang ditanyatidaklebihtahudari yang bertanya “. Diaberkata: “
Beritahukanakutentangtanda-tandanya “, beliaubersabda: “ Jika seorang
hamba melahirkantuannya dan jikaengkaumelihatseorangbertelanjang kaki
dan dada, miskin dan penggembaladomba, (kemudian) berlomba-
lombameninggikanbangunannya “, kemudian orang ituberlalu dan
akuberdiamsebentar. Kemudianbeliau (Rasulullah) bertanya: “
Tahukahengkausiapa yang bertanya ?”. akuberkata: “ Allah dan Rasul-Nya
lebihmengetahui “. Beliaubersabda: “Diaadalah Jibril yang datangkepada
kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian“. (HR. Muslim) 18 Hadis di
atasmerangkumtentangpenjelasan Islam, iman dan hakikatdariihsan.
Penjelasantentangrukun Islam telahpenulisbahas pada
pembahasansebelumnyatentangkonsep Islam. Sama halnyadengan Islam yang
memiliki 5 rukun, keimanan juga memiliki 6 rukun yang mestidiimani dan
diamalkan oleh setiapmukmin (orang yang beriman). 6
rukuntersebuttelahRasulullah saw sebutkantatkala Jibril bertanyaapaituiman,

8
kemudianbeliaumenjawab: ”Yaitukamuberimankepada Allah, malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasulNya, hariakhir dan kamuberimankepadaqadar yang
baik dan yang buruk.” (HR. Muslim)
Adapun rinciandarikeenamrukuntersebutadalah:
a. Iman kepadaAllah;Imam Nawawi menjelaskanbahwaberimankepada
Allah ‘azzawajallamencakup 4 hal, yakni:
1. Berimandenganwujud Allah ta’ala
2. Berimankepadarububiyyah Allah swt
3. Berimankepadauluhiyyah Allah swt, denganmaksudmembenarkan dan
meyakinibahwahanya Allah, Tuhan yang berhakdisembah, dan
semuasesembahanselain-Nya adalahbathil. SebagaimanaRasulullah saw
telahsebutkan di dalamhadis ke28 bahwa: “Dari Mu’az bin Jabal
radhiallahuanhudiaberkata : Saya berkata : YaRasulullah,
beritahukansayatentangperbuatan yang
dapatmemasukkansayakedalamsurga dan menjauhkansayadarineraka,
beliaubersabda: Engkautelahbertanyatentangsesuatu yang besar, dan
perkaratersebutmudahbagimereka yang dimudahkan Allah ta’ala, :
Beribadahkepada Allah dan tidakmenyekutukannyasedikitpun,.....”
(Riwayat Turmuzi dan diaberkata: Haditsnyahasanshahih).
4. Berimankepadanama-nama dan sifat-sifat-Nya Rasulullah saw
telahmenyebutkan di dalamhadis ke-23 bahwa:“Dari Abu Malik Al Harits
bin ‘Ashim Al ‘Asy’aryradhiallahuanhudiaberkata : Rasulullahshollallohu
‘alaihiwasallambersabda : Bersuciadalahbagiandariiman, Al
Hamdulillahdapatmemenuhitimbangan, Subhanallah dan Al
Hamdulillahdapatmemenuhiantaralangit dan bumi, Sholatadalahcahaya,
shadaqahadalahbukti, Al Quran dapatmenjadisaksi yang
meringankanmuatau yang memberatkanmu.
Semuamanusiaberangkatmenjualdirinya, ada yang membebaskandirinya
(darikehinaan dan azab) ada juga yang menghancurkandirinya.” (Riwayat
Muslim).
b. Iman kepada para malaikat-Nya.Sebagaimana salah satuhadis pada
kitab matanarba‘in yang
berkaitandenganimankepadaMalaikatadalahhadiskedua yang
mengkisahkankedatangan Jibril kepada Nabi Muhammad saw

9
denganmenjel-ma sebagaiseoranglaki-laki yang tidakdikenal,
bertujuanuntukmemberikanpengajarankepada para sahabat.
c. Iman kepada kitab-kitab-Nya.Potonganhadis ke-23 menyebut-
kantentang al-Quran bahwa: “Dari Abu Malik Al Haritsy bin ‘Ashim Al
‘Asy’aryradhiallahuanhudiaberkata : Rasulullahshollallohu
‘alaihiwasallambersabda: ...dan alQurandapatmenjadisaksi yang
meringankanmuatau yang memberatkanmu. .....” (Hadis Riwayat Muslim)
Dalammengimani al-Quran sebagai Kitab Allah, adabeberapanasihat yang
harusdiperhatikan dan dilakukanseorang hamba. Hal
iniberkaitandenganhadis ke-7 yang berbunyi: “Dari Abu Ruqayyah Tamim
Ad Daariradhiallahuanhu, sesungguhnyaRasulullah saw bersabda : Agama
adalahnasehat kami berkata : Kepadasiapa? beliaubersabda : Kepada
Allah, kitabNya, Rasul-Nya dan kepadapemimpankaummuslimin dan
rakyatnya )”. (Riwayat Bukhari dan Muslim)
d. Iman kepada Rasul-rasul-Nya.Sebagaimana yang telahdisebutkan pada
hadis ke-7, bahwa agama Islam merupakannasehatuntukbeberapahal,
dianataranyaadalahnasehatuntuk Rasul Allah. Hal
inidiwujudkandenganmelaksana-kansyari’at Islam
hanyadenganmengikutipetunjuk Nabi saw dan senantiasaberpegangteguh
pada sunnahnya. Hal inisesuaidengan yang disebutkan di dalamhadis ke-
28 bahwa: “Dari Abu Najih Al Irbadh bin Sariah
radhiallahuanhudiaberkata : Rasulullahshollallohu
‘alaihiwasallammemberikan kami nasehat yang membuathati kami
bergetar dan air mata kami bercucuran. Maka kami berkata : YaRasulullah,
seakan-akaninimerupakannasehatperpisahan, makaberilah kami wasiat.
Rasulullahshollallohu ‘alaihiwasallambersabda : “ Saya wasiatkan kalian
untukbertakwakepada Allah ta’ala, tunduk dan patuhkepadapemimpin
kalian meskipun yang memimpin kalian adalahseorangbudak. Karena di
antara kalian yang hidup (setelahini)
akanmenyaksikanbanyaknyaperselisihan. Hendaklah kalian
berpegangteguhterhadapajaranku dan ajaranKhulafaurrasyidin yang
mendapatkanpetunjuk, gigitlah (genggamlahdengankuat) dengangeraham.
Hendaklah kalian menghindariperkara yang diada-adakan,

10
karenasemuaperkarabid’ahadalahsesat “ (Riwayat Abu Daud dan Turmuzi,
diaberkata: hasanshahih)
e. Iman kepada Hari Akhir. Pada hadiskeduatelahdisebutkan oleh Rasul
tentangtanda-tandadatangnyahariakhir, yang berbunyi: “Dari Umar
radhiallahuanhu juga diaberkata : Ketika kami duduk-duduk
disisiRasulullah saw suatuharitiba-tibadatanglahseoranglaki-laki yang
mengenakan baju yang sangatputih dan berambutsangathitam,
tidaktampakpadanyabekas-bekasperjalananjauh dan
tidakadaseorangpundiantara kami yang mengenalnya.
Hinggakemudiandiadudukdihadapan Nabi
lalumenempelkankedualututnyakepadalututnya (Rasulullah)…
Kemudiandiaberkata: “ Beritahukanakutentangharikiamat
(kapankejadiannya)”. Beliaubersabda: “ Yang ditanyatidaklebihtahudari
yang bertanya “. Diaberkata: “ Beritahukanakutentangtanda-tandanya “,
beliaubersabda: “Jika seorang hamba melahirkantuannya dan
jikaengkaumelihatseorangbertelanjang kaki dan dada, miskin dan
penggembaladomba, (kemudian) berlomba-
lombameninggikanbangunannya“, “.(HR. Muslim)
f. Iman kepadatakdirnya, yang baikataupun yang buruk. Hal
iniberkaitandenganawalmulapenciptaanmanusia di dalamrahim, sampai
pada saatditiupkanpadanyaruhsertaditetapkantakdiruntuknya.
SebagaimanatelahRasulullah saw sebutkan pada hadis ke-4 bahwa: “Dari
Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’udradiallahuanhubeliauberkata:
Rasulullah saw menyampaikankepada kami dan beliauadalah orang yang
benar dan dibenarkan : Sesungguhnyasetiap kalian
dikumpulkanpenciptaannya di
perutibunyasebagaisetetesmaniselamaempatpuluhhari,
kemudianberubahmenjadisetetesdarahselamaempatpuluhhari,
kemudianmenjadisegumpaldagingselamaempatpuluhhari.
Kemudiandiutuskepadanyaseorangmalaikatlaluditiupkanpadanyaruh dan
diadiperintahkanuntukmenetapkanempatperkara : menetapkanrizkinya,
ajalnya, amalnya dan kecelakaanataukebahagiaannya. Demi Allah yang
tidakadailahselain-Nya, sesungguhnyadiantara kalian ada yang
melakukanperbuatanahlisyurgahinggajarakantaradirinya dan

11
syurgatinggalsehastaakantetapitelahditetapkanbaginyaketentuan,
diamelakukanperbuatanahlinerakamakamasuklahdiakedalamneraka.
sesungguhnyadiantara kalian ada yang
melakukanperbuatanahlinerakahinggajarakantaradirinya dan
nerakatinggalsehastaakantetapitelahditetapkanbaginyaketentuan,
diamelakukanperbuatanahlisyurgamakamasuklahdiakedalamsyurga.”
(Riwayat Bukhari dan Muslim). Menurut Imam Nawawi,
maksudhadisiniadalahtidakmungkinbagimanusia di dunia
iniuntukmemutuskanbahwadirinyamasuksurgaatauneraka,
akantetapiamalperbuatanmerupakansebabuntukmemasukikeduanya.
Karena pada hakikatnyaamalperbuatandinilai di akhirnya.
Makahendaklahmanusiatidakterpedayadengankondisinyasaatini,
justruharusselalumohonkepada Allah agar diberiketeguhan dan akhir yang
baik (husnulkhotimah).
Seorangmukminhendaknyaiatenangdalammasalahrezki dan qanaah
(menerima) denganmengambilsebab-sebabsertatidakterlalumengejar-
ngejarnya dan mencurahkanhatinyakarenanya. Kehidupanada di tangan
Allah. Seseorangtidakakanmatikecualidiatelahmenyempurnakan
umurnya.21 Dapatdiambilkesimpulan, bahwaihsanmemilikiduasisiyaitu:
o Ihsan adalahkesempurnaandalamberamalsambilmenjagakeiklasan dan
jujurdalamberamal
o Ihsan adalahsensntiasamemaksimalkanamalan-amalan sunnah yang
dapatmendekatdirikepada Allah Swt. selamahalituadalahsesuatu yang diridhai-
Nya dan dianjurkanuntukmelaksanakannya.

Islam dan sains

Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya terhadap
masalah ilmu (sains). Al-Qur‟an dan al-Sunnah mengajak kaum Muslim untuk mencari dan
mendapatkan ilmu dan kearifan, serta menempatkan orangorang yang berpengetahuan pada
derajat yang tinggi. Sebagian dari ayat-ayat al-Qur‟an dan al-Sunnah yang relevan akan
disebutkan di dalam pembahasan masalah ini.
Di dalam al-Qur‟an, kata al-„ilm dan kata-kata jadiannya digunakan lebih dari 780 kali

12
(Ghulsyani 2001). Beberapa ayat pertama, yang diwahyukan kepada Rasulullah Saw.,
menyebutkan pentingnya membaca, pena, dan ajaran manusia: “Bacalah dengan (menyebut)
nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah. Dan Tuhanmulah yang Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan
perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (QS. al-
Alaq/ 96: 1-5)
Dan tentang penciptaan Adam, al-Qur‟an mengatakan bahwa malaikat pun disuruh bersujud
di hadapan Adam setelah Adam diajari nama-nama: “Dan Dia mengajarkan Adam nama-
nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukannya kepada para malaikat dan
berfirman: “sebutkanlah kepada-Ku nama-nama benda itu, jika kamu memang orang yang
benar!” Mereka menjawab, “Mahasuci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain apa yang
telah Engkau ajarkan kepada kami; Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana”.
(QS. al-Baqarah/2: 31-32) Al-Qur‟an mengatakan bahwa tidak sama, antara mereka yang
mengetahui dengan mereka yang tidak mengetahui: “Katakanlah: „Adakah sama orang-orang
yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?‟.” (QS. Az-Zumar/39: 9)
Dan hanya orang yang belajarlah, yang memahami: “Dan perumpamaanperumpamaan ini
Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya, kecuali orang-orang yang
berilmu.” (QS. al-Ankabut/29: 43) Dan hanya orang-orang yang berilmulah yang takut
kepada Allah: “…Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya,
hanyalah ulama…” (QS. Fatir/35: 28) Di dalam hadits Nabi juga ada pernyataan yang
memuji ilmu dan orang yang terdidik. sejumlah hadits mengenai hal ini dinisbahkan kepada
Nabi Saw. yang beberapa di antaranya kami kutip di bawah ini:
“Mencari ilmu wajib bagi setiap Muslim.”
“Carilah ilmu walaupun di negeri Cina.”
“Carilah ilmu sejak dari buaian hingga liang lahat.”
“Para Ulama itu adalah pewaris para Nabi.”
“Para Hari Kiamat ditimbanglah tinta ulama dengan darah syuhada, maka tinta ulama
dilebihkan dari darah syuhada.”
Klasifikasi Sains Dalam Islam tidak dikenal pemisahan esensial antara “ilmu agama” dengan
ilmu “ilmu profan”. Berbagai ilmu dan perspektif inteletual yang dikembangkan dalam Islam
memang mempunyai suatu hirarki. Tetapi herarki ini pada akhirnya bermuara pada
pengetahauan tentang “Yang Maha Tunggal” – Substansi dari segenap ilmu. Inilah alasan
kenapa para ilmuawan Muslim berusaha mengintergrasikan ilmu-ilmu yang dikembangkan
peradaban-peradaban lain ke dalam skema hirarki ilmu pengetahuan menurut Islam. Dan ini

13
pulalah alasan kenapa para “ulama”, pemikir, filosof dan ilmuwan Muslim sejak dari al-
Kindi, al-Farabi, dan Ibnu Sina sampai al-Ghazali, Nashir 3 al-Din al-Thusi dan Mulla Shadra
sangat peduli dengan klassifikasi ilmu-ilmu (Nasr 1976).
Berbeda dengan dua klasifikasi yang dikemukakan di atas, yakni ilmu-ilmu agama dan ilmu-
ilmu umum, para pemikir keilmuan dan ilmuwan Muslim di masa-masa awal membagi ilmu-
ilmu pada intinya kepada dua bagian yang diibaratkan dengan dua sisi dari satu mata koin;
jadi pada esesnsinya tidak bisa dipisahkan. Yang pertama, adalah al-„ulûm al-naqliyyah,
yakni ilmu-ilmu yang disampaikan Tuhan melalui wahyu, tetapi melibatkan penggunaan akal.
Yang kedua adalah al-„ulûm al-„aqliyyah, yakni ilmu-ilmu intelek, yang diperoleh hampir
sepenuhnya melalui penggunaan akal dan pengalaman empiris.
Kedua bentuk ilmu ini secara bersama-sama disebut al-„ulûm alhushuli, yaitu ilmu-ilmu
perolehan. Isitilah terakhir ini digunakan untuk membedakan dengan “ilmu-ilmu” (ma‟rifat)
yang diperoleh melalui ilham (kasyf). Walau terdapat integralisme keilmuan seperti ini,
setidaknya pada tingkat konseptual, tetapi pada tingkat lebih praktis, tak jarang terjadi
disharmoni antara keduanya, atau lebih tegas lagi antara wahyu dan akal, atau antara “ilmu-
ilmu agama” dengan sains. Untuk mengatasi disharmoni ini berbagai pemikir dan ilmuwan
Muslim memunculkan klassifikasi ilmu-ilmu lengkap dengan hirarkinya.
Sebagaimana dikemukakan Nasr (1987, hal. 60), al-Kindi agaknya adalah pemikir Muslim
pertama yang berusaha memecahkan persoalan ini dalam bukunya Fi Aqasâm al-„ulûm
(Jenis-Jenis Ilmu). Al-Kindi disusul al-Farabi, yang melalui Kitâb Ihshâ al-„ulûm (Buku
Urutan Ilmu-Ilmu) memainkan pengaruh lebih luas dalam hal ini. Tokoh-tokoh lain, seperti
Ibn Sina, al-Ghazali dan Ibn Rusyd juga membuat klassifikasi ilmu-ilmu yang pada esensinya
mengadopsi kerangka Ibn Farabi dengan sedikit penyesuaian. Al-Farabi membagi ilmu
menjadi cabang besar: ilmu-ilmu bahasa, ilmu logika, ilmu-ilmu dasar (seperti aritmetika,
geometri), ilmu-ilmu alam dan metafisika, dan ilmu-ilmu tentang masyarakat (seperti hukum
dan theologi). 4 Ibn Butlan (w.469/1068) mencoba menyederhanakan klassifikasi ilmu-ilmu
menjadi tiga cabang besar saja; ilmu-ilmu (keagamaan) Islam, ilmu-ilmu filsafat dan ilmu-
ilmu alam, dan kesusastraan.Hubungan antara ketiga cabang ini digambarkannya sebagai
segitiga:
sisi sebelah kanan adalah ilmu agama,
sisi sebelah kiri ilmu filsafat dan ilmu alam, dan
sisi bawah adalah kesusastraan (Makdisi 1981).
Sedangkan Ibn Khaldun pada abad 8/14 pada dasarnya kembali kepada pembagian ilmu
naqliyyah dan ilmu-ilmu „aqliyyah. Termasuk ke dalam ilmu-ilmu naqliyyah adalah ilmu-

14
ilmu Qur‟an, hadits, fiqh, kalam, tashawwuf dan bahasa. Sedangkan ilmu-ilmu „aqliyyah
mencakup logika dan filsafat, kedokteran, pertanian, geometri, astronomi dan sebagainya.
Terakhir, Shams al-Dîn al-Amulî pada abad 9/15 dalam bukunya Nafa‟is al-Funun (Unsur-
Unsur Berharga Sains) setelah mendaftar hampir seluruh cabang ilmu yang berkembang di
Dunia Islam memberikan dua klassifikasi. Dalam klassifikasi pertama, ilmu-ilmu terbagi dua:
ilmu-ilmu filosofis dan ilmu-ilmu non-filosofis. Bagian pertama yang terdiri dari ilmu teoritis
dan praktis mencakup metafisika, matematika, etika, ekonomi dan politik. Bagian kedua yang
terdiri dari ilmu-ilmu keagamaan dan non-agama mencakup „aqliyyah dan naqliyyah. Dalam
klassifikasi kedua, ilmu-ilmu terbagi kepada ilmu-ilmu awal (awâ‟il) dan ilmu-ilmu lanjutan
(awâkhir). Bagian pertama mencakup ilmu-ilmu semacam matematika, kedokteran, kimia,
astronomi, geografi, etika, politik, ekonomi dan sebagainya. Sedangkan bagian kedua
mencakup kesusestraan,ilmu syar‟iyyah, tashawwuf, sejarah dan sebagainya (Nasr 1976).
Apa arti semua klasifikasi yang rumit ini? Ini menunjukkan, kompleksitas ilmu-ilmu yang
berkembang dalam peradaban Islam; ini menegaskan bahwa ilmu-ilmu agama hanya salah
satu bagian saja dari berbagai cabang ilmu secara keseluruhan. Kemajuan peradaban Islam
berkaitan dengan kemajuan seluruh aspek atau bidangbidang keilmuan. Jadi, tatkala bagian-
bagian besar ilmu tersebut “dimakruhkan”, 5 terciptalah kepincangan yang pada gilirannya
mendorong terjadinya kemunduran peradaban Islam secara keseluruhan. Sains dan Islam
Istilah sains dalam Islam, sebenarnya berbeda dengan sains dalam pengertian Barat modern
saat ini, jika sains di Barat saat ini difahami sebagai satu-satunya ilmu, dan agama di sisi lain
sebagai keyakinan, maka dalam Islam ilmu bukan hanya sains dalam pengertian Barat
modern2 , sebab agama juga merupakan ilmu, artinya dalam Islam disiplin ilmu agama
merupakan sains. Untuk memahami posisi sains atau ilmu dalam Islam, kita harus
memahaminya secara bahasa. Terdapat hubungan yang erat antara ilmu („ilm), alam („alam),
dan alKhÉliq. Untuk menggambarkan secara singkat hal ini, marilah kita lihat kata „ilm,
sebuah istilah yang digunakan dalam bahasa Arab untuk menunjukkan ilmu. Kata „ilm yang
berasal dari akar kata yang terdiri dari 3 huruf, „a-l-m, atau „alam. Arti dasar yang
terkandung dalam akar kata ini adalah „alÉmah, yang berarti “petunjuk arah”. AlRaghib al-
Isfahani (1997, s.v. “„a-l-m”) menjelaskan bahwa al-„alam adalah “jejak (atau tanda) yang
membuat sesuatu menjadi diketahui‟ (“the trace (or mark) by wich something is known” atau
”al-atsar alladzi yu‟lam bihii syai‟”). Franz Rosenthal (1979, hal. 10) memberikan
pandangannya yang menarik, the meaning of “to know” is an extension, peculiar to Arabic,
of an original concrete term, namely, “way sign.”…the connection between “way sign” and
“knowledge” is particulary close and takes on especial significace in the Arabian

15
environment. Jadi kita melihat ada keterkaitan yang erat antara way sign (petunjuk arah)
dengan knowledge (ilmu atau pengetahuan). Kemudian„a-l-m juga ternyata akar kata bagi
istilah yang sudah menjadi bahasa Indonesia, yaitu alam atau dalam bahasa arab 2Disebut
Barat modern karena, dalam pandangan Barat pun pada awalnya sains (scientia) tidak
dibatasi pada cakupan sains saat ini, science juga mencakup devine science. 6 „Élam yang
secara umum berarti jagat raya-alam semesta yang mencakup apa yang ada di luar kita ÉfÉq
atau makrokosmos (al-„Élam al-kabÊr) dan juga termasuk apa-apa yang ada di dalam diri
kita atau anfËs atau mikrokosmos (al-„Élam al-Îagir), yang dapat dipelajari dan diketahui.
Hal ini juga disebutkan dalam al-Quran dan al-Hadits, bahwa semua benda dan kejadian di
alam raya (universe) merupakan ÉyÉt Tuhan (tunggal, Éyah), yaitu petunjuk-petunjuk dan
simbol-simbol Tuhan. Contoh dari ayat-ayat Tuhan itu adalah QS. Ali-Imran/3: 190; QS.
Yunus/10: 5-6; QS. al-Hijr/15: 16, 19-23, 85; QS. an-Nahl/16: 3, 5-8, 10-18, 48, 65-69, 72-
74, 78-81; QS. al-Anbiya/21: 16; QS. al-Naml/27: 59-64; QS. al-Mu‟min/23: 61; QS. al-
Mulk/67: 2-5, 15, dan QS. Fushilat/41: 53. Menurut Mohd Zaidi Ismail, seorang pakar sains
Islam, ilmu Fisika yang merupakan bagian utama dalam natural science, dalam tradisi
keilmuan dan sains Islam disebut sebagai „ilm al-tabÊ‟ah (the science of nature). Kata al-
ÏabÊ‟ah diambil dari akar kata Ï-b-‟a atau Ïab‟a, yang berarti “kesan atas sesuatu (ta‟Ïhir
fii…), “penutup (seal), atau “jejak (stamp)” (khatm), maka ia menyiratkan “sifat atau
kecenderungan yang dengannya makhluk diciptakan” (al-sajiyyah allatii jubila „alayha).
Semua arti tersebut “mengasumsikan” adanya Sang Pencipta yang dengan cara-Nya mencipta
(sunnatullah), membuat aturan (order), dan keberlangsungan (regularity) sejalan dengan
universe sebagai kosmos-bertentangan dengan ketidakteraturan atau chaos-dan
memungkinkan adanya ilmu dan prediksi. Kemampuan memprediksi sebagai salah satu
karakteristik Natural Science menjadi mungkin karena desain akliah (intelligent design) dan
ketertiban yang terus-menerus pada alam, sesuatu yang tersimpulkan dalam konsep Islam,
Sunnatuallah. Dengan demikian maka alam ini dan kejadian-kejadian yang membentuknya
dalam al- Qur‟an disebut sebagai ayat-ayat Allah (yaitu, petunjuk dan simbol-simbol Tuhan),
demikian pula kalimat-kalimat dalam al-Qur‟an pun disebut dengan istilah yang 7 sama
yakni ayat. Hal ini menunjukkan bahwa keduanya, baik alam maupun al-Qur‟an adalah ayat
yang berasal dari sumber yang sama, perbedaannya adalah bahwa alam adalah ayat yang
diciptakan, sementara yang al- Qur‟an adalah ayat yang diturunkan (tanzil atau wahyu).
Dengan demikian, bagi seorang ilmuwa muslim, seharusnya kegiatan sains pada dasarnya
menjadi suatu usaha untuk membaca dan menafsirkan kitab Alam sebagaimana halnya ia
membaca dan menafsirkan al- Qur‟an. Pandangan yang seperti inilah yang melandasi

16
ilmuwan Muslim terdahulu. Syed Muhammad Naquib al-Attas (1975, hal. 133-134), seorang
pakar pendidikan Islam juga menekankan hal ini dalam bukunya Prolegomena To The
Metaphysics of Islam: Alam raya seperti digambarkan dalam Kitab Suci al-Qur‟an tersusun
dari bentuk-bentuk simbolik (Éyat), seperti kata-kata di dalam sebuah kitab. Benar, bahwa
alam raya adalah bentuk lain dari kenyataan ilahiyah yang dapat dipadankan dengan kitab
suci al-Qur‟an, hanya saja kitab alam yang besar ini merupakan sesuatu yang diciptakan,
alam menyatakan dirinya dalam bentuk yang banyak dan berbagai yang berwujud secara
simbolis atas dasar bahwa semua itu diungkapkan terus-menerus mengikuti Titah Penciptaan
Ilahi. Kata sebenarnya adalah simbol, dan untuk menegetahuinya dengan sebenar-benarnya,
adalah dengan mengetahui apakah kata tersebut mewakili sesuatu, menyimbolkan sesuatu,
dan memberi makna sesuatu. Jika kita menganggap sebuah kata seolah-olah memiliki
realitasnya yang tersendiri, maka kata tersebut tidak lagi merupakan petunjuk atau simbol
karena ia kini diperlakukan sebagai sesuatu yang menunjuk pada dirinya sendiri, dan ini
bukanlah sesuatu yang sebenarnya. Maka demikian pula studi mengenai alam, atau menganai
apapun, mengenai setiap objek ilmu dalam alam ciptaan ini. Jika kata seperti “apa
sebenarnya” dipahami sebagai hakikat yang berdiri sendiri, secara esensi dan eksistensi,
seolah-olah ia adalah sesuatu yang pasti dan mampu untuk berada dengan sendirinya, maka
studi tersebut tidak memiliki tujuan yang benar dan pencarian ilmunya menyimpang dari
kebenaran, dan akhirnya validitas ilmu tersebut menjadi pertanyaan. [Hal ini] karena sesuatu
“seperti yang sebenarnya” (as it really is) lain dari “apakah sesuatu itu” (what it is) dan itulah
makna yang dimaksud (for as it really is a thing is what it means). Maka, sebagaimana studi
mengenai kata sebagai kata membuat kita menyimpang dari kebenaran yng mendasarinya,
keasyikan filsafat dan fisika atas benda sebagai benda mengarahkan kita pada kepercayaan
umum yang salah bahwa benda-benda itu wujud di luar akal-fikiran sebagai kumpulan
partikel-partikel yang terus ada dalam masa tertentu dan bergerak dalam ruang, seolah-olah
partikel-partikel ini materi utama alam. Sedangkan, pada hakikatnya, isi “materi” terdiri dari
rangkaian kejadian (a series of event; a‟raad, sing. „arad), dan fenomena fisik adalah proses-
proses yang setiap detilnya terputus. 8 Pada hakikatnya sesuatu itu, seperti juga kata, adalah
sebuah petunjuk (tanda) atau simbol, dan petunjuk atau simbol adalah sesuatu yang dzhair
dan tak terpisahkan dari sesuatu yang lain yang tak dzahir. Sehingga tatkala yang pertama itu
sudah dapat ditangkap, dan yang bersifat dengan sifat yang sama dengan yang pertama itu
tadi dapat diketahui. Oleh sebab itu kami telah mendefisnisikan ilmu secara epistemologis
sebagai sampainya arti sesuatu itu ke dalam jiwa, atau sampainya jiwa pada arti sesuatu itu.
“Arti sesuatu itu” berarti artinya benar, dan apa yang kami anggap sebagai arti yang ”benar”

17
itu, pada pandangan kami ditentukan oleh pandangan Islam (Islamic vision) tentang hakikat
dan kebenaran sebagaimana yang diproyeksikan oleh sistem konseptual al-Qur‟an. Jadi bagi
seorang saintis Muslim, melakukan kegiatan sains (mempelajari, meneliti dan
mengajarkannya) pada intinya menjadi suatu usaha untuk membaca, memikirkan,
mengartikan “kitab alam” yang terbuka secara benar. Dengan demikian seorang ilmuwan
tidak dapat tidak untuk memperhatikan kitab yang diturunkan dalam setiap aktivitasnya
memperhatikan kitab ciptaan. Dalam aktivitas membaca sebuah tulisan, seseorang harus
membaca huruf-huruf yang merangkai sebuah kata dan menyusun suatu kalimat. Akan tetapi
pembaca yang benar tidak hanya bisa membaca kata-kata, tetapi yang lebih utama adalah
memahami maksud dan makna dari kata dan kalimat tersebut. Jika seseorang menganggap
bahwa sebuah kata seolah-olah memiliki realitasnya yang berdiri sendiri, maka kata tersebut
menunjuk kepada dirinya sendiri, yang mana hal tersebut bukan dirinya yang sebenarnya.
Lantas kata tersebut akan berhenti berfungsi sebagai petunjuk atau simbol. Jadi yang
terpenting dari kegiatan membaca adalah menangkap makna di balik kata dan huruf atau
simbol. Menarik sekali analogi dari seorang pakar Islamisasi Sains Mohd. Zaidi Isma‟il:
Misalnya seseorang sedang mengitari suatu daerah, kemudian menemukan peringatan yang
ditulis dengan cat warna merah : ”AWAS ANJING GALAK!”, Jika dia cukup bijaksana, apa
yang diharapkan untuk dilakukan adalah dia akan bereaksi pada pesan tersebut dengan
meninggalkanya secepat mungkin, karena khawatir akan anjing galak. Tetapi misalnya yang
dia lakukan justru menghabiskan waktunya dengan 9 melihat komposisi kalimatnya,
mengukur bentuk dan ukuran dari tiap huruf, mengamati warnanya, dan bayangannya, maka
kewarasannya tentulah akan dipertanyakan. Dengan demikian jelaskan, bahwa kata sebagai
sebuah simbol akan bermanfaat jika ia menunjuk kepada arti dan pesan yang ia sampaikan.
Jika tidak, menjadi terpesona akan suatu kata, seseorang akan menghabiskan waktunya
meneliti segala sesuatu di sekitar kata tersebut, tetapi kemudian kehilangan makna kata itu
yang merupakan raison d‟etrenya. Demikian halnya juga ketika membaca alam raya ini yang
disebut dalam al-Qur„an sebagai petunjuk (tanda-tanda) dan simbol-simbol dari Allah,
sebagaimana ayat-ayat di dalamnya, maka kegiatan mempelajari, meneliti dan mengajarkan
pelajaran sains alam tidak boleh hanya dipahami sebagai sesuatu yang tersediri, seolah
keberadaanya berdiri sendiri “science for the sake of science”, tapi makna di balik alam raya
inilah yang jauh lebih penting yakni Penciptanya. Dengan demikian kegiatan mempelajari
alam, tujuan akhirnya adalah mengenal Allah Swt. (ma„rifatullah), yang harus dipandu dan
dinaungi oleh kitab Allah yang lain, yakni al-Qur‟an. Pandangan Islam tentang sains, dan
adanya keselarasan atau kesepadanan antara kitab yang diturunkan dengan kitab ciptaan akan

18
memberikan dampak dan akibat, baik secara teoretis maupun praktis, terhadap tujuan utama
pendidikan dan pembelajaran sains dalam suatu masyarakat Muslim. Inilah mengapa para
saintis muslim, seperti yang sudah kita ulas di atas, menjadikan aktivitas ilmiahnya sebagai
ibadah, bukan hanya suatu jargon dan basa-basi belaka, namun dilandasi suatu pemahaman
mendalam. Perkembangan, Stagnasi dan Kebangkitan Awal kemunculan dan perkembangan
sains di dunia Islam tidak dapat dipisahkan dari sejarah ekspansi Islam itu sendiri. Dalam
tempo lebih kurang 25 tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw. (632 M), kaum Muslim
telah berhasil menaklukkan seluruh jazirah Arabia dari selatan hingga utara. Ekspansi
dakwah yang 10 diistilahkan „pembukaan negeri-negeri‟ (futuh al-buldan) itu berlangsung
pesat tak terbendung. Bagai diterpa gelombang tsunami, satu persatu, kerajaan demi kerajaan
dan kota demi kota berhasil ditaklukkan. Maka tak sampai satu abad, pada 750 M, wilayah
Islam telah meliputi hampir seluruh luas jajahan Alexander the Great di Asia (Kaukasus) dan
Afrika Utara (Libya, Tunisia, Aljazair, dan Marokko), mencakup Mesopotamia (Iraq), Syria,
Palestina, Persia (Iran), Mesir, plus semenanjung Iberia (Spanyol dan Portugis) dan India.
Pelebaran sayap dakwah Islam ini tentu bukan tanpa konsekuensi. Seiring dengan terjadinya
konversi massal dari agama asal atau kepercayaan lokal kedalam Islam, terjadi pula
penyerapan terhadap tradisi budaya dan peradaban setempat. Proses interaksi yang
berlangsung alami namun intensif ini tidak lain dan tidak bukan adalah gerakan “Islamisasi”
(ada juga yang lebih suka menyebutnya sebagai naturalisasi, integralisasi, atau assimilasi),
dimana unsur-unsur dan nilai-nilai masyarakat lokal ditampung, ditampih dan disaring dulu
sebelum kemudian diserap. Hal-hal yang positif dan sejalan dengan Islam dipertahankan,
dilestarikan dan dikembangkan, sementara elemen-elemen yang tidak sesuai dengan kerangka
dasar ajaran Islam ditolak dan dibuang. Dalam proses interaksi tersebut, kaum Muslim pun
terdorong untuk mempelajari dan memahami tradisi intelektual negeri-negeri yang
ditaklukkannya. Ini dimulai dengan penerjemahan karya-karya ilmiah dari bahasa Yunani
(Greek) dan Suryani (Syriac) ke dalam bahasa Arab pada zaman pemerintahan Bani
Umayyah yang berpusat di Damaskus, Syria. Pelaksananya adalah para cendekiawan dan
paderi yang juga dipercaya sebagai pegawai pemerintahan. Akselerasi terjadi setelah tahun
750 M, menyusul berdirinya Daulat Abbasiyyah yang berpusat di Baghdad. Khalifah al-
Ma‟mūn (w. 833 M) mendirikan sebuah pusat kajian dan perpustakaan yang dinamakan Bayt
al-Hikmah. Menjelang akhir abad ke-9 Masehi, hampir seluruh korpus 11 saintifik Yunani
telah berhasil diterjemahkan, meliputi berbagai bidang ilmu pengetahuan, dari kedokteran,
matematika, astronomi, fisika, hingga filsafat, astrologi dan alchemy.
Muncullah orang-orang seperti Abu Bakr al-Razi (Rhazes), Jabir ibn Hayyan (Geber), al-

19
Khawarizmi (Algorithm), Ibn Sina (Avicenna) dan masih banyak sederetan nama besar
lainnya.
Kegemilangan itu berlangsung sekitar lima abad lamanya, ditandai dengan produktifitas yang
tinggi dan orisinalitas luar biasa. Sebagai ilustrasi, al-Battani (w. 929) mengoreksi dan
memperbaiki sistem astronomi Ptolemy, mengamati mengkaji pergerakan matahari dan
bulan, membuat kalkulasi baru, mendesain katalog bintang, merancang pembuatan pelbagai
instrumen observasi, termasuk desain jam matahari (sundial) dan alat ukur mural quadrant.
Seperti buku-buku lainnya, karya al-Battani pun diterjemahkan ke bahasa Latin, yaitu De
scientia stellarum, yang dipakai sebagai salah satu bahan rujukan oleh Kepler dan
Copernicus.
Kritik terhadap teori-teori Ptolemy juga telah dilontarkan oleh Ibn Rusyd (w. 1198) dan al-
Bitruji (w. 1190). Dalam bidang fisika, Ibn Bajjah (w. 1138) mengantisipasi Galileo dengan
kritiknya terhadap teori Aristoteles tentang daya gerak dan kecepatan. Demikian pula dalam
bidang-bidang lainnya. Bahkan dalam hal teknologi, pada sekitar tahun 800an M di
Andalusia (Spanyol), Ibn Firnas telah merancang pembuatan alat untuk terbang mirip dengan
rekayasa yang dibuat Roger Bacon (w. 1292) dan belakangan dipopulerkan oleh Leonardo da
Vinci (w. 1519). Ada banyak aspek yang menyebabkan sains atau komunitas ilmuwan
berkembang, namun sekurangnya dapat dirangkum pada tiga faktor utama yang saling
berkaitan: pertama, adanya suatu worldview dari masyarakatnya yang mendukung,
worldview ini dapat berupa suatu pandangan hidup, agama, filosofi, dan lain-lain. Kedua,
apresiasi dari masyarakat, yakni sikap dan penghargaan masyarakat terhadap para ilmuwan.
Ketiga, adanya patronase dan dukungan dari penguasa. 12 Pertama, dorongan sebuah
worldview dalam kemajuan sains merupakan unsur paling penting.
Dalam Islam, worldview ini terpancar dari sumber utamanya yakni al-Qur‟an dan Sunnah.
Motif agama dalam mempelajari sains ini dapat kita temui dari pengakuan seorang ilmuwan
terkemuka al-Khawarizmi: Agamalah yang mendorong saya menyusun karya tulis singkat
dalam hal hitungan dengan memakai prinsip operasi hitung seperti penambahan dan
pengurangan, yang bermanfaat untuk pengguna aritmatika, biasa diibaratkan para pria yang
terlibat dalam persoalan benda pusaka, warisan, perkara hukum, dan perdagangan serta dalam
segala kesepakatan kerja atau yang bertalian dengan pengukuran dalamnya tanah, penggalian
kanal, perhitungan geometri dan segala jenis objek dan yang ditekuninya.
Para ilmuwan muslim pada umumnya tidak pernah menjadikan harta dan jabatan sebagai
tujuan untuk pencarian ilmu. Sebaliknya, harta dan jabatan adalah sarana untuk pencarian
ilmu. Ibnu Rusyd, Ibn Hazm, dan Ibn Khaldun adalah ilmuwan yang berasal dari keluarga

20
kaya. Kekayaannya tidak menghentikan mereka dalam pencarian ilmu. Sebaliknya, al-Jahid,
Ibn Siddah, Ibn Baqi, al-Bajji, adalah beberapa contoh ilmuwan yang miskin, namun
kemiskinan tidak menghalangi kegairahan mereka terhadap ilmu. Jadi jelas bahwa harta dan
kekayaan bukan tujuan mereka, ada dan tidak adanya harta tidak mengurangi gairah mereka
terhadap ilmu.
Ada suatu motif yang lebih luhur dalam pencarian mereka terhadap ilmu. Sikap dan
pandangan para ilmuwan Islam ini tentu lahir dari sebuah konsep tentang ilmu, lebih luas lagi
dari sebuah pandangan hidup, yakni worldview Islam. Kedua, sikap masyarakat yang
menghargai ilmu dan ilmuwan sesungguhnya lahir dari masyarakat yang sadar akan
pentingnya ilmu. Sekali lagi, dorongan ini pun lahir dari motif agama. Penghormatan (adab)
mereka yang khas terhadap “ulama” merupakan sesuatu yang unik dan sulit ditemui dalam
masyarakat manapun, penghormatan yang bukan berasal dari pengkultusan individu, namun
berasal dari suatu kesadaran akan mulianya ilmu dan mereka yang membawanya. Sebagai
contoh ketika Imam al-Razi mendatangi Herat untuk berceramah, seluruh penduduk kota 13
menyambutnya dengan sangat meriah bagaikan suatu hari raya, dan masjid raya pun penuh
sesak dipenuhi jama„ah yang hendak mendengarkannya (Kartanegara 1999).Ini menunjukkan
betapa besar penghargaan masyarakat kepada seorang ilmuwan.
Masyarakat pada umumnya sangat antusias menyaksikan suatu ceramah umum, diskusi,
debat terbuka, dan forum-forum ilmiah yang dibuka untuk umum. Para orang tua sangat ingin
menjadikan anaknya sebagai “ulama”, dan hal itu merupakan cita-cita yang paling mulia.
Banyak diantara para “ulama” yang sudah dititipkan kepada “ulama” terkemuka sejak mereka
masih sangat kecil dengan harapan agar anaknya menjadi seorang ilmuwan terkemuka.
Ketiga, peran dukungan atau patronase dari penguasa, misalnya berupa dana, merupakan hal
yang tidak bisa diabaikan.
Imam Asy-Syafi„i dalam ad-Diwan pun menegaskan bahwa salah satu syarat untuk
memperoleh ilmu adalah adanya harta untuk memenuhi fasilitas penuntut ilmu. Bentuk-
bentuk patronase yang dialami oleh ilmuwan muslim adalah :
1. undangan untuk memberikan orasi ilmiah di istana dan didengarkan oleh para
penguasa; pembangunan sarana pendidikan seperti akademi, observatorium,
perpustakaan, rumah sakit, madrasah, dan lain-lain.
2. penyelenggaraan event ilmiah seperti seminar.
3. pemberian beasiswa; pemberian insentif pada karya-karya para ilmuwan.

Ketiga faktor di atas, jika ditelisik lebih dalam sebenarnya bermuara pada suatu semangat

21
ilmiah yang bersumber dari suatu pandangan hidup tertentu. Suatu pandangan hidup yang
meletakkan ilmu di posisi yang amat mulia, sehingga tak pantas jika seseorang melakukan
pencarian ilmu semata-mata untuk mencari harta dan jabatan. Pandangan hidup itu ialah tidak
lain dari Islam. Lantas mengapa perjalanan sains di dunia Islam seolah-olah mendadak
berhenti, mengapa cahaya kegemilangan itu kemudian redup lalu seolah lenyap sama sekali?
Menjawab pertanyaan ini tidaklah sesederhana melontarkannya.
Secara umum, faktor- 14 faktor penyebab kematian sains di dunia Islam dapat
dikelompokkan menjadi dua, internal dan eksternal. Menurut Profesor Sabra (Harvard) dan
David King (Frankfurt), kemunduran itu dikarenakan pada masa terkemudian kegiatan
saintifik lebih diarahkan untuk memenuhi kebutuhan praktis agama. Arithmetika dipelajari
karena penting untuk menghitung pembagian harta warisan. Astronomi dan geometri (atau
lebih tepatnya trigonometri) diajarkan terutama untuk membantu para muwaqqit menentukan
arah kiblat dan menetapkan jadwal shalat. Penjelasan semacam ini tidak terlalu tepat, sebab
asas manfaat ini acapkali justru berperan sebaliknya, menjadi faktor pemicu perkembangan
dan kemajuan sains. Jawaban lain menyatakan bahwa oposisi kaum konservatif, krisis
ekonomi dan politik, serta keterasingan dan keterpinggiran sebagai tiga faktor utama
penyebab kematian sains di dunia Islam. Ini pendapat David Lindberg (1992). Menurutnya,
sains dan saintis pada masa itu seringkali ditentang dan disudutkan. Ia menunjuk kasus
pembakaran buku-buku sains dan filsafat yang terjadi antara lain di Cordoba. Tak dapat
dipungkiri bahwa krisis ekonomi dan kekacauan politik amat berpengaruh terhadap
perkembangan sains. Konflik berkepanjangan disertai perang saudara telah mengakibatkan
disintegrasi, krisis militer dan hancurnya ekonomi. Padahal, kata Lindberg, a flourishing
scientific enterprise requires peace, prosperity, and patronage. Tiga pilar ini mulai absen di
dunia Islam menjelang abad ke-13 Masehi. Semua ini diperparah dengan datangnya serangan
tentara Salib, pembantaian riconquista di Spanyol, dan invasi Mongol yang meluluh-
lantakkan Baghdad pada 1258. Tidak sedikit perpustakaan dan berbagai fasilitas riset dan
pendidikan porak-poranda. Ekonomi pun lumpuh dan, sebagai akibatnya, sains berjalan
tertatih-tatih. Faktor ketiga yang ditunjuk Lindberg biasa disebut „marginality thesis‟. Sains
di dunia Islam tidak bisa maju karena konon selalu dipinggirkan atau dianak-tirikan.
Akibatnya, sains tidak pernah secara resmi diakui sebagai salah satu mata pelajaran atau
bidang studi tersendiri. Pengajaran sains hanya bisa dilakukan dengan cara „nebeng‟ atau
diselipkan bersama subjek lainnya. Seberapa jauh kebenaran tesis ini masih terbuka untuk
diperdebatkan.
Pada level yang lebih tinggi, hal ini berimplikasi pada riset dan pengembangan. Konon para

22
saintis saat itu banyak yang bekerja sendiri-sendiri, di laboratorium milik pribadi, meskipun
disponsori dan dilindungi oleh patronnya. Namun demikian tidak ada lembaga khusus yang
menampung mereka. Kesimpulan semacam ini agak problematik. Pertama, karena
mencerminkan generalisasi yang tergesa-gesa.Kedua, karena institutionalisasi tidak selalu
berdampak positif tetapi bisa juga berakibat sebaliknya.
Selain itu, beberapa faktor internal seperti kelemahan metodologi, kurangnya matematisasi,
langkanya imajinasi teoritis, dan jarangnya eksperimentasi, juga dianggap sebagai penyebab
stagnasi sains di dunia Islam. Pendapat ini disanggah oleh Toby Huff. Menurutnya, mengapa
di dunia Islam yang terjadi justru kejumudan dan bukan revolusi sains lebih disebabkan oleh
masalah sosial budaya ketimbang oleh hal-hal tersebut diatas. Buktinya, Copernicus pun
didapati menggunakan model dan instrumen yang didesain oleh at-Tusi. Tradisi saintifik
Islam, tegas Huff, juga terbukti cukup kaya dengan pelbagai teknik eksperimen dalam bidang
astronomi, optik maupun kedokteran. Oleh karena itu Huff lebih cenderung menyalahkan
iklim sosial-kultural-politik saat itu yang dianggapnya gagal menumbuhkan semangat
universalisme dan otonomi kelembagaan di satu sisi, dan membiarkan partikularisme serta
elitisme tumbuh berkembang-biak.
Di sisi lain, Huff menilai tidak terdapatnya skeptisisme yang terorganisir dan dedikasi murni
turut mempengaruhi perkembangan sains di dunia Islam. Ada juga klaim yang
menghubungkan kemunduran sains dengan sufisme. Memang benar, seiring dengan
kemajuan peradaban Islam saat itu, muncul berbagai 16 gerakan moral spiritual yang
dipelopori oleh kaum sufi. Intinya adalah penyucian jiwa dan pembinaan diri secara lebih
intensif dan terencana. Pada perkembangannya, gerakan-gerakan tersebut kemudian
mengkristal jadi tarekat-tarekat dengan pengikut yang kebanyakannya orang awam.
Popularisasi tasawuf inilah yang bertanggung-jawab melahirkan sufi-sufi palsu (pseudo-sufis)
dan menumbuhkan sikap irrasional dikalangan masyarakat. Tidak sedikit dari mereka yang
lebih tertarik pada aspek-aspek mistik supernatural seperti keramat, kesaktian, dan
sebagainya ketimbang pada aspek ritual dan moralnya. Obsesi untuk memperoleh kesaktian
dan kegandrungan pada hal-hal tersebut pada gilirannya menyuburkan berbagai bentuk
bid‟ah, takhayyul dan khurafat. Akibatnya yang berkembang bukan sains, tetapi ilmu sihir,
pedukunan dan aneka pseudo-sains seperti astrologi, primbon, dan perjimatan. Jadi lebih
tepat jika dikatakan bahwa kemunduran sains disebabkan oleh praktek-praktek semacam ini,
dan bukan oleh ajaran tasawuf.
Tokoh-Tokoh Saintis dan Peran Mereka Konstribusi ilmuwan Muslim dalam bidang sains,
khususnya ilmu alam (natural science;ilmu kauniyah) amatlah besar, sehingga usaha

23
menutupinya, memperkecil perannya, mengaburkan sejarahnya tidak sepenuhnya berhasil.
CIPSI (Center for Islamic Philosophical Studies an Information) sebuah lembaga penelitian
yang dipimpin Mulyadhi Kartanegara telah menginvertaris setidaknya ditemukan tidak
kurang 756 ilmuwan Muslim termuka yang memiliki konstribusi dalam perkembangan sains
dan pemikiran filsafat. Daftar ini baru tahap awal, dan tidak termasuk di dalamnya ribuan
ulama dalam disiplin ilmu-ilmu shar„iyyah. Saat ini, sangat banyak rujukan berupa buku,
jurnal ilmiah atau situs internet, yang bisa kita gunakan untuk mengetahui Contoh yang baik
misalnya: buku karya Seyyed Hossein Nasr “Islamic Science An Illustrated Study”, atau
karya Mehdi Nakosten “History of Islamic of Western Education”.
Bahkan ada beberapa lembaga yang khusus didirikan untuk melakukan inventarisasi
kontribusi ilmuwan muslim dalam peradaban dunia. Namun sayangnya sejarah kegemilangan
ilmuwan muslim ini amatlah langka kita temui dalam buku-buku sains di lingkungan sekolah
dan akademik.
Sejarah sains biasanya disebutkan dimulai sejak zaman Yunani Kuno kira-kira 550 SM pada
masa Phytagoras, kemudian meredup pada zaman Hellenistik sekitar 300 SM yang dipenuhi
mitos dan tahayul, kemudian bangkit kembali pada masa Renaissance sekitar abad 14-17 M
hingga saat ini. Dengan demikian sejarah sains “hilang” selama lebih dari 1500 tahun
lamanya dari buku-buku pelajaran dan buku teks sains!. 5 Ada diantara kaum Muslim sendiri
memandang usaha untuk mengungkap sejarah sains dan penemuan ilmuwan Muslim sebagai
usaha yang bersifat apologetik dan hanya nostalgia semata. Namun pandangan sinis seperti
ini sangat tidak benar, sebab menemukan akar sejarah adalah penting bagi peradaban
manapun di dunia ini, terlebih bagi peradaban yang ingin bangkit dari keterpurukan.
Cobalah renungkan, apa yang ada di benak anda ketika mendengar kata “kamera”? Banyak
pelajar, mahasiswa atau bahkan guru dan dosen Muslim yang mungkin tak kenal sama sekali,
bahwa perkembangan teknologi kamera tak bisa dilepaskan dari jasa seorang ahli fisika
eksperimentalis pada abad ke-11, yaitu Ibn al-Haytham. Ia adalah seorang pakar optik dan
pencetus metode eksperimen. Bukunya tentang teori optik, al-Manadir (book of optics),
khususnya dalam teori pembiasan, diadopsi oleh Snellius dalam bentuk yang lebih matematis.
Tak tertutup kemungkinan, teori Newton juga dipengaruhi oleh al-Haytham, sebab pada
Abad Pertengahan Eropa, teori optiknya sudah sangat dikenal. Karyanya banyak dikutip
ilmuwan Eropa. Selama abad ke-16 sampai 17, Isaac Newton dan Galileo Galilei,
menggabungkan teori al-Haytham. Seperti kita temukan dalam kebanyakan buku-buku
pelajaran Fisika SMU, sejarah tentang ilmu optik selalu meloncat dari Euclid pada tahun 300
SM kepada Willebrord Snellius (1580- 1626), sedangkan dua tokoh penting yaitu Ibn al-

24
Haytham (965-1040) dan Ibn Sahl (940-1000) luput dari pembahasan, mereka berdua yang
merupakan guru-murid ini disebut sebagai “The Father of The Modern Optics”. 18 temuan
mereka. Juga teori konvergensi cahaya tentang cahaya putih terdiri dari beragam warna
cahaya yang ditemukan oleh Newton, juga telah diungkap oleh al-Haytham abad ke-11 dan
muridnya Kamal ad-Din abad ke-14. Al-Haytham dikenal juga sebagai pembuat perangkat
yang disebut sebagai Camera Obscura atau “pinhole camera”. Kata “kamera” sendiri, konon
berasal dari kata “qamara“, yang bermaksud “yang diterangi”. Kamera al-Haytham memang
berbentuk bilik gelap yang diterangi berkas cahaya dari lubang di salah satu sisinya. Dalam
alat optik, ilmuwan Inggris, Roger Bacon (1292) menyederhanakan bentuk hasil kerja al-
Haytham, tentang kegunaan lensa kaca untuk membantu penglihatan, dan pada waktu
bersamaan kacamata dibuat dan digunakan di Cina dan Eropa. Dalam bidang Fisika-
Astronomi, Ibnu Qatir, ilmuwan Muslim yang mempelajari gerak melingkar planet Merkurius
mengelilingi matahari. Karya dan persamaan Matematikanya sangat mempengaruhi Nicolaus
Copernicus yang pernah mempelajari karya-karyanya. Ibn Firnas dari Spanyol sudah
membuat kacamata dan menjualnya keseluruh Spanyol pada abad ke-9. Christoper Colombus
ternyata menggunakan kompas yang dibuat oleh para ilmuwan Muslim Spanyol sebagai
penunjuk arah saat menemukan benua Amerika. Ilmuwan lain, Taqiyyuddin (m. 966) seorang
astronom telah berhasil membuat jam mekanik di Istanbul Turki. Sementara Zainuddin
Abdurrahman ibn Muiammad ibn al-Muhallabi al-Miqati, adalah ahli astronomi masjid
(muwaqqit – penetap waktu) Mesir, dan penemu jam matahari. Ahmad bin Majid pada tahun
9 H atau 15 Masehi, seorang ilmuwan yang membuat kompas berdasarkan pada kitabnya
berjudul Al-Fawa‟id. Ilmuwan Muslim lain, Abdurrahman Al-Khazini, saintis kelahiran
Bizantium atau Yunani adalah seorang penemu jam air sebagai alat pengukur waktu. Para
sejarawan sains telah menempatkan al-Khazini dalam posisi yang sangat terhormat. Ia
merupakan saintis Muslim serba bisa yang menguasai astronomi, fisika, biologi, kimia, 19
matematika dan filsafat. Sederet buah pikir yang dicetuskannya tetap abadi sepanjang zaman.
Al-Khazani juga seorang ilmuwan yang telah mencetuskan beragam teori penting dalam
sains. Ia hidup di masa Dinasti Seljuk Turki. Melalui karyanya, Kitab Mizan al-Hikmah, yang
ditulis pada tahun 1121-1122 M, ia menjelaskan perbedaan antara gaya, massa, dan berat,
serta menunjukkan bahwa berat udara berkurang menurut ketinggian. Salah satu ilmuwan
Barat yang banyak terpengaruh adalah Gregory Choniades, astronomYunani yang meninggal
pada abad ke-13.
Nama lain yang sangat terkenal adalah Abu Rayian al-Biruni dalam Tahdad Hikayah Al-
Makan. Ia adalah penemu persamaan sinus dan menyusun dan menyusun sebuan ensiklopedi

25
Astronomi Al-Qanan Al-Mas„adiy, di dalamnya ia memperkenalkan istilah-istilah ilmu
Astronomi (falak) seperti zenith, ufuk, nadir, memperbaiki temuan Ptolemeus, dia juga
mendiskusikan tentang hipotesis gerak bumi. Ia menuliskan bahwa bumi itu bulat dan
mencatat “daya tarik segala sesuatu menuju pusat bumi”, dan mengatakan bahwa data
astronomis dapat dijelaskan juga dengan menganggap bahwa bumi berubah setiap hari pada
porosnya dan setiap tahun sekitar matahari. Abdurrahman Al-Jazari, ahli mekanik (ahli
mesin) yang hidup tahun 1.100 M, membuat mesin penggilingan, jam air, pompa hidrolik dan
mesin-mesin otomatis yang menggunakan air sebagai penggeraknya, Al-Jazari sebenarnya
telah mengenalkan ilmu automatisasi. Al-Fazari, seorang astronom Muslim juga disebut
sebagai yang pertama kali menyusun astrolobe. Al-Fargani atau al-Faragnus, menulis
ringkasan ilmu astronomi yang diterjemahkan kedalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona
dan Johannes Hispalensis. Muhammad Targai Ulugh-Begh (1393-1449), seorang pangeran
Tartar yang merupakan cucu dari Timur Lenk, diberi kekuasaan sebagai raja muda di
Turkestan, berhasil mendirikan observatorium yang tidak ada tandingannya dari segi
kecanggihan dan ukurannya. Observatorium ini adalah yang terbaik dan paling akurat 20
pada masanya, sehingga menjadikan kota Samarkand sebagai pusat astronomi terkemuka.
Ketika itu sudah terbit Katalog dan tabel-tabel bintang berjudul Zijd-I Djadid Sultani yang
memuat 992 posisi dan orbit bintang.
Tabel ini masih dianggap akurat sampai sekarang, terutama tabel gerakan tahunan dari 5
bintang terang yaitu Zuhal (Saturnus), Mustary (Jupiter), Mirikh (Mars), Juhal (Venus), dan
Attorid (Merkurius). Kitab ini sudah mengkoreksi pendapat Ptolomeus atas magnitude
bintang-bintang. Banyak kesalahan perhitungan Ptolomeus. Hasil koreksi perhitungan
terhadap waktu bahwa satu tahun adalah 365 hari, 5 jam, 49 menit dan 15detik, suatu nilai
yang cukup akurat. Ilmuwan lain lagi bernama Al-Battani atau Abu Abdullah atau
Albategnius (m. 929). Ia mengoreksi dan memperbaiki sistem astronomi Ptolomeus, orbit
matahari dan planet tertentu. Ia membuktikan kemungkinan gerhana matahari tahunan,
mendisain catalog bintang, merancang jam matahari dan alat ukur mural quadrant. Karyanya
De scientia stellarum, dipakai sebagai rujukan oleh Kepler, Copernicus, Regiomantanus, dan
Peubach. Copernicus mengungkapkan hutang budinya terhadap al-Battani. Dalam bidang
pengobatan dan kedokteran, peradaban Islam mencatatkan sejarah yang gemilang, hal ini
disebabkan karena pengobatan sangat erat kaitannya dengan agama (Nasr 1976) . Berbagai
bidang dalam ilmu pengobatan dan kedokteran dipelajari, seperti ilmu obat-obatan, ilmu
bedah, ophtamology, internal medicine, hygiene dan kesehatan masyarakat, anatomi dan
fisiology, bahkan dalam Islam terdapat disiplin ilmu yang khas yang disebut dengan “Tib an-

26
Nabawy” atau “pengobatan cara Nabi”. Sebagai contoh, misalnya karya monumental Ibn
Sina al-Qanun fi at-Tib yang merupakan buku teks bagi bagi pendidikan kedokteran di Eropa
selama beratus-ratus tahun sebelum mereka mengalami kebangkitan sains. Dalam bidang
ilmu bedah ada tokoh ilmu bedah Abu‟l Qasim al-Zahrawi dengan karya ilmu bedahnya
Kitab al-ta‟rif 21 (The book of concession), ia juga menciptakan berbagai alat bedah yang
masih digunakan para dokter bedah hingga saat ini. Dua ahli kedokteran ar-Razi (865-925)
atau Rhazes dan Ibn Sina (980-1037) adalah pelopor dalam bidang penyakit menular. Ar-
Razi telah mempelopori penemuan ciri penyakit menular dan memberikan penanganan klinis
pertama terhadap penyakit cacar, dan Ibn Sina adalah salah satu pelopor yang menemukan
penyebaran penyakit melalui air, ia tidak mungkin mengungkap seluruh kontribusi ilmuwan
Muslim dalam ruang yang begitu terbatas dalam makalah ini, namun sekurangnya gambaran
yang diberikan di atas, dan referensi yang bisa ditelusuri lebih lanjut bisa menambah
pengetahuan kita tentang sejarah sains di dunia Islam. Prestasi dan kontribusi para ilmuwan
Muslim ini perlu dikenalkan di sekolahsekolah. Bukan untuk mengecilkan peran ilmuwan
lain dari agama dan keyakinan lain.
Tapi untuk mengungkap kebenaran sejarah sains, bahwa perkembangan sejarah sains tidak
meloncat begitu saja dari zaman Yunani ke Barat modern. Ada peran luar biasa dari
peradaban Islam di situ yang tidak mungkin dan terlalu besar untuk diabaikan. Penutup
Karena itu, di bawah ini penulis dapat menyimpulkan: Pertama, seluruh ilmu, baik itu ilmu-
ilmu teologi maupun ilmu-ilmu kealaman merupakan alat untuk mendekatkan diri kepada
Allah, dan selama memerankan peranan ini, maka ilmu suci. Akan tetapi kesucian ini tidak
intrinsic.
Sebagaimana Behesyti (Ghulsyani 2001) mengatakan: “Setiap bidang ilmu. selama tidak
menjadi alat di tangan thaghut (selain-Allah atau anti-Allah), merupakan alat-alat
pencerahan; jika tidak, ilmu bisa menjadi alat kesesatan.” Kedua, dalam perspektif ini, aneka
ragam pengetahuan tidaklah asing satu sama lain; karena pada masing-masing jalannya
sendiri, ilmu-ilmu itu menafsirkan lembaran 22 kitab penciptaan kepada kita. sebagaimana
Syabistari (Ghulsyani 2001), seorang penyair bijak, mengatakan: “Kepadanyalah, yang
tercerahkan hatinya, seluruh alam adalah sebuah buku suci milik yang Mahaagung, setiap
cakrawala adalah bab-bab yang berbeda, yang satu al-Fatihah yang lain al-Ikhlas.” Dalam
lembaran-lembaran kitab suci ini, beberapa bab memiliki keutamaan dan perioritas terhadap
yang lain-lain; bahkan lebih dari itu, seluruhnya bersifat esensial bagi aspresiasi tanda-tanda
Allah di dalam afaq (cakrawala) dan anfus (jiwa-jiwa), yaitu di dalam alam luar dan dalam.
Ketiga, Perkembangan ilmu pengetahuan tidak penah lepas dari aspek kesejarahan yang

27
melingkupinya. Sejarah masa lampau menjadi tolok ukur dan masa depan menjadi kerangka
perspektif dan prediktif yang mengkondisikan bangunan dan fakta masa kini. Dunia Islam
sebelumnya pernah mengalami masa kejayaan sains, dan banyak faktor yang menjadikan
Islam mencapai kejayaan pada masa tersebut. Sebaliknya, faktor utama yang
bertanggungjawab atas kemunduran sains Islam dapat dikenal dari kekuatan internal dan
eksternal yang menyebabkan hilangnya faktor-faktor positif secara perlahan. Maka, jika umat
Islam ingin membangun kembali peradabannya, mereka harus menguasai sains dan teknologi.
Tanpa ini, kebangkitan Islam hanya akan menjadi utopia belaka. Keempat, dari kesemua
penjelasan di atas, menunjukkan bahwa pada masa lalu, Kaum muslimin mempunyai tradisi
intelektual yang luar biasa. Mereka gemar berburu ilmu pengetahuan. Mereka sangat rajin
belajar, melakukan percobaan dan menciptakan penemuan-penemuan. Tak hanya itu
merekapun, sangat tekun menuliskan hasil pemikiran dan penemuannya. Kaum Muslimin di
era keemasan Islam adalah bangsa literer, bangsa yang rajin menulis dan membaca. Namun,
tradisi tersebut, yang lahir dari dorongan ayat-ayat Al Qur‟an dan Hadist untuk mencari ilmu
sebanyak-banyaknya, meredup bersama dengan kejatuhan umat Islam sejak abad ke 15
sampai saat ini. Begitu jauh umat Islam terpuruk, sehingga mereka, terutama kaum mudanya,
tidak tahu bahwa 23 umat Islam telah memberikan sumbangan yang amat besar dalam bidang
sains itu sendiri. Mereka mengira bahwa hanya Baratlah yang hebat, dan hanya Baratlah yang
telah menemukan apa-apa. Sebagai generasi muda Muslim, mereka kehilangan kebanggaan,
bahkan mereka merasa minder (inferior). Beberapa usulan: kita telah melihat, bagaimana
Islam dengan kuat menekankan kebutuhan menuntut ilmu di dalam maknanya yang terluas,
dan bagaimana orang-orang Islam, dengan mengikuti ajaran-ajaran Islam, menciptakan
peradaban yang cemerlang dan memimpin perkembangan intelektual manusia untuk beberapa
abad. Kita juga telah melihat bagaimana pemisahan agama dari ilmu pengetahuan di dalam
masyarakat Muslim telah menyebabkan orang-orang Islam mengabaikan kepemimpinan
intelektual manusia.
Akan tetapi ketika kini masyarakat Muslim menunjukkan tahapan kebangunan kembali dan
semangat baru menyingsing hampir setiap penjuru Dunia Muslim, tanpaknya kini adalah saat
yang tepat untuk mengambil langkah-langkah yang menentukan untuk membawa
kebangkitan kembali dunia keilmuan. Dalam konteks ini, penulis mengajak para pembaca
untuk memperhatikan usulan-usulan berikut ini: Pertama, seperti para ulama dan ilmuwan
abad-abad pertama zaman Islam, kita harus mempelajari seluruh ilmu yang berguna dari
orang-orang lain. Kita dapat membebaskan pengetahuan ilmiah dari penafsiran-penafsiran
materialistik Barat dan mengembalikannya ke dalam konteks pandangan duniadan ideologi

28
Islam. Kedua, bentuk gabungan yang ada di antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu kealaman
selama hari-hari puncak Islam harus dibangun kembali, karena sebagaimana telah
ditunjukkan, bahwa antara titik-akhir agama dan ilmu-ilmu kealaman tidak ada konflik.
agama mengajarkan bahwa seluruh penciptaan diorientasikan kepada Allah sebagaimana
ditetapkan di dalam al-Qur‟an: “Telah bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan di
bumi. Raja Yang Mahasuci, Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS. al-Jumu’ah/62:
1).
Ilmu pengetahuan juga berguna dalam usaha menyikap suatu kesatuan komprehensif di
dalam hukum-hukum alam. Sekarang para ahli fisika terlibat dalam upaya mereduksi seluruh
kekuatan alam yang tanpaknya saling tak tergantung kepada suatu kekuatan fundamental
tunggal. Dan mereka telah meraih beberapa keberhasilan di dalam bidangnya ini (Salam
1984). Untuk mencapai tujuan ini, tanpaknya tidak dapat dielakkan bahwa prinsifprinsif
ilmiah mutakhir harus diajarkan di pusat-pusat teologi. dan dalam cara yang sama, ilmu-ilmu
agama harus diajarkan di Universitas-Universitas pada tahap lanjut yang dikembangkan
dengan sebanding. Ini akan menjadi alat dalam mengakrabkan penyelidikan para sarjana
peneliti Muslim dengan pandangan Islam. Lebih dari itu, ia akan memberikan kesempatan
pada sekolah-sekolah teologi untuk menggunakan penemuan-penemuan ilmiah dalam
menerangkan isi hukum syariah. Ketiga, untuk mencapai kemerdekaan penuh umat Islam,
negara-negara Muslim perlu mengambil langkah-langkah untuk melatih spesialis di dalam
segala bidang keilmuan dan industri yang penting. Lebih dari itu, pusat-pusat riset harus
didirikan oleh seluruh komunitas Muslim, sehingga para peneliti Muslim dapat bekerja tanpa
dibarengi kecemasan, dan dengan menggunakan segala fasilitas yang perlu untuk riset.
sehingga mereka tidak terpaksa menerapkan keahlian mereka untuk membantu orang lain,
bukan masyarakatnya sendiri.
Keempat, penyelidikan ilmiah harus dipikirkan sebagai pencarian penting dan mendasar, dan
bukanlah pencarian yang sekedarnya. Orang-orang Islam harus memikirkannya sebagai
sebuah kewajiban dipaksakan kepada mereka oleh al-Qur‟an, sehingga mereka tidak
tergantung pada orang lain. Sekarang, praktek di seluruh negara Muslim adalah menginpor
seluruh mesin dengan sedikit pengetahuan assembling dari negara-negara Timur dan Barat
daripada melakukan usaha serius dalam riset ilmiah yang fundamental. Kecondongan
sekarang 25 tidak akan mengarahkan negara-negara Islam pada kemandirian diri dalam
masalah teknologi dan keilmuan. Menginpor teknologi harus disertai dengan kerja riset yang
asli (indigenous). Kelima, harus ada kerja sama antar negara Muslim dalam masalah riset
teknologi dan keilmuan. Untuk tujuan ini, penciptaaan jaringan komunikasi di antara

29
Universitas mereka dapat dijadikan permualaan. lebih dari itu, kerja sama badan-badan
penelitian dan pengembangan6 harus dibentuk oleh negara-negara Muslim di mana para
ilmuwan dan serjana peneliti Muslim dapat berkerja sama. Dalam hal ini tidak boleh ada bias
nasionalistik. Pusat-pusat semacam itu banyak terdapat pada masa peradaban Islam abad
silam. Semua yang dikerjakan selama ini, dalam kaitannya dengan masalah tersebut, sama
sekali belum sempurna. Kini saatnya yang tepat untuk membuat langkah menentukan pada
arah ini. Wa Allah a‟lam bi al-shawab. 6 Seperti organisasi CERN yang berbasis di Jenewa.

30
Islam dan Penegakan Hukum

A. Latar Belakang

Adapun mengenai latar belakang penyusunan Hukum Islam didasarkan pada


pertimbangan Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Agama tanggal 21
Maret 1985 No. 07 / KMA / 1985 dan No. 25 tahun 1985 tentang Penunjukan Proyek untuk
Pengembangan Hukum Islam melalui yurisprudensi atau lebih dikenal dengan Kompilasi
proyek-proyek Hukum Islam. Proses pembentukan KHI memiliki hubungan yang erat dengan
kondisi hukum Islam di Indonesia sejauh ini.

Menurut M. Ali Ali, dalam membahas hukum Islam di Indonesia, yang menjadi
fokusnya ialah pada posisi hukum Islam dalam sistem hukum Indonesia.

Hukum Islam sebagai tatanan hukum dipegang oleh mayoritas penduduk dan
masyarakat Indonesia adalah hukum yang telah hidup dalam masyarakat, merupakan bagian
dari ajaran dan kepercayaan Islam dan berada dalam kehidupan hukum nasional dan
merupakan unsur dalam pengembangan.

Sedangkan yang dimaksud Hukum Islam baik di Indonesia maupun di dunia Islam
pada umumnya ialah hukum fikih yang telah ditafsirkan mulai pada abad kedua Hijrah
hingga beberapa abad setelahnya.
Kitab-kitab fiqh  klasik hingga saat ini masih berfungsi sebagai acuan informasi hukum.
Sebagian besar terfokus pada masalah ibadah dan al-syakhiyyah.

Hanya segelintir pembahasan yang fokus pada fiqh muamalah.Oleh sebab itu, secara
tidak langsung mengesankan bahwa hukum Islam terlihat sangat kaku dalam menangani
masalah tersebut.Masalah yang dihadapi tidak hanya berupa tindakan struktur sosial, tetapi
juga perubahan kebutuhan dalam berbagai bentuk yang sampai saat ini juga terus
berkembang mengikuti zaman.

Hal ini juga memicu adanya perbedaan pandangan, satu sisi ingin tetap
mempertahankan tradisi penafsiran mujtahid (cendekiawan) terdahulu.Sementara di sisi

31
lainnya menawarkan perbaharuan sesuai situasi dan kondisi saat ini yang senantiasa
berkembang.

Terciptanya Kompilasi Hukum Islam dapat dikatakan merupakan keberhasilan besar


bagi Muslim Indonesia di pemerintahan Orde Baru. Muslim di Indonesia akan memiliki
pedoman fiqh yang seragam dan telah menjadi hukum positif yang harus dipatuhi oleh semua
Muslim Indonesia.

Harapannya, tidak ada kebingungan dalam keputusan Pengadilan Agama dan


penyebab aktual yang disebabkan oleh masalah fiqh dapat diakhiri.

Oleh sebab itu, jika ingin mengetahui apa latar belakang terciptanya kompilasi
hukum Islam, salah satunya karena kebingungan keputusan dan perbedaan pendapat yang
tajam tentang masalah hukum Islam.

Lebih lanjut, M. Yahya Harahap menambahkan bahwa kecenderungan untuk


memprioritaskan fatwa atau interpretasi ulama dalam mengembangkan dan menerapkan
hukum adalah salah satu alasan untuk penyusunan Kompilasi Hukum Islam.

Dikatakan bahwa para hakim di Pengadilan Agama secara umum, membuat buku-
buku fiqh sebagai dasar hukum.Awalnya buku-buku ini adalah studi literatur tentang
yurisprudensi Islam, para hakim Pengadilan Agama telah menjadikannya sebagai buku-buku
hukum.

Dengan demikian, tidak adanya undang-undang yang dirumuskan secara sistematis


sebagai dasar untuk referensi absolut atau hukum Islam di Indonesia, secara umum juga
membentuk latar belakang untuk penyusunan Kompilasi Hukum Islam.

B. Pengertian Penegak Hukum


Sebagaimana ditegaskan dalam UUD 1945 hasil perubahan ditegaskan bahwa
Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum (rechtstaat), bukan berdasarkan kekuasaan
(machstaat), apalagi bercirikan negara penjaga malam (nachtwachterstaat). Sejak awal
kemerdekaan, para bapak bangsa sudah menginginkan negara Indonesia harus dikelola
berdasarkan hukum.

32
Penegakan hukum sebagai bagian dari legal sistem, tidak dapat dipisahkan dengan substansi
hukum (legal substance) dan budaya hukum (legal culture). Roger Cotterrell dari University
of London telah mengkaji terhadap hubungan hukum dalam instrumen perubahan sosial. Hal
ini adalah sejalan dengan pendapat William Evan yang telah mengemukakan teorinya tentang
struktur hukum dalam hubungan interaksi antara lembaga-lembaga hukum dan lembaga-
lembaga non-hukum yang saling mempengaruhi.Sebelum abad ke-20 terdapat suatu
pandangan aliran hukum alam dimana hukum dilihat didalam aspek wujud masyarakat atau
disebut sebagai paradigma positivisme.Orang penganut positivme melihat hukum dari akar
moralnya, maka disini kelihatan hukum tidak mempunyai independensi atau otonomi.
Permasalahan mendasar dalam pardigma positivme ini ialah untuk menjawab suatu
pertanyaan dengan cara dan bagaimana hukum itu bisa dibebaskan dari akar sosial dan
kulturalnya .
Selanjutnya dikatakan bahwa sejak abad ke-20 terdapat perubahan hukum
berdasarkan aspek masyarakat sehingga sangat kental hubungan hukum dengan negara (law
the state), misalnya dalam usaha perekonomian seolah-olah terjadi revolusi dunia dalam
hubungan sosial, antara lain dalam bentuk upaya program monopoli. Bentuk sikap dan
keyakinan dengan cara yang tidak pernah terpikirkan oleh para ahli hukum sebelumnya
bahwa hukum sebenarnya juga untuk memenuhi kepentingan ekonomi. Hal ini sesuai dengan
pandangan Cotterell bahwa hukum dapat direncanakan secara luas yang meliputi bidang
ekonomi dan sosial jika suatu negara menghendaki dalam keadaan kuat dan mempunyai
fasilitas teknologi yang memadai dan mengawasi pengendalian jaringan komunikasi yang
besar yang dikendalikan oleh media massa.

Dikemukakan lebih lanjut bahwa hukum sebagai agen kekuasaan maka hukum
sebagai instrumen negara, hukum dapat dipisahkan dari masyarakatnya.Dengan demikian,
hukum sebagai alat mengubah sosial (law action upon society) maka hukum berpengaruh
terhadap sistem sosial.Kelemahan dari konsep ini, ukurannya bukan didasarkan pada
kesesuaian atas adat istiadat masyarakat namun lebih dikonsentrasikan pada kekuasaan
politik dan sebagai tolok ukurnya ialah efektivitas hukum yang didasarkan pada hukum yang
berkembang di masyarakat. Kondisi ini memunculkan masalah yang tidak pasti bagi
masyarakat dimana hukum seolah-olah tercabut dari akar masalahnya dimana aturan-aturan
itu hanya bersifat teknis belaka tanpa dilandasi unsur moralnya (a purely technical
regulation) maka terjadilah fenomena hukum sebagai suatu wilayah pengetahuan estoric yang

33
asing dan tertinggal dari praktisi hukum (law becomes an alliance realism of ectoric
knowledge left only to lawyers).

Dengan demikian, otonomi hukum dapat dibedakan kedalam 2 (dua) hal, yakni pertama
adalah hukum ke luar wilayah kekuasaan negara dan kedua, hukum harus dapas dipisahkan
dengan politik.Dalam hal ini kita sebaiknya berpandangan bahwa hukum harus kembali pada
akar masalahnya, yakni hukum harus kembali ke masyarakat guna mencari
keadilan.Berkaitan dengan hal ini, Max Weber mengatakan bahwa hukum memegang
monopoli kekuasaan negara yang sah didalam masyarakat sebagai suatu ciri dari negara
modern.
Dalam suatu penegakan hukum, sesuai kerangka Friedmann, hukum harus diartikan sebagai
suatu isi hukum (content of law), tata laksana hukum (structure of law) dan budaya hukum
(culture of law).Sehingga penegakan hukum tidak saja dilakukan melalui perundang-
undangan, namun juga bagaimana memberdayakan aparat dan fsilitas hukum.Juga yang tidak
kalah pentingnya adalah bagaimana menciptakan budaya hukum masyarakat yang kondusif
untuk penegakan hukum.

Dengan demikian, penegakan hukum dipengaruhi oleh faktor-faktor utama, yaitu :


perundang-undangan, masyarakat, sarana dan prasarana, serta aparat penegak hokum.
Keempat faktor tersebut harus dibenahi dan diberdayakan secara komprehensif, simultan,
konsistendanberkelanjutan.
Hukum pidana merupakan hukum yang paling keras, karena sanksi pidana tidak hanya
dirasakan berat oleh terpidana pada saat dijatuhi pidana dan kemudian menjalani pidana,
tetapi juga tetap dirasakan sebagai penderitaan pada saat setelah menjalani pidana. Hal ini
dimungkinkan karena kondisi masyarakat masih memberikan stigma sosial (cap jahat) yang
pernah dilakukan terpidana, dengan segala dampaknya .
Dikemukakan oleh Muladi bahwa masalah hukum pidana, maka substansi permasalahan
selaluberkisarpadatigapermasalahandasar,yaitu:

Perumusan perbuatan yang dipertimbangkan sebagai tindak pidana (aspek sifat melawan
hukumnya perbuatan).

Masalah pertanggungjawaban pidana (aspek kesalahan).

34
Jenis sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana.Hal ini dapat berupa pidana
(straf) atau tindakan tata tertib (maatregel).

Dalam implementasi hukum pidana maka dilakukan dengan berbagai asas pembatas (limiting
principles) yang harus digunakan apabila hendak mengoperasionalkan hukum pidana.Asas
pembatas dimaksud seperti asas legalitas, pembedaan delik biasa dan delik aduan, syarat–
syarat kriminalitas, asas proporsionalitas, pedoman menjatuhkan pidana, asas culpabilitas,
asas subsidaritas (ultimum remidium) dan sebagainya, yang semuanya mengacu agar hukum
pidana tidak diterapkan secara represif. Dikemukakan lebih lanjut oleh Muladi bahwa asas
pembatas dalam kriminalisasi yang utama adalah :

Perbuatan tersebut benar-benar viktimogen (mendatangkan korban atau kerugian), baik


potensial maupun riil.

Perbuatan tersebut, baik oleh masyarakat maupun penegak hukum/pemerintah, dianggap


tercela, atau dengan perkataan lain kriminalisasi tersebut harus mendapatkan dukungan
publik.

Penggunaan hukum pidana bersifat subsidair, dalam arti sudah tidak ada sarana lain yang
dapat digunakan untuk menghentikan perbuatan tersebut, kecuali dengan hukum pidana.

Penggunaan hukum pidana tidak akan menimbulkan efek sampingan yang lebih merugikan.

Pengaturan dengan hukum pidana tersebut harus dapat diterapkan (forcable ).

Persyaratan-persyaratan tersebut sangat penting untuk menjamin agar tidak terjadi


kriminalisasiyangberkelebihan(overcriminalization).
Sedangkan menurut Sudarto memberikan pengertian politik kriminal yaitu sebagai usaha
rasional dari masyarakat dalam menanggulangi kejahatan. Definisi tersebut diambil dari
definisi Narc Ancel yang merumuskan sebagai “the rational organization of the control of
crime by society“, yang dimuat dalam bukunya “Social Defence“

C. Hukum dan Moral Dalam Penegak Keadilan

Hukum Islam mengacu pada pandangan hukum yang bersifat teologis.Artinya hukum Islam
itu diciptakan karena ia mempunyai maksud dan tujuan. Tujuan dari adanya hukum Islam
adalah terciptanya kedamaian di dunia dan kebahagiaan di akhirat.Jadi, hukum Islam bukan

35
bertujuan untuk meraih kebahagiaan yang fana dan pendek di dunia semata, tetapi juga
mengarahkan kepada kebahagiaan yang kekal di akhirat kelak. Inilah yang
membedakannya dengan hukum manusia yang menghendaki kedamaian di dunia saja.
Tujuan dari hukum Islam tersebut merupakan manifestasi dari sifat Rahman dan Rahim Allah
Kepada semua Makhluk-Nya, Rahmatan Lil Alamin adalah inti syariah atau hukum
Islam.Dengan adanya syariah tersebut dapat ditegakkan kedamaian di muka bumi dengan
pengaturan masyarakat yang memberikan keadilan kepada semua orang.Keadilan sangat
mulia di mata Tuhan dan Sifat Adil merupakan jalan menuju takwa setelah iman kepada
Allah.

Moral secara umum diartikan:


a) Keseluruhan kaidah-kaidah kesusilaan dan kebiasaan yang berlaku pada kelompok tertentu
b) Ajaran kesusilaan, dengan kata lain ajaran tentang azas dan kaidah kesusilaan
yang dipelajari secara sistematika dalam etika. Dalam bahasa Yunani disebut “etos” menjadi
istilah yang berarti norma, aturan-aturan yang menyangkut persoalan baik dan buruk dalam
hubungannya dengan tindakan manusia itu sendiri, unsur kepribadian dan motif, maksud dan
watak manusia. kemudian “etika” yang berarti kesusilaan yang memantulkan bagaimana
sebenarnya tindakan hidup dalam masyarakat, apa yang baik dan yang buruk.

Moralitas yang secara leksikal dapat dipahami sebagai suatu tata aturan yang mengatur
pengertian baik atau buruk perbuatan kemanusiaan, yang mana manusia dapat membedakan
baik dan buruknya yang boleh dilakukan dan larangan sekalipun dapatmewujudkannya, atau
suatu azas dan kaidah kesusilaan dalam hidup bermasyarakat Lantas, bagaimana hubungan
antar hukum Islam dan moral terpisahkan atau bersatu dalam satu kesatuan. Untuk
mengetahui hal itu tentu dengan membaca beberapa literatur yang ada bisa ditarik sebuah

Kesimpulan

Secara etimologis moral berasal dari Bahasa Belanda moural, yang berarti kesusilaan, budi
pekerti. Sedangkan menurut W.J.S. Poerwadarminta moral berarti ajaran tentang baik buruk
perbuatan dan kelakuan.

1 Dalam Islam moral dikenal dengan istilah akhlak. Al-Ghazalidalam Ihya’ Ulumuddin
menerangkan tentang definisi akhlak sebagai berikut:

Akhlak adalah perilaku jiwa, yang dapat dengan mudah melahirkan perbuatan-perbuatan,

36
tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Apabila perilaku tersebut mengeluarkan
beberapa perbuatan baik dan terpuji, baik menurut akal maupun tuntunan agama, perilaku
tersebut dinamakan akhlak yang baik. Apabila perbuatan yang dikeluarkan itu jelek, maka
perilaku tersebut dinamakan akhlak yang jelek.

2 Ukuran perseorangan bagi baik dan buruk, bagus, dan jelek. Berbeda menurut perbedaan
persepsi seseorang, perbedaan masa, dan perubahan keadaan dan tempat. Namun demikian,
dalam setiap masyarakat dalam suatu masa ada ukuran umum, artinya ukuran yang diakui
oleh seluruh atau oleh sebagian terbesar dari anggota-anggotanya. Ukuran umum itu
mungkin berbeda dari suatu masyarakat dengan masyarakat lain, akan tetapi ada pokok-
pokok tertentu yang ada persamaannya antara semua manusia dalam menilai baik dan
buruk.

3 Bagi umat Islam pendasaran baik dan buruk bagi perbuatan adalah kepada kitab
pedomannya, yaitu Al- Qur’an dan Sunnah. Apa yang dinyatakan baik, maka itulah ukuran
kebaikan bagi umat manusia, demikian pula yang jelek.

Allah SWT berfirman:

Artinya: dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu(kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakanbahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al- Qashash: 77)

Nabi Muhammad SAW bersabda:

‫انّما بعثت أل ت ّمم مكارم ا أألخالق‬

Artinya: Tidaklah aku diutus kecuali hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.
(HR. Bukhari, Ahmad, dan Baihaqi)

Pada masyarakat yang masih sederhana, norma susila atau moral telah memadahi untuk
menciptakan ketertiban dan mengarahkan tingkah laku anggota masyarakat, dan
menegakkan kesejahteraan dalam masyarakat. Kesusilaan memberikan peraturan-peraturan
kepada seseorang supaya menjadi manusia yang sempurna. Hasil dari perintah dan larangan
yang timbul dari norma kesusilaan itu bersandarkan pada kebebasan pribadi seseorang. Hati
nuraninya akan menyatakan perbuatan mana yang jahat serta akan menentukan apakah ia

37
akan melakukan sesuatu perbuatan

4.Akan tetapi pada masyarakat yang sudah maju kaidah adat tersebut tidak lagi mencukupi.
Hal ini dilatarbelakangi oleh karena persandaran moral adalah kebebasan pribadi. Padahal
cara berpikir manusia tidaklah sama, sifat, dan tingkah lakunya pun berbeda, sehingga
banyak sekali usaha baik yang mendapat tantangan dan hambatan. Untuk mengatur
segalanya diperlukan aturan lain yang tidak disandarkan pada kebebasan pribadi, tetapi juga
mengekang kebebasan pribadi dalam bentuk paksaan, ancaman, dan sanksi. Aturan itulah
yang disebut dengan Hukum.

5 Jika dalam kesusilaan yang dimuat adalah anjuran yang berupa pujiandan celaan, maka
dalam kaidah hukum yang dimuat adalah perintah dan larangan yang diperkuat dengan
ancaman, paksaan, atau sanksi bagi orang yang mengabaikan. Meski coraknya berbeda,
namun bentuk-bentuk yang dilarang dalam hukum adalah bentuk-bentuk yang dipuji dan
dicela dalam kesusilaan, sehingga pada hakikatnya patokan hukum tersebut berurat pada
kesusilaan. Prof. Dr. Hazairin dalam buku Demokrasi Pancasila menyatakan bahwa hukum
tanpa moral adalah kezaliman. Moral tanpa hukum adalah anarki dan utopia yang menjurus
kepada peri kebinatangan. Hanya hukum yang dipeluk oleh kesusilaan dan berakar pada
kesusilaan yang dapat mendirikan kemanusiaan. Lebih lanjut Dr. M. Muslehuddin
menerangkan bahwa hukum tanpa keadilan dan moralitas bukanlah hukum dan tidak bisa
bertahan lama. Sistem hukum yang tidak memiliki akar substansial pada keadilan dan
moralitas pada akhirnya akan terpental.

6 Hukum Islam adalah seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allahdan Sunnah Rasul
tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dandiyakini berlaku dan mengikat untuk
semua umat yang beragama slam

7 Islam berbeda dari agama-agama lain, karena Islam tidakmengkhotbahkan spritualitas


yang mandul. Dalam agama Islam, hukumdan agama, hukum dan moral tidak bisa
dipisahkan satu sama lain.

Berdasarkan fungsi utama hukum Islam mengklasifikasikan tindakan yangberkenaandengan


standar mutlak baik dan buruk yang tidak dapatnditentukan secara rasional, karena Allah
sendirilah yang mengetahui apa yang benar-benar baik dan buruk. Dalam masyarakat Islam
hukum bukan hanya faktor utama tetapi juga faktor pokok yang memberikannya bentuk.

38
Masyarakat Islam secara ideal harus sesuai dengan kitab hukum sehingga tidak ada
perubahan sosial yang mengacaukan atau menimbulkan karakter tak bermoral dalam
masyarakat. Hukum Islam harus berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip moralitas seperti
yang dinyatakan oleh Islam. Hukum Islam memberikan ketentuan bahwa kaidah kesusilaan
tidak boleh bertentangan dengan syarat-syarat yang termaktub dalam Al-Qur’an dan
Sunnah. Syariah Islam adalah kode hukum dan kode moral sekaligus. Ia merupakan pola
yang luas tentang tingkah laku manusia yang berasal dari otoritas kehendak Allah yang
tertinggi. Sehingga garis pemisah antara hukum dan moralitas sama sekali tidak bisa ditarik
secara jelas seperti pada masyarakat Barat pada umumnya.

Contoh dalam hukum pidana Islam terdapat ketentuan bahwa orang yang melakukan zina
diancam dengan pidana cambuk seratus kali di depan umum (QS. An-Nur 2), Zina menurut
ajaran Islam dinilai sebagai perbuatan keji dan merupakan jalan terburuk yangditempuh
manusia beradab. (QS. Al-Isro” 32), Makan riba dilarang karena merupakan kezaliman
terhadap kaum lemah (QS. Al-Baqarah 278-279), Kreditur supaya memberikan kelonggaran
waktu tanpa memungut bunga kepada debitur yang mengalami kesulitan untuk membayar
kembali utangnya pada waktu yang telah dijanjikan. Jika debitur sungguh-sungguh tidak
mampu lagi untuk melunasi hutangnya, kreditur supaya menyedekahkannya (QS. Al
Baqaroh 280).

8 Dengan norma-norma moralitas khusus hukum Allah meletakkan aturan-aturan universal


bagi perbuatan manusia. Karena ada ukuran moral yang pasti pada moral Islam itulah, maka
pergeseran dalam moralnmasyarakat Islam mempunyai lapangan yang sangat sempit.
Artinya pertumbuhan yang menyimpang dari alur-alur yang semula dikira baik atau jelek
kemudian melenceng sedemikian rupa sedikit sekali kemungkinannya Kemakmuran
masyarakat tidak terlalu tergantung pada kerasnya hukum melainkan pada kebenaran yang
diilhami oleh ketakwaan. Karena itu syariah merupakan tatanan tingkah laku moral,
sedangkan takwa merupakan standar bagi pertimbangan tindakan manusia. Keadilan dalam
Islam merupakan perpaduan yang menyenangkan antara hukum dan moralitas. Islam tidak
bermaksud untuk menghancurkan kebebasan individu tetapi mengontrolnya demi
kepentingan masyarakat yang terdiri dari individu itu sendiri. Dan karenanya juga
melindungi kepentingan yang sah. Hukum memainkan peranannya dalam mendamaikan
pribadi dengan kepentingan masyarakat dan bukan sebaliknya. Individu diperbolehkan
mengembangkan hak pribadinya dengan syarat tidak mengganggu kepentingan masyarakat.
Ini mengakhiri perselisihan dan memenuhi tuntutan keadilan. Karena itu, berlaku adil berarti

39
hidup menurut prinsip-prinsip Islam.

Amar ma’ruf nahi mungkar menurut hukum islam

Amar ma’ruf nahi mungkar merupakan kekhususan dan keistimewaan umat Islam yang akan
mempengaruhi kemulian umat Islam. Sehingga Allah kedepankan penyebutannya dari iman
dalam firman-Nya
ِ ‫اس تَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر‬
ِ ‫ُوف َوتَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْال ُمن َك ِر َوتُ ْؤ ِمنُونَ بِاهللِ َولَوْ َءا َمنَ أَ ْه ُل ْال ِكتَا‬
, ‫ب لَ َكانَ خَ ْيرًا لَّهُ ْم‬ ِ َّ‫ت لِلن‬ ْ ‫ُكنتُ ْم َخ ْي َر أُ َّم ٍة أُ ْخ ِر َج‬
َ‫ِّم ْنهُ ُم ْال ُم ْؤ ِمنُونَ َوأَ ْكثَ َرهُ ُم ْالفَا ِسقُون‬
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab

40
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik“. [Ali Imron :110]
Demikian pula, Allah membedakan kaum mukminin dari kaum munafikin dengan hal ini.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
َ‫صالَةَ َوي ُْؤتُونَ ال َّز َكاة‬ ِ ‫ْض يَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر‬
َّ ‫ُوف َويَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْال ُمن َك ِر َويُقِي ُمونَ ال‬ ٍ ‫ضهُ ْم أَوْ لِيَآ ُء بَع‬ُ ‫َات بَ ْع‬ُ ‫َو ْال ُم ْؤ ِمنُونَ َو ْال ُم ْؤ ِمن‬
‫َزي ٌز َح ِكي ُُم‬ َ ِ‫َويُ ِطيعُونَ هللاَ َو َرسُولَهُ أُوْ الَئ‬
ِ ‫ك َسيَرْ َح ُمهُ ُم هللاُ إِ َّن هللاَ ع‬
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi
penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari
yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta’at kepada Allah dan
Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana“.[At-Taubah:71]
Ketika membawakan kedua ayat diatas, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,”Dalam ayat
ini Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan, umat Islam adalah umat terbaik bagi segenap
umat manusia. Umat yang paling memberi manfaat dan baik kepada manusia. Karena mereka
telah menyempurnakan seluruh urusan kebaikan dan kemanfaatan dengan amar ma’ruf nahi
mungkar.
Mereka tegakkan hal itu dengan jihad di jalan Allah dengan jiwa dan harta mereka. Inilah
anugerah yang sempurna bagi manusia. Umat lain tidak memerintahkan setiap orang kepada
semua perkara yang ma’ruf (kebaikan) dan melarang semua kemungkaran. Merekapun tidak
berjihad untuk itu. Bahkan sebagian mereka sama sekali tidak berjihad. Adapun yang
berjihad -seperti Bani Israil- kebanyakan jihad mereka untuk mengusir musuh dari negerinya.
Sebagaimana orang yang jahat dan dzalim berperang bukan karena menyeru kepada petunjuk
dan kebaikan, tidak pula untuk amar ma’ruf nahi mungkar. Hal ini digambarkan dalam
ucapan Nabi Musa Alaihissallam.
ِ َ‫َب هللاُ لَ ُك ْم َوالَ تَرْ تَ ُّدوا َعلَى أَ ْدب‬
‫ار ُك ْم فَتَنقَلِبُوا خَا ِس ِرينَ قَالُوا يَا ُمو َسى إِ َّن فِيهَا قَوْ ًما‬ َ ‫ض ْال ُمقَ َّد َسةَ الَّتِي َكت‬
َ ْ‫يَاقَوْ ِم ا ْد ُخلُوا ْاألَر‬
‫ال َر ُجالَ ِن ِمنَ الَّ ِذينَ يَخَافُونَ أَ ْن َع َم هللاُ َعلَ ْي ِه َما‬
َ َ‫َّارينَ َوإِنَّا لَن نَّ ْد ُخلَهَا َحتَّى يَ ْخ ُرجُوا ِم ْنهَا فَإِن يَ ْخ ُرجُوا ِم ْنهَا فَإِنَّا دَا ِخلُونَ ق‬
ِ ‫َجب‬
‫اب فَإِذاَ َد َخ ْلتُ ُموهُ فَإِنَّ ُك ْم غَالِبُونَ َو َعلَى هللاِ فَتَ َو َّكلُوا إِن ُكنتُم ُّم ْؤ ِمنِينَ قَالُوا يَا ُمو َسى إِنَّا لَن نَّ ْد ُخلَهَآ أَبَدًا َما دَا ُموا‬
َ َ‫ا ْد ُخلُوا َعلَ ْي ِه ُم ْالب‬
َ‫فِيهَا فَ ْاذهَبْ أَنتَ َو َربُّكَ فَقَاتِآلَ إِنَّا هَاهُنَا قَا ِع ُدون‬
Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan
janganlah kamu lari ke belakang (karena kamu takut kepada musuh), maka kamu menjadi
orang-orang yang merugi. Mereka berkata,”Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada
orang-orang yang gagah perkasa. Sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya
sebelum mereka keluar daripadanya. Jika mereka keluar daripadanya, pasti kami akan
memasukinya”. Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang

41
Allah telah memberi nikmat atas keduanya,”Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang
(kota) itu. Maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada
Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman”. Mereka
berkata,”Hai Musa, kami sekali-kali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka
ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Rabbmu, dan berperanglah kamu berdua,
sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja”. [Al-Maidah : 21-24]
Demikian pula firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
‫ب‬َ ِ‫ث لَنَا َملِ ًكا نُّقَاتِلْ فِي َسبِي ِل هللاِ قَا َل هَلْ َع َس ْيتُ ْم إِن ُكت‬ ْ ‫إل ِمن بَنِى إِ ْس َرا ِءي َل ِمن بَ ْع ِد ُمو َسى إِ ْذ قَالُوا لِنَبِ ٍّي لَّهُ ُم ا ْب َع‬ ِ ‫أَلَ ْم تَ َر إِلَى ْال َم‬
ً‫ب َعلَ ْي ِه ُم ْالقِتَا ُل ت ََولَّوْ ا إِالَّ قَلِيال‬
َ ِ‫ارنَا َوأَ ْبنَآئِنَا فَلَ َّما ُكت‬ ُ
ِ َ‫َعلَ ْي ُك ُم ْالقِتَا ُل أَالَّ تُقَاتِلُوا قَالُوا َو َمالَنَآ أَالَّ نُقَاتِ َل فِي َسبِي ِل هللاِ َوقَ ْد أ ْخ ِرجْ نَا ِمن ِدي‬
َ‫ِّم ْنهُ ْم َوهللاُ َعلِي ُُم بِالظَّالِ ِمين‬
“Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil (sesudah Nabi Musa wafat)
ketika mereka berkata kepada seorang Nabi mereka, “Angkatlah untuk kami seorang raja
supaya kami berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allah”. Nabi mereka
menjawab,”Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak akan
berperang”. Mereka menjawab,”Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal
sesungguhnya kami telah diusir dari kampung halaman kami dan dari anak-anak kami”.
Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, merekapun berpaling, kecuali beberapa
orang saja diantara mereka. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang dzalim“. [Al-
Baqarah:246]
Mereka berperang lantaran diusir dari tanah air beserta anak-anak mereka. Sudah demikian
ini, mereka pun masih melanggar perintah. Sehingga tidak dihalalkan begi mereka harta
rampasan perang. Demikan juga tidak boleh mengambil budak-budak tawanan perang.
Demikianlah anugerah Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada umat Islam.
Dia menjadikan amar ma’ruf nahi mungkar sebagai salah satu tugas penting Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan beliau diutus untuk itu, sebagaimana firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
ِ ْ‫ي األُ ِّمي ال ِذيْ يَ ِج ُدوْ نَهُ َم ْكتُوْ بًا ِع ْن َدهُ ْم فِ ْي التَّوْ َرا ِة َو ْا ِإل ْن ِج ْي ِل يَأْ ُم ُرهُ ْم بِ ْال َم ْعرُو‬
‫ف َويَ ْنهَاهُ ْم ع َِن ْال ُم ْن َك ِر‬ َّ ِ‫ن ال َّرسُوْ َل النَّب‬Äَ ْ‫ال ِذ ْينَ يَتَّبِعُو‬
ُ‫َصرُوْ ه‬ َ ‫َت َعلَ ْي ِه ْم فَالَّ ِذ ْينَ َءا َمنُوْ ا َو َعزَ رُوْ هُ َون‬ْ ‫ض ُع َع ْنهُ ْم إِصْ َرهُ ْم َو ْاألَ ْغالَ َل الَّتِي َكان‬ َ َ‫ث َوي‬ َ ِ‫ت َويُ َح ِّر ُم َعلَ ْي ِه ُم ْال َخبَائ‬ِ ‫َويُ ِحلُّ لَهُ ُم الطَّيِّبَا‬
َ ِ‫َواتَّبَعُوْ ا النُّوْ َر الَّ ِذيْ أَ ْن َز َل َم َعهُ أُوْ لَئ‬
َ‫ك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُوْ ن‬
“(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati
tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka
mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan
menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang
buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada

42
mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan
mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur’an), mereka itulah orang-
orang yang beruntung“. [Al- A’raaf : 157).
Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan orang-orang yang selalu mewarisi tugas
utama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, bahkan memerintahkan umat ini untuk
menegakkannya, dalam firman-Nya.
ِ ‫َو ْلتَ ُكن ِّمن ُك ْم أُ َّمةُُ يَ ْد ُعونَ إِلَى ْالخَ ي ِْر َويَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر‬
َ‫ُوف َويَ ْنهَوْ نَ ع َِن ْال ُمن َك ِر َوأُوْ الَئِكَ هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون‬
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-orang
yang beruntung“. [Al-Imron:104]
Baca Juga  Batasan Mengingkari Kemungkaran Tugas penting ini sangat luas jangkauannya,
baik zaman atau tempat. Meliputi seluruh umat dan bangsa dan terus bergerak dengan jihad
dan penyampaian ke seluruh belahan dunia. Tugas ini telah diemban umat Islam sejak masa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai sekarang hingga hari kiamat nanti.

A. Hukum amar ma’ruf nahi mungkar


Amar ma’ruf nahi mungkar merupakan kewajiban yang dibebankan Allah Subhanahu wa
Ta’ala kepada umat Islam sesuai kemampuannya. Ditegaskan oleh dalil Al Qur’an dan As-
Sunnah serta Ijma’ para Ulama. Dalil Al Qur’an Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
ِ ‫َو ْلتَ ُكن ِّمن ُك ْم أُ َّمةُُ يَ ْد ُعونَ إِلَى ْالخَ ي ِْر َويَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر‬
َ ِ‫ُوف َويَ ْنهَوْ نَ ع َِن ْال ُمن َك ِر َوأُوْ الَئ‬
. َ‫ك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون‬
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-orang
yang beruntung“.[Al-Imran:104].
Ibnu Katsir berkata dalam menafsirkan ayat ini,”Maksud dari ayat ini, hendaklah ada
sebagian umat ini yang menegakkan perkata ini”.
[3] Dan firman-Nya.
ِ ‫اس تَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر‬
ِ‫ُوف َوتَ ْنهَوْ نَ ع َِن ْال ُمن َك ِر َوتُ ْؤ ِمنُونَ بِاهلل‬ ْ ‫“ ُكنتُ ْم َخ ْي َر أُ َّم ٍة أُ ْخ ِر َج‬
ِ َّ‫ت لِلن‬
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah“. [Al-Imran :110].
Umar bin Khathab berkata ketika memahami ayat ini,”Wahai sekalian manusia, barang siapa
yang ingin termasuk umat tersebut, hendaklah menunaikan syarat Allah darinya”.
[4] Dalil Sunnah Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
. ‫ان‬ ِ ُ‫ك أَضْ َعف‬
ِ ‫اإلي َم‬ َ ِ‫َم ْن َرأَى ِم ْن ُك ْم ُم ْن َكرًا فَ ْليُ َغيِّرْ هُ بِيَ ِد ِه فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ْستَ ِط ْع فَبِلِ َسانِ ِه فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ْستَ ِط ْع فَبِقَ ْلبِ ِه َو َذل‬
“Barang siapa yang melihat satu kemungkaran, maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak

43
mampu maka dengan lisannya dan jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itu selemah-
lemahnya iman“. [HR Muslim].
Sedangkan Ijma’ kaum muslimin, telah dijelaskan oleh para ulama, diantaranya: Ibnu Hazm
Adz Dzahiriy, beliau berkata, “Seluruh umat telah bersepakat mengenai kewajiban amar
ma’ruf nahi mungkar, tidak ada perselisihan diantara mereka sedikitpun”.
[5] Abu Bakr al- Jashshash, beliau berkata,”Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menegaskan
kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar melalui beberapa ayat dalam Al Qur’an, lalu dijelaskan
Rasulullah n dalam hadits yang mutawatir. Dan para salaf serta ahli fiqih Islam telah
berkonsensus atas kewajibannya”.
[6] An-Nawawi berkata,”telah banyak dalil-dalil Al Qur’an dan Sunnah serta Ijma yang
menunjukkan kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar”
[7] Asy-Syaukaniy berkata,”Amar ma’ruf nahi mungkar termasuk kewajiban, pokok serta
rukun syari’at terbesar dalam syariat. Dengannya sempurna aturan Islam dan tegak
kejayaannya”.
[8] Jelaslah kewajiban umat ini untuk beramar ma’ruf nahi mungkar.

B. Derajat kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar


[9] Amar ma’ruf nahi mungkar sebagai satu kewajiban atas umat Islam, bagaimanakah
derajat kewajibannya? Apakah fardhu ‘ain ataukah fardhu kifayah? Para ulama berselisih
tentang hal ini. Pendapat pertama memandang kewajiban tersebut adalah fardhu ‘Ain. Ini
merupakan pendapat sejumlah ulama, diantaranya Ibnu Katsir, Az Zujaaj, Ibnu Hazm
.Mereka berhujjah dengan dalil-dalil syar’i, diantaranya:
1. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
ِ ‫َو ْلتَ ُكن ِّمن ُك ْم أُ َّمةُُ يَ ْد ُعونَ إِلَى ْالخَ ي ِْر َويَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر‬
َ‫ُوف َويَ ْنهَوْ نَ ع َِن ْال ُمن َك ِر َوأُوْ الَئِكَ هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون‬
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-orang
yang beruntung“. [Ali Imran:104]
Mereka mengatakan bahwa kata ‫ ِم ْن‬dalam ayat ‫ ِم ْن ُك ْم‬untuk penjelas dan bukan untuk
menunjukkan sebagian. Sehingga makna ayat, jadilah kalian semua umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Demikian
َ ِ‫ َوأُوْ الَئ‬Menegaskan bahwa keberuntungan khusus bagi
juga akhir ayat yaitu: َ‫ك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون‬
mereka yang melakukan amalan tersebut. Sedangkan mencapai keberuntungan tersebut
hukumnya fardhu ‘ain. Oleh karena itu memiliki sifat-sifat tersebut hukumnya wajib ‘ain
juga. Karena dalam kaedah disebutkan: ٌ‫ َما الَ يَتِ ُّّم ْال َوا ِجبُ إِالَّ بِ ِه فَهُ َو َوا ِجب‬Satu kewajiban yang tidak

44
sempurna kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu hukumnya wajib.
2. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
. ‫ب لَ َكانَ خَ ْيرًا لَّهُ ْم‬ ِ ‫اس تَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر‬
ِ ‫ُوف َوتَ ْنهَوْ نَ ع َِن ْال ُمن َك ِر َوتُ ْؤ ِمنُونَ بِاهللِ َولَوْ َءا َمنَ أَ ْه ُل ْال ِكتَا‬ ْ ‫ُكنتُ ْم َخ ْي َر أُ َّم ٍة أُ ْخ ِر َج‬
ِ َّ‫ت لِلن‬
ِ َ‫ِّم ْنهُ ُم ْال ُم ْؤ ِمنُونَ َوأَ ْكثَ َرهُ ُم ْالف‬
َ‫اسقُون‬
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik“. [Ali Imran :110]
Dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan syarat bergabung dengan umat
Islam yang terbaik, yaitu dengan amar ma’ruf nahi mungkar dan iman. Padahal bergabung
kepada umat ini, hukumnya fardu ‘ain. Sebagaimana firman-Nya:
َ‫ال إِنَّنِى ِمنَ ْال ُم ْسلِ ِمين‬ َ ‫َو َم ْن أَحْ َسنُ قَوْ الً ِّم َّمن َدعَآ إِلَى هللاِ َو َع ِم َل‬
َ َ‫صالِحًا َوق‬
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah,
mengerjakan amal yang shaleh dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang
berserah diri.” [Fushilat :33] Sehingga memiliki sifat-sifat tersebut menjadi fardhu ‘ain.
Sebagaimana Umar bin Al Khathab menganggapnya sebagai syarat Allah bagi orang yang
bergabung ke dalam barisan umat Islam.
Beliau berkata setelah membaca surat Ali Imran:110,”Wahai sekalian manusia, barang siapa
yang ingin termasuk umat tersebut, hendaklah menunaikan syarat Allah darinya” Sedangkan
pendapat kedua memandang amar ma’ruf nahi mungkar fardhu kifayah. Ini merupakan
pendapat jumhur ulama. Diantara mereka yang menyatakan secara tegas adalah Abu Bakr Al-
Jashash , Al-Mawardiy, Abu Ya’la Al-Hambaliy, Al Ghozaliy, Ibnul Arabi, Al Qurthubiy,
Ibnu Qudamah, An-Nawawiy , Ibnu Taimiyah , Asy-Syathibiy dan Asy-Syaukaniy. Mereka
berhujjah dengan dalil-dalil berikut ini:
1. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

ِ ‫َو ْلتَ ُكن ِّمن ُك ْم أُ َّمةُُ يَ ْد ُعونَ إِلَى ْال َخي ِْر َويَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر‬
َ‫ُوف َويَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْال ُمن َك ِر َوأُوْ الَئِكَ هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون‬
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-
orang yang beruntung“. [Ali Imran:104]
Mereka mengatakan bahwa kata ‫ ِم ْن‬dalam ayat ‫ ِم ْن ُك ْم‬untuk menunjukkan sebagian. Sehingga
menunjukkan hukumnya fardhu kifayah. Imam Al Jashash menyatakan,”Ayat ini
mengandung dua makna. Pertama, kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar. Kedua, yaitu
fardu kifayah. Jika telah dilaksanakan oleh sebagian, maka yang lain tidak terkena

45
kewajiban”. Ibnu Qudamah berkata,”Dalam ayat ini terdapat penjelasan hukum amar
ma’ruf nahi mungkar yaitu fardhu kifayah, bukan fardhu ‘ain”.
2. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala

. ‫ِّين َولِيُن ِذرُوا قَوْ َمهُ ْم إِ َذا َر َجعُوا إِلَ ْي ِه ْم لَ َعلَّهُ ْم‬ َ ‫َو َما َكانَ ْال ُم ْؤ ِمنُونَ لِيَ ْنفِرُوا َكآفَةً فَلَوْ الَ نَفَ َر ِمن ُك ِّل فِرْ قَ ٍة ِمنهُ ْم‬
ِ ‫طآئِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الد‬
َ‫يَحْ َذرُون‬
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya“. [At-Taubah : 122]
Hukum tafaquh fiddin (memperdalam ilmu agama) adalah fardhu kifayah. Karena Allah
Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan sekelompok kaum mukminin dan tidak semuanya
untuk menuntut ilmu. Oleh karena itu orang yang belajar dan menuntut ilmu tersebut
yang bertanggung jawab memberi peringatan, bukan seluruh kaum muslimin. Demikian
juga jihad, hukumnya fardhu kifayah. Syeikh Abdurrahman As Sa’diy
menyatakan,”Sepatutnya kaum muslimin mempersiapkan orang yang menegakkan setiap
kemaslahatan umum mereka. Orang yang meluangkan seluruh waktunya dan
bersungguh-sungguh serta tidak bercabang, untuk mewujudkan kemaslahatan dan
kemanfatan mereka. Hendaklah arah dan tujuan mereka semuanya satu, yaitu
menegakkan kemaslahatan agama dan dunianya”.
3. Tidak semua orang dapat menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar. Karena orang yang
menegakkannya harus memiliki syarat-syarat tertentu. Seperti mengetahui hukum-hukum
syari’at, tingkatan amar makruf nahi mungkar, cara menegakkannya, kemampuan
melaksanakannya. Demikian juga dikhawatirkan bagi orang yang beramar ma’ruf nahi
mungkar bila tanpa ilmu akan berbuat salah. Mereka memerintahkan kemungkaran dan
mencegah kema’rufan atau berbuat keras pada saat harus lembut dan sebaliknya.
4. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala

‫ف َونَهَوْ ا َع ِن ْال ُم ْن َك ِر َوهلِل ِ عَاقِبَةُ ْاألُ ُموْ ِر‬


ِ ْ‫صالَةَ َو َءاتَ ُوا ال َّز َكاةَ َوأَ َمرُوْ ا بِ ْال َم ْعرُو‬
َّ ‫ض أَقَا ُموْ ا ال‬
ِ ْ‫ال ِّذ ْينَ إِ ْن َم َّكنَّاهُ ْم فِ ْي ْاألَر‬
“(yaitu)orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya
mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan
mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allahlah kembali segala urusan“.
[QS. 22:41]
Imam Al Qurthubiy berkata,”Tidak semua orang diteguhkan kedudukannya dimuka bumi,

46
sehingga hal tersebut diwajibkan secara kifayah kepada mereka yang diberi kemampuan
untuknya”. Oleh karena itu Syeikh Islam Ibnu Taimiyah menyatakan,”Demikian
kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar. Hal ini tidak diwajibkan kepada setiap orang,
akan tetapi merupakan fardhu kifayah” Akan tetapi hukum ini bukan berarti
menunjukkan bolehnya seseorang untuk tidak berdakwah, atau beramar makruf nahi
mungkar. Karena terlaksananya fardhu kifayah ini dengan terwujudnya pelaksanaan
kewajiban tersebut. Sehingga apabila kewajiban tersebut belum terwujud
pelaksanaannya oleh sebagian orang, maka seluruh kaum muslimin terbebani kewajiban
tersebut.

Pelaku amar makruf nahi mungkar adalah orang yang menunaikan dan melaksanakan fardhu
kifayah. Mereka memiliki keistimewaan lebih dari orang yang melaksanakan fardhu ‘ain.
Karena pelaku fardhu ‘ain hanya menghilangkan dosa dari dirinya sendiri, sedangkan
pelaku fardhu kifayah menghilangkan dosa dari dirinya dan kaum muslimin seluruhnya.
Demikian juga fardhu ‘ain jika ditinggalkan, maka hanya dia saja yang berdosa,
sedangkan fardhu kifayah jika ditinggalkan akan berdosa seluruhnya. Pendapat ini Insya
Allah pendapat yang rajih. Wallahu a’lam. Amar makruf nahi mungkar dapat menjadi
fardhu ‘ain, menurut kedua pendapat diatas, apabila :
 Pertama : Ditugaskan oleh pemerintah. Al Mawardi menyatakan,”Sesungguhnya
hukum amar makruf nahi mungkar fardhu ‘ain dengan perintah penguasa”.
 Kedua : Hanya dia yang mengetahui kema’rufan dan kemungkaran yang terjadi.
An Nawawiy berkata,”Sesungguhnya amar makruf nahi mungkar fardhu kifayah.
Kemudian menjadi fardhu ‘ain, jika dia berada ditempat yang tidak
mengetahuinya kecuali dia”.
 Ketiga : Kemampuan amar makruf nahi mungkar hanya dimiliki orang tertentu.
Jika kemampuan menegakkan amar makruf nahi mungkar terbatas pada sejumlah
orang tertentu saja, maka amar makruf nahi mungkar menjadi fardhu ‘ain bagi
mereka. An Nawawi berkata,”Terkadang amar makruf nahi mungkar menjadi
fardhu ‘ain, jika berada di tempat yang tidak mungkin menghilangkannya kecuali
dia. Seperti seorang yang melihat istri atau anak atau budaknya berbuat
kemungkaran atau tidak berbuat kema’rufan”.
 Keempat : Perubahan keadaan dan kondisi. Syeikh Abdul Aziz bin Baaz
memandang amar makruf nahi mungkar menjadi fardhu ‘ain dengan sebab

47
perubahan kondisi dan keadaan, ketika beliau berkata, “Ketika sedikitnya para
da’i. Banyaknya kemungkaran dan kebodohan yang merata, seperti keadaan kita
sekarang ini, maka dakwah menjadi fardhu ‘ain atas setiap orang sesuai dengan
kemampuannya”.

Demikianlah amar makruf nahi mungkar dalam tinjauan hukum Islam, mudah-mudahan hal
ini mendorong kita untuk melaksanakan dan menegakkannya dalam kehidupan

Fitnah akhir zaman

Pada saat ini, banyak sekali bahaya yang mengintai kita sebagaimana yang dikabarkan oleh
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam banyak hadits tentang fitnah akhir zaman.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai rasul yang penuh kasih sayang kepada
umatnya, tidak hanya memberitahukan tentang fitnah ini saja, tapi juga memberitahukan

48
solusinya. Al-Qur’ân dan sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan solusi
yang tidak bisa ditawar-tawar. Kalau tidak, kesengsaraan mesti akan menimpa. Allâh Azza
wa Jalla befirman :
‫ض ْن ًكا َونَحْ ُش ُرهُ يَوْ َم‬ َ ً‫ض ع َْن ِذ ْك ِري فَإ ِ َّن لَهُ َم ِعي َشة‬ َ ‫﴾ٰ َو َم ْن أَ ْع َر‬١٢٣﴿ ‫ضلُّ َواَل يَ ْشقَى‬ ِ َ‫ي فَاَل ي‬ َ ‫فَإ ِ َّما يَأْتِيَنَّ ُك ْم ِمنِّي هُدًى فَ َم ِن اتَّبَ َع هُدَا‬
‫ال َك ٰ َذلِكَ أَتَ ْتكَ آيَاتُنَا فَن َِسيتَهَا ۖ َو َك ٰ َذلِكَ ْاليَوْ َم تُ ْن َس ٰى‬
َ َ‫﴾ ق‬١٢٥﴿ ‫صيرًا‬ ُ ‫﴾ قَا َل َربِّ لِ َم َحشَرْ تَنِي أَ ْع َم ٰى َوقَ ْد ُك ْن‬١٢٤﴿ ‫ْالقِيَا َم ِة أَ ْع َم ٰى‬
ِ َ‫ت ب‬
Artinya : Jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, maka barangsiapa yang mengikut
petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari
peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan
menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. Berkatalah ia, “Ya Rabbku,
mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah
seorang yang melihat ?” Allâh berfirman, “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat
Kami, lalu kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan”.
[Thaha/20:123-126]
Kini, fitnah-fitnah itu sudah banyak sekali disekitar kita, siap menerkam siapa saja yang lalai.
Oleh karena itu, hendaknya kita senantiasa waspada dan menjaga diri. Diantara ujian-ujian itu
adalah ujian harta. Diriwayatkan dari Ka’ab bin ‘Iyadh Radhiyallahu anhu, dia mengatakan,
“Aku pernah mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
‫إِ َّن لِ ُك ِّل أُ َّم ٍة فِ ْتنَةً َوإِ َّن فِ ْتنَةَ أُ َّمتِي ْال َما ُل‬
Sesungguhnya masing-masing umat itu ada fitnahnya dan fitnah bagi umatku adalah harta
[HR. Ahmad, Tirmidzi dan Ibni Hibbân dalam shahihnya]
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
ْ َ‫فَ َوهَّللا ِ َما ْالفَ ْق َر أَ ْخ َشى َعلَ ْي ُك ْم َولَ ِكنِّي أَ ْخ َشى أَ ْن تُ ْب َسطَ َعلَ ْي ُك ْم ال ُّد ْنيَا َك َما بُ ِسط‬
‫ت َعلَى َم ْن َكانَ قَ ْبلَ ُك ْم فَتَنَافَسُوهَا َك َما تَنَافَسُوهَا‬
‫َوتُ ْهلِ َك ُك ْم َك َما أَ ْهلَ َك ْتهُ ْم‬
Demi Allâh ! Bukan kefakiran yang saya khawatirkan atas kalian, namun yang saya
khawatirkan adalah kalian diberi kemakmuran dunia sebagaimana pernah diberikan kepada
umat sebelum kalian, lalu kalian berlomba-lomba sebagaimana mereka. Sehingga akhirnya
dunia menyebabkan kalian binasa sebagaimana mereka. [HR. Bukhâri dan Muslim]
Harta itu ujian dari semua sisi. Dimulai saat mengumpulkan dan mengembangkannya,
kesibukan ini sering melalaikan seseorang dari beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla . Juga
kegemaran menumpuk harta yang tidak pernah bisa mencapai titik klimaks, diperparah lagi
dengan prilaku menghalalkan segala cara demi memenuhi ambisinya. Harta juga menjadi
fitnah atau musibah bagi yang empunya saat harta dibelanjakan di jalan yang tidak
dibenarkan syari’at atau enggan mengeluarkan zakat yang menjadi kewajibannya. Akibatnya,
berbagai keburukan pun bermunculan akibat harta.

49
Dalam hadits riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda :
‫ان اَل يُبَالِي ْال َمرْ ُء بِ َما أَ َخ َذ ْال َما َل أَ ِم ْن َحاَل ٍل أَ ْم ِم ْن َح َر ٍام‬ ْ
ِ َّ‫لَيَأتِيَ َّن َعلَى الن‬
ٌ ‫اس زَ َم‬
Sungguh akan datang suatu masa, saat itu manusia tidak lagi peduli dengan cara apa dia
menghasilkan harta, apakah dari sesuatu yang halal ataukah haram ! [HR. Bukhâri]
Diantara ujian yang juga ada pada saat ini yaitu keburukan yang datang melalui media
elektronik dan media cetak. Karya tulisan menyesatkan, foto dan gambar wanita dengan
dandanan seronok, nyanyian pembangkit nafsu syahwat, pentas yang sering membuat suatu
keburukan menjadi tidak jelas bahkan membalikkan fakta, yang buruk dianggap bagus dan
indah, semuanya ada di media. Terkadang suatu yang tidak pantas ikut serta ditayangkan,
seperti cara mencuri atau aksi kriminal lainnya. Semua keburukan ini ditayangkan di berbagai
channel tv, baik dalam maupun luar negeri dan dengan mudah bisa diakses lewat internet.
Saat ini, betapa banyak rumah kaum Muslimin yang seharusnya bersinar dengan dzikrullah
justru hampa darinya. Rumah-rumah itu menjadi tempat yang di senangi setan dan di jauhi
para Malaikat pembawa rahmat. Bahkan ada yang lancang mengundang para pemuda untuk
serta begadang, pentas atau menghidupkan budaya yang bertentangan dengan nilai agama. Ini
merupakan fitnah besar yang menimbulkan kekhawatiran yang harus kita waspadai. Kita
wajib menjaga anak-anak kita agar tidak terjebak dalam perangkap setan. Hendaklah kita
senantiasa memohon pertolongan kepada Allâh agar kita diberik kekuatan dan kesabaran.

50
DAFTAR PUSTAKA

https://almanhaj.or.id/2708-amar-maruf-nahi-mungkar-menurut-hukum-
islam.html.diaksespadatanggal15desember2020; Nashir Al Amaar, hal. 39-40 dan Makalah Al
Amr BilMa’ruf wan Nahi Anil MungkarBainalIfraath; tafsir Al Quran Al Karim
karyaIbnuKatsir 1/339-405;Asy-Syaukaniy, Fathul Qadir, 1/453;IbnuHazm, Al-Fashl Fil
Milal Wan Nihal, 5/19; Al-Jashash, Ahkamul Qur’an , 2/486 ; An-Nawawi, SyarahShahih
Muslim, 2/22;Asy-Syaukaniy, Fathul Qadir, 1/450;DisarikandaribukuHakikat Al-Amr
BilMa’ruf wan-Nahi ‘Anil Mungkar, karya Dr. Hamd bin Nashir Al-Amaar, hal.40-51dengan
perubahan; tafsir Al-Quran Al-Karim karyaIbnuKatsir 1/390;IbnuHazm, Al-Muhalla, 10/505;
Al Jashosh, Ahkamul Qur’an, 2/29; Al Qurthubiy, Tafsir Al-Qurthubiy, 4/165;
IbnuQudamah, MukhtashorMinhajulQashidiin, hal.156; An Nawawi, SyarahShahih Muslim,
2/23; IbnuTaimiyah, Al Amr BilMa’ruf wan Nahi ‘Anil Mungkar , hal.37;AsySyathibiy, Al-
Muwafaqaat Fi UshulisySyari’at, 1/126; AsySyaukaiy, Fathul Qadir, 1/450; Al Jashash,
Ahkamul Qur’an, 2/29;IbnuQudamah, MukhtasharMinhajulQashidiin, hal 156; As Sa’diy,
TaisirKarimir Rahman, 3/315, lihatHakikat Amar Ma’rufNahiMungkar, hal. 43; Al Qurthubi,
Tafsir Qurthubi, 4/165; IbnuTaimiyah, Al Amr BilMakruf wan Nahi ‘Anil Mungkar, hal.37;
Al Mawardi, Al AhkamSulthaniyah, hal.391, dinukildariHakikat Amar Ma’rufNahiMungkar
hal.50; An Nawawiy, SyarahShahih Muslim, 2/23; Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz, Ad
Dakwah Ila Allah waAkhlaqudDu’at, hal. 16. Home /Dakwah :NahiMungkar/Amar
Ma’rufNahiMungkar;
Journal of Hadist Studies, Vol. 1 No. 2; Abu ZakariyyaYahya bin Syaraf al-Din al-Nawawi al-
Syafi’iy, Imam alNawawi, Riyadh al-Shalihin, Indonesia al-Haramian Jaya
Indonesia;AlfiahdanZalyana, HadisTarbawi, ;Journal:IlmuPendidikan
Islam.TinjauanTeoretisdanPraktisBerdasarkanPendektanInterdisiplinerImam
Nawawi;SyarahHaditsArba’inAnNawawiyah; IrpanAbd.Gafar,
KurikulumdanMateriPendidikan Islam, JurnalHunafa,Vol. 3 No.1.Muhaimin; Paradigma
Pendidikan Islam: UpayaMengefektifkanPendidikan Agama Islam Di Sekolah. Bandung: PT
RemajaRosdakarya. 2008 Muhyi Ad-Diin, MatanArba’inAnNawawiyah, Beirut:
MuassasahArRisalah, 1978.
https://sumsel.kemenag.go.id/files/sumsel/file/dokumen/peradabanislam.pdf.diaksespadatanggal16des
ember2020; 26 BAHAN BACAAN Al-Qur‟an al-Karim Al-Attas, Syed Muhammad Naquid

51
1992;Prolegmena to The Metaphysics of Islam. Mizan, Bandung. Amin, Husayn Ahmad
2001;SeratusTokohdalam Sejarah Islam;RemajaRosdakarya, Bandung. As-Sirjani, Raghib
2011;SumbanganPeradaban Islam pada Dunia. Pustaka al-Kausar, Jakarta. El-Saha, M. Ishom
2004;ProfilIlmuwan Muslim PerintisIlmuPengetahuan Modern;Filsafat-Sainsmenurut al-
Qur‟an;ReaktualisasiTradisiIlmiah Islam”;buku The Rise of College: Institutions of Learning
in Islam an the West. Edinburgh. Nasr. Seyyed Hossein 1976; Islamic Science:AnIllustrasi
Study. London. ----- 1987. Tradisional Islam in the Modern World. KPI, London. Nordin,
Sulaiman 2000. SainsMenurutPerspektif Islam. Dwi Rama. Kuala Lumpur. Rosenthal, Franz
1979; “Triumphant of Knowledge”. Rusli, Ris‟an et. al. 2010.

52

Anda mungkin juga menyukai