Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PENYIMPANGAN AKIDAH
Dosen Pembimbing : Ust. MUSADDAD LUBIS, M.Ag.

DISUSUN OLEH:
1. MUANNAS (0401212042)
2. NAUFAL ARIB MAULANA HSB (0401212034)

JURUSAN AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
TP.2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji syukur ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Penyimpangan Aqidah"
dengan baik dan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Tauhid. Selain itu, makalah ini
bertujuan menambah wawasan tentang Penyimpangan Aqidah bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengajar Mata kuliah Tauhid. dan ucapan
terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan
makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

 A. Latar Belakang..........................................................................................
 B. Rumusan Masalah ....................................................................................
 C. Tujuan Penulisan.......................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................................

 A. Pengertian Aqidah.....................................................................................
 B. Sumber-Sumber Aqidah............................................................................
 C. Sebab-Sebab Penyimpangan Aqidah........................................................
 D. Macam-Macam Penyimpangan Aqidah....................................................
 E. Cara Mengatasi Penyimpangan Aqidah....................................................

BAB III PENUTUP.......................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nilai suatu ilmu ditentukan oleh kandungan ilmu tersebut. Semakin besar nilai
manfaatnya, semakin penting ilmu tersebut untuk dipelajari. Ilmu yang paling utama adalah
ilmu yang mengenalkan kita kepada Allah SWT, Sang Pencipta. Sehingga orang yang tidak
kenal Allah SWT adalah orang yang bodoh, karena tidak ada orang yang lebih bodoh dari
pada orang yang tidak mengenal penciptanya.

Allah menciptakan manusia dengan seindah-indahnya dan selengkap- lengkapnya bentuk


dibanding dengan makhluk/ciptaan yang lain. Kemudian Allah bimbing mereka dengan
mengutus para Rasul-Nya (menurut hadits yang disampaikan Abu Dzar bahwa jumlah para
Nabi sebanyak 124.000 orang, namun jumlah yang sebenarnya hanya Allah saja yang
mengetahuinya), semuanya menyerukan kepada tauhid (diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam
At Tarikhul Kabir 5/447 dan Ahmad dalam Al Musnad 5/178-179). Sementara dari jalan
sahabat Abu Umamah disebutkan bahwa jumlah para Rasul 313 (diriwayatkan oleh Ibnu
Hibban dalam Al Maurid 2085 dan Ath-Thabrani dalam Al Mu‟jamul Kabir 8/139) agar
mereka berjalan sesuai dengan kehendak Sang Pencipta melalui wahyu yang dibawa oleh
Sang Rasul. Orang yang menerima disebut mukmin, orang yang menolaknya disebut kafir
serta orang yang ragu-ragu disebut munafik yang merupakan bagian dari kekafiran.

Begitu pentingnya aqidah ini, sehingga Nabi Muhammad Saw, penutup para Nabi dan
Rasul membimbing umatnya selama 13 tahun ketika berada di Makkah dengan menekankan
masalah aqidah ini, karena aqidah adalah landasan semua tindakan, bahkan merupakan
landasan bangunan Islam. Oleh karena itu, maka para dai dan para pelurus agama dalam
setiap masa selalu memulai dakwah mereka dengan tauhid dan pelurusan aqidah sebelum
mereka mengajak kepada perintah-perintah agama yang lain. Bahkan para Nabi dan Rasul
sebelum Rasulullah juga menyerukan hal yang sama dalam dakwah-dakwah mereka kepada
umatnya. Hal ini seperti firman Allah dalam Al Quran surat An Nahl ayat 36

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan), „Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut1 itu‟,…” (QS. An Nahl: 36)

Dan surat Al A'raaf ayat 59, 65, 73 dan 85 “Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali
tak ada Tuhan bagimu selain-Nya.” (QS. Al A'raaf: 59, 65, 73, 85)

Aqidah berasal dari kata „aqd yang berarti pengikatan. „Aqd berarti juga janji, ikatan
(kesepakatan) antara dua orang yang mengadakan perjanjian. Aqidah secara definisi adalah
suatu keyakinan yang mengikat hati manusia dari segala keraguan. Aqidah dalam istilah
umum yaitu keimanan yang mantap dan hukum yang tegas, yang tidak dicampur keragu-
raguan terhadap orang yang mengimaninya. Ini adalah aqidah secara umum, tanpa
memandang aqidah tersebut benar atau salah. Aqidah secara terminology adalah sesuatu yang
mengharuskan hati membenarkannya, membuat jiwa tenang, dan menjadi kepercayaan yang
bersih dari kebimbangan dan keraguan. Aqidah menurut syara‟ berarti iman kepada Allah,
para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya dan kepada Hari Akhir, serta kepada
qadar dan qadha, baik takdir yang baik maupun yang buruk.

Aqidah tersebut dalam tubuh manusia ibarat kepalanya. Maka apabila suatu umat sudah
rusak, bagian yang harus direhabilitasi adalah aqidahnya terlebih dahulu. Di sinilah
pentingnya aqidah ini, apalagi ini menyangkut kebahagiaan dan keberhasilan dunia dan
akhirat. Aqidah merupakan kunci kita menuju surga. Aqidah juga menjadi dasar dari seluruh
hukum-hukum agama yang berada di atasnya. Aqidah Islam adalah tauhid, yaitu mengesakan
Tuhan yang diungkapkan dalam syahadat pertama. Sebagai dasar, tauhid memiliki implikasi
terhadap seluruh aspek kehidupan keagamaan seorang Muslim, baik ideologi, politik, sosial,
budaya, pendidikan dan sebagainya.

Aqidah sebagai dasar utama ajaran Islam bersumber pada Al Quran dan sunnah Rasul.
Aqidah Islam mengikat seorang Muslim sehingga ia terikat dengan segala aturan hukum
yang datang dari Islam. Oleh karena itu, menjadi seorang Muslim berarti meyakini dan
melaksanakan segala sesuatu yang diatur dalam ajaran Islam, seluruh hidupnya didasarkan
kepada ajaran Islam. Hal ini seperti yang tersebut dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 208,
yang berbunyi “Hai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam keseluruhannya
dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata
bagimu.” (QS. Al Baqarah: 208)

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian aqidah?
2. Dari mana sumber-sumber aqidah?
3. Apa saja penyebab penyimpangan dari aqidah tersebut?
4. Apa saja macam-macam penyimpangan dalam aqidah?
5. Bagaimana cara mengatasi penyimpangan aqidah tersebut?

C. Tujuan Penulisan
1. Dapat memahami maksud dari penyimpangan aqidah tersebut
2. Dapat memahami penyebab penyimpangan aqidah tersebut
3. Mengetahui cara-cara mengatasi penyimpangan dalam aqidah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Aqidah

 Aqidah Secara Etimologi

Aqidah berasal dari kata ‘aqdu yang berarti ikatan. Kalimat “Saya ber-i’tiqad begini”
maksudnya: saya mengikat hati terhadap hal tersebut.
Aqidah adalah apa yang diyakini oleh seseorang. Jika dikatakan “Dia mempunyai aqidah
yang benar” berarti aqidahnya bebas dari keraguan.Aqidah merupakan perbuatan hati, yaitu
kepercayaan hati dan pembenarannya kepada sesuatu.

 Aqidah Secara Syara’

Yaitu iman kepada Allah, para MalaikatNya, Kitab – kitabNya, para RasulNya dan
kepada Hari Akhir serta kepada qada dan qadar.Hal ini disebut juga sebagai rukun iman.
Syari’at terbagi menjadi dua: I’tiqadiyah dan amaliyah.

I’tiqadiyah adalah hal-hal yang tidak berhubungan dengan tata cara amal. Seperti i’tiqad
(kepercayaan) terhadap rububiyah Allah dan kewajiban beribadah kepadaNya, juga beri’tiqad
terhadap rukun-rukun iman yang lain. Hal ini disebut ashliyah (pokok agama).
Sedangkan amaliyah adalah segala apa yang berhubungan dengan tata cara amal. Seperti
shalat, zakat, puasa dan seluruh hukum-hukum amaliyah. Bagian ini disebut far’iyah (cabang
agama), karena ia dibangun di atas I’tiqadiyah. Benar dan rusaknya amaliyah tergantung dari
benar dan rusaknya I’tiqadiyah.
Maka aqidah yang benar adalah fundamen bagi bangunan agama serta merupakan syarat
sahnya amal. Sebagaimana firman Allah S W T : “Barang siapa mengharap
perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia
mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (Al-Kahfi: 110)
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang
sebelummu: “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan
tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (Az-Zumar: 65)
“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.Ingatlah, hanya
kepunyaan Allahlah agama yang bersih (dari syirik).” (Az-Zumar: 2-3)
Ayat-ayat di atas dan yang senada, yang jumlahnya banyak, menunjukkan bahwa segala
amal tidak diterima jika tidak bersih dari syirik. Karena itulah perhatian Nabi SAW yang
pertama kali adalah pelurusan aqidah. Dan hal pertama yang didakwahkan para rasul kepada
umatnya adalah menyembah Allah semata dan meninggalkan segala yang dituhankan selain
Dia.
Sebagaimana firman Allah Subhannahu wa Ta’ala: “Dan sesungguhnya Kami telah
mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): „Sembahlah Allah (saja), dan
jauhilah Thaghut itu (An-Nahl: 36)
Dan setiap rasul selalu mengucapkan pada awal dakwahnya: “Wahai kaumku sembahlah
Allah, sekali-kali tak ada tuhan bagimu selainNya.” (Al-A‟raf: 59, 65, 73, 85)
Pernyataan tersebut diucapkan oleh Nabi Nuh, Hud, Shalih, Syu’aib dan seluruh rasul.
Selama 13 tahun di Makkah -sesudah bits’ah- Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam mengajak
manusia kepada tauhid dan pelurusan aqidah, karena hal itu merupakan landasan bangunan
Islam. Para da’i dan para pelurus agama dalam setiap masa telah mengikuti jejak para rasul
dalam berdakwah. Sehingga mereka memulai dengan dakwah kepada tauhid dan pelurusan
aqidah, setelah itu mereka mengajak kepada seluruh perintah agama yang lain.

B. Sumber-Sumber Aqidah

Aqidah adalah tauqifiyah. Artinya, tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil syar’i, tidak
ada medan ijtihad dan berpendapat di dalamnya. Karena itulah sumber-sumbernya terbatas
kepada apa yang ada di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sebab tidak seorang pun yang
lebih mengetahui tentang Allah, tentang apa-apa yang wajib bagiNya dan apa yang harus
disucikan dariNya melainkan Allah sendiri. Dan tidak seorang pun sesudah Allah yang lebih
mengetahui tentang Allah selain Rasulullah SAW.
Oleh karena itu manhaj Salafus Shalih dan para pengikutnya dalam mengambil aqidah
terbatas pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Maka segala apa yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an
dan As-Sunnah tentang hak Allah mereka mengimaninya, meyakininya dan men-
gamalkannya. Sedangkan apa yang tidak ditunjukkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah mereka
menolak dan menafikannya dari Allah. Karena itu tidak ada pertentangan di antara mereka di
dalam i’tiqad.Bahkan aqidah mereka adalah satu dan jama’ah mereka juga satu.
a. Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah firman Allah Swt yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw dengan
perantara malaikat Jibril. Melalui al-Qur’an inilah Allah menuangkan firman-firman-Nya
berkenaan dengan konsep akidah yang benar yang harus diyakini dan dijalani secara mutlak dan
tidak boleh ditawar oleh semua umat Islam.
Di dalam al-Qur’an banyak terdapat ayat-ayat yang berisi tentang tauhid, diantaranya adalah Qs al-
Ikhlas ayat 1-4 di bawah, dan masih banyak lagi yang lain diantaranya:
1. Katakanlah.”Dialah Allah Yang Maha Esa.
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan.
4. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” (Q.S al-Ikhlas: 1-4)
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada
kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya.
Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya,
dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya”. (an-Nisa’: 136)
Dan masih banyak lagi ayat-ayat lain yang menerangkan tentang akidah jika kita mau mengkajinya
lebih dalam.
b. Al-Hadis
Hadis adalah segala ucapan, dan takrir (sikap diam) Nabi Muhammad Saw. Islam telah menegaskan
bahwa hadis menjadi sumber hukum Islam kedua (setelah Al-Qur’an), baik sumber hukum dalam
akidah maupun dalam semua persoalan hidup.
Hal ini dikarenakan semua yang disandarkan kepada Nabi adalah wahyu dari Allah, bukan sekedar
memperturutkan hawa nafsu saja. sebagaimana firman Allah Swt:
“Dan tidaklah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. ucapannya itu tiada lain
hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (Q.S an-Najm:3-4)
“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang
berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan
beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu,
maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya”  (Q.S Al-Hasyr:7)
Itulah dasar perintah mengikuti Rasulullah Saw melalui hadis-hadisnya. Adapun hadis-hadis yang
menjelaskan tentang akidah adalah sebagai berikut:
Dari Abu Hurairah Ra berkata: bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada suatu hari bersama
dengan para sahabat, lalu datang Malaikat Jibril ‘Alaihis Salam yang kemudian bertanya: Apakah
iman iyu?” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Iman adalah kamu beriman kepada
Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, pertemuan dengan-Nya, Rasul-rasul-Nya, dan
kamu beriman kepada Hari Berbangkit”. (H.R Bukhari)
C. Sebab-Sebab Penyimpangan Aqidah

Penyimpangan dari aqidah yang benar adalah kehancuran dan kesesatan.Karena aqidah
yang benar merupakan motivator utama bagi amal yang bermanfaat. Tanpa aqidah yang
benar seseorang akan menjadi mangsa bagi persangkaan dan keragu-raguan yang lama-
kelamaan mungkin menumpuk dan menghalangi dari pandangan yang benar terhadap jalan
hidup kebahagiaan, sehingga hidupnya terasa sempit lalu ia ingin terbebas dari kesempitan
tersebut dengan menyudahi hidup, sekali pun dengan bunuh diri, sebagaimana yang terjadi
pada banyak orang yang telah kehilangan hidayah aqidah yang benar.

Masyarakat yang tidak dipimpin oleh aqidah yang benar merupakan masyarakat bahimi (hewani),
tidak memiliki prinsip-prinsip hidup bahagia, sekali pun mereka bergelimang materi tetapi
terkadang justru sering menyeret mereka pada kehancuran, sebagaimana yang kita lihat pada
masyarakat jahiliyah.
Karena sesungguhnya kekayaan materi memerlukan taujih (pengarahan) dalam
penggunaannya, dan tidak ada pemberi arahan yang benar kecuali aqidah shahihah. Allah
SWT:
”Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang
shalih.” (Al-Mu’minun: 51)
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud kurnia dari Kami. (Kami
berfirman): „Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama
Daud‟, dan Kami telah melunakkan besi untuknya, (yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar
dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang saleh. Sesungguhnya Aku melihat
apa yang kamu kerjakan.” (Saba’: 10-11)
Maka kekuatan aqidah tidak boleh dipisahkan dari kekuatan madiyah (materi). Jika hal
itu dilakukan dengan menyeleweng kepada aqidah batil, maka kekuatan materi akan berubah
menjadi sarana penghancur dan alat perusak, seperti yang terjadi di negara-negara kafir yang
memiliki materi, tetapi tidak memiliki aqidah shahihah.
Sebab-sebab penyimpangan dari aqidah shahihah yang harus kita ketahui yaitu:

1. Kebodohan terhadap aqidah shahihah, karena tidak mau (enggan) mempelajari dan
mengajarkannya, atau karena kurangnya perhatian terhadapnya. Sehingga tumbuh suatu
generasi yang tidak mengenal aqidah shahihah dan juga tidak mengetahui lawan atau ke-
balikannya.Akibatnya, mereka meyakini yang haq sebagai sesuatu yang batil dan yang
batil dianggap sebagai yang haq. Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Umar RA
“Sesungguhnya ikatan simpul Islam akan pudar satu demi satu, manakala di dalam Islam terdapat
orang yang tumbuh tanpa mengenal kejahiliyahan.”

2. Ta’ashub (fanatik) kepada sesuatu yang diwarisi dari bapak dan nenek moyangnya, sekali
pun hal itu batil, dan mencampakkan apa yang menyalahinya, sekali pun hal itu benar.
Sebagaimana yang difirmankan Allah SWT: “Dan apabila dikatakan kepada mereka:
“Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami
hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”.
“(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak
mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?” (Al-Baqarah: 170)

3. Taqlid buta, dengan mengambil pendapat manusia dalam masalah aqidah tanpa
mengetahui dalilnya dan tanpa menyelidiki seberapa jauh kebenarannya. Sebagaimana
yang terjadi pada golongan-golongan seperti Mu’tazilah, Jahmiyah dan lainnya. Mereka
bertaqlid kepada orang-orang sebelum mereka dari para imam sesat, sehingga mereka
juga sesat, jauh dari aqidah shahihah.
4. Ghuluw (berlebihan) dalam mencintai para wali dan orang-orang shalih, serta
mengangkat mereka di atas derajat yang semestinya, sehingga meyakini pada diri mereka
sesuatu yang tidak mampu dilakukan kecuali oleh Allah, baik berupa mendatangkan
kemanfaatan maupun menolak kemudharatan.Juga menjadikan para wali itu sebagai
perantara antara Allah dan makhlukNya, sehingga sampai pada tingkat penyembahan
para wali tersebut dan bukan menyembah Allah. Mereka bertaqarrub kepada kuburan
para wali itu dengan hewan qurban, nadzar, do’a istighatsah dan meminta
pertolongan.Sebagaimana yang terjadi pada kaum Nabi Nuh AS terhadap orang-orang
shalih ketika mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan)
tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan
jangan pula Suwaa, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr.” [1] (Nuh: 23)Dan demikianlah yang terjadi pada
pengagung-pengagung kuburan di berbagai negeri sekarang ini.

5. Ghaflah (lalai) terhadap perenungan ayat-ayat Allah yang terhampar di jagat raya ini
(ayat-ayat kauniyah) dan ayat-ayat Allah yang tertuang dalam KitabNya (ayat-ayat
Qur’aniyah). Di samping itu, juga terbuai dengan hasil-hasil teknologi dan kebudayaan,
sampai-sampai mengira bahwa itu semua adalah hasil kreasi manusia semata, sehingga
mereka mengagung-agungkan manusia serta menisbatkan seluruh kemajuan ini kepada
jerih payah dan penemuan manusia semata.Sebagaimana kesombongan Qarun yang
mengatakan: “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.”
(Al-Qashash: 78)Dan sebagaimana perkataan orang lain yang juga sombong: “Ini adalah
hakku …” (Fushshilat: 50)”Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepinta-
ranku”. (Az-Zumar: 49)Mereka tidak berpikir dan tidak pula melihat keagungan Tuhan
yang telah menciptakan alam ini dan yang telah menimbun berbagai macam
keistimewaan di dalamnya. Juga yang telah menciptakan manusia lengkap dengan bekal
keahlian dan kemampuan guna menemukan keistimewaan-keistimewaan alam serta
mengfungsikannya demi kepentingan manusia.
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu”. (Ash-
Shaffat: 96)
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu
yang diciptakan Allah, …” (Al-A‟raf: 185)

“Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit,
kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki
untukmu, dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di
lautan dengan kehendakNya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai.
Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus
beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan Dia
telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan
kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu
menghitungnya.” (Ibrahim: 32-3
D. Macam-Macam Penyimpangan Aqidah

PENYIMPANGAN akidah itu sangat berbahaya karena seringkali tidak nampak atau sangat samar,
tidak disadari oleh pelakunya. Dia seperti penyakit ganas yang baru disadari oleh si sakit ketika
kondisi sudah parah. Jika si pelaku diberi peringatan maka ada saja alasan yang dikemukakan untuk
membela diri dengan menentang ajaran Allah dan Rasul-Nya. Di antara penyimpangan akidah
menurut Alquran dan sunah adalah sifat dan perilaku sebagai berikut,

1) Syirik dan kemusyrikan

Yaitu mempersekutukan Allah dalam beribadah kepada-Nya. Ini adalah penyimpangan yang paling
fatal karena pelakunya berdosa besar yang tidak akan diampuni Allah sampai dia bertobat dan
memperbaiki diri dengan Tauhid. Firman Allah,

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang
selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan
Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar." (QS An Nisaa: 48)

 Syirik adalah lawan dari ketauhidan sehingga menjadi musuh agama yang paling utama. Yang
tergolong pada syirik ini banyak sekali, para ulama membaginya atas dua syirik besar dan syirik
kecil (tersembunyi) yaitu riya yaitu ketika seseorang beramal tetapi ingin dilihat dan dipuji orang
lain. Di antara syirik besar adalah persetujuan terhadap akidah sesat dari agama lain seperti
mengucapkan "selamat natal" kepada kaum Nasrani atau menggunakan atribut keagamaan mereka.
Para ulama sepakat mengharamkan ucapan dan perilaku seperti itu. Biasanya di akhir Bulan
desember kemusyrikan jenis ini marak karena sebagian Kaum Muslimin yang tertipu orang-orang
nasrani ikut-ikutan merayakan natal atau tahun baru dengan berbagai alasan.

2) Kufur

Yaitu menolak ajaran Allah, Rasul, atau Islam secara keseluruhan atau pun sebagiannya. Kufur
paling rendah adalah mengingkari nikmat (pemberian) Allah seperti seseorang mengatakan,
"kesuksesan ini berkat kepandaianku". Kufur yang paling sering terjadi adalah menolak ayat-ayat
Alquran atau hadis Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam yang dirasa tidak cocok bagi
dirinya dan yang lebih parah adalah berani adalah memerangi ajaran Allah.

Sumber kekufuran adalah kebencian kepada Alquran atau Islam atau Nabi Muhammad Shallallahu
Alaihi Wa Sallam, "Dan orang-orang yang kafir, maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah
menyesatkan amal-amal mereka. Yang demikian itu adalah karena sesungguh nya mereka benci
kepada apa yang diturunkan Allah (Alquran) lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal
mereka." (QS Muhammad: 8-9)

3) Nifak atau munafik

Yaitu orang-orang yang mengaku beriman dengan lidahnya tetapi hatinya masih ingkar terhadap
ajaran Allah, Rasul dan Islam. Kemunafikan bersarang di hati orang-orang yang bekerjasama
dengan orang-orang kafir atau ikut membela kekafiran mereka baik secara sembunyi-sembunyi atau
pun terang-terangan. Kaum munafikin seperti duri dalam daging terhadap Ummat Islam karena
meski mengaku muslim mereka selalu merusak barisan Kaum Muslimin dalam perjuangan
penegakan agama.

"Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama,
mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang makruf dan mereka
menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka.
Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik. Allah mengancam orang-
orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahannam, mereka
kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka, dan Allah melaknati mereka, dan bagi mereka
azab yang kekal." (QS At Taubah: 67-68).

"Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka.
Dan apabila mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya
(dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali."
(QS Annisaa: 142)

Menurut Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam tanda-tanda kemunafikan itu ada tiga,
"Jika berkata dia dusta, jika berjanji menyalahi, dan jika diberi amanah dia berkhianat." (HR.
Muttafaq alaih)

Dalam riwayat lain disebutkan sekalipun ia berpuasa, melakukan salat dan menganggap dirinya
sebagai seorang muslim.

4) Fasik

Yaitu sifat seseorang yang mengetahui kebenaran tetapi menolaknya atau mengerti kewajiban tetapi
tidak melaksanakannya meskipun hatinya menerima kebenaran atau pun kewajiban tersebut. Kaum
fasikin ini tidak mengaplikasikan Islam dalam hidupnya sehingga hatinya menjadi keras seperti
digambarkan Allah,
"Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka
lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik." (QS Al Hasyr: 19)

"Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat
Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti
orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa
yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah
orang-orang yang fasik." (QS Aladid: 16)

5) Zalim

Yaitu mereka yang tidak menempatkan sesuatu secara tidak proporsional. Disebut juga menganiaya
diri sendiri karena mereka membuat kerugian bagi orang lain. Kezaliman ini akan dibalas Allah
meskipun kecil sehingga pelakunya meminta maaf atau membayar kerugian yang dizalimi (roddul
mazholim) atau bertobat melakukan perbaikan.

Dari Jabir Rodhiyallahu Anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam
bersabda: "Jagalah diri kalian dari berbuat zalim , karena kezaliman adalah kegelapan pada hari
kiamat. Dan jagalah kalian dari sifat kikir, karena kekikiran menyebabkan kebinasaan ummat
sebelum kalian. Sifat itulah yang menyebabkan mereka saling menumpahkan darah dan
menghalalkan hal-hal yang diharamkan bagi mereka". (HR. Muslim)

Itulah lima penyimpangan akidah yang paling sering diingatkan Allah dalam Alquran dan
diperingatkan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam. Hendaknya Kaum Muslimin
berhati-hati karena status keimanan mereka belumlah aman dari sifat-sifat di atas selama belum
bertakwa dengan sungguh-sungguh. Allah telah mengingatkan kita, "Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali
kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam." (QS Ali Imraan: 102)

D. Cara Mengatasi Penyimpangan Aqidah

Cara menanggulangi penyimpangan di atas, teringkas dalam point-point berikut ini:

1. Kembali kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah SWA untuk mengambil aqidah sahihah.
Sebagaimana para Salaf Shalih mengambil aqidah mereka dari keduanya. Tidak akan dapat
memperbaiki akhir umat ini kecuali apa yang telah memperbaiki umat pendahulunya. Juga
dengan mengkaji aqidah golongan sesat dan mengenal syubhat-syubhat mereka untuk kita
bantah dan kita waspadai, karena siapa yang tidak mengenal keburukan, ia dikhawatirkan
terperosok ke dalamnya.
2. Memberi perhatian pada pengajaran aqidah shahihah, aqidah salaf, di berbagai jenjang
pendidikan. Memberi jam pelajaran yang cukup serta mengadakan evaluasi yang ketat dalam
menyajikan materi ini. Harus ditetapkan kitab-kitab salaf yang bersih sebagai materi pelajaran.
Sedangkan kitab-kitab kelompok penyeleweng harus dijauhkan.
3. Menyebar para da’i yang meluruskan aqidah umat Islam dengan mengajarkan aqidah salaf serta
menjawab dan menolak seluruh aqidah batil.
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN

Akidah Islam adalah prinsip utama dalam pemikiran Islami yang dapat membina setiap
individu muslim sehingga memandang alam semesta dan kehidupan dengan kaca mata tauhid
dan melahirkan konotasi-konotasi valid baginya yang merefleksikan persfektif Islam
mengenai berbagai dimensi kehidupan serta menumbuhkan perasaan-perasaan yang murni
dalam dirinya. Atas dasar ini, akidah mencerminkan sebuah unsur kekuatan yang mampu
menciptakan mu’jizat dan merealisasikan kemenangan-kemenangan besar di zaman permulaan
Islam.

Akidah memiliki peranan yang besar dalam membina akhlak setiap individu muslim sesuai
dengan prinsip-prinsip agama yang pahala dan siksa disesuaikan dengannya, dan bukan hanya
sekedar wejangan yang tidak menuntut tanggung-jawab. Lain halnya dengan aliran-aliran
pemikiran hasil rekayasa manusia biasa yang memusnahkan perasaan diawasi oleh Allah
dalam setiap gerak dan rasa tanggung jawab di hadapan-Nya. Dengan demikian, musnahlah
tuntunan-tuntunan akhlak dari kehidupan manusia. Karena akhlak tanpa iman tidak akan
pernah teraktualkan dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

https://inilahbanten.co.id/detail/ini-5-jenis-penyimpangan-akidah-yang-samar/
https://www.alquran-sunnah.com/63-tauhid-1/658-3-penyimpangan-aqidah-dan-
cara-cara-penanggulangannya.html

Anda mungkin juga menyukai