Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

GARIS-GARIS BESAR AL-QUR’AN

DOSEN PENGAMPU

H. M. Syaikhul Arif, Lc., M.Sy

DISUSUN OLEH

Amalia Imanda (22.23.1017)

Elisa Tri Julia (22.23.1048)

M. Kabri Wali (22.23.1078)

Kelas: 1C

Mata Kuliah: Ulumul Qur’an

Kelompok 5

EKONOMI SYARI’AH

STAI AN- NADWAH KUALA TUNGKAL

2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT karena atas berkat-Nyalah,
makalah yang berjudul ’’Garis-Garis Besar Al-Qur’an’’ ini dapat kami
selesaikan.

Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun
demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi dan
manfaat untuk pembangunan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi
kita semua.

Kuala Tungkal, 18 September 2022

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................iii
A. Latar Belakang...........................................................................................iii
B. Rumusan Masalah......................................................................................iii
C. Tujuan........................................................................................................iii
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................1
A. Garis-Garis Besar Al-Qur’an........................................................................1
a. Akidah......................................................................................................1
1. Pengertian Akidah................................................................................1
2. Dalil Tentang Akidah...........................................................................2
3. Pembahagia Akidah..............................................................................2
b. Ibadah.......................................................................................................7
1. Pengertian Ibadah..................................................................................7
2. Dalil Tentang Ibadah.............................................................................7
3. Pembahagia Ibadah................................................................................8
c. Wa’du dan Wa’id......................................................................................10
1. Pengertian Wa’du dan Wa’id................................................................10
2. Dalil Tentang Wa’du dan Wa’id............................................................10
3. Pembahagian Wa’du dan Wa’id...........................................................10
d. Akhlak.......................................................................................................
1. Pengertian Akhlak.................................................................................13
2. Dalil Tentang Akhlak............................................................................15
3. Pembahagian Akhlak.............................................................................15
BAB III PENUTUP................................................................................................17
A. Kesimpulan................................................................................................17
B. Saran..........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................18

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an adalah kalammullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad


lewat perantara malaikat Jibril sebagai mu’jizat. Al-Qur’an adalah sumber ilmu
bagi kaum muslimin yang merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala
hal, baik akidah, ibadah, wa’du dan wa’id serta akhlak.

Mempelajari isi Al-qur’an akan menambah perbendaharaan baru, memperluas


pandangan dan pengetahuan, meningkatkan perspektif baru dan selalu menemui
hal-hal yang selalu baru. Lebih jauh lagi, kita akan lebih yakin akan keunikan
isinya yang menunjukan Maha Besarnya Allah sebagai penciptanya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian, dalil, pembahagian, dan contoh akidah

2. Apa pengertian, dalil, pembahagian, dan contoh ibadah

3. Apa pengertian, dalil, pembahagian, dan contoh wa’du dan wa’id

4. Apa pengertian, dalil, pembahagian, dan contoh akhlak

c. Tujuan

1. Memahami pengertian akidah, ibadah, wa’du dan wa’id

2. Mampu menjelaskan dalil mengenai akidah, ibadah, wa’du dan waid, serta
akhlak

3. Mengetahui pembahian serta contoh dari akidah, ibadah, wa’du wa’id dan
akhlak

iii
BAB 2

PEMBAHASAN

A. GARIS-GARIS BESAR AL-QUR’AN

a. Akidah

1. Pengertian Akidah

Secara bahasa, akidah berarti simpulan, ikatan, perjanjian atau kokoh.


Adapun secara istilah, Akidah adalah suatu pokok atau dasar keyakinan
yang harus dipegang teguh oleh orang yang mempercayainya.

Menurut Hasan al-Banna aqa’id (jama’ akidah) adalah beberapa perkara


yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman
jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-
raguan.

Dan menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy, akidah adalah sejumlah


kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia baik secara akal,
dan fitroh. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia didalam hati serta
diyakini keshahihannya dan keberadaannya secara pasti.

Sedangkan M. Syaltut menyampaikan bahwa akidah adalah pondasi


yang di atasnya dibangun hukum syariat. Syariat merupakan perwujudan
dari akidah. Oleh karena itu hukum yang kuat adalah hukum yang lahir dari
akidah yang kuat. Tidak ada akidah tanpa syariat dan tidak mungkin syariat
itu lahir jika tidak ada akidah.

Dari beberapa penjelasan diatas, dapat kita simpulkan bahwa yang


dimaksud dengan akidah adalah keyakinan didalam hati dalam memegang
teguh sebuah kepercayaan islam, dan keyakinan adalah keimanan. Jadi
antara akidah dan keimanan adalah hal yang tidak bisa dipisahkan
pengertiannya dan pembahasannya. Berbicara tentang akidah adalah
berbicara tentang keyakinan, dan berbicara tentang keyakinan adalah
berbicara tentang keimanan. Adapun pengertian dari iman adalah segala
sesuatu yang diyakini dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan kemudian
direalisasikan dengan perbuatan. 1

Dalam islam, akidah merupakan ajaran islam yang paling utama, karena
akidah membahas bagian yang mendasar dalam islam. Akidah
1
Muhammad Murodhi. 2013. Akidah Pokok dan Akidah Cabang. dalam http://muhamadmurodhi
.blogspot.co.id/2013/05/akidah-pokok-dan-akidah-cabang.html . diakses pada 31 April 2016

1
diumpamakan sebagai dasar seluruh bangunan agama Islam yang berdiri
diatasnya. Hancurnya akidah berakibat hancurnya dan runtuhnya keyakinan
terhadap agama secara keseluruhan. Oleh karena itu, pemahaman tentang
akidah dalam agama islam akan mempengaruhi kuat tidaknya iman yang
dimiliki oleh seorang muslim.

Akidah merupakan bentuk dari keimanan seseorang muslim terhadap


nilai-nilai yang menyangkut tentang keyakinan terhadap hal-hal yang ghaib
terutama keimanan kepada Allah yang menyangkut keimanan terhadap
adanya Allah, beriman terhadap Rububiyahnya Allah, beriman kepada
Uluhiyahnya Allah, dan kepada Asma‟ wa SifatNya.

Tidak hanya itu, akidah juga membahas tentang beberapa segi keimanan
yang lainnya, yaitu keimanan kepada Malaikat, kepada Kitab, kepada
Rasul, kepada Hari Akhir (Hari Kiamat), dan kepada Qada‟ dan Qadar.
Yang mana perkara ini biasanya kita sebut dengan rukun iman.

Pada dasarnya dalam memahami masalah akidah dalam islam, maka


akidah terbagi menjadi dua, yaitu akidah pokok dan akidah cabang. Dimana
kedua pembahasan tersebut akan menjadi intisari dari pembahasan yang ada
pada makalah ini, yaitu tentang akidah pokok dan akidah cabang beserta
pembagiannya.2

2. Dalil Tentang Akidah

Berikut dalil tentang akidah yang terdapat dalam Q.S Al-Ma’idah ayat 48
yang artinya:

“dan kami telah menurunkan Kitab-Kitab (Al-Qur’an) kepadamu


(Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab
yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya” (Q.S. Al-Ma’idah : 48)

3. Pembahagia Akidah

Adapun yang dimaksud dengan akidah pokok adalah 6 aspek yang


kesemuanya merupakan rukun Iman. Adapun keenam aspek tersebut adalah:
Iman kepada Allah, Iman kepada Malaikat Allah, Iman kepada Kitab-Kitab
Allah, Iman kepada Rasul-Rasul Allah, Iman kepada Hari Akhir, dan Iman
kepada Qadar.

2
Ibid. hal 90. Juga terdapat dalam, Maulana Muhammad Ali. 1977. The Reigion of Islam
“Islamologi”. Terj. CV Darul Kutubil Islamiyah. Jakarta : CV Darul Kutubil Islamiyah. hal. 171-
173.

2
Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Rasulullah dalam sebuah
hadits yang sohih mengenai perkara iman yang artinya “Bahwa engkau
beriman kepada Allah, kepada malaikat-Nya, kitab-kitabNya, rasul-rasul-Nya
dan hari akhirat. Dan juga engkau beriman kepada qadar, yang baik dan yang
buruk.” ( HR. Muslim )

Penjelasan masing-masing bagian dalam rukun iman tersebut adalah :

a. Iman Kepada Allah

Yang dimaksud dengan iman kepada Allah adalah kita meyakini dengan
sepenuh hati bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang tidak ada sekutu
baginya. Meyakini bahwa Allah adalah pencipta segala sesuatu yang ada di
alam semesta. Meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya tempat untuk
menyembah, dan meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah memiliki
nama-nama yang mewakili sifat-sifat Allah. Pada masa Rasulullah, hal
inilah yang diajarkan kepada para Sahabatnya dan tidak ada sedikitpun
perselisihan didalam hal keimanan ini, dan tidak ada perbedaan pendapat
dari para sahabat dalam mengimani Allah.

Contoh Iman Kepada Allah:

- Menjalankan ibadah shalat 5 waktu dengan tepat waktu.

- Memperbanyak amalan sunnah

- Menginfakan sebagian hartanya dijalan Allah swt

- Puasa dibulan ramadhan

- Menjalankan ibadah haji bila mampu3

b. Iman kepada Malaikat Allah

Malaikat adalah makhluk ghaib yang diciptakan oleh Allah. Allah


menciptakan mereka dari cahaya (meskipun tidak ada dalil dalam AlQur‟an
yang menyebutkan hal ini) dan Allah menjadikan mereka selalu taat dan
tunduk kepadaNya. Masing-masing diantara mereka memiliki tugas yang
Allah khususkan kepada mereka. Diantaranya adalah malaikat Jibril yang
ditugaskan Allah untuk menyampaikan wahyu kepada para Rasul. Malaikat
Israfil yang akan meniup sangkakala, dan malaikat Mika‟il yang ditugaskan
mengurusi hujan dan tumbuh-tumbuhan. Adapun makna dari beriman
3
Muhammad Muradhi. 2013. Akidah Pokok Ddan Cabang Akhlak

3
kepada malaikat adalah meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah telah
menciptakan malaikat sebagai makhluknya yang memiliki tugas-tugas
tertentu dari Allah. Dan mereka adalah makhluk yang tidak pernah
menentang Allah dan senantiasa taat dan patuh kepada Allah.

Contoh Iman Kepada Malaikat:

- Berusaha mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian.

- Selalu memohon kepada Allah agat dilapangkan di dalam kubur dan


diringankan siksa kubur.

c. Iman kepada Kitab-Kitab Allah

Maksudnya adalah kita meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah telah
menurunkan kitab-kitabnya kepada para Nabi dan RasulNya, terutama
beriman kepada AL-Qur‟an dan kepada kitab-kitab yang diturunkan
sebelumnya. Baik itu Taurat, Zabur, Injil, ataupun suhuf-suhuf lainnya yang
telah diberitakan dan dikabarkan dalam Al-Qur‟an. Sebagaimana firman
Allah, “dan kami tellah menurunkan Kitab-Kitab (Al-Qur‟an) kepadamu
(Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab
yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya” (Q.S. Al-Ma‟idah : 48).4

Contoh Iman Kepada Kitab-Kitab Allah:

- Selalu menjadikan kitab kitab-Nya sebagai pedoman atau dasar dalam


menjalani hidup didunia ini.

- Selalu mengamalkan perilaku yang baik ke keseharian sesuai yang


dicantumkan pada kitab-kitab-Nya, dan selalu menghindari perilaku yang
tidak dibenarkan.

d. Iman kepada Rasul Allah

Beriman kepada Rasul-Rasul Allah ialah meyakini bahwa Allah telah


memilih beberapa orang diantara manusia, memberikan wahyu kepada
mereka dan menjadikan mereka sebagai utusan (Rasul) untuk membimbing
manusia kejalan yang benar. Mereka diutus Allah untuk mengajarkan Tauhid,
meluruskan aqidah, membimbing cara beribadah dan memperbaiki akhlak
4
Ibid. hal 90. Juga terdapat dalam, Maulana Muhammad Ali. 1977. The Reigion of Islam
“Islamologi”. Terj. CV Darul Kutubil Islamiyah. Jakarta : CV Darul Kutubil Islamiyah. hal. 171-
173

4
manusia yang rusak. Pada hakikatnya, para Nabi dan Rasul adalah manusia
biasa seperti kita, namun mereka Allah beri keistimewaan untuk menerima
wahyu dariNya baik itu untuk disampaikan kepada umatnya ataupun tidak.

Contoh Iman Kepada Rasul Allah:

- Bersikap jujur (siddiq) tidak menyontek saat ujian. 

- Belajar dengan giat dan bersungguh sungguh agar menjadi sosok yang
cerdas seperti Rasul (Fathanah).

e. Iman kepada Hari Akhir

Sebagai seorang yagn beriman kepada Allah, merupakan kewajiban bagi


kita untuk beriman kepada hari akhir. Karena iman kepada hari akhir
merupakan salah satu rukun dalam iman, sebagaimana yang telah
disebutkan dalam hadits pada pembahasan sebelumnya, “...dan hari
akhirat. Dan juga engkau beriman kepada qadar, yang baik dan yang
buruk.” (HR. Muslim).

Mengenai hari akhir sangat banyak disebutkan dalam Al-Qu’an,


diantaranya adalah dalam surah Az-Zalzalah ayat 1-5 yang artinya :5

“Jika bumi di goncangkan dengan guncangannya (yang dahsyat) dan bumi


telah mengeluarkanbeban-beban berat (yang dikandung) nya, dan manusia
bertanya, „mengapa bumi jadi begini.? Pada hari itu bumi menceritakan
beritanya, karena sesunggunya Tuhanmu telah memerintahkan (yang
sedemikian itu) kepadanya. (QS al-Zalzalah: 1-5)”.

Hal tentang adanya hari akhir atau hari kiamat dan segala yang terjadi
tentang kerusakan alam ini, telah di beritakan oleh rasulullah SAW dengan
riwayat mutawatir tentang kebangkitan dari dalam kubur, pengumpulan di
padang mahsyar, pemeriksaan dan hari pembalasanm. Maka Allah memberi
keputusan tentang perbuatan hambaNya, lalu ada yang masuk neraka
selama-lamanya dan tidak keluar daripadanya, ada yang masuk kemudian
keluar dari neraka, dan ada yang masuk surga dan kekal, yaitu orang-orang
mukmin yang benar-benar beriman kepada Allah. Adapun waktu dan tanda-
tanda hanya Allah SWT yang tahu kapan akan terjadinya hari akhir
tersebut.

“mereka bertanya kepadamu tentang hari kiamat, “kapankah terjadinya?”


katakanlah, “ sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu ada pada sisi

5
7 Muhammad Murodhi. 2013. Akidah Pokok dan Akidah Cabang.

5
Tuhanku. Tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya
selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di
langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepada kalian melainkan
dengan tiba-tiba” mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-
benar mengetahinya. Katalkanlah, “sesungguhnya pengetahuan tentang
hari kiamat itu ada di sisi Allah namun kebanyakan manusia tidak
mengetahuinya.” (QS al-A‟raf: 187)”

Contoh Iman Kepada Hari Kiamat:

Orang yang beriman kepada hari akhir akan senantiasi rajin beribadah
untuk mempersiapkan bekal kehidupan di akhirat. Ia senantiasa berhati-hati
dalam sikap dan tindakannya karena ia yakin bahwa setiap perbuatannya
akan mendapat balasan yang setimpal.6

f. Iman kepada Qadar

Beriman kepada takdir artinya seseorang mempercayai dan meyakini bahwa


Allah SWT. Tidak menjadikan segala makhluk dengan Kudrat dan Iradat-
Nya dan dengan segala hikmah-Nya. “Sesungguhnya Kami menciptakan
segala sesuatu menurut ukurannya.” (Q.S.AlQamar : 49) Beriman kepada
takdir bagi setiap orang muslim bukan dimaksudkan untuk menjadikan
manusia lemah, pasif, statis atau menyerah tanpa usaha. Bahkan dengan
beriman kepada takdir mengharuskna manusia untuk bangkit dan berusaha
keras demi mencapai takdir yang sesuai kehendak yang diinginkan.

Contoh Iman Kepada Takdir:

- Perilaku seseorang yang sabar dan tabah pada saat ada kerabat atau
keluarga yang meninggal dunia.

- Seseorang yang selalu bertawakal kepada Allah atas semua hal yang Allah
berikan kepadanya.7

6
Muhammad Murodhi. 2013. Akidah Pokok dan Akidah Cabang. dalam
http://muhamadmurodhi .blogspot.co.id/2013/05/akidah-pokok-dan-akidah-cabang.html . diakses
pada 31 April 2016
7
Muhammad Murodhi. 2013. Akidah Pokok dan Akidah Cabang. dalam
http://muhamadmurodhi .blogspot.co.id/2013/05/akidah-pokok-dan-akidah-cabang.html . diakses
pada 31 April 2016

6
b. Ibadah

1. Pengertian Ibadah

Kata Ibadah berasal dari bahasa arab: ‘ibadah-ya’budu-abda’. yang secara


etimologi berarti: tunduk, patuh, merendahkan diri, dan hina, artinya menurut
Yusuf Qarḑawy tunduk, patuh dan merendahkan diri dihadapan yang Maha
Kuasa. Dengan demikian pemakaian bahasa arab " ’ibadah " itu lebih
ditunjukan kepada Allah, sementara " abda’ " lebih ditujukan kepada selain
Allah. Identik dengan pengertian Ibadah tersebut Hasbi As-Shiddiqi
mengartikan Ibadah itu dengan: ța’at, menurut, mengikut, tunduk dan juga
berarti do’a.

Ulama Tasawuf mendefinisikan Ibadah ini dengan membaginya kepada


tiga bentuk sebagai berikut:

Pertama: Ibadah kepada Allah karena sangat mengharap pahalanya atau karena
takut akan siksanya.

Kedua: Ibadah kepada Allah karena memandang bahwa ibadah itu merupakan
perbuatan mulia, dan dilakukan oleh orang yang mulia jiwanya.

Ketiga: Ibadah kepada Allah karena memandang bahwa Allah berhak


disembah, tanpa memperhatikan apa yang akan diterima atau yang akan
diperoleh.

Rumusan pengertian Ibadah secara umum tersebut, men-cakup segala


bentuk hukum, baik yang dapat dipahami makna-nya maupun tidak dapat
dipahami maknanya seperti țaharah, şalat, baik yang berhubungan dengan
badan seperti ruku’, maupun yang berhubungan dengan lidah seperti zikir,
bahkan yang berhubungan dengan hati seperti niat.

2. Dalil Tentang Ibadah

Adapun dalil tentang ibadah terdapat dalam Q.S Adz-Dzariyat ayat 56


yang artinya:

“Dan aku tidak menciptakan Jin dan Manusia, melain- kan agar mereka
beribadah kepadaku (menyembahku)” (Q.S Adz-Dzariyat[51]: 56).8

8
Rahman Ritonga, dkk, Fiqh Ibadah, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1997, h. 06

7
3. Pembagian Ibadah

Macam-macam ibadah ditentukan oleh dasar pembagiannya, ditinjau dari


ruang lingkupnya dibagi menjadi 2 macam:

1). Ibadah khassah: yaitu ibadah yang ketentuan dan cara pelaksanaanya telah
ditetapkan oleh naş, seperti: shalat, zakat, puasa, haji, dan lain sebagainya.

2). Ibadah amah: yaitu semua pernyataan dan perbuatan yang baik, dilakukan
dengan niat yang baik, semata-mata karena Allah (ikhlas), seperti: makan,
minum, bekerja, berbuat kebaikan kepada orang lain dan sebagainya.

Dilihat dari segi bentuk dan sifatnya dibagi menjadi 4 macam:

1). Ibadah yang berupa perkataan atau berupa ucapan lidah, seperti: tasbih,
takbir, tahlil, do’a, tadarus Al-qur’an, menyahuti orang yang sedang bersin,
azan, istiqamah dan lain sebagainya.

2). Ibadah yang berupa perbutan yang tidak ditentukan bentuknya, seperti:
menolong orang yang tenggelam, jatuh, menyelenggarakan pengurusan
janazah, membela diri dari gangguan orang lain, dan sebagainya.

3). Ibadah yang dalam pelaksanaannya berupa menahan diri, seperti: puasa,
I’tikaf (menahan diri dari jima’) dan bermubasyarah (bergaul dengan istri),
wuquf di Arafah, Ihram, menahan diri untuk menggunting rambut dan kuku
ketika haji.

4). Ibadah yang bersifat menggugurkan hak, seperti: membe- baskan orang
yang berhutang dari hutangnya, memaafkan kesalahan dari orang yang
bersalah.

Dilihat dari segi waktunya, keadaannya, Hasbi As-Siddiqie membagi kepada


36 macam dan dibuku ini hanya tertulis 11 macam:

1). Muadda’ yaitu ibadah yang dikerjakan dalam waktu yang telah ditetapkan
oleh syara’. Seperti melaksanakan shalat 5 waktu yang masih dalam batas
waktu yang ditetapkan, sehingga şalatnya disebut ada’.

2). Muhaddad, yaitu ibadah yang dibatasi kadarnya oleh syara’ seperti shalat
fardhu, zakat.9

3). Maqdi, yaitu ibadah yang dikerjakan setelah melampaui batas waktu yang
ditetapkan oleh syara’: Ibadah ini merupakan pengganti dari ibadah yang

9
Ditbin Perta, Op Cit, h. 4-5. Hasbi As-Siddiqie, Op Cit, h. 22-30

8
tertinggal, baik dengan sengaja atau tidak, seperti tertinggal karena sakit,
dalam perjalanan dan tertidur; Pelaksanaan ibadah ini disebut qaḑa’.

4). Mu’ad, yaitu ibadah yang dikerjakan dengan diulangi sekali lagi dalam
waktunya untuk menambah kesempurnaan, misalnya melaksanakan shalat
secara berjama’ah dalam waktunya setelah melaksanakannya secara munfarid/
sen-dirian pada waktu yang sama.

5). Muțlaq, yaitu ibadah yang sama sekali tidak dikaitkan waktunya oleh
syara’ dengan suatu waktu yang terbatas, seperti membayar kaffarat, sebagai
hukuman bagi yang melanggar sumpah.

6). Muwaqqat, yaitu ibadah yang dikaitkan oleh syara’ dengan waktu tertentu
dan terbatas, seperti shalat lima waktu, bahkan termasuk puasa di bulan
Ramadhan.

7). Muwassa’, yaitu ibadah yang lebih luas waktunya dari waktu yang
diperlukan untuk melaksanakan kewajiban yang di- tuntut pada waktu itu,
seperti shalat lima waktu. Artinya seseorang diberikan hak mengerjakan
şalatnya diawal waktu, dipertengahan dan diakhirnya, asalkan setelah selesai
di-kerjakan belum berakhir waktunya.

8). Mudayyaq, yaitu ibadah yang waktunya sebanyak dan atau sepanjang yang
dipardukan dalam waktu itu, seperti puasa. Dalam bulan ramaḑan, hanya
dikhususkan untuk puasa wajib dan tidak boleh dikerjakan puasa yang lain
pada waktu itu.

9). Mu’ayyan, yaitu seperti ibadah tertentu yang dituntut oleh syara’ seperti
kewajiban atas perintah shalat, sehingga tidak boleh diganti dengan ibadah lain
sebagai alternatif pilihan-nya10.

10). Ghairu muhaddad, yaitu ibadah yang tidak dibatasi kadarnya oleh syara’,
seperti mengeluarkan harta dijalan Allah, memberi makan orang musafir.

11). Mukhayyar, yaitu ibadah yang boleh dipilih salah satu dari yang
diperintahkan. Seperti kebolehan memilih antara beristinja’ dengan air atau
dengan batu.

10
Ditbin Perta, Op Cit, h. 4-5
Hasbi As-Siddiqie, Op Cit, h. 22-30

9
C. Wa’du dan Wa’id

1. Pengertian Wa’du dan Wa’id

Wa’du yaitu nash (Alquran dan as-sunnah) yang mengandung janji Allah
SWT kepada orang yang taat dengan ganjaran yang baik pahala dan surge,
adapun yang dimaksud dengan Wa’id yaitu nash yang terdapat padanya
Ancaman bagi orang-orang yang berbuat maksiat dengan azab dan siksaan
yang Pedih.

2. Dalil Tentang Wa’du dan Wa’id

Adapun dalil tentang Wa’du dan Wa’id terdapat dalam Q.S An-Nisaa ayat
48 berikut yang artinya:

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena


mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain
(syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki.Barangsiapa mempersekutukan
Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar.” (Q.S An-Nisaa:48)

3. Pembagian Wa’du dan Wa’id

Banyak lafal kalimat yang digunakan Allah untuk memberikan janji-janji


berupa kabar kebahagiaan ataupun kabar ancaman dalam al-Qur’an
diantaranya:

a. Kalimat-kalimat janji

1). Kalimat Janji berupa kebahagiaan, seperti firman Allah SWT yang artinya:

“ Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan


berbuat kebajikan, bahwa untuk mereka (disediakan) surga-surga yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai.” (Q.S Al-Baqarah:25).

2). Kalimat janji, diselamatkan dari azab pada surat Al-Shaff ayat 10 yang
artinya:11

“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu


perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari adzab yang pedih. Engkau
beriman kepada Allah dan Rasulnya dan berjihad di jalan Allah dengan harta
11
Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsar,iAl-Wajiz fii Aqidatis Salafish Shalih., Maktabah al
ghuraba, cet 10 th 1435 Hal 125.

10
dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya.” (Q.S
Al-Shaff:10)

3). Kalimat janji berupa ampunan dan rahmat, seperti dalam Q.S Al-Baqarah
ayat 155-157 yang artinya:

“(155) Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah
kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (156) (yaitu) orang-orang
yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata "Innā lillāhi wa innā ilaihi
rāji'ūn"  (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali).
(157) Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya,
dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”(Q.S Al-
Baqarah:155-157).

4). Kalimat janji berupa keberkahan, seperti dalam Q.S Al-A’raf ayat 96 yang
artinya:

“Maka apakah penduduk negeri itu merasa aman dari siksaan Kami yang
datang malam hari ketika mereka sedang tidur?”(Q.S Al-A’raf:96)

5. Kalimat janji berupa pertolongan, seperti dalam Q.S Ar-Rum ayat 47 yang
artinya:

“Dan sungguh, Kami telah mengutus sebelum engkau (Muhammad) beberapa


orang rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa
keterangan-keterangan (yang cukup), lalu Kami melakukan pembalasa
terhadap orang-orang yang berdosa. Dan merupakan hak Kami untuk
menolong orang-orang yang beriman.”(Q.S Ar-Rum:47).12

b. Kalimat-Kalimat Ancaman

12
Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsar,iAl-Wajiz fii Aqidatis Salafish Shalih., Maktabah al
ghuraba, cet 10 th 1435 Hal 125.

11
1). Kalimat berupa api neraka, seperti dalam Q.S Al-Baqarah ayat 24 yang
artinya:

“Jika kamu tidak mampu membuatnya, dan (pasti) tidak akan mampu, maka
takutlah kamu akan api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu yang
disediakan bagi orang-orang kafir.”(Q.S Al-Baqarah:24).

2). Kalimat berupa kecelakaan dan kebinasan, sepeerti dalam Q.S Al-Mutaffifin
ayat 1 yang artinya:

“Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan


menimbang)!”(Q.S Al-Mutaffifin:1)

3). Kalimat ancaman berupa la’nat, seperti dalam Q.S Al-Shad ayat 77-78 yang
artinya:

“Karena kedurhakaan Iblis yang enggan menaati perintah Allah, maka Allah
mengusir Iblis dari surga, dan menjadikannya sebagai makhluk yang terkutuk.
Kutukan itu tetap berlaku sampai hari Kiamat, yaitu hari pembalasan terhadap
semua perbuatan manusia.”(Q.S Al-Shad:77-78)

4). Kalimat ancaman berupa tidak mendapat ampunan, sebagaimana dalam Q.S
An-Nisa ayat 48 yang artinya:

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-


Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa
yang Dia kehendaki. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, dia
telah berbuat dosa yang besar.”(Q.S An-Nisa:48)

5). Kalimat ancaman berupa penghapusan pahala kebaikan yang


dikerjakan,seperti dalam Q.S. Al-Zumar ayat 65 yang artinya:

 “Dan sungguh, telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang


sebelummu, “Sungguh, jika engkau mempersekutukan (Allah), niscaya akan
hapuslah amalmu dan tentulah engkau termasuk orang yang rugi.”(Q.S Al-
Zumar:65)13

D. Akhlak

1. Pengertian Akhlak
13
Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsar,iAl-Wajiz fii Aqidatis Salafish Shalih., Maktabah al
ghuraba, cet 10 th 1435 Hal 125.

12
Akhlak adalah perilaku seseorang yang sudah menjadi kebiasaannya, dan
kebiasaan atau tabiat tersebut selalu terjelma dalam perbuatannya secara lahir.
Pada umumnya sifat atau perbuatan yang lahir tersebut akan memengaruhi batin
seseorang. Akhlak juga dapat dipahami sebagai prinsip dan landasan atau metode
yang ditentukan oleh wahyu untuk mengatur seluruh perilaku atau hubungan
antara seseorang dengan orang lain sehingga tujuan kewujudannya di dunia dapat
dicapai dengan sempurna.

Akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu bentuk jamak dari kata "khuluqun"
yang artinya tabiat, budi perkerti, "al-ʹaadat " yang artinya kebiasaan, "al-
muruu’ah" yang artinya peradaban yang baik, dan "ad-dīn" yang berarti agama.
Akhlak merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa seseorang yang berakibat
timbulnya berbagai perbuatan secara spontan tanpa disertai pertimbangan Dari
berbagai pengertian tentang akhlak, maka dapat ditarik sebuah benang merah
bahwa akhlak adalah sifat dasar manusia yang dibawa sejak lahir dan tertanam
dalam dirinya. Dikarenakan akhlak berasal dari dalam diri seseorang secara
spontan maka aktualisasinya adalah timbulnya akhlak mulia dan akhlak buruk.
Akhlak mulia atau dalam Islam disebut "al-akhlaaq" "al-kariimah" terlihat pada
berbagai perbuatan yang benar, terpuji, serta mendatangkan manfaat bagi dirinya
dan lingkungannya. Sedangkan akhlak tercela atau dalam Islam disebut "al-
akhlaaq" "al-madz-muumah" yang terlahir karena dorongan nafsu tercermin dari
berbagai perbuatan buruk, rusak, dan merugikan dirinya sendiri maupun
lingkungannya. Aqidah dan akhlak sangat erat kaitannya. Aqidah yang kuat dan
benar tercermin dari akhak terpuji yang ia miliki, dan sebaliknya.

Secara terminologi ada beberapa defenisi tentang akhlak. Diantaranya:

Imam Al-Ghazali

Akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir
berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu kepada pikiran dan
pertimbanagan. Jika sikap itu yang darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji,
baik dari segi akal dan syara‘.14

Akhlak adalah sifat - sifat seseorang, sehingga dia dapat berhubungan dengan
orang lain. Akhlak ada yang terpuji dan ada yang tercelah.

Menurut Ibrahim Anis

14
Muhammad Murodhi. 2013. Akidah Pokok dan Akidah Cabang. dalam http://muhamadmurodhi
.blogspot.co.id/2013/05/akidah-pokok-dan-akidah-cabang.html . diakses pada 31 April 2016), hal
6-7.

13
Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-
macam perbuatan, baik atau buruk tanpa membutuhkan pemikiran dan
pertimbangan.

Jika diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa seluruh definisi akhlak


sebagaimana tersebut di atas tidak ada yang saling bertentangan, melainkan
saling melengkapi, yaitu sifat yang tertanam kuat dalam jiwa yang nampak dalam
perbuatan yang dilakukan dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran lagi dan
sudah menjadi Kebiasaan.

Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam menjabarkan


akhlak universal diperlukan bantuan pemikiran akal manusia dan kesempatan
social yang terkandung dalam ajaran etika dan moral. Menghormati kedua orang
tua misalnya adalah akhlak yang bersifat mutlak dan universal. Sedangkan
bagaimana bentuk dan cara menghormati orang tua itu dapat dimanifestasikan
oleh hasil pemikiran manusia. Jadi, akhlak Islam bersifat mengarahkan,
membimbing, mendorong, membangun peradaban manusia dan mengobati bagi
penyakit social dari jiwa dan mental, serta tujuan berakhlak yang baik untuk
mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sesungguhnya para ahli dan para
pemimpin masyarakat ketika melihat dan mengamati dengan baik dari segala
bentuk kerusakan dan kebinasaan yang terjadi di tengah–tengah masyarakat yang
pada umumnya berkesimpulan bahwa segala bentuk kerusakan yang telah terjadi
di atas permuakaan bumi ini dan di tengah masyarakat adalah berpangkal dari
rusaknya akhlak manusi tersebut.15

b. Pembahagian dan Dalil Tentang Akhlak

a. Sifat Sifat Terpuji

15
Haqqiy Ahmad Mu‘adz. 2003. Berhias dengan 40 Akhlakul Karimah. Malang: Cahaya Tauhid
Press. Ilyas Yunahar. 2011. Kuliah Akhlak. Yogyakarta:LPPI-UMY.

14
1). Sabar artinya tabah atau cekal menghadapi sesuatu ujian yang menduka
citakan. Salah satu ayat dalam Al-Qur'an yang menerangkan tentang sabar
yaitu ,

Surat Al-Baqarah ayat 153 yang artinya :

"Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai


penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar."
(Q.S.Al-Baqarah : 153)

2). Syukur artinya menyedari bahawa semua nikmat yang diperolehinya baik
yang lahir maupun batin semuanya adalah dari Allah dan merasa gembira
dengan nikmat itu serta bertanggungjawab kepada Allah.Salah satu ayat
dalam Al-Qur'an yang menerangkan tentang syukur yaitu ,Surat Ibrahim ayat
5 yang artinya :

"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa ayat-ayat


Kami, (dan Kami perintahkan kepadanya) "Keluarkanlah kaummu dari
gelap gulita kepada cahaya terang benderang dan ingatkanlah mereka
kepada hari-hari Allah. Sesunguhnya pada yang demikian itu terdapat
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak
bersyukur." (Q.S.Ibrahim : 5)

3). Kerja Keras artinya bekerja dengan sungguh-sungguh untuk mencapai


tujuan atau prestasi kemudian disertai dengan berserah diri (tawakkal)
kepada Allah SWT baik untuk kepentingan dunia dan akhirat. Salah satu
ayat dalam Al-Qur'an yang menerangkan tentang kerja keras yaitu, Surat At-
Taubah ayat 105 yang artinya :

"Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta


orang-orang mu'min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan
dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang
nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan."
(Q.S.At-Taubah : 105)16

16
Al-qur’an dan Terjemahnya Dapartemen Agama Republik Indonesia.

15
b. Sifat-Sifat Tercela

1). Fitnah artinya komunikasi kepada satu orang atau lebih yang bertujuan
untuk memberikan stigma negatif atas suatu peristiwa yang dilakukan oleh
pihak lain berdasarkan atas fakta palsu yang dapat mempengaruhi
penghormatan, wibawa, atau reputasi seseorang. Salah satu ayat dalam Al-
Qur'an yang menerangkan tentang fitnah yaitu, Surat Al-Ahzabf ayat 14 yang
artinya :

"Kalau (Yatsrib) diserang dari segala penjuru, kemudian diminta kepada


mereka supaya murtad, niscaya mereka mengerjakannya; dan mereka tiada
akan bertangguh untuk murtad itu melainkan dalam waktu yang singkat."
(Q.S.Al-Ahzab : 14)

2). Munafik artinya orang yang menymbunyikan kekafirannya. Salah satu ayat
dalam Al-Qur'an yang menerangkan tentang munafik yaitu:

"Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami


mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah".Dan Allah
mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah
mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang
pendusta." (Q.S.Al-Munaafiquun : 1)

3). Hasad artinya dengki akan nikmat yang ada pada orang lain serta suka jika
orang itu susah. Salah satu ayat dalam Al-Qur'an yang menerangkan tentang
hasad yaitu ,Surat Al-Isra' ayat 62 yang artinya :

"Dia (iblis) berkata: "Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau


muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku
sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya,
kecuali sebahagian kecil"." (Q.S.Al-Isra' : 62).17

BAB 3

PENUTUP

17
ariq Gasim Anuz, Bengkel Akhlak 2011, Hal 50.
Prof.Dr.H.Syarifuddin Ondeng, M.Ag. Akidah Akhlak 2007, Hal 2-3.

16
A. Kesimpulan

Al-Qur’an adalah firman Allah yang bersifat mu’jizat yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad melalui perantara malaikat Jibril, yang dimulai surah Al-
Fatihah dan diakhiri surah An-Nas, yang dinukil dengan jalan mutawatir dan
yang membacanya merupakan ibadah.

Di dalam surat-surat dan ayat-ayat Al-quran terkandung kandungan yang


dapat kita bagi menjadi beberapa hal pokok atau hal utama, yaitu sebagaimana
Akidah, Ibadah, Wa’du dan Wa’id, serta Akhlak.

B. Saran

Sebagai penyusun, penulis merasa masih ada kekurangan dalam pembuatan


makalah ini. Oleh karena itu, saya mohon kritik dan saran dari pembaca. Agar
penulis dapat memperbaiki makalah yang selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

17
Muhammad Murodhi. 2013. Akidah Pokok dan Akidah Cabang. dalam
http://muhamadmurodhi

Ibid. hal 90. Juga terdapat dalam, Maulana Muhammad Ali. 1977. The Reigion of
Islam “Islamologi”. Terj. CV Darul Kutubil Islamiyah. Jakarta : CV
Darul Kutubil Islamiyah. hal. 171- 173.

Rahman Ritonga, dkk, Fiqh Ibadah, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1997, h. 06

Ditbin Perta, Op Cit, h. 4-5. Hasbi As-Siddiqie, Op Cit, h. 22-30

Hasbi As-Siddiqie, Op Cit, h. 22-30

Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsar,iAl-Wajiz fii Aqidatis Salafish Shalih.,


Maktabah al ghuraba, cet 10 th 1435 Hal 125

Haqqiy Ahmad Mu‘adz. 2003. Berhias dengan 40 Akhlakul Karimah. Malang:


Cahaya Tauhid Press. Ilyas Yunahar. 2011. Kuliah Akhlak.
Yogyakarta:LPPI-UMY.

Al-Qur’an dan Terjemahnya Dapartemen Agama Republik Indonesia

ariq Gasim Anuz, Bengkel Akhlak 2011, Hal 50.

Prof.Dr.H.Syarifuddin Ondeng, M.Ag. Akidah Akhlak 2007, Hal 2-3.

18

Anda mungkin juga menyukai