Anda di halaman 1dari 31

AL-ISLAM KEMUHAMMADIYAAN

“AQIDAH TAUHID”
(Oleh dosen pengampu Dr.Amirah, S.ag.,M. Si)

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
AK21 B

ASRAN (105731104621)
SRIWAHYUNI (105731105521)
PRATIWI SAGITA PUTRI (105731106221)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PRODI AKUNTANSI
2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Syukur Alhamdulillah, segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT. karena berkat
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Shalawat dan salam penulis sanjungkan ke pangkuan Nabi Besar Muhammad SAW. Tak
lupa, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen mata kuliah Al-Islam
Kemuhammadiyaan yang telah membimbing penulis dalam perkuliahan.
Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas pada mata kuliah Al-Islam
Kemuhammadiyaan, yang membahas tentang “Aqidah Tauhid”.
Penulis berharap agar makalah dapat bermanfaat bagi pembaca. penulis menyadari
bahwa sebagai manusia tidak luput dari kekurangan, kiranya makalah ini bisa diterima oleh
pembaca. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
menjadikan makalah ini agar lebih baik.

Penulis

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... ii


DAFTAR ISI................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 2
1.3 Tujuan .................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................ 3


A. Definisi Aqidah Tauhid........................................................................................ 3
B. Kedudukan Aqidah .............................................................................................. 5
C. Pembagian Aqidah Tauhid ................................................................................... 8
D. Hakikat dan Inti Tauhid ....................................................................................... 11
E. Keutamaan Tauhid ............................................................................................... 11
F. Perkembangan Aqidah ......................................................................................... 18

BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 26

Kesimpulan ...................................................................................................................... 26

Saran ................................................................................................................................ 27

Daftar Pustaka .................................................................................................................. 28

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Aqidah berasal dari kata bahasa Arab yaitu “aqad”, yang artinya perjanjian,
bisa juga berarti ikatan. Sedangkan Tauhid merupakan istilah Islam yang artinya
ilmu yang menetapkan keyakinan-keyakinan yang diambil dari dalil-dalil yang
meyakinkan, yaitu menunggalkan Allah sebagai Rabb (Pencipta dan
Pengatur),Malik (Penguasa) dan Ilah yang disembah, ditaati dan dicintai serta
membenarkan ke-Wahdaniyat-an(keesaan)-Nya dalam Dzat, Sifat dan Af'al. Lawan
kata dari tauhid adalah syirik, yang artinya menyekutukan (menduakan, men-
tigakan, dst) Allah sebagai Rabb,Malik dan Ilah atau menolak ke-Wahdaniyat-an-
Nya dalam Dzat, Sifat dan Af'al.

Aqidah tauhid merupakan dasar keyakinan seorang muslim yang berfungsi


sebagai syarat diterimanya ibadah kepada Allah SWT. Dalam Islam, syarat
diterimanya ibadah kepada Allah ada 3, yaitu:

1. Mabda (dasarnya) adalah aqidah tauhid

2. Manhaj (metodenya) adalah syariat Nabi Muhammad

3. Ghoyah (tujuannya) adalah mendapatkan ridlo di dunia dan diakhirat

Aqidah tauhid sebagai syarat diterimanya ibadah berarti walaupun metode


dan tujuannya benar tetapi tidak dilandasi aqidah tauhid maka ibadahnya sia-sia.
Hanya amal yang dilandasi dengan tauhidullah, menurut tuntunan Islam, yang akan
menghantarkan manusia kepada kehidupan yang baik dan kebahagiaan yang hakiki
di alam akhirat nanti.

Karena aqidah tauhid merupakan keterikatan seorang manusia kepada Allah


SWT yang lahir dari perjanjian yang kokoh dan kuat, tidak main-main dan
diazamkan, yang menuntut untuk dipenuhi, dipelihara dan hanya ditujukan kepada
Allah sajalah, maka sumber ilmu aqidah harus berasal dari Allah.

1.2 Rumusan Masalah

1
a. Apa Definisi Aqidah Tauhid?
b. Apa Kedudukan Aqidah?
c. Ada Berapa Pembagian Aqidah Tauhid?
d. Apa Hakikat dan Inti Tauhid?
e. Apa Keutamaan Tauhid?
f. Bagaimana Perkembangan Aqidah?

1.3 Tujuan

a. Untuk Mengetahui Definisi Aqidah Tauhid


b. Untuk Mengetahui Kedudukan Aqidah
c. Untuk Mengetahui Pembagian Aqidah Tauhid
d. Untuk Mengetahui Hakikat dan Inti Tauhid
e. Untuk Mengetahui Keutamaan Tauhid
f. Untuk Mengetahui Perkembangan Aqidah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI AQIDAH TAUHID

 DEFINISI AKIDAH

Secara bahasa akidah berasal dari bahasa Arab ‫(عقيذة‬Aqidah) ‫عقذ يعقذ عقذا‬
artinya buhul/tali. Tali yang mengikat sesuatu di dalam hati. Sesuatu itu adalah
kebenaran yang kita yakini yang bersumber dari kitabullah (Alquran) dan Sunnah
Rasulullah SAW, yakni dinul-Islam.

Meyakini sepenuh hati, maksudnya kebenaran dinul Islam harus mengakar


dan menancap kuat dalam hati sanubari kita, mendarah daging. Tidak boleh ada
kebimbangan dan keraguan sedikitpun tentang kebenaran Islam (keesaan Allah
SWT, kerasulan Muhammad SAW. dsb). Mengucapkan dengan lisan, maksudnya
mengucapkan dua kalimah syahadat, ‫ اشهذ اُ ال اى هلل ااشهذ اُ ادمحا سوله هلل‬sebagai
perwujudan isi hati yang tersembunyi. Selanjutnya yang dimaksud mengamalkan
melalui gerak anggota tubuh, yaitu mewujudkan iman dalam kehidupan keseharian,
dalam perbuatan nyata. Ungkapan lisan dan tindakan nyata harus sejalan dengan
keyakinan hati karena keduanya merupakan pembuktian iman yang ada dalam hati
seseorang.

Paman Nabi SAW, Abu Thalib meskipun sudah meyakini kebenaran ajaran
Rasulullah SAW dan membela dakwah Islam, beliau masih digolongkan kafir
karena tidak mau mengucapkan dua kalimah syahadat. Keengganannya
mengucapkan dua kalimah syahadat karena takut dicerca atau di-bully oleh tokoh
kafir Kuraisy. Hal mana terungkap dalam syair beliau:

"Sungguh aku tahu bahwa agama Muhammad sebaik baik agama bagi
manusia.Sekiranya bukan karena cercaan atau khawatir dibully, Sungguh aku
berlapang dada menerimanya." (Tafsir Ibnu adil, juz 1, hal. 80)

Karena beliau kafir, maka kelak akan mendapat siksa neraka yang paling
ringan sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

"Dari Ibnu Abbas RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Penduduk neraka yang
paling ringan siksanya adalah Abu Thalib, ia memakai dua sandal neraka yang
cukup mendidihkan otaknya," (HR. Muslim).

3
Demikian pula orang yang percaya bahwa yang menciptakan langit dan bumi
adalah Allah SWT, namun dia tidak mau menerima hukum Allah, enggan
melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya,maka sebenarnya dia masih
digolongkan kafir.Selanjutnya hal-hal yang harus kita yakini oleh para ulama
dikelompokkan dalam rukun iman.

 DEFINISI TAUHID

Secara Etimologi Tauhid, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata tauhid
merupakan kata benda yang berarti keesaan Allah; kuat kepercayaan bahwa Allah
hanya satu. Perkataan tauhid berasal dari bahasa Arab, masdar dari kata Wahhada
(‫ )احذ‬Yuwahhidu (‫يلحذ‬.)Tauhidan (‫حلحذا‬.)

Secara etimologis, tauhid berarti keesaan. Maksudnya, keyakinan bahwa


Allah SWT adalah Esa, Tunggal, satu. Pengertian ini sejalan dengan pengertian
tauhid yang digunakan dalam bahasa Indonesia, yaitu “keesaan Allah”;
mentauhidkan berarti “mengakui akan keesaan Allah mengeesakan Allah”. Jubaran
Mas‟ud menulis bahwa tauhid bermakna “beriman kepada Allah, Tuhan yang Esa”,
juga sering disamakan dengan “tiada Tuhan Selain Allah”. Fuad Iframi Al-Bustani
juga menulis hal yang sama. Menurutnya tauhid adalah Keyakinan bahwa Allah itu
bersifat “Esa”.

Jadi tauhid berasal dari kata “wahhada” (‫“ )احذ‬yuwahhidu” (‫“ )يلحذ‬
Tauhidan” (‫ )حلحيذا‬,yang berarti mengesakan Allah SWT. Menurut Syeikh
Muhammad Abduh tauhid ialah : suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah,
sifat-sifat yang wajib tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya,
dan tentang sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan pada-Nya.Juga
membahas tentang rasul-rasul Allah, meyakinkan kerasulan mereka, apa yang boleh
dihubungkan (dinisbatkan) kepada mereka, dan apa yang terlarang
menghubungkannya kepada diri mereka.Dalam konsepnya tentang Tauhid, Al-
Qusyairi membagi Tauhid dalam tiga kategori :

Pertama, Tauhid Allah untuk Allah, yakni mengetahui bahwa Allah itu Esa.

Kedua, mengesakan Allah untuk makhluk, yaitu keputusan Allah bahwa


seorang hamba adalah yang mengesakan-Nya dan Allah menciptakannya sebagai
hamba yang mempunyai tauhid.

4
Ketiga Tauhid makhluk untuk Allah, yaitu seorang hamba yang mengetahui
bahwa Allah adalah Esa.

B. KEDUDUKAN AQIDAH

Dalam ajaran Islam akidah memiliki kedudukan yang sangat fundamental,


oleh karenanya, sebagian besar kandungan Alquran dan Sunnah menjelaskan
tentang akidah dan berbagai aspeknya. Dalam pembahasan ini diuraikan tiga hal
fungsi akidah, yakni sebagai berikut.

1. Akidah Merupakan Fondasi Setiap Amal

Akidah/iman merupakan fondasi/landasan setiap amal manusia. Jika manusia


tidak beriman maka amalnya akan sia-sia belaka dan dia tergolong orang yang
merugi. Dalam Alquran kata amal sering didahului dengan kata iman, maksudnya
amal harus dilandasi iman kepada Allah SWT. Misalnya dalam surat al Asher:

ْ ‫َو ْٱل َع‬


ِ‫ص ِر‬

ِ‫سنَ ِلَفِىِ ُخس ٍْر‬ ِ ْ ‫إِ َّن‬


َ َٰ ‫ِٱْلن‬

َّ ‫ص ْو ۟اِبِٱل‬
ِ‫صب ِْر‬ َ ‫ِوت ََوا‬
َ ‫ك‬ِ ّ ‫ص ْو ۟اِبِ ْٱل َح‬
َ ‫ِِوت ََوا‬ َّ َٰ ‫واِٱل‬
َ ‫ص ِل َٰ َحت‬ ۟ ُ‫عمِ ل‬
َ ‫ِو‬ ۟ ُ‫إِ ََّّلِٱلَّذٌِنَ ِ َءا َمن‬
َ ‫وا‬

“Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian,


kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran.”(QS.Al-Asher)

۟ ُ‫س ِنِ َماِكَان‬


َِ‫واٌَِ ْع َملُون‬ َ ْ‫ِۖولَنَج ِْزٌَنَّ ُه ْمِأَجِْ َرهُمِ ِبََح‬
َ ًِ‫ط ٌِّبَة‬ َ ‫ص ِل ًحاِ ّمِنِذَك ٍَرِأ َ ْوِأُنث َ َٰى‬
َ ًِ‫ِوه َُوِ ُمؤْ مِ ٌنِفَلَنُحْ ٌٌَِنَّهُۥِ َحٌَ َٰوة‬ َ َٰ َِ‫عمِ ل‬
َ ِ‫َم ْن‬

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka

5
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (QS.An Nahl
[16].97)

Akidah yang benar/sehat adalah akidah yang bersih dari kotoran syirik, baik
syirik kecil (riya') maupun syirik besar (menduakan Allah SWT dalam beribadah),
akidah demikian yang akan menciptakan keikhlasan dan menjadikan amal berguna
di sisi Allah SWT. Sebaliknya, iman yang salah dan rusak akan menghapus semua
amal, sekalipun perbuatan itu tampaknya membawa manfaat dalam kehidupan
bersama/ kolektif. Firman Allah:

ِِ ‫ِٱل َٰ َخ‬
ْ َ‫ِولَت َ ُكون ََّنِمِ ن‬
َ َ‫ع َملُن‬ َ َ‫ِوإِلَىِٱلَّذٌِنَ ِمِ نِلَ ْبلِنَ ِلَئ ِْنِأ َ ْش َر ْكتَ ِلٌََحْ ب‬
َ َ‫ىِإِلٌَْن‬ ُ
َِ‫س ِرٌن‬ َ ِ‫ط َّن‬ َ ِ‫َولَمَدِْأوح‬

“Dan Sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang


sebelummu. Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu
dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi" (QS. Az-Zumar [39]:65)

2. Akidah Merupakan Misi Dakwah Semua Rasul

Oleh karena diterimanya amal manusia tergantung pada kebenaran


akidahnya, maka perhatian Rasul SAW terhadap persoalan akidah ini sangat besar,
sehingga yang pertama kali menjadi seruan para rasul, sebelum mengajarkan ajaran
agama yang lainnya, yaitu seruan untuk memurnikan akidah ini.

ِ‫واِفِى‬ ُ ‫َٰ َٰلَلَةُِِفَس‬


۟ ‫ٌِر‬ َ ِ ْ‫ِومِ ْن ُهمِ َّم ْنِ َحمَّت‬
َّ ‫علَ ٌْهِِٱل‬ َّ َٰ ‫ُوا‬
َِّ ‫ِٱلطغُوتَ ِِۖفَمِ ْن ُهمِ َّم ْنِ َه َد‬
َ ُ‫ىِٱَّلل‬ ۟ ‫ِوٱجْ ت َ ِنب‬
َ ‫ِٱَّلل‬
َ َّ ‫ُوا‬ ۟ ‫وَّلِأ َ ِنِٱ ْعبُد‬ ً ‫س‬ َّ ‫َولَمَدِْ َب َعثْنَاِفِىِكُ ِّلِأ ُ َّمة‬
ُ ‫ٍِر‬
ْ
َِ‫ع ِمبَةُِٱل ُم َك ِذّبٌِن‬
َ َٰ ِ َ‫ْفِ َكان‬َ ٌ‫واِ َك‬ ۟ ‫ظ ُر‬
ُ ‫ضِفَٱن‬ ِ ‫ْٱْل َ ْر‬

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap tiap umat (untuk
menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat
itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-
orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan
perhatikanlah bagaimana kesudahan orang orang yang mendustakan (rasul-rasul). (QS-
Nahl [16:36)

6
Rasul Allah mulai Nabi Adama as. sampai Nabi Muhammad SAW
membawa missi utama yang sama, yaitu menyeru kepada keesaan Allah; kepada
kalimat tauhid, "Tiada illah (tuhan) kecuali Allah SWT". Namun syariat mereka
antara yang satu dengan yang lain berbeda-beda. Seumpama umat Nabi Musa shalat
fardhu 50 kali sehari semalam, sementara umat Muhammad SAW. hanya 5 kali dsb.

3. Akidah Membawa Keselamatan dan Kebahagiaan Manusia Dunia-Akhirat

Hanya orang yang beriman yang akan memperoleh keberuntungan, baik di


dunia mapun di akhirat, sementara orang yang tidak beriman tidak akan memperoleh
kecuali kebuntungan dan kesialan.

‫ْبِِۛفٌِ ِهِِۛ ُهدًىِلّ ِْل ُمتَّمٌِن‬


َ ٌ‫ِر‬
َ ‫َِّل‬ ْ َ‫َٰذَلِن‬
َ ُ‫ِٱل ِك َٰت َب‬

ْ ‫ما َرز َْق ٰ َن ُه‬


‫م ُين ِف ُقىن‬ َّ ‫صلَىٰ َة َو ِم‬
َّ ‫ىن ٱل‬
َ ‫م‬ُ ‫ٱل َغ ْيبِ َو ُي ِقي‬ َ ‫ٱل َّ ِذيهَ ُي ْؤ ِم ُن‬
ْ ِ‫ىن ب‬

ِِ َ‫ٱل َءاخِ َرةِِ ُه ْمٌُِولِنُون‬ ِ ُ ‫ِو َمآِأ‬


َ َ‫نزلَِمِنِلَ ْبلِن‬
ْ ِ‫ِوب‬ ِ ُ ‫َوٱلَّذٌِنَ ٌُِؤْ مِ نُونَ ِبِ َمآِأ‬
َ َ‫نزلَِإِلٌَْن‬
ْ ‫ِۖوأ ُ ۟و َٰ ٓلَئِنَ ِ ُه ُم‬
َِ‫ِٱل ُم ْف ِل ُحون‬ َّ ‫علَ َٰىِ ُهدًىِ ِ ّم‬
َ ِ‫نِربِّ ِه ْم‬
ٓ
َ ِ َ‫أ ُ ۟و َٰلَئِن‬

“Kitab (Alquran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat
dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka, dan
mereka yang beriman kepada Kitab (Alquran) yang telah diturunkan kepa damu dan
Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya
(kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tahan
mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al Baqarah (2): 2-5)

Orang yang memiliki akidah yang benar akan memperoleh kebaikan dan
kemaslahatan sepanjang hidupnya. Dia akan cepat merespons ajakan untuk kebaikan
dan segera menghindar dari kemaksiatan. Setiap aktivitasnya akan membuahkan
kebaikan, baik di dunia maupun di akhirat. Laksana tanaman yang berkualitas
unggul.

ِِ‫س َمآء‬ ُ ‫ َوفَ ْر‬- َِ‫اسِلَعَلَّ ُه ْمٌَِتَذَ َّك ُرون‬


َّ ‫ع َهاِفِىِٱل‬ ِ َّ‫ِٱْل َ ْمثَالَِلِلن‬
ْ ُ‫ِٱَّلل‬
َّ ُ‫ِۗوٌََٰ ِْرب‬
َ ِ‫ِربِّ َها‬ ٍ ٍۭ ِ‫تُؤْ ت ِٓىِأ ُ ُكلَ َهاِ ُك َّلِح‬
َ ‫ٌنِبِإ ِ ْذ ِن‬

7
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat
yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke
langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya.
Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka
selalu ingat.”(Qs. Ibrahim [14]:24-25)

Seorang mukmin sejati akan senantiasa lapang dada; apapun yang diberikan
oleh Allah akan diterima. dengan penuh kesyukuran. Tidak akan pernah
berprasangka buruk terhadap kehidupan yang dijala ninya. Andaikata seluruh
hidupnya selalu berisikan duka dan nestapa, selama akidah yang benar tertanam kuat
di dalam hati ia tetap memiliki harapan untuk bisa hidup bahagia, setidaknya di
akhirat kelak. Sebaliknya orang yang tidak memiliki akidah yang benar akan. mudah
merasa kehidupannya sempit, sehingga ketika mendapatkan ujian yang ringan saja,
bisa jadi ia akan menempuh jalan pintas untuk mengakhiri hidupnya. Karena itulah
hanya orang yang beriman yang tidak pernah berputus asa terhadap rahmat Allah,
dan adanya putus asa itu menunjukkan sifat kekufuran.

َِ‫ِٱل َٰ َكف ُِرون‬


ْ ‫ِٱلمَ ْو ُم‬
ْ ‫ِٱَّللِِإِ ََّّل‬
َّ ِ‫نِر ْوح‬ ُ َٔ‫ُۥَِّلٌَِ ۟اٌْـ‬
َّ ِ‫سِم‬ َ ‫ِٱَّللِِۖإِنَّه‬
ِ َّ ‫ح‬ َّ ِ‫سو ۟اِم‬
ِ ‫نِر ْو‬ ُ َٔ‫َو ََّلِت َ۟اٌْـ‬

“Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus
asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir" (QS. Yusuf [12]:87)

C. PEMBAGIAN AQIDAH TAUHID

Tiga macam pembagian tauhid menurut Ulama:

1. Tauhid Rububiyah

Tauhid rububiyah, rububiyah adalah kata yang dinisbatkan kepada salah satu
nama Allah, yaitu Rabb‟. Nama ini mempunyai beberapa arti, antara lain:
AlMurabbi (pemelihara),al-Nashir (penolong), al-Malik (pemilik), alMushlih (yang
memperbaiki), al-Sayyid (tuan). Dalam terminologi syari‟at Islam, istilah tauhid
rububiyyah berarti percaya bahwa hanya Allah satu-satunya pencipta, pemilik,
pengendali alam raya yang dengan takdirnya-Nya Ia menghidupkan dan mematikan
serta mengendalikan alam dengan sunnah-sunnah-Nya”.Dalam pengertian ini istilah

8
tauhid rububiyah belum terlepas dari akar makna bahasanya.Sebab Allah adalah
pemelihara makhluk, para rasul dan wali-wali-Nyadengan segala spesifikasi yang
telah diberikannya kepada mereka.

Tauhid rububiyah mencakup dimensi-dimensi keimanan berikut ini:


Pertama, beriman kepada perbuatan perbuatan Allah yang bersifat umum. Misalnya,
menciptakan, memberi rizki, menghidupkan, mematikan, menguasai.Kedua,
beriman kepada takdir Allah. Ketiga, beriman kepada zat Allah. Landasan tauhid
rububiyah adalah dalil-dalil berikut: Artinya: “Segala uji Bagi Allah Rabb Semesta
Alam.”(QS.Al-Fatihah: 2) 7 Makna Rabb pada ayat diatas adalah bahwa Allah
adalah Pencipta mereka, Yang menguasai,Yang memperbaiki dan Yang memelihara
dengan segala nikmat dan anugerah-Nya.8 Dan Artinya: Itulah Allah Tuhan Kamu,
tidak ada tuhan selain Dia, Pencipta segala sesuatu. (Q.S. Al-An‟am,6:102).

2. Tauhid Uluhiyah

Tauhid uluhiyah adalah Percaya sepenuhnya bahwa Allah-lah yang berhak


menerima semua peribadatan makhluk, dan hanya Allah sajalah yang sebenarnya
yang harus disembah.Manusia bersujud kepada Allah, Allah tempat meminta, Allah
tempat mengadukan nasibnya, manusia wajib menaati perinta dan menjauhi
larangan-Nya. Semua yang berupa kebatilan langsung kepada Allah, tanpa perantara
(wasilah).Allah melarang kita menyembah selain-Nya seperti menyembah batu,
menyembah matahari, maupun menyembah manusia. Semua itu adalah perbuatan
syirin yang sangat besar dosanya dan dibenci oleh Allah, bahkan Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik itu.

3. Tauhid Asma' Wa Sifat

Yaitu beriman kepada nama-nama Allah dan sifat sifat-Nya, sebagaimana


yang diterangkan dalam Alquran dan sunah rasul-Nya; menurut apa yang pantas
bagi Allah Swt, tanpa ta'wil (menafsirkan), tanpa ta'thil (menafikan), tanpa takyif
(menanyakan bagaimana). dan tamtsil (menyerupakan), berdasarkan firman Allah
Subhannahu wa Ta'ala:

ِ‫ٌر‬
ُ ‫ص‬ ْ ‫ِۖوه َُوِٱلسَّمِ ٌ ُع‬
ِ ‫ِٱل َب‬ َ ِ‫ْسِ َكمِ ثْ ِلهِۦ‬
َ ِ‫ش ْى ٌء‬ َ ٌَ‫ل‬

9
"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Melihat." (Asy Syura [26]: 11)

Allah menafikan jika ada sesuatu yang menyerupai-Nya, dan Dia


menetapkan bahwa Dia adalah Maha Mendengar dan Maha Melihat. Maka Dia
diberi nama dan disifati dengan nama dan sifat yang Dia berikan untuk diri-Nya dan
dengan nama dan sifat yang disampaikan oleh rasul-Nya. Tidak seorang pun yang
lebih mengetahui Allah daripada Allah sendiri, dan tidak ada sesudah Allah orang
yang lebih mengetahui Allah daripada rasul-Nya. Maka barangsiapa yang
mengingkari nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya atau menamakan Allah dan
menyifati-Nya dengan nama nama dan sifat-sifat makhluk-Nya, atau men-ta'wil-kan
dari maknanya yang benar, maka dia telah berbicara tentang Allah tanpa ilmu dan
berdusta terhadap Allah dan rasul-Nya.

Allah tidak menyuruh kita membicarakan hal-hal yang tidak tercapai oleh
akal dalam hal kepercayaan. Sebab akal manusia tidak mungkin mencapai penger
tian tentang Dzat Allah dan hubungan-Nya dengan sifat sifat yang ada pada-Nya.
Maka janganlah engkau membicarakan hal itu. Tak ada kesangsian tentang adanya.

ِ ‫ِِو ْٱْل َ ْر‬


ِ‫ض‬ َ ‫س َٰ َم َٰ َوت‬
َّ ‫شنٌّ ِفَاطِ ِرِٱل‬ َّ ‫أَف‬
َ ِِ‫ِىِٱَّلل‬

“Adakah orang ragu tentang Allah? Yang menciptakan langit dan bumi"? (QS. Surat
Ibrahim [14]: 10).

Memang Alquran telah menutup pintu pemikiran dalam membicarakan hal


yang tak mungkin tercapai oleh akal dengan firman-Nya:

‫طونَ ِبِهِۦِع ِْل ًما‬ َ ‫ِو َماِخ َْلفَ ُه ْم‬


ُ ٌ ِ‫ِو ََّلٌُِح‬ َ ‫ٌَ ْعلَ ُمِ َماِبٌَْنَ ِأ َ ٌْدٌِ ِه ْم‬

"Dia tahu segala yang ada dimuka dan dibelakang mereka, sedang pengetahuan
mereka tak mungkin mendalaminya." (Thaha [20]: 110).

D. HAKIKAT DAN INTI TAUHID

10
Hakikat dan inti tauhid adalah agar manusia memandang bahwa semua
perkara berasal dari Allah „azza wajalla, dan pandangan ini membuatnya tidak
menoleh kepada selain-Nya. Seorang hamba melihat yang baik dan yang buruk,
yang berguna dan yang berbahaya dan semisalnya semuanya berasal darinya.
Seorang hamba menyembahNya dengan ibadah yang ikhlash hanya kepadaNya dan
tidak menyembah kepada yang lainNya.Seorang hamba hanya boleh bertawakkal
kepada Allah subhanahu wa ta’ala semata, tidak memohon kepada makhluk serta
tidak memperdulikan celaan mereka. Ia ridha kepada Allah, mencintaiNya dan
tunduk kepada hukumNya.

Tauhid rububiyyah diakui manusia dengan naluri fithrahnya dan


pemikirannya terhadap alam semesta. Tetapi sekedar mengakui saja tidaklah cukup
untuk beriman kepada Allah dan selamat dari siksa. Sungguh iblis telah
mengakuinya, juga orang-orang musyrik, namun tidak ada gunanya bagi mereka
karena mereka tidak mengakui tauhid ibadah kepada Allah ta’ala semata. Siapa
yang mengakui tauhid rububiyah saja, niscaya dia bukanlah seorang yang bertauhid
dan bukan pula seorang muslim serta tidak dihormati/diharamkan darah dan
hartanya sampai dia mengakui dan menjalankan tauhid uluhiyyah. Sehingga dia
bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Allah
semata, tidak ada sekutu bagiNya. Dan dia mengakui hanya Allah saja yang berhak
disembah, bukan yang lainnya. Dan konsekuensinya adalah hanya beribadah kepada
Allah saja, tidak ada sekutu bagiNya.

E. KEUTAMAAN TAUHID

Orang yang bertauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta‟alal memiliki banyak


keutamaan, antara lain:

1. Orang yang bertauhid kepada Allah akan dihapus dosa-dosanya.

Dalilnya adalah sabda Rasulullah Shallallahu „aliahi wa sallam dalam


sebuah hadits qudsi, dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, ia berkata,
“Aku mendengar Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, Allah
Yang Mahasuci dan Mahatinggi berfirman:

…ً‫شٌْئاًِْلَت َ ٌْتُنَ ِبِمُ َرابِ َهاِ َم ْغف َِرِة‬


َ ًِِ‫طاٌَاِث ُ َّمِلَ ِم ٌْتَنًَِِّلَِت ُ ْش ِرنُ ِب‬ ِ ‫ٌَاِابْنَ ِآ َد َمِإِنَّنَ ِلَ ْوِأَت َ ٌْتَنًِِبِمُ َرا‬.
ِ ‫بِاْْل َ ْر‬
َ ‫ضِ َخ‬

„…Wahai bani Adam, seandainya engkau datang kepada-Ku dengan dosa


sepenuh bumi, sedangkan engkau ketika mati tidak menyekutukan Aku

11
sedikit pun juga, pasti Aku akan berikan kepadamu ampunan sepenuh bumi
pula.‟”[2]

2. Orang yang bertauhid kepada Allah Azza wa Jalla akan mendapatkan


petunjuk yang sempurna, dan kelak di akhirat akan mendapatkan rasa aman.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

َُ‫ظ ْيٌ أُا َٰىَئِلَ ىَ ُه ٌُ ْاْل َ ٍُِْ َاهٌُ ٍُّ ْهخَذ ُا‬ ُ ‫رِيَِ آ ٍَُْلا َاىَ ٌْ يَ ْي ِب‬
ُ ‫سلا ِإي ََب َّ ُهٌ ِب‬

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur-adukkan iman mereka


dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa
aman dan mereka mendapat petunjuk. ” [Al-An‟aam/6 : 82]

Di antara permohonan kita yang paling banyak adalah memohon agar


ditunjuki jalan yang lurus:

ٌْ ‫ط اىَّزِيَِ أَ ّْ َع َْجَ َعيَ ْي ِه‬


َ ‫ص َشا‬ َ ‫ط ْاى َُ ْسخ َ ِق‬
ِ ٌ‫ي‬ َ ‫اىص َشا‬
ّ ِ ‫ا ْه ِذَّب‬

“Tunjukkanlah kami jalan yang lurus, yaitu jalannya orang-orang yang telah
Engkau beri nikmat kepada mereka.” [Al-Faatihah/1 : 6-7]

Yaitu jalannya para Nabi, shiddiqin, syuhada, dan orang-orang yang


shalih.Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla

ِِ َ‫صا ِل ِحٌن‬
َّ ‫ِوال‬
َ ‫اء‬ ُّ ‫ِوال‬
ِ ‫ش َه َد‬ َ َ‫الص ِدٌّمٌِن‬ َ َ‫مِمنَ ِالنَّبٌٌِِّن‬
ّ ِ ‫ِو‬ َّ ‫سولَِفََُو َٰلَئِنَ ِ َم َعِالَّذٌِنَ ِأ َ ْنعَ َم‬
ّ ِ ‫َِّللاُِ َعلَ ٌْ ِه‬ ُ ‫الر‬
َّ ‫ِو‬ َ ‫َِّللا‬
َ َّ ِ‫َو َمنٌِ ُِطع‬
َٰ
َ َ‫َو َحسُنَ ِأُولَئِن‬
‫ِر ِفٌمًا‬

“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-(Nya), maka mereka itu
akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh

12
Allah, (yaitu) para Nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan
orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baik-nya.” [An-
Nisaa‟/4 : 69]

Kita juga memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta‟ala agar


terhindar dari jalan orang-orang yang dimurkai Allah dan jalan orang-orang
yang sesat, yaitu jalannya kaum Yahudi dan Nasrani.

3. Orang yang bertauhid kepada Allah Azza wa Jalla akan dihilangkan


kesulitan dan kesedihannya di dunia dan akhirat. Allah Azza wa Jalla
berfirman:

ُ ‫َّللاَ يَجْ عَو ىَّ ُ ٍَ ْخ َش ًج َبايَ ْش ُص ْق ُ ٍِ ِْ َحي‬


ُ‫ْث َال يَحْ خ َ ِسب‬ َّ ‫ق‬ ِ َّ ‫َا ٍَِ يَخ‬

“…Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan


baginya jalan keluar. Dan memberi-nya rizki dari arah yang tidak disangka-
sangka…” [Ath-Thalaq/65 : 2-3]

Seseorang tidak dikatakan bertakwa kepada Allah kalau dia tidak


bertauhid. Orang yang bertauhid dan bertakwa akan diberikan jalan keluar
dari berbagai masalah hidupnya.[3]

4. Orang yang mentauhidkan Allah, maka Allah akan menjadikan dalam


hatinya rasa cinta kepada iman dan Allah akan menghiasi hatinya dengannya
serta Dia menjadikan di dalam hatinya rasa benci kepada kekafiran,
kefasikan dan kedurhakaan.Allah Azza wa Jalla berfirman:

َٰ ‫ِاْل َ ْمرِلَعنِتُّم‬
ُِ‫ِوزَ ٌَّ َنه‬ ِ ْ ‫َّبِإِلَ ٌْ ُك ُم‬
َ َ‫ِاْلٌ َمان‬ َ َّ ‫ِولَ ِك َّن‬
َ ‫َِّللاِ َحب‬ َ ْ َ ِ ْ َ‫ِمن‬ ٍ ‫ََِّللاِِِلَ ْوٌِ ُِطٌعُ ُك ْمِفًِِ َك ِث‬
ّ ِ ‫ٌر‬ َّ ‫سول‬ ُ ‫ِر‬ َ ‫َوا ْعلَ ُمواِأ َ َّنِفٌِ ُك ْم‬
َٰ
َّ ‫ص ٌَانَ ِِأُولَئِنَ ِ ُه ُم‬ ْ ‫ِو ْال ِع‬
َِ‫ِالرا ِشدُون‬ َ َ‫ِو ْالفُسُوق‬ ْ ‫ِوك ََّرهَِ ِإلَ ٌْ ُك ُم‬
َ ‫ِال ُك ْف َر‬ َ ‫ِفًِلُلُو ِب ُك ْم‬

“…Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan


(iman itu) indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada
kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang
mengikuti jalan yang lurus.” [Al-Hujurat/49 : 7]

13
5. Tauhid merupakan satu-satunya sebab untuk mendapatkan ridha Allah, dan
orang yang paling bahagia dengan syafa‟at Nabi Muhammad Shallallahu
„alaihi wa sallam adalah orang yang mengatakan ُ‫الَ ِإىَ َ ِإالَّ هلل‬dengan penuh
keikhlasan dari dalam hatinya.

6. Orang yang bertauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta‟ala dijamin masuk


Surga. Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:

ْ ‫ِوه َُوٌَِ ْعلَ ُمِأَنَّهَُِّلَِ ِإلَهَِ ِإَّلَِّهللاُِ َد َخل‬


َ‫َِال َجنَّ ِة‬ َ َ‫َم ْنِ َمات‬

“Barangsiapa yang mati dan ia mengetahui bahwa tidak ada ilah yang
berhak diibadahi dengan benar melainkan Allah, maka ia masuk Surga.”[4]

َ‫ش ْيئًب دَ َخ َو ْاى َجَّْت‬


َ ِ‫ ٍَ ِْ ٍَبثَ الَيُ ْش ِشكُ ِببهلل‬.

“Barangsiapa yang mati dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan


sesuatu, ia masuk Surga.”[5]

7. Orang yang bertauhid akan diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta‟ala


kemenangan, pertolongan, kejayaan dan kemuliaan. Allah Azza wa Jalla
berfirman:

ِ‫ّتِأَ ْل َدا َم ُك ْم‬


ْ ‫ِوٌُثَ ِب‬
َ ‫ص ْر ُك ْم‬
ُ ‫واَِّللاَِ ٌَن‬
َّ ‫ص ُر‬ُ ‫ٌَاِأ َ ٌُّ َهاِالَّذٌِنَ ِآ َمنُواِ ِإنِت َن‬

14
“Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah,
niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”
[Muhammad/47 : 7]

Allah Azza wa Jalla juga berfirman:

ِ َ‫فِالَّ ِِذٌن‬
ِ‫ِمنِلَ ْب ِل ِه ْم‬ ِ ‫ًِاْل َ ْر‬
َ َ‫ضِ َك َماِا ْست َْخل‬ ْ ‫صا ِل َحاتِِلَ ٌَ ْست َْخ ِلفَنَّ ُه ْمِ ِف‬ َّ ‫ِو َع ِملُواِال‬ ِ ُ‫َِّللاُِالَّذٌِنَ ِآ َمن‬
َ ‫واِمن ُك ْم‬ َّ ‫َو َع َد‬
ِِ‫ش ٌْئًا‬
َ ًِِ‫ًَِّلٌُِ ْش ِر ُكونَ ِب‬ َ
َ ِ‫مِمنِبَ ْعدِِخ َْوفِ ِه ْمِأ ْمنًاٌَِِ ْعبُدُو َنن‬ َ َ
ّ ِ ‫ِولٌُبَ ِ ّدلنَّ ُه‬ َ َ َ‫ِيِارت‬
َ ‫َٰ َٰىِل ُِه ْم‬ َّ
ْ ‫َولٌَُ َم ِ ّكن ََّنِل ُه ْمِدٌِنَ ُه ُمِالذ‬
َ
َِ‫ِالفَا ِسمُون‬ ْ ‫َو َمنِ َكفَ َرِ َب ْع َدِ َٰذَلِنَ ِفََُو َٰلَئِنَ ِ ُه ُم‬

“Dan Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman di antara


kamu dan mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia sungguh akan
menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan
orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan
meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan
Dia benar-benar akan mengubah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada
dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap beribadah kepada-Ku
dengan tidak mempersekutukan Aku dengan sesuatu apapun. Tetapi
barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-
orang yang fasik.” [An-Nuur/24 : 55]

8. Orang yang bertauhid kepada Allah Azza wa Jalla akan diberi kehidupan
yang baik di dunia dan akhirat. Allah Azza wa Jalla berfirman:

َ ْ‫ِۖولَنَجْ ِز ٌَنَّ ُه ْمِأَجْ َرهُمِ ِبََح‬


ِ‫س ِنِ َماِكَانُوا‬ َ ًِ‫ط ٌِّ َبة‬ َ ‫اِمنِذَك ٍَرِأ َ ْوِأُنث َ َٰى‬
َ ًِ‫ِوه َُوِ ُمؤْ ِم ٌنِفَلَنُحْ ٌِ ٌَنَّهُِ َح ٌَاة‬ َ َِ‫َم ْنِ َع ِمل‬
ّ ِ ‫صا ِل ًح‬
َِ‫ٌَ ْع َملُون‬

“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun


perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” [An-
Nahl/16 : 97]

15
9. Tauhid akan mencegah seorang muslim kekal di Neraka.

Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:

ْ ‫ِأ َ ْخ ِر ُج ْواِ َم ْنِ َكانَ ِفًِِلَ ْل ِبهِِمِ ثْمَالُِ َحبَّة‬:‫ِث ُ َّمِ ٌَمُ ْولُِهللاُِت َ َعالَى‬،‫ار‬
ِ‫ٍِمِنِخ َْر َد ٍل‬ َ َّ‫ارِالن‬ِ َّ‫ِوأ َ ْهلُِالن‬، ْ ‫ُِال َجنَّة‬
َ َ‫ِِال َجنَّة‬ ِْ ‫ٌَ ْد ُخلُِأ َ ْهل‬
ُ ْ
ًِِ‫ِفٌََ ْنبُت ُ ْونَ ِ َك َماِت َ ْنبُتُ ِال َحبَّةِف‬-ٌِ‫شنَّ ِ َمالِن‬ ْ َ ْ ْ
َ ِ،ِ‫أ ِوِال َحٌَاة‬-ِ ِ‫ِفٌَ ُْخ َر ُج ْونَ ِمِ ْن َهاِلَدِِاس َْودُّواِفٌَُلمَ ْونَ ِفًِِنَ ْه ِرِال َحٌَاء‬،‫ان‬ ٍ ‫مِ ْنِإِ ٌْ َم‬
ً‫ص ْف َرا َءِ ُم ْلت َ ِوٌَة؟‬ ْ َّ َ َ َ
َ ِ‫ِأل ْمِت ََرِأن َهاِت َخ ُر ُج‬،‫س ٌْ ِل‬َّ ‫بِال‬ِ ِ‫َجان‬

“Setelah penghuni Surga masuk ke Surga, dan penghuni Neraka masuk ke


Neraka, maka setelah itu Allah Azza wa Jalla pun berfirman, „Keluarkan
(dari Neraka) orang-orang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi
iman!‟ Maka mereka pun dikeluarkan dari Neraka, hanya saja tubuh mereka
sudah hitam legam (bagaikan arang). Lalu mereka dimasukkan ke sungai
kehidupan, maka tubuh mereka tumbuh (berubah) sebagaimana tumbuhnya
benih yang berada di pinggiran sungai. Tidakkah engkau perhatikan bahwa
benih itu tumbuh berwarna kuning dan berlipat-lipat?”[6]

10. Orang yang bertauhid kepada Allah Azza wa Jalla dengan ikhlas, maka amal
yang sedikit itu akan menjadi banyak.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

ُ ُ‫يض ْاىغَف‬
‫لس‬ ُ ‫سُِ َع ََ ًًل ۚ َاه َُل ْاىعَ ِض‬
َ ْ‫اىَّزِي َخيَقَ ْاى ََ ْلثَ َا ْاى َحيَبة َ ِىيَ ْبيُ َل ُم ٌْ أ َ ُّي ُن ٌْ أَح‬

“Yang menciptakan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di
antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun.” [Al-Mulk/67 : 2]

Dalam ayat yang mulia tersebut, Allah Azza wa Jalla menyebutkan


dengan “amal yang baik”, tidak dengan “amal yang banyak”. Amal
dikatakan baik atau shalih bila memenuhi 2 syarat, yaitu: (1) Ikhlas, dan (2)
Ittiba‟ (mengikuti contoh) Nabi Muhammad Shallallahu „alaihi wa sallam.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits bahwa kalimat ُ‫الَ ِإىَ َ ِإالَّ هلل‬pada hari
Kiamat lebih berat dibandingkan langit dan bumi dengan sebab ikhlas.

16
11. Mendapat rasa aman. Orang yang tidak bertauhid, selalu was-was, dalam
ketakutan, tidak tenang. Mereka takut kepada hari sial, atau punya anak lebih
dari dua, takut tentang masa depan, takut hartanya lenyap dan seterusnya.

12. Tauhid merupakan penentu diterima atau ditolaknya amal kita. Sempurna
dan tidaknya amal seseorang bergantung pada tauhidnya. Orang yang
beramal tapi tidak sempurna tauhidnya, misalnya riya, tidak ikhlas, niscaya
amalnya akan menjadi bumerang baginya, bukan mendatangkan kebahagiaan
baik itu berupa shalat, zakat, shadaqah, puasa, haji dan lainnya. Syirik
(besar) akan menghapus seluruh amal.

13. Orang yang bertauhid kepada Allah Azza wa Jalla akan diringankan dari
perbuatan yang tidak ia sukai dan dari penyakit yang dideritanya. Oleh
karena itu, jika seorang hamba menyempurnakan tauhid dan keimanannya,
niscaya kesusahan dan kesulitan dihadapinya dengan lapang dada, sabar,
jiwa tenang, pasrah dan ridha kepada takdir-Nya.

Para ulama banyak menjelaskan bahwasanya orang sakit dan


mendapati musibah itu harus meyakini bahwa: Penyakit yang diderita itu
adalah suatu ketetapan dari Allah Azza wa Jalla. Dan penyakit adalah
sebagai cobaan dari Allah.Hal itu disebabkan oleh perbuatan dosa dan
maksiyat yang ia kerjakan.Hendaklah ia meminta ampun dan kesembuhan
kepada Allah Azza wa Jalla, serta meyakini bahwa Allah Azza wa Jalla
sajalah yang dapat menyembuhkannya.

14. Tauhid akan memerdekakan seorang hamba dari penghambaan kepada


makhluk-Nya, agar menghamba hanya kepada Allah Azza wa Jalla saja yang
menciptakan semua makhluk.

Artinya yaitu orang-orang yang bertauhid dalam ke-hidupannya


hanya menghamba, memohon pertolongan, meminta ampunan dan berbagai
macam ibadah lainnya, hanya kepada Allah Azza wa Jalla semata.

15. Orang yang bertauhid kepada Allah Azza wa Jalla akan dimudahkan untuk
melaksanakan amal-amal kebajikan dan meninggalkan kemungkaran, serta
dapat menghibur seseorang dari musibah yang dialaminya.

17
Sebagaimana Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam telah
menganjurkan kepada umatnya agar berdo‟a kepada Allah Azza wa Jalla
untuk memohon segala kebaikan dan dijauhkan dari berbagai macam
kejelekan serta dijadikan setiap ketentuan (qadha) itu baik untuk kita. Do‟a
yang dibaca Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam tersebut adalah:

َ َ‫وأ َ ْسََلُنَ ِأ َ ْنِتَجْ َعلَِ ُكلَِّل‬....


َ َ‫َٰاءٍ ِل‬
‫َٰ ٌْتَهُِ ِلًِ َخٌ ًْرا‬ َ .‫ِاَللَّ ُه َِّم‬

“Ya Allah…, dan aku minta kepada-Mu agar Engkau menjadikan setiap
ketetapan (qadha) yang telah Engkau tetapkan bagiku merupakan suatu
kebaikan.”[7]

Salah satu rukun iman adalah iman kepada qadha‟ dan qadar, yang baik dan
yang buruk. Dengan mengimani hal ini niscaya setiap apa yang terjadi pada
diri kita akan ringan dan mendapat ganjaran dari Allah apabila kita sabar dan
ridha.

16. Orang yang mewujudkan tauhid dengan ikhlas dan benar akan dilapangkan
dadanya.

17. Orang yang mewujudkan tauhid dengan ikhlas, jujur dan tawakkal kepada
Allah dengan sempurna, maka akan masuk Surga tanpa hisab dan adzab.

F. PERKEMBANGAN AKIDAH

Sejarah Aqidah Islam bermula dengan mula turunnya wahyu kepada &
Rasulullah s.a.w. Ilmu aqidah Islam pada 'aman itu serupa seperti ilmu-ilmu
selainnyadarisegiianya belum lagi dikumpul dan ditulis didalam manamana kitab. D
an sejarah perkembanganilmu ini sejak mula hinggalah ianya ditulis dan menjadi
sebuah ilmu yang dikenali kinisabagai ilmu tauhid atau aqidah, terbahagi kepada
lima bahagian mengikut pecahan yang berikut:

1) Aqidah di zaman &asulullah s.a.w (622-632 Masehi-permulaan agama islam


2) Aqidah di zaman Khulafa‟ Ar-&asyidin (632-661 Masehi
i. Zaman Khalifah Saidina Abu Bakr (632-634 M) dan Umar r.a. (634-
644 M)

18
ii. Zaman Khalifah Saidina Usman r.a (644-656)
iii. Zaman Khalifah Saidina Alira. (656-661M)
3) Zaman Kerajaan Umayyah (661-750 Masihi)
4) Zaman Kerajaan Abbassiah.(750-1528 Masihi)
5) Zaman sesudah Kerajaan Abbasyiah hingga sekarang

1. AQIDAH ZAMAN RASULULLAH SAW (622-632 Masihi)

Umat Islam pada zaman rasulullah menerima terus segala ajaran yang
dibawa oleh rasulullah tanpa banyak persoalan. Mereka terus menemui rasulullah
sekiranya ada persoalan dan tidak faham. Rasulullah juga menjelaskan perkara yang
menimbulkan kemusykilan sahabat.Persoalan aqidah khasnya perkara yang
berkaitan dengan sifat 20 atau yang berkaitan dengannya tidak timbul. Hal ini
kerana para sahabat dapat memahami ayat Al-Quran atau sifat Allah sebagaimana
didalam Al-Quran dan hadis. Para sahabat memahami kandungan Al-Quran dan
hadis yang berkaitan dengan aqidah dan sifat-sifat Allah khasnya tanpa
mempersoalkan makna disebaliknya. Kepercayaan umat islam zaman nabi sangat
kukuh dan teguh.
Para sahabat pada masa itu disinari oleh cahaya hidayah dan Al-Quran. Ada
diantara mereka memiliki tabiat suka berfikir dan mendorong sesetengah sahabat
untuk memikirkan zat Allah. Rasulullah menegah mereka berbuat demikian,
sebagaimana sabda yang diriwayatkan daripada Abu Nu'aim, nabi telah menegah
dan melarang daripada berbantah dalam masalah Qadar. Pada masa itu tidak timbul
permasalahan aqidah. Hal ini kerana ketika wahyu sedang diturunkan, mereka hidup
ketika zaman rasulullah.Semua para sahabat beriman dan menerima sepenuhnya
persoalan yang berkaitan sifat-sifat Allah seperti dalam Al-Quran dan Hadis. Para
sahabat tidak berselisih dalam perkara berkaitan dengan al-Sifat, al-Asma'al-Husna
dan al-Af'al. Sahabat tidak mengemukakan persoalan berkaitan Qada'dan qadar, sifat
Allah dan zat-Nya atau ayat-ayat mutasyabihat. Para sahabat hanyalah bertanya
berkaitan dengan hukum. hakam, ibadat dan cara melakukannya dengan sempurna.
Sebagai rumusannya, zaman nabi segala kemusykilan dan masalah terus
dirujuk kepada nabi dan nabi dapat menjelaskannya dengan wahyu dan petunjuk
wahyu atau dengan ijtihad baginda. Secara umumnya, pada zaman nabi tidak ada
sebarang masalah dalam ilmu tauhid dan sahabat juga tidak ada sebarang
perselisihan dan mereka dapat merujuk terus kepada nabi dan sumbernya bersih.

2. AQIDAH DI ZAMAN KHULAFA' AR-RASYIDIN (632-661Masihi)

i. Zaman Khalifah Saidina Abu Bakar (11-13 H), dan Saidina Umar ra.
(12-23 H)

19
Tidak ada perselisihan faham dalam aqidah kerana mereka sibuk
menghadapi peperangan dalam usaha mempertahankan kesatuan islam. Mereka
memahami al Quran tanpa ada ta'wil. Mereka mengikuti al-quran dan menjauhi apa
yang ditegah. Mereka juga mensifatkan Allah dengan apa yang Allah sifatkan
sendiri mereka mensucikan Allah daripada sebarang sifat yang tidak layak bagi
kemuliaan dan keagungan Allah. Mereka beriman dengannya mengikut dengan
menyerahkan pentakwilan kepada Allah sendiri. Sahabat menerima apa sahaja
perkara berkaitan dengan Usul atau aqidah daripada rasulullah. Sahabat tidak gemar
membahaskan perkara yang berkaitan dengan aqidah.

Hal ini kerana persoalan aqidah boleh menimbulkan perselisihan dan


perpecahan dikalangan umat islam. Untuk itu, para sahabat lebih mengutamakan dan
memberi penekanan dalam perkara yang berkaitan dengan hukum amali sahaja. S
eandainya mereka tidak jelas atau berselisih, mereka akan merujuk kepada al-Quran
dan hadis untuk mencari keputusan yang tepat dan untuk mencari penyelesaiannya.
Sekiranya ada yang tidak dapat diselesaikan berdasarkan nas al-Quran dan hadis,
para sahabat akan mengkiaskan dengan perkara yang berlaku pada zaman nabi.

Sebagai rumusannya, pada zaman awal khulafa' al-Rasyidin juga masih


belum timbul perkara yang berkaitan dengan ilmu Aqidah. Oleh kerana islam
semakin berkembang, ulama telah memecahkan dan membuat pengkajian khusus
terhadap ilmu Tauhid atau ilmu Aqidah yang terpisah daripada ilmu lain dengan
sendirinya.

ii. Zaman Khalifah Saidina Usman ra (23-35 H)

Pada masa zaman pemerintahan khalifah yang ketiga, telah berlaku


pertelingkahan dan kekacauan politik yang berakhir dengan terbunuhnya Saidina
Uthman r.a. Maka umat islam menjadi terpecah kepada beberapa fahaman dan puak.
Masing-masing golongan dan fahaman itu ingin mempertahankan fahaman mereka
dan pendirian mereka. Justeru itu, terbukalah ruang untuk mentakwilkan terhadap
nas al-Quran dan hadis, serta timbullah periwayatan hadis palsu.

iii. Zaman Khalifah Saidina Ali r.a.(656-661M)

Pada tahun 656 masihi, Saidina Uthman bin Affan wafat kerana dibunuh di
dalam rumahnya sendiri. Selepas didesak oleh pengikutnya, Saidina Ali akhirnya

20
menerima untuk menjadi khalifah. Pada masa pemerintahannya, telah terjadi
peperangan dengan Aisyah beserta Talhah dan Abdullah bin Zubair karena
kesalahfahaman dalam pendiriannya terhadap pembunuhan terhadap Saidina
Usman.

Zaman ini merupakan zaman di mana terjadinya goncangan yang kuat dalam
Aqidah Islam dan juga kehidupan orang-orang muslim, kerana di zaman ini
timbulnya dua kumpulan yang sesat dari ajaran dan fahaman agama Islam yang
benar.Kumpulan yang pertama yang dikenali sebagai Syiah merupakan kumpulan
yang terlampau dalam hak saidina Ali r.a. sehingga mengangkatnya kepada martabat
ketuhanan dan ianya diketuai oleh seorang yahudi yang menganut Islam dengan niat
menghancurkannya. Dia dikenali dengan nama Abdullah bin Saba. Golongan ini
sanggup mengeluarkan hadis-hadis palsu menyokong pelantikan Saidina Ali.
Mereka telah mengagung-agungkan Saidina Ali. Mereka memberikan alasan
bahawa ahlul bait iaitu keluarga atau keturunan Rasulullah perlu diangkat menjadi
pemimpin.

Kumpulan yang kedua pula merupakan kumpulan yang terlampau dalam


membenci saidina Ali r.a. sehingga menghukumnya sebagai seorang yang keluar
dari agama Islam yang sebenarnya, kumpulan ini dikenali sebagai Al-Khawarij. Dari
dua kumpulan inilah timbulnya kumpulan-kumpulan lain yang menjadikan
kefahaman dalam Aqidah Islam menjadi haru-biru,akan tetapi dalam keadaan
timbulnya fahaman-fahaman yang salah ini, Allah tetap menjaga fahaman Aqidah
Islam yang betul, kerana itu ialah janjinya.

Di antara kumpulan-kumpulan yang masyhur yang timbul dari dua


kumpulan itu ialah Al jabariah, yang diketuai oleh Jaham bin Shafwan. Fahaman
mereka ialah manusia tidak mempunyai pilihan dan tidak mempunyai daya dan
upaya dalam melakukan apa jua perbuatan. Yang bermaksud semua perbuatan dan
amal manusia dipaksa ke atas diri mereka oleh Allah s.w.t., maka manusia ini
seakan-akan bulu yang mengikut arah tiupan angin. Pegangan ini salah kerana kita
tahu bahawa Allah s.w.t. mencipta di dalam manusia pilihan untuk memilih yang
baik atau buruk, taat atau maksiat dan sebagainya.

Di antara kumpulan lain ialah Al-qadariah, diketuai oleh Ma'bad Al-Juhani


yang mengatakan bahawasanya setiap amal dan perbuatan manusia tidak ditakdirkan
oleh Allah s.w.t. akan tetapi setiap amal dan perbuatan manusia dimulakan oleh
mereka sendiri, iaitu setiap amal tidak ditulis sejak azali akan tetapi ditulis oleh
manusia sendiri apabila mereka memilih dan melakukan amal yang mereka lalukan.

21
Di antara kumpulan-kumpulan itu juga ialah kumpulan yang dikenali sebagai
Mu`tazilah, diasaskan oleh Washil bin Atho. Kumpulan ini pula terpengaruh dengan
falsafah yunani sehingga mereka cuba untuk menghukum dan memahami al-Quran
dan sunnah dengan berpandukan falsafah ini. Kedua-dua kumpulan yang di atas
iaitu al jabriyyah dan al-qadariyah merupakan kumpulan yang terkeluar dari ajaran
dan fahaman Islam yang sebenar, maka mereka ini dihukumkan sebagai kafir,
kumpulan Mu`tazilah pula tidaklah dihukumkan sebagai kafir akan tetapi fasiq.

3. AKIDAH ZAMAN BANI UMAIYYAH

Setelah negara jajahan takluk islam mulai meluas, telah terbuka luas untuk
umat islam memikirkan perkara yang berkaitan aqidah. Jiwa orang yang baru
memeluk islam masih dipengaruhi oleh unsur agama mereka sebelumnya. Untuk itu
lahir segolongan umat islam yang mulai memperkatakan masalah qadar, antara
mereka ialah:

a) Ma'bad al-Juhani, beliau mengambil fahamannya itu daripada seorang Iraq yang
beragama nasrani yang murtad selepas memeluk islam. Ma'bad telah dibunuh kerana
memberontak pada tahun 80 Hijrah.
b) Ghailan al-Dimasyqi. Nama beliau ialah Abu Marwan Ghailan Ibn Muslim. beliau
mengikuti fahaman Ma'bad dalam masalah qadar.
c) Ja'd Ibn Dirham. Beliau merupakan seorang guru kepada Marwan Ibn Muhammad.
Beliau berfahaman qadar dan merupakan orang yang mula-mula mengatakan al-
Quran itu makhluk. Dia dibunuh oleh Khalid Ibn Abdullah al Qasri.

Selepas daripada kemunculan 3 tokoh diatas lahir pula golongan yang


menafikan Qudrat dan Iradat manusia. Golongan ini dipelopori oleh Jaham Ibn
Safwan. Beliau bertemu dengan Ja'd dan kemudiannya menganut beberapa pendapat
Ja'd. Selepas itu beliau bersama-sama dengan harith Ibn Syuraij telah melancarkan
pemberontakan terhadap Bani Umaiyyah di Khurasan lalu beliau dapat ditawan dan
dibunuh. Golongan atau puak ini dikenali dengan golongan Jabariah/puak jahmiyah,
iaitu pengikut Jaham Ibn Safwan. Antara lain juga, mereka dikenali dengan puak
Muktazilah kerana mereka menafikan Sifat-sifat Allah.

Pada penghujung abad pertama hijrah tersebar pula fahaman dan puak serta
aliran Khawarij. Mereka ini telah mengkafirkan orang yang mengerjaka dosa besar.
Pendapat tersebut telah disanggah oleh Hassan al-Basri yang berpendapat bahawa
orang yang melakukan dosa besar adalah fasiq dan tidak kafir. Wasil Ibn ata (ank
murid Hassan) berpendapat orang yang melakukan dosa besar berada diantara dua

22
martabat diikuti pula oleh Amru Ibn Ubaid.Lantaran mereka telah mengasingkan
diri daripada majlis gurunya, mereka dikenali sebagai Muktazilah.Sebagai
rumusannya, pada zaman inilah dikatakan mulanya bermula untuk menyusun kitab
berkaitan dengan ilmu Kalam atau Tauhid. Namun kitab itu tidak ada yang sampai
ke tangan kita sekarang.

4. AQIDAH DI ZAMAN KERAJAAN ABBASIAH

Masa ini merupakan zaman keemasan dan kecemerlangan Islam, ketika


terjadi hubungan pergaulan dengan suku-suku di luar arab yang mempercepat
berkembangnya ilmu pengetahuan. Usaha terkenal masa tersebut adalah
penterjemahan besar-besaran segala buku falsafah dari yunani.

Para khalifah menggunakan kepandaian orang Yahudi, Parsi dan Kristian


sebagai penterjemah kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa mereka ke dalam bahasa
arab, para penterjemah ini berusaha mengembangkan pendapat-pendapat yang
berpautan dengan agama. Mereka menggunakan falsafah untuk kepentingan mereka.
Dengan kedatangan kebudayaan asing itu, lahirlah perbezaan-perbezaan pendapat
dalam Ilmu Aqidah. Mulai dari masa ini telah wujud gerakan mempergunakan
falsafah untuk menetapkan akidah akidah islamiah dan ilmu kalam baru yangt tidak
ada di masa Rasulullah s.a.w dan para sahabat. Pada masi ini bermulanya ilmu
kalam dinukilkan dalam tulisan.

Dalam masa ini muncul pendapat-pendapat menyerang fahaman-fahaman


yang dianggap bertentangan dengan Islam. Misalnya dilakukan oleh 'Amar bin
Ubaid al-Mu'tazili dengan bukunya "Ar-Raddu 'ala al-Qadariyah" untuk menolak
fahaman Qadariyah. Hisyam bin al-Hakam As-Syafi'i dengan bukunya "al-Imamah,
al-Qadar, al-Raddu 'ala Az-Zanadiqah" untuk menolak fahaman Mu'tazilah. Abu
Hanifah dengan bukunya "al Amin wa al-Muta'allim" dan "Fiqhu al-Akbar" untuk
mempertahankan aqidah Ahlussunnah. Namun demikian golongan Mu'tazilah pada
masa khalifah al-Makmun, al-Mu'tasim dan al-Wasiq, telah berjaya menjadikan
fahaman mereka menjadi mazhab negara, setelah bertahun-tahun tertindas di bawah
Daulah Umayyah. golongan Mu'tazilah memperoleh kedudukan yang baik dalam
kalangan bani Abbas, tidak lagi permusuhan seperti yang mereka peroleh dari bani
umayyah.

Pada masa itu, telah munculnya Abu Hasan al-Asy'ari, salah seorang murid
tokoh Muktazilah al-Jubba'i menentang pendapat gurunya dan membela aliran
Ahlussunnah wal Jama'ah. Dia berpandangan "jalan tengah" antara pendapat Salaf

23
dan penentangnya. Abu Hasan menggunakan dalil naqli dan aqli dalam menentang
Mu'tazilah. Usaha ini mendapat dukungan dari Abu al-Mansur al-Maturidy, al-
Baqillani, Isfaraini, Imam haramain al-Juaini, Imam al-Ghazali dan Ar-Razi yang
datang sesudahnya.

5. AQIDAH SELEPAS KERAJAAN ABBASIAH

Sesudah berlalu zaman kerajan Abbasiah datanglah pengikut asy'ari yang


terlalu jauh menceburkan dirinya kedalam falsafah dan mencampurkan semuanya
itu dengan kalam sebagaimana yang dilakukan oleh Al Baidlowi dalam kitabnya
Ath-Thowali dan *Abduddin Al-lejy dalam kitab Al mawaqif.

Mazhab Al Asy'ari berkembang pesat hingga tidak ada lagi mazhab yang
menyalahinya selain daripada mazhab hambaliyah yang tetap bertahan dalam
mazhab salaf, iaitu beriman sebagaimana yang tersebut dalam Al Qur'an Al Hadits
tanpa mentakwilkan ayat ayat atau hadis-hadis.

Pada permulaan abad ke 8 hijrah di Damaskus seorang ulama besar iaitu


Taqiyudin ibnu Taimiyah menentang urusan berlebih-lebihan dari pihak-pihak yang
menyampur baurkan falsafah dengan kalam atau menentang usaha-usaha yang
memasukan prinsip-prinsip falsafah kedalam aqidah islamiyah. Ibnu Taimiyah
membela mazhab salaf (sahabat, tabi'in dan imam-imam mujtahidin) dan
membantah pendirian-pendirian golongan-golongan Al Asy'ari dan lain-lain, baik
dari golongan Rafidhah, maupun dari golongan sufiyah. Masyarakat islam pada
masa itu menjadi dua golongan iaitu, ada yang menerima dan ada yang menolak
pendapat pendapat Ibnu Taimiyah. Jalan yang ditempuh oleh Ibnu Taimiyah ini
kemudian disambung pula oleh seorang muridnya yang terkemuka iaitu, Ibnu
Qayyim al-Jauziyah.

Setelah itu, muncul pergerakan yang dinamakan gerakan salaifiyah wahabi


yang dipelopori oleh Muhammad bin Abd Wahab. Persoalan yang dibawa oleh
gerakan ini tidak jauh beza dengan para pendahulunya, iaitu menegaskan kepada
kembali pada Al qur'an dan Sunnah, pemumian akidah dengan penghapusan
amalan-amalan syirik dan segala bentuk bidaah dan kurafat. Kaum wahabi
menganggap segala pembantaian dan kekejaman terhadap kaum muslim yang
dilakukan untuk merebut wilayah Hijaz dari kerajaan Turky Usmani adalah dalam
rangka jihad memerangi orang musyrik. Menurut wahabi orang Islam yang bidaah,
kurafat dsb adalah musyrik. Jadi ia bukan memerangi umat Islam, melainkan orang
musyrik. Dengan demikian segala perampasan yang mereka lakukan adalah halal,
karena merupakan ghonimah atau harta rampasan perang. Dan mereka pun

24
menghancurkan makam-makam wali serta para sahabat dengan alasan akan
kekhuatiran umat islam menyembahnya.

Gerakan syalafiyah modern yang diketuai oleh Ibn Aziz Ibn Abdullah Ibn
Baz meneruskan perjuangan al-wahabiyah. Mereka melakukan taklid mutlak
terhadap Ibn Al Wahab dan Ibn Taimiyah. Tujuannya pun hampir serupa dengan
gerakan Wahabi dan menolak segala bentuk pemikiran kaum barat. Mereka
menyatakan bahwa golongan ahli sunnah wal jama'ah memisahkan diri dari Jama'ah
Islamiyah.

Adapun gerakan salafiyah ini mengajarkan untuk kembali kepada Al-Qur'an


dan As Sunnah dan menolak taklid pada ulama-ulama mazhab. Mereka juga
menolak peranan akal dalam akidah dan menolak takwil ayat-ayat Al-qur'an yang
musytabihat. Hal tersebut dilakukan untuk memurnikan tauhid dari syirik. Mereka
beranggapan bahwa kemurnian tauhid telah dicemari oleh kebiasaan-kebiasaan yang
timbul di bawah pengaruh tarikat-tarikat. Dalam masalah syirik, Ibn al-Wahhab
mengklasifikasikan kepada syirik akbar dan syirik asghar. Syirik akbar adalah bila
seorang hamba mengarahkan ibadahnya kepada selain Allah dan orang yang
melakukan syirik ini dianggap keluar dari agama Islam (kafir). Sedangkan syirik
saghir bilamana seseorang melaksanakan perbuatan yang menjadi perantara menuju
syirik akbar. Misalnya terlalu berlebih-lebihan dalam menyanjung Nabi SAW.

Isu pembaharuan barat atau modernisasi mempengaruhi pemikiran umat


Islam, telah munculnya pemikiran-pemikiran Islam liberal yang mengarahkan
pemikirannya kepada barat yang mana kehidupan beragama di barat mempunyai
tujuan untuk menyesuaikan ajaran-ajaran keagamaannya dengan ilmu pengetahuan
dan falsafath modern yang terbukti mampu mengangkat darjat orang barat. Islam
liberal berpendapat bahwa Al Qur'an dan As-sunah harus dipahami melalui
pendekatan rasional dan liberal, agar Islam selalu sesuai dengan perubahan zaman.

Adapun gerakan Islam liberal ini mempunyai misi untuk membuka pintu
ijtihad pada semua dimensi Islam, mengutamakan semangat religio-etik,
mempercayai kebenaran yang relatif, memihak pada minoriti yang tertindas,
meyakini kebebasan agama serta memisahkan autoriti duniawi dan ukhrowi.

25
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dalam bahasa Arab akidah berasal dari kata al-'aqdu (ُ ‫)اىعَ ْقذ‬ ْ yang berarti
ikatan, at-tautsiiqu(‫ )اىخ َّ ْلثِي ُْق‬yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat al-
ihkaamu (ًُ ‫ )اْ ِإلحْ نَب‬yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-
wah (‫ط‬ُ ‫اىش ْب‬
َّ ‫ )بِقُ َّلة‬yang berarti mengikat dengan kuat. Tauhid, yaitu seorang hamba
meyakini bahwa Allah SWT adalah Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam rububiyah
(ketuhanan), uluhiyah (ibadah), Asma` dan Sifat-Nya.

Tiga macam pembagian tauhid menurut Ulama:

1. Tauhid Rububiyah

Yaitu mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya, seperti mencipta,


menguasai, memberikan rizki, mengurusi makhluk, dll yang semuanya hanya Allah
semata yang mampu. Dan semua orang meyakini adanya Rabb yang menciptakan,
menguasai, dll.

2. Tauhid Uluhiya

Allah dalam perbuatan-perbuatan yang dilakukan hamba. Yaitu


mengikhlaskan ibadah kepada Allah, yang mencakup berbagai macam ibadah
seperti : tawakal, nadzar, takut, khosyah, pengharapan, dll. Tauhid inilah yang
membedakan umat Islam dengan kaum musyrikin. theis yang berkeyakinan tidak
adanya Rabb.

3. Tauhid Asma Wa Sifat

Mengimani dan menetapkan apa yang sudah ditetapkan Allah di dalam Al


Quran dan oleh Nabi-Nya di dalam hadits mengenai nama dan sifat Allah tanpa
merubah makna, mengingkari, mendeskripsikan bentuk/cara, dan memisalkan.

Allah ta‟ala berfirman, “Wahai anak Adam, seandainya enkau datang


kepada-Ku dengan membawa dosa sepenuh jagad, lantas engkau menemuiku dalam
keadaan tidak menyekutukan-Ku dengan suatu apa pun, maka Aku akan
memberimu ampunan sepenuh jagad itu pula,” (HR.Tirmidzi 3540)

26
B. SARAN

Setelah pembahasan makalah ini, diharapkan kepada kita semua, dapat


memahami Aqidah dan Tauhid, sehingga dapat mengenal Allah SWT serta dapat
mengamalkannya dengan ibadah dan pelaksanaan dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan mengenal Allah SWT sebagai Tuhan Yang Maha Esa dan yang patut
disembah, kita akan terhindar dari perbuatan syirik.Mudah-mudahan kita termasuk
orang-orang yang dilindungi Allah SWT dari perbuatan syirik yang mengantar kita
ke neraka jahannam. Aamiin.

27
DAFTAR PUSTAKA

Zahri.2019.Pokok-Pokok Akidah Yang Benar.Cv Budi Utama:Yogyakarta

https://almanhaj.or.id/3169-keutamaan-tauhid.html. Di akses 29 oktober 2022

https://id.scribd.com/document/263068144/Sejarah-Perkembangan-Ilmu-Akidah.
Diakses 29 oktober 2022

Abduh, Syekh Muhammad.1992 .Risalah At Tauhid, terj. H. Firdaus A. N., Jakarta:


Bulan Bintang

Abu Zahrah, Syekh Muhammad, 1969. Al „Aqidah Al Islamiyyah, ttp : „Udhwal


Majmu‟

28

Anda mungkin juga menyukai