Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

TATANAN AQIDAH DALAM ISLAM

Disusun oleh :

Muhammad Shalahuddin Zulva (201910370311007)


Muhammad Arsyad Giri (201910370311225)

INFORMATIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
KATA
PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Segala puji bagi Allah yang maha mengetahui dan maha bijaksana yang
telah memberi petunjuk agama yang lurus kepada hamba-Nya dan hanya kepada-
Nya. Salawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW
yang membimbing umatnya dengan suri tauladan-Nya yang baik.
Segala syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan anugrah,
kesempatan dan pemikiran kepada penulis untuk dapat menyelesaikan tugas
membuat makalah tentang tatanan aqidah dalam islam. Makalah ini merupakan
pengetahuan tentang konsep aqidah dalam islam, semua dirangkum dalam
makalah agar pemahaman terhadap permasalahan lebih mudah dipahami dan lebih
singkat serta akurat.
Diharapkan kepada pembaca dapat mengkaji berbagai permasalahan
tentang konsep aqidah islam. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu proses pembuatan makalah. Semoga makalah
ini bermanfaaat bagi kita semua. Terimakasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Malang, 24 Februari 2020


DAFTAR ISI

Cover
KATA PEGANTAR ……………………………………………….... i
DAFTAR ISI ………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …….……………………………...……….…... 1
B. Rumusan Masalah …….…………………………...……….….. 1
C. Tujuan ……………………………………………...……….…. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Aqidah Islam ............................................................ 3
B. Ruang Lingkup Aqidah Islam ………………………………….. 4
C. Sumber Aqidah Islam …………………………………………... 5
D. Kaidah Aqidah Islam …………………………………………… 7
E. Fungsi Aqidah Islam ……………………………………………. 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ………………...…………………………………… 10
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………… iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Umar Bin Khatab pernah menjelaskan bahwa Islam adalah agama yang
diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad, agama Islam meliputi Akidah, Syariat
dan Akhlak. Aqidah merupakan salah satu hal yang penting dalam islam. Setiap
orang yang memeluk agama islam pasti memiliki Aqidah. Aqidah adalah pokok-
pokok keimanan yang telah ditetapkan oleh Allah, dan kita sebagai manusia wajib
meyakininya sehingga kita layak disebut sebagai orang yang beriman (mu’min).
Namun bukan berarti bahwa keimanan itu ditanamkan dalam diri seseorang secara
dogmatis, sebab proses keimanan harus disertai dalil-dalil aqli. Akan tetapi,
karena akal manusia terbatas maka tidak semua hal yang harus diimani dapat
diindra dan dijangkau oleh akal manusia. Para ulama sepakat bahwa dalil-dalil
aqli yang haq dapat menghasilkan keyakinan dan keimanan yang kokoh.
Sedangkan dalil-dalil naqli yang dapat memberikan keimanan yang diharapkan
hanyalah dalil-dalil yang qath’i. Makalah kecil ini menampilkan beberapa bahasan
yang bisa membantu siapa saja yang ingin memahami aqidah.

B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan dibahas adalah:
1. Apa pengertian aqidah islam?
2. Apa saja ruang lingkup aqidah islam?
3. Apa sumber aqidah islam?
4. Bagaimana kaidah aqidah islam?
5. Bagaimana fungsi aqidah islam?

C. Tujuan
Tujuan penulis meyelesaikan makalah ini adalah untuk:
1. Untuk mengetahui pengertian aqidah islam.
2. Untuk mengetahui ruang lingkup pembahasan aqidah islam.
3. Untuk mengetahui sumber aqidah islam.
4. Untuk memahami kaidah aqidah islam.
5. Untuk mengetahui fungsi aqidah islam.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Aqidah Islam


Islam adalah agama Allah yang diturunkan untuk seluruh umat manusia.
Tujuannya ialah untuk mengatur hidup mereka agar berjalan dengan sempurna
dan mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat. Islam telah menerangkan
kedudukan manusia di alam ini dan menjelaskan hubungan mereka dengan pihak-
pihak lain. Secara umumnya hubungan-hubungan itu dapat dirumuskan kepada
tiga bahagian iaitu hubungan dengan Allah, dengan diri sendiri dan dengan
masyarakat. Hubungan-hubungan itu pula mempunyai pertalian rapat dengan
dimensi-dimensi lain yaitu dikenali sebagai aqidah, syariat dan akhlak.
aqidah Islam iaitu ia adalah iman yang kuat dan mendalam terhadap Allah
SWT, malaikat-malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari akhirat, qadha' dan qadar
baik atau buruk, beriman dengan semua yang diturunkan oleh Allah SWT. di
dalam al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW. yang sahih yang terdiri daripada
asas agama, perintahperintah, perkhabaran-perkhabaran, ijma' para salah al-soleh
dan menyerah diri dengan sepenuh hati kepada hukum Allah SWT perintah-Nya,
penentuanNya, syara', taat dan bertahkim kepada-Nya serta mengikut Rasulullah
SAW.
Aqidah merupakan asas kehidupan manusia. Setiap insan yang lahir ke
dunia ini sudah dibekalkan dengan fitrah beraqidah dan keyakinan yang menjadi
pegangan hidup. Mereka akan mempertahankan kepercayaan dan pegangan
tersebut walaupun terpaksa membayar dengan harga yang mahal, sehingga
sanggup mengorbankan jiwa dan harta. Dalam Islam kepercayaan ini dikenali
sebagai aqidah. Justeru itu setiap insan akan melakukan tindakan dan aktiviti
mereka selaras dengan kepercayaan dan pegangan aqidah masing-masing. Islam
telah meletakkan aqidah di tempat yang paling utama di dalam kehidupan tanpa
aqidah yang benar semua amalan tidak akan diterima dan sia-sia belaka. Dalam
hubungan ini Allah telah berfirman: "dan Kami bawakan perbicaraan kepada apa
yang mereka lakukan di dunia ini, lalu Kami jadikan ianya sebagai abu yang
berterbangan (al-Furqan 25)”.
Mentauhidkan Allah merupakan aqidah yang dibawa oleh semua nabi dan
rasul. Setiap rasul menyeru umat masing-masing supaya beriman kepada Allah
dan mentauhidkanNya. Cara dan pendekatan yang diguna oleh para rasul pula
mudah dan senang difahami. Kerana itu orang yang menerima dakwah dan
ajakan mereka menerimanya dengan jelas, sementara yang menolaknya, mereka
menolaknya dengan jelas juga. Untuk beriman kepada Allah dengan sebenarnya
perlu mengenaliNya melalui wahyu, sama ada dari al-Qur'an ataupun al-hadith.
Al-Qur'an dan al-hadith telah menggambarkan kepada manusia seluruhnya
tentang Allah dengan jelas dan sempurna. Dengan gambaran keagungan Allah
melalui nama-nama dan sifat-sifatNya itu memberi kefahaman kepada hambaNya
tentang kehebatan dan keagungan Allah. Dengan itu mereka dapat mengenaliNya
lantas beriman dan mentauhidkan Allah dengan sebenar-benarnya. Untuk
memperlihatkan kehebatan Allah dan kepentingan beriman denganNya, Untuk
memperlihatkan kehebatan Allah dan kepentingan beriman denganNya,
Rasulullah s.a.w. telah menerangkan di dalam sebuah hadith tentang kelebihan
surah al-Ikhlas. Kelebihannya adalah sama dengan satu pertiga al-Qur'an.
Sekiranya kita melihat kepada intipati surah tersebut ternyata ia berkisar kepada
beriman kepada Allah dan mentauhidkanNya. Secara umum, surah al-Ikhlas
menjelaskan tauhid terhadap Allah dan bahagiannya yaitu Tauhid Uluhiyyah,
Rububiyyah serta Asma' dan Sifat-Sifat-Nya (Khatir, 2010).

B. Ruang Lingkup Aqidah Islam


Meminjam sistimatika Hasaln al-Banna maka ruang lingkup pembahasan
aqidah islam adalah:
1. Ilahiyat
Pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Ilah
(Tuhan, Allah) seperti wujud Allah, nama-nama dan sifat-sifat Allah, af’al
Allah dan lainnya.
2. Nubuwat
Pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan
Rasul, termasuk tentang Kitab-Kitab Allah, mu’jizat, karamat dan lain
sebagainya.
3. Ruhaniyat
Pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam
metafisik seperti Malaikat, Jin, Iblis, Syetan, Roh dan lain sebagainya.
4. Sam’iyyat
Pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat Sam’i
(dalil naqli berupa Al-Qur’an dan Sunnah) seperti alam barzakh, akhirat,
azab kubur, tanda-tanda kiamat, surga neraka dan lain sebagainya.
Di samping sistimatika di atas, pembahasan aqidah bisa juga mengikuti
sistimatika arkanul iman (rukun iman) yaitu:
1) Iman Kepada Allah SWT.
2) Iman Kepada Malaikat (termasuk juga makhluk ruhani lain seperti Jin,
Iblis dan Syetan).
3) Iman Kepada Kitab-Kitab Allah.
4) Iman Kepada Nabi dan Rasul.
5) Iman Kepada Hari Akhir.
6) Iman Kepada Takdir Allah.

C. Sumber Aqidah Islam


Sumber aqidah Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Artinya apa saja yang
disampaikan oleh Allah dalam Al-Qur’an dan oleh Rasulullah dalam Sunnahnya
wajib diimani (diyakini dan diamalkan). Akal pikiran tidaklah menjadi sumber
aqidah, tetapi hanya berfungsi memahami nash-nash yang terdapat dalam kedua
sumber tersebut dan mencoba membuktikan secara ilmiah kebenaran yang
disampaikan Al-Qur’an dan Sunnah. Itupun harus didasari oleh suatu kesadaran
bahwa kemampuan akal sangat terbatas. Sesuatu yang terbatas/akal tidak akan
mampu menggapai sesuatu yang tidak terbatas. Misalkan, saat ditanya, kekal
[sesuatu yang tidak terbatas] itu sampai kapan?, maka akal tidak akan mampu
menjawabnya karena akal itu terbatas.
Aqidah itu mempunyai sifat keyakinan dan kepastian sehingga tidak
mungkin ada peluang bagi seseorang untuk meragukannya dan untuk mencapai
tingkat keyakinan ini, aqidah Islam wajiblah bersumber pada dua warisan
tersebut [Al-Qur’an Hadits] yang tidak ada keraguan sedikit pun padanya dan
akal bukanlah bagian dari sumber yang tidak ada keraguan padanya. Dengan kata
lain, untuk menjadi sumber aqidah, maka asal dan indikasinya haruslah pasti dan
meyakinkan, tidak mengandung sedikut pun keraguan. Jika kita memandang Al-
Qur’an dari segi wurud, maka ia adalah pasti lagi meyakinkan karena telah ditulis
selagi Rasulullah masih hidup dan juga dihafal serta sejumlah besar sehabat yang
mustahil mereka sepakat berdusta untuk memalsukannya dan juga karena itu,
tidak pernah timbul perselisihan tentang kesahihan Al-Qur’an di kalangan umat
Islam sejak dahulu hingga sekarang.
Tidak pernah ada yang berbeda pendapat bahwa Tuhan itu ada, bahwa
Tuhan itu satu, bahwa Tuhan itu maha kuasa. Aqidah atau iman itu mempunyai
peran dan pengaruh dalam hati. Ia mendorong manusia untuk melakukan amal-
amal yang baik dan meninggalkan perbuatan keji dan mungkar. Ia mengawal dan
membimbing manusia ke jalan yang lurus dan benar serta menjaganya untuk
tidak tergelincir ke dalam lembah kesesatan; dan juga menanamkan dalam
dirinya kecintaan kepada kebenaran dan kebaikan. Sesungguhnya hidayah Allah
hanya diberikan kepada manusia yang hatinya telah dimasuki iman.
Allah berfirman dalam Surat al-Taghabun/64:11 :
. . . ‫ هبلق دهي هللاب نمؤي نمو‬. . .(‫ نباغتلا‬11)
“Dan barang siapa yang beriman kepada Allah niscaya Allah akan memberi
hidayah kepada hatinya.”
Pada hakikatnya, iman yang dalam hati itu atau aqidah ibarat nur atau
cahaya yang menerangi hati dan sangat diperlukan oleh manusia dalam
kehidupannya di dunia. Tanpa cahaya itu hati sangat gelap, sehingga akan sangat
mudah orang tergelincir dalam lembah maksiat. Ibarat orang yang berjalan pada
waktu malam tanpa lampu atau cahaya, ia akan sangat mudah terperosok ke
dalam lobang atau jurang. Demikianlah peranan iman yang merupakan bangunan
bawah/fondasi utama dari kepribadian yang kukuh dan selalu mengawal serta
membuat hati agar selalu baik dan bersih, sehingga dapat memberi bimbingan
bagi manusia ke arah kehidupan yang tenteram dan bahagia.

D. Kaidah Aqidah Islam


1. Apa yang saya dapat dengan indera saya, saya yakin adanya, kecuali bila
akal saya mengatakan “tidak” berdasarkan pengalaman masa lalu.
Misalnya, bila saya untuk pertama kali melihat sepotong kayu di dalam
gelas berisi air putih kelihatan bengkok, atau melihat genangan air di
tengah jalan [fatamorgana], tentu saja saya akan membenarkan hal itu.
Tapi bila terbukti kemudian bahwa hasil penglihatan indera saya salah
maka untuk kedua kalinya bila saya melihat hal yang sama, akal saya
langsung mengatakan bahwa yang saya lihat tidak demikian adanya.
2. Keyakinan, disamping diperoleh dengan menyaksikan langsung, juga bisa
melalui berita yang diyakini kejujuran si pembawa berita. Banyak hal yang
memang tidak atau belum kita saksikan sendiri tapi kita meyakini adanya.
Misalnya anda belum pernah ke Thailand, Afrika atau Yaman, tapi anda
meyakini bahwa negeri-negeri tersebut ada. Atau tentang fakta sejarah,
tentang Daulah Abbasiyah, Umayyah atau tentang kerajaan Majapahit, dan
lain-lain, anda meyakini kenyataan sejarah itu berdasarkan berita yang
anda terima dari sumber yang anda percaya.
3. Anda tidak berhak memungkiri wujudnya sesuatu, hanya karena anda
tidak bisa menjangkaunya dengan indera anda. Kemampuan alat indera
memang sangat terbatas. Telinga tidak bisa mendengar suara semut dari
jarak dekat sekalipun, mata tidak bisa menyaksikan semut dari jarak jauh.
Oleh karena itu, seseorang tidak bisa memungkiri wujudnya sesuatu hanya
karena inderanya tidak bisa menyaksikannya.
4. Seseorang hanya bisa menghayalkan sesuatu yang sudah pernah dijangkau
oleh inderanya. Khayal manusiapun terbatas. Anda tidak akan bisa
menghayalkan sesuatu yang baru sama sekali. Waktu anda menghayalkan
kecantikan seseorang secara fisik, anda akan menggabungkan unsur-unsur
kecantikan dari banyak orang yang sudah pernah anda saksikan.
5. Akal hanya bisa menjangkau hal-hal yang terikat dengan ruang dan waktu.
Tatkala mata mengatakan bahwa tiang-tiang listrik berjalan waktu kita
menyaksikannya lewat jendela kereta api akal dengan cepat
mengoreksinya. Tapi apakah akal bisa memahami dan menjangkau segala
sesuatu? Tidak. Karena kemampuan akalpun terbatas. Akal tidak bisa
menjangkau sesuatu yang tidak terikat dengan ruang dan waktu.
6. Iman adalah fithrah setiap manusia.
Setiap manusia memiliki fithrah mengimani adanya Tuhan. Pada saat
seseorang kehilangan harapan untuk hidup, padahal dia masih ingin hidup,
fithrahnya akan menuntun dia untuk meminta kepada Tuhan. Misalnya
bila anda masuk hutan, dan terperosok ke dalam lubang, pada saat anda
kehilangan harapan untuk bisa keluar dari lubang tiu, anda akan berbisik
“Oh Tuhan!”
7. Kepuasan materil di dunia sangat terbatas. Manusia tidak akan pernah puas
secara materil. Seorang yang belum punya sepeda ingin punya sepeda.
Setelah punya sepeda ingin punya motor dan seterusnya sampai mobil,
pesawat, dan lain lain. Bila keinginan tercapai maka akan berubah menjadi
sesuatu yang “biasa”, tidak ada rasa kepuasan pada keinginan itu. Selalu
saja keinginan manusia itu ingin lebih dari apa yang sudah didapatnya
secara materil dan keinginan manusia akan dipuaskan secara hakiki di
alam sesudah dunia ini.
8. Keyakinan tentang hari akhir adalah konsekuensi logis dari keyakinan
tentang adanya Allah. Jika anda beriman kepada Allah, tentu anda beriman
dengan segala sifat-sifat Allah, termasuk sifat Allah Maha Adil. Kalau
tidak ada kehidupan lain di akhirat, bisakah keadilan Allah itu terlaksana?
Bukankah tidak semua penjahat menanggung akibat kejahatannya di dunia
ini? Bukankah tidak semua orang yang berbuat baik merasakan hasil
kebaikannya?. Bila anda menonton film, ceritanya belum selesai tiba-tiba
saja dilayar tertulis kalimat “Tamat”, bagaimana komentar anda? Oleh
sebab itu, iman anda dengan Allah menyebabkan anda beriman dengan
adanya alam lain sesudah alam dunia ini yaitu Hari Akhir.

E. Fungsi Aqidah Islam


Aqidah adalah dasar, fondasi untuk mendirikan bangunan. Semakin tinggi
bangunan yang akan didirikan harus semakin kokoh pula fondasi yang dibuat.
Kalau fondasinya lemah bangunan itu akan cepat ambruk. Tidak ada bangunan
tanpa fondasi. Kalau ajaran Islam kita bagi dalam sistimatika Aqidah Ibadah
Akhlak dan Mu’amalat, atau Aqidah Syari’ah dan Akhlak, atau Iman Islam dan
Ihsan, maka ketiga/keempat aspek tersebut tidak bisa dipisahkan sama sekali.
Satu sama lain saling terkait. Seseorang yang memiliki aqidah yang kuat, pasti
akan melaksanakan ibadah dengan tertib, memiliki akhlak yang mulia dan
bermu’amalat dengan baik. Ibadah seseorang tidak akan diterima oleh Allah swt
kalau tidak dilandasi dengan aqidah. Misalnya orang nonmuslim memberi beras
kepada seorang yang miskin, amal ibadah orang itu nilainya NOL di hadapan
Allah, Allah tidak menerima ibadahnya karena orang itu tidak punya landasan
aqidah.
Seseorang bisa saja merekayasa untuk terhindar dari kewajiban formal,
misalnya zakat, tapi dia tidak akan bisa menghindar dari aqidah. Misalnya,
aqidah mewajibkan orang percaya bahwa Tuhan itu cuma satu yaitu Allah, orang
yang menuhankan Allah dan sesuatu yang lain [uang misalnya] maka akan
kelihatan nanti, tidak bisa ditutup-tutupi, tidak bisa direkayasa. Entah dari
bicaranya yang seolah-olah uang telah membantu hidupnya, tanpa uang dia tidak
akan nisa hidup, atau dari perilakunya yang satu minggu sekali datang ke pohon
besar dan berdoa disitu. Itulah sebabnya kenapa Rasulullah SAW selama 13
tahun periode Mekah memusatkan dakwahnya untuk membangun aqidah yang
benar dan kokoh. Sehingga bangunan Islam dengan mudah berdiri di periode
Madinah. Dalam dunia nyatapun ternyata modal untuk membangun sebuah
bangunan itu lebih besar tertanam di fondasi. Jadi aqidah berfungsi sebagai ruh
dari kehidupan agama, tanpa ruh/aqidah maka syari’at/jasad kita tidak ada guna
apa-apa.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam keseluruhan bangunan Islam, aqidah dapat diibaratkan sebagai
fondasi. Di mana seluruh komponen ajaran Islam tegak di atasnya. Aqidah
merupakan beberapa prinsip keyakinan. Dengan keyakinan itulah seseorang
termotivasi untuk menunaikan kewajiban-kewajiban agamanya karena sifatnya
keyakinan maka materi aqidah sepenuhnya adalah informasi yang disampaikan
oleh Allah SWT. melalui wahyu kepada Nabi-Nya, Muhammad SAW. Pada
hakikatnya filsafat dalam bahasan aqidah tetap bersumber pada Al-Qur’an dan
Sunnah. Allah menganugerahkan kebijakan dan kecerdasan berfikir kepada
manusia untuk mengenal adanya Allah dengan memperhatikan alam sebagai
bukti hasil perbuatan-Nya Yang Maha Kuasa. Hasil perbuatan Allah itu serba
teratur, cermat dan berhati-hati. Sumber aqidah Islam adalah Al-Qur’an dan
Sunnah. Akal pikiran tidaklah menjadi sumber aqidah, tetapi hanya berfungsi
memahami nash-nash yang terdapat dalam kedua sumber tersebut dan mencoba
membuktikan secara ilmiah kebenaran yang disampaikan Al-Qur’an dan Sunnah.
Itupun harus didasari oleh suatu kesadaran bahwa kemampuan akal sangat
terbatas. Sesuatu yang terbatas/akal tidak akan mampu menggapai sesuatu yang
tidak terbatas. Jadi aqidah berfungsi sebagai ruh dari kehidupan agama, tanpa
ruh/aqidah maka syari’at/jasad kita tidak ada guna apa-apa.
DAFTAR PUSTAKA

Drs. H. Yunahar Ilyas. Kuliah Aqidah Islam. (Yogyakarta: 1992). h. 1

Al-Banna, Majmu’atu ar-Rasail. Muassasah ar-Risalah Beirut: tanpa tahun. h.165

Al-Jazairy, Aqidah al-Mukmin. (Cairo: 1978). h. 21

Drs. Edi Suresman. A.Md. Aqidah Islam. Malang. IKIP. 1993.

Drs. Edu Suresman. Aqidah Islam. (Malang: 1993). h. 1. Ibid. h. 21

Al-Jazairy, Abu Bakar Jabir. Aqidah al-Mukmin. Cairo. Maktabah al-Kulliyat al


Azhariyah. 1978.

Drs. H. Yunahar Ilyas. Kuliah Aqidah Islam. (Yogyakarta: 1992). h. 6

Dr. Ahmad Daudy, Kuliah Aqidah Islam. Jakarta. Bulan Bintang. 1997

Anda mungkin juga menyukai