Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KEPERAWATAN KOMUNITAS II

Konsep Promosi Kesehatan

Disusun Oleh :

Aldi Kurniawan Efendi


Aisyah Rahma Alvi
Deby Putri Anggraini
Novelya Pili Geraldin
Novica Saputri
Tesa

Dosen Pembimbing : Hengky Januardi ,SH,MH

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

T.A. 2020/2021

STIKES YARSI SUMBAR BUKITTINGGI


Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-
Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat
pada waktunya yang berjudul “Akidah”

Makalah ini berisikan tentang Akidah. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai
segala usaha kita. Amin.

Bukittinggi ,23 Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................

DAFTAR ISI....................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.........................................................................................

1.2 Rumusan Masalah....................................................................................

1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Akidah...................................................................................

2.2 Ladasan filosofi akidah islam .................................................................

2.3 Fungsi dan peranan akidah islam.............................................................

2.4 ruang lingkup ,kaidah,fungsi serta manfaat akidah islam........................

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan..............................................................................................

3.2 Saran........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Akidah adalah pokok pokok keimanan yang telah ditetapkan oleh Allah, dan kita sebagai
manusia wajib meyakininya sehingga kita laya disebut orang yang beriman atau mu’min.
dan proses keimanan harus disertai dalil dalil aqli. Akan tetapi , karena keterbatasan akal
manusia maka tidak semua hal yang di Imani dapat di indra dan di jangkau oleh akal
manusia.

Para ulama sepakat bahwa dalil dalil aqli yang haq dapat menghasilkan keyakinan dan
keimana yang kokoh. Sedangkan dalil dalil naqli yang dapat memberikan keimanan yang
di harapkan hanyalah dalil dalil yang qath’i. Makalah ini menampilkan beberapa
bahasan yang yang bisa membantu siapa saja.

1.2 Rumusan Masalah


1. Pengertian Akidah ?
2. Ladasan filosofi akidah islam ?
3. Fungsi dan peranan akidah islam ?
4. Ruang lingkup ,kaidah,fungsi serta manfaat akidah islam ?

1.3 Tujuan Makalah


1. Menjelaskan Pengertian Akidah ?
2. Menjelaskan Ladasan filosofi akidah islam ?
3. Menjelaskan Fungsi dan peranan akidah islam ?
4. Menjelaskan Ruang lingkup ,kaidah,fungsi serta manfaat akidah islam ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Akidah islam
a. Pengertian Aqidah Islam
Secara etimologi (lughatan), aqidah berakar dari kata ‘aqada - ya’qidu - ‘aqdan yang
berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi aqidah berarti
keyakinan.[1] Relevansi antara arti kata aqdan dan aqidah adalah keyakinan itu tersimpul
dengan kokoh di dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian.

Dalam penjabarannya, akidah Islam meliputi rukun iman yang enam, yakni:
1. Beriman kepada Allah;
2. Beriman kepada malaikat-malaikat-Nya;
3. Beriman kepada kitab-kitab-Nya;
4. Beriman kepada rasul-rasul-Nya;
5. Beriman kepada hari akhirat; dan
6. Beriman kepada takdir Allah.

Pembagian yang enam ini sesuai dengan sabda Nabi Saw. ketika ditanya oleh seseorang.
Hadisnya berbunyi:

‫ أن نقومن بالة وماليكور ادل ولوار و قدر وتنو‬: ‫أخي ي الياي قل‬

Beri tahulah aku tentang iman! Nabi Muhammad menjawab: Engkau mesti percaya adanya
Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya dan rasul- rasul-Nya. Hari akhirat dan mesti
percaya kepada adanya takdir yang baik maupun yang buruk . (HR. Muslim dari Umar bin
Khaththab.
Secara terminologis (isthilahan), terdapat beberapa definisi (ta’rif) antara lain.

1. Menurut Hasan al-Banna:

‫العقائد هي األمور التى يجب أن يصدق بها قلبك وتطمئن اليها نفسك وتكون يقينا عندك ال يمازجه ريب واليخالطه شك‬

“Aqidah adalah beberapa perkara yang wajib diyakini keberadaannya oleh hatimu,
mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan
keragu-raguan”[2]

2. Munurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy:

‫ ويث~~نى عليه~~ا ص~~دره‬,‫ يعق~~د عليه~~ا اإلنس~~ان قلب~~ه‬,‫ والسمع والفط~~رة‬,‫العقيدة هي مجموعة من قضايا الحق البدهية المسلمة بالعقل‬
‫ قاطعا بوجودها وثبوتها اليرى خالفها أنه يصح أو يكون أبدا‬,‫جازما بصحتها‬

“Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum (axioma) oleh
manusia berdasarkan akal, wahyu dan fithrah. (Kebenaran) itu dipatrikan oleh manusia di dalam
hati serta diyakini kesahihan dan kebenarannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang
bertentangan dengan kebenaran itu”[3]

Untuk lebih memahami kedua definisi di atas maka perlu dikemukakan beberapa catatan
tambahan:

1. Ilmu terbagi dua: pertama ilmu dharuri, kedua ilmu nazhari. Ilmu yang dihasilkan oleh
indera, dan tidak memerlukan dalil disebut ilmu dharuri. Misalnya anda melihat meja di hadapan
mata, anda tidak lagi memerlukan dalil atau bukti bahwa benda itu ada. Sedangkan ilmu yang
memerlukan dalil atau pembuktian itu disebut ilmu nazhari. Misalnya 1+1=2, tentu perlu dalil
untuk orang yang belum tahu teori itu. Di antara ilmu nazhari itu, ada hal-hal yang karena sudah
sangat umum dan terkenal maka tidak memerlukan lagi adanya dalil, misalnya sepeda bannya
ada dua sedangkan mobil bannya ada empat, tanpa dalil siapapun pasti mengetahui hal tersebut.
Hal inilah yang disebut badihiyah. Badihiyah adalah segala sesuatu yang kebenarannya perlu
dalil pembuktian, tetapi karena sudah sangat umum dan mendarah daging maka kebenaran itu
tidak perlu pembuktian lagi.
2. Setiap manusia memiliki fithrah mengakui kebenaran (bertuhan), indera untuk mencari
kebenaran, akal untuk menguji kebenaran dan memerlukan wahyu untuk menjadi pedoman
menentukan mana yang benar dan mana yang tidak. Tentang Tuhan, misalnya, setiap manusia
memiliki fithrah bertuhan, dengan indera dan akal dia bisa buktikan adanya Tuhan, tapi hanya
wahyulah yang menunjukkan kepadanya siapa Tuhan yang sebenernya.

3. Keyakinan tidak boleh bercampur sedikitpun dengan keraguan. Sebelum seseorang sampai
ke tingkat yakin dia akan mengalami lebih dahulu Syak (50%-50% antara membenarkan dan
menolak), kemudian Zhan (salah satu lebih kuat sedikit dari yang lainnya karena ada dalil yang
menguatkan), kemudian Ghalabatuz Zhan (cenderung menguatkan salah satu karena dalilnya
lebih kuat, tapi masih belum bisa menghasilkan keyakinan penuh), kemudian Ilmu/Yakin
(menerima salah satu dengan sepenuh hati karena sudah meyakini dalil kebenarannya).
Keyakinan yang sudah sampai ke ringkat ilmu inilah yang disebut aqidah.

4. Aqidah harus mendatangkan ketenteraman jiwa. Artinya lahiriyah seseorang bisa saja pura-
pura meyakini sesuatu, akan tetapi hal itu tidak akan mendatangkan ketenangan jiwa karena dia
harus melaksanakan sesuatu yang berlawanan dengan keyakinannya. Kawin paksa misalnya,
hidup satu rumah dengan orang yang tidak pernah dia sukai, secara lahiriyah hubungan mereka
telah sukses karena berakhir dipelaminan namun jiwa mereka tidaklah tenteram seperti kelihatan.

5. Bila seseorang sudah meyakini suatu kebenaran, dia harus menolak segala yang bertentangan
dengan kebenaran itu. Artinya seseorang tidak akan bisa meyakini sekaligus dua hal yang
bertentangan. Misalnya ada meyakini gula itu rasanya manis, tentunya anda akan menolak untuk
meyakini bahwa gula itu rasanya asin, tidak mungkin anda yakin bahwa gula itu rasanya manis
dan asin.

6. Tingkat keyakinan (aqidah) seseorang tergantung kepada tingkat pemahamannya terhadap


dalil. Misalnya:

- Anda akan meyakini adanya beasiswa bila anda mendapatkan informasi tentang beasiswa
tersebut dari orang yang anda kenal tidak pernah berbohong.
- Keyakinan itu akan bertambah apabila anda mendapatkan informasi yang sama dari
beberapa orang lain, namun tidak menutup kemungkinan bahwa anda akan meragukan kebenaran
informasi itu apabila ada syubuhat (dalil dalil yang menolak informasi tersebut).

- Bila anda melihat pengumuman beasiswa di fakultas maka bertambahlah keyakinan anda
sehingga kemungkinan untuk ragu semakin kecil

- Apabila anda diberi formulir pengajuan beasiswa maka keyakinan anda semakin
bertambah dan segala keraguan akan hilang bahkan anda tidak mungkin ragu lagi bahkan anda
tidak akan merubah pendirian anda sekalipun semua orang menolaknya

- Ketika anda bolak balik mengurus segala yang terkait dengan beasiswa maka
bertambahlah pengetahuan dan pengalaman anda tentang beasiswa yang diyakini tadi.

2.2 Landasan Filosofis Aqidah Islam

Pada hakikatnya filsafat dalam bahasan aqidah tetap bersumber pada Al-Qur’an dan
Sunnah.

Allah mengutus (Rasul) yang membawa pesan dari-Nya untuk disampaikan kepada
seluruh umat manusia. Pesan Allah itu ditulis dalam Al-Kitab (Al-Qur’an). Allah
menganugerahkan kebijakan dan kecerdasan berfikir kepada manusia untuk mengenal adanya
Allah dengan memperhatikan alam sebagai bukti hasil perbuatan-Nya Yang Maha Kuasa. Hasil
perbuatan Allah itu serba teratur, cermat dan berhati-hati. Yang menerima hikmah-hikmai inilah
yang disebut “Hukuman” atau “Filosof”.[4]

Berikut beberapa pendapat para filosof barat tentang Tuhan:

- Pendapat Xenophanes

Xenophanes menyatakan: “Tuhan hanya satu, yang terbesar di antara dewa dan manusia, tidak
serupa dengan makhluk yang fana.”
“Tuhan Yang Esa itu tidak dijadikan tidak bergerak dan berubah-ubah, dan ia mengisi seluruh
alam. Dia melihat semuanya, mendengar semua dan memikirkan seluruhnya. Mudah sekali Ia
memimpin alam ini dengan kakuatan fikirNya.”

- Pendapat Socrates

Socrates menyatakan: “Tuhan pencipta ala mini bukanlah hanya untuk memikirkan dan
memperhatikan manusia saja, tapi ialah roh bagi manusia. Jika tidak begitu cobalah sebutkan
padaku, hewan manakah yang dapat mengetahui adanya Tuhan yang mengatur susunan tubuh
yang mempunyai sifat-sifat tinggi seperti ini! Coba katakana hewan mana selain manusia yang
dapat dibawa akalnya menyembah dan berkhidmah kepada Tuhan?”

- Pendapat Descartes

Descartes menyatakan: “Saya tidak menjadikan diri saya sendiri. Sebab kalau saya menjadikan,
tentulah saya dapat memberikan segala sifat kesempurnaan kepada diri saya itu. Oleh sebab itu
tentu saya dijadikan oleh Dzat yang lain. Dan sudah pasti pula Dzat lain itu menjadikan saya
mempunyai sifat-sifat kesempurnaan, kalau tidak akan sama halnya dengan diri saya.”

“Saya selalu merasa diri saya dalam kekurangan, dan pada waktu itu juga diri saya merasa tentu
ada Dzat yang tidak kekurangan, yakni sempurna. Dan Dzat yang sempurna itu ialah Allah”[5]

Mari kita kaji Al-Qur’an lalu kita perhatikan kandungannya, bahwa apa yang dinyatakan oleh
para filosof di atas, semakna dengan apa yang dinyatakan oleh Allah di dalam Al-Qur’an:

Dan Apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani),
Maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata!

Dan ia membuat perumpamaan bagi kami; dan Dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata:
"Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?"

Katakanlah: "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. dan Dia
Maha mengetahui tentang segala makhluk. [QS.36:77-79].
Maka hendaklah manusia memperhatikan dari Apakah Dia diciptakan?

Dia diciptakan dari air yang dipancarkan,

yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan.

Sesungguhnya Allah benar-benar Kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah mati).


[QS.86:5-8]

Dari uraian di atas, nyatalah bahwa pada hakikatnya landasan aqidah Islam adalah Al-
Qur’an dan Sunnah.

2.3 Landasan Religius Aqidah Islam

Sumber aqidah Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Artinya apa saja yang disampaikan oleh
Allah dalam Al-Qur’an dan oleh Rasulullah dalam Sunnahnya wajib diimani (diyakini dan
diamalkan).[6]

Akal pikiran tidaklah menjadi sumber aqidah, tetapi hanya berfungsi memahami nash-
nash yang terdapat dalam kedua sumber tersebut dan mencoba –kalau diperlukan – membuktikan
secara ilmiah kebenaran yang disampaikan Al-Qur’an dan Sunnah. Itupun harus didasari oleh
suatu kesadaran bahwa kemampuan akal sangat terbatas. Sesuatu yang terbatas/akal tidak akan
mampu menggapai sesuatu yang tidak terbatas. Misalkan, saat ditanya, kekal [sesuatu yang tidak
terbatas] itu sampai kapan?, maka akal tidak akan mampu menjawabnya karena akal itu terbatas.

Aqidah itu mempunyai sifat keyakinan dan kepastian sehingga tidak mungkin ada
peluang bagi seseorang untuk meragukannya. Dan untuk mencapai tingkat keyakinan ini, aqidah
Islam wajiblah bersumber pada dua warisan tersebut [Al-Qur’an Hadits] yang tidak ada keraguan
sedikit pun padanya. Dan akal bukanlah bagian dari sumber yang tidak ada keraguan padanya.

Dengan kata lain, untuk menjadi sumber aqidah, maka asal dan indikasinya haruslah pasti dan
meyakinkan, tidak mengandung sedikut pun keraguan. Jika kita memandang Al-Qur’an dari segi
wurud, maka ia adalah pasti lagi meyakinkan karena telah ditulis selagi Rasulullah masih hidup
dan juga dihafal serta sejumlah besar sehabat yang mustahil mereka sepakat berdusta untuk
memalsukannya. Dan juga karena itu, tidak pernah timbul perselisihan tentang kesahihan Al-
Qur’an di kalangan umat Islam sejak dahulu hingga sekarang.[7] Tidak pernah ada yang berbeda
pendapat bahwa Tuhan itu ada, bahwa Tuhan itu satu, bahwa Tuhan itu mahakuasa.

Aqidah atau iman itu mempunyai peran dan pengaruh dalam hati. Ia mendorong manusia
untuk melakukan amal-amal yang baik dan meninggalkan perbuatan keji dan mungkar. Ia
mengawal dan membimbing manusia ke jalan yang lurus dan benar serta menjaganya untuk tidak
tergelincir ke dalam lembah kesesatan; dan juga menanamkan dalam dirinya kecintaan kepada
kebenaran dan kebaikan. Sesungguhnya hidayah Allah hanya diberikan kepada manusia yang
hatinya telah dimasuki iman.[8]

Allah berfirman dalam Surat al-Taghabun/64:11 :

. . . )11 ‫(التغابن‬. . . ‫ومن يؤمن باهلل يهد قلبه‬

“Dan barang siapa yang beriman kepada Allah niscaya Allah akan memberi hidayah kepada
hatinya.”

Pada hakikatnya, iman yang dalam hati itu atau aqidah ibarat nur atau cahaya yang menerangi
hati dan sangat diperlukan oleh manusia dalam kehidupannya di dunia. Tanpa cahaya itu hati
sangat gelap, sehingga akan sangat mudah orang tergelincir dalam lembah maksiat. Ibarat orang
yang berjalan pada waktu malam tanpa lampu atau cahaya, ia akan sangat mudah terperosok ke
dalam lobang atau jurang. Demikianlah peranan iman yang merupakan bangunan bawah/fondasi
utama dari kepribadian yang kukuh dan selalu mengawal serta membuat hati agar selalu baik dan
bersih, sehingga dapat memberi bimbingan bagi manusia ke arah kehidupan yang tenteram dan
bahagia.

2.4 Fungsi dan Peran Akidah dalam Kehidupan

Berikut ini beberapa fungsi dan peran akidah dalam kehidupan.

1. Sebagai petunjuk hidup yang tepat sehingga dapat membedakan mana yang baik dan
mana yang buruk.
2. Melindungi diri agar tidak terjerumus pada jalan yang sesat.
3. Menumbuhkan semangat beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
4. Menentramkan dan sebagai penenang jiwa.
5. Memahami dan mengikuti sunah-sunah rasul-Nya.
6. Memurnikan niat ibadah hanya untuk mencari ridha Allah subhanahu wa ta’ala.
7. Mengokohkan keimanan terhadap Islam.
8. Mencari kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Peran Akidah dalam Perkembangan Agama Islam

Akidah tidak hanya berperan dalam kehidupan seseorang, tetapi juga berpengaruh dalam
perkembangan agama Islam. Simaklah ulasannya berikut ini.

 Pondasi yang kokoh dalam membangun tiang Agama Islam.


 Awal dari pembentukan akhlak yang mulia. Seseorang yang berakidah tentu
melaksanakan ibadah dengan tertib, sehingga akan tertanam dalam dirinya akhlak yang baik.
 Dasar penciptaan manusia ialah untuk beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala,
sehingga ilmu akidah wajib untuk dipelajari setiap umat Islam.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,


َ ‫َو َما َخلَ ْقتُ ا ْل ِجنَّ َواإْل ِ ْن‬
ِ ‫س إِاَّل لِيَ ْعبُد‬
‫ُون‬

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-
Ku.” (QS. adz-Dzariyat : 56)

 Akidah seorang hamba menentukan kualitas ibadahnya diterima atau tidak oleh
Allah subhanahu wa ta’ala.
 Menyampaikan akidah mulia merupakan misi awal para rasul-Nya. Sebagaimana hadits
di bawah ini.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
‫سي ُروا فِي‬ ِ َ‫ضاَل لَةُ ۚ ف‬
َّ ‫اجتَنِبُوا الطَّا ُغوتَ ۖ فَ ِم ْن ُه ْم َمنْ َهدَى هَّللا ُ َو ِم ْن ُه ْم َمنْ َحقَّتْ َعلَ ْي ِه ال‬ ُ ‫َولَقَ ْد بَ َع ْثنَا فِي ُك ِّل أُ َّم ٍة َر‬
ْ ‫سواًل أَ ِن ا ْعبُدُوا هَّللا َ َو‬
َ‫ض فَا ْنظُ ُروا َكيْفَ َكانَ عَاقِبَةُ ا ْل ُم َك ِّذبِين‬ ِ ‫اأْل َ ْر‬
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
“Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang
yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti
kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana
kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (QS. An-nahl : 36)
Itulah ulasan singkat mengenai akidah dalam Islam. Semoga dapat dipahami dengan mudah.
Mari terus tingkatkan kuantitas dan kualitas ilmu agama Islam dalam diri demi meraih keridhaan
Allah subhanahu wa ta’ala.
2.5 RUANG LINGKUP, KAIDAH, FUNGSI SERTA MANFAAT AQIDAH ISLAM

1. Ruang Lingkup Pembahasan Aqidah

Meminjam sistimatika Hasaln al-Banna maka ruang lingkup pembahasan aqidah adalah:

1. Ilahiyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Ilah (Tuhan,
Allah) seperti wujud Allah, nama-nama dan sifat-sifat Allah, af’al Allah dan lainnya.

2. Nubuwat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan
Rasul, termasuk tentang Kitab-Kitab Allah, mu’jizat, karamat dan lain sebagainya.

3. Ruhaniyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam
metafisik seperti Malaikat, Jin, Iblis, Syetan, Roh dan lain sebagainya.

4. Sam’iyyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat Sam’i
(dalil naqli berupa Al-Qur’an dan Sunnah) seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur, tanda-tanda
kiamat, surga neraka dan lain sebagainya.[9]

Di samping sistimatika di atas, pembahasan aqidah bisa juga mengikuti sistimatika arkanul iman
(rukun iman) yaitu:

1. Iman Kepada Allah SWT.

2. Iman Kepada Malaikat (termasuk juga makhluk ruhani lain seperti Jin, Iblis dan Syetan).

3. Iman Kepada Kitab-Kitab Allah.

4. Iman Kepada Nabi dan Rasul.

5. Iman Kepada Hari Akhir.

6. Iman Kepada Takdir Allah.


BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dalam keseluruhan bangunan Islam, aqidah dapat diibaratkan sebagai fondasi. Di mana seluruh
komponen ajaran Islam tegak di atasnya. Aqidah merupakan beberapa prinsip keyakinan.
Dengan keyakinan itulah seseorang termotivasi untuk menunaikan kewajiban-kewajiban
agamanya. Karena sifatnya keyakinan maka materi aqidah sepenuhnya adalah informasi yang
disampaikan oleh Allah Swt. melalui wahyu kepada nabi-Nya, Muhammad Saw.

Pada hakikatnya filsafat dalam bahasan aqidah tetap bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah.
Allah menganugerahkan kebijakan dan kecerdasan berfikir kepada manusia untuk mengenal
adanya Allah dengan memperhatikan alam sebagai bukti hasil perbuatan-Nya Yang Maha Kuasa.
Hasil perbuatan Allah itu serba teratur, cermat dan berhati-hati.

Sumber aqidah Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Akal pikiran tidaklah menjadi sumber
aqidah, tetapi hanya berfungsi memahami nash-nash yang terdapat dalam kedua sumber tersebut
dan mencoba –kalau diperlukan – membuktikan secara ilmiah kebenaran yang disampaikan Al-
Qur’an dan Sunnah. Itupun harus didasari oleh suatu kesadaran bahwa kemampuan akal sangat
terbatas. Sesuatu yang terbatas/akal tidak akan mampu menggapai sesuatu yang tidak terbatas.

Jadi aqidah berfungsi sebagai ruh dari kehidupan agama, tanpa ruh/aqidah maka syari’at/jasad
kita tidak ada guna apa-apa.
DAFTAR PUSTAKA

Drs. H. Yunahar Ilyas, Lc., Kuliah Aqidah Islam, Yogyakarta, LPPI, 1992.

Dr. Ahmad Daudy, Kuliah Aqidah Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1997.

Drs. Edi Suresman, A.Md., Aqidah Islam, Malang, IKIP, 1993.

Anda mungkin juga menyukai