Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

“Definisi Ruang Lingkup Dan Tujauan Aqidah Serta Istilah-Istilah Popular Dalam Bidang
Aqidah Aswaja”

Kelompok 4 :

1. DZULHULAIFAH FACHRA 19081014028

2. HAJRAH 19081014027

3. FATMAWATI 19081014031

4. SYAMSIAH 19081014030

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR

2020-2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Segala puji bagi Allah yang maha megetahui dan maha bijaksana yang telah memberi petunjuk
agama yang lurus kepada hamba-Nya dan hanya kepada-Nya. Salawat serta salam semoga
tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW yang membimbing umat nya degan suri tauladan-
Nya yang baik .

Dan segalah Syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan anugrah,kesempatan dan
pemikiran kepada kami untuk dapat menyelesaikan makalah ini . makanlah ini merupakan
pengetahuan tentangkonsep aqidah dalam islam, semua ini di rangkup dalam makalah ini , agar
pemahaman terhadap permasalahan lebih mudah di pahami dan lebih singkat dan akurat .

Sistematika makalah ini dimulai dari pengantar yang merupakan apersepsi atas materi yang telah
dan akan dibahas dalam bab tersebut .Selanjutnya , membaca akan masuk pada inti pembahasaan
dan di akhiri dengan kesimpulan , saran dan makalah ini. Diharapkan pembaca dapat mengkaji
berbagai permasalahan tentang konsep aqidah islam,kami penyusun mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu proses pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaaat bagi kita semua.

Terimakasih.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Makassar 4 November 2020


BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Aqidah adalah pokok-pokok keimanan yang telah ditetapkan oleh Allah, dan kita sebagai
manusia wajib meyakininya sehingga kita layak disebut sebagai orang yang beriman (mu’min).

Namun bukan berarti bahwa keimanan itu ditanamkan dalam diri seseorang secara dogmatis,
sebab proses keimanan harus disertai dalil-dalil aqli. Akan tetapi, karena akal manusia terbatas
maka tidak semua hal yang harus diimani dapat diindra dan dijangkau oleh akal manusia

Para ulama sepakat bahwa dalil-dalil aqli yang haq dapat menghasilkan keyakinan dan keimanan
yang kokoh. Sedangkan dalil-dalil naqli yang dapat memberikan keimanan yang diharapkan
hanyalah dalil-dalil yang qath’i.

Makalah kecil ini menampilkan beberapa bahasan yang bisa membantu siapa saja yang ingin
memahami aqidah.

2. Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksud dengan aqidah ?

2. Apa saja ruang lingkup aqidah?

3. Apa kaidah dari aqidah?

4. Apa fungsi dan peran aqidah serta istilah-istilah penting dalam ilmu aqidah!

3. Tujuan Makalah

1. Menjelaskan pengertian aqidah

2. Menerangkan tentang ruang lingkup aqidah

3. Memaparkan delapan kaidah aqidah

4. Menyampaikan fungsi dan peran aqidah serta istilah-istilah penting dalam ilmu aqidah
BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN DAN LANDASAN FILSOFIS AQIDAH ISLAM

1.1. Pengertian Aqidah Islam

Secara etimologi (lughatan), aqidah berakar dari kata ‘aqada – ya’qidu – ‘aqdan yang berarti
simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi aqidah berarti keyakinan.
Relevansi antara arti kata aqdan dan aqidah adalah keyakinan itu tersimpul dengan kokoh di
dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian.

Secara terminologis (isthilahan), terdapat beberapa definisi (ta’rif) antara lain:

1. Menurut Hasan al-Banna:

‫العقائد هي األمور التى يجب أن يصدق بها قلبك وتطمئن اليها نفسك وتكون يقينا عندك ال يمازجه ريب واليخالطه شك‬

“Aqidah adalah beberapa perkara yang wajib diyakini keberadaannya oleh hatimu,
mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan
keragu-raguan”

2. Munurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy:

‫ ويثنى عليها صدره‬,‫ يعقد عليها اإلنسان قلبه‬,‫ والسمع والفطرة‬,‫العقيدة هي مجموعة من قضايا الحق البدهية المسلمة بالعقل‬
‫ قاطعا بوجودها وثبوتها اليرى خالفها أنه يصح أو يكون أبدا‬,‫جازما بصحتها‬

“Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum (axioma) oleh manusia
berdasarkan akal, wahyu dan fithrah. (Kebenaran) itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta
diyakini kesahihan dan kebenarannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan
dengan kebenaran itu”

Untuk lebih memahami kedua definisi di atas maka perlu dikemukakan beberapa catatan
tambahan:

1. Ilmu terbagi dua: pertama ilmu dharuri, kedua ilmu nazhari. Ilmu yang dihasilkan oleh indera,
dan tidak memerlukan dalil disebut ilmu dharuri. Misalnya anda melihat meja di hadapan mata,
anda tidak lagi memerlukan dalil atau bukti bahwa benda itu ada. Sedangkan ilmu yang
memerlukan dalil atau pembuktian itu disebut ilmu nazhari. Misalnya 1+1=2, tentu perlu dalil
untuk orang yang belum tahu teori itu. Di antara ilmu nazhari itu, ada hal-hal yang karena sudah
sangat umum dan terkenal maka tidak memerlukan lagi adanya dalil, misalnya sepeda bannya
ada dua sedangkan mobil bannya ada empat, tanpa dalil siapapun pasti mengetahui hal tersebut.
Hal inilah yang disebut badihiyah. Badihiyah adalah segala sesuatu yang kebenarannya perlu
dalil pembuktian, tetapi karena sudah sangat umum dan mendarah daging maka kebenaran itu
tidak perlu pembuktian lagi.

2. Setiap manusia memiliki fithrah mengakui kebenaran (bertuhan), indera untuk mencari
kebenaran, akal untuk menguji kebenaran dan memerlukan wahyu untuk menjadi pedoman
menentukan mana yang benar dan mana yang tidak. Tentang Tuhan, misalnya, setiap manusia
memiliki fithrah bertuhan, dengan indera dan akal dia bisa buktikan adanya Tuhan, tapi hanya
wahyulah yang menunjukkan kepadanya siapa Tuhan yang sebenernya.

3. Keyakinan tidak boleh bercampur sedikitpun dengan keraguan. Sebelum seseorang sampai ke
tingkat yakin dia akan mengalami lebih dahulu Syak (50%-50% antara membenarkan dan
menolak), kemudian Zhan (salah satu lebih kuat sedikit dari yang lainnya karena ada dalil yang
menguatkan), kemudian Ghalabatuz Zhan (cenderung menguatkan salah satu karena dalilnya
lebih kuat, tapi masih belum bisa menghasilkan keyakinan penuh), kemudian Ilmu/Yakin
(menerima salah satu dengan sepenuh hati karena sudah meyakini dalil kebenarannya).
Keyakinan yang sudah sampai ke ringkat ilmu inilah yang disebut aqidah.

4. Aqidah harus mendatangkan ketenteraman jiwa. Artinya lahiriyah seseorang bisa saja pura-
pura meyakini sesuatu, akan tetapi hal itu tidak akan mendatangkan ketenangan jiwa karena dia
harus melaksanakan sesuatu yang berlawanan dengan keyakinannya. Kawin paksa misalnya,
hidup satu rumah dengan orang yang tidak pernah dia sukai, secara lahiriyah hubungan mereka
telah sukses karena berakhir dipelaminan namun jiwa mereka tidaklah tenteram seperti kelihatan.

5. Bila seseorang sudah meyakini suatu kebenaran, dia harus menolak segala yang bertentangan
dengan kebenaran itu. Artinya seseorang tidak akan bisa meyakini sekaligus dua hal yang
bertentangan. Misalnya ada meyakini gula itu rasanya manis, tentunya anda akan menolak untuk
meyakini bahwa gula itu rasanya asin, tidak mungkin anda yakin bahwa gula itu rasanya manis
dan asin.

6. Tingkat keyakinan (aqidah) seseorang tergantung kepada tingkat pemahamannya terhadap


dalil. Misalnya:

– Anda akan meyakini adanya beasiswa bila anda mendapatkan informasi tentang beasiswa
tersebut dari orang yang anda kenal tidak pernah berbohong.

– Keyakinan itu akan bertambah apabila anda mendapatkan informasi yang sama dari beberapa
orang lain, namun tidak menutup kemungkinan bahwa anda akan meragukan kebenaran
informasi itu apabila ada syubuhat (dalil dalil yang menolak informasi tersebut).

– Bila anda melihat pengumuman beasiswa di fakultas maka bertambahlah keyakinan anda
sehingga kemungkinan untuk ragu semakin kecil
– Apabila anda diberi formulir pengajuan beasiswa maka keyakinan anda semakin bertambah
dan segala keraguan akan hilang bahkan anda tidak mungkin ragu lagi bahkan anda tidak akan
merubah pendirian anda sekalipun semua orang menolaknya

– Ketika anda bolak balik mengurus segala yang terkait dengan beasiswa maka bertambahlah
pengetahuan dan pengalaman anda tentang beasiswa yang diyakini tadi.

B. FUNGSI DAN PERANAN AKIDAH ISLAM

a. Fungsi akidah islam ,diantaranya yaitu :

1. Sebagai pondasi untuk mendirikan bangunan Islam.

2. Merupakan awal dari akhlak yang mulia. Jika seseorang memiliki aqidahyang kuat pasti
akan melaksanakan ibadah dengan tertib, memiliki akhlak yang mulia, dan bermu’amalat
dengan baik.

3. Semua ibadah yang kita laksanakan jika tanpa ada landasan aqidah maka ibadah kita
tersebut tidak akan diterima

b. Sedangkan peran akidah dalam islam meliputi :

1. Aqidah merupakan misi pertama yang dibawa para rasul Allah.

Allah berfirman:Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu” (QS. An-Nahl: 36).

2. Manusia diciptakan dengan tujuan beribadah kepada Allah.

Allah berfirman:”Dan tidaklah aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-Ku”.
(QS. Adz-Dzariyat: 56).

3. Aqidah yang benar dibebanrkan kepada setiap mukallaf.

Nabi bersabda:”Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi


bahwasanya tiada sesembahan yang sebenarnya selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah
rasul utusan Allah.” (Muttafaq ‘alaih).

4. Berpengang kepada aqidah yang benar merupakan kewajiban manusia seumur hidup.

Allah berfirman:”Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan Tuhan kami ialah Allah


kemudian merkea beristiqomah (teguh dalam pendirian mereka) maka para malaikat akan turun
kepada mereka (seraya berkata) : “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa
sedih dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang dijanjikan Allah
kepadamu.”(QS. Fushilat: 30).

5. Aqidah merupakan akhir kewajiban seseorang sebelum meninggalkan dunia yang fana
ini.

Nabi saw bersabda:“Barangsiapa yang akhir ucapannya “Tiada sesembahan yang berhak
disembah selain Allah niscaya dia akan masuk surga”. (HSR. Al-Hakim dan lainnya).

6. Aqidah yang benar telah mampu menciptakan generasi terbaik dalam sejarah umat
manusia, yaitu generasi sahabat dan dua generasi sesusah mereka.

Allah berfirman:”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, kamu
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah.”
(QS. Ali-Imran: 110).

7. Kebutuhan manusia akan aqidah yang benar melebihi segala kebutuhan lainnya karena
ia merupakan sumber kehidupan, ketenangan dan kenikmatan hati seseorang. Dan semakin
sempurna pengenalan serta pengetahuan seorang hamba terhadap Allah semakin sempurna
pula dalam mengagungkan Allah dan mengikuti syari’at-Nya.

2. RUANG LINGKUP, KAIDAH, FUNGSI SERTA MANFAAT AQIDAH ISLAM

1. Ruang Lingkup Pembahasan Aqidah

Meminjam sistimatika Hasaln al-Banna maka ruang lingkup pembahasan aqidah adalah:

1. Ilahiyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Ilah
(Tuhan, Allah) seperti wujud Allah, nama-nama dan sifat-sifat Allah, af’al Allah dan
lainnya.

2. Nubuwat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan
Rasul, termasuk tentang Kitab-Kitab Allah, mu’jizat, karamat dan lain sebagainya.

3. Ruhaniyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam
metafisik seperti Malaikat, Jin, Iblis, Syetan, Roh dan lain sebagainya.

4. Sam’iyyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat
Sam’i (dalil naqli berupa Al-Qur’an dan Sunnah) seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur,
tanda-tanda kiamat, surga neraka dan lain sebagainya.[9]
Di samping sistimatika di atas, pembahasan aqidah bisa juga mengikuti sistimatika arkanul iman
(rukun iman) yaitu:

1. Iman Kepada Allah SWT.

2. Iman Kepada Malaikat (termasuk juga makhluk ruhani lain seperti Jin, Iblis dan Syetan).

3. Iman Kepada Kitab-Kitab Allah.

4. Iman Kepada Nabi dan Rasul.

5. Iman Kepada Hari Akhir.

6. Iman Kepada Takdir Allah.

2. Delapan Kaidah Aqidah

1. Apa yang saya dapat dengan indera saya, saya yakin adanya, kecuali bila akal saya
mengatakan “tidak” berdasarkan pengalaman masa lalu.

Misalnya, bila saya untuk pertama kali melihat sepotong kayu di dalam gelas berisi air putih
kelihatan bengkok, atau melihat genangan air di tengah jalan [fatamorgana], tentu saja saya akan
membenarkan hal itu. Tapi bila terbukti kemudian bahwa hasil penglihatan indera saya salah
maka untuk kedua kalinya bila saya melihat hal yang sama, akal saya langsung mengatakan
bahwa yang saya lihat tidak demikian adanya.

2. Keyakinan, di samping diperoleh dengan menyaksikan langsung, juga bias melalui berita
yang diyakini kejujuran si pembawa berita.

Banyak hal yang memang tidak atau belum kita saksikan sendiri tapi kita meyakini adanya.
Misalnya anda belum pernah ke Thailand, Afrika atau Yaman, tapi anda meyakini bahwa negeri-
negeri tersebut ada. Atau tentang fakta sejarah, tentang Daulah Abbasiyah, Umayyah atau
tentang kerajaan Majapahit, dan lain-lain, anda meyakini kenyataan sejarah itu berdasarkan
berita yang anda terima dari sumber yang anda percaya.

3. Anda tidak berhak memungkiri wujudnya sesuatu, hanya karena anda tidak bisa
menjangkaunya dengan indera anda.

Kemampuan alat indera memang sangat terbatas. Telinga tidak bisa mendengar suara semut dari
jarak dekat sekalipun, mata tidak bisa menyaksikan semut dari jarak jauh. Oleh karena itu,
seseorang tidak bisa memungkiri wujudnya sesuatu hanya karena inderanya tidak bisa
menyaksikannya.
4. Seseorang hanya bisa menghayalkan sesuatu yang sudah pernah dijangkau oleh
inderanya.

Khayal manusiapun terbatas. Anda tidak akan bisa menghayalkan sesuatu yang baru sama sekali.
Waktu anda menghayalkan kecantikan seseorang secara fisik, anda akan menggabungkan unsur-
unsur kecantikan dari banyak orang yang sudah pernah anda saksikan.

5. Akal hanya bisa menjangkau hal-hal yang terikat dengan ruang dan waktu.

Tatkala mata mengatakan bahwa tiang-tiang listrik berjalan waktu kita menyaksikannya lewat
jendela kereta api akal dengan cepat mengoreksinya. Tapi apakah akal bisa memahami dan
menjangkau segala sesuatu? Tidak. Karena kemampuan akalpun terbatas. Akal tidak bisa
menjangkau sesuatu yang tidak terikat dengan ruang dan waktu.

6. Iman adalah fithrah setiap manusia.

Setiap manusia memiliki fithrah mengimani adanya Tuhan. Pada saat seseorang kehilangan
harapan untuk hidup, padahal dia masih ingin hidup, fithrahnya akan menuntun dia untuk
meminta kepada Tuhan. Misalnya bila anda masuk hutan, dan terperosok ke dalam lubang, pada
saat anda kehilangan harapan untuk bisa keluar dari lubang tiu, anda akan berbisik “Oh Tuhan!”

7. Kepuasan materil di dunia sangat terbatas.

Manusia tidak akan pernah puas secara materil. Seorang yang belum punya sepeda ingin punya
sepeda. Setelah punya sepeda ingin punya motor dan seterusnya sampai mobil, pesawat, dan lain
lain. Bila keinginan tercapai maka akan berubah menjadi sesuatu yang “biasa”, tidak ada rasa
kepuasan pada keinginan itu. Selalu saja keinginan manusia itu ingin lebih dari apa yang sudah
di dapatnya secara materil. Dan keinginan manusia akan dipuaskan secara hakiki di alam sesudah
dunia ini.

8. Keyakinan tentang hari akhir adalah konsekuensi logis dari keyakinan tentang adanya
Allah.

Jika anda beriman kepada Allah, tentu anda beriman dengan segala sifat-sifat Allah, termasuk
sifat Allah Maha Adil. Kalau tidak ada kehidupan lain di akhirat, bisakah keadilan Allah itu
terlaksana? Bukankah tidak semua penjahat menanggung akibat kejahatannya di dunia ini?
Bukankah tidak semua orang yang berbuat baik merasakan hasil kebaikannya?. Bila anda
menonton film, ceritanya belum selesai tiba-tiba saja dilayar tertulis kalimat “Tamat”, bagaimana
komentar anda? Oleh sebab itu, iman anda dengan Allah menyebabkan anda beriman dengan
adanya alam lain sesudah alam dunia ini yaitu Hari Akhir.

3. Fungsi Aqidah
Aqidah adalah dasar, fondasi untuk mendirikan bangunan. Semakin tinggi bangunan yang
akan didirikan harus semakin kokoh pula fondasi yang dibuat. Kalau fondasinya lemah bangunan
itu akan cepat ambruk. Tidak ada bangunan tanpa fondasi.[10]

Kalau ajaran Islam kita bagi dalam sistimatika Aqidah Ibadah Akhlak dan Mu’amalat, atau
Aqidah Syari’ah dan Akhlak, atau Iman Islam dan Ihsan, maka ketiga/keempat aspek tersebut
tidak bisa dipisahkan sama sekali. Satu sama lain saling terkait. Seseorang yang memiliki aqidah
yang kuat, pasti akan melaksanakan ibadah dengan tertib, memiliki akhlak yang mulia dan
bermu’amalat dengan baik. Ibadah seseorang tidak akan diterima oleh Allah swt kalau tidak
dilandasi dengan aqidah. Misalnya orang nonmuslim memberi beras kepada seorang yang
miskin, amal ibadah orang itu nilainya NOL di hadapan Allah, Allah tidak menerima ibadahnya
karena orang itu tidak punya landasan aqidah.

Seseorang bisa saja merekayasa untuk terhindar dari kewajiban formal, misalnya zakat, tapi dia
tidak akan bisa menghindar dari aqidah. Misalnya, aqidah mewajibkan orang percaya bahwa
Tuhan itu cuma satu yaitu Allah, orang yang menuhankan Allah dan sesuatu yang lain [uang
misalnya] maka akan kelihatan nanti, tidak bisa ditutup-tutupi, tidak bisa direkayasa. Entah dari
bicaranya yang seolah-olah uang telah membantu hidupnya, tanpa uang dia tidak akan nisa
hidup, atau dari perilakunya yang satu minggu sekali datang ke pohon besar dan berdoa disitu.

Itulah sebabnya kenapa Rasulullah SAW selama 13 tahun periode Mekah memusatkan
dakwahnya untuk membangun aqidah yang benar dan kokoh. Sehingga bangunan Islam dengan
mudah berdiri di periode Madinah. Dalam dunia nyatapun ternyata modal untuk membangun
sebuah bangunan itu lebih besar tertanam di fondasi.

Jadi aqidah berfungsi sebagai ruh dari kehidupan agama, tanpa ruh/aqidah maka syari’at/jasad
kita tidak ada guna apa-apa. Agar lebih mudah memahami aqidah, sebagian ulama memulai
karangan mereka dengan istilah-istilah penting dalam ilmu aqidah, di antaranya adalah :

1. al-'Aqidah (ُ‫)ال َعقِ ْي َدة‬, secara bahasa berasal dari kata al-‘aqd ‫ ))العق ُد‬yang berarti mengikat dengan
kuat. Ringkasnya, apa yang diyakini oleh hati manusia secara pasti, baik itu haq maupun batil,
maka itu adalah 'aqidah. Adapun yang dimaksud dengan al-'aqidah Islamiyah adalah keyakinan
yang pasti kepada Alloh , dalam uluhiyah, rububiyah, serta nama-nama dan sifat-sifat-Nya dan
hal-hal lain yang terkait dengannya yang menjadi keyakinan dalam islam.

2. at-Tauhid (ُ‫)التَوْ ِح ْيد‬, nama lain dari ilmu aqidah adalah Ilmu Tauhid. (ُ‫ )الَتَوْ ِح ْيد‬berasal dari kata
‫ َو َّح َد – ي َُوحِّ ُد‬artinya menjadikan sesuatu sebagai kesatuan. Sedangkan menurut istilah berarti
mengesakan Alloh dalam rububiyah, uluhiyah, serta nama-nama dan sifat-sifat-Nya.

3. as-Sunnah, secara bahasa artinya jalan. Sedangkan menurut istilah artinya jalan yang ditempuh
oleh Rosululloh dan para Sahabatnya , baik ilmu, keyakinan, ucapan, perbuatan, maupun taqrir
(diamnya beliau sebagai tanda persetujuan). Tentu-nya makna as-Sunnah dalam konteks ini
lebih umum, berbeda dengan makna as-Sunnah dalam ilmu fikih yang mengartikan. “Suatu
amalan yang apabila dikerjakan mendapatkan pahala dan diting-galkan tidak mendapatkan
dosa.”.

4. al-Jama’ah, secara bahasa artinya suatu kaum yang berkumpul atas perkara tertentu.
Sedangkan menurut istilah mereka generasi salaf dari umat ini yang terdiridari kalangan sahabat,
tabi'in dan orang-orang yang mengikuti mereka hingga hari kiamat.

5. Ahlus Sunnah wal Jama’ah, adalah mereka yang mengikuti ajaran-ajaran Rosululloh dan para
sahabatnya dalam memahami dan mengamalkan Islam. Hal ini sebagaimana sabda Rosululloh :
ْ َ‫“ )) َما أَنَا َعلَ ْي ِه َو أ‬Mereka yang mengikuti jejakku dan para saha-batku ” (HR. Tirmidzi)
(( ‫ص َحابِ ْي‬

6. as-Salaf, menurut bahasa adalah orang-orang yang terdahulu (nenek moyang). Sedangkan
menurut istilah artinya generasi pertama dan terbaik dari umat Islam ini, yang terdiri dari.
Sahabat, tabi'in dan tabi'ut tabi'in. Sebagaimana sabda Rosululloh : )) ‫س قَ ْرنِ ْي ثُ َّم الَّ ِذيْنَ يَلُ ْونَ ُه ْم‬
ِ ‫َخ ْي ُر النَّا‬
‫ ثُ َّم الَّ ِذيْنَ يَلُ ْونَ ُه ْم‬...(( “Sebaik-baik manusia adalah pada masaku ini (yaitu para sahabat), kemudian
yang sesudahnya (masa tabi'in) kemudian yang sesudahnya (masa tabi'ut tabi'in)” (HR. Bukhori
dan Muslim)

7. Ahlul hadits, adalah nama lain dari Ahlus Sunnah wal Jama'ah, yaitu mereka yang menjadikan
hadits Rosululloh sebagai sumber dalam pengambilan aqidah. Mereka dinamakan seperti itu
sebagai lawan dari ahli filsafat dan ahli kalam yang mengambil aqidahnya dari akal-akal mereka.

8. Al-Firqoh an-Najiyyah, adalah nama lain dari Ahlus Sunnah wal Jama'ah, maksudnya adalah
golongan selamat yang tidak memasuki neraka sebelum memasuki surga.

9. ath-Thoifah al-Manshuroh, golongan khusus dari umat ini yang menegakkan kebenaran dan
mendapat jaminan pertolongan Alloh hingga hari kiamat, Rosululloh bersabda )) ٌ‫طائِفَة‬ َ ‫الَتَزَ ا ُل‬
َ‫ك‬99ِ‫ ُر هللاِ َو ُه ْم َعلَى َذل‬9‫أْتِ َي أَ ْم‬99َ‫ ا لَفَ ُه ْم َحتَّى ي‬9‫ َذلَ ُه ْم َوالَ َمنْ َخ‬9‫ ُر ُه ْم َمنْ َخ‬9 ‫ض‬
ُ َ‫أ َ ْم ِر هللاِ الَ ي‬99ِ‫ ةٌ ب‬9‫“ (( ِمنْ أُ َّمتِ ْي قَائِ َم‬Senantiasa ada
sekelompok dari umatku yang selalu menegakkan perintah Alloh, tidak akan membahayakan
orang yang tidak menolong mereka dan orang yang menyelisihi mereka, sampai datang
keputusan dari Alloh sedangkan mereka tetap dalam keadaan demikian.” (HR. al-Bukhori dan
Muslim).
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dalam keseluruhan bangunan Islam, aqidah dapat diibaratkan sebagai fondasi. Di mana seluruh
komponen ajaran Islam tegak di atasnya. Aqidah merupakan beberapa prinsip keyakinan.
Dengan keyakinan itulah seseorang termotivasi untuk menunaikan kewajiban-kewajiban
agamanya. Karena sifatnya keyakinan maka materi aqidah sepenuhnya adalah informasi yang
disampaikan oleh Allah Swt. melalui wahyu kepada nabi-Nya, Muhammad Saw.

Pada hakikatnya filsafat dalam bahasan aqidah tetap bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah.
Allah menganugerahkan kebijakan dan kecerdasan berfikir kepada manusia untuk mengenal
adanya Allah dengan memperhatikan alam sebagai bukti hasil perbuatan-Nya Yang Maha Kuasa.
Hasil perbuatan Allah itu serba teratur, cermat dan berhati-hati.

Sumber aqidah Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Akal pikiran tidaklah menjadi sumber
aqidah, tetapi hanya berfungsi memahami nash-nash yang terdapat dalam kedua sumber tersebut
dan mencoba –kalau diperlukan – membuktikan secara ilmiah kebenaran yang disampaikan Al-
Qur’an dan Sunnah. Itupun harus didasari oleh suatu kesadaran bahwa kemampuan akal sangat
terbatas. Sesuatu yang terbatas/akal tidak akan mampu menggapai sesuatu yang tidak terbatas.

Jadi aqidah berfungsi sebagai ruh dari kehidupan agama, tanpa ruh/aqidah maka syari’at/jasad
kita tidak ada guna apa-apa.

B. SARAN

Semoga apa yang telah kami sajikan tadi dapat diambil intisarinya yang kemudian diamalkan
juga semoga berguna bagi kehidupan kita di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Drs. H. Yunahar Ilyas. Kuliah Aqidah Islam. (Yogyakarta: 1992). h. 1

Al-Banna, Majmu’atu ar-Rasail. Muassasah ar-Risalah Beirut: tanpa tahun. h.165

Al-Jazairy, Aqidah al-Mukmin. (Cairo: 1978). h. 21

Drs. Edi Suresman. A.Md. Aqidah Islam. Malang. IKIP. 1993.

Drs. Edu Suresman. Aqidah Islam. (Malang: 1993). h. 1

Ibid. h. 21

Al-Jazairy, Abu Bakar Jabir. Aqidah al-Mukmin. Cairo. Maktabah al-Kulliyat al-Azhariyah. 1978.

Drs. H. Yunahar Ilyas. Kuliah Aqidah Islam. (Yogyakarta: 1992). h. 6

Dr. Ahmad Daudy, Kuliah Aqidah Islam. Jakarta. Bulan Bintang. 1997

Anda mungkin juga menyukai