Disusun oleh :
KELOMPOK 2
KELAS : KPI C
Assalamu’alaikum wr.wb
Dengan menyebut nama Allah Swt. yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Kami
panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-
Nya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ilmiah tentang “AKIDAH DALAM
ALIRAN MURJI’AH”. Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan
dari berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.
Sholawat dan salam kita haturkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad saw. yang telah
mendakwahkan ajaran islam sehingga umat manusia mengetahui hal-hal yang di ridhoi oleh
Allah dan yang dimurkai-Nya. Terlepas dari segala hal tersebut, kami sadar sepenuhnya bahwa
masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya
kami dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini bisa memberikan
Wassalamu’alaikum wr.wb
Penyusun
I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................................................1
BAB 2 PEMBAHASAN..................................................................................................................................2
Ii
BAB 1I
PENDAHULUAN
1
BAB II 2
PEMBAHASAN
2
Iblis termasuk arif billah, namun ia kafir karena kesombongannya kepada Allah.
Kemaksiatan tidak menyebabkan rusaknya iman seseorang dan tidak mendatangkan
mudarat baginya. Seorang mukmin masuk surga karena keikhlasan dan
kecintaannya, bukan karena amalnya.
2. Sekte al-'Ubaidiah adalah pengikut 'Ubaid al-Muktaib berpendapat bahwa dosa
selain syirik pasti diampuni. Apabila seorang hamba meninggal dunia dalam keadaan
berakidah tauhid tidak disiksa atas dosa-dosa dan kejahatan yang pernah ia kerjakan
demikian pula sebaliknya apabila seseorang meninggal dunia dalam keadaan tidak
beriman (musyrik) semua perbuatan baik yang telah dilakukannya tidak akan
mengubah kedudukannya sebagai seorang musyrik.
3. Sekte al-Ghassaniah adalah pengikut Ghassan al-Kufi berpendapat bahwa iman
adalah mengenal Allah dan Rasul-Nya, mengakui apa yang diturunkan oleh Allah dan
yang dibawa oleh Rasul-Nya secara global. Iman menurut mereka, tidak bertambah
dan tidak berkurang. Apabila ada yang berkata," saya tahu Allah mewajibkan
menunaikan ibadah haji ke ka'bah tetapi saya tidak tahu di mana ka'bah itu, apakah
di India atau di tempat lain,"orang yang mengatakan itu tetap mukmin, tidak kafir.
Akan tetapi pengakuan Ghassan yang mengatakan bahwa pendapat atau mazhabnya
yang di ambil dari Imam Abu Hanifah ini di bantah oleh para ahli. Dengan kata lain,
ghassan memasukkan Abu Hanifah kedalam salah satu tokoh murji'ah ekstrem yang
pendapatnya seperti yang dikemukakan oleh Ghassan. Pengakuan Ghassan ini di
bantah keras oleh al-Syahrastani karena salah paham belaka. "bagaimana",tanya al-
syahrastani "seorang imam yang sangat mengutamakan al-'amal memfatwakan agar
meninggalkannya?" "sebab lain penisbatan Abu Hanifah kepada murji'ah," lanjut al-
syahrastani, "karena Abu Hanifah menentang Qadariah dan Mu'tazilah pada
kemunculannya di generasi awal-awal. Sementara mu'tazilah lazim menyebut orang
yang menentang pendapatnya sebagai murji'ah."
4. Sekte al-Tsaubaniah adalah pengikut Abu Tsauban yang mengatakan bahwa iman
adalah mengetahui dan mengakui Allah dan para Rasul-Nya dan semua yang oleh
akal boleh dikerjakan dan tidak boleh dikerjakan tidak termasuk kategori iman.
5. Sekte al-Shalihiah dipimpin oleh Shalih Ibn Umar al-Shalihi berpendapat bahwa iman
adalah mengetahui Allah, dan kafir adalah tidak mengetahui Allah. Bagi mereka
ibadah seperti shalat bukanlah ibadah melainkan iman, dalam arti mengetahui Allah
sehingga iman dan kufur tidak bertambah dan tidak berkurang.
Ajaran-ajaran Murji'ah ekstrem ini bisa menimbulkan bahaya karena dapat membawa
pada moral atitude, memperlemah ikatan-ikatan moral, atau akan melahirkan
masyarakat permissive, yang cenderung menoleransi berbagai tindakan terhadap
norma-norma akhlak yang berlaku.
3
Sebab, menurut mereka yang penting adalah iman dalam hati, sementara perilaku moral
atau amal saleh tidak penting di dalam keberagaman. Sehingga ajaran Murji'ah sangat
merugikan masyarakat karena setiap orang akan terdorong untuk melakukan kejahatan-
kejahatan tanpa memikirkan akibat dari perbuatannya.
Sementara Murji'ah moderat tidak pernah menjelma sebagai aliran lain paham mereka
banyak yang masih tersisa bahkan dikalangan mayoritas umat islam dewasa. Murji'ah
moderat ini sangat dekat bahkan identik dengan para jumhur, terutama dari kalangan
Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah. Menyerahkan kepada Allah suatu persoalan yang masih
belum jelas kebenarannya, seperti masalah pelaku dosa besar, bukanlah suatu hal yang
keliru bahkan merupakan suatu sikap yang paling benar dan aman, karena hanya Allah
yang secara pasti mengetahui kebenaran.
Demikian pula memberi harapan kepada pelaku dosa besar atau kemaksiatan lainnya
bukanlah suatu kesalahan fatal sehingga tidak mustahil Allah yang Maharahim dan
Maharahman akan mengampuninya. Yang jelas, ayat-ayat Al-Quran sendiri, tidak sedikit
yang memberikan harapan atau memberikan janji pengampunan.
Tidak sedikit ayat yang menganjurkan orang-orang yang berbuat dosa dan kesalahan
agar memohon ampun dan bertobat kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penerima Taubat.
1. Iman
Iman adalah cukup dengan mengakui dan percaya kepada Allah dan rasul-Nya saja. Adapun
amal atau perbuatan tidak merupakan suatu keharusan bagi adanya iman. Berdasan hal ini
seseorang tetep dianggap mukmin walaupun meninggalkan perbuatan yang difardukan dan
melekukan dosa besar.
“kebanyakan aliran Murji’ah berpendapat bahwa iman ialah hanya membenarkan dengan
hati saja, atau dengan kata lain iman ialah makrifat kepada Allah SWT. Dengan hati, bukan
pengertian lahir. Apabila seseorang beriman dengan hatinya, maka dia adalah Mukmin dan
Muslim, sekalipun lahirnya dia menyerupai orang Yahudi atau Nasrani dan meskipun
lisannya tidak mengucapkan dua kalimat syahadat. Mengikrarkan dengan lisan dan amal
perbuatan seperti shalat, puasa, dan sebagainya, itu bukan bagian dari pada iman.”
2. Dasar keselamatan
Adapun dasar keselamatan adalah iman semata-mata, selama masih ada iman dihati, setiap
maksiat tidak dapat mendatangkan madarat atau gangguan atas seseorang. Untuk
mendatangkan pengampunan, manusia cukup hanya dengan menjauhkan diri dari syirik dan
mati dalam keadaan akidah tauhid.[9]
Dengan kata lain, kelompok murji’ah memandang bahwa perbuatan atau amal tidaklah
sepenting iman, Yang kemudian meningkat pada pengertian bahwa, hanyalah imanlah yang
penting dan yang menentukan mukmin atau tidak mukminnya seseorang, perbuatan-
perbuatan tidak memiliki pengaruh dalam hal ini. Iman letaknya dalam hati seseorang dan
tidak diketahui manusia lain, selanjutnya perbuatan-perbuatan manusia tidak
menggambarkan apa yang ada dalam hatinya. Oleh karena itu ucapan-ucapan dan
perbuatan-perbuatan seseorang tidak mesti mengandung arti bahwa ia tidak memiliki iman.
Yang penting ialah iman yang ada dalam hati. Dengan demikian ucapan dan perbuatan-
perbuatan tidak merusak iman seseorang. Walaupun perbuatan-perbuatan yang dilakukan
melanggar syariat Islam, tetapi kalau hatinya iman, aliran tersebut masih mengatakan orang
itu mukmin.
Adapun mengenai orang yang lalai dalam menunaikan kewajiban-kewajiban, atau dia
melakukan dosa-dosa besar, maka sebagian dari tokoh-tokoh Murji’ah berpendapat:
tiadalah mungkin menentukan hokum bagi orang itu di dunia ini. Hal itu haruslah
ditangguhkan (diserahkan saja) kepada Tuhan untuk menentukannya di hari kiamat. Dari
sini timbulnya istilah ”Murji’ah”, yaitu berasal dari kata “irja’” yang berarti
“menangguhkan”.[10]
3. I’tiqad murji’ah
A. Sudah mengetahui dalam hati atas wujudnya Ttuhan dan sudah percaya dalam hati kepada
Rasul-rasulNya maka menjadi otomatis mukmin, walaupun mengucapkan dengan lidah hal-
hal yang mengkafirkan, seperti menghina nabi, menghina al-qur’an dan lain sebagainya.
B. Golongan murji’ah juga mengatakan, bahwa orang mukmin yang percaya dalam hati
adanya Tuhan dan percaya pada rasul-rasul maka ia adalah mukmin walaupun dia
mengerjakan segala macam dosa besar ataupun dosa kecil. Dosa bagi kaum murji’ah tidak
apa-apa kalau sudah ada iman dalam hati, sebagai keadaannya perbuatan baik tak ada
gunanya kalau sudah ada kekafiran didalam hati.
C. Orang yang telah beriman dalam hatinya, tetapi ia kelihatan menyembah berhala atau
membuat dosa-dosa besar yang lain, bagi murji’ah orang ini masih mukmin.
D. I’tiqad menangguhkan dari kaum murji’ah, yaitu menangguhkan orang yang bersalah
sampai kemuka tuhan sampai hari kiamat, hal ini ditentang oleh kaum ahlussunnah wal
jama’ah karena setiap orang yang salah harus dihukum didunia ini.
E. Kalau kita ikuti faham golongan murji’ah ini maka ayat-ayat hukum seperti menghukum
pencuri dengan memotong tangan, menghukum rajam orang yang berzina, menghukum
bayar kafart dan lain-lain yang banyak tersebut dalam Qur’an tidak ada gunanya lagi karena
sekalian kesalahan akan ditangguhkan sampai ke muka Tuhan saja.
5
BAB. III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA