Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

UNSUR-UNSUR DAKWAH

Dosem Pengampu : Aguswandi. S,Sos,. M.I.Kom.

Disusun Oleh:

KELOMPOK 1

KELAS KPI C

ERNA (50100122086)

AHMAD ISMAD HARUN (50100122110)


ULFA KAMARUDDIN (50100122016)

IMANIAR KOTEN (50100122084)

JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb
Dengan menyebut nama Allah swt. yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang, kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, serta inayah-Nya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah tentang “UNSUR-UNSUR DAKWAH”. Makalah ini sudah kami susun
dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga bisa
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan terimakasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari segala hal tersebut, kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya
kami dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini bisa
memberikan manfaat maupun inspirasi untuk pembaca.

Wassalamu’alaikum wr.wb

Samata, 25 Maret 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
C. Tujuan ..................................................................................................................... 2
BAB II ................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ................................................................................................................ 3
A. Mad’u Sebagai Sentral dakwah dan Definisi Media Dakwah ................................ 3
B. Macam-Macam Media Dakwah .............................................................................. 4
C. Hak-Hak Mad’u ...................................................................................................... 8
D. Klasifikasi Mad’u dan Prinsip-Prinsip Metodologis Mad’u .................................. 9
E. Efek dakwah .......................................................................................................... 11
BAB III............................................................................................................................. 13
PENUTUP........................................................................................................................ 13
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 13
B. Saran ..................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dakwah pada mulanya merupakan tugas para rasul. Masing-masing mereka ditugaskan
untuk mengajak manusia menyembah Allah semata sesuai dengan syariat yang diturunkan.
Ada yang terbatas pada kaum tertentu dan pada waktu tertentu pula, namun ada juga yang
ditugasi untuk mengajak kepada seluruh umat manusia di dunia tanpa mengenal batas
waktu seperti Muhammad Saw. Jadi, para rasul itu semuanya adalah da’i yang mempunyai
misi suci mengajak orang kejalan Tuhan. Oleh karena dakwah yang pada awal mulanya
merupakan tugas para rasul yang menjadi manusia pilihan, maka siapapun yang
melanjutkan risalah tersebut harus dengan sikap keberhati-hatian yang penuh agar apa yang
menjadi tugas suci tidak mendapatkan respon yang negatif pada masyarakat atau objek
dakwah itu sendiri.1
Dakwah merupakan kewajiban bagi setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan,
dalam upaya menyeru kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar. Berdasarkan
fungsi tersebut maka dakwah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengalaman
keislaman seseorang. Tindakan dakwah dapat dilakukan dengan berbagai cara dan
menggunakan media sepanjang hal tersebut tidak bertentangan dengan kaidah Islam.
Pada prinsipnya, dakwah Islam diyakini sebagai ajakan dan panggilan dalam berbagai
aspek kehidupan manusia. Keyakinan seperti ini harus dibuktikan agar tidak keluar dari
nilai-nilai dakwah Islam itu sendiri. Sementara di satu sisi terjadi perubahan yang demikian
cepat seiring dengan kemajuan di era globalisasi yang kerap memunculkan persoalan-
persoalan baru, khususnya dalam bidang moral dan akhlak. Oleh karena itu, diharapkan
kepada lembaga-lembaga Islam untuk memberikan solusi terhadap problematika sosial
yang muncul dewasa ini. Majelis taklim merupakan salah satu lembaga Islam yang harus
memainkan peran dakwah dalam memberikan tuntunan kepada umat. Dakwah telah
berlangsung semenjak adanya manusia di muka bumi, baik melalui lembaga-lembaga
pendidikan, lembaga non formal maupun informal seperti majelis taklim.
Proses peningkatan nilai ajaran agama melalui dakwah adalah hak dan kewajiban
semua manusia, termasuk wanita sebagai salah satu makhluk Tuhan yang Maha Mulia,
wanita juga adalah tiang negara dan agama, maka apabila figur wanita itu baik maka
baiklah suatu bangsa. Sebaliknya, jika wanita rusak, maka rusak pulalah agama dan bangsa
itu.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari pembuatan makalah ini yaitu :

1
Abdul Hakim Mohad, Membangun Profesionalisme Manajemen Dakwah, Vol. 5, No. 1, 2019

1
1. Bagaimana mad’u sebagai sentral dakw2ah dan definisi media
dakwah menurut para ahli?
2. Bagaimana macam-macam media dakwah?
3. Apakah hak-hak mad’u ?
4. Bagaimana klasifikasi mad’u dan prinsip-prinsip metodologis
mad’u?
5. Bagaimana efek dakwah?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui mad’u sebagai sentral dakwah dan definisi media
dakwah menurut para ahli
2. Untuk mengetahui macam-macam media dakwah
3. Untuk mengetahui hak-hak mad’u.
4. Untuk mengetahui klasifikasi mad’u dan prinsip-prinsip metodologis
mad’u.
5. Untuk mengetahui efek dakwah.

2
Baiti Renel, Materi Dakwah Dan Kebutuhan Mad’u (Studi Kasus pada Majelis Taklim Nurul Qulub di
Kecematan Baguala Kota Ambon), 2012.

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Mad’u Sebagai Sentral dakwah dan Definisi Media Dakwah
Adapun mad’u sebagai sentral dakwah dan definisi dakwah adalah sebagai berikut
a. Mad’u Sebagai Sentral dakwah
Salah satu sasaran utama yang hendak dicapai melalui dakwah adalah pemberdayaan
masyarakat menuju lahirnya suatu komunitas atau masyarakat yang disebut Al-Qur’an
dengan predikat khairah ummah (umat terbaik), bukan hanya dari aspek keimanan dan
ibadah semata, melainkan juga dari aspek-aspek sosial, seperti ekonomi, pendidikan,
hukum, iptek dan sosial budaya.
Untuk memosisikan mad’u sebagai sentral dakwah, maka tiga hal berikut perlu
diperhatikan, pertama dakwah perlu memerhatikan kapasitas pemikiran (tingkatintelektual)
suatu masyarakat. Kedua dakwah harus memerhatikan kondisi kejiwaan (suasana
psikologis) suatu masyarakat. Dan ketiga dakwah perlu memerhatikan problematika
kekinian yang dihadapi oleh suatu masyarakat. 3
Tidak banyak pakar ilmu dakwah menyebutkan media dakwah sebagai salah satu unsur
dakwah. Media dakwah merupakan unsur tambahan dalam kegiatan dakwah. Maksudnya,
kegiatan dakwah dapat berlangsung meskipun tanpa media.

Media berasal dari bahasa Latin Medius yang secara harfiah harfiah berarti perantara,
tengah arau pengantar (Arsyad, 2006:3). Dalam bahasa Inggris media merupakan bentuk
jamak dari medium yang berarti tengah, antara, rata-rata. Dari pengertian ini ahli
komunikasi mengartikan mefia sebagai alat yang menghubungkan oedan komunikasi yang
disampaikan oleh komunikator kepada konunikan (penerima pesan). Dalam bahasa Arab
media sama dengan wasilah ( ‫ )و سيلة‬atau dalam bentuk jamak, wasail ( ‫ )و سا ءل‬yang berarti
alat atau perantara.

b. Definisi media dakwah dapat dikemukakan sebagai berikut :


 Hasjmy (1974 : 269) menyamakan media dakwah dengan sarana
dakwah dan menyamakan alat dakwah dengan Medan dakwah.
 Asmuni Syukir (1983 : 163) medi dakwah adalah segala sesuatu
yang dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah
yang telah ditentukan.

3
Dr. A. Ilyas Ismail, M.A, Prio Hotman, M.A., Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan
Peradaban Islam, (Jakarta : Kencana), 2011, hal. 155-162

3
 Wardi Bactiar (1997 : 35) media dakwah adalah peralatan yang
dipergunakan untuk menyampaikan materi dakwah.
 Abdul Kadir Munsyi (1981 : 41) media dakwah adalah alat yang
menjadi saluran yang menghubungkan ide dengan umat.
 Hamzah Ya’qub (1992 : 47) media dakwah ialah alat objek yang
menjadi saluran yang menghubungkan ide dengan umat.4
B. Macam-Macam Media Dakwah
Pada dasarnya, komunikasi dakwah dapat menggunakan berbagai media yang dapat
merangsang indra-indra manusia serta dapat menimbulkan perhatian untuk dapat menerima
dakwah. Berdasarkan banyaknya komunikan yang menjadi sasaran dakwah,
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu media massa dan media non massa (Wahyu Ilaihi, 2010:
105).
1. Media Massa

Media massa digunakan dalam komunikasi apabila komunikan berjumlah banyak dan
bertempat tinggal jauh. Media massa yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari
umumnya surat kabar, radio, televisi, dan film bioskop yang beroperasi dalam bidang
informasi dakwah (Wahyu Ilaihi, 2010: 105).
2. Media Nonmassa
Di samping penggolongan wasilah di atas, wasilah dakwah dari segi sifatnya juga dapat
dibagi menjadi dua golongan, yaitu: Pertama, Media tradisional, yaitu berbagai macam seni
pertunjukan yang secara tradisonal dipentaskan didepan umum terutama sebagai sarana
hiburan yang memiliki sifat komunikatif, leperti ludruk, wayang, drama, lenong dan
sebagainya.Kedua, Media modern, yang diistilahkan juga dengan “media elektronika”
yaitu media yang dilahirkan dari teknologi. Yang termasuk media modern adalah televisi,
radio, pers dsb (Wahyu Ilaihi, 2010: 107).
Dari pengertian media dakwah sebelumnya dapat dipahami bahwa media adalah segala
sesuatu yang menjadi perantara, maka ada beberapa macam media dalam suatu proses
dakwah. Secara umum media-media benda yang dapat digunakan sebagai media dakwah
terdiri dari :
a. Media Visual
Media visual adalah bahan-bahan atau alat yang dapat dioperasikan untuk kepentingan
dakwah melalui indra penglihatan. Yang termasuk dalam media ini diantaranya yaitu:

4 Prof. Dr. Moh. Ai aziz, M. Ag, Ilmu Dakwah, (Jakarta : Kencana, 2004), hal.345

4
1) Film Slide
Film slide ini berupa rekaman gambar pada film positif yang telah diprogram
sedemikian rupa sehingga hasilnya sesuai dengan apa yang telah diprogramkan.
Pengoperasian film slide melalui proyektor yang kemudian gambarnya diproyeksikan pada
screen. Kelebihan dari film slide ini adalah mampu memberikan gambaran yang jelas
kepada audiens tentang informasi yang disampaikan oleh seorang juru dakwah (Samsul
Munir Amir, 2009: 116-117).
2) Overhead Proyektor (OHP)
OHP adalah perangkat keras yang dapat memproyeksikan program kedalam screen
dari program yang telah disiapkan melalui plastik transparan. Perangkat ini tepat sekali
untuk menyampaikan materi dakwah kepada kalangan terbatas baik sifat maupun
tempatnya.
Kelebihan menggunakan media ini adalah program dapat disusun sesuai dengan
selera da’i dan apalagi jika diwarnai dengan seni grafis yang menarik. Sedangkan
kelemahannya yaitu memerlukan ruangan khusus yang beraliran listrik juga menuntut
kreatifitas da’i dalam mengungkapkan informasi melalui seni grafis yang menarik (Samsul
Munir Amir, 2009: 116-117).
a. Gambar dan Foto
Gambar dan foto merupakan dua materi visual yang sering diijumpai, keduanya sering
dijadikan media iklan yang cukup menarik seperti surat kabar, majalah dan sebagainya.
Dalam perkembangannya gambar dan foto dapat dimanfaatkan sebagai media dakwah.
Dalam hal ini, gambar dan foto yang memuat informasi/pesan yang sesuai dengan materi
dakwah. Seorang da’i yang inovatif akan mampu memanfaatkan gambar dan foto untuk
kepentingan dakwahnya secara efektif dan efisien. Kelebihan dari media ini adalah
kesesuaiannya antara dakwah dengan perkembangan situasi melalui pemberitaan surat
kabar, atau majalah serta keaslian situasi melalui pengambilan foto langsung. Biaya tidak
mahal dan dapat dilakukan kapan saja dengan tidak bergantung kepada berkumpulnya
komunikan. Kelemahannya, da’i tidak dapat memonitor langsung keberhasilan dakwah,
salain itu menuntut kreatifitas dan inovasi da’i (Samsul Munir Amir, 2009: 116-117).
b. Media Auditif
Media auditif adalah alat yang dioperasikan sebagai sarana penunjang kegiatan dakwah
yang ditangkap melalui indera pendengaran (Samsul Munir Amir : 2009: 116-117).
c. Radio

5
Dalam melaksanakan dakwah, penggunaan radio sangatlah efektif dan efisien. Jika
dakwah dilakukan melalui siaran radio dia akan mudah dan praktis, dengan demikian
dakwah akan mampu menjangkau jarak komunikan yang jauh dan tersebar. Disamping itu
radio mempunyai daya tarik yang kuat. Daya tarik ini ialah disebabkan sifatnya yang serba
hidup berkat tiga unsur yang ada padanya yakni music, kata-kata dan efek suara (Moh. Ali
Aziz, 2004: 120).
d. Tape Recorder
Tape recorder adalah media elektronik yang berfungsi merekam suara ke dalam pita
kaset dan dari pita kaset yang telah berisi rekaman suara dapat diplayback dalam bentuk
suara. Dakwah dengan tape Recorder ini relatif mengahabiskan biaya yang murah dan
dapat diisiarkan ulang kapan saja sesuai kebutuhan. Di samping itu da’i dapat merekam
program dakwahnya disuatu tempat dan hasil rekamannya disebarkan pada kesempatan
lain dan seterusnya (Samsul Munir Amir : 2009: 119-120).
e. Media Audio Visual
Media audio visual adalah media penyampai informasi yang dapat menampilkan unsur
gambar dan suara secara bersamaan pada saat menyampaikan pesan dan informasi (Moh.
Ali Aziz, 2004: 120).
1) Televisi
Di beberapa daerah terutama di Indonesia masyarakat banyak menghabiskan waktunya
untuk melihat televise. Kalau dakwah Islam dapat memanfaatkan media ini dengan efektif,
maka secara otomatis jangkauan dakwah akan lebih luas dan kesan keagamaan yang
ditimbulkan akan lebih mendalam (Samsul Munir Amir : 2009: 154).
Program-program siaran dakwah yang dilakukan hendaknya mengenai sasaran objek
dakwah dalam berbagai bidang sehingga sasaran dakwah dapat meningkatkan
pengetahuandan aktifitas beragama melalui program-program siaran yang disiarkan
melalui televisi (Samsul Munir Amir, 2009: 121).
2) Film
Jika film digunakan sebagai media dakwah maka harus diisi misi dakwah adalah
naskahnya, diikuti skenario, shooting dan actingnya. Memang membutuhkan keseriusan
dan waktu yang lama membuat film sebagai media dakwah. Karena disamping prosedur
dan prosesnya lama dan harus professional juga memerlukan biaya yang cukup besar.
Namun dengan media film ini dapat menjangkau berbagai kalangan (Samsul Munir Amir,
2009: 121).
3) Internet

6
Dengan media internet dakwah dapat memainkan peranannya dalam menyebarkan
informasi tentang Islam keseluruh penjuru, dengan keluasan akses yang dimilikinya yaitu
tanpa adanya batasan wilayah, cultural dan lainnya. Menyikapi fenomena ini, Nurcholis
Madjid mengatakan :
“Pemanfaatan internet memegang peranan amat penting, makaa ummat Islam tidak
perlu menghindari internet, sebab bila internet tidak dimanfaatkan dengan baik, maka umat
Islam sendiri yang akan rugi. Karena selain bermanfaat untuk dakwah, internet juga
menyediakan informasi dan data yang kesemuanya memudahkan umat untuk bekerja.”
(Samsul Munir Amir : 2009: 156).

Begitu besarnya potensi dan efisiennya yang dimiliki oleh jaringan internet dalam
membentuk jaringan dan pemanfaatan dakwah, maka dakwah dapat dilakukan dengan
membuat jaringan-jaringan informasi tentang Islam atau sering disebut dengan
cybermuslim atau cyberdakwah. Masing-masing cyber tersebut menyajikan dan
menawarkan informasi Islam dengan berbagai fasilitas dan metode yang beragam
variasinya (Samsul Munir Amir : 2009: 156).

f. Media Cetak
Media cetak adalah untuk menyampaikan informasi melalui tulisan yang tercetak.
Media ini sudah lama dikenal dan mudah diijumpai dimana-mana (Samsul Munir Amir,
2009: 122).
1). Buku
Para ulama salaf telah mempergunakan media buku sebagai media dakwah yang efektif.
Bahkan buku-buku dapat bertahan lama, dan menjangkau masyarakat secara luas
menembus ruang dan waktu. Para da’i atau ulama penulis cukup banyak yang telah
mengabadikan namanya dengan menulis dan mengarang buku sebagai kegiatan
dakwahnya. Seperti halnya Imam Al-Ghazali menulis Ihya’ ‘Ulumuddin, Imam Nawawi
menulis Riyadh Ash-Shalihin, dan lain-lain (Samsul Munir Amir : 2009: 123).
2). Surat kabar
Surat kabar beredar dimana-mana, karena di samping harganya yang murah beritanya juga
sangat up to date dan memuat berbagai jenis berita. Surat kabar cepat sekali peredarannya
karena jika terlambat beritanya akan out of date. Dakwah melalui surat kabar cukup tepat
dan cepat beredar melalui berbagai penjuru. Karena itu dakwah melalui surat kabar sangat
efektif dan efisien yaitu dengan cara da’i menulis rubrik di surat kabar tersebut misalnya
berkaitan dengan rubrik agama (Samsul Munir Amir, 2009: 124).

7
3). Majalah
Majalah mempunyai fungsi yaitu menyebarkan informasi atau misi yang dibawa oleh
penerbitnya. Majalah biasanya mempunyai ciri tertentu, ada yang khusus wanita, remaja,
pendidikan, keagamaan, teknologi, kesehatan, olahraga, dan sebagainya. Sekalipun
majalah mempunyai cirri tersendiri tetapi majalah masih dapat difungsikan sebagai media
dakwah, yaitu dengan jalan menyelipkan misi dakwah kedalam isinya, bagi majalah
bertema umum. Jika majalah tersebu majalah keagamaan, maka dapat dimanfaatkan
sebagai majalah dakwah. Jika berdakwah melalui majalah maka seorang dai’i dapat
memanfaatkannya dengan cara menulis rubrik atau kolom yang Berhubungan dengan
dakwah Islam(Samsul Munir Amir, 2009: 124).5

C. Hak-Hak Mad’u

Mad’u adalah manusia yang menjadi sasaran dakwah atau manusia penerimah dakwah,
baik sebagai indifidu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang beragama Islam
maupun tidak, atau dengan kata lain manusia , secara keseluruhan.
Dakwah Islam memiliki prinsip humanis. Jika logika ini ditarik lebih jauh kemudian
dikaitkan dengan hak-hak mad’u, maka sesungguhnya bukanlah hal yang lain dari hak-
hak manusia. Persoalan itu dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu aspek sosial antarpribadi
(interpersonal relationship right) dan hak hubungan antar keterkaitan komunikasi
(communication interconnecting right).

Hak manusia dalam tinjauan aspek yang pertama, meneknkan kecakapan kualitas
pribadi seseorang dalam membangun pola hubungan antarpersonal yang nyaman
(comfortable) dan penuh keakraban (friendliness/arab: al-rifq). Adapun hak dalam tinjauan
aspek yang kejdua, menekankan pola hubungan ketergantungan (dependention)dan saling
respons serta saling pengertian (responsible dan understanding). Dari perspektif teori
komunikasi tentang kaidah kesalingtergantungan, maka selain kesadaran da’i akan haknya
untuk menyampaikan dakwah, ia pun harus mengerti bahwa mad’u juga memiliki hak
untuk dipahami secara empati dan simpati menjadi suatu kemestian yang mutlak.

Tujuan yang ingin dicapai dari pemenuhan hak ini adalah menjaga suasana kejiwaan
mad’u agar tetap betah berada dalam ruang proses komunikasi dakwah dalam tempo yang

5
Aminuddin, Media Dakwah, Vol. 9, No. 2, 2016

8
cukup panjang. Efek dakwah tidak mungkin muncul hanya dalam sekali atau beberapa kali
pertemuan. Efek yang diharapkan dengan sendirinya membutuhkan akumulasi pesan-pesan
atau nilai dakwah agar mampu membentuk dan melahirkan pengaruh yang lebih kuat dan
permanen. Untuk itu, da’i dituntut untuk menjaga harga diri mad’u. Da’i dilarang keras
berkata-kata yang dapat melukai hati atau merendahkan harga diri mad’u yang dapat
menghilangkan selera atau bahkan keberlangsungan komunikasi.

D. Klasifikasi Mad’u dan Prinsip-Prinsip Metodologis Mad’u


Klasifikasikan mad’u memiliki maksud untuk memperoleh pengetahuan tentang
karakter-karakter yang khas dimiliki oleh suatu kelompok mad’u tertentu yang tidak
terdapat pada lainnya. Pengetahuan ini, secara lebih jauh sangat berguna untuk menentukan
kebijakan dakwah tentang bagaimana cara menyikapi dan berinteraksi dengan masing-
masing kelompok manusia tersebut. Sekaligus sebagai pengamalan atas hadis Nabi: “khatib
al-nas ‘ala qadri uqulihim” yangartinya berkomunikasilah dengan dengan taraf penalaran
mereka.Pengklasifikasian mad’u dengan kata lain juga sangat berguna untuk
menentukan pilihan metode dakwah yang tepat sasaran (efektif dan efisien).
a. Klasifikasi Mad’u Menurut Sikapnya Terhadap Dakwah
Pakar dakwah Abdul Karim Zaidan dalam buku ushul al-dakwah, mengelompokan
manusia dalam empat kategori berdasarkan sikapnya terhadap dakwah. Empat kategori
yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Pertama, al-mala’ (pemuka masyarakat), dalam al-Quran, terminologi al-mala’
digunakan untuk arti kelompok sosial yang berstatus sebagai pemuka masyarakat (asyraf
al qaum), pemimpin masyarakat (ru’usahum), atau memiliki wewenang atas masyarakat
(sadatuhum). Pakar al-Quran Al-Ashfahany menerjemahkan istilah al-mala sebagai suatu
kelompok orang memiliki pengaruh atas pandangan umum baik lantaran kewibaannya
maupun besarnya.
Kedua, jumhur al-nas (mayoritas manusia). Dilihat dari segi bahasa, jumhur al-nas
berarti kelompok mayoritas, yakni kelompok terbesar dalam masyarakat. Mereka
umumnya terdiri dari kaum lemah yang merupakan lapisan terbesar dalam suatu
masyarakat. Dalam bahasa Indonesia, term jumhur al-nas setara dengan kata rakyat jelata.
Bagi Abdul Karim Zaidan, di antara banyak kategori mad’u, jumhur al-nas, kelompok yang
kemudian disebut sebagai mayoritas manusia ini adalah orang-orang yang paling tanggap
menerima seruan dan ajakan dakwah.
Ketiga, kelompok munafiqun (orang-orang munafik) adalah tipe kelompok
oportunis yang menyembunyikan kekufuran dibalik ke-Islamannya. Menurut Zaidan,

9
mereka biasanya ditemukan dalam situasi ketika kebenaran telah menjadi opini publik dan
ke-Imanan telah menjadi identitas mayoritas.
Keempat, kelompok al-‘usat (para pendurhaka). Kelompok al-usatadalah kategori
orang-orang yang masih bimbang dalam menerima kebenaran. Karena itu, keimanan
mereka yang tipis dinilai cukup kuat untuk menahannya dari perbuatan-perbuatan maksiat,
sekalipun telah menyatakan ke-Islamannya.
b. Pengelompokan Mad’u Berdasarkan Antusiasnya kepada Dakwah
Mengenai sikap mad’u terhadap seruan dakwah, al-Quran menyebutkan tiga kelompok
mad’u, yaitu: Pertama, kelompok yang bersegera dalam menerima kebenaran (al-sabiquna
bi al-khairat). Menurut pakar tafsir kenamaan Wahbah Al-Zuhayli yaitu golongan mad’u
yang cenderung antusias pada kebaikan dan tanggap terhadap seruan-seruan dakwah baik
yang sunah apalagi yang wajib. Sebaliknya merekamat takut mengerjakan hal-hal yang
diharamkan agama,disamping berusaha sebisa mungkin menghindari yang dimakruhkan
atau malah hal-hal yang masih dibolehkan (mubah).Kedua, kelompok pertengahan
(muqtashid). Kelompok ini merupakan orang-orang yang mengerjakan kewajiban-
kewajiban agama dan meninggalkan yang diharamkan. Namun pada waktu yang
bersamaan, mereka kerap kali melakukan hal-hal yang dimakruhkan dan kurang tanggap
terhadap kebaikan yang dianjurkan. Ketiga, kelompok yang menzalimi diri sendiri (zalim
linafsih).Kelompok terakhir ini adalah kelompok yang senang melampaui batasan-batasan
agama, cenderung mengabaikan (al-mufrith) kewajiban agama dan kerap melakukan
larangan-larangan agama. Menurut Al-Biqa’i, kelompok inilah yang justru paling banyak
ditemukan dalam masyarakat.
c. Pengelompokan Mad’u Berdasarkan Kemampuannya Menangkap Pesan Dakwah
Adapun pengelompokan mad’u berdasarkan kemampuannya dalam menangkap pesan
dakwah, dalam hal ini terdapat golongan orang yang sering bersinggungan dengan
kebenaran dikarenakan pengetahuannya yang mendalam, kelompok ini terdiri dari para
sarjana, pemikir, dan ilmuwan. Dalam kategori ini, mad’u dikelompokan secara hierarkis
dari kelompok elite hingga level bawah. Demikian itu, karena kemampuan seseorang untuk
menangkap pesan dakwah terkait erat dengan kedalamannya memahami agama serta
hakikatnya. Melalui cara pandang ini, filsuf Ibn Rusyd mengkategorikan manusia dalam
tige kelompok:
Pertama, Ahl Al-Burhan. Ibn Rusyd menyebut kelompok yang pertama ini sebagai
representasi dari pemuka agama yang umumdikenaldengan sebutan ulama atau kaum

10
Burhani yaitu mereka yang dalam menangkap pesan-pesan dakwah didekati dengan
mengajukan bukti-bukti demonstratif yang tidak terbantahkan.
Kedua, Ahl Al-Jidal. Kelompok ini adalah kelompok mad’u menengah terkait tingkat
pemahaman agamanya. Dalam menerima pesan dakwah mereka belum mampu
menyingkap hakikat-hakikat terdalam agama, dan baru cukup didekati dengan dialog
(jadal) melalui adu argumentasi.
Ketiga, Ahl Al-Khittab. Kelompok ini adalah kelompok terbanyak dalam masyarakat.
Karena tingkat pemahaman agamanya yang rendah, kelompk mad’u ini tidak tertarik
kepada pendekatan- pendekatan dialektis dan belum mampu memahami hakikat terdalam
agama. Untuk itu cara retorik (kitaby) melalui tutur kata dan nasihat yang baik dalam
menyampaikan pesan dakwah dipandang sebagai jalan yang paling bijak.
d. Kategori Mad’u Menurut Keyakinannya
Dalam pandangan ini terbagi menjadi dua kelompok, Muslim dan non Muslim. Pada
pemaparan 3 kategori mad’u sebelumnya berfokus kepada Muslim, sehingga dalam
kategori ini lebih ditekankan kepada mad’u yang non Muslim. Dakwah juga tidak menutup
mata terhadap kemungkinan kelompok manusia yang gemar mengingkari kebenaran atau
malah berusaha melawan kebenaran itu, sukar diajak berdamai atau bekerja sama dan
melulu mengingkari kesepakatan. Mereka senantiasa menghalangi kebebasan orang untuk
berdakwah dan berusaha menghalang halangi orang untuk menerima kebenaran.
Kelompok mad’u inilah yang disebut sebagai kafir (harbi) yang dapat eksis dalam setiap
kelompok/penganut agama. Terhadap mereka itu, da’i tidak dianjurkan untuk menunjukan
sikap bersahabat dalam menyampaika kebenaran. Lebih dari itu, adalah sikap tegas (al-
ghilz) dan tegas (tasydid), bukan lagi tabligh dan pertemanan (al-rifq).

E. Efek dakwah

Dalam setiap aktifitas dakwah pasti akan menimbulkan riaksi. Artinya, jika dakwah
telah dilakukan oleh seorang da’i dengan materi dakwah wasilah, thariqah tertentu, maka
ada timbul respon dan efek pada mad’u (mitra/penerima dakwah).

1. Efek Kognitif

Efek kognitif ini bisa terjadi apabila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami,
dan dimengerti oleh mad’u tentang isi pesan yang diterimanya. Pemahaman tersebut

11
didahului kegiatan berpikir tentang pesan dakwah.105 Greenwald menegaskan bahwa
perubahan sikap adalah fungsi berfikir. Respons-respons kognitif adalah pikiran yang
dimiliki individu sebagai reaksi terhadap sebuah pesan persuasif. Efek kognitif dapat
tercapai apabila pesan yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan mad’u.

2. Efek Afektif

Efek ini merupakan pengaruh dakwah berupa perubahan sikap mad’u setelah menerima
pesan dakwah. Sikap adalah sama dengan proses belajar dengan tiga variabel sebagai
penunjangnya, yaitu perhatian, pengertian, dan penerimaan. Pada tahap atau aspek ini pula
penerima dakwah dengan pengertian dan pemikirannya terhadap pesan dakwah yang telah
diterimanya akan membuat keputusan untuk menerima atau menolak pesan dakwah.107
Dalam komunikasi persuasif, Efek afektif dapat diketahui melalui sikap yang diberikan
mad’u terhadap pesan yang disampaikan oleh da’i.

3. Efek Behavioral

Efek ini merupakan suatu bentuk efek dakwah yang berkenaan dengan pola tingkah
laku mad’u dalam merealisasikan pesan dakwah yang telah diterima dalam kehidupan
sehari-hari efek ini muncul setelah melalui pesan kognitif, afektif. Jika dakwah telah dapat
meneyentuh aspek behavioral, yaitu telah dapat mendorong manusia melakukan secara
nyata ajaran-ajaran Islam sesuai dengan pesan dakwah, maka dakwah dapat dikatakan
berhasil dengan baik, dan inilah tujuan final dakwah.108 Keberhasilan Efek behavioral ini
dapat diketahui ketika tindakan yang dilakukan mad’u sesuai dengan pesan yang
disampaikan oleh seorang da’i. 6

6Hariyanto, Relasi Kredabilitas Da’I Dan Kebutuhan Mad’u Dalam Mencapai Tujuan Dakwah, vol. 16, No.
2, 2018.

12
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Media dakwah merupakan unsur tambahan dalam kegiatan dakwah. Maksudnya,
kegiatan dakwah dapat berlangsung meskipun tanpa media. Media berasal dari bahasa
Latin Medius yang secara harfiah harfiah berarti perantara, tengah arau pengantar (Arsyad,
2006:3). Dalam bahasa Inggris media merupakan bentuk jamak dari medium yang berarti
tengah, antara, rata-rata. Dari pengertian ini ahli komunikasi mengartikan mefia sebagai
alat yang menghubungkan oedan komunikasi yang disampaikan oleh komunikator kepada
konunikan (penerima pesan). Dalam bahasa Arab media sama dengan wasilah ( ‫ )و سيلة‬atau
dalam bentuk jamak, wasail ( ‫ )و سا ءل‬yang berarti alat atau perantara. Media dakwah terdiri
atas media massa dan media nonmassa.
Mad’u adalah manusia yang menjadi sasaran dakwah atau manusia penerimah
dakwah, baik sebagai indifidu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang beragama
Islam maupun tidak, atau dengan kata lain manusia , secara keseluruhan.
Pakar dakwah Abdul Karim Zaidan dalam buku ushul al-dakwah, mengelompokan
manusia dalam empat kategori berdasarkan sikapnya terhadap dakwah. Empat kategori
yang dimaksud adalah Pertama, al-mala’ (pemuka masyarakat), Kedua, jumhur al-nas
(mayoritas manusia), Ketiga, kelompok munafiqun (orang-orang munafik) dan Keempat,
kelompok al-‘usat (para pendurhaka).

Terdapat beberapa efek dalam dakwah diantarnya, efek Kognitif, efek kognitif ini bisa
terjadi apabila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, dan dimengerti oleh
mad’u tentang isi pesan yang diterimanyaefek afektif, efek ini merupakan pengaruh
dakwah berupa perubahan sikap mad’u setelah menerima pesan dakwah, efek behavioral,
efek ini merupakan suatu bentuk efek dakwah yang berkenaan dengan pola tingkah laku
mad’u dalam merealisasikan pesan dakwah yang telah diterima dalam kehidupan sehari-
hari efek ini muncul setelah melalui pesan kognitif, afektif.

B. Saran
Dalam berdakwah kita harus memperhatikan bebertapa unsur sebagai
pegangan dalam berdakwah. Dalam berdakwah yang baik kita harus niatkan
semata-mata untuk mencari keridhoan Allah SWT, menyampaikan dengan
sandaran Al-Quran dan Hadist, sopan dan santun.

13
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hakim Mohad, Membangun Profesionalisme Manajemen Dakwah, Vol. 5,


No. 1, 2019

Aminuddin, Media Dakwah, Vol. 9, No. 2, 2016

Baiti Renel, Materi Dakwah Dan Kebutuhan Mad’u (Studi Kasus pada Majelis
Taklim Nurul Qulub di Kecematan Baguala Kota Ambon), 2012

Prof. Dr. Moh. Ai aziz, M. Ag, Ilmu Dakwah, (Jakarta : Kencana, 2004), hal.345
Hariyanto, Relasi Kredabilitas Da’I Dan Kebutuhan Mad’u Dalam Mencapai
Tujuan Dakwah, vol. 16, No. 2, 2018.
Prof. Dr. Moh. Ai aziz, M. Ag, Ilmu Dakwah, (Jakarta : Kencana, 2004), hal.345

14
15

Anda mungkin juga menyukai