Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

ISLAM SEBAGAI AGAMA


Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas matkul Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampu : Muhammad Yunus, S.Th.I, M.Th.I

Kelompok 2 D3 Teknik Mesin Kelas 1B

ULUNG MAHESA HARISTIKA (2331240099)


HAIDAR ALFARIS (2331240042)
MUHAMMAD SEFRIZA ANDRIANTO (2331240034)

PROGRAM STUDI D-III TEKNIK MESIN


PSDKU POLINEMA DI KOTA KEDIRI
POLITEKNIK NEGERI MALANG
KEDIRI
2023
ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini tepat waktu. Makalah
ini berjudul Islam Sebagai Agama.

Tujuan dari penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Agama Islam. Selanjutnya kami ucapkan terima kasih kepada Bapak
Muhammad Yunus S.Th.I, M.Th.I. sebagai dosen mata kuliah Pendidikan Agama
Islam yang telah banyak memberikan bantuan dengan arahan dan petunjuk yang jelas.
Sehingga mempermudah kami menyelesaikan tugas ini. Terima kasih juga kepada
teman-teman seperjuangan yang telah mendukung selesainya makalah ini tepat
waktu.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu
sangat terbuka pada kritik dan saran yang membangun, sehingga makalah ini bisa
lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya dalam ilmu Pendidikan Agama Islam.
ii
iii

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................3
C. Tujuan..........................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................4
A. Konsep Agama.............................................................................................4
B. Dimensi Agama Islam..................................................................................6
C. Sumber Ajaran Islam...................................................................................13
D. Tujuan Agama Islam....................................................................................18
E. Pluralitas Dalam Masyarakat.......................................................................18
BAB III PENUTUP..................................................................................................20
A. Kesimpulan..................................................................................................20
B. Saran.............................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................22
1

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Islam sebagai agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad termasuk


salah satu agama dakwah yang harus disampaikan. Karenanya, apabila berpijak
dari asumsi ini, maka usia dakwah islam seiring dengan usia islam itu sendiri.
Muhammad adalah da’i pertama kepada masyarakat mekkah saat itu. Metode
dakwah yang dilakukan bisa ditebak, yaitu dakwah fardiyah (dakwah antar
pribadi) yang bersifat sembunyi-sembunyi atau komunikasi personal (personal
Communication). Islam adalah agama dakwah, yaitu agama yang menugaskan
umatnya untuk menyebarkan dan menyiarkan Islam kepada seluruh umat manusia
sebagai Rahmatan Lil Alamin. Islam dapat menjamin terwujudnya kebahagiaan
dan kesejahteraan manakala ajarannya dijadikan sebagai pedoman hidup dan
dilaksanakan secara konsisten serta konsekuen. Usaha penyebarluasan Islam
realisasi terhadap ajarannya adalah melalui dakwah. 1. Dakwah merupakan suatu
bagian yang pasti ada dalam kehidupan umat Islam.

Dalam ajaran Islam dakwah merupakan sebuah aktivitas dan upaya untuk
mengubah manusia, baik individu maupun masyarakat dari situasi yang tidak baik
kepada situasi yang lebih baik. Dakwah merupakan usaha menggerakkan pikiran
dan perbuatan manusia untuk menggembangkan fungsi kerisalahan disamping
kerahmatan. Fungsi kerisalahan berupa tugas penyampaian, dan al-Islam kepada
manusia, sedangkan fungsi kerahmatan adalah upaya menjadikan islam sebagai
bagian alam semesta.2 Berbicara tentang dakwah tentu saja tidak lepas dari peran
komunikasi, dimana keduanya memiliki arti yang harpir sama. Dimana arti
dakwah adalah “mengajak” atau “menyeru”, sedangkan orang yang melakukan
seruan tersebut dikenal dengan panggilan da’i. Tetapi meningat bahwa proses
memanggil atau menyeru tersebut juga merupakan suatu proses penyampaian
(tabligh) atas pesan-pesan tertentu, maka dikenal pula istilah muballigh yaitu
2

orang yang berfungsi sebagai komunikator untuk menyampaikan pesan kepada


pihak komunikan. 3 Sedangkan Istilah komunikasi dalam bahasa inggris
“communication” berasal dari kara latin “communication”, dan bersumber dari
kata “communis” yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna.
4 Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau
perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran
bisa berupa gagasan, informasi, opini, pesan, dan lain-lain yang muncul dari
benaknya. Seiring berjalannya waktu yang sampai pada saat ini, dakwah erat
sekali hubungannya dengan kehidupan kita sehari-hari. Dimana dakwah sekarang
bisa dilakukan dimana saja misalnya dakwah didalam sebuah pengajian, dakwah
didalam acara televisi, khutbah sebelum melakukan sholat jum’at dan lain
sebagainya. Dalam berdakwah tentu seorang da’i tidak lepas dari media dakwah,
dimana media dakwah bisa menjadi salah satu alat penunjang berhasilnya dakwah
tersebut tersampaikan.

Media dakwah atau Wasilah Adalah sesuatu yang dapat mengantarkan pada
tujuan. Dan yang dimaksud dengan wasilah atau sarana dakwah adalah segala
sesuatu yang dapat membantu seorang da’i dalam menyampaikan dakwahnya.
Dakwah tidak bisa meniscayakan agama yang beraneka ragam karena ada
keanekaragaman agama, maka ada misi dakwah. Agama yang membawa misi
kebahagiaan memungkinkan menjadi sarang konflik tatkala tafsiran ekslusif
muncul dari masing masing agama. Mengemuka perang yang mengatas namakan
agama. Sungguh naif. Fenomena ini ada dihadapan mata kita, peristiwa Ambon,
Poso hingga serangan Amerika ke Afganistan semuanya sarat dengan motif
agama. Ini menandakan bahwa belum sepenuhnya makna pluralisme dipahami,
pluralisme agama terhenti pada sebuah wacana dan dialog, tidak menyentuh
esensinya. Bagaimana para sabahat nabi dan umat Islam dari masa ke masa
menerapkan prinsip dan nilai Ilahi dalam menciptakan kehidupan yang damai di
tengah-tengah masyarakat yang berbeda agama, budaya, ras suku dan bangsa.
3

Prinsip hubungan muslim dengan orang lain dijelaskan Allah swt. dalam Al-
Qur’an dan melalui utusanNya nabi Muhammad saw. di mana harus terjalin atas
dasar nilai persamaan, toleransi, keadilan, kemerdekaan, dan persaudaraan
kemanusiaan (al-ikhwah al-insaniyah). Nilai-nilai Qur’ani inilah yang
direkomendasikan Islam sebagai landasan utama bagi hubungan kemanusiaan
yang berlatar belakang perbedaan ras, suku bangsa, agama, bahasa dan budaya.
Berbicara tentang media dakwah, tentu banyak sekali media yang bisa dijadikan
sarana untuk berdakwah. Seperti, televisi, film, lagu, radio, media cetak, dan
lembaga pendidikan. Berdakwah melalui media harus menggunakan langkah yang
benar,sebab cara tersebut disampaikan kepada selurut umat manusia diberbagai
penjuru dunia, baik di barat maupun timur dengan cara demikianlah dakwah
tersebut akan diterima di berbagai daerah dan tempat yang jauh. Dalam
perkembangannya, film bisa dikatakan suatu media yang ampuh dalam
menyampaikan sebuah pesan terhadap khalaknya dibandingkan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep agama Islam itu ?
2. Seperti apa dimensi – dimensi Islam itu ?
3. Darimana sumber ajaran Islam ?
4. Apa tujuan agama Islam ?
5. Apa pengaruh agama Islam dengan pluraritas dalam masyarakat ?
C. TUJUAN
1. Mengetahui konsep agama Islam
2. Mengetahi dimensi – dimensi Islam
3. Mengetahui darimana sumber agama Islam
4. Mengetahui tujuan dari agama Islam
5. Mengetahui pluraritas dalam masyarakat beragama Islam
4

BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP AGAMA ISLAM
Agama Islam terdiri dari dua kata yaitu Agama dan Islam. Kata “Agama”
berasal dari bahasa Sanskerta, āgama yang terdiri dari dua kata “A” berarti “tidak”,
“gama” berarti “kacau”, jadi kata agama berarti “tidak kacau”. Namun ada pula
yang mengartikan agama berasal dari akar kata “gam” (bahasa Sanskerta) yang
berarti “jalan”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Agama adalah sistem
yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang
Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan
manusia serta lingkungannya. Agama adalah keyakinan dan kepercayaan kepada
Tuhan.1

Terdapat beberapa pendapat Sarjana Agama terkait pengertian agama:

a. S. Gazalba, agama adalah kepercayaan kepada dan hubungan dengan yang


“Kudus” menyatakan diri dalam upacara, pemujaan, permohonan berdasarkan
doktrin-doktrin tertentu yang biasanya membentuk sikap hidup tertentu.
Hakekat agama adalah hubungan manusia dengan yang kudus.
b. Taylor (Antroplog), agama adalah kepercayaan kepada barang yang ghaib.
(religion is thebelief in spiritual being).
c. Emile Durkheim, agama adalah sesuatu keseluruhan yang bagian- bagiannya
saling berkaitan yang satu dengan yang lainnya, terdiri dari kepercayaan dan
penyembahan, yang semuanya dihubungkan dengan hal-hal yang suci dan
mengikat pengikutnya dalam suatumasyarakat.

1
Departemen Pendidikan, dan Sekolah Tinggi Pertahanan Nasional, Pendidikan Agama Islam.
(Jakarta; Nasional,2011) 47-49
5

d. Hasbi Ash Shiddiqi, Agama adalah undang-undang ilahi yang didatangkan


Allah SWT untuk menjadi pedoman hidup dan kehidupan manusia di alam
dunia untuk mencapaikejayaan dunia dan akherat.
e. Djarnawi Hadikusuma, agama ialah tuntunan Allah kepada manusia untuk
berbakti dan menyembah kepada Tuhan secara berbuat kebajikan di atas
dunia.

Dengan demikian, agama adalah penghambaan manusia kepada Tuhannya.


Dalam pengertian agama terdapat 3 unsur yaitu, “Manusia, Penghambaan dan
Tuhan”. Maka suatu paham atau ajaran yang mengandung ketiga unsur pokok
pengertian tersebut dapat disebut agama. Lebih luasnya lagi, agama juga bisa
diartikan sebagai jalan hidup, yakni bahwa seluruh aktivitas lahir dan batin
pemeluknya diatur oleh agama yang dianutnya. Bagaimana kita makan, bagaimana
kita bergaul, bagaimana kita beribadah, dan sebagainya ditentukan oleh aturan/tata
cara agama.Istilah Kata islām berasal dari bahasa Arab aslama - yuslimu dengan
arti semantic sebagai berikut: tunduk dan patuh (khadha‘a wa istaslama), berserah
diri, menyerahkan, memasrahkan (sallama), mengikuti (atba‘a), menunaikan,
menyampaikan (addā), masuk dalam kedamaian, keselamatan, atau kemurnian
(dakhala fi al-salm au al-silm au al-salām).Dari istilah-istilah lain yang akar
katanya sama, “islām” berhubungan erat dengan makna keselamatan, kedamaian,
dan kemurnian. Secara istilah, Islam bermakna penyerahan diri; ketundukan dan
kepatuhan terhadap perintah Allah SWT serta pasrah dan menerima dengan puas
terhadap ketentuan dan hukum-hukum-Nya. Pengertian “berserah diri” dalam
Islam kepada Tuhan bukanlah sebutan untuk paham fatalisme, melainkan sebagai
kebalikan dari rasa berat hati dalam mengikuti ajaran agama dan lebih suka
memilih jalan mudah dalam hidup. Seorang muslim mengikuti perintah Allah
SWT tanpa menentang atau mempertanyakannya, tetapi disertai usaha untuk
memahami hikmahnya. 2
2
A. Faiz. Radikalisme, Liberalisme dan Terorisme: Pengaruhnya Terhadap Agama Islam.
(Jakarta ;Jurnal Studi Al-Qur'an 2017) 76-94.
6

B. DIMENSI AGAMA ISLAM

Dimensi Islam terbagi dalam Islam, Iman dan Ihsan, Di dalam Islam dan
iman terkumpul agama secara keseluruhan. Sebagaimana Nabi SAW membedakan
Islam, iman dan ihsan. Dalam hadits berikut Bukhori dan Muslim
meriwayatkannya dari Abu Hurairah. Pada suatu hari kami (Umar r.a. dan para
sahabat r.a.) duduk-duduk bersama Rasulullah Saw. Lalu muncul di hadapan kami
seorang yang berpakaian putih. Rambutnya hitam sekali dan tidak tampak tanda-
tanda perjalanan. Tidak seorangpun dari kami yang mengenalnya. Dia langsung
duduk menghadap Rasulullah Saw. Kedua kakinya menghempit kedua kaki
Rasulullah, dari kedua telapak tangannya diletakkan di atas paha Rasulullah Saw,
seraya berkata, “Ya Muhammad, beritahu aku tentang Islam.” Lalu Rasulullah
Saw menjawab, 3
“Islam adalah engkau bersaksi tiada tuhan selain Allah dan Muhammad
adalah utusan Allah, mendirikan salat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan
Ramadan dan kamu haji ke Baitullah jika kamu telah mampu melaksanakannya”.
(Hadits Riwayat Al-Bukhari Dan Muslim)
Laki-laki itu berkata lagi: Beritahukan aku tentang iman. Rasulullah saw.
menjawab:
“Iman adalah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-
kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat dan qadar (ketentuan) Allah yang baik
dan yang buruk”. (Hadits Riwayat Muslim)

3
Harjani Hefni, Komunikasi islam (Jakarta: Prenada Media, 2017),27.
7

Laki-laki itu berkata lagi: Beritahukan aku tentang Ihsan itu. Rasulullah saw.
menjawab:

“Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-


Nya. Dan jika engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia
melihatmu.”. (Hadits Riwayat Muslim)
Pembahasan secara berurutan pengertian istilah-istilah di atas yaitu Islam,
iman dan akhirnya ihsan dilakukan tanpa harus dipahami sebagai pembuatan
kategori-kategori yang terpisah sebagaimana sudah diisyaratkan melainkan karena
keperluan untuk memudahkan pendekatan analitis belaka. Dan di akhir
pembahasan ini kita akan mencoba melihat relevansi nilai-nilai keagamaan dari
iman, Islam dan ihsan itu bagi hidup modern, dengan mengikuti pembahasan oleh
seorang ahli psikologi yang sekaligus seorang pemeluk Islam yang percaya pada
agamanya dan mampu menerangkan bentuk-bentuk pengalaman keagamaan Islam.

1. Islam

Islam menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah agama yang


diajarkan oleh Nabi Muhammad saw. berpedoman pada kitab suci Al-qur’an yg
diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah Swt. Dimensi Islam mempunyai lima
penyangga (rukun): Syahadat, Shalat, Zakat, Puasa Ramadhan dan Haji,
Dimensi Islam dibahas secara mendalam dalam buku-buku tentang Ilmu Fiqh.
Ada dua sisi yang kita dapat gunakan untuk memahami pengertian agama
islam, yatu sisi kebahasaan dan sisi peristilahan.

Dari segi kebahasan Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata
salima yang mengandung arti selamat, sentosa dan damai. Kata salima
selanjutnya diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk
dalam kedamaian. Senada dengan pendapat diatas, sumber lain mengatakan
Islam berasal dari bahasa Arab, terambil dari kata salima yang berarti selamat
dan sentosa. Dari asal kata itu dibentuk kata aslama yang artinya memelihara
8

dalam keadaan selamat, sentosa dan berarti pula menyerahkan diri, tunduk ,
patuh, dan taat. Dari pengertian itu, kata islam dekat dengan arti kata agama
yang berarti mengusai, menundukkan, patuh, hutang, balasan dan kebiasaan.
Rasulullah saw banyak menamakan beberapa perkara dengan sebutan Islam,
umpamanya: taslimul qalbi (penyerahan hati), salamat unnas minal lisan wal
yad (tidak menyakiti orang lain dengan lisan dan tangan), memberi makan,
serta ucapan yang baik. Semua perkara ini, yang disebut Rasulullah sebagai
Islam mengandung nilai penyerahan diri, ketundukkan dan kepatuhan yang
nyata.

Ada indikasi bahwa Islam adalah inisial seseorang masuk ke dalam


lingkaran ajaran Ilahi. Sebuah Ayat Suci melukiskan bagaimana orang-orang
Arab Badui mengakui telah beriman tapi Nabi diperintahkan untuk mengatakan
kepada mereka bahwa mereka belumlah beriman melainkan baru ber-Islam,
sebab iman belum masuk ke dalam hati mereka (QS. al-Hujarat:14). Jadi, iman
lebih mendalam daripada Islam, sebab dalam konteks firman itu, kaum Arab
Badui tersebut barulah tunduk kepada Nabi secara lahiriah, dan itulah makna
kebahasaan perkataan "Islam", yaitu "tunduk" atau "menyerah." Tentang hadits
yang terkenal yang menggambarkan pengertian masing-masing Islam, iman dan
ihsan, Ibn Taimiyah menjelaskan bahwa agama memang terdiri dari tiga unsur:
Islam, iman dan ihsan, yang dalam ketiga unsur itu terselip makna kejenjangan:
orang mulai dengan Islam, berkembang ke arah iman, dan memuncak dalam
ihsan.4

Selanjutnya, penjelasan yang sangat penting tentang makna "al-Islam" ini


juga diberikan oleh Ibn Taimiyah. Ia mengatakanbahwa "al-Islam"
mengandung dua makna adalah: pertama, ialah sikap tunduk dan patuh, jadi
tidak sombong; kedua, ketulusan dalam sikap tunduk kepada satu pemilik atau

4
Mustofa, Pengaruh Tingkat Pemahaman Agama Terhadap Motivasi Investasi Nasabah Bank Syariah
Mandiri ( Gorontalo ; Journal of Islamic Economics and Business 2011) 103-129.
9

penguasa. Jadi orang yang tulus itu tidak musyrik, dan ia adalah seorang hamba
yang berserah diri hanya kepada Allah. Hukum Islam terwujud dan terbukti
dengan dua kalimat syahadat, menegakkan shalat, membayar zakat, puasa
ramadlan dan menunaikan haji ke Baitullah. Ini semua adalah syiar-syiar Islam
yang paling tampak. Seseorang yang melaksanakannya berarti sempurnalah
penghambaannya. Apabila ia meninggalkannya berarti ia tidak tunduk dan
berserah diri. Lalu penyerahan hati, yakni ridla dan taat, dan tidak menggangu
orang lain, baik dengan lisan maupun tangan, ia menunjukkan adanya rasa
ikatan ukhuwah imaniyah. Sedangkan tidak menyakiti orang lain merupakan
bentuk ketaatan menjalankan perintah agama, yang memang menganjurkan
kebaikan dan melarang mengganggu orang lain. Ketaatan seseorang dengan hal
tersebut merupakan gambaran yang nyata tentang Islam. Hal tersebut mustahil
dapat terwujud dengan pembenaran dalam hati (iman). Dan berbagai hal itulah
yang disebut dengan Islam.

2. Iman

Menurut bahasa iman berarti pembenaran dalam hati. Sedangkan menurut


istilah, iman adalah membenarkan dalam hati, mengikrarkan dengan lisan dan
mengamalkan dengan anggota badan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
iman adalah kepercayaan yang berkenaan dengan agama, keyakinan dan
kepercayaan kepada Allah, Nabi, kitab, yang tidak akan bertentangan dengan
ilmu dapat pula berarti ketetapan hati; keteguhan batin; keseimbangan batin.
Sedang iman menurut pandangan para ulama terdahulu, diantaranya adalah
pendapat Imam Al-Baghawi r.a., beliau berkata :
”Para sahabat, Tabi’in, dan para ulama sunnah mereka bersepakat
bahwa amal shalih adalah bagian dari iman. Mereka berkata bahwasannya
iman terdiri dari ucapan dan perbuatan serta keyakinan. Iman bertambah
karena ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan”
Imam Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Sallam r.a. berkata:
10

”Pandangan ahlus sunnah yang kami ketahui adalah apa yang disampaikan
oleh para ulama kita yang kami sebutkan di kitab-kitab kami, yakni bahwa
iman itu meliputi kumpulan niat (keyakinan), ucapan , dan amal perbuatan”.
Dimensi Iman memiliki enam penyangga (rukun) yang harus diyakini,
yaitu: Allah, Malikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari
Akhir dan Taqdir. Dimensi Iman dibahas secara mendalam dalam buku-buku
(disiplin) ilmu Tauhid dan ilmu Kalam.

Pengertian iman secara umum, yaitu sikap percaya, dalam hal ini
khususnya percaya pada masing-masing rukun iman yang enam (menurut
akidah Sunni). Karena percaya pada masing-masing rukun iman itu memang
mendasari tindakan seorang maka sudah tentu pengertian iman yang umum
dikenal itu adalah wajar dan benar.

Namun, dalam dimensinya yang lebih mendalam, iman tidak cukup hanya
dengan sikap batin yang percaya atau mempercayai sesuatu belaka, tapi
menuntut perwujudan lahiriah atau eksternalisasinya dalam tindakan-tindakan.
Dalam pengertian inilah kita memahami sabda Nabi bahwa iman mempunyai
lebih dari tujuh puluh tingkat, yang paling tinggi ialah ucapan Tiada Tuhan
selain Allah dan yang paling rendah menyingkirkan bahaya di jalanan.

Keterpaduan antara iman dan perbuatan yang baik juga dicerminkan


dengan jelas dalam sabda Nabi bahwa orang yang berzina, tidaklah beriman
ketika ia berzina, dan orang yang meminum arak tidaklah beriman ketika ia
meminum arak, dan orang yang mencuri tidaklah beriman ketika ia mencuri,
dan seseorang tidak akan membuat teriakan menakutkan yang mengejutkan
perhatian orang banyak jika memang ia beriman. Oleh karena itu, perkataan
iman yang digunakan dalam Kitab Suci dan sunnah Nabi sering memiliki
makna yang sama dengan perkataan kebajikan (al-birr), taqwa, dan kepatuhan
(al-din) pada Tuhan (al-din).
11

Dalam bahasa Inggris, pada umumnya kita tidak bisa membedakan antara
istilah faith dan belief namun, Wilfred, Cantwell Smith menggaris bawahi
bahwasanya istilah faith sekalipun tanpa mempertimbangkan konteks bahasa
Arab perlu dibedakan dengan istilah belief. Ketika kita mengatakan “people
believe in something” yang dimaksudkan adalah bahwasanya mereka memiliki
keyakinan bahwa sesuatu tersebut benar, namun kita sering menjumpai
bahwasanya mereka salah dan bertentangan dengan bukti yang meyakinkan.
Dalam bahasa Islam, istilah Iman tidak mengandung konotasi negatif seperti
itu. Iman melibatkan keyakinan akan sebuah kebenaran sejati, bukan kebenaran
prasangka. Selanjutnya istilah faith berarti bahwasanya masyarakat memiliki
keyakinan tersebut, maka mereka mengikat diri mereka untuk bertindak
berdasarkan kebenaran yang mereka ketahui.

Nabi Muhammad mendefInisikan kata iman dengan sabdanya, “iman


adalah sebuah pengakuan dengan hati, pengucapan dengan lisan dan aktivitas
anggota badan”. Jadi, iman melibatkan pengakuan, pengucapan dan perbuatan.

3. Ihsan (kebajikan)

Dalam hadits yang disinggung di atas, Nabi menjelaskan, "Ihsan ialah


bahwa engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan kalau
engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat engkau." Maka
ihsan adalah ajaran tentang penghayatan pekat akan hadirnya Tuhan dalam
hidup, melalui penghayatan diri sebagai sedang menghadap dan berada di
depan hadirat-Nya ketika beribadat.

Ihsan adalah pendidikan atau latihan untuk mencapai dalam arti


sesungguhnya. Karena itu, ihsan menjadi puncak tertinggi keagamaan manusia.
Ia tegaskan bahwa makna Ihsan lebih meliputi daripada iman, dan karena itu,
pelakunya adalah lebih khusus daripada pelaku iman, sebagaimana iman lebih
meliputi daripada Islam, sehingga pelaku iman lebih khusus daripada pelaku
12

Islam. Sebab dalam Ihsan sudah terkandung iman dan Islam, sebagaimana
dalam iman sudah terkandung Islam. Kemudian, kata-kata ihsan itu sendiri
secara harfiah berarti "berbuat baik." Seorang yang ber-ihsan disebut muhsin,
sebagai seorang yang ber-iman disebut mukmin dan yang ber-Islam disebut
muslim. Karena itu, sebagai bentuk jenjang penghayatan keagamaan, ihsan
terkait erat sekali dengan pendidikan berbudi pekerti luhur atau berakhlaq
mulia. Disabdakan oleh Nabi bahwa yang paling utama di kalangan kaum
beriman ialah yang paling baik akhlaqnya.

Ihsan dalam arti akhlaq mulia atau pendidikan ke arah akhlaq mulia
sebagai puncak keagamaan dan yang dimasukkan ke dalam surga ialah orang
yang bertaqwa kepada Allah dan memiliki keluhuran budi pekerti.

Ihsan memiliki tiga macam tindakan utama yakni :

a. Berbuat kebajikan terhadap sesama, baik itu dengan lisan dengan harta
maupun dengan tindakan (tenaga) dengan mengintegrasikan agama (dinul
Islam) pada seluruh segi kehidupan serta memasukkan kehidupan itu sendiri
ke dalam irama-irama ibadah dan tatanan nilai yang ditentukan oleh agama
yang melahirkannya. Dalam hal ini, ihsan (kebajikan) telah menciptakan
suatu keutuhan yang direfleksikan dalam tindakan dan perbuatannya dengan
tanpa pamrih.
b. Melakukan suatu ibadah dengan penuh kesadaran dan keikhlasan yang
senantiasa berhubungan dengan kehadiran Tuhan bersinar di dalam jiwa
manusia melalui prinsip-prinsip tentang realitas dan sesuai dengan
kebenarannya yang terletak dalam inti ajaran Islam, karena Islam itu sendiri
didasarkan pada sifat realitas.
c. Merenungkan dan memikirkan Tuhan Yang Maha Esa dalam segala sesuatu
dan setiap tarikan dan hembusan nafas, karena substansi sesungguhnya dari
makhluk Tuhan adalah pengentalan nafas Yang Maha Pengasih (nafas
13

Al'Rahman) yang ditupkan pada pola-pola dasar (al-a'yan al-tsabitah)


kemudian melahirkan alam.

Sebetulnya, antara entitas Iman dan Islam ini kompleks, karena di situ
dilengkapi dengan unsur Ihsan. Unsur Ihsan ini tidak seperti rel kereta api yang
tidak saling ketemu antara yang satu dengan yang lain. Sekarang, tugas para
ilmuwan, muballigh, dan juga pimpinan masyarakat, bagaimana mencari
hubungan ketiganya yang, lebih manusiawi.

C. SUMBER AJARAN ISLAM

Sumber Ajaran Islam, sumber ajaran Islam adalah sumber nilai dan norma-
norma yang terkandung didalam agama Islam, bukan hanya “sumber hukum dalam
Islam” saja. Hukum hanyalah sebuah sebagian dari norma-norma atau kaidah-
kaidah yang terkandung didalam agama Islam selain kaidah yang lainnya seperti
norma sosial dan masyarakat. Agama Islam pun juga mengandung nilai-nilai asasi
(fundamental values), seperti akidah dan tasawuf. Sumber nilai dan norma yang
terkandung di dalam agama Islam ada dua, yakni sumber yang berasal dari Al-
Qur’an dan As-Sunnah. Di samping dari kedua hal tersebut, ada pula sumber
tambahan, yaitu Ijtihad. Ijtihad adalah sebuah usaha yang bersungguh-sungguh
yang sebenarnya usaha ini bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha
mencari ilmu yang tidak dibahas didalam Al-Qur’an maupun Hadits dengan
menggunakan akal yang sehat dan pertimbangan yang matang. Sumber nilai dan
norma yang terkandung didalam Islam tersebut dapat kita pahami dari firman
Allah Subhanahu wata'ala. 5
5
Asmuni Ahmad. Kontribusi Islam terhadap Peradaban Barat. (Jogjakarta;Jurnal Tamaddun 5 2017):
166-183.
14

Dalam QS. An-Nisa’ (4) ayat 59 berikut.

‫ٍء‬ ‫ا‬ ‫ْن‬‫َاُّي ا اَّلِذ ٰا ْٓو ا َاِط وا الّٰل َاِط وا الَّر َل ُاوىِل اَاْل ِر ِم ْنُك ْۚم َفِا‬
‫ْي‬ ‫َش‬ ‫ْيِف‬ ‫ْم‬‫َزْعُت‬ ‫َن‬
‫َت‬ ‫ْم‬ ‫َه ْيَن َمُن ْيُع َه َو ْيُع ُسْو َو‬
‫َفُر ُّدْو ُه ِاىَل الّٰلِه َو الَّر ُسْو ِل ِاْن ُك ْنُتْم ُتْؤ ِم ُنْو َن ِبالّٰلِه َو اْلَيْو ِم اٰاْلِخ ِۗر ٰذ ِلَك َخ ْيٌر َّو َاْح َسُن َتْأِو ْياًل‬
Artinya:”Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam
perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.”
(QS. An-Nisa’ (4) ayat 59)6
Dari lampiran ayat tersebut, kita mendapatkan bahwa sistematika sumber
nilai dan norma yang berada didalam agama Islam sebagai berikut.

a. Al-Qur’an ialah undang-undang dasar agama Islam yang bersumber dari Allah
Subhanahu wata'ala.
b. As-Sunnah ialah undang-undang agama Islam yang bersumber dari Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
c. Ijtihad ialah peraturan agama Islam atau kaidah-kaidah hukum yang
dirumuskan oleh muslim yang berilmu.

Sistematika yang sama juga diperoleh dari riwayat Hadits dari Mu’adz bin
jabal yang hendak diutus oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk
menanggung jabatan Qadli (hakim) di Yaman. Pada saat itu, terjadi percakapan
antara Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan Mu’adz.

1. Al-Qur’an: Pengertian dan Pemeliharaanya

Kata Al-Qur’an secara harfiah atau secara mendasar memiliki artian


sebagai “bacaan sempurna” Dan definisi Al-Qur’an secara istilah yang lengkap
dikemukakan oleh Khalaf (1980: 46), yaitu Firman Allah Subhanahu wata'ala
yang diturunkan melalui malaikat Jibril, ke dalam hati Nabi Muhammad

6
Ar-Rusyidi, Departemen Agama RI Al-Qur’an dan Terjemahnya (Depok: Cahaya Qur’an, 2008), 87.
15

Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan menggunakan bahasa Arab, disertai


dengan kebenaran dan dijadikan hujjah (argumentasi) dalam hal pengakuannya
sebagai Rasul, agar dijadikan sebagai petunjuk di samping merupakan ibadah
bagi pembacanya. Dari definisi yang di atas, ada beberapa hal penting yang
dapat kita diambil. Pertama, Al-Qur’an sebagai hujjah (argumentasi) tentang
kerasulan Muhammad. Al-Qu’an juga berfungsi sebagai mukjizat Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan melemahkan argumentasi para penentang
kerasulan Muhammad dan kebenaran Islam. Sebagaimana yang difirmankan
oleh Allah Subhanahu wata'ala didalam

QS. Al-Isra’ (17) ayat 88 berikut :

‫ٰٓل‬
‫ُقْل َّلِٕى ِن اْج َتَم َعِت اِاْل ْنُس َو اِجْلُّن َع ى َاْن َّيْأُتْو ا ِمِبْثِل ٰه َذ ا اْلُقْر ٰاِن اَل َيْأُتْو َن ِمِبْثِلهٖ َو َلْو َك اَن‬
‫َبْع ُضُه ْم ِلَبْع ٍض َظِه ْيًر ا‬
Artinya: Katakanlah, “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul
untuk membuat yang serupa (dengan) Al-Qur'an ini, mereka tidak akan dapat
membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu
sama lain”.7
Kedua, membaca Al-Qur’an bernilai sebagai beribadah. Hal ini pun
mendorong umat muslim untuk membaca Al-Quran untuk dijadikan sebagai
salah satu amalan beribadah walaupun banyak dikalangan umat muslim yang
tidak mengerti artinya atau tidak dapat menulis dengan hurufnya (hijaiyah).
Ketiga, Al-Qur’an diriwayatkan secara mutawatir yang artinya wahyu Al-
Qur’an harus diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang menurut kebiasaan
mereka sepakat berdusta. Al-Qur’an terdiri dari 30 juz, 114 surat, dan lebih dari

7
Ar-Rusyidi, Departemen Agama RI Al-Qur’an dan Terjemahnya (Depok: Cahaya Qur’an, 2008),
291.
16

6.000 ayat yang ada didalamnya. Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi


Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam secara bertahap-tahap melalui
malaikat Jibril dalam kurun 23 tahun 2 bulan 22 hari, dengan rincian waktu 13
tahun ketika Nabi masih berada di Mekkah sebelum berhijrah dan 10 tahun
ketika Nabi sudah berhijrah dan tinggal di Madinah. Surat-surat Al-Qur’an
yang diturunkan ketika Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam masih
berada di Mekkah dan belum berhijrah ke Madinah disebut sebagai surat
Makkiyah. Dan surat-surat yang diturunkan ketika Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam sudah berhijrah ke Madinah disebut sebagai surat
Madaniyyah. Secara garis besar, isi dari kandungan Al-Qur’an mencakup hal-
hal berikut.

a. Aqidah (Tauhid), Aqidah adalah ajaran yang mengesakan Allah Subhanahu


wata'ala dan semua keyakinan yang berkaitan atau berhubungan dengan
Allah Subhanahu wata'ala.
b. Syariat (baik ibadah maupun muamalah), Al-Qur’an mengajarkan perintah
untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wata'ala dan berbuat baik kepada
sesame manusia sebagai menifestasi ketauhidan.
c. Akhlak dan semua ruang lingkupnya, menghiasi diri dengan melakukan hal-
hal yang baik dan menjauhi sifat-sifat yang tercela.
d. Kisah-kisah umat manusia yang ada di masa lalu, seperti kisah para nabi
terdahulu.
e. Berita-berita yang memberitahu kehidupan pada saat di akhirat kelak.
f. Prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan hukum-hukum (sunnatullah) yang
berlaku bagi alam semesta, termasuk manusia.
2. Sunnah: Pengertian dan Perkembangannya

Sunnah secara bahasa berarti tradisi, kebiasaan, dan adat-istiadat. Dan


dalam istilah ilmu hadits, Sunnah adalah segala keseluruhan yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang berupa perkataan
17

(qauliyah), perbuatan (fi’liyah), dan penetapan (taqririyah). Sunnah terkadang


juga disebut dengan hadits, karena kedua istilah tersebut mengarah kepada
pernyataan yang sama. Hanya saja, Sunnah lebih spesifik dan khusus karena
merupakan soal-soal yang praktis yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dengan kata lain, Sunnah adalah jejak langkah
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang terbentuk melalui
tindakan-tindakan atau ucapan-ucapan. Sedangkan hadits adlaah sebuah berita
atau reportase tentang ucapan, perbuatan, dan hal ihwal Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Di samping istilah Sunnah dan hadits, ada pula istilah khabar (berita)
dana tsar (bekas sesuatu). Khabar dipandang oleh sebagian ahli hadits itu sama
saja dengan Hadits. Istilah khabar juga digunakan untuk hadits marfu’ (nisbah
ke Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam), mauquf (nisbah ke
sahabat), dan maqthu’ (nisbah ke tabi’in). sedangkan Atsar adalah sesuatu yang
datang dari sahabat (mauquf), tabi’in (maqthu), dan orang-orang sesudahnya.

Pada zama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, hadits pada


dasarnya tidak diperintahkan untuk ditulis, bahkan pernah dilarang oleh
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam agar tulisan hadits dan Al-Qur’an itu
tak bercampur. Tetapi, seletah para sahabat memahami, Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam pun membiarkannya saja. Pada saat itu, yang menuliskan
hadits masih sangatlah sedikit, dan kumpulan tulisan-tulisan hadits tersebut
dinamakan sebagai shahifah. Pada zaman Umar bin Abdul Aziz, khalifah ke-8
dari dinasti bani umayyah timbul inisiatif secara resmi untuk menulis dan
membukukan (tadwin) hadits. Dengan demikian, pemeliharaan hadits sejak
zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya
adalah dengan menggerakkan penghafalan, penulisan, serta pengumpulan. Dan
kemudian ditingkatkan dengan adanya pembukuan (tadwin).
18

Pembukuan hadits mencapai puncaknya pada fase perawi, usaha ini


dipelopori oleh Ishaq bin Rahawaih dan kemudian disempurnakan oleh Al-
Bukhari dan Muslim. Hadits-hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam pun dibagi menjadi beberapa kategori yang terpenting, yaitu pembagian
hadits yang ditinjau dari perawi dan pembagian hadits yang ditinjau dari
kualitas hadits.

D. TUJUAN AGAMA ISLAM

Makna agama islam ialah berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkan-
Nya, dan taat serta patuh kepada-Nya, dengan penuh ketundukan dan perendahan
diri.

Tujuan agama islam :

a. Untuk mengenal, mengagungkan, dan mengesakan Allah. Dan mensifati Allah


dengan sifat-sifat kemuliaannya.
b. Mengajarkan cara beribadah atau menyembah Allah SWT.
c. Mendorong untuk melakukan perintah dan menjauhi larangan Allah. Serta
beretika yang baik, yang mana etika itu bisa mengangkat manusia pada derajat
kemuliaan yang tinggi.
d. Menegakkan hukuman pada orang yang melampaui batas/melanggar aturan
main Allah.

E. PLURALITAS DALAM MASYARAKAT

Pluralisme merupakan suatu sistem nilai atau pandangan yang mengakui


keragaman di dalam suatu bangsa. Keragaman atau kemajemukan dalam suatu
bangsa itu haruslah senantiasa dipandang positif dan optimis sebagai kenyataan riil
oleh semua anggota lapisan masyarakat dalam menjalani kehidupan berbangsa dan
19

bernegara. Esensi makna pluralisme tidak hanya diartikan sebagai sebuah


pengakuan terhadap keberagaman suatu bangsa, akan tetapi juga mempunyai
implikasi-implikasi politis, sosial, dan ekonomi.

Islam memandang bahwa pluralisme adalah sesuatu yang alamiah


(sunatullah) dalam wahana kehidupan manusia. Al-Qur’an sebagai kitabun
muthahhar dan sebagai pedoman hidup (hudan linnas) sangat menghargai
pluralitas sebagai suatu keniscayaan manusia sebagai khalifah di bumi.

Ini sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Q.S. Al-Maa’idah ayat 48.

‫َو َاْنَز ْلَنٓا ِاَلْيَك اْلِكٰت َب ِباَحْلِّق ُمَص ِّد ًقا ِّلَم ا َبَنْي َيَد ْيِه ِم َن اْلِكٰت ِب َو ُمَهْيِم ًنا َعَلْيِه َفاْح ُك ْم َبْيَنُه ْم َمِبٓا‬
‫َاْنَز َل الّٰل ُه َو اَل َتَّتِبْع َاْه َو ۤاَءُه ْم َعَّم ا َج ۤاَءَك ِم َن اَحْلِّۗق ِلُك ٍّل َجَعْلَنا ِم ْنُك ْم ِش ْر َعًة َّو ِم ْنَه اًج اۗ َو ْوَل‬
‫ٓا ٰاٰتىُك َفا َتِبُقوا ا ٰر ِۗت ِاىَل الّٰلِه‬ ‫ِك‬ ‫ِح‬ ‫ّٰل‬
‫َخْلْي‬ ‫ْم ْس‬ ‫َش ۤاَء ال ُه َجَلَعَلُك ْم ُاَّم ًة َّو ا َد ًة َّو ٰل ْن ِّلَيْبُلَو ُك ْم ْيِف َم‬
‫ِج ُك ِمَج ا َنِّبُئُك َمِبا ُك ْنُت ِف ِه ْخَتَتِلُف َۙن‬
‫ْو‬ ‫ْم ْي‬ ‫َمْر ُع ْم ْيًع َفُي ْم‬

Artinya: “Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa


kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang
diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka
putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah
datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan
jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikanNya satu
umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya
kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah
kembali kamu semuanya, lalu diberitahukanNya kepadamu apa yang telah kamu
perselisihkan itu.”8

Berdasarkan ayat di atas, jelas bahwa dalam tataran teologis, ideologis, dan
bahkan sosiologis, Islam dengan kitab sucinya yaitu Al-Qur’an memandang positif
terhadap pluralitas sebagai suatu yang alamiah dan mutlak keberadaannya. Oleh

8
Kementrian Agama, Al Quran dan Terjemahan (Depok: Cahaya Qur’an, 2008),116.
20

karena itu pluralisme dalam konsepsi Islam dapat dipahami sebagai tata nilai di
tengah kehidupan manusia sebagai khalifah, yang hadir dalam dimensi teologis
agama, dan juga hadir dalam dimensi sosial lainnya dengan segala kompleksitas
dan konsekuensinya yang khas yang harus diterima sebagai sebuah anugerah
dengan penuh kesadaran. Fenomena pluralitas agama telah menjadi fakta sosial
yang harus dihadapi masyarakat modern. Ide awal lahirnya pluralitas agama
adalah keragaman yang pada muaranya akan melahirkan perbedaan cara pandang
bagi pemeluknya.

Secara paradigmatik, pluralisme adalah suatu sistem yang memungkinkan


seluruh kepentingan dalam masyarakat luas bersaing secara bebas untuk
memengaruhi proses politik, sehingga mencegah munculnya dominasi kelompok
tertentu terhadap kelompok lain. Oleh karena faham pluralisme bertujuan untuk
menghindarkan masyarakat dari tindakan-tindakan pendominasian, maka
kelompok-kelompok elite pimpinan antar umat beragama dituntut memiliki
keahlian dalam bernegosiasi dengan struktur negara supaya mereka dilibatkan
dalam setiap rencana membuat undang-undang yang terkait dengan masa depan
kehidupan seluruh rakyat, terlebih kehidupan keagamaan secara luas. Namun
secara praktis dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia, pluralisme
dalam perspektif kerukunan antar umat beragama tidak hanya untuk mengikis
habis praktik pendominasian.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
21

Islam merupakan agama yang benar. Karena ajaran agama islam bersifat
komprehensif membahas masalah-masalah manusia baik dunia ataupun akhirat.
Dan agama islam merupakan agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Oleh
karena itu agama islam harus disebarluaskan kepada ummat manusia agar dapat
memeluk agama islam (bagi non muslim) serta memperdalam ajaran islam (bagi
kaum muslim). Dan salah satu jalan untuk menyebarluaaskan agama islam adalah
dengan berdakwah. Seperti diungkapkan sebelumnya, bahwa islam adalah agama
yang komprehensif dan tidak terkecuali dakwah. Islam telah memberikan
gambaran bagaimana cara atau metode dalam berdakwah.

Untuk menghasilkan akhlak atau karakter mulia yang merupakan cita-cita


setiap Muslim, juga salah satu tujuan pendidikan nasional Indonesia dalam konsep
Islam harus dimulai darimembangun fondasi yang kuat, yakni mendasari dengan
akidah atau iman yang kokoh. Dengan iman yang kokoh pasti akan tumbuh
semangat yang tinggi untuk melaksanakan seluruh aturan Allah baik yang ada
dalam al-Qur’an maupun Sunnah, baik yang terkait denganibadah maupun
muamalah, dengan baik dan penuh keikhlasan semata-mata karena Allah,tanpa ada
tendensi laijnya. Jika semua aturan Allah ditaati dan dilaksanakan pastilah
akanterwujud akhlak atau karakter mulia pada diri seseorang.

B. SARAN

Kepada umat islam umumnya penulis berharap melalu itu lisan ini dapat
menambah keimanan kita terhadap kebenaran al-qur’an, untuk itu penulis
menyarankan supaya kita dapat meluangkan sedikit waktu untuk mebaca,
memahami dan mencoba untuk mengerti ajaran agama, karena al-qur’an sendiri
mengajarkan supaya kita membaca. Lembaga pendidikan seharusnya tidak hanya
menekankan dalam segi pengetahuan kognitif (intelektual), tetapi harus juga
menumbuhkan segi-segi kualitas psikomotorik dan kesadaran spiritual yang
22

reflektif dalam kehidupan sehari-hari. Dan ilmu-ilmu yang dikembangkan harus


tidak mendeskriminasi antara ilmu-ilmu umum dan mampu memenuhi kebutuhan
jasmani dan rohani.

DAFTAR PUSTAKA

A. Faiz. Radikalisme, Liberalisme dan Terorisme: Pengaruhnya Terhadap Agama Islam.


(Jakarta ;Jurnal Studi Al-Qur'an 2017) 76-94.

Ar-Rusyidi, Departemen Agama RI Al-Qur’an dan Terjemahnya. Depok: Cahaya Qur’an, 2008.

Asmuni Ahmad. Kontribusi Islam terhadap Peradaban Barat.Jogjakarta;Jurnal Tamaddun 5 2017.

Departemen Pendidikan, dan Sekolah Tinggi Pertahanan Nasional, Pendidikan Agama Islam. Jakarta;
Nasional,2011.

Harjani Hefni, Komunikasi islam. Jakarta: Prenada Media, 2017.

Kementrian Agama, Al Quran dan Terjemahan .Depok: Cahaya Qur’an, 2008.

Mustofa, Pengaruh Tingkat Pemahaman Agama Terhadap Motivasi Investasi Nasabah Bank Syariah
Mandiri .Gorontalo ; Journal of Islamic Economics and Business 2011.

Anda mungkin juga menyukai