Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

AL ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN 3

MEMAHAMI HAKIKAT TAJDID DALAM KEHIDUPAN

DOSEN PENGAMPU : Hajeni.,M.Pd.

Oleh :

NAMA : NAMIRA PEBRIANTI R.


NIM : 221220006

PRODI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIDKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALOPO
T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayahNya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul Al-Islam kemuhammadiyahan 3 tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas dari
dosen pengampu mata kuliah Al-Islam Kemuhammadiyahan 3. Selain itu, makalah
ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Memahami Hakikat Tajdid
dalam Kehidupan.
Saya ucapkan terima kasih kepada Ibu Hajeni.,M.Pd selaku dosen pengampu
mata kuliah Al-Islam Kemuhammadiyahan 3 yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan pada bidang Al-Islam Kemuhammadiyahan
3. Saya ucapkan terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini.
Saya menyadari bahwa makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna.Maka dari itu, saya meminta kritik dan saran diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini.Dan saya berharap semoga para pembaca dapat
menambah pengetahuan dari maklah yang saya buat.

Palopo,05 Oktober 2023

Penyusun

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................2
1.3 Tujuan..............................................................................................................................2
BAB II.......................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.......................................................................................................................3
2.1 Pengertian Tajdid.............................................................................................................3
2.2 Tujuan Tajdid...................................................................................................................5
2.3 Makna Tajdid...................................................................................................................5
2.4 Bentuk Tajdid...................................................................................................................6
BAB III......................................................................................................................................8
PENUTUP.................................................................................................................................8
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................8
3.2 Saran.................................................................................................................................8

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Islam di Indonesia merupakan pertemuan dari berbagai tradisi pemikiran dengan ciri
khas masing-masing. Keanekaragaman pemikiran Islam di Indonesia memberikan warna bagi
keanekaragaman bangsa Indonesia, selain keanekaragaman agama, budaya, dan bahasa.
Pemikiran Islam di Indonesia merentang dari upaya mempribumisasikan Islam, purifikasi
kehidupan keagaman intra umat Islam, sampai pada upaya untuk menjadikan Islam di
Indonesia bagian dari kekuasaan politik Islam internasional. Keanekaragaman pemikiran
Islam tersebut di satu sisi memberikan kekayaan wajah Islam di Indonesia, dan di sisi lain
membawa tantangan untuk hidup berkoeksistensi secara damai, baik dalam konteks
kehidupan bernegara dan berbangsa maupun dalam konteks kehidupan bermasyarakat.
(Fanani, 2017)

Tidak ada satu agamapun, selain Agama Islam, yang dalam salah satu ajarannya
memprogramkan adanya tajdid atau pembaharuan. Program itu terasa sangat jelas, karena
diresmikan oleh si pembuat hukum, dalam hal ini adalah Rasulullah Saw, melalui haditsnya.
Lebih dari itu, tercantum jelas bahwa pembaharuan itu terjadi pada setiap awal seratus tahun.
Dengan demikian, program tajdid sudah ada semenjak 1419 tahun yang lalu. Bahkan, boleh
disebut bahwa Rasulullah sendiri adalah mujaddid pertama dalam Islam. Karena beliau telah
berhasil merombak kejahiliyahan orang Arab menjadi suatu bangsa yang agung dalam
lintasan sejarah.

Islam adalah agama yang hidup, bergaul dengan gerak dan dinamika. Dari sinilah
timbulnya perubahan dan perkembangan dari satu tahap ke tahap yang lain, dari satu warna
ke warna yang lain. Dengan era dan dinamikanya itu Islam mampu membimbing kehidupan
manusia yang bergerak dan dinamis dari satu masa ke masa yang lain. Gerak dan dinamika
manusia inilah yang diantisipasi oleh Islam melalui tajdid, agar kehidupan manusia dari satu
masa ke masa selaras dengan tujuan tajdid itu sendiri. (Mawahib, n.d.)

Wacana pembaruan dalam pemikiran Islam merupakan hal yang utama dalam mengkaji
tekstualitas dan kontekstualitas agama. Ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah sebagai
khatam al-nabiyyin adalah syariat yang paripurna.
(5851-Research Results-19910-1-10-20210405_2, n.d.)

Nabi Muhammad yang diutus untuk semua bangsa dengan risalahnya “rahamatan li>
al-‘Alamîn”, menunjukkan bahwa syariah yang dibawa bersifat universal, luas, luwes, dan
cocok untuk semua tempat dan zaman. Namun dengan perkembangan zaman yang begitu

3
cepat dan jauh dari masa nubuwwah, maka ajaran agama mengalami distorsi. Apalagi
semakin bertambahnya persoalan baru yang sangat bervariasi yang timbul; berbeda antara
satu tempat dengan tempat lain dan satu masa dengan masa yang lain. Padahal masalah
tersebut memerlukan penyelesaikan yang tetap dan cepat. Dengan itu, agama harus ikut
berperan dan salah satu sarananya adalah dengan konsep tajdid dan ijtihad. (Pendidikan, n.d.)
Nomenklatur tajdid penting diterangkan di sini agar dapat ditemukan dan dipahami makna
yang sesuai, sehingga tidak ada penyelewangan arti tajdid tersebut. Dalam hadis Rasulullah
SAW: “Sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini pada setiap penghujung seratus tahun,
orang yang memperbaharuhi agamanya”. Dalam riwayat yang lain, “seorang yang
memperbaharui perkara ajaran agamanya” (Zarkasyi, 2013)

1.2 Rumusan Masalah


Dalam pembahasan materi ini,dan agar tersusun secara sistimatis dan efisien maka
timbulah beberapa rumusan masalah yang diantarannya:
1. Pengertian Tajdid
2. Tujuan Tajdid
3. Makna/arti Tajdid
4. Bentuk Tajdid

1.3 Tujuan
Dalam membahas materi ini tujuan yang dapat diambil yaitu:
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Tajdid
2. Mengetahui apa Tujuan dari Tajdid
3. Mengetahui apa Makna/arti dari Tajdid
4. Mengetahui apa Bentuk dari Tajdid

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tajdid


Tajdid merupakan sebuah term yang berasal dari bahasa Arab yang berakar dari kata
jadda-yajiddu-jiddan / jiddatan yang bermakna sesuatu yang ternama, yang besar, nasib baik
dan baru. Tajdid dimaknai dengan istilah i’adat al-syaiy ka’l mubtada (mengembalikan
sesuatu pada tempatnya semula), al-ihya’ (menghidupkan yang telah mati) dan al-ishlah
(menjadikan sesuatu hal yang baik atau mengembangkan). Namun term tajdid yang paling
disorot dan muktabar atau yang dikenal secara universal yaitu pembaruan, yang setara dengan
jadid yang berarti sesuatu yang baru. Esensi dari tajdid apabila ditarik kemakna apapun pasti
bermaksud pembaruan. Tajdid juga memiliki maksud untuk membersihkan kembali dari yang
sebelumnya kotor menjadi bersih seperti halnya pakaian. (Pendidikan, n.d.)

Dalam mengistilahi kata tajdid, ulama klasik dan kontemporer mempunyai fisi
masing–masing. al-Manawi menyatakan bahwa tajdid berarti “menginterpretasikan”. Dalam
arti dapat menjelaskan mana al-sunah dan mana al-bidah dan menolong para ilmuwan, serta
menghancurkan ahli bid’ah dan merendahkannya Lain al-Manawi lain pula al-‘Alqami yang
menyebutkan bahwa tajdid adalah menghidupkan kembali amal perbuatan yang berasal dari
al-Qur’an dan al-Sunah yang telah terlupakan atau punah, serta dapat memeriksanya
berdasarkan keduanya.

Dalam kesempatan yang lain al-Manawi menjelaskan bahwa tajdid adalah upaya
untuk mereaktualisasikan hukum syariat (Islam) yang telah terkubur, menghidupkan kembali
al-sunah, serta ilmu–ilmu agama, baik yang dzahir maupun yang batin. Kedua pendapat al-
Manawi pernah dilansirkan oleh KH. Ahmad Basyir. Sementara itu, Quraish Shihab
berpendapat bahwa kata tajdid berarti memperbaharui, menyegarkan kembali yang telah
terlupakan, meluruskan yang keliru, memberi solusi, serta memberi interpretasi baru dan
ajaran agama. Sementara itu, Ali Yafie berpendapat bahwa kata tajdid merupakan upaya
menerapkan norma–norma agama atas realitas sosial untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
dengan berpatokan kepada dasar landasan yang telah diletakkan oleh agama itu melalui
proses pemurnian yang dinamis. (Dan Pengaruhnya, n.d.)

Tajdid merupakan suatu ruang yang luas dalam hal memperbaharui, cara memahami,
menginterpretasi, mereformulasi ajaran–ajaran agama yang berada pada sisi ruang ijtihad.
Pembaharuan menurut Harun Nasution mengandung arti fikiran, aliran, gerakan, dan usaha
untuk merubah faham, adat–istiadat, dan institusi–institusi yang ditimbulkan oleh kemajuan
ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern. (Mawahib, n.d.)

Tajdid secara linguistik mengandung makna menjadikan sesuatu itu baru9 , diambil
dari kata ‫جتديد – جيدد – جدد‬. Pengertian lainnya adalah mengadakan sebuah manuver (gebrakan)
sehingga keadaanya itu statis dan tidak goyah, yang pada saat itu dilanda dilema,
kegongcangan hidup hingga keadaanya boleh jadi berubah menjadi buruk dan hina.
Manakala keadaan itu tidak sempat mengalami perubahan dalam dirinya maka hal itu disebut
tajdid (pembaharuan).

5
Para ulama berbeda pendapat di dalam memberikan defenisi tajdid sehingga mereka
sangat beraneka ragam di dalam memaparkan pengertian tersebut. Meski dengan keaneka-
ragamannya di dalam memberikan pengertian mereka tidak terlepas dari tiga statement tajdid
itu sendiri:

a) Revitalisasi nilai-nilai agama yang selama ini hilang, dan mengkaji kembali
pengetahuan-pengetahuan kitabullah dan sunnahrasulullah serta menyebarkan dikalangan
umat manusia, agar mereka menerima dan merealisasikannya.

b) Meruntuhkan perilaku-perilaku bid’ah dan menelangjanginya serta menginformasikan


untuk memeranginya, sebab Islam bertujuan membersihkan doktrin-doktrin jahiliyah yang
sudah melekat kepadanya, agar mereka kembali kepada ajaran-ajaran di masa Rasulullah dan
sahabat-sahabatnya.

c) Membumikan hukum-hukum syariat sesuai realitas dan kejadian-kejadian yang terjadi


saat itu, dan mendesainnya dengan desain yang bersumber dari petunjuk wahyu.
(1638-4726-1-SM, n.d.)

Agar tajdid tidak melewati batas–batas aqidah dan keimanan yang bernuansa “qat’iy al-
dilalah”, maka tajdid itu dibagi kepada dua bagian:

1. Tajdid ‘Urfy Tajdid ‘urfy adalah suatu kebebasan manusia untuk melakukan pelalaran
secara bebas demi pengembangan. Pembaharuan dalam hal ini lebih bersifat tehnis mengenai
masalah kemasyarakatan dan keduniawiaan seperti ekonomi, politik, tehnologi, pendidikan,
dan sebagainya, yang tidak langsung menyentuh asas–asas keimanan dan norma–norma dasar
yang telah ditentukan secara pasti dalam ajaran agama Islam.

2. Tajdid Syar’i Tajdid syar’i adalah kebebasan manusia untuk melakukan penalaran, akan
tetapi penalaran itu dibatasi oleh kaidah-kaidah pokok pemahaman ajaran agama, atau biasa
disebut dengan Ushul al-Fiqh. Pada tajdid seperti ini kebebasan penalaran manusia telah
dibatasi oleh aturan dasar agama yang telah membentuk system keyakinan dan hukum syariat
seperti masalah halal dan haram, keabsahan amal menurut ajaran agama dan sebagainya.

Dari sini, makna tajdid memberikan gambaran pada pikiran kita terkumpulnya tiga arti
yang saling berkaitan dan tidak terpisah: 1) bahwa sesuatu yang diperbaharuhi itu telah ada
permulaannya dan dikenal oleh orang banyak, 2) bahwa sesuatu itu telah berlalu beberapa
waktu, kemudian usang dan rusak, dan 3) sesuatu itu telah dikembalikan kepada keadaan
semula sebelum usang dan rusak.2 Nampak dari keterangan ini bahwa kata “baru” lawan dari
kata “usang”, atau “jadîd” (baru) lawan kata “qadîm” artinya lama. (Zarkasyi, 2013)

2.2 Tujuan Tajdid


Tujuan dari pada tajdid adalah Membentengi dari segala yang merusak keaslian teks
agama, Mengutip makna teks yang benar dan berusaha menjaga pemahaman yang benar,
Melakukan ijtihad pada persoalan-persoalan masa sekarang untuk diselesaikan,
Membersihkan pemahaman bid’ah yang melenceng dari agama yang telah bertentangan

6
dengan al-Qur’an dan as-Sunnah,Menjaga dan mempertahankan keaslian dan kesucian ajaran
Islam. (Keagamaan Muhammadiyah Dalam Islam Berkemajuan et al., 2022)

Adapun tujuan dari tajdid itu sendiri yaitu:

a. Menjaga keaslian teks agama dari segala hal yang dapat menodainya.

b. Menukilkan makna yang benar terhadap teks dan berupaya melestarikan pemahaman
yang benar dan tidak bertentangan dengan teks

c. Melakukan ijtihad terhadap masalahmasalah kekinian dan berusaha untuk


menyelesaikannya.

d. Membersihkan dari segala pemahaman yang melenceng dan menyimpang seperti


pemahaman bid’ah yang sudah bertentangan dengan al-Qur’an dan Hadis.

e. Memelihara dan mempertahankan keaslian dan kemurnian ajaran agama


(1638-4726-1-SM, n.d.)

2.3 Makna Tajdid


Tajdid memiliki dua makna yaitu :

1. Pada bidang akidah dan ibadah, tajdid berarti bersuci dalam artian dikembalikan
kesuciannya akidah dan ibadah menurut sunnah Nabi. Penyucian ibadah bermakna menggali
petunjuk dari sunnah Rasulullah SAW untuk mendapatkan cara yang paling tepat dengan
sunnah seseorang. Hal ini tidak mengurangi urgensi mencari bentuk yang paling sesuai dalam
sunnah Nabi tidak mengurangi pentingnya variasi (tanawwu') pada kaifiat ibadah selama
berlandaskan pada asSunnah. Seperti variasi pada bacaan doa pembukaan, di mana Nabi
SAW sendiri melakukan dengan beberapa cara. sedangkan yang tidak didukung oleh sunnah
Nabi SAW dianggap bukan sebagai praktik ibadah praktis menurut Muhammadiyah.
Mensucikan hubungan akidah berarti melakukan penelitian untuk membersihkan akidah dari
tahayul dan takhayul. Al-Qur'an dan AsSunnah menekankan perintah-perintah iman yang
dapat diikuti. Keyakinan yang tidak berasal dari dua sumber dasar ini tidak dapat
dipertahankan. Misalnya, ada kepercayaan bahwa angka 13 adalah angka kesialan, dan ini
tidak ditemukan dalilnya. Ini dibuktikan pada setiap muktamar Muhammadiyah dalam
memilih pimpinan pusat selalu dipilih 13 orang pimpinan. Sehingga kontradiksi dengan
kepercayaan bahwa angka 13 membawa sial. Demikian halnya dengan kepercayaan adanya
hari sial, bulan sial dan bentuk-bentuk kesyirikan lainnya yang menyesatkan dan merusak
kesucian akidah dikalangan umat Islam.
2. Tajdid muamalat duniawiyah (tidak ada keimanan dan ibadah mahdah) di lapangan.
Bermakna adanya dinamisasi dalam menjalani kehidupan di masyarakat dapat dicapai sesuai
dengan budaya yang dapat diciptakan di bawah ruh Al-Qur'an dan as-Sunnah. Seperti
beberapa norma bisa berubah di waktu lalu, jika dibutuhkan dan tuntutan agar mengubah dan
terpenuhi syarat-syarat perubahan dalam hukum syariah. Contohnya, pada masa lalu rukyat
digunakan untuk menetapkan datangnya bulan awal, khususnya pada penetapan awal dan
akhir Ramadhan, Syawal dan Zulhija, menurut hadits rukyat di mana Nabi SAW

7
memerintahkan untuk melihat bulan sabit. Namun di zaman modern ini, rukyat tidak lagi
digunakan tetapi dihitung sebagai praktik di Muhammadiyah.
(Keagamaan Muhammadiyah Dalam Islam Berkemajuan et al., 2022)

2.4 Bentuk Tajdid


Berikut dipaparkan para mujadid dan bentuk-bentuk tajdid mereka, yang dilakukan baik
oleh ulama salaf maupun ulama modern, sebagai perbandingan untuk memilih dan memilah
mana yang sesuai dengan ajaran Islam dan mana yang tidak sesuai:

1. Tajdid pada Zaman al-Khulafâ al-Râsyidûn

a. Tajdid Abu Bakar al-Shiddiq: 1) memerangi kaum murtad, 2) mengumpulkan al-


Quran, dan 3) memulai gerakan ekspansi Islam.

b. Tajdid Umar bin Khattab: 1) membuat Kalender Hijriyah, 2) memperluas daerah


ekspansi Islam dan membangun kota-kotanya, 3) menciptakan keadilan sosial di kalangan
muslimin, 4) menjaga pedoman akhlak di masyarakat, dan5) memperbaharui fikih politik dan
administrasi.

c. Tajdid Usman bin Affan: 1) menyebarkan kebudayaan Islam dan memperluas


pembangunan negara dan 2) mengumpulkan al-Qur’an dalam satu mushaf (Mushaf Usmani).

d. Tajdid Ali bin Abi Thalib: 1) memerangi aliran ekstrem dalam agama dan 2)
memerangi kelompok Khawarij yang menyimpang akidahnya.

2. Tajdid setelah Zaman al-Khulafâ al-Râsyidûn

a. Khalifah Umar bin Abdul Aziz: 1) mengembalikan sistem pemerintahan dari kerajaan
ke khilafah, 2) membentuk bait al-mâl, untuk kesehjahteraan Kaum Muslim, 3) menerapkan
prinsip keadilan dalam hukum, dan 4) memperbaiki perangai rakyat dan amar makruf dan
nahi mungkar.

b. Imam al-Syafi’i: 1) pembukuan Usul Fikih, 2) pembetulan beberapa penyimpangan


dalam akidah, dan 3) pembelaan terhadap sunah

c. Imam al-Asy’ari: 1) memerangi para penyeleweng akidah, 2) menampilkan metode


baru dalam pembahasan akidah, dan 3) meluruskan pendapat mutakalimun dalam bidang
akidah.

d. Imam al-Ghazali: 1) mengkritik para filosof tentang beberapa perkara, 2) mengkritik


penyelewengan terhadap Ilmu Kalam, 3) mengkritik ahli kebatinan, dan 4) mengkritik ahli
tasawuf yang menyeleweng.

e. Ibn Taimiyyah: 1) menghidupkan kembali manhaj salaf dalam pemikiran dan akidah,
2) menepis pertentangan antara akal dan wahyu, 3) memerangi pemikiran dan perbuatan para
ahli sihir, 4) mengkritik para ahli logika, mutakalim, filosof, dan sufi dalam bidang akidah, 5)
membersihkan akidah dan syariah dari bidah dan khurafat, dan 6) membuka pintu ijtihad dan
memerangai taklid.

8
3. Tajdid pada Zaman Modern

a. Muhammad bin Abd al-Wahhab: 1) menjelaskan ulang pengertian tauhid, 2)


memberantas bidah dan khurafat, dan 3) membuka pintu ijtihad dalam bidang fikih dan
memerangi taklid.

b. Jamaluddin al-Afghani: 1) membebaskan ikatan taklid dan membuka pintu ijtihad, 2)


berhukum kepada al-Qur’an dan hadis, 3) meluruskan pemahaman yang salah terhadap
prinsip-prinsip Islam, 4) menolak aliran naturalisme dan menegaskan pentingnya agama, dan
5) seruan terhadap pembentukan Pan-Islamisme dan berpegang terhadap mazhab salaf.

c. Muhammad Abduh: 1) memerangi bidah dan khurafat, 2) seruannya agar dibuka pintu
ijtihad, dan 3) reformasi dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan bahasa Arab.
(Zarkasyi, 2013)

9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tajdid adalah pembaharuan, reaktualisasi hukum Islam. Tajdid dapat diartikan pula
sebagai upaya menghidupkan kembali pemahaman agama kepada kondisi semula, sesuai
yang diajarkan Rasul dengan melihat situasi dan kondisi pada zaman kini. Tujuan tajdid
adalah membersihkan Islam dari segala bid’ah, khufarat, dan pendapat–pendapat yang tidak
relevan dengan muqasid al-Syari’ah. (Mawahib, n.d.)

Wacana pembaruan dalam pemikiran Islam merupakan hal yang utama dalam mengkaji
tekstualitas dan kontekstualitas agama. Ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah sebagai
khatam al-nabiyyin adalah syariat yang paripurna.
(5851-Research Results-19910-1-10-20210405_2, n.d.)

Tujuan dari pada tajdid adalah Membentengi dari segala yang merusak keaslian teks
agama, Mengutip makna teks yang benar dan berusaha menjaga pemahaman yang benar,
Melakukan ijtihad pada persoalan-persoalan masa sekarang untuk diselesaikan,
Membersihkan pemahaman bid’ah yang melenceng dari agama yang telah bertentangan
dengan al-Qur’an dan as-Sunnah,Menjaga dan mempertahankan keaslian dan kesucian ajaran
Islam. (Keagamaan Muhammadiyah Dalam Islam Berkemajuan et al., 2022)

3.2 Saran
Peran Tajdid harus dikedepankan karena dengan hadirnya tajdid dari pemikiran-
pemikiran para tokoh agama,perubahan-perubahan kehidupan tetap bisa berjalan sesuai
dengan ajaran agama sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist.

10
DAFTAR PUSTAKA

1638-4726-1-SM. (n.d.).

5851-Research Results-19910-1-10-20210405_2. (n.d.).

Dan Pengaruhnya, M. (n.d.). KONSEP TAJDID DALAM PERSPEKTIF.

Fanani, A. (2017). Moderasi Pemikiran Fikih Hubungan Antarumat Beragama di Majelis Tarjih
dan Tajdid Muhammadiyah. SHAHIH: Journal of Islamicate Multidisciplinary, 2(1), 53–66.
https://doi.org/10.22515/shahih.v2i1.705

Keagamaan Muhammadiyah Dalam Islam Berkemajuan, K., Manhaj Tajdid, T., DAN
PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH Hasnahwati, T., & Nur Hakim, M. (2022). Jurnal
Panrita Volume 03 Number 01.

Mawahib, M. (n.d.). RUANG LINGKUP TAJDID.

Pendidikan, P. (n.d.). Erjati Abbas.

Zarkasyi, A. F. (2013). Tajdid dan Modernisasi Pemikiran Islam (Vol. 9, Issue 2).

11

Anda mungkin juga menyukai