AL ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN 3
Oleh :
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayahNya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul Al-Islam kemuhammadiyahan 3 tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas dari
dosen pengampu mata kuliah Al-Islam Kemuhammadiyahan 3. Selain itu, makalah
ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Memahami Hakikat Tajdid
dalam Kehidupan.
Saya ucapkan terima kasih kepada Ibu Hajeni.,M.Pd selaku dosen pengampu
mata kuliah Al-Islam Kemuhammadiyahan 3 yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan pada bidang Al-Islam Kemuhammadiyahan
3. Saya ucapkan terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini.
Saya menyadari bahwa makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna.Maka dari itu, saya meminta kritik dan saran diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini.Dan saya berharap semoga para pembaca dapat
menambah pengetahuan dari maklah yang saya buat.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................2
1.3 Tujuan..............................................................................................................................2
BAB II.......................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.......................................................................................................................3
2.1 Pengertian Tajdid.............................................................................................................3
2.2 Tujuan Tajdid...................................................................................................................5
2.3 Makna Tajdid...................................................................................................................5
2.4 Bentuk Tajdid...................................................................................................................6
BAB III......................................................................................................................................8
PENUTUP.................................................................................................................................8
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................8
3.2 Saran.................................................................................................................................8
2
BAB I
PENDAHULUAN
Tidak ada satu agamapun, selain Agama Islam, yang dalam salah satu ajarannya
memprogramkan adanya tajdid atau pembaharuan. Program itu terasa sangat jelas, karena
diresmikan oleh si pembuat hukum, dalam hal ini adalah Rasulullah Saw, melalui haditsnya.
Lebih dari itu, tercantum jelas bahwa pembaharuan itu terjadi pada setiap awal seratus tahun.
Dengan demikian, program tajdid sudah ada semenjak 1419 tahun yang lalu. Bahkan, boleh
disebut bahwa Rasulullah sendiri adalah mujaddid pertama dalam Islam. Karena beliau telah
berhasil merombak kejahiliyahan orang Arab menjadi suatu bangsa yang agung dalam
lintasan sejarah.
Islam adalah agama yang hidup, bergaul dengan gerak dan dinamika. Dari sinilah
timbulnya perubahan dan perkembangan dari satu tahap ke tahap yang lain, dari satu warna
ke warna yang lain. Dengan era dan dinamikanya itu Islam mampu membimbing kehidupan
manusia yang bergerak dan dinamis dari satu masa ke masa yang lain. Gerak dan dinamika
manusia inilah yang diantisipasi oleh Islam melalui tajdid, agar kehidupan manusia dari satu
masa ke masa selaras dengan tujuan tajdid itu sendiri. (Mawahib, n.d.)
Wacana pembaruan dalam pemikiran Islam merupakan hal yang utama dalam mengkaji
tekstualitas dan kontekstualitas agama. Ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah sebagai
khatam al-nabiyyin adalah syariat yang paripurna.
(5851-Research Results-19910-1-10-20210405_2, n.d.)
Nabi Muhammad yang diutus untuk semua bangsa dengan risalahnya “rahamatan li>
al-‘Alamîn”, menunjukkan bahwa syariah yang dibawa bersifat universal, luas, luwes, dan
cocok untuk semua tempat dan zaman. Namun dengan perkembangan zaman yang begitu
3
cepat dan jauh dari masa nubuwwah, maka ajaran agama mengalami distorsi. Apalagi
semakin bertambahnya persoalan baru yang sangat bervariasi yang timbul; berbeda antara
satu tempat dengan tempat lain dan satu masa dengan masa yang lain. Padahal masalah
tersebut memerlukan penyelesaikan yang tetap dan cepat. Dengan itu, agama harus ikut
berperan dan salah satu sarananya adalah dengan konsep tajdid dan ijtihad. (Pendidikan, n.d.)
Nomenklatur tajdid penting diterangkan di sini agar dapat ditemukan dan dipahami makna
yang sesuai, sehingga tidak ada penyelewangan arti tajdid tersebut. Dalam hadis Rasulullah
SAW: “Sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini pada setiap penghujung seratus tahun,
orang yang memperbaharuhi agamanya”. Dalam riwayat yang lain, “seorang yang
memperbaharui perkara ajaran agamanya” (Zarkasyi, 2013)
1.3 Tujuan
Dalam membahas materi ini tujuan yang dapat diambil yaitu:
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Tajdid
2. Mengetahui apa Tujuan dari Tajdid
3. Mengetahui apa Makna/arti dari Tajdid
4. Mengetahui apa Bentuk dari Tajdid
4
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam mengistilahi kata tajdid, ulama klasik dan kontemporer mempunyai fisi
masing–masing. al-Manawi menyatakan bahwa tajdid berarti “menginterpretasikan”. Dalam
arti dapat menjelaskan mana al-sunah dan mana al-bidah dan menolong para ilmuwan, serta
menghancurkan ahli bid’ah dan merendahkannya Lain al-Manawi lain pula al-‘Alqami yang
menyebutkan bahwa tajdid adalah menghidupkan kembali amal perbuatan yang berasal dari
al-Qur’an dan al-Sunah yang telah terlupakan atau punah, serta dapat memeriksanya
berdasarkan keduanya.
Dalam kesempatan yang lain al-Manawi menjelaskan bahwa tajdid adalah upaya
untuk mereaktualisasikan hukum syariat (Islam) yang telah terkubur, menghidupkan kembali
al-sunah, serta ilmu–ilmu agama, baik yang dzahir maupun yang batin. Kedua pendapat al-
Manawi pernah dilansirkan oleh KH. Ahmad Basyir. Sementara itu, Quraish Shihab
berpendapat bahwa kata tajdid berarti memperbaharui, menyegarkan kembali yang telah
terlupakan, meluruskan yang keliru, memberi solusi, serta memberi interpretasi baru dan
ajaran agama. Sementara itu, Ali Yafie berpendapat bahwa kata tajdid merupakan upaya
menerapkan norma–norma agama atas realitas sosial untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
dengan berpatokan kepada dasar landasan yang telah diletakkan oleh agama itu melalui
proses pemurnian yang dinamis. (Dan Pengaruhnya, n.d.)
Tajdid merupakan suatu ruang yang luas dalam hal memperbaharui, cara memahami,
menginterpretasi, mereformulasi ajaran–ajaran agama yang berada pada sisi ruang ijtihad.
Pembaharuan menurut Harun Nasution mengandung arti fikiran, aliran, gerakan, dan usaha
untuk merubah faham, adat–istiadat, dan institusi–institusi yang ditimbulkan oleh kemajuan
ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern. (Mawahib, n.d.)
Tajdid secara linguistik mengandung makna menjadikan sesuatu itu baru9 , diambil
dari kata جتديد – جيدد – جدد. Pengertian lainnya adalah mengadakan sebuah manuver (gebrakan)
sehingga keadaanya itu statis dan tidak goyah, yang pada saat itu dilanda dilema,
kegongcangan hidup hingga keadaanya boleh jadi berubah menjadi buruk dan hina.
Manakala keadaan itu tidak sempat mengalami perubahan dalam dirinya maka hal itu disebut
tajdid (pembaharuan).
5
Para ulama berbeda pendapat di dalam memberikan defenisi tajdid sehingga mereka
sangat beraneka ragam di dalam memaparkan pengertian tersebut. Meski dengan keaneka-
ragamannya di dalam memberikan pengertian mereka tidak terlepas dari tiga statement tajdid
itu sendiri:
a) Revitalisasi nilai-nilai agama yang selama ini hilang, dan mengkaji kembali
pengetahuan-pengetahuan kitabullah dan sunnahrasulullah serta menyebarkan dikalangan
umat manusia, agar mereka menerima dan merealisasikannya.
Agar tajdid tidak melewati batas–batas aqidah dan keimanan yang bernuansa “qat’iy al-
dilalah”, maka tajdid itu dibagi kepada dua bagian:
1. Tajdid ‘Urfy Tajdid ‘urfy adalah suatu kebebasan manusia untuk melakukan pelalaran
secara bebas demi pengembangan. Pembaharuan dalam hal ini lebih bersifat tehnis mengenai
masalah kemasyarakatan dan keduniawiaan seperti ekonomi, politik, tehnologi, pendidikan,
dan sebagainya, yang tidak langsung menyentuh asas–asas keimanan dan norma–norma dasar
yang telah ditentukan secara pasti dalam ajaran agama Islam.
2. Tajdid Syar’i Tajdid syar’i adalah kebebasan manusia untuk melakukan penalaran, akan
tetapi penalaran itu dibatasi oleh kaidah-kaidah pokok pemahaman ajaran agama, atau biasa
disebut dengan Ushul al-Fiqh. Pada tajdid seperti ini kebebasan penalaran manusia telah
dibatasi oleh aturan dasar agama yang telah membentuk system keyakinan dan hukum syariat
seperti masalah halal dan haram, keabsahan amal menurut ajaran agama dan sebagainya.
Dari sini, makna tajdid memberikan gambaran pada pikiran kita terkumpulnya tiga arti
yang saling berkaitan dan tidak terpisah: 1) bahwa sesuatu yang diperbaharuhi itu telah ada
permulaannya dan dikenal oleh orang banyak, 2) bahwa sesuatu itu telah berlalu beberapa
waktu, kemudian usang dan rusak, dan 3) sesuatu itu telah dikembalikan kepada keadaan
semula sebelum usang dan rusak.2 Nampak dari keterangan ini bahwa kata “baru” lawan dari
kata “usang”, atau “jadîd” (baru) lawan kata “qadîm” artinya lama. (Zarkasyi, 2013)
6
dengan al-Qur’an dan as-Sunnah,Menjaga dan mempertahankan keaslian dan kesucian ajaran
Islam. (Keagamaan Muhammadiyah Dalam Islam Berkemajuan et al., 2022)
a. Menjaga keaslian teks agama dari segala hal yang dapat menodainya.
b. Menukilkan makna yang benar terhadap teks dan berupaya melestarikan pemahaman
yang benar dan tidak bertentangan dengan teks
1. Pada bidang akidah dan ibadah, tajdid berarti bersuci dalam artian dikembalikan
kesuciannya akidah dan ibadah menurut sunnah Nabi. Penyucian ibadah bermakna menggali
petunjuk dari sunnah Rasulullah SAW untuk mendapatkan cara yang paling tepat dengan
sunnah seseorang. Hal ini tidak mengurangi urgensi mencari bentuk yang paling sesuai dalam
sunnah Nabi tidak mengurangi pentingnya variasi (tanawwu') pada kaifiat ibadah selama
berlandaskan pada asSunnah. Seperti variasi pada bacaan doa pembukaan, di mana Nabi
SAW sendiri melakukan dengan beberapa cara. sedangkan yang tidak didukung oleh sunnah
Nabi SAW dianggap bukan sebagai praktik ibadah praktis menurut Muhammadiyah.
Mensucikan hubungan akidah berarti melakukan penelitian untuk membersihkan akidah dari
tahayul dan takhayul. Al-Qur'an dan AsSunnah menekankan perintah-perintah iman yang
dapat diikuti. Keyakinan yang tidak berasal dari dua sumber dasar ini tidak dapat
dipertahankan. Misalnya, ada kepercayaan bahwa angka 13 adalah angka kesialan, dan ini
tidak ditemukan dalilnya. Ini dibuktikan pada setiap muktamar Muhammadiyah dalam
memilih pimpinan pusat selalu dipilih 13 orang pimpinan. Sehingga kontradiksi dengan
kepercayaan bahwa angka 13 membawa sial. Demikian halnya dengan kepercayaan adanya
hari sial, bulan sial dan bentuk-bentuk kesyirikan lainnya yang menyesatkan dan merusak
kesucian akidah dikalangan umat Islam.
2. Tajdid muamalat duniawiyah (tidak ada keimanan dan ibadah mahdah) di lapangan.
Bermakna adanya dinamisasi dalam menjalani kehidupan di masyarakat dapat dicapai sesuai
dengan budaya yang dapat diciptakan di bawah ruh Al-Qur'an dan as-Sunnah. Seperti
beberapa norma bisa berubah di waktu lalu, jika dibutuhkan dan tuntutan agar mengubah dan
terpenuhi syarat-syarat perubahan dalam hukum syariah. Contohnya, pada masa lalu rukyat
digunakan untuk menetapkan datangnya bulan awal, khususnya pada penetapan awal dan
akhir Ramadhan, Syawal dan Zulhija, menurut hadits rukyat di mana Nabi SAW
7
memerintahkan untuk melihat bulan sabit. Namun di zaman modern ini, rukyat tidak lagi
digunakan tetapi dihitung sebagai praktik di Muhammadiyah.
(Keagamaan Muhammadiyah Dalam Islam Berkemajuan et al., 2022)
d. Tajdid Ali bin Abi Thalib: 1) memerangi aliran ekstrem dalam agama dan 2)
memerangi kelompok Khawarij yang menyimpang akidahnya.
a. Khalifah Umar bin Abdul Aziz: 1) mengembalikan sistem pemerintahan dari kerajaan
ke khilafah, 2) membentuk bait al-mâl, untuk kesehjahteraan Kaum Muslim, 3) menerapkan
prinsip keadilan dalam hukum, dan 4) memperbaiki perangai rakyat dan amar makruf dan
nahi mungkar.
e. Ibn Taimiyyah: 1) menghidupkan kembali manhaj salaf dalam pemikiran dan akidah,
2) menepis pertentangan antara akal dan wahyu, 3) memerangi pemikiran dan perbuatan para
ahli sihir, 4) mengkritik para ahli logika, mutakalim, filosof, dan sufi dalam bidang akidah, 5)
membersihkan akidah dan syariah dari bidah dan khurafat, dan 6) membuka pintu ijtihad dan
memerangai taklid.
8
3. Tajdid pada Zaman Modern
c. Muhammad Abduh: 1) memerangi bidah dan khurafat, 2) seruannya agar dibuka pintu
ijtihad, dan 3) reformasi dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan bahasa Arab.
(Zarkasyi, 2013)
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tajdid adalah pembaharuan, reaktualisasi hukum Islam. Tajdid dapat diartikan pula
sebagai upaya menghidupkan kembali pemahaman agama kepada kondisi semula, sesuai
yang diajarkan Rasul dengan melihat situasi dan kondisi pada zaman kini. Tujuan tajdid
adalah membersihkan Islam dari segala bid’ah, khufarat, dan pendapat–pendapat yang tidak
relevan dengan muqasid al-Syari’ah. (Mawahib, n.d.)
Wacana pembaruan dalam pemikiran Islam merupakan hal yang utama dalam mengkaji
tekstualitas dan kontekstualitas agama. Ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah sebagai
khatam al-nabiyyin adalah syariat yang paripurna.
(5851-Research Results-19910-1-10-20210405_2, n.d.)
Tujuan dari pada tajdid adalah Membentengi dari segala yang merusak keaslian teks
agama, Mengutip makna teks yang benar dan berusaha menjaga pemahaman yang benar,
Melakukan ijtihad pada persoalan-persoalan masa sekarang untuk diselesaikan,
Membersihkan pemahaman bid’ah yang melenceng dari agama yang telah bertentangan
dengan al-Qur’an dan as-Sunnah,Menjaga dan mempertahankan keaslian dan kesucian ajaran
Islam. (Keagamaan Muhammadiyah Dalam Islam Berkemajuan et al., 2022)
3.2 Saran
Peran Tajdid harus dikedepankan karena dengan hadirnya tajdid dari pemikiran-
pemikiran para tokoh agama,perubahan-perubahan kehidupan tetap bisa berjalan sesuai
dengan ajaran agama sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist.
10
DAFTAR PUSTAKA
1638-4726-1-SM. (n.d.).
Fanani, A. (2017). Moderasi Pemikiran Fikih Hubungan Antarumat Beragama di Majelis Tarjih
dan Tajdid Muhammadiyah. SHAHIH: Journal of Islamicate Multidisciplinary, 2(1), 53–66.
https://doi.org/10.22515/shahih.v2i1.705
Keagamaan Muhammadiyah Dalam Islam Berkemajuan, K., Manhaj Tajdid, T., DAN
PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH Hasnahwati, T., & Nur Hakim, M. (2022). Jurnal
Panrita Volume 03 Number 01.
Zarkasyi, A. F. (2013). Tajdid dan Modernisasi Pemikiran Islam (Vol. 9, Issue 2).
11