Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PEMBARUAN DAN PEMURNIAN DI DUNIA

ISLAM

Dosen Pengampu:
Adek Kholijah Siregar, M.Pd.I

Disusun Oleh:
Mhd Farhan Muda Siregar 2201040039
Dandi Ridwan Salih 2201040041

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS


KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TAPANULI SELATAN
PADANGSDIMPUAN T.A. 2023/2024

KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,
taufik dan inayah-Nya serta nikmat sehat sehingga penyusunan Makalah guna
memenuhi tugas mata kuliah Kemuhammadiyahan ini dapat selesai sesuai dengan
yang diharapkan. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW dan semoga kita selalu berpegang teguh pada sunnahnya Amiin.

Dalam penyusunan Makalah ini tentunya hambatan selalu mengiringi


namun atas bantuan, dorongan dan bimbingan dari dosen pembimbing dan teman-
teman yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu akhirnya semua hambatan
dalam penyusunan Makalah ini dapat teratasi.

Makalah ini kami susun dengan tujuan sebagai informasi serta untuk
menambah wawasan khususnya mengenai Pembaruan dan Pemurnian di Dunia
Islam, adapun metode yang kami ambil dalam penyusunan Makalah ini adalah
berdasarkan pengumpulan sumber informasi dari berbagai karya tulis yang ada
relevansinya dengan tema Makalah ini.

Semoga Makalah ini dapat memberikan manfaat dan sebagai sumbangsih


pemikiran khususnya untuk para pembaca dan tidak lupa kami mohon maaf
apabila dalam penyusunan Makalah ini terdapat kesalahan baik dalam kosa kata
ataupun isi dari keseluruhan Makalah ini. Kami sebagai penulis sadar bahwa
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan untuk itu kritik dan saran sangat
kami harapkan demi kebaikan kami untuk kedepannya.

Padangsidimpuan, 11 Oktober 2023

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................1

1.3 Tujuan Pembahasan.......................................................................................1

BAB II PEMABAHASAN.....................................................................................2

2.1 Defenisi Pemurnian dan Pembaruan..............................................................2

2.2 Sebab-sebab Pemurnian dan Pembaharuan...................................................4

2.3 Benih-benih Pemurnian dan Pembaharuan....................................................7

2.4 Aspek-aspek Pembaharuan............................................................................9

BAB III PENUTUPAN........................................................................................12

3.1 Kesimpulan..................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13
ii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gerakan pembaruan merupakan gerakan pemurnian yang dilakukan sang
pembaru dengan mengusung perlunya tafsir Islam murni untuk kepentingan
zamannya. Frame yang digunakan al-ruju ila al-Qur’an wa al-sunnah yang
pada perkembangannya menjadi landasan normatif di kalangan Islam
modernis. Pada ranah ini, entitas yang dinilai memiliki rekondisi adalah tafsir-
tafsir teks normative al-Qur’an dan al-Hadits sebagai produk akal yang
berpotensi memiliki rentang ketidaksesuaian dengan arus perubahan zaman.
Di sini pulalah gerakan pemurnian keagamaan menjadi keniscayaan untuk
diketengahkan pada diskursus keagamaan maupun di dalam gerakan
keagamaan. Dengan gerakan tersebut, agama tidak hanya bernuansa mistik
dan ―melangit‖, tetapi lebih membuka cakrawala pembaruan dari ―Islam
ailahiah‖ menjadi ―Islam ilahiah‖.

Dalam tulisan ini, penulis mencoba untuk menakar pola gerakan


pembaruan yang secara deskriptif mengenai materi yang akan dipahami
bsdsamakdma nyang identik dengan pemikiran dan gerakan tersebut. Melalui
tulisan ini, dapat dipetakan varian-varian diferensiasi antara gerakan
pembaruan dan pemurnian.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa defenisi pembaruan dan pemurnian di dunia islam?
2. Apa sebab – sebab pembaruan dan pemurnian di dunia islam ?
3. Apa yang menjadi benih – benis pembaruan dan pemurnian di dunia
islam?
4. Apa saja aspek – aspek pembaruan dan pemurnian di dunia islam ?

1.3 Tujuan Pembahasan


1. Untuk memahami defenisi pembaruan dan pemurnian di dunia islam .
2. Untuk memahami sebab – sebab pembaruan dan pemurnian di dunia islam.
3. Untuk memahami menjadi benih – benis pembaruan dan pemurnian di
dunia islam.
4. Untuk memahami aspek – aspek pembaruan dan pemurnian di dunia islam.

1
BAB II PEMABAHASAN

2.1 Defenisi Pemurnian dan Pembaruan


Pembaruan atau pemurnian dalam bahasa Arab ―jadduu‖ yang secara
etimologi berakar pada kata jadiid yang menunjukkan tiga arti yaitu:
keagungan, bahagian, dan pegangan.1 Kata ini kemudian berubah menjadi

(jadid) yang berarti ―memperbarui‖ sebagai lawan dari usang. Kata ―baru‖
dalam konteks bahasa ini, menghimpun tiga pengertian yang tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lain, antara lain: 1). Barang yang
diperbarui pada mulanya pernah ada dan pernah dialami orang lain; 2). Barang
itu dilanda zaman sehingga menjadi usang dan ketinggalan zaman; dan 3).
Barang itu kembali diaktualkan dalam bentuk kreasi baru.2

Pembaruan dalam bahasa Indonesia dipakai (disepadankan) dengan kata


modern, modernisasi dan modernism. Medernisasi dalam masyarakat Barat
mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk mengubah
pahampaham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya, untuk
disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern. Kata ―modernism‖, lanjut Harun
Nasution, dianggap mengandung dua arti, yaitu: dalam arti negatif dan arti
positif. Untuk menjauhi arti negatif tersebut, lebih baik kiranya dipakai
terjemahan Indonesianya yaitu pembaruan. Lebih lanjut, Harun Nasution
menjelaskan modernisme dalam kehidupan keagamaan di Barat mempunyai
tujuan untuk menyesuaikan ajaran-ajaran yang terdapat dalam agama Katolik
dan Protestan dengan ilmu pengetahuan dan filasafat modern. Aliran inilah
yang pada perkembangannya melahirkan sekularisme di masyarakat Barat.3

Dalam kaitan dengan pembaruan Islam, tajdid memiliki dua pengertian,


yaitu: pertama, tajdid dalam bidang akidah dan ibadah mahdhah. Dalam
bidang ini, tajdid diartikan ―pemurnian‖ dengan jalan kembali pada pedoman
1 Ahmad Al-Qadir Muhammad, Thuruq At-Tarbiyât al-Islâmiyah (Mesir: Maktabah an-
Nahdah, 1981), h. 213
2 Syamsul Kurniawan and Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 32
3 Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, Sejarah Pemikiran Dan Gerakan (Jakarta:
Bulan Bintang, 1992), h. 1

2
mutlak yaitu al-Qur’an dan Sunnah Rasul (bersih dari bid’ah, syirik, khurafat
dan takhyul). Kedua, tajdid dalam mu’amalah duniawiyah. Dalam hal ini,
tajdid diartikan memperbaharui interpretasi (merumuskan kembali) ajaran
Islam sehingga Islam tidak terkesan ketinggalan zaman. Dalam ungkapan
lain, tajdid berarti modernisasi (interpretasi baru) terhadap ajaran Islam.

Pembaruan dalam Islam telah banyak mengemukakan ide-ide pembaruan


dalam Islam dengan maksud seperti yang diungkapkan di atas. Muhammad
Abduh, salah seorang pembaru di Mesir, sebagaimana dikemukakan Harun
Nasution, misalnya, mengemukakan ide-ide pembaruan antara lain dengan
cara menghilangkan bid’ah yang terdapat dalam ajaran Islam, kembali kepada
ajaran Islam yang sebenarnya, dibuka kembali pintu ijtihad, menghargai
pendapat akal, dan menghilangkan sikap dualisme dalam bidang pendidikan.
Sementara itu, Sayyid Ahmad Khan, salah seorang tokoh pembaru dari India,
berpendapat bahwa untuk mencapai kemajuan perlu meninggalkan paham
teologi jabariah (fatalisme) diganti dengan paham qadariah (free will dan free
act) perlu percaya bahwa hukum alam dengan wahyu yang ada dalam al-
Qur’an yang tidak bertentangan, karena kedua-duanya berasal dari Tuhan, dan
perlu dihilangkan paham taklid diganti dengan paham ijtihad.4

2.2 Sebab-sebab Pemurnian dan Pembaharuan


Pemahaman yang benar terhadap Islam dan aspek yang ada pada-nya
terkadang salah dipahami orang. Pada mula penyebarannya agama ini
dipandang sebagai sesuatu yang aneh, radikal, dan tampak terbelakang sekali.
Maka dalam memberikan pemahaman ini terhadap orang lain diperlukan dua
buah proses yang sangat penting yaitu:

1. Memberikan informasi tentang pokok-pokok ajaran Islam yang


universal sehingga tidak ada anggapan atas bentuk persoalan
keIslaman yang hanya dikuasai oleh segelintir manusia saja (mono
Islam)
2. Menunjukkan universalitas gerakan-gerakan Muslim dan berbagai
kebijakan yang lahir didalamnya seperti perbedaan pemikiran tentang

4 Ramayulis dan Samsul, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan Dan
Pemikiran Para Tokohnya (Yogyakarta: Kalam Mulia, 2009), h. 34

3
wacana sosial, ekonomi, politik, dan penetapan hukum yang berbeda
yang bertentangan antara aliran yang satu dengan aliran yang lainnya.
Maka dalam perjalanan sejarah peradaban Islam itu sendiri, umat banyak
sekali mengalami kelemahan-kelemahan dalam berbagai bidang. Sejak abad
11 Masehi mulailah Islam dan semua gerakannya mengalami kemunduran.
Kemerosotan tersebut terjadi karena warisan umat Islam yang berharga tidak
dipergunakan dengan sebaikbaiknya. Kelemahan kaum Muslim menurutnya
disebabkan oleh perpecahan umat Islam menjadi bangsa-bangsa kecil yang
beragam sekte, keyakinan, dan saling bertikai demi kesetiaan pada
pemimpinnya. Katanya pula, ajaran Islam menunjukkan bahwa nasib yang
menimpa kaum Muslim merupakan cobaan dari Allah, sebagai hukuman atas
ketidaktaatan mereka. Kemunduran masyarakat Muslim juga merupakan
hukuman yang digambarkan dalam Al-Quran. Menurutnya pula inipun
disebabkan oleh kebodohan umat Islam dan kesalahan dalam memahami
hakekat iman, banyaknya perpecahan sektarian, adanya anggapan tentang
tertutupnya pintu ijtihad, serta kesalahan pemimpin dalam mengambil arah
kebijakan.

Pada akhirnya umat Islam kehilangan arah, sumber, dan panutan, kemana
mereka harus melangkah, kemana tujuan akhirnya, dan siapa yang menjadi
tempat bertanya atas tindakantindakan yang akan mereka lakukan. Akibatnya
pula terjadilah penjiplakan secara buta terhadap setiap sesuatu yang mereka
anggap baru dan menguntungkan. Ketidaktahuan ini pun menyebabkan
mereka miskin kreasi dan selalu tertnggal atas bangsa-bangsa lainnya. Atau
bahkan terkadang umat Islam menjadi bulan-bulanan kalangan lain dengan
kejahatan ekonomi, sosial, dan politik. Inipun tidak hanya pada aspek-aspek
demikian saja, tetapi juga pada pendangkalan-pendangkalan akidah umat
Islam.

Demikianlah kondisi yang terjadi saat itu. Mereka tidak mampu lagi
menggunakan Al-Quran sebagai sumber kehidupan, dan akal sebagai sarana
menjawab tantangan zaman. Sehingga pada akhirnya TBC (Takhayul, Bid’ah,

4
dan Churafat ) menjangkit setiap jiwa Muslim. 5 Akhlak masyarakat menjadi
rusak dan pondasi akidah pun akhirnya rapuh. Kebenaran dan kebathilan saat
itu bercampur aduk antara amalan agama Islam, kebudayaan yang salah dan
agama lain. Ini disebabkan umat Islam hidup dalam fanatisme yang sempit.
Umat Islam saat itu masih diwarnai oleh formalisme, ta’asub, dan
sektarianisme. Inilah beberapa sebab yang mendorng banyak kalangan pada
generasi-generasi berikutnya melakukan perubahan dalam wacana ajaran
Islam.

2.3 Benih-benih Pemurnian dan Pembaharuan


Ketika kondisi mansyarakat yang rapuh dan terjebak dalam kondisi yang
serba lemah tersebut, lahirlah sebuah angin pembaharuan yang memberi
perubahan besar dalam tubuh Islam hingga akhir sekarang ini.

Muhammad bin Abdul wahab (115 H/1703-1972M) menggemakan suara


pembaharuannya di daerah Najad, sebuah negri yang masih murni dalam
menjalankan syariat agama Islam. Melihat kondisi umat Islam yang ada pada
waktu itu mendesak dirinya untuk berusaha mengeluarkan mereka dari nuansa
yang serba gelap tanpa petunjuk. Muslim saat itu terkena penyakit yang sangat
parah dan harus segera diobati sebelum ajal menimpa mereka. Maka dengan
semangat juang Islamnya ia pun menggerakan semua pemuda untuk
memperbaiki dan membangkitkan kembali kemegahan dan kebesaran Umat
Islam seperti masa-masa silam, membersihkan tauhid dari penyakit TBC, dan
meluruskan amalan-amalan yang tidak bersumber dari Nabi Muhammad SAW
dan Al-Quran.6

Dalam melakukan aksinya, Abdul Wahab memang terlalu keras dan tidak
pandang bulu. Ajakan amar ma’ruf nahi munkar yang ia lakukan pada
kalangan lain seperti yang pernah terjadi pada kalangan Mu’tazilah. Pada awal
dakwahnya gerakan pembaharuan ini banyak mengalami hambatan dari fihak
lain. Sebab sebagaimana telah dibahas di atas umat Islam memang telah ada

5 Kurnia, Nia dan Fauzia, Amelia, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam (Asia Tenggara)
(Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2003), h. 23
6 Abdul Mujib, Fithrah Dan Kepribadian Islam: Sebuah Pendekatan Psikologis (Jakarta:
Darul Falah, 1999), h. 71

5
dalam kondisi yang memprihatinkan sekali. Bashrah yang menjadi sasaran
dakwahnya menjadikan dirinya semakin kuat untuk menyampaikan ajaran
Islam yang sebenarnya. Mereka yang ada pada negri tersebut tersinggung
dengan berbagai kebudayaan yang Abdul Wahab anggap salah dan sesat serta
telah keluar dari ajaran Islam. Kemarahan tersebut membuat mereka
mengusirnya dari daerah tersebut.

Namun Abdul Wahab tetap bertahan dengan kebenaran yang ia sampaikan


pada mereka, maka pengusiran pada dirinya pun tak dapat dihindari lagi.
Mereka mengancam kepada Abdul Wahab untuk membu-nuhnya. Maka demi
menyelamatkan perjuangannya yang belum selesai ia pun mengalah dan
menyingkir pergi ke Al-Zabir untuk meminta suaka padanya sekaligus
dukungan dalam gerakan pemurnian yang akan ia sampaikan.permintaannya
ternyata tak sia-sia. Dengan sepenuh hati Al-Zabir memberikan dukungannya.
Dukungan moral tersebut yang ia sampaikan kepadanya untuk sama-sama
kembali pada Al-Quran dan Al-Hadis membuat Abdul Wahab kembali
berkobar semangatnya untuk terus menyampaikan gagasannya. Ditambah lagi
dukungan penuh pengeran Umar bin Muamar padanya semakin menambah
wibawa dirinya di mata masyarakat saat itu.7

Penghancuran tempat-tempat yang membawa kepada penyakit akidah dan


bentuk sarana fisik pun mulai ia lancarkan dengan tanpa pandang bulu lagi.
Pohon yang dianggap keramat, kuburan yang dianggap suci, dan semua benda
yang dianggap memiliki tuah dan keramat ia han-curkan. Dan gerakan itu
banyak sekali mendapat rintangan dari para masyarakat yang masih percaya
pada tahayul, bid’ah dan churafat. Namun perjuangannya yang tak mengenal
lelah mulai menampakkan hasilnya. sedikit demi sedikit umat Islam
menyadari rapuhnya akidah yang mereka pegang saat itu. Maka
berangsurangsur mereka pun kembali kepada pada ajaran Islam dan berusaha
memahami kebenaran Islam secara baik. Namun belum pulih mereka dalam
memahami ajaran Islam, dan tunduk pada apa yang Abdul Wahab sampaikan

7 Hasaruddin, ―Pembaharuan Hukum Islam Menurut Pandangan Muhammad Abduh,‖


Jurnal Al-Risalah, 12, no. 2 (2012): 12–22.

6
terjadilah kehebohan yang luar biasa dengan dirajamnya seorang wanita yang
melakukan perzinahan oleh Abdul Wahab.

Dalam kondisi pemikiran yang belum sempurna atas pemahaman Islam


yang ia sampaikan terhadap mereka, marahlah masyarakat dan mengancam
Abdul Wahab untuk mempertanggungjawabkan semuanya. Melihat kondisi
yang tak menguntungkan ini akhirnya ia pun mengungsi ke Dahriah dan
meminta perlindungan pada Muhammad bin Su’ud yang pada waktu itu
menjabat sebagai Gubernur. Mengetahui bagusnya niat Abdul Wahab dalam
melakukan dakwah maka ia menyampaikan dukungannya untuk menyebarkan
pembaharuan itu di negri yang ia pimpin. Tidak hanya itu ia pun menberikan
wewenang penuh untuk megadakan perubahan secara total.

Di sinilah pengaruh Abdul Wahab mulai diterima orang. Kerjasama


antara
Abdul Wahab dan keluarga Su’ud pada saat itu mulai menampakan hasilnya.
Banyak pemuda dan masyarakat yang datang untuk belajar kepadanya. Usaha
ini semakin luas setelah Najad dan Hajaz disatukan oleh Abdul Wahab.

Maka dari situlah semua ajarannya diterapkan dan menjadi aliran resmi
pada kekuasan Su’ud. Penerapan hukum secara konsekwen dan murni
diberlakukan sehingga walaupun pemerintahan ini keras namun keadilan dan
kebijaksanaan dapat diterapkan di negri ini. Ketentraman, kedamaian, dan
keamanan pada akhirnya dapat dicapai dengan baik. Kejahatan tindak pidana
hampir tak terdapat dalam negri ini. Di sini pula seluruh kekuatan yang ada di
sekitar Hajaz yang masih mempercayai Tahayul, Bidah, Khurafat mulai
diruntuhkan. Dan bagi mereka yang mencampuradukan antara yang hak dan
yang batil akan diperangi. Demikianlah Abdul Wahab menyebarkan
benihbenih pembaharuan yang ada dalam ajaran Islam. Mereka yang datang
memandang bahwa keda-tangan Abdul Wahab memang untuk memperbaiki
kepincangan-kepin-cangan sosial dan menghapuskan segala perbuatan yang
menjerumuskan pada kemusyrikan.

7
2.4 Aspek-aspek Pembaharuan
Setelah kedatangan Abdul Wahab yang menghembuskan angin
pembaharuan, maka mulailah lahir para tokoh pembaharuan lainnya yang
gencar melakukan pembaharuan pula. Dalam menyampaikan angin ini mereka
tidak hanya membawa aspek teologi saja melainkan pula hampir menyentuh
ke segala bidang yang ada. Sebab memang pembenahan ini perlu dilakukan
seluruhnya akibat rapuhnya kalangan Muslim dalam untuk menentukan masa
depannya.

Abduh berpendapat bahwa untuk memulai pembaharuan dalam kalangan


umat Islam, harus mengembalikan pada pokok-pokok keimanan yang
dipandang sebagai Islam yang sebenarnya. Abduh juga menguman-dangkan
agar tidak mengimitasi buta segala bentuk kebudayaan Eropa yang telah
mewabah ke segala sektor.8

Dan dalam menerapkan ajaran Islam, umat perlu selektif dalam


menerapkan ajaranajarannya. Artinya, Abduh menyerukan agar umat Islam
kembali dan berpegang kepada AlQur’an yang sudah pasti menggambarkan
semua syariat Allah atas kehidupan manusia. Sebab Al-Quran secara gamblang
menerangkan siklus kemunduran, kehancuran, kejayaan, dan kebinasaan suatu
bangsa.

Dengan gambaran yang ada tersebut maka umat Islam diharapkan mampu
melihat keadaan dan kejadian yang telah silam sebagai cerminan yang akan ia
lakukan dikemudian hari. Di samping itu umat Islam juga berpegang teguh
pada ajaran Nabi yang telah Beliau sampaikan kepada umatnya. Maka
disinilah tugas para pembaharu untuk selalu mengedepan-kan
pembaharuannya dan memotivasi umat agar bangkit dari keterpuru-kannya
yang sudah begitu lama.9

Ini perlu sekali diperhatikan oleh mereka sebab hingga saat ini kaum
Muslim di berbagai dunia telah kehilangan kemerdekaan dan kemampuan

8 Arbiyah Lubis, Pemikiran Muhammadiyah Dan Muhammad Abduh: Suatu Studi


Perbandingan (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), h. 143
9 Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), h. 22

8
untuk menentukan atau merancang nasib mereka sendiri. Oleh karena itu perlu
sekali ditekanan kepada Al-Mujadid untuk berani tampil di pentas dunia dan
membangun dengan gagasan-gagasan Qurani-nya sebagai sebuah sumbangan
nyata terhadap peradaban Islam yang besar. Maka dari situlah Muslim akan
mampu kembali bangkit dan meraih posisi unggul yang pernah dicapai oleh
generasigenerasi sebelumnya pada masa Rasulullah dan para sahabatnya.

Ada beberapa aspek khusus yang perlu diperhatikan oleh setiap mujadid
dalam usaha seruan pembaharuannya Al-Maududi menerangkan aspek-aspek
tersebut sebagai berikut:

1. Setiap Mujadid harus selalu melakukan pengamatan-pengamatan atas


kekeliruan yang ada dan memperbaiki dengan cepat setiap macam
penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan kaum Muslimin.
2. Seorang Mujadid harus mampu merencanakan dan merumuskan
program yang tepat untuk kebangkitan peradaban Islam
3. Mujadid mampu melakukan penafsiran yang teliti atas segala
fenomena yang terjadi dalam masyarakat.
4. Berusaha membangkitkan revolusi intelektual Muslim. Sebab corak
kemajuan dunia diilhami dengan buah fikiran kaum cendikiawan.
5. Memberikan bentuk ide praktis pembaharuan yang dapat dipahami
oleh masyarakat luas.
6. Selalu melakukan ijtihad yang menyeluruh yang berlandaskan
ajaranajaran agama, pada bidang hukum, kebudayaan, dan perubahan
sosial yang terjadi.
7. Mampu membela dan mempertahankan Islam dari permasalahan
kebudayan dan ancaman berbagai pihak yang ingin menghancurkan
eksistensi agama Islam.
8. Menyuburkan kembali pola-pola hidup Islami pada seluruh aspek
kehidupan. Sebab sistem yang dipakai Islam terbukti telah mampu
menjawab semua tantangan dari masa ke masa.
9. Mujadid mampu menciptakan perubahan secara mendunia. Seorang
pembaharu tidak boleh lekas puas dengan keberhasilan hanya terbatas
pada daerahnya saja, sebab keberhasilan pembaharuan belumlah
selesai sebelum seluruh pelosok negeri merasakan pembaharuan
tersebut. Sebab pembaharauan Islam pada hakekatnya adalah
rahmatan lil amain yang mampu memberikan kesejahteraan pada
seluruh jagad raya.

9
BAB III PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan
Dalam kaitan dengan pembaruan Islam, tajdid memiliki dua pengertian,
yaitu: pertama, tajdid dalam bidang akidah dan ibadah mahdhah. Dalam
bidang ini, tajdid diartikan ―pemurnian‖ dengan jalan kembali pada pedoman
mutlak yaitu al-Qur’an dan Sunnah Rasul (bersih dari bid’ah, syirik, khurafat
dan takhyul). Kedua, tajdid dalam mu’amalah duniawiyah. Dalam hal ini,
tajdid diartikan memperbaharui interpretasi (merumuskan kembali) ajaran
Islam sehingga Islam tidak terkesan ketinggalan zaman. Dalam ungkapan
lain, tajdid berarti modernisasi (interpretasi baru) terhadap ajaran Islam.

Kebenaran dan kebathilan saat itu bercampur aduk antara amalan agama
Islam, kebudayaan yang salah dan agama lain. Ini disebabkan umat Islam
hidup dalam fanatisme yang sempit. Umat Islam saat itu masih diwarnai oleh
formalisme, ta’asub, dan sektarianisme. Inilah beberapa sebab yang mendorng
banyak kalangan pada generasi-generasi berikutnya melakukan perubahan
dalam wacana ajaran Islam.

Ketika kondisi mansyarakat yang rapuh dan terjebak dalam kondisi yang
serba lemah tersebut, lahirlah sebuah angin pembaharuan yang memberi
perubahan besar dalam tubuh Islam hingga akhir sekarang ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mujib. Fithrah Dan Kepribadian Islam: Sebuah Pendekatan Psikologis.


Jakarta: Darul Falah, 1999.
Al-Qadir, Ahmad, Muhammad. Thuruq At-Tarbiyât al-Islâmiyah. Mesir:
Maktabah an-Nahdah, 1981.
Hasaruddin. ―Pembaharuan Hukum Islam Menurut Pandangan Muhammad
Abduh,‖ Jurnal Al-Risalah, 12, no. 2 (2012): 12–22.
Kurnia, Nia dan Fauzia, Amelia. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam (Asia
Tenggara). Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2003.
Kurniawan, Syamsul, and Erwin Mahrus. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan
Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.
Lubis, Arbiyah. Pemikiran Muhammadiyah Dan Muhammad Abduh: Suatu Studi
Perbandingan. Jakarta: Bulan Bintang, 1993.

10
Nasution. Muhammad Abduh Dan Teologi Rasional Mu’tazilah. Harun. Jakarta: UI
Press, 1987.
Nasution, Harun. Pembaharuan Dalam Islam, Sejarah Pemikiran Dan Gerakan.
Jakarta: Bulan Bintang, 1992.
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2002.
———. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 1994.
Ramayulis dan Samsul. Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan Dan
Pemikiran Para Tokohnya. Yogyakarta: Kalam Mulia, 2009.

11

Anda mungkin juga menyukai