ISLAM
Dosen Pengampu:
Adek Kholijah Siregar, M.Pd.I
Disusun Oleh:
Mhd Farhan Muda Siregar 2201040039
Dandi Ridwan Salih 2201040041
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,
taufik dan inayah-Nya serta nikmat sehat sehingga penyusunan Makalah guna
memenuhi tugas mata kuliah Kemuhammadiyahan ini dapat selesai sesuai dengan
yang diharapkan. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW dan semoga kita selalu berpegang teguh pada sunnahnya Amiin.
Makalah ini kami susun dengan tujuan sebagai informasi serta untuk
menambah wawasan khususnya mengenai Pembaruan dan Pemurnian di Dunia
Islam, adapun metode yang kami ambil dalam penyusunan Makalah ini adalah
berdasarkan pengumpulan sumber informasi dari berbagai karya tulis yang ada
relevansinya dengan tema Makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II PEMABAHASAN.....................................................................................2
3.1 Kesimpulan..................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13
ii
BAB I PENDAHULUAN
1
BAB II PEMABAHASAN
(jadid) yang berarti ―memperbarui‖ sebagai lawan dari usang. Kata ―baru‖
dalam konteks bahasa ini, menghimpun tiga pengertian yang tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lain, antara lain: 1). Barang yang
diperbarui pada mulanya pernah ada dan pernah dialami orang lain; 2). Barang
itu dilanda zaman sehingga menjadi usang dan ketinggalan zaman; dan 3).
Barang itu kembali diaktualkan dalam bentuk kreasi baru.2
2
mutlak yaitu al-Qur’an dan Sunnah Rasul (bersih dari bid’ah, syirik, khurafat
dan takhyul). Kedua, tajdid dalam mu’amalah duniawiyah. Dalam hal ini,
tajdid diartikan memperbaharui interpretasi (merumuskan kembali) ajaran
Islam sehingga Islam tidak terkesan ketinggalan zaman. Dalam ungkapan
lain, tajdid berarti modernisasi (interpretasi baru) terhadap ajaran Islam.
4 Ramayulis dan Samsul, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan Dan
Pemikiran Para Tokohnya (Yogyakarta: Kalam Mulia, 2009), h. 34
3
wacana sosial, ekonomi, politik, dan penetapan hukum yang berbeda
yang bertentangan antara aliran yang satu dengan aliran yang lainnya.
Maka dalam perjalanan sejarah peradaban Islam itu sendiri, umat banyak
sekali mengalami kelemahan-kelemahan dalam berbagai bidang. Sejak abad
11 Masehi mulailah Islam dan semua gerakannya mengalami kemunduran.
Kemerosotan tersebut terjadi karena warisan umat Islam yang berharga tidak
dipergunakan dengan sebaikbaiknya. Kelemahan kaum Muslim menurutnya
disebabkan oleh perpecahan umat Islam menjadi bangsa-bangsa kecil yang
beragam sekte, keyakinan, dan saling bertikai demi kesetiaan pada
pemimpinnya. Katanya pula, ajaran Islam menunjukkan bahwa nasib yang
menimpa kaum Muslim merupakan cobaan dari Allah, sebagai hukuman atas
ketidaktaatan mereka. Kemunduran masyarakat Muslim juga merupakan
hukuman yang digambarkan dalam Al-Quran. Menurutnya pula inipun
disebabkan oleh kebodohan umat Islam dan kesalahan dalam memahami
hakekat iman, banyaknya perpecahan sektarian, adanya anggapan tentang
tertutupnya pintu ijtihad, serta kesalahan pemimpin dalam mengambil arah
kebijakan.
Pada akhirnya umat Islam kehilangan arah, sumber, dan panutan, kemana
mereka harus melangkah, kemana tujuan akhirnya, dan siapa yang menjadi
tempat bertanya atas tindakantindakan yang akan mereka lakukan. Akibatnya
pula terjadilah penjiplakan secara buta terhadap setiap sesuatu yang mereka
anggap baru dan menguntungkan. Ketidaktahuan ini pun menyebabkan
mereka miskin kreasi dan selalu tertnggal atas bangsa-bangsa lainnya. Atau
bahkan terkadang umat Islam menjadi bulan-bulanan kalangan lain dengan
kejahatan ekonomi, sosial, dan politik. Inipun tidak hanya pada aspek-aspek
demikian saja, tetapi juga pada pendangkalan-pendangkalan akidah umat
Islam.
Demikianlah kondisi yang terjadi saat itu. Mereka tidak mampu lagi
menggunakan Al-Quran sebagai sumber kehidupan, dan akal sebagai sarana
menjawab tantangan zaman. Sehingga pada akhirnya TBC (Takhayul, Bid’ah,
4
dan Churafat ) menjangkit setiap jiwa Muslim. 5 Akhlak masyarakat menjadi
rusak dan pondasi akidah pun akhirnya rapuh. Kebenaran dan kebathilan saat
itu bercampur aduk antara amalan agama Islam, kebudayaan yang salah dan
agama lain. Ini disebabkan umat Islam hidup dalam fanatisme yang sempit.
Umat Islam saat itu masih diwarnai oleh formalisme, ta’asub, dan
sektarianisme. Inilah beberapa sebab yang mendorng banyak kalangan pada
generasi-generasi berikutnya melakukan perubahan dalam wacana ajaran
Islam.
Dalam melakukan aksinya, Abdul Wahab memang terlalu keras dan tidak
pandang bulu. Ajakan amar ma’ruf nahi munkar yang ia lakukan pada
kalangan lain seperti yang pernah terjadi pada kalangan Mu’tazilah. Pada awal
dakwahnya gerakan pembaharuan ini banyak mengalami hambatan dari fihak
lain. Sebab sebagaimana telah dibahas di atas umat Islam memang telah ada
5 Kurnia, Nia dan Fauzia, Amelia, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam (Asia Tenggara)
(Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2003), h. 23
6 Abdul Mujib, Fithrah Dan Kepribadian Islam: Sebuah Pendekatan Psikologis (Jakarta:
Darul Falah, 1999), h. 71
5
dalam kondisi yang memprihatinkan sekali. Bashrah yang menjadi sasaran
dakwahnya menjadikan dirinya semakin kuat untuk menyampaikan ajaran
Islam yang sebenarnya. Mereka yang ada pada negri tersebut tersinggung
dengan berbagai kebudayaan yang Abdul Wahab anggap salah dan sesat serta
telah keluar dari ajaran Islam. Kemarahan tersebut membuat mereka
mengusirnya dari daerah tersebut.
6
terjadilah kehebohan yang luar biasa dengan dirajamnya seorang wanita yang
melakukan perzinahan oleh Abdul Wahab.
Maka dari situlah semua ajarannya diterapkan dan menjadi aliran resmi
pada kekuasan Su’ud. Penerapan hukum secara konsekwen dan murni
diberlakukan sehingga walaupun pemerintahan ini keras namun keadilan dan
kebijaksanaan dapat diterapkan di negri ini. Ketentraman, kedamaian, dan
keamanan pada akhirnya dapat dicapai dengan baik. Kejahatan tindak pidana
hampir tak terdapat dalam negri ini. Di sini pula seluruh kekuatan yang ada di
sekitar Hajaz yang masih mempercayai Tahayul, Bidah, Khurafat mulai
diruntuhkan. Dan bagi mereka yang mencampuradukan antara yang hak dan
yang batil akan diperangi. Demikianlah Abdul Wahab menyebarkan
benihbenih pembaharuan yang ada dalam ajaran Islam. Mereka yang datang
memandang bahwa keda-tangan Abdul Wahab memang untuk memperbaiki
kepincangan-kepin-cangan sosial dan menghapuskan segala perbuatan yang
menjerumuskan pada kemusyrikan.
7
2.4 Aspek-aspek Pembaharuan
Setelah kedatangan Abdul Wahab yang menghembuskan angin
pembaharuan, maka mulailah lahir para tokoh pembaharuan lainnya yang
gencar melakukan pembaharuan pula. Dalam menyampaikan angin ini mereka
tidak hanya membawa aspek teologi saja melainkan pula hampir menyentuh
ke segala bidang yang ada. Sebab memang pembenahan ini perlu dilakukan
seluruhnya akibat rapuhnya kalangan Muslim dalam untuk menentukan masa
depannya.
Dengan gambaran yang ada tersebut maka umat Islam diharapkan mampu
melihat keadaan dan kejadian yang telah silam sebagai cerminan yang akan ia
lakukan dikemudian hari. Di samping itu umat Islam juga berpegang teguh
pada ajaran Nabi yang telah Beliau sampaikan kepada umatnya. Maka
disinilah tugas para pembaharu untuk selalu mengedepan-kan
pembaharuannya dan memotivasi umat agar bangkit dari keterpuru-kannya
yang sudah begitu lama.9
Ini perlu sekali diperhatikan oleh mereka sebab hingga saat ini kaum
Muslim di berbagai dunia telah kehilangan kemerdekaan dan kemampuan
8
untuk menentukan atau merancang nasib mereka sendiri. Oleh karena itu perlu
sekali ditekanan kepada Al-Mujadid untuk berani tampil di pentas dunia dan
membangun dengan gagasan-gagasan Qurani-nya sebagai sebuah sumbangan
nyata terhadap peradaban Islam yang besar. Maka dari situlah Muslim akan
mampu kembali bangkit dan meraih posisi unggul yang pernah dicapai oleh
generasigenerasi sebelumnya pada masa Rasulullah dan para sahabatnya.
Ada beberapa aspek khusus yang perlu diperhatikan oleh setiap mujadid
dalam usaha seruan pembaharuannya Al-Maududi menerangkan aspek-aspek
tersebut sebagai berikut:
9
BAB III PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Dalam kaitan dengan pembaruan Islam, tajdid memiliki dua pengertian,
yaitu: pertama, tajdid dalam bidang akidah dan ibadah mahdhah. Dalam
bidang ini, tajdid diartikan ―pemurnian‖ dengan jalan kembali pada pedoman
mutlak yaitu al-Qur’an dan Sunnah Rasul (bersih dari bid’ah, syirik, khurafat
dan takhyul). Kedua, tajdid dalam mu’amalah duniawiyah. Dalam hal ini,
tajdid diartikan memperbaharui interpretasi (merumuskan kembali) ajaran
Islam sehingga Islam tidak terkesan ketinggalan zaman. Dalam ungkapan
lain, tajdid berarti modernisasi (interpretasi baru) terhadap ajaran Islam.
Kebenaran dan kebathilan saat itu bercampur aduk antara amalan agama
Islam, kebudayaan yang salah dan agama lain. Ini disebabkan umat Islam
hidup dalam fanatisme yang sempit. Umat Islam saat itu masih diwarnai oleh
formalisme, ta’asub, dan sektarianisme. Inilah beberapa sebab yang mendorng
banyak kalangan pada generasi-generasi berikutnya melakukan perubahan
dalam wacana ajaran Islam.
Ketika kondisi mansyarakat yang rapuh dan terjebak dalam kondisi yang
serba lemah tersebut, lahirlah sebuah angin pembaharuan yang memberi
perubahan besar dalam tubuh Islam hingga akhir sekarang ini.
DAFTAR PUSTAKA
10
Nasution. Muhammad Abduh Dan Teologi Rasional Mu’tazilah. Harun. Jakarta: UI
Press, 1987.
Nasution, Harun. Pembaharuan Dalam Islam, Sejarah Pemikiran Dan Gerakan.
Jakarta: Bulan Bintang, 1992.
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2002.
———. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 1994.
Ramayulis dan Samsul. Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan Dan
Pemikiran Para Tokohnya. Yogyakarta: Kalam Mulia, 2009.
11