Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk
memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam. Makalah ini disusun untuk
mendeskripsikan tentang sejarah pendidikan islam di masa kebangkitan.

Kami berharap makalah yang sederhana ini dapat menjadi tambahan bagi
pembaca yang ingin mempelajari lebih jauh tentang sejarah pendidikan Islam
khususnya di masa Kebangkitan. Kami sadar makalah ini jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak kami harapkan demi perbaikan
makalah ini.

Pematang Siantar, November 2022

Pemakalah
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................ii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................2
C. Tujuan...................................................................................................................2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemikiran Pembaharuan dalam Islam……..........................................................3
B. Pengertian Pembaharuan dalam Islam……….....................................................
C. Pola-Pola Pembaharuan Pendidikan Islam………………………......................
D. Tokoh-Tokoh Pembaharuan dalam Islam..........................................................
E. Faktor Kebangkitan Umat Islam........................................................................
F. Usaha yang Dilakukan untuk Mencapai Kemerdekaan dari Bangsa Barat.......
G. Kemerdekaan Negara-Negara Islam dari Bangsa Barat....................................

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan..............................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah


Pengertian pendidikan seperti yang lazim dipahami sekarang belum terdapat pada zaman
Nabi Muhammad SAW. Tetapi usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh Nabi dalam
menyampaikan seruan agama dengan berdakwah, menyampaikan ajaran, memberikan contoh,
melatih keterampilan berbuat, memberi motivasi dan menciptakan lingkungan sosial yang
mendukung ide-ide pembentukan pribadi muslim itu, telah mencakup arti pendidikan pada masa
sekarang. Orang Mekah Arab yang tadinya menyembah berhala, musyrik, kafir, kasar, dan
sombong maka dengan usaha kegiatan Nabi mengIslamkan mereka, lalu tingkah laku mereka
berubah menjadi penyembah Allah Tuhan Yang Maha Esa. Dengan itu Nabi telah mendidik,
membentuk kepribadian yaitu kepribadian muslim dan sekaligus berarti bahwa Nabi SAW
adalah seorang pendidik yang berhasil. Perubahan dan tingkah laku yang sesuai dengan petunjuk
ajaran Islam. Untuk itu perlu adanya usaha, kegiatan, cara, alat dan lingkungan hidup yang
menunjang keberhasilan.
Maka pendidikan Islam itu lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang
akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain. Dari
segi lainnya, pendidikan Islam tidak hanya bersifat teoritis saja, tetapi juga praktis. Ajaran Islam
tidak memisahkan antara iman dan amal shaleh. Oleh karena itu, pendidikan Islam adalah
sekaligus pendidikan iman dan pendidikan amal. Dan karena ajaran Islam berisi ajaran tentang
sikap dan tingkah laku pribadi masyarakat, menuju kesejahteraan hidup perorangan dan bersama,
maka pendidikan Islam adalah pendidikan individu dan pendidikan masyarakat.
Pendidikan Islam mengalami beberapa fase perkembangan seiring dengan perkembangan
agama Islam itu sendiri. Dimulai dari pada masa Nabi Muhammad SAW, kemudian dilanjutkan
pada masa Khulafaur Rasyidin, dan mencapai masa kegemilangan pada masa Khalifah-Khalifah
yang memerintah Negara Islam silih berganti. Sampai akhirnya Islam mengalami kemunduran
yang juga turut mempengaruhi pendidikan Islam.
Kemudian pendidikan Islam mengalami masa kebangkitan kembali yang dinamakan fase
pembaharuan. Pada fase ini pendidikan Islam mulai naik kembali dengan beberapa tokoh
pembaharu Islam. Untuk lebih jelasnya, di dalam makalah ini pemakalah akan membahas
mengenai hal tersebut.

B.     Rumusan Masalah


Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka pokok
permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pemikiran Islam era kebangkitan?
2. Siapa saja tokoh-tokoh pembaharu Islam?
3. Apa factor kebangkitan umat Islam?
4. Apa usaha yang dilakukan untuk mencapai kemerdekaan dari bangsa barat?
C.   Tujuan

Berdasarkan pokok masalah yang telah dirumuskan di atas, maka tulisan ini bertujuan
untuk:
1. Mengetahui gambaran secara menyeluruh peradaban Islam era kebangkitan.
2. Mengetahui tokoh-tokoh pembaharu Islam.
3. Mengetahui faktor kebangkitan umat Islam.
4. Mengetahui usaha yang dilakukan untuk mencapai kemerdekaan dari bangsa barat.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemikiran Pembaharuan Dalam Islam

Berawal dari kegelisahan umat Islam pada saat itu, yaitu banyaknya muncul
penyelewengan-penyelewengan ajaran Islam, baik di kalangan masyarakat biasa, maupun dalam
tingkatan politik dan pendidikan. Maka diperlukan adanya proses modernisasi maupun
pembaharuan baik di bidang politik, pendidikan dan akidah.
Selain itu, salah satu sebab perlunya perkembangan modern dalam Islam adalah karena
dalam agama terdapat ajaran-ajaran absolute mutlak benar, kekal tidak berubah dan tidak bisa
diubah. Ajaran-ajaran itu diyakini sebagai dogma dan sebagai akibatnya timbulllah sikap
dogmatis agama. Sikap dogmatis membuat orang tertutup dan tak bisa menerima pendapat yang
bertentangan dengan dogma-dogma yang dianutnya.
Sebenarnya kesadaran akan kelemahan dan ketertinggalan kaum muslimin dari Bangsa
Eropa telah timbul mulai abad ke 11 sampai ke 17 Masehi. Dengan kekalahan-kekalahan yang
diderita oleh Turki Utsmani dalam peperangan dengan Negara-Negara Eropa. Mereja mulai
memperhatikan kemajuan yang dialami Eropa dengan mengirimkan utusan-utusan untuk
mempelajari kemajuan Eropa terutama dari Prancisdan didirikan sekolah-sekolah Militer di
Turki pada tahun 1734(Edi Yusrianto:52). Dalam membuka mata kaum muslimin akan
kelemahan dan keterbelakangannya, sehingga akhirnya timbul berbagai macam usaha
pembaharuan dalam segala bidang kehidupan, untuk mengejar ketertinggalan dan
keterbelakangan(Harun Nasution,1982:17). Pembaharuan dalam hal apapun, termasuk dalam
konteks keagamaan (pemahaman terhadap ajaran agama) akan terus dan selalu terjadi sebab cara
dan pola berpikir manusia serta kondisi sosial masyarakat selalu berubah seiring dengan
kemajuan ilmu pengetahuan disegala bidang yang akhirnya membuahkan tekhnologi yang
semakin canggih. Lain dari pada itu kemunduran dan stagnasi berpikir umat sebagai buah dari
fanatisme serta adanya "pihak luar" yang ingin merekomendasi dan menguasai, mendorong
sebagian pemikir untuk mengadakan pembaharuan.
Upaya pembaharuan dalam Islam mempunyai alur yang panjang khususnya sejak
bersentuhan dengan dunia Barat, untuk memahami makna dan hakekat pembaharuan. Dan yang
masih menjadi pertanyaan besar adalah mengapa umat Islam masih tertinggal dari dunia Barat
(setelah dahulu mengalami masa keemasan).
Penjajahan oleh bangsa Barat terhadap bangsa-bangsa Islam semakin memperjelas
ketinggalan dunia Islam akan segala hal. Bangsa yang pertama kali merasakan ketertinggalan itu
adalah Turki Usmani. Disebabkan karena bangsa ini yang pertama dan yang utama menghadapi
kekuatan Barat.
Kebangkitan kembali umat Islam khususnya bidang pendidikan Islam adalah dalam rangka
untuk pemurnian kembali ajaran-ajaran Islam dengan pelopor-pelopor di berbagai daerah
masing-masing. Adapun mereka mengemukakan opini kebangkitan dengan mengacu kepada
tema yang sama yaitu adalah :

1. Mengembalikan ajaran Islam kepada unsur-unsur aslinya, dengan bersumberkan kepada


Al-Qur’an, Hadist dan membuang segala bid’ah, khurafat, tahayul, dan mistik.

2.Menyatakan dan membuka kembali pintu ijtihad setelah beberapa abad dinyatakan
ditutup(Edi Yusrianto:51)

B. Pengertian Pembaharuan dalam Islam

Secara etimologi, kata ‘pembaruan’ dalam Bahasa Arab dikenal dengan istilah tajdîd,
memiliki makna antara lain; proses, cara, perbuatan membarui. Sedangkan menurut Harun
Nasution pembaharuan merupakan arti dari  at-Tajdid dalam bahasa Arab sebagai perkembangan
modernisme yang terjadi di dunia Barat akibat perkembangan baru yang ditimbulkan oleh
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Sehingga pembaharuan dapat dilihat dari 
kata  modernism. Modernisme dalam masyarakat Barat mengandung arti pikiran, aliran, gerakan
dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi lama dan sebagainya untuk
disesuaikan dengan (2002: 109). suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern (Harun Nasution:3). Dalam kamus Oxford pembaharuan
dikenal dengan istilah resurgence diartikan sebagai kegiatan yang muncul kembali. Pengertian
ini mengandung tiga hal:
1. Suatu pandangan dari dalam ”dimana suatu cara  kaum muslimin melihat bertambahnya
dampak agama diantara para penganutnya. Sehingga keberadaan Islam disini menjadi
penting kembali. Dalam artian memperoleh kembali prestasi  dan kehormatan dirinya”
2. Kebangkitan kembali” menunjukan bahwa keadaan tersebut telah terjadi sebelumnya.
Jejak Nabi dan para pengikutnya dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap
pemikiran orang-orang yang menaruh pada jalan hidup umat Islam.
3. Kebangkitan kembali sebagai suatu konsep” mengandung paham tentang suatu tantangan,
bahkan suatu ancaman terhadap pengikut pandangan-pandangan lain penjajahan bangsa
barat atas dunia Islam.

Kata yang lebih dikenal dan lebih populer untuk pembaharuan ialah modernisasi. Dalam
masyarakat Barat kata modernisasi mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk
merubah faham-faham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya agar semua itu dapat
disesuaikan dengan pendapat-pendapat dan keadaan baru ditimbulkan pengetahuan modern.
Pikiran dan aliran di periode itu disebut age of reason atau englightenment  ( Masa Akal atau
Masa Terang ) 1650 – 1800 M.
Akan tetapi pada perkembangan berikutnya, modernisme memiliki  arti-arti negatif di
samping arti-arti positif, maka Harun Nasution lebih  banyak memakai istilah pembaharuan
dalam Islam. Pembaharuan ini  mulai terjadi di dunia Islam  pada abad 18 Masehi dan seterusnya
akibat jatuhnya Mesir ke tangan kekuasaan Napoleon dari Prancis yang mengakibatkan
keinsyafan dunia Islam akan kelemahannya dan menyadarkan umat Islam bahwa di Barat telah
timbul peradaban baru yang lebih tinggi dan merupakan ancaman bagi Islam. Maka raja-raja dan
pemuka Islam mulai memikirkan bagaimana meningkatkan mutu dan kekuatan umat Islam
kembali dengan cara melakukan pembaharuan dalam Islam (Harun Nasution: 6).

Pembaharuan dalam Islam adalah proses pemurnian dimana konsep pertama atau konsep
asalnya dipahami dan ditafsirkan kembali sehingga menjadi lebih jelas bagi masyarakat pada
masanya dan lebih penting lagi penjelasan itu tidak bertentangan dengan hakekat atau ide
aslinya. Disini bukan selalu perubahan yang terjadi, tetapi bias juga hanya peragaman makna dan
penafsiran. Disamping itu, tajdid ini bisa berarti memperbaharui ingatan orang yang telah
melupakan ajaran agama Islam yang benar, dengan memberi penjelasan dan argumentasi-
argumentasi baru sehingga meyakinkan orang yang tadinya ragu dan meluruskan kekeliruan atau
kesalahpahaman mereka yang keliru dan salah paham.
C.Pola-Pola Pembaharuan Pendidikan Islam

Dengan memperhatikan berbagai macam sebab kelemahan dan kemunduran umat Islam
sebagaimana nampak pada masa sebelumnya, dan dengan memperhatikan sebab-sebab kemajuan
dan kekuatan yang dialami oleh Bangsa Eropa, maka padagaris besarnya terjadi tiga pola
pemikiran pembaharuan pendidikan Islam. Ketiga pola tersebut adalah :

1. Pola pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada pendidikan modern di


Barat
Mereka berpandangan, pada dasarnya kekuatan dan kesejahteraan yang dialami Barat
adalah hasil perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang mereka capai.
Golongan ini berpendapat bahwa apa yang dicapai oleh Barat sekarang ini merupakan
pengembangan dari ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang pernah berkembang di dunia Islam.
Maka untuk mengembalikan kekuatan dan kejayaan umat Islam, sumber kekuatan itu harus
dikuasai kembali. Cara pengembalian itu tidak lain adalah melalui pendidikan, karena pola
pendidikan Barat dipandang sukses dan efektif, maka harus meniru pola Barat yang sukses itu.
Pembaharuan pendidikan dengan pola barat, mulai timbul di Turki Utsmani akhir abad ke 11 H /
17 M setelah mengalami kalah perang dengan berbagai negara Eropa Timur pada masa itu
(Harun Nasution, Ibid, h. 52-53). Pada dasarnya, mereka (golongan ini) berpandangan bahwa
pola pendidikan Islam harus meniru pola Barat dan yang dikembangkan oleh Barat, sehingga
pendidikan Islam bisa setara dengan pendidikan mereka. Mereka berpandangan bahwa usaha
pembaharuan pendidikan Islam adalah dengan jalan mendirikan lembaga pendidikan / sekolah
dengan pola pendidikan Barat, baik sistem maupun isi pendidikannya (Zuhairini,1995: 117). Jadi
intinya, Islam harus meniru Barat agar bisa maju.

2. Golongan yang berorientasi kepada islam yang murni

Mereka berpendapat bahwa sesungguhnya Islam itu sendiri merupakan sumber dari
kemajuan dan perkembangan peradaban Ilmu Pengetahuan modern. Dalam hal ini Islam telah
membuktikannya. Sebab-sebab kelemahan umat Islam meurut mereka adalah karena tidak lagi
melaksanakan ajaran Agama Islam sebagaimana mestinya. Ajaran Islam yang sudah tidak murni
lagi digunakan untuk sumber kemajuan dan kekuatan. Pola ini dilakukan oleh Muhammad bin
Abdul Wahab, Jamaluddin Al-Afghani, dan Muhammad Abduh (Edi Yusrianto, Opcid , h. 53)
Menurut Jamaluddin Al-Afghani, kemunduran umat Islam bukanlah karena Islam,
sebagaimana dianggap oleh kebanyakan orang karena tidak sesuai dengan perubahan zaman dan
kondisi baru. Umat Islam mundur, karena telah meninggalkan ajaran-ajaran Islam yang
sebenarnya dan mengikuti ajaran yang datang dari luar lagi asing bagi Islam. Ajaran Islam
sebenarnya hanya tinggal dalam ucapan dan diatas kertas. Jadi, umat Islam harus kembali kepada
ajaran Islam murni yang tidak terkontaminasi oleh ajaran dan paham asing. Kalau manusia
berpedoman kepada agama, ia tidak sesat untuk selama-lamanya.
3. Usaha yang Berorientasi kepada Nasionalisme

Golongan ini melihat di Barat rasa Nasionalisme ini timbul bersamaan dengan
berkembangnya pola kehidupan modern sehingga mengalami kemajuan yang menimbulkan
kekuatan politik yang berdiri sendiri. Keadaan ini pada umumnya mendorong Bangsa timur dan
bangsa terjajah lainnya untuk mengembangkan nasionalisme mereka masing-masing. Yang
mendorong berkembangnya nasionalisme adalah karena kenyataannya mereka terdiri dari
berbagai bangsa dengan latar belakang dan sejarah perkembangan kebudayaan yang berbeda satu
sama lain.
Golongan ini berusaha memperbaiki kehidupan umat Islam dengan memperhatikan situasi
dan kondisi objektif umat Islam yang bersangkutan. Dalam usaha mereka bukan semata
mengambil unsur-unsur budaya Barat yang sudah maju, tetapi juga mengambil unsur dari budaya
warisan bangsa yang bersangkutan. Ide kebangsaan inilah yang akhirnya menimbulkan
timbulnya usaha merebut kemerdekaan dan mendirikan pemerintahan sendiri dikalangan
pemeluk Islam. Sebagai akibat dari pembaharuan dan kebangkitan kembali pendidikan ini
terdapat kecendrungan dualisme sistem pendidikan kebanyakan negara tersebut, yaitu sistem
pendidikan modern dan sistem pendidikan tradisional.
D.Tokoh-tokoh Pembaharu Islam
Berikut tokoh dan pemikirannya yang ikut andil dalam memperbaharui kebangkitan Islam:
1. Pembaharuan dalam Bidang Akidah

a. Muhammad ibn Abdul Wahhab

Pemikiran Muhammad ibn Wahhab mempengaruhi dunia Islam di masa modern sejak abad
kesembilan belas. Walaupun ia sendiri hidup di abad sebelumnya, tetapi pemikirannya
mengilhami gerakan-gerakan pembaharuan Islam pada abad setelahnya. Bahkan sisa-sisanya
masih terasa hingga kini.
Muhammad ibn Abdul Wahab lahir di Uyainah, Nejd Arabia Tengah pada tahun 1115 –
1703 M. Ayahnya Abdul Wahhab adalah seorang hakim di kota kelahirannya. Di masa
pemerintahan Abdullah ibn Muhammad ibn Muammar dan mengajar fiqh dan hadis di masjid
kota tersebut. Kakeknya Sulaiman, adalah seorang mufti di Nejd. Ia mulai belajar agama dari
Ayahnya sendiri dengan membaca dan menghafal al-Qur’an. Di samping belajar kitab-kitab
agama aliran Hanbali, ia berkelana mencari ilmu ke Mekkah, Madinah dan Basra.
Sebutan Wahhabiyah adalah nama yang diberikan kepada kaum muwahhidun (kelompok
pemurnian tauhid) oleh lawan-lawannya, karena pemimpinnya bernama Muhammad ibn Abdul
Wahab.
Pemikiran keagamaan yang dibawakan olehnya dan menonjol difokuskan pada pemurnian
tauhid, yakni meng-Esa-kan Allah yang tiada sekutu bagi-Nya.Namun, dengan berjalannya
waktu, gerakan mereka berkembang menjadi gerakan politik. Meski demikian, ia tidak
meninggalkan misi asalnya yaitu pemurnian Islam.
Menurutnya, pembagian tauhid dikategorikan menjadi tauhid ilahiyyah, rubbubiyah, asma,
sifat dan tauhid af’al yang disebut juga tauhi ilm dan i’tiqad.
Baginya, syirik adalah orang yang menyekutukan Allah dan tidak akan diampuni oleh
Allah dosa yang disebabkan tersebut. Pembagian syirik menjadi dua, yaitu syirik akbar (syirik
yang nyata) dan syirik asghar (syirik yang tidak tampak) seperti berbuat berlebihan terhadap
mahluk yang tidak boleh seseorang beribadah kepadanya, bersumpah kepada selain Allah dan
riya’.
b. Muhammad Abduh

Muhammad Abduh lahir di Mesir pada tahun 1849 M, ayahnya bernama Abdul Hasan
Khoirullah yang berasal dari Turki, dan ibunya seorang Arab yang silsilahnya sampai kepada
suku Umar Bin Khatab. Abduh termasuk anak yang cerdas, meskipun ia bersal dari keluarga
petani miskin di Mesir. Sejak kecil ia tekun belajar dan melanjutkan studinya di al Azhar
(Murodi,1997:177-178). Sebagai rektor al-Azhar, ia memasukkan kurikulum filsafat dalam
pendidikan di al-Azhar, upaya ini dilakukan untuk mengubah cara berpikir orang-orang
al-Azhar. Akan tetapi usahanya ini mendapat tantangan keras dari para syekh al Azhar
lainnya yang masih berpikiran kolot. Oleh karena itu, usaha pembaharuan yang dilakukan lewat
pendidikan di al-Azhar tidak berhasil.Meskipun begitu, ide-ide pembaharuan yang dibawa
Abduh, memberikan dampak positif bagi perkembangan pemikiran dalam dunia Islam. Selain
sektor pendidikan, proyek pembaharuan Abduh menurut professor sejarah Islam di University of
Massachuussets adalah politik dan ranah social keluarga yaitu peran wanita ( Ilyas Hasan:50-68).
Disamping tiu, Murodi dalam tulisannnya menambahkan analisisnya bahwa ide-ide pemikiran
Abduh diantaranya adalah: pembukaan pintu ijtihad / penghargaan terhadap 'akal' (Rasionalitas),
kekuasaan Negara harus dibatasi oleh konstitusi dalam pengelolaan negara, memodernisasikan
sistem pendidikan Islam di al Azhar.
c. Muhammad Rasyid Ridho
Rasyid Ridho dilahirkan di al Qalamun, di pesisir laut Tengah, pada tanggal 23 September
1865 M. Pendidikan bermula di madrasah al Kitab al Qalamun, kemudian di madrasah ar
Rasyidiah di Tropoli.
Selanjutnya beliau melanjutkan pendidikan tingginya di al Azhar 1898 M dan berguru pada
Muhammad Abduh. Diantara pembaharuannya adalah: pembaharuan dalam bidang agama,
social, ekonomi, memberantas khurafat dan bid'ah. Serta paham-paham yang dibawa tarekat.
Adapun ide-ide pembaharuannya adalah: menumbuhkan sikap aktif dan dinamis di kalangan
umat, mengajak untuk meninggalkan sikap fatalisme (jabariyah), rasionalitas dalam penafsiran al
Qur'an dan Hadis, penguasaan sains dan tekhnologi, pemberantasan khurafat dan bid'ah, serta
pemerintahan yang bersistem khalifah.
2.    Pembaharuan dalam Bidang Politik

a. Jamaluddin al-Afghani

Jamaluddin lahir di Afganisan tahun 1839 dan meninggal di Istanbul tahun 1897. Ia
termasuk pembaharu yang berpengaruh di dunia Islam. Saat usia 25 tahun, ia menjadi pembantu
Pangeran Dost Muhammad Khan di Afganistan, dan pada tahun 1864 menjadi penasehat Sir Ali
Khan. Serta pernah diangkat sebagai Perdana Menteri oleh Muhammad A’zam Khan beberapa
tahun kemudian.
Ketika menjadi Perdana Menteri, Inggris sudah ikut campur dalam urusan nergeri
Afganistan, maka Jamaluddin termasuk salah satu orang yang menentangnya. Karena kalah
melawan Inggris, maka ia lebih baik meninggalkan negerinya dan pergi menuju ke India. Sejak
itulah, ia berpindah-pindah kewarganegaraan. Pernah ke Paris dan Turki. Perpindahan itu juga
dalam rangka membangkitkan umat Islam.
Dalam pola pikirnya, ia berpendapat bahwa kemunduran umat Islam, salah satu sebabnya
adalah meninggalkan ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya. Ajaran qada’ dan qadar telah berubah
menjadi ajaran fatalisme yang menyebabkan umat menjadi statis. Sebab-sebab lain adalah
perpecahan di kalangan umat Islam sendiri, yaitu lemahnya persaudaraan antar umat Islam dan
lain-lain. Untuk mengatasi semua itu, menurutnya umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam
yang benar, mensucikan hati, memuliakan ahlak, berkorban untuk kepentingan umat,
pemerintahan otokratis harus diubah menjadi demokratis. Dan persatuan umat harus diwujudkan
sehingga umat akan maju sesuai tuntutan zaman.
Selain itu, ia menegaskan bahwa solidaritas sesama muslim bukan karena ikatan etnik
maupun rasial, tetapi karena ikatan agama. Muslim entah dari bangsa mana datangnya, walau
pada mulanya kecil akan berkembang dan diterima oleh suku dan bangsa lain seagama selagi ia
masih menegakkan hukum agama. Ide yang terahir inilah merupakan ide orisianal darinya,
yangdikenal dengan Pan Islamisme, persaudaraan sesame umat Islam sedunia.

b. Muhammad Ali Pasya


Muhammad Ali Pasya adalah orang pertama yang membuka jalan pembaharuan di Mesir,
kemudian beberapa tahun diakui sebagai  the founder of modern egypte. Berasal dari Turki,
kelahiran Yunani pada tahun 1765 dan wafat pada tahun 1849. Sejak kecil beliau telah bekerja
keras untuk keperluan hidupnya, sehingga tidak mempunyai waktu untuk sekolah dengan
demikian beliau tidak pandai baca tulis. Setelah dewasa Ali Pasya bekerja sebagai pemungut
pajak dan karena rajin bekerja beliau disukai oleh gubernur yang akhirnya diangkat menjadi
menantu.
Pada waktu penyerangan Napoleon ke Mesir, Sultan Turki mengirim bantuan tentara ke
Mesir, di antara perwiranya adalah Muhammad Ali Pasya yang ikut melawan Napoleon pada
tahun 1801 (Yusron Asmuni,1995:69). Setelah itu diangkat menjadi colonel dan mulai saat itu Ali
Pasya menjadi penguasa tunggal di Mesir. Akan tetapi ia keasikan dengan kekuasaannya dan
bertindak diktator.
Akhirnya Muhammad Ali dan keturunannya menjadi raja di Mesir kurang lebih 1,5 abad
lamanya. Akhir kekuasaanya pada tahun 1953. Jika diteliti Muhammad Ali Pasya tidak pandai
baca tulis, tetapi beliau seorang yang cerdas dan merupakan sosok ambisius menjadi penguasa
umat Islam. Keambisiusannya itu tampak dalam pembaharuan yang dilakukan terhadap
kemajuan umat Islam, diantaranya: perkembangan politik dalam negeri maupun luar negeri,
seperti membangun kekuatan militer, meningkatkan bidang pemerintahan, ekonomi dan
pendidikan.

3.   Pembaharuan dalam Bidang Pendidikan

a. Al Tahtawi

Nama aslinya adalah Rifa'ah Badhawi Rafi' al Tahtawi, lahir pada tahun 1801 di Mesir
Selatan, wafat tahun 1873 di Kairo. Seorang pembaharu yang mempunyai pengaruh besar pada
abad ke-19 dan seorang yang sangat berpengaruh dalam usaha-uasaha gerakan pembaharuan
yang dilakukan oleh Muhammad Ali Pasya. Al Tahtawi belajar di al Azhar Mesir, dan setelah
kembali diangkat menjadi sebagai guru bahasa Perancis dan penerjemahan di sekolah
kedokteran.
Pada tahun 1836 didirikan sekolah penerjemah yang kemudian dikepalai oleh al Tahtawi.
Beliau bukan seorang penganut sekuler, usahanya adalah memperbaiki tradisi, khususnya dalam
bidang pendidikan, kewanitaan dan memperbaiki literature. Beliau menginginkan Mesir maju
seperti dunia Barat, namun tetap dijiwai oleh agama dalam segala aspek.
Salah satu jalan untuk kesejahteraan menurutnya adalah, berpegang pada agama dan
akhlak budi pekerti, untuk itu pendidikan merupakan sarana penting. Tujuan dari pendidikan
menurutnya adalah membentuk manusia berkepribadian patriotic dengan istilah hubbul wathon
yaitu mencintai tanah air. Perasaan patriotic itu akan menimbulkan rasa kebangsaan, persatuan,
tunduk dan mematuhi undang-undang, serta bersedia mengorbankan jiwa dan harta untuk
mempertahankan kemerdekaan.
Dalam hal agama dan peranan ulama, al Tahtawi menghendaki agar para ulama selalu mengikuti
perkembangan dunia modern dan mempelajari berbagai ilmu pengetahuan modern. Ini
mengandung arti bahwa pintu ijtihad tetap dibiarkan terbuka lebar. Ide-ide pembaharuan yang
dilontarkan al Tahtawi: ajaran Islam tidak hanya monoton mengurusi Tuhan akan tetapi
kehidupan social juga harus seimbang, kebiasaan dictator raja seharusnya diganti dengan
musyawarah, syari'at harus sesuai dengan perkembangan modern, para ulama harus belajar
filsafat dan ilmu pengetahuan agar syari'at sesuai dengan kehidupan modern, pendidikan harus
bersifat social (termasuk tidak ada pembedaan bagi perempuan). Umat Islam harus dinamis
(Salim Azzam, ,1990:45).

E.Faktor Kebangkitan Umat Islam


Pada abad ke-19 dan 20, era modern diwarnai dengan kemerdekaan negara-negara Islam.
Dalam tahun-tahun terakhir ini banyak Negara muslim yang telah merdeka khususnya di Asia
dan Afrika, bersamaan dengan itu muncul pula organisasi-organisasi dan partai-partai nasional
yang mendasarkan bentuk-bentuk pemerintahan pada prinsip-prinsip syari'at Islam.
1. Faktor yang Mempengaruhi
Kemerdekaan Negara Islam tentunya melalui proses yang cukup panjang dalam
memperoleh kemerdekaannya kembali, oleh karena itu adanya faktor-faktor yang mendorong
masyarakat di Negara muslim sangat memungkinkan, di antaranya adalah:
a. Benturan antara Islam dan kekuatan Eropa telah menyadarkan umat Islam bahwa mereka
memang jauh tertinggal dari Eropa. Turki Usmani adalah yang pertama merasakan itu
sehingga memaksa penguasa dan pejuang Turki untuk belajar di Eropa.
b. Dorongan gagasan dua factor yang saling mendukung dalam gerakan pembaharuan Is;am,
pertama, pemurnian ajaran Islam dari unsure-unsur asing yang dipandang sebagai
penyebab kemunduran Islam. Kedua, gagasan-gagasan pembaharuan dan ilmu
pengetahuan dari Barat, seperti gerakan Wahabiyah dan Sanusiyah di Saudi Arabia dan
Afrika Utara.
Bangkitnya gagasan Nasionalisme di dunia Islam yang diikuti dengan berdirinya partai-
partai politik merupakan modal umat Islam dalam perjuangannya untuk mewujudkan Negara
merdeka yang lepas dari pengaruh Barat (Riaz Hasan, 1985:185).

F.Usaha yang Dilakukan untuk Mencapai Kemerdekaan dari Bangsa Barat

Benturan-benturan antara Islam dan kekuatan Eropa telah menyadarkan umat Islam bahwa,
mereka memang jauh tertinggal dari Eropa. Hal ini dirasakan dan disadari pertama kali oleh
Turki, karena kerajaan inilah yang pertama dan utama dalam usaha menghadapi kekuatan Eropa.
Kesadaran itu memaksa penguasa dan pejuang-pejuang Turki untuk banyak belajar dari Eropa.
Usaha untuk memulihkan kembali kekuatan Islam pada umumnya didorong oleh dua
faktor, yakni pertama: permurnian ajaran Islam dari unsur-unsur asing yang dipandang sebagai
penyebab kemunduran Islam, seperti gerakan Wahabiyah yang dipelopori oleh Muhammad bin
Abd al-Wahhab di Saudi Arabia, Syah Waliyullah di India dan gerakan Sanusiyah di Afrika
Utara yang dipimpin oleh Said Muhammad Sanusi dari Aljazair. Kedua: Menimba gagasan-
gagasan pembaruan dan ilmu pengetahuan dari Barat. Hal ini tercermin dalam pengiriman para
pelajar muslim oleh penguasa Turki dan Mesir ke negara-negara Eropa untuk menimba ilmu
pengetahuan dan dilanjutkan dengan gerakan penerjemahan karya-karya Barat ke dalam bahasa
mereka. Pelajar-pelajar India juga banyak yang menuntut ilmu ke Inggris.
Gerakan pembaharuan itu, dengan segera juga memasuki dunia politik, karena Islam
memang tidak bisa dipisahkan dengan politik. Gagasan politik yang pertama kali muncul adalah
gagasan Pan-Islamisme (Persatuan umat Islam Sedunia) yang pada awalnya didengungkan oleh
gerakan Wahhabiyah dan Sanusiyah. Namun, gagasan ini baru disuarakan dengan lantang oleh
tokoh pemikir Islam terkenal, Jamaludin al-Afghani. Al-Afghani-lah orang pertama yang
menyadari sepenuhnya akan dominasi Barat dan bahayanya. Oleh karena itu, dia mengabdikan
dirinya untuk memperingatkan dunia Islam akan hal tersebut dan melakukan usaha-usaha untuk
pertahanan. Umat Islam menurutnya, harus meninggalkan perselisihan-perselisihan dan berjuang
di bawah panji bersama. Ia juga berusaha membangkitkan semangat lokal dan nasional negeri-
negeri Islam. Karena itu, al-Afghani dikenal sebagai Bapak Nasionalisme dalam Islam.
Semangat Pan-Islamisme yang bergelora itu mendorong Sultan Hamid II, untuk
mengundang al-Afghani ke Istanbul. Gagasan ini dengan cepat mendapat sambutan hangat dari
negeri-negeri Islam. Akan tetapi, semangat demokrasi al-Afghani tersebut menjadi duri bagi
kekuasaan sultan, sehingga al-Afghani tidak diizinkan berbuat banyak di Istanbul. Setelah itu,
gagasan Pan-Islamisme dengan cepat redup, terutama setelah Turki Usmani bersama sekutunya
Jerman, kalah dalam Perang Dunia I dan kekhalifahan dihapuskan oleh Mustafa Kemal, tokoh
yang justru mendukung nasionalisme, rasa kesetiaan kepada negara kebangsaan. Gagasan
nasionalisme yang berasal dari Barat tersebut masuk ke negeri-negeri Islam melalui persentuhan
umat Islam dengan Barat yang menjajah mereka dan dipercepat oleh banyaknya pelajar Islam
yang menuntut ilmu ke Eropa atau lembaga-lembaga pendidikan barat yang didirikan di negeri
mereka. Gagasan kebangsaan ini pada mulanya banyak mendapat tantangan dari pemuka-
pemuka Islam, karena dipandang tidak sejalan dengan semangat uóuwaú al-Islamiyaú. Akan
tetapi, gagasan ini berkembang dengan cepat setalah gagasan Pan-Islamisme redup.
Di Mesir, benih-benih nasionalisme tumbuh sejak masa al-Tahtawi dan Jamludin al-
Afghani. Tokoh pergerakan terkenal yang memperjuangkan gagasan ini adalah Ahmad Urabi
Pasha. Gagasan tersebut menyebar dan mendapat sambutan hangat, sehingga nasionalisme
tersebut terbentuk atas dasar kesamaan bahasa. Hal itu terjadi di Mesir, Syiria, libanon, Palestina,
Irak, Bahrain, dan Kuwait. Semangat persatuan Arab tersebut diperkuat pula oleh usaha barat
untuk mendirikan negara Yahudi di tengah-tengah bangsa Arab.
Di India, sebagaimana di Turki dan Mesir, gagasan Pan-Islamisme yang dikenal dengan
gerakan óilafaú juga mendapat pengikut. Syed Amir Ali adalah salah seorang pelopornya.
Namun, gerakan ini pudar setelah usaha menghidupkan kembali khilafah yang dihapuskan
Mustafa Kemal tidak memungkinkan lagi. Yang populer adalah gerakan nasionalisme, yang
diwakili oleh Partai Kongres Nasional India. Akan tetapi, gagasan nasionalisme itu segera pula
ditinggalkan sebagian besar tokoh-tokoh Islam, karena kaum muslim yang minoritas tertekan
oleh kelompok Hindu yang mayoritas. Persatuan antar kedua komunitas besar Hindu dan Islam
sulit diwujudkan. Oleh karena itu, umat Islam di anak benua India tidak lagi semangat menganut
nasionalisme, tetapi Islamisme, yang dalam masyarakat India dikenal dengan nama
komunalisme. Gagasan Komunalisme Islam disuarakan oleh Liga Muslimin yang merupakan
saingan bagi Partai Kongres Nasional. Benih-benih gagasan Islamisme tersebut sebenarnya
sudah ada sebelum Liga Muslimin berdiri, yang disuarakan oleh Sayyid Ahmad Khan, kemudian
mengkristal pada masa Sir Muhammad Iqbal dan Muhammad Ali Jinnah.
G.  Kemerdekaan Negara-Negara Islam dari Penjajahan Barat

Munculnya gagasan nasionalisme yang diikuti dengan berdirinya partai-partai politik


merupakan modal utama umat Islam dalam perjuangannya untuk mewujudkan negara merdeka.
Dalam kenyataannya, partai-partai itulah yang berjuang melepaskan diri dari kekuasaan penjajah.
Perjuangan tersebut terwujud dalam beberapa bentuk kegiatan antara lain:
1. Gerakan politik, baik dalam bentuk diplomasi maupun perjuangan bersenjata.
2. Pendidikan dan propaganda dalam rangka mempersiapkan masyarakat menyambut dan
mengisi kemerdekaan.
Negara berpenduduk mayoritas Muslim yang pertama kali memproklamasikan
kemerdekaannya adalah Indonesia, yaitu tanggal 17 Agustus 1945. Indonesia merdeka dari
pendudukan Jepang setelah Jepang dikalahkan oleh Sekutu. Disusul oleh Pakistan tanggal 15
Agustus 1947, ketika Inggris menyerahkan kedaulatannya di India kepada dua Dewan
Konstitusi, satu untuk India dan satunya untuk Pakistan. Tahun 1922, Timur Tengah (Mesir)
memperoleh kemerdekaan dari Inggris, namun pada tanggal 23 Juli 1952, Mesir menganggap
dirinya benar-benar merdeka. Pada tahun 1951 di Afrika, tepatnya Luybia merdeka, Sudan dan
Maroko tahun 1956, Aljazair tahun 1962. Semuanya membebaskan diri dari Prancis. Dalam
waktu yang hampir bersamaan, Yaman Utara, Yaman selatan dan Uni Emirat Arab memperoleh
kemerdekaannya pula. Di Asia tenggara, Malaysia, yang saat itu termasuk Singapura mendapat
kemerdekaan dari Inggris tahun 1957, dan Brunai Darussalam tahun 1984 M.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Wajah peradaban Islam era modern mempunyai beberapa kategori. Pertama kategori
sebagai masa kemerdekaan negara Islam. Pada abad ke-18 dan 19, era modern diwarnai dengan
kemerdekaan negara-negara Islam. Dalam tahun-tahun terakhir ini banyak negara muslim yang
telah merdeka.  Bersamaan dengan itu muncul pula organisasi-organisasi dan partai-partai
nasional yang mendasarkan bentuk-bentuk pemerintahan pada prinsip-prinsip syari'at Islam.
Kedua, masa pembaharuan Islam. Dalam kategori ini terdapat beberapa konstribusi yang
masih eksis bahkan dikembangkan. Berbagai bidang masih mewarnai pemikiran tokoh ini,
diantaranya; bidang Akidah diprakarasai oleh mantan Muhammad ibn Abdul Wahhab disusul
oleh mantan Rektor al-Azhar Mesir, Muhammad Abduh dan muridnya Muhammad Rasyid
Ridho. Keduanya melakukan pembaharuan untuk menumbuhkan sikap aktif dan dinamis di
kalangan umat, mengajak untuk meninggalkan sikap fatalisme (jabariyah), rasionalitas dalam
penafsiran al Qur'an dan Hadis, penguasaan sains dan tekhnologi, pemberantasan khurafat dan
bid'ah, serta pemerintahan yang bersistem khalifah.
Pembaharuan lainnya disusul dari berbagai macam bidang. Baik itu politik, pendidikan.
Pembaharuan tersebut dipelopori oleh beberapa tokoh.. Semisal bidang politik dipelopori oleh
Muhammad Ali Pasya. Dia diakui sebagai the founder of modern egypte. Pembaharuan yang
dilakukan diantaranya; perkembangan politik dalam negeri maupun luar negeri.
Bidang Pendidikan, pelopornya al Tahtawi. Menurutnya, pendidikan merupakan sarana penting
untuk meraih sejahtera. Selain itu, tujuan dari pendidikan adalah membentuk manusia
berkepribadian patriotic dengan istilah hubbul wathon yaitu mencintai tanah air. Dalam hal
agama dan peranan ulama, ia menghendaki agar para ulama selalu mengikuti perkembangan
dunia modern dan mempelajari berbagai ilmu pengetahuan modern. Ini mengandung arti bahwa
pintu ijtihad tetap dibiarkan terbuka lebar.
DAFTAR PUSTAKA

.
Asmuni, Yusron.1995. Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia
Islam.Jakarta: Raja Grafindo Persada
Azzam,Salim.1990.Beberapa Pandangan Tentang Pembentukan Negara Islam.Bandung: Mizan
Boehori.1982.Islam Mengisi Kehidupan.Surabaya:Al-ikhlas
Hasan,Riaz.1985.Islam dari Konservatisme sampai Fundamentalisme.Jakarta: Rajawali Press
Murodi.1997. Sejarah Kebudayaan Islam.Semarang: Toha Putra
Nasution, Harun.1982.Pembaharuan Dalam Islam.Jakarta: Bulan Bintang
Yusrianto, Edi. Lintasan Sejarah Pendidikan Islam.Pekanbaru : Intania Grafika
Zuhairini, dkk.1995. Sejarah Pendidikan Islam.Jakarta : Bumi Aksara

Anda mungkin juga menyukai