Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

“Pembaharuan Pendidikan Islam Di Mesir Dan Turki”


Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah
Sejarah Pendidikan Islam

D
I
S
U
S
U
N

OLEH KELOMPOK 7

NAMA : ADILA
RAHMAT
SANIA
YUSNI SAPITRI
SEMESTER : II
PRODI : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM/ ESKLUSIF
DOSEN : SURYA BAKTI, SS. MA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)


SYEKH H.ABDUL HALIM HASAN AL-ISHLAHIYAH
BINJAI
TAHUN AKADEMIK 2020-2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dengan hati yang tulus dan pikiran yang jernih ke hadirat Allah SWT.
Karena dengan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyusun makalah ini
sehinga dapat hadir di hadapan pembaca sekalian.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhamad SAW Beserta keluarga
dan para Sahabatnya sekalian, yang dengan penuh kesetiaan dan telah mengorbankan jiwa
raga maupun hartanya demi tegaknya syiar Islam yang pengaruh dan manfaatnya masih dapat
kita rasakan pada saat sekarang ini.
Makalah yang berada di hadapan kita pembaca ini membahas tentang
“Pembaharuan Pendidikan Islam Di Mesir Dan Turki”. Kami berharap makalah ini
dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan bagi kita semua.
Kepada para pembaca yang membahasa makalah ini kami sampaikan terima kasih.
Saran dan keritik dari para pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini
dan demi bertambahnya wawasan kami sebagai Mahasiswa.
Akhinya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua . Amin ya Rabbal
aalamiin.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………….I
DAFTAR ISI………………………………………………………………………….II

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH………………………………………………..1

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PEMBAHARUAN DALAM ISLAM............................................2
B. PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM DI MESIR.........................................3
C. PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM DI TURKI........................................18

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN………………………………………………………………..…..25
B. SARAN....................................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..26

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kedatangan Napoleon di Mesir pada 1798 merupakan momentum penting dari
perkembangan Islam. Kedatangan “penakluk dari Prancis” ini tidak hanya membuka mata
kaum muslim akan apa yang dicapai oleh peradaban Barat di bidang sains dan teknologi,
tetapi juga menandai awal kolonialisme Barat atas wilayah-wilayah Islam. Di antaranya
akibat kontak itu di lingkuangan elit muslim para penguasa dan kalangan cendikiawan
gerakan pembaharuan Islam kembali memperoleh gairah. Kaum muslim semakin intensif dan
bersemangat mengkaji kembali doktrin-doktrin dasar Islam khususnya dihadapkan pada
kemajuan Barat. Kritik-kritik terhadap kondisi umum masyarakat Islam bermunculan, seruan
berjihad semakin nyaring terdengar, pandangan lama yang menganggap pintu ijtihad telah
tertutup tidak hanya digugat, tetapi bahkan dianggap sebagai cermin dari keterbelakangan
intelektual. Tidak heran jika taqlid mendapat kritik pedas dari kalangan pembaharu.
Meskipun kehadiran Barat telah memicu timbulnya respon dikalangan terpelajar
muslim, kontak dengan Barat bukanlah satu-satunya aktor yang menyebabkan munculnya
gerakan pembaruan dalam Islam. Di samping dalam batang tubuh doktrin doktrin Islam
pembaharuan (tajdîd) merupakan sesuatu yang intern, kondisi objektif umat Islam sendiri
yang secara umum ditandai oleh semakin memudarnya semangat keilmuan, kebekuan
(jumûd) dibidang intelektual, dan berkembang pesatnya tradisi yang mendekati syirik,
merupakan faktor yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Faktor-faktor itu sekaligus juga
merupakan tantangan kaum muslim, tidak hanya dalam tataran intelektual tetapi juga pada
tataran empiris, seperti kekhalifahan yang berabad-abad bertahan dalam Islam mulai digugat.
Hal ini kemudian menyebabkan banyak pemikir Islam dan hingga kini
berusaha keras untuk membuktikan bahwa Islam pun sejalan dengan perkembangan zaman
itu. Mereka ingin menunjukkan bahwa Islam tidak ketinggalan zaman. Suara-suara yang
menggaungkan isu tajdid (pembaharuan) terhadap Islam menggema di berbagai wilayah
kaum muslimin. Sayangnya, niat baik dan upaya keras ini seringkali justru berdampak
negatif. Tanpa disadari, upaya tajdid yang mereka lakukan justru adalah “membaratkan
Islam” dan bukan “mengislamkan nilai-nilai barat”. Akibatnya, banyak nilai-nilai Islam yang
bersifat prinsipil dinafikan, dan dianggap “mengganggu” kemajuan peradaban modern harus
dibuang. Ide-ide seperti sekulerisme, liberalisme dan pluralisme yang marak belakangan ini
menurut hemat penulis tidak lebih merupakan bukti dampak turunan atas hal itu.

1
BAB II
BAHASAN
Pembaharuan Pendidikan Islam Di Mesir Dan Turki
A. PENGERTIAN PEMBAHARUAN DALAM ISLAM
Secara etimologi, kata ‘pembaruan’ dalam Bahasa Arab dikenal dengan
istilah tajdîd, memiliki makna antara lain; proses, cara, perbuatan membarui. Sedangkan
menurut Harun Nasution pembaharuan merupakan arti dari at-Tajdid dalam bahasa Arab
sebagai perkembangan modernisme yang terjadi di dunia Barat akibat perkembangan baru
yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Sehingga
pembaharuan dapat dilihat dari kata modernism. Modernisme dalam masyarakat Barat
mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat
istiadat, institusi lama dan sebagainya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang
ditimbulkan oleh kamajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.1
Pembaharuan ini mulai terjadi di dunia Islam pada abad 18 Masehi dan seterusnya
akibat jatuhnya Mesir ke tangan kekuasaan Napoleon dari Prancis yang mengakibatkan
keinsyafan dunia Islam akan kelemahannya dan menyadarkan umat Islam bahwa Barat telah
timbul peradaban baru yang lebih tinggi dan merupakan ancaman bagi Islam. Maka raja-raja
dan pemuka Islam mulai memikirkan bagaimana meningkatkan mutu dan kekuatan umat
Islam kembali dengan cara melakukan pembaharuan dalam Islam.
Faham modernisasi ini mempunyai pengaruh besar dalam masyarakat Barat dan
segera memasuki lapangan agama yang ada di Barat dipandang sebagai penghalang bagi
kemajuan. Modernisasi dalam hidup keagamaan di Barat mempunyai tujuan untuk
menyesuaikan ajaran-ajaran yang terdapat dalam agama Katolik dan Protestan dengan ilmu
pengetahuan dan filsafat modern. Aliran itu akhirnya membawa kepada sekularisme di barat.
Sebagaimana halnya di Barat, di dunia Islam juga timbul pikiran dan gerakan untuk
menyesuaikan paham-paham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan
oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Dengan jalan demikian pemimpin-
pemimpin Islam modern mengharap dapat melepaskan umat Islam dari suasana kemunduran
untuk selanjutnya dibawa kepada kemajuan.2
Pembaharuan dalam Islam mempunyai tujuan yang sama. Tetapi, perlu diingat bahwa
dalam Islam ada ajaran-ajaran yang bersifat mutlak yang tak dapat dirubah-rubah, yang dapat

1
Harun Nasution, , Pembaharuan Dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta, Bulan
Bintang, 1975.
2
Ibid

2
dirubah hanyalah ajaran-ajaran yang tidak bersifat mutlak yaitu penafsiran atau interpretasi
dari ajaran-ajaran yang bersifat mutlak itu. Dengan kata lain pembaharuan dapat dilakukan
mengenai interpretasi atau penafsiran dalam aspek-aspek teologi, hukum, politik dan
mengenai lembaga-lembaga yang ada. Pembaharuan dalam Islam adalah proses pemurnian
dimana konsep pertama atau konsep asalnya dipahami dan ditafsirkan sehingga menjadi lebih
jelas bagi masyarakat pada masanya dan lebih penting lagi penjelasan itu tidak bertentangan
dengan aslinya. Disini bukan perubahan yang terjadi, tetapi peragaman makna dan
penafsiran. Disamping itu, tajdid ini bisa berarti memperbaharui ingatan orang yang telah
melupakan ajaran agama Islam yang benar, dengan memberi penjelasan dan argumentasi-
argumentasi baru sehingga meyakinkan orang yang tadinya ragu dan meluruskan kekeliruan
atau kesalahpahaman mereka yang keliru dan salah paham.3

B. PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM DI MESIR


1. Masuknya Islam di Mesir
Latar belakang sejarah Mesir secara historis dapat kita lihat ketika Mesir berada pada
kekuasaan Romawi di Timur dengan Bizantium sebagai ibu kotanya merupakan awal
kebangkitan Mesir di abad permulaaan Islam yang berkembang menjadi kota dan negara
tujuan setiap orang. Mesir menjadi sangat menarik pada masa kekuasaan Romawi tersebut
karena ia mempunyai potensi yang secara tradisional telah berakar di Mesir. Kerajaan
Romawi Timur dengan ibu kota Bizantium merupakan rival berat pengembangan Islam yang
keberadaannya berlangsung sampai pada masa pemerintahan Kholifah Umar Bin Khatab.
Pada saat Umar menjadi Khalifah, Romawi Timur merupakan target pengembangan misi
keislaman dan akhirnya kekuatan militer Romawi tidak dapat menghambat laju kemenangan
Islam di Mesir, karena keberadaan Islam sebagai agama baru memberikan keluasaan dan
kebebasan untuk hidup, yang selama itu tidak diperoleh dari pemerintahan Romawi Timur,
termasuk didalamnya kondisi yang labil karena berkembangnya konflik keagamaan.
Mesir menjadi wilayah Islam pada zaman khalifah Umar bin Khattab pada 640 M,
Mesir ditaklukkan oleh pasukan Amr Ibn al-Ash yang kemudian ia dijadikan gubernur di
sana. Kemudian diganti oleh Abdullah Ibn Abi Syarh pada masa Usman dan berbuntut
konflik yang menjadi salah satu sebab terbunuhnya Usman ra. Mesir menjadi salah satu
pusat peradaban Islam dan pernah dikuasai dinasti-dinasti kecil pada zaman Bani Abbas,
seperti Fatimiah ( sampai tahun 567 H) yang mendirikan Al-Azhar, dinasti Ayubiyah (567-

3
M. Yusran Asmuni,. Pengantar Studi Pemikiran Islam dan Gerakan Pembaharuan dalam Islam. Cet.
II; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.

3
648 H) yang terkenal dengan perang salib dan perjanjian ramalah mengenai Palestina, dinasti
Mamluk (648-922 H) sampai ditaklukan oleh Napoleon dan Turki Usmani.
Segera setelah Mesir menjadi salah satu bagian Islam, Mesir tumbuh dengan
mengambil peranan yang sangat sentral sebagaimana peran-peran sejarah kemanusiaan yang
dilakoninya pada masa yang lalu, misalnya :4
1. Menjadi sentral pengembangan Islam di wilayah Afrika, bahkan menjadi batu
loncatan pengembangan Islam di Eropa lewat selat Gibraltar (Aljajair dan Tunisia).
2. Menjadi kekuatan Islam di Afrika, kakuatan militer dan ekonomi.
3. Pengembangan Islam di Mesir merupakan napak tilas terhadap sejarah Islam pada
masa Nabi Musa yang mempunyai peranan penting dalam sejarah kenabian.
4. Menjadi wilayah penentu dalam pergulatan perpolitikan umat Islam, termasuk di
dalamnya adalah peralihan kekuasaan dari Khulafaur Rasyidin kepada Daulat Bani
Umaiyah dengan tergusurnya Ali Bin Abi Thalib dalam peristiwa “Majlis Tahkim”.
Bagaiamanapun Mesir adalah sebuah tempat yang sarat dengan peran politik dan
kesejarahan. Bagaimana tidak, nampaknya Mesir dilahirkan untuk selalu dapat berperan dan
memberikan sumbangan terhadap perjalanan sejarah Islam itu sendiri. Dari segi ekonomi dan
politik, ia memberikan sumbangan yang cukup besar terutama sektor perdagangan dan
pelabuhan Iskandariyah yang memang sejak kerajaan Romawi Timur merupakan pelabuhan
yang ramai. Sedangkan dari segi pembangunan hukum Islam, Mesir merupakan daerah yang
ikut melahirkan bentuk dan aliran hukum Islam terutama dengan kehadiran Imam Syafi’i,
yang hukum-hukumnya sangat kita kenal.

2. Konstribusi
Setelah kehancurn kerajaan Islam di Bagdad, Mesir tampil dengan format perpolitikan
yang baru, yang berkembang bersama kerajaan Daulat Fatimiyah. Kerajaan Daulat Bani
Fathimiyah adalah salah satu dari tiga kerajaan besar Islam, yaitu Daulat Safawiyah di Parsi
dan Kerajaan Moghul di India, pasca kejayaan Islam pada masa Daulat Bani Abasiyah di
Bagdad dan Bani Umaiyah di Spanyol. Kehadiran Mesir bersama Daulat Bani Fathimiyah
yang didirikan oleh aliran/sekte Syi’ah (kerajaan Syi’ah) telah memberikan isyarat adanya
kekuatan Islam di saat Islam mengalami kemunduran. Statemen tersebut bukanlah sebuah
apologi, karena bukti-bukti eksistensi kerajaan tersebut sampai saat ini masih dapat kita

4
Ibid

4
jumpai, misalnya berdirinya Universitas Al-Azhar yang didirikan oleh Nizamul Mulk
sebagai pusat kajian keilmuan Islam.
Ketika melacak sejarah Mesir, akan lebih menarik dari munculnya (kekhalifahan)
dinasti Fatimiyah yang membangun Universitas Al-Azhar sebagai Perguruan Tinggi Islam
besar tertua yang dianggap mewakili peradaban dan basis ilmiah-intelektual pasca-klasik
sampai modern, yang kini dianggap masih ada dan tidak terhapus oleh keganasan perang,
berbeda dengan Universitas Nizamiyah di Bagdad yang hanya tinggal kenangan. Setelah
keruntuhan Bagdad, Al-Azhar dapat disimbolkan sebagai khasanah pewarisan bobot citra
keagamaan yang cukup berakar di dunia Islam. Tonggak inilah yang membawa Mesir
memiliki aset potensial dikemudian hari dalam gagasan-gagasan modernisme.
Situasi kekuasaan dan pemerintahan di Mesir pada waktu itu sudah tidak dapat lagi
dikatakan stabil. Kekacauan, kemerosotan sosial kemasyarakatan sebagai wilayah yang selalu
diperebutkan dan diincar oleh negara-negara Islam kuat sungguh-sungguh membuat rakyat
Mesir diliputi rasa ketakutan. Perhatian untuk membangun pun sangat lemah, sebab setiap
saat selalu dihantui oleh perang. Dengan keadaan sedemikian lemah posisi Mesir, datanglah
tentara Napoleon yang melebarkan sayap imperialnya ke wilayah-wilayah lain yang
mempunyai potensi kekayaan alam, peradaban dan warisan-warisan historis yang
memungkinkan untuk dijadikan batu pijakan bagi kejayaan mereka dalam membangun
impian menguasai dunia. Walaupun Napoleon menguasai Mesir hanya dalam waktu sekitar
tiga tahun, namun pengaruh yang ditinggalkannya sangat besar dalam kehidupan bangsa
Mesir. Napoleon Bonaparte menguasai Mesir sejak tahun 1798 M. Ini merupakan momentum
baru bagi sejarah umat Islam, khususnya di Mesir yang menyebabkan bangkitnya kesadaran
akan kelemahan dan keterbelakangan mereka. Kehadiran Napoleon Bonaparte di samping
membawa pasukan yang kuat, juga membawa para ilmuwan dengan seperangkat peralatan
ilmiah untuk mengadakan penelitian.5
Harun Nasution menggambarkan ketika Napoleon datang ke Mesir tidak hanya
membawa tentara, akan tetapi terdapat 500 orang sipil 500 orang wanita. Diantara jumlah
tersebut terdapat 167 orang ahli dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan dan membawa 2
unit percetakan dengan huruf Latin, Arab dan Yunani, tujuannya untuk kepentingan ilmiah
yang pada akhirnya dibentuk sebuah lembaga ilmiah dinamai Institut d’Egypte terdiri dari
ilmu pasti, ilmu alam, ekonomi politik, dan sastera seni. Lembaga ini boleh dikunjungi
terutama oleh para ulama dengan harapan akan menambah pengetahuan tentang Mesir dan

5
Harun Nasution, , Pembaharuan Dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta, Bulan
Bintang, 1975.

5
mulailah terjadi kontak langsung dengan peradaban Eropa yang baru lagi asing bagi mereka.
Alat percetakan yang dibawa Napoleon tersebut menjadi perusahaan percetakan Balaq,
perusahaan tersebut berkembang sampai sekarang. Sedangkan peralatan modern pada Institut
ini seperti mikroskop, teleskop, atau alat-alat percobaan lainnya serta kesungguhan kerja
orang Prancis merupakan hal yang asing dan menakjubkan bagi orang Mesir pada saat itu.
Abdurrahman al-Jabarti, ulama al-Azhar dan penulis sejarah, pada tahun 1799
berkunjung ke Institut d’Egypte; sebuah lembaga riset yang didirikan oleh Napoleon di
Mesir. Ketika kembali dari kunjungan itu, al-Jabarti berkata, “saya lihat di sana benda-benda
dan percobaan-percobaan ganjil yang menghasilkan hal-hal besar untuk dapat ditangkap oleh
akal seperti yang ada pada kita”, ungkapan al-Jabarti itu merefleksikan kemunduran Islam
berhadapan dengan Barat, dan menunjukkan aktivitas ilmiah mengalami kemunduran umat
Islam ketika itu.
Di samping kemajuan teknologi yang dibawa Napoleon, ia juga membawa ide-ide
baru yang dihasilkan Revolusi Prancis seperti:6
1) Sitem pemerintahan republik yang didalamnya kepala negara dipilih untuk waktu tertentu,
tunduk kepada undang-undang dasar dan bisa dijatuhkan oleh Parlemen. Sementara yang
belaku pada saat itu sistem pemerintahan raja absolut yang menjadi raja selama ia hidup
dan digantikan oleh anaknya, serta tidak tunduk kepada konstitusi atau parlemen, karena
keduanya tidak ada.
2) Ide persamaan ( egaliter) dalam arti sama kedudukan dan turut sertanya rakyat dalam soal
pemerintahan, cara mendirikan suatu badan kenegaraan yang terdiri dari ulama-ulama
Al-Azhar dan pemuka-pemuka dagang dari Kairo dan daerah-daerah lain.
3) Ide kebangsaan dengan menyebutkan orang Prancis merupakan suatu bangsa (nastion) dan
kaum Mamluk merupakan orang asing yang datang ke Mesir walaupun beragama Islam.
Pada saat itu yang ada hanya umat Islam dan tidak sadar akan perbedaan bangsa dan suku
bangsa.
Menurut Philip K. Hitti, Napoleon Bonaparte mendarat di Iskandariyah pada Juli
1798 dengan tujuan menghukum kaum Mamluk yang dituduh dalam pidato kedatangannya
dalam bahasa Arab sebagai muslim yang tidak baik, tidak seperti dirinya dan orang Prancis
untuk mengembalikan kekuasaan Porte. Tujuan utamanya melancarkan serangan hebat
kepada kerajaan Inggris dengan cara memutus jalur komunikasinya dengan wilayah Timur,
sehinga ia memiliki daya tawar untuk menguasai dunia. Akan tetapi penghancuran arnada

6
Abdul Hamid, Editor), Pemikiran Modern Dalam Islam, Bandung, Pustaka Setia, 2010

6
Prancis di Teuluk Aboukir ( 1 Agustus 1798 ), tertahannya ekspedisi di Akka ( 1799) serta
kekalahan pertempuran Iskandariyah ( 21 Maret 1801) mengagalkan ambisi Napoleon di
Timur.
Diantara keberhasilan yang telah dicapai oleh orang sipil Prancis di Mesir sebagai berikut:
a. Membuat saluran air di lembah Sungai Nil, sehingga hasil pertaniannya berlibat ganda.
b. Di bidang sejarah, ditemukan batu berukir yang terkenal dengan Rossetta Stone.
c. Di Bidang pemerintahan, merambahnya ide sistem pemerintahan yang kepala negaranya
dipilih dalam waktu tertentu dan tunduk pada perundang-undangan. Hal ini tentu saja
sulit diterima oleh para menguasa pada saat itu.
Hal inilah yang membuka mata para pemikir-pemikir Islam untuk melakukan
perubahan meninggalkan keterbelakangan menuju modernisasi di berbagai bidang khususnya
bidang pendidikan. Upaya pembaharuan dipelopori oleh Muhammad Ali Pasya, kemudian
diikuti oleh pemikir-pemikir lainnya. Sementara yang sedang terjadi dan berkembang di
Mesir pada saat itu antara lain dalam bidang pendidikan sangat doktrinal, metode penguasaan
ilmu menghafal di luar kepala tanpa ada pengkajian dan telaah pemahaman, membuat ajaran-
ajaran Islam seperti dituangkan sedemikian rupa ke kepala murid dan mahasiswa. Para murid
dan mahasiswa tinggal menerima apa adanya. Diskusi dan dialog menjadi barang langka
dalam pengkajian keislaman. Selain itu filsafat dan logika dianggap tabu sebagai mata kuliah
di perguruan tinggi dan madrasah. Sebagaimana dikatakan Muhammad Abduh, ia merasa
jenuh dengan cara menerima ilmu dengan metode menghafal luar kepala.7

3. Pembaharuan Pendidikan Islam di Mesir


Pembaharuan Islam di Mesir menurut John L. Esposito dilatarbelakangi oleh
ortodoksi sunni yang mengalami proses kristalisasi setelah bergulat dengan aliran muktazilah,
aliran syiah dan kelompok khawarij yang kemudian disusul dengan sufisme yang pada
tahapan selanjutnya mengalami degenerasi. Degenerasi dan dekadensi aqidah dan politik
nepotisme dan absolutis yang bertentangan semangat egaliterianisme yang diajarkan Islam
setelah merajalelanya bid’ah, kurafat, fabrikasi dan supertisi di kalangan umat Islam dan
membuat buta terhadap ajaran-ajaran Islam yang orisinal. Maka tampilah pada abad peralihan
13 ke-14 seorang tokoh Ibnu Taimiyah yang melakukan kritik tajam sebagai reformis (
Tajdid) dengan seruannya agar umat Islam kembali kepada Al-Quran, Sunnah serta
memahami kembali ijtihad. Lebih jauh Muhamamd Abduh menggambarkan bahwa metode

7
Ibid

7
pendidikan yang otoriter juga merupakan salah satu pendorong mandegnya kebebasan
intelektual, sehingga ia sendiri merasa tidak begitu tertarik mendalami agama pada masa
kecil lantaran kesalahan metode itu, yakni berupa cara menghafal pelajaran di luar kepala. 8
Al-Azhar yang selama ini berkembang menjadi simbol kajian keilmuan, juga
terjangkit penyakit kejumudan dengan hanya mengajarkan ilmu agama dan melarang segala
bentuk kajian keilmuan yang berangkat dari sisi rasionalitas, sistematik dan ilmiyah.
Keterbukaan dalam melakukan pemikiran keislaman dan pendidikan dengan orientasi pada
sikap rasionalitas merupakan barang baru, yang sama sekali tidak berkembang di kalangan
umat Islam Mesir, dan tawaran-tawaran semacam itu akan menimbulkan reaksi yang keras,
yang berkembang dari mereka yang tidak mau menggunakan rasionalitas dan pembahasan
sistematis terhadap ajaran Islam. Hal tersebut sangat wajar karena umat Islam telah jatuh
pada sikap kehangatan sufisme dan mistisisme. Kehadiran Napoleon ini sangat berarti bagi
timbulnya pola pendidikan dan pengajaran Barat, yang sedikit demi sedikit akan mengubah
persepsi dan pola pemikiran umat Islam, dan ini sudah barang tentu akan melahirkan
semangat pengkajian dan pembaharuan dalam Islam.
Maka pada tahap perkembangannya pola pembaharuan Islam Kontemporer di Mesir
lebih mengarah kepada hal-hal berikut: Pertama, pembaharuan sistem berfikir artinya tata
cara berfikir umat Islam yang harus meninggalkan pola pikir tradisional yang
dogmatik.Kedua, upaya membangun semangat kolegial umat, agar memperoleh kesempatan
melakukan aktualiasai ajaran terutama partisipasi aktif dalam percaturan politik, ekonomi dan
hukum di dunia, sebab selama ini, umat Islam secara aktif tidak mampu memberikan
partisipasinya dalam percaturan dunia.9
Adapun Tokoh-Tokoh Pembaharuan Pendidikan di Mesir dan pemikirannya
antara lain:10
a. Muhammad Ali Pasya
Muhammad Ali, adalah seorang keturunan Turki yang lahir di Kawalla, Yunani, pada
tahun 1765, dan meninggal di Mesir pada tahun 1849. Orang tuanya bekerja sebagai seorang
penjual rokok, dari kecil Muhammad Ali telah harus bekerja. Ia tidak memperoleh
kesempatan untuk masuk sekolah dengan demikian dia tidak pandai membaca maupun
menulis. Meskipun ia tak pandai membaca atau menulis, namun ia adalah seorang anak yang

8
Ahmad Zainal Abidin, Sejarah Islam dan Ummatnya, Bulan Bintang, Jakarta , 1979
9
Ibid
10
Harun Nasution, , Pembaharuan Dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta, Bulan
Bintang, 1975.

8
cerdas dan pemberani, hal itu terlihat dalam karirnya baik dalam bidang militer ataupun sipil
yang selalu sukses. Setelah dewasa, Muhammad Ali Pasya bekerja sebagai pemungut pajak
dan karena ia rajin bekerja jadilah ia disenangi Gubernur dan akhirnya menjadi menantu
Gubernur. Setelah kawin ia diterima menjadi anggota militer, karena keberanian dan
kecakapan menjalankan tugas, ia diangkat menjadi Perwira. Pada waktu penyerangan
Napoleon ke Mesir, Sultan Turki mengirim bantuan tentara ke Mesir, diantaranya adalah
Muhammad Ali Pasya, bahkan dia ikut bertempur melawan Napoleon pada tahun 1801.
Rakyat Mesir melihat kesuksesan Muhammad Ali dalam pembebasan mesir dari
tentara Napoleon, maka rakyat mesir mengangkat Muhammad Ali sebagai wali mesir dan
mengharapkan Sultan di Turki merestuinya. Pengakuan Sultan Turki atas usul rakyatnya
tersebut baru mendapat persetujuannya dua tahun kemudian, setelah Turki dapat mematahkan
intervensi Inggris di Mesir. Setelah ekspedisi Napoleon Bonaparte, muncul dua kekuatan
besar di Mesir yakni kubu Khursyid Pasya dan kubu Mamluk. Muhammad Ali mengadu
domba kedua kubu tersebut, dan akhirnya berhasil menguasai Mesir. Rakyat semakin simpati
dan mengangkatnya sebagai wali di Mesir. Posisi inilah kemudian memungkinkan beliau
melakukan perubahan yang berguna bagi masyarakat Mesir.
Setelah Muhammad Ali mendapat kepercayaan rakyat dan pemerintah pusat Turki, ia
menumpas musuh-musuhnya terutama golongan Mamluk yang masih berkuasa di daerah-
daerah, akhirnya Mamluk dapat ditumpas habis. Dengan demikian Muhammad Ali menjadi
penguasa tunggal di Mesir, akan tetapi lama kelamaan ia asyik dengan kekuasaannya,
akhirnya ia bertindak sebagai diktator. Pada waktu Muhammad Ali meminta kepada Sultan
agar Syiria diserahkan kepadanya, Sultan tidak mengabulkannya. Muhammad Ali Pasya
marah dan menyerang serta menguasai Syiria bahkan serangan sampai ke Turki. Muhammad
Ali dan keturunannya menjadi raja di Mesir lebih dari satu setengah abad lamanya memegang
kekuasaan di Mesir. Terakhir adalah Raja Farouk yang telah digulingkan oleh para
jenderalnya pada tahun 1953. Dengan demikian berakhirlah keturunan Muhammad Ali di
Mesir.
Harun Nasution menyimpulkan modernisasi di Mesir pada masa Muhammad Ali
Pasya sebenarnya pengetahuan tentang soal-soal pemerintahan, militer dan perekonomian
untuk memperkuat kedudukannya, ia tidak ingin orang-orang yang dikirimnya tidak boleh
lebih dalam menyelami ilmunya, sehingga mahasiswa berada dalam pengawasan yang ketat.
Selain mendirikan sekolah beliau juga mengirim pelajar-pelajar ke Eropa terutama ke
Paris + 300 orang. Setelah itu mereka kembali ke Mesir diberi tugas menerjemahkan buku-
buku Eropa ke dalam bahasa Arab, dan mengajar di sekolah-sekolah yang ada di Mesir.[29]

9
Philip K. Hitty mengemukakan bahwa Muhammad Ali Pasya tidak hanya menerapkan corak
dan model pendidikan Barat, tapi juga mempercayakan pendidikan kepada orang Barat,
bahkan gurunya kebanyakan didatangkan dari Eropa.
Keberhasilan di bidang militer telah merubah Mesir menjadi negara modern yang
kekuatannya mampu menandingi kekuatan militer Kerajaan Usmani, serta bermunculanlah
para tokoh intelektual di Mesir yang kelak melanjutkan gagasan-gagasan beliau khususnya
dalam bidang pendidikan.
Hal-hal ini memberi gambaran tentang apa yang dikehendaki Muhammad Ali
sebenarnya, pengetahuan tentang soal-soal pemerintahan, militer dan perekonomian, yaitu
hal-hal yang akan memperkuat kedudukannya. Ia tak ingin orang-orang yang dikirimnya ke
Eropa, menyelami lebih dari apa yang perlu baginya, dan oleh karena itu mahasiswa-
mahasiswa itu berada dibawah pengawasan yang ketat. Mereka tak diberi kemerdekaan
bergerak di Eropa. Tetapi, dengan mengetahui bahasa-bahasa Eropa, terutama Prancis dan
dengan membaca buku-buku Barat seperti karangan-karangan Voltaire, Rousseau,
Montesquieu dan lain-lain, timbullah ide-ide baru mengenai demokrasi, parlemen, pemilihan
wakil rakyat, paham pemerintahan republik, konstitusi, kemerdekaan berfikir dan sebagainya.

b. Al-Tahtawi
Thahthawi dilahirkan di Thahta, sebuah kota kecil di Mesir, tiga tahun setelah
Napoleon menginjakkan kakinya di Mesir. Ia melewati masa kecilnya di kota itu,
mempelajari ilmu-ilmu agama dan mendengarkan cerita-cerita kejayaan Islam masa silam. Ia
selalu tertarik mendengar kisah-kisah semacam itu, satu hal yang kemudian sangat
mempengaruhi perjalanan intelektualnya.
Dia adalah seorang pembawa pemikiran pembaharuan yang besar pengaruhnya di
pertengahan pertama dari abad ke-19 di Mesir. Dalam gerakan pembaharuan Muhammad Ali
Pasya, al-Tahtawi turut memainkan peranan. Ketika Muhammad Ali mengambil alih seluruh
kekayaan di Mesir harta orang tua al-Tahtawi termasuk dalam kekayaan yang dikuasai itu. Ia
terpaksa belajar di masa kecilnya dengan bantuan dari keluarga ibunya. Ketika berumur 16
tahun, ia pergi ke Kairo untuk belajar di Al-Azhar. Setelah lima tahun menuntut ilmu ia
selesai dari studinya di Al-Azhar pada tahun 1822.
Bagi al-Tahtawi, pendidikan itu sebaiknya dibagi dalam tiga tahapan. Tahap I adalah
pendidikan dasar, diberikan secara umum kepada anak-anak dengan materi pelajaran dasar
tulis baca, berhitung, al-Qur’an, agama, dan matematika. Tahap II, pendidikan menengah,
materinya berkisar pada ilmu sastra, ilmu alam, biologi, bahasa asing, dan ilmu-ilmu

10
keterampilan. Tahap III, adalah pendidikan tinggi yang tugas utamanya adalah menyiapkan
tenaga ahli dalam berbagai disiplin ilmu.
Dalam proses belajar mengajar, al-Tahtawi menganjurkan terjalinnya cinta dan kasih
sayang antara guru dan murid, laksana ayah dan anaknya. Pendidik hendaknya memiliki
kesabaran dan kasih sayang dalam proses belajar mengajar. Ia tidak menyetujui penggunaan
kekerasan, pemukulan, dan semacamnya, sebab merusak perkembangan anak didik.
Diantara hasil-hasil karyanya yang terpenting adalah:
a) Takhlisul Abriiz Ila Takhrisu Bariiz.
b) Manahijul Bab Al-Mishriyah fi Manahijil Adab al-Ashriyah.
c) Al-Mursyid al-amin lil banaat wal banien.
d) Al-Qaulus sadid fi ijtihad wat taliid.
e) Anwar taufiq al-jalil fi akhbari mishra wa tautsiq bani Isra’il.

c. Jamaluddin al-Afgani
Jamaluddin Al Afghani lahir di Asadabad Afganistan pada tahun 1838 sebagai
seorang anak dengan kualitas Intelektual yang sangat luar biasa. Ia meninggal dunia pada
tahun 1897 M. Dalam silsilah keturunannya al-Afghani adalah keturunan Nabi melalui
Sayyidina Ali ra. Jamaludin Al-Afgani adalah seorang pemimpin pembaharuan dalam Islam
yang tempat tinggal dan aktivitasnya berpindah dari satu negara ke negara Islam lainnya.
Pengaruh terbesar ditinggalkan di Mesir. Ketika zaman Al Tahtawi buku-buku
diterjemahkan sudah menyebar dan di dalamnya terdapat salah satunya ide trias politika
dan patriotisme, maka pada tahun 1879 Al-Afgani membentuk partai al-Hizb al-Wathan (
Partai Nasionalis) dengan slogan Mesir untuki orang Mesir mulai kedengaran dengan
memperjuangkan universal, kemerdekaan pers dan pemasukan unsur-unsur Mesir ke dalam
bidang militer.
Selama di Mesir al-Afghani mengajukan konsep-konsep pembaharuannya, antara lain:
a) Musuh utama adalah penjajahan (Barat), hal ini tidak lain dari lanjutan perang Salib.
b) Ummat Islam harus menantang penjajahan dimana dan kapan saja.
c) Untuk mencapai tujuan itu ummat Islam harus bersatu (Pan Islamisme).
Pan Islamisme bukan berarti leburnya kerajaan-kerajaan Islam menjadi satu, tetapi
mereka harus mempunyai satu pandangan bersatu dalam kerja sama. Persatuan dan kerja
sama merupakan sendi yang amat penting dalam Islam. Untuk mencapai usaha-usaha
pembaharuan tersebut di atas menurut al-Afgani:
a) Rakyat harus dibersihkan dari kepercayaan ketakhayulan.

11
b) Orang harus yakin bahwa ia dapat mencapai tingkat atau derajat budi luhur.
c) Rukun Iman harus betul-betul menjadi pandangan hidup, dan kehidupan manusia bukan
sekedar ikutan belaka.
d) Setiap generasi ummat harus ada lapisan istimewa untuk memberikan pengajaran dan
pendidikan pada manusia-manusia bodoh dan juga memerangi hawa nafsu jahat dan
menegakkan disiplin.
Melihat hal tersebut, maka orientasi pembaharuan Islam Mesir terutama yang
dilakukan oleh Jamaluddin al-Afghanilebih mengarah kepada pembaharuan cara berpolitik di
kalangan umat Islam. Oleh sebab itu gerakan pembaharuan Mesir Jamaluddin Al-
Afghaniadalah gerakan Politik. Untuk mengetahui lebih jelas pemikiran pembaharaun
Jamaluddin Al Afghani, berikut ini adalah pokok-pokok pikirannya :11
1) Islam mengalami kemunduran dan kejumudan berfikir bukan disebabkan oleh karena
Islam tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman, situasi dan keadaan masa kini,
melainkan karena umat Islam tidak mampu menginterpretasikannya dengan kemampuan
ijtihad dan kebanyakan umat Islam telah meninggalkan ajarannya dengan mengikuti
ajaran baru yang dimanipulisir untuk kepentingan asing.
2) Bahwa kemunduran Islam dilapangan politik disebabkan oleh : Desintegrasi politik atau
perpecahan dikalangan umat Islam, corak pemerintahan yang bersifat absolut (otoriter),
pemimpin negara yang tidak disukai oleh rakyat (tidak kredible), mengabaikan masalah
pertahanan atau militerisasi, administrasi dipegang oleh mereka yang tidak
berkompenten, adanya intervensi oleh negara asing. Untuk itu diperlukan pola
pemerintahan yang dapat menarik partisipasi masyarakat secara aktif dalam bentuk
demokratisasi dan terbentuknya majlis syuro yang menjamin adanya partisipasi
masyarakat secara komunal dan individual.
3) Bahwa untuk pembaharuan dan pengembangan semangat keIslaman perlu digalakan
solidaritas Islam dalam bentuk program aksi “Pan Islamisme” . Gerakan Pan Islamisme
tersebut berusaha melakukan pembaharuan di bidang perpolitikan Islam dengan tujuan
menyadarkan umat Islam dari bahaya dominasi bangsa asing. Oleh sebab itu perlu
diadakan kegiatan-kegiatan : agitasi dan propaganda untuk menggerakkan kaum
muslimin agar melakukan pergerakan pemikiran dan pergolakan kebangsaan, melakukan
gerakan anti Eropa mulai tahun 1882 sebagai reaksi masuknya Inggris pada tahun 1880.

11
Ibid

12
Melakukan agitasi dan klarifikasi guna merubah sikap dan pandangan bangsa Eropa ,
ia mengatakan bahwa : nasionalisme dan patriotisme bukanlah sebuah gerakan fanatisme dan
ekstrimisme, penghargaan dan kemulyaan diri yang sedang diperjuangkan bukanlah sebuah
chauvinisme seperti yang dituduhkan oleh bangsa asing.
Untuk mensosialisasikan dan mengembangkan gagasan pembaharuan politik, maka
didirikan media “Al Urwat Al Wutsqo” yang didirikan di Prancis pada tahun 1884 bersama
muridnya yaitu Muhammad Abduh, yang hanya berumur 8 bulan, tetapi mempunyai dampak
yang luar biasa, yaitu : berkembangnya semangat menentang bangsa Barat, adanya usaha
untuk menghidupkan kembali kebudayaan Islam, adanya semangat untuk mempersatukan
umat Islam di dunia (Pan Islamisme).
Dalam bidang politik, Jamaluddin Al-Afghani mengatakan bahwa pemerintahan yang
baik adalah pemerintahan yang didukung oleh rakyat, karena pemerintahan yang didukung
oleh konstitusi akan dapat berdiri, berjalan stabil dan dapat bertahan dari intrik-intrik bangsa
asing. Sedangkan dalam bidang pendidikan, ilmu pengetahuan yang dapat menundukkan
suatu bangsa, dan ilmu pula sebenarnya yang berkuasa di dunia ini yang kadangkala berpusat
di Timur ataupun di Barat. Ilmu juga yang mengembangkan pertanian, industri, dan
perdagangan, yang menyebabkan penumpukan kekayaan dan harta. Tetapi filsafat
menurutnya merupakan ilmu yang paling teratas kedudukannya di antara ilmu-ilmu yang lain.
Ketika ia kembali lagi ke India tepatnya di Hyderabad Deccau, pada tahun 1879 dan
menerbitkan sebuah buku yang sempat menggegerkan dunia barat yaitu “Pembuktian
kesalahan kaum Matrialis”. Pokok-pokok pikir yang dikembangkan oleh Jamaluddin Al
Afghani yang pernah dikembangan pada awal abad ke 19. Prinsip pemikiran tersebut oleh
Jamaluddin dikembangkan dengan radikal dan revolusioner. Barangkali hal tersebut
disebabkan bahwa gerakan pembaharuan Islam ala Jamaluddin adalah gerakan politik yang
tentu menempatkan jargon anti dominasi Barat sebagai agenda aksinya.12
Pembaharuan Pendidikan yang dilakukan Al-Afghani adalah didasari pada
pendapatnya bahwa Islam adalah relevan pada setiap zaman, kondisi, dan bangsa. Untuk itu
kemunduran umat Islam adalah karena tidak diterapkannya Islam dalam segala segi
kehidupan dan meninggalkan ajaran Islam murni. Jalan untuk memperbaiki kemunduran
Islam hanyalah dengan membuang segala bentuk pengertian yang bukan berasal dari Islam,
dan kembali pada jaran Islam murni. Selain itu beliau juga dikenal sebagai pejuang prinsip
egaliter yang universal. Salah satu gagasannya adalah persamaan manusia antara laki-laki dan

12
. Yusran Asmuni,. Pengantar Studi Pemikiran Islam dan Gerakan Pembaharuan dalam Islam. Cet. II;
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.

13
perempuan. Menurutnya keduanya mempunyai akal untuk berpikir, maka tidak ada tantangan
bagi wanita bekerja di luar jika situasi menginginkan. Ini membuktikan bahwa pendidikan
bagi beliau mendapat prioritas utama agar umat Islam bisa bangkit dari keterpurukan menuju
kemajuan. Dalam hal menuntut ilmu tidak dibatasi kepada laki-laki saja melainkan
perempuan pun harus ikut andil dalam bidang pendidikan tersebut. Kemudian, pada tahun
1892 ia pergi ke Istanbul atas undangan Sultan Abdul Hamid, namun kemudian ia terjebak
dan tidak bisa keluar dari Istanbul karena dijadikan tahanan hingga ia wafat pada 9 Maret
tahun 1897 terkena serangan kangker rahang. 13

d. Muhammad Abduh
Muhammad Abduh lahir di desa Mahillah di Mesir Hilir, ibu bapaknya adalah orang
biasa yang tidak mementingkan tanggal dan tempat lahir anak-anaknya. Ia lahir pada tahun
1849, tetapi ada yang mengatakan bahwa ia lahir sebelum tahun itu, tetapi sekitar tahun 1845
dan beliau wafat pada tahun 1905. Ayahnya bernama Abduh ibn Hasan Khairillah, silsilah
keturunan dengan bangsa Turki, dan ibunya mempunyai keturunan dengan Umar bin Khatab,
khalifah kedua (khulafaurrasyidin).
Orang tuanya sangat memperhatikan pendidikannya. Pada tahun1862 ia dikirim oleh
ayahnya ke perguruan agama di mesjid Ahmadi yang terletak di desa Tanta . Hanya dalam
waktu enam bulan ia berhenti karena tidak mengerti apa yang diajarkan gurunya. Pada umur
10 tahun (th. 1859) ia telah mampu menghafal Al Qur’an. Muhammad Abduh ketika terjadi
kemerosotan kondisi Islam pada saat itu sangat mengganggu hati dan pikirannya, dia
mengikuti pemikiran Ibnu Taimiyah yang mencela tahayul dan bid’ah yang telah mencemari
keimanan. Maka timbul gagasan pembaharuan intelektual dan politik, agama serta unifikasi
politik di bawah satu pemimpin utama. Ia menebarkan pemikiran bahwa pada dasarnya tidak
ada pertentangan antara Islam dengan ilmu pengetahuan. Dia menafsirkan beberapa ayat al-
Qur`an secara rasional dan mengakui kekurangan skolatisisme Islam.14
Muhammad Abduh adalah tokoh pembaharuan yang banyak perhatiannya dalam
bidang pendidikan dengan cara berusaha keras melakukan penyadaran intelektual karena
menurutnya pendidikan merupakan lembaga strategis untuk mengadakan perubaha-
perubahan sosial secara sistematik. Politik hanyalah jalan untuk mendayagunakan ide-ide
pembaharuannya yang pada saat itu masih bersifat otokratis dan harus berhadapan dengan
kekuatan kolonialisme asing.

13
Ibid
14
Ahmad Zainal Abidin, Sejarah Islam dan Ummatnya, Bulan Bintang, Jakarta , 1979

14
Diantara gagasan dalam bidang pendidikan, Muhammad Abduh sangat menentang
sistem pendidikan dualisme, sekolah-sekolah umum harus diajarkan agama, dan sekolah-
sekolah agama harus diajarkan ilmu pengetahuan modern. Muhammad Abduh dalam bidang
politik tentang bentuk pemerintahan tidak menetapkan suatu bentuk pemerintahan yang
terpenting mengikuti perkembangan masyarakat dalam kehidupan materi dan kebebasan
berfikir. Hal ini nampaknya memiliki kesamaan pendapat dengan tokoh Islam sebelumnya
Ibnu Taimiyah yang berpendapat bahwa sistem pemerintahan disesuaikan dengan kehendak
umat melalui ijtihad. Kekuasaan negara harus harus dibatasi oleh konstitusi, pemerintah
wajib berlaku adil terhadap rakyat. Pemerintah yang adil wajib rakyat mematuhi dan setia
kepadanya.
Lebih jauh Muhammad Abduh menyalahkan para faqih dan penguasa pada saat itu
yang menyebabkan kebodohan, faqih tidak memahami politik dan bergantung kepada
penguasa, sedangkan penguasa tidak mempertanggung jawabkan kebijaksanaan dan tidak
tahu cara memerintah dan berlaku adil bahkan memanfaatkan fiqih untuk kepentingan
penguasa. Sedangkan dalam hal gender, menurut Abduh pria dan wanita memiliki hak dan
kewajiban yang sama, memiliki nalar dan perasaan yang sama dan jika wanita memiliki
kualitas menjadi dan kualitas membuat keputusan, maka keunggulan pria tak berlaku lagi.
Jamaludin al-Afgani dan Muhammad Abduh tidak menamakan dirinya sebagai
mujadid, begitu juga murid-muridnya lebih banyak menggunakan islah atau perbaiakan,
karena memang keduanya membawa perbaikan, pembaharuan dalam Islam dan
membersihkan bid’ah-bid’ah penyelewengan dalam Islam agar agama Islam kembali kepada
keaslian dan kemurniannya. Jamaludin Al-Afgani bercita-cita hendak melaksanakan tauhid
tertinggi dalam Islam dengan mempersatukan semua negara Timur dalam satu ikatan Islam
dan membebaskan dirinya dari penjajahan Barat. Sedangkan Muhammad Abduh ingin
melaksanakan ajaran dalam memperbaiki pendidikan Islam yang dimulai dengan memasukan
pengetahuan umum ke dalam Al-Azhar dan meratakan ajaran salaf yang tidak mengenal
perselisihan mazhab, tetapi hanya mengenal al-Qur`an dan sunnah sebagai sumber hukum
Islam yang terpokok.15
Dalam taktik dan cara bekerja antara Jamaludin al-Afgani dan Muhammad Abduh
berbeda karena memiliki pembawaan dan berlainan asal kedatangannya. Jamaludin berasal
dari bangsawan, lahir dalam keluarga yang keras dan revolusioner, pernah hidup mewah,
tidak merasa kecil menghadapi bangsa asing, sedangkan Muhammad Abduh terlahir dari

15
Ibid

15
keluarga tani di Mesir dalam sebuah desa kecil, tidak ada yang memperhatikan, menghadapi
kesukaran hidup baik lahir maupun bathin. Dengan latar belakang itulah Muhammad Abduh
tumbuh dan pikirannya hidup bekerja untuk mencari jalan keluar tidak hanya untuk dirinya
akan tetapi untuk masyarakat Mesir dan umat Islam pada umumnya.
Diantara hasil karya Muhammad Abduh adalah :
1) Risâla at-Tauhid berisi tentang akidah, keagamaan dan isi pidato-pidato ketika di Beirut.
2) Syarah Kitab al- Bashâir an-Nashriyah
3) Tashnîf al-Qâdhi Zainudin ( tentang logika)
4) Al- Islâm wan Nashrâniyah ma’al ilmi wa al-madaniyah yang berisi tentang pembelaan
terhadap Islam dari serangan agama Kristen.
5) Tafsir al-Qur`an al-Hakîm dengan memasukan kajian filsafat al-Qur`an.
6) Majalah al-Manar
Rencana pembaharuan Muhammad Abduh antara lain:
1) Menyusun agama Islam kembali kepada bentuk yang asli.
2) Memperbaharui bahasa Arab.
3) Menuntut pengakuan hak-hak rakyat terhadap pemerintah.
Menurut pendapat Abduh agama dan pengetahuan tidak bertentangan antara satu
sama lainnya sehingga tidak mustahil akal dapat menerima kebenaran aturan agama, tanpa
mengurangi penghargaan terhadap kesucian wahyu Tuhan.
Atas pengaruh Jamaludin al-Afghanidan syeikh Muhammad Abduh sebagai dua
pemimpin modernisme yang utama dalam Islam telah mulai merubah pemikiran menerima
pemikiran-pemikiran dan membela aliran muktazilah pada abad XX , sedangkan
sebelumnya sejak muktazilah dijadikan aliran resmi di zaman khalifah Abbasyiah ( khalifah
al-Makmun ) dianggap bid’ah dan menyesatkan dan dicap golongan kafir , golongan fadihah
( memalukan ) yang dikarang oleh para pengikut Al-Asy’ariyah dan al Maturidiyah sebagai
lawan aliran muktazilah. Hal ini disebabkan karena salah satunya pernah memaksakan
kekerasan dalam penyiaran ajaran-ajarannya di permulaan abad 9 masehi. Dengan
memaksakan faham mihnah (ujian dalam menempati posisi penting di pemerintahan dan
pemuka-pemuka dalam masyarakat harus diuji bahwa orang yang memiliki faham al quran
qadim adalah syirik harus dihukum, seperti yang terjadi kepada tokoh hadis Ahmad bin
Hambal yang dihukum penjara.16

16
Abdul Hamid, Editor), Pemikiran Modern Dalam Islam, Bandung, Pustaka Setia, 2010

16
Menurut Harun Nasution, Muhammad Abduh dalam Kitab Risalah At-Tauhid
mengenai penggunaan akal dapat mengetahui Tuhan dan sifat-sifat
kesempurnaannya,kewajiban berterima kasih, kebaikan dan kejahatan, kewajiban berbuat
baik serta menjauhi perbuatan jahat dan akal dapat membuat hukum mengenai hal-hal
tertentu untuk diamalkan oleh manusia.
Muhammad Abduh menilai bahwa Islam adalah agama rasional, Islam sungguhpun
datang dengan hal-hal yang sulit untuk difahami, tidak mungkin membawa hal-hal yang
bertentangan dengan akal. Jika ada teks ayat yang pada zahirnya kelihatan bertentangan
dengan akal, maka akal wajib berkeyakinan bahwa bukanlah arti lahir dimaksud dan
selanjutnya akal boleh memilih antara memakai takwil atau menyerah diri kepada Tuhan.
Akal juga mulai dipakai kembali untuk memberi interpretasi baru kepada ayat-ayat yang
bersifat zanni sesuai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Kedudukan akal menurut Muhammad Abduh sama dengan kedudukan nabi bagi
suatu umat. Akal merupakan salah satu kriteria pembedaan antara sesama manusia.
Perbedaan antara manusia hanya ada pada akal dan pengetahuan dan tidak ada yang dapat
mendekatkan manusia kepada Tuhan kecuali kesucian akal dari rasa ragu-ragu. Sebagai
gagasan utama Muhammad Abduh, pembaharuan berangkat dari asumsi dasar semangat
rasional yang harus mewarnai sikap pikir masyarakat dalam memahami ajaran Islam. Jika
semangat ini telah dapat ditumbuhkan, kecenderungan taklid dan pintu ijtihad tertutup akan
mudah terkikis. Seiring dengan itu diharapkan masyarakat memiliki cara pandang terhadap
Islam bahwa ajarannya tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Usaha yang dilakukan oleh Abduh dalam mewujudkan gagasan pembaharuannya
adalah melalui Universitas al-Azhar. Menurutnya, seluruh kurikulum pendidikan disesuaikan
dengan kebutuhan saat itu. Ilmu-ilmu filsafat dan logika yang sebelumnya tidak diajarkan,
dihidupkan kembali. Demikian juga dengan ilmu-ilmu umum perlu diajarkan di al-Azhar.
Dengan memasukkan ilmu pengetahuan modern ke lembaga-lembaga pendidikan
agama dan sebaliknya, dimaksudkan untuk memperkecil jurang pemisah antara golongan
ulama dan ahli modern, dan diharapkan kedua golongan ini bersatu dalam menyelesaikan
persoalan-persoalan yang muncul di zaman modern. Di Mesir Muhammad Abduh diserahi
jabatan Mufti Mesir, disamping itu ia diangkat menjadi anggota Majelis Perwakilan
(Legilative Council), Muhammad Abduh pernah juga di serahi jabatan hakim Mahkamah,
dan di dalam tugas ini ia dikenal sebagai seorang Hakim yang adil. 17

17
Abdul Hamid, Editor), Pemikiran Modern Dalam Islam, Bandung, Pustaka Setia, 2010

17
Pada saat menjadi rektor Universitas Al-Azhar tahun 1901, ia melakukan reformulasi
system pendidikan di lembaga kajian kebanggaan Islam tersebut. Ia mengatakan bahwa
pendidikan harus memperhatikan relevansi dan signifikansinya terhadap kehidupan manusia.
Ada dua dasar pertimbangan diberlakukannya pokok kajian keilmuan, yaitu : relevensi ilmu
dengan alokasi waktu yang dibutuhkan dan relevansi ilmu dengan kebutuhan hidup manusia
(Human Needs). Dengan demikian suatu ilmu itu tidak perlu diajarkan dan sekaligus
dipelajari kalau secara prinsip tidak mempunyai relevansi dengan kebutuhan hidup manusia
dan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk mempelajari ilmu tersebut. Pembaharuan aspek
sistem pendidikan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap berkembangnya kualitas umat
Islam dan kalau itu terjadi akan mendorong lahirnya gerakan baru yaitu gerakan kesadaran
kemanusiaan.
Di samping pemikiran-pemikiran tersebut, juga terdapat program pembaharuan lain
yang ternyata juga sangat penting, karena menyangkut jiwa dan api Islam dalam diri umat.
Pembaharuan bidang theologi adalah purifikasi ajaran Islam untuk memperoleh semangat
keislaman, yang dilakukan dengan jalan : memerangi sikap hidup yang fatalisme dan taklid,
melakukan liberalisme dalam pemikiran dan pemahaman keIslaman, terutama dalam
memahami hukum-hukum Islam tetapi masih dalam kerangka menjaga kesucian dan
kebenaran wahyu itu sendiri, melakukan upaya pembangunan kembali (Reformulasi) teks
hukum Islam klasik agar lebih sistematis dan rasional sehingga dapat memberi manfaat bagi
kehidupan.18

C. PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM DI TURKI


1. Sejarah Masuknya Islam
Pada awalnya wilayah Turki dikuasai oleh Kekaisaran Romawi Timur, sebuah
kerajaan pada masa awal abad Masehi. Kerajaan Bizantium ini dikuasai oleh kerajaan
Romawi selama kurang lebih 4 abad. Pada tahun 395 Kekaisaran Romawi terpecah dua,
Romawi Barat dan Romawi Timur. Kemudian di tangan kerajaan Romawi timur, Bizantium
itu kemudian diubah namanya menjadi Konstantinopel dan dijadikan ibu kota. Sebaliknya
Romawi Barat kala itu jatuh ke kekuasaan barbar (Goth) sekitar tahun 476 M. 19
Kemudian pada abad ke dua belas, wilayah Konstantinopel ini kemudian dikuasai
oleh Kesultanan Utsmaniyah. Yang pada saat penaklukannya itu dipimpin oleh Muhammad

18
Ibid
19
Harun Nasution, , Pembaharuan Dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta, Bulan
Bintang, 1975.

18
al-Fatih. dan menurut sejarah pada masa raja inilah masa keemasan Kerajaan Turki Ottoman
karena ditopang oleh rasa keagamaan Islam yang kental. Istanbul kemudian menjadi ibu kota
Turki Usmani. Pada tahun 1453 saat Kesultanan Utsmaniyah mulai berkuasa di
Turki, Islam makin dominan di Turki. Gereja-gereja di Turki yang merupakan peningalan
Bizantium termasuk Hagia Sophia banyak diubah menjadi masjid. Islam menjadi sangat
dominan hingga tahun 1920.
Turki adalah bekas jantung tempat salah satu kekhalifahan terbesar Islam, yakni Turki
Usmani. Oleh karena itu keterikatan bangsa Turki dengan Islam berlangsung sangat kuat
sebab mereka bangsa terkemuka di dunia Islam selama beratus-ratus tahun lamanya. Ini
merupakan suatu indikasi tentang betapa pentingnya Islam dalam kehidupan nasional rakyat
Turki. Secara politis setiap orang yang bertempat tingal di Turki, tetapi secara kebudayaan
orang Turki adalah hanya orang Islam. Langkah-langkah pembaharuan yang dilakukan
adalah, pertama mengirim para pelajar ke luar negeri, kedua pengiriman duta besar ke Eropa,
ketiga mendatangkan guru dari Eropa,mendirikan selokah teknik militer, Pembentukkan
badan penerjemah,menulis beberapa buku matematiaka, geografi, kedokteran, sejarah dan
agama, pendirian penerbitan dan percetakan.
Bangsa Turki adalah orang-orang dan bermartabat dengan suatu persepsi mengenai
mereka sendiri sebagai masyarakat terhormat dan unggul. Dengan demikian Turki sebuah
identitas kebangsaan yang membanggakan warganya. Contoh paling ekspresif mengenai hal
ini ditinjukkan oleh Ziya Gokalp ( 1876-1924) dalam salah satu pernyataannya “ I am Turk,
my religion and may race are noble” dan ungkapan yang lebih fanatik dan angkuh dikatakan
Mustafa Kemal menyatakan “ Saya adalah Turki, merongrong saya sama dengan
menghancurkan Turki”.
Pembaharuan yang terjadi di Turki terdapat tiga aliran: aliran Barat, aliran Islam dan
aliran nasonalis. Menurut tokoh yang beraliran Barat, Turki mundur karena bodoh yang
disebabkan syariah yang menguasai seluruh kehidupan bangsa Turki, solusinya Barat harus
dijadikan guru, tokohnya Tewfik Fikret. Kedua menurut Aliran Agama, Syariat Islam tidak
menjadi penghalang kemajuan. Turki mundur karena tidak menjalankan syariat Islam,
sehingga Syariat Islam harus dijalankan di Turki, tokohnya Mehmed Akif. Ketiga aliran
nasionalis berpendapat kemunduran Turki disebabkan karena Umat Islam yang enggan
mengakomodir perubahan-perubahan, tokhnya Zia Gokalp.20

20
Ibid

19
2. Konstribusi
Begitu juga dalam Pembaharuan Pendidikan Islam dengan memperhatikan berbagai
macam sebab kelemahan dan kemunduran umat Islam sebagaimana nampak pada masa
sebelumnya, dan dengan memperhatikan sebab-sebab kemajuan dan kekuatan yang dialami
oleh Bangsa Eropa, maka pada garis besarnya terjadi tiga pola pemikiran pembaharuan
pendidikan Islam. Ketiga pola tersebut adalah :21
a. Pola pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada pendidikan modern di
Barat. Mereka berpandangan, pada dasarnya kekuatan dan kesejahteraan yang dialami
Barat adalah hasil perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang
mereka capai. Golongan ini berpendapat bahwa apa yang dicapai oleh Barat sekarang
ini merupakan pengembangan dari ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang pernah
berkembang di dunia Islam. Maka untuk mengembalikan kekuatan dan kejayaan umat
Islam, sumber kekuatan itu harus dikuasai kembali. Cara pengembalian itu tidak lain
adalah melalui pendidikan, karena pola pendidikan Barat dipandang sukses dan
efektif, maka harus meniru pola Barat yang sukses itu. Pembaharuan pendidikan
dengan pola Barat, mulai timbul di Turki Utsmani akhir abad ke 11 H / 17 M setelah
mengalami kalah perang dengan berbagai negara Eropa Timur pada masa itu. Pada
dasarnya, mereka (golongan ini) berpandangan bahwa pola pendidikan Islam harus
meniru pola Barat dan yang dikembangkan oleh Barat, sehingga pendidikan Islam
bisa setara dengan pendidikan mereka. Mereka berpandangan bahwa usaha
pembaharuan pendidikan Islam adalah dengan jalan mendirikan lembaga pendidikan /
sekolah dengan pola pendidikan Barat, baik sistem maupun isi pendidikannya.
b. Golongan yang berorientasi pada sumber Islam yang murni.
Mereka berpendapat bahwa sesungguhnya Islam itu sendiri merupakan sumber dari
kemajuan dan perkembangan peradaban Ilmu Pengetahuan modern. Dalam hal ini
Islam telah membuktikannya. Sebab-sebab kelemahan umat Islam meurut mereka
adalah karena tidak lagi melaksanakan ajaran Agama Islam sebagaimana mestinya.
Ajaran Islam yang sudah tidak murni lagi digunakan untuk sumber kemajuan dan
kekuatan. Pola ini dilakukan oleh Muhammad bin Abdul Wahab, Jamaluddin Al-
Afghani, dan Muhammad Abduh.
c. Usaha yang berorientasi kepada Nasionalisme. Golongan ini melihat di Barat rasa
Nasionalisme ini timbul bersamaan dengan berkembangnya pola kehidupan modern

21
Ahmad Zainal Abidin, Sejarah Islam dan Ummatnya, Bulan Bintang, Jakarta , 1979

20
sehingga mengalami kemajuan yang menimbulkan kekuatan politik yang berdiri
sendiri. Keadaan ini pada umumnya mendorong Bangsa timur dan bangsa terjajah
lainnya untuk mengembangkan nasionalisme mereka masing-masing. Yang
mendorong berkembangnya nasionalisme adalah karena kenyataannya mereka terdiri
dari berbagai bangsa dengan latar belakang dan sejarah perkembangan kebudayaan
yang berbeda satu sama lain.
Golongan ini berusaha memperbaiki kehidupan umat Islam dengan memperhatikan
situasi dan kondisi objektif umat Islam yang bersangkutan. Dalam usaha mereka bukan
semata mengambil unsur-unsur budaya Barat yang sudah maju, tetapi juga mengambil unsur
dari budaya warisan bangsa yang bersangkutan. Ide kebangsaan inilah yang akhirnya
menimbulkan timbulnya usaha merebut kemerdekaan dan mendirikan pemerintahan sendiri
dikalangan pemeluk Islam. Sebagai akibat dari pembaharuan dan kebangkitan kembali
pendidikan ini terdapat kecendrungan dualisme sistem pendidikan kebanyakan negara
tersebut, yaitu sistem pendidikan modern dan sistem pendidikan tradisional.
Diantara beberapa tokoh pembaharuan di Turki adalah Sultan Salim III, Sultan
Mahmud II, Tanzimat, Kelompok Usmani Muda, Turki muda, dan Mustafa Kemal. Sebelum
Sultan Mahmud II gerakan pembaharuan sudah dimulai akan tetapi belum banyak perubahan
yang terjadi, seperti pada tahun 1644-1702 Husen Koprulu dan Damad Ibrahim (1719-1730
M) keduanya menjadi Wajir Agung mengadakan pembaharuan akan tetapi mendapat
tantangan dari Feyzullah sebagai syaikh al-Islam yang menyebabkan konflik internal dan
berhasil wajir tersebut.

3. Pembaharuan Pendidikan Islam di Turki


Adapun Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam Turki Dan Pemikirannya yaitu:22
a. Sultan Salim III
Pembaharuan yang dilakukan oleh Sultan Salim III ( 1789-1807) dengan melakukan
langkah-langkah pembaharuan sebagi berikut: restrukturisasi pemerintahan yang efektif dan
efisien, rekriutmen pegawai secara profesional, pendirian sekolah dan balai latihan,
menghilangkan hak istimewa militer jeniseri yang mewajibkan mereka harus melalui seleksi
profesionalisme. Pembaharuan yang dilakukan Sultan Salim III ini mendapat tantangan dari
militer Jeniseri yang mendapat sokongan fatwa bahwa gerakan pembaharuan Sultan Salim III
bertentangan dengan agama dan tradisi sehingga dapat dikalahkan.

22
Abdul Hamid, (Editor), Pemikiran Modern Dalam Islam, Bandung, Pustaka Setia, 2010

21
b. Sultan Mahmud II
Kegagalan Sultan Sanlim III tidak menyulutkan penggantinya Sultan Mahmud II
untuk mengadalan pembaharuan. Pada tahun 1826 Sultan Mahmud II membentuk korp
tentara baru di luar Jeniseri dan menggunakan instruktur dari Mesir tidak berasal dari Eropa
agar tidak direspon negatif oleh ulama dan segera membubarkan Jeniseri serta melarang
Tarekat Bektasy, mengadakan penghapusan wajir agung diganti dengan perdana menteri,
wajir agung pada saat itu dipegang oleh syaikh al-Islam, pembaharuan sistem hukum yang
memberlakukan hukum sekuler di samping hukum syari’ah, peradilan syariah diserahkan
kepada syaikh al-Islam sedangkan peradilan sekuler diserahkan kepada Majlich-I Ahkam-I
Adliye, dan pembaharuan di bidang pendidikan dengan membentuk sekolah umum ( Mekteb-
I Ma’arif) dan sekolah sastra ( mekteb-i ‘Ulum-u Edebiye).

c. Tanzimat
Sepeninggal Sultan Mahmud II, gerakan pembaharuan dilakukan oleh Abdul Majid
(1839-1861) dengan perdana menteri Rasyid Pasya. Periode ini disebut masa Tanzimat yang
mengandung arti peraturan dan perundang-undangan baru. Tokoh-tokoh Tanzimat antara
lain: Rasyid Pasya, Mehmed Sadik Rifat Pasya, dan Muhammad Ali Pasya dan Fuad
Pasya. Diantara beberapa peraturan perundang-undangan yang dihasilkan pada masa tanzimat
antara lain:
1) Piagam Hatt-I Sherif Gulhane tahun 1839 sebagai dasar pembaharuan di bidang
administrasi, perpajakan, hukum, pendidikan, kau minoritas dan militer yang
menyebabkan perang di Crimea akibat penolakan kaum ulama akibat dari reduksi
peran ulama.
2) Piagam Hatt-I Humayun ( 1856 M) yang mengakomodir hak-hak minoritas. Piagam
ini mendapat reaksi keras dari ulama dan kelompok penduduk yang berpendidikan
Barat yang tergabung dalam Usmani Muda.
Harun Nasution lebih rinci dalam menjelaskan kandungan dalam piagam Hatt-I
Sherif Gulhan sebagai berikut: kemakmuran suatu negara bergantung kepada kemakmuran
rakyat yang diperoleh dengan cara menghilangkan pemerintahan absolut selama ini,
menghilangan kesewenang-wenangan, peraturan mengenai kewajiban dan lamanya dinas
militer, hukuman mati dengan diracun tidak dibolehkan lagi,hak milik terhadap harta dijamin
dan tiap orang mempunyai kebebasan terhadap harta yang dimilikinya, semua pegawai
kerajaan menerima gaji sesuai dengan beban tugasnya untuk mengurangi korupsi, mengajak

22
rakyat memberikan pendapat tentang soal-soal negara dan administrasi, mendirikan Bank
Usmani dan mengganti peredaran uang dengan memakai sistem desimal, dan pendidikan
umum dilepaskan dari kekuasaan kaum ulama untuk diserahkan kepada kementerian
Pendidikan yang dibentuk pada tahun 1847.
Sedangkan piagam Hatt-I Humayun yang mengakomodir hak-hak minoritas seperti
penghapusan perbedaan agama, bahasa dan bangsa, rakyat non muslim diperbolehkan masuk
dinas militer, dan penghapusan perbedaan pajak yang bagi rakyat non muslim, penghapusan
hukum bunuh terhadap orang yang murtad dari Islam dan pemasukan anggota-anggota bukan
Islam ke dalam dewan hukum. Setelah piagam Hatt-I Humayun ini, maka diadakan
penyempurnaan hukum pidana, hukum dagang dan hukum maritim dengan menggunakan
hukum Prancis, didirikan Mahkamah Agung, serta dalam bidang pendidikan didirikan
Sekolah Galatasaray tahun 1868 yang siswanya Islam dan non dapat duduk berdampingan.
Padahal sebelumnya masing-masing golongan agama mempunyai sekolah tersendiri.
Kedua piagam yang dihasilkan kelompok Tanzimat ini mendapat kritikan keras
terutama dari kalangan Intelegensia Turki Usmani. Piagam ini mengandung sekularasisasi
dalam berbagai institusi kemasyarkatan seperti lembaga hukum baru yang dipengaruhi sistem
hukum Barat, menimbulkan pro-Barat yang mengakibatkan campur tangan negara-negara
Barat dalam soal inter kerajaan Usmani yang pada akhirnya jatuhnya perekonomian negara
ini, serta menyebabkan semakin absolutnya kekuasaan sultan dan menteri-menterinya karena
tidak adanya oposisi dari Yeniseri sebagai yang sudah dibubarkan pada masa Sultan Mahmud
II. Pasukan Yeniseri ini ditakuti bukan hanya karena memiliki senjata akan tetapi karena
memiliki dukungan kuat dan erat dari Tarekat Bektasyi yang mempunyai pengikut yang besar
di kalangan masyarakat.

d. Usmani Muda
Kematian Perdana Menteri Ali Pasya ( 1871 M) menandai berakhirnya Tanzimat,
gerakan pembaharuan diganti oleh kelompok Usmani Muda yang berhasil menurunkan secara
paksa Sultan Abdul Aziz pada tahun 1876 melalui fatwa Syaikh al-Islam dan diganti oleh
Murad V yang mendapat dukungan Usmani Muda. Akan tetapi karena Murad V dianggap
tidak berhasil memimpin Turki Usmani dan dianggap sakit mental oleh Syaikh al-Islam di
kemudian hari, maka diganti oleh S sultan Abdul Hamid ( 31 Agustus 1876) dan perdana
menterinya Mihdat Pasya salah seorang tokoh Usmani Muda.
Usmani Muda dalam pembaharuannya terbagi kepada 2 partai ditinjau dari segi
liberalisnya. Usmani Muda pertama liberal yang menghendaki sistem pemerintahan otonomi

23
bagi daerah-daerah ( desentralisasi), kedua Usmani muda yang tergabung dalam partai
Ittihadi ve Terekki, pemenang pemilu 1908 yang ingin mempertahankan sistem pemerintahan
sentralistik. Dan pada tahun 1912 M, partai tersebut juga tampil sebagai pemenang yang
melibatkan diri Turki Usmani dalam perang Balkan bersama Jerman dengan harapan menjadi
media untuk merebut kembali daerah-daerah yang sudah memerdekakan diri sebelumnya
dalam sistem pemerintahan federasi. Diantara negara yang sudah memerdekakan diri dari
Turki Usmani Bulggaria,Austria, Yunani, Bosnia dan Herzegivina.
Pada perang Dunia I. Turki Usmani bersekutu dengan Jerman sebagai keputusan yang
dilakukan Syaik al-Islam pada tanggal 23 Nopember 1914 dengan mengumumkan perang
suci agar mendapat dukungan umat Islam secara luas. Akan tetapi yang terjadi malah umat
Islam menjadi terkotak-kotak, seperti bangsa Tartar bersatu dengan Rusia, Al Jazair dan
senegal bergabung dengan Prancis, Umat Islam India dan Arab Saudi bergabung dengan
Inggris. Dampak selanjutnya Arab Saudi menyatakan merdeka dari Turki, begitu juga Syiria
dan Transyordan bangkit melawan Turki, serta terjadi pembelotan yang dilakukan tentara
yang berasal dari suku Arab.
Usmani Muda merupakan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1865 dengan
tujuan untuk mengubah pemerintahan absolut menjadi pemerintahan yang konstitusional.
Tokoh Usmani muda antara lain Mihdat Pasya, Ziya Pasya, dan Nanik Kemal. Diantara isi
ide-ide pembaharunnya sebagai berikut:
1) Ekonomi dan politik yang tidak beres dapat diatasi dengan merubah sistem
pemerintahan absolut menjadi pemerintahan konstitusional yang memisahkan
kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Rakyat sebagai warga negara
mempunyai hak politik . Pemerintahan demokrasi tidak bertentangan dengan
ajaran Islam, karena dalam Islam dikenal sistem bai’ah yang pada hakikatnya
merupakan kedaulatan rakyat. Khalifah sebagai eksekutif tidak boleh mengambil
sikap atau tindakan yang berlawanan dengan maslahat umum ( al-maslahah al-
‘ammah), dan tidak melanggar syari’ah, kaum ulama sebagai pembuat hukum,
dan pemerintah yang melaksanakan hukum. Sehingga sistem pemerintahan
konstitusional tidak merupakan bid’ah dalam Islam. Hal ini merupakan ide baru
pada saat itu yang memegang sistem otokrasi.
2) Tumbuh ide tanah air Usmani bukan tanah air Turki dengan melihat perlu adanya
persatuan umat Islam di bawah pimpinan Turki Usmani yang mirif Pan-
Islamisme.

24
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pembaharuan dalam Islam merupakan suatu keharusan yang terjadi dalam siklus
kehidupan dengan tujuan memperbaiki segala persoalan sosial keagamaan yang sangat
dibutuhkan masyarakat pada saat itu sebagai akumulasi dari sebab akibat yang terjadi di
masyarakat, sehingga melahirkan tokoh-tokoh pembaharuan yang mengadakan perubahan
terhadap keadaan yang sedang berlangsung walaupun harus berlawanan dengan faham dan
pemikiran yang ada.
Karakteristik pembaharuan Islam yang terjadi di Mesir dan Turki ada keragaman
yang menjadi acuan serta latar belakang tokohnya. Pembaharuan di Mesir lebih banyak
berangkat dan digerakan pembaharuan pemikiran akademis baik itu dari lulusan Al-Azhar
sebagai tempat khazanah ilmu atau perguruan tinggi lainnya. Begitu pula latar belakang
kehidupan dan pengalaman seorang tokoh pembaharu akan mewarnai gerakan pembaharuan
yang dilakukannya, seperti adanya perbedaan gerakan pembaharuan Jamaludin al-Afghani
dengan Muhammad Abduh. Sedangkan pembaharuan di Turki lebih terpokus kepada tokoh
kepemimpinan atau kelompok yang menyokong kekuasaan pada saat itu dengan melihat
Barat sebagai acuannya. Di Mesir tokoh pembaharuan berhadapan dengan keadaan pola
pendidikan, politik dan sosial keagamaan masyarakat yang sedang mengalami penjajahan
dari bangsa Barat, sementara di Turki melihat Barat sebagai negara yang telah mengalahkan
mereka di kancah perpolitikan dunia dengan cara mengimbangi atau lebih banyak belajar
kepada Barat dalam segala halnya. Sehingga segala sesuatu yang akan menghalangi tujuan
tersebut akan dilawan dengan cara revolusioner seperti yang dilakukan Mustafa Kemal yang
menghapuskan kekhilafahan Turki Usmani menjadi Republik Turki.
Tujuan akhir dari pembaharuan yang dilakukan oleh tokoh pembaharuan bagaimana
Islam dapat menjawab segala persoalan yang terjadi di masyarakat dan tetap sesuai di segala
zaman, serta ajaran Islam memberikan kontribusi yang positif dalam setiap perkembangan
zaman. Wallahu a’lam bi showab.

B. SARAN
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu Kami
membutuhkan saran yang membangun agar senantiasa menjadi lebih baik dan lebih
berkembang dalam menyusun sebuah makalah.

25
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hamid, (Editor), Pemikiran Modern Dalam Islam, Bandung, Pustaka Setia, 2010
Ahmad Zainal Abidin, Sejarah Islam dan Ummatnya, Bulan Bintang, Jakarta , 1979
M. Yusran Asmuni,. Pengantar Studi Pemikiran Islam dan Gerakan Pembaharuan dalam
Islam. Cet. II; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.
Harun Nasution, , Pembaharuan Dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta,
Bulan Bintang, 1975.

26

Anda mungkin juga menyukai