Anda di halaman 1dari 3

Biografi Mohammad Husni Thamrin

Mohammad Husni Thamrin seorang tokoh yang memiliki peran penting dalam
perjuangan kemerdekaan Indonesia. Tokoh Betawi kelahiran Sawah Besar, Jakarta 16
Februari 1894. Ayahnya Tabri Thamrin, - ayahnya adalah seorang wedana di masa
pemerintahan Gubernur Jenderal Van der Wijck. Thamrin menempuh pendidikan
hingga HBS (setingkat SMA), kemudian dia bekerja di kantor kepatihan. Prestasinya
yang baik membuat dia dipindahkan ke kantor Residen, dan akhirnya di perusahaan
pelayaran Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM).

Karir Thamrin dimulai ketika ia ditunjuk menduduki jabatan di Geementeraad (Dewan


Kota Batavia). Sebagai anggota yang mewakili penduduk Batavia dan berasal dari
penduduk pribumi, Thamrin mengetahui baik permasalahan rakyat betawi. Sebelum
secara resmi masuk ke dalam Geementeraad, secara kebetulan Thamrin memiliki
teman akrab seorang belanda yang juga sekretaris Geementeraad, Van der Zee. Dari
berdiskusi dengan Thamrin, Van der Zee menemukan banyak persoalan yang dihadapi
penduduk Batavia. Tak jarang Thamrin juga menawarkan solusi bagi permasalahan
yang dihadapi.
Di antara buah pikiran Thamrin yang diadopsi Zee untuk dibahas dalam parlemen
adalah mengenai pembendungan Sungai Ciliwung untuk menghindari banjir. Usaha ini
tidak sia-sia. Terbukti kemudian, proyek penanggulangan banjir dilaksanakan. Kiprah
Thamrin dalam dunia politik semakin berkibar. Tahun 1927 dia diangkat menjadi
anggota Volksraad (Dewan Rakyat) dan kemudian membentuk Fraksi Nasional untuk
memperkuat kedudukan golongan nasionalis dalam dewan.

Berada di dalam Volksraad, tak lantas membuat Thamrin larut dalam kekuasaan.


Thamrin justru semakin sadar, bahwa kehadirannya adalah untuk memperjuangkan
nasib bangsanya. Pada rapat Volksraad pertama, Thamrin dalam pidatonya membuat
analisa perbedaan secara alamiah struktur sistem kolonial dan yang dianut oleh
pribumi. Secara halus dia mengatakan bahwa kaum pribumi harus diberikan hak untuk
mengatur pemerintahannya sendiri.

Bersama Kusumom Utoyo, Thamrin mengadakan peninjauan ke daerah Sumatera


untuk menyelidiki nasib buruh perkebunan yang sangat menderita akibat
adanya poenale sanctie  atau sanksi hukuman yang diberikan bila para buruh
melanggar kontrak (melarikan diri).  Tindakan pengusaha perkebunan yang sewenang-
wenang terhadap buruh disampaikan dalam pidatonya di Volksraad. Pidato itu
berpengaruh di luar negeri. Di Amerika Serikat timbul kampanye untuk tidak membeli
tembakau Deli. Akibatnya, poenale santie diperlunak dan akhirnya dihapuskan sama
sekali.

Thamrin berperan aktif dalam kegiatan Partai Indonesia Raya (Parindra) yang didirikan
oleh dr. Sutomo. Setelah dr. Sutomo meninggal, Thamrin diangkat menjadi ketua
Parindra. Sementara itu perjuangan dalam Volksraad tetap dilanjutkan. Pada tahun
1939, Thamrin mengajukan mosi tentang penggunaan kata-kata “Indonesia”,
“Indonesisch” dan “Indonesier” sebagai pengganti kata-kata “Indie”, “Nederland Indisch”
dan “Inlander” dalam undang-undang, ordonansi, dan sebagainya.

Mosi itu ditolak oleh Pemerintah Belanda walaupun mendapat dukungan sebagian
besar anggota Volksraad. Sejak itu, rasa tidak senangnya terhadap pemerintah jajahan
semakin besar. Akibatnya, Pemerintah Belanda mencurigai dan mengawasi tindak-
tanduknya. Tanggal 6 Januari 1941, Thamrin dikenakan tahanan rumah dengan
tuduhan bekerja sama dengan pihak Jepang. Walau dalam keadaan sakit, teman-
temannya dilarang berkunjung. Tanggal 11 Januari 1941, Thamrin meninggal dunia dan
dimakamkan di Pekuburan Karet, Jakarta.

Cara Thamrin berjuang adalah sebuah hal yang patut diteladani. Walaupun menduduki
jabatan, ia tetap dengan teguh memperjuangkan nasib bangsanya. Ia adalah contoh
pejuang yang lahir dari lokal, tetapi memiliki misi dan visi nasional. Sebagai bentuk
penghargaan, nama Husni Thamrin diabadikan untuk nama jalan, gedung dan sebuah
patung. Bahkan jalan MH. Thamrin berlokasi di Jantung Kota Jakarta

https://smartcity.jakarta.go.id/blog/74/mengenang-mohammad-husni-thamrin

Anda mungkin juga menyukai