Jusuf Kunto lahir di Salatiga pada tahun 1921. Jusuf Kunto
sebenarnya bernama asli Kunto, namanya berubah menjadi Jusuf Kunto sejak tahun 1937, diambil dari nama kakak sepupunya, Mr. Jusuf Suondo.
Jusuf Kunto merupakan salah satu tokoh yang ikut menculik
Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945. Dia bersama Sukarni dan beberapa anggota PETA yang menjemput dan membawa Soekarno dan Hatta menuju Rengasdengklok. Peran Jusuf Kunto sebagai berikut.
Membawa Soekarno Hatta ke Rengasdengklok.
Ayah Jusuf Kunto bekerja sebagai mantri kesehatan di
tambang timah Bangka, dan Jusuf Kunto menempuh pendidikan formalnya di Hollandsch Chinesche Scuool, sekolah khusus untuk orang keturunan china. Jusuf Kunto pernah menusuk sorang polisi Belanda yg ingin menangkapnya karena ia sering malakukan pertemuan dengan para kaum pergerakan lainnya.
Sebelum menjadi tokoh perjuangan kemerdekaan RI, Jusuf
Kunto pernah menjadi seorang tentara Jepang. Ia menyelesaikan studinya di Politeknik Waseda University, Tokyo. Ia merupakan rombongan terakhir pemuda Jepang yang di rekrut menjadi pilot pesawat tempur Jepang di California, America Serikat. Ia juga pernah terlibat dalam tugas pengintaian dan pemboman Morsby, Papua Nugini. Karir militernya bersama pasukan militer Jepang harus terhenti ketika pesawat yang ditumpanginya tertembak saat terjadinya pertempuran udara di Morotai dan Halmahera, Maluku.
Jusuf Kunto dibawa ke Jakarta untuk dirawat di Rumah
Sakit Cipto Mangun Kusumo. Ia menjalani hubungan baik dengan seorang mahasiswi fakultas kedokteran di Jakarta dan Jusuf Kunto akhirnya menikah.
Jusuf Kunto akhirnya diakui sebagai tentara Jepang, tetapi
membantu perjuangan Indonesia secara sembunyi- sembunyi. Setelah Indonesia merdeka, Jusuf Kunto bergabung bersama badan keamanan rakyat.
Pada tanggal 16 Agustus 1945, saat itu dua tokoh
senior Indonesia Bung Karno dan Bung Hatta diculik sekawanan pemuda di Rengas Dengklok 20 KM arah utara Karawang, Jawa Barat. Di antara mereka ada Jusuf Kunto, Sukarni dan anggota PETA (Pembela Tanah Air, pasukan tempur bentukan Jepang di Indonesia).
Jusuf Kunto dalam peristiwa berkesan tersebut
menyejajarkan dirinya dengan tokoh pemuda dan PETA lainnya. Padahal, sebelumnya ia adalah orang Indonesia yang menjadi anggota bala tentara Jepang dalam perang dunia II di kawasan Pasifik.
Suatu ketika ia nyaris menikam polisi Belanda dalam sebuah
pertikaian. Ia pun kabur dan bersembunyi di rumah salah satu keluarga buronan politike inlichting (TID/Polisi Dinas Keamanan Negara). Lalu ia diselundukan ke Jepang sampai akhirnya menyelesaikan pendidikannya. Ketika itu hampir bersamaaan dengan persiapan Jepang memasuki perang Asia Timur Raya
Pada tahun 1944 ia melakukan tindakan berbahaya dengan
memasok amunisi dan senjata untuk para pemuda di Bandung. Jusuf juga melatih mereka bertempur. Ia juga tak jarang memecahkan sandi-sandi serdadu Jepang berkat kemampuan dan pengalamannya selama bergabung sebagai pilot sakura. Setelah kemerdekan RI, Jusuf Kunto bergabung ke badan keamanan rakyat (BKR). Karir militernya melambung ketika ia menjadi staf oemeom I (SO-I) di markas besar tentara (MBT) di Benteng Frendenburg, Yogyakarta. Saat agresi militer Belanda, ia memindahkan markasnya dari Jogja ke Pakem. Kondisi kesehatanya mulai menurun ketika terkena radang paru-paru. Tanpa adanya bantuan dokter dan obat, Mayor Jusuf Kunto akhi nya wafat pada tanggal 02 Januari 1949 (dalam usia 28 tahun). Ia dimakamkan di pekuburan Badran, dekat kuburan Cina di sebelah barat Stasiun Tugu, Yogyakarta.