Anda di halaman 1dari 13

Pemikiran Teologi Islam Modern |1

MAKALAH

Pemikiran Teologi Jamaluddin Al-Afghani

“Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur mata kuliah Pemikiran Teologi
Islam Modern ”

Disusun Oleh:

Kelompok : 2

HOTRINA HARAHAP: 4518.010

Dosen Pengampu:

Dr. H. NUNU BURHANUDDIN, Lc.,M.Ag

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BUKITTINGGI 2020/2021


Pemikiran Teologi Islam Modern |2

A. Pendahuluan
Jamaluddin Al-Afghani (1838-1897) merupakan tokoh yang menggagas konsep
konsep Pan-Islamisme sebagai jawaban atas kondisi yang menimpa Kaum Muslim
akibat kelemahannya dihadapan orang-orang Barat yang mengusik negeri-negeri
Muslim Timur Tengah pada abad ke-19. Pada masa mudanya, Jamaluddin Al-Afghani
dididik di Iran, dan juga di kota-kota suci Syiah di Irak. Ketika Jamaluddin Al-Afghani
datang ke istanbul, turki atas permintaan khalifah Utsmani pada 1869-1870, ia
mengemukakan gagasan yang berasal dari filsuf islam. Begitu pun ketika ia berkunjung
ke Mesir pada 1870-an, ia mengajar murid-murid mudanya tentang filsuf-filsuf Iran ini.1
Al-Afghani suka berkeliling tidak hanya di negeri-negeri Muslim. Selain Hijaz,
Yaman, Mesir, Persia, Al-Afghani juga melang-lang ke Perancis, Inggris, Rusia dan
Jerman. Syekh Muhammad Abduh (1845-1905) memang murid Jamaluddin yang
terkenal, yang kemudian sangat berpengaruh di dunia islam. Al-Afghani yang tetap
membujang itu lahir pada 1838 di Asadabad, di Afganistan karena ia melekatkan Al-
Afghani di belakang namanya. Namun menurut penelitian, kota kota itu ternyata di Iran.
Karena itu, banyak orang, terutama di Iran, yang suka menyebutnya Al-Asadabadi.
Bersama Keluarganya, Jamaluddin pindah dari kota kelahirannya dan pernah menetap
Teheran. Disini ia belajar pada ulama Syiah kenamaan, Aqashid Shadiq. Setelah itu, ia
berangkat ke Najaf di Irak, pusat perguruan Syiah yang juga pernah jadi tempat
pembuangan Imam Khomeini. Disana ia menjadi murid Murtadha Al-Anshari.2

1
Salman Iskandar, 99 Tokoh Muslim Dunia, (Bandung: September 2007), hlm.156
2
A. Suryana Sudrajat, Menyongsong Angin Dengan Badai, (Jakarta: Erlangga, 2006), hlm.41-43
Pemikiran Teologi Islam Modern |3

B. Biografi Jamaluddin Al-Afghani


Nama lengkapnya adalah Sayyid Jamaluddin al-Afghani bin Safar. Ia merupakan
keturunan Sayyid Ali al-Tirmidzi, yang jika diruntut nasabnya akan sampai pada Husain
bin Ali bin Abi Thalib. Hal ini tercermin dari gelar Sayyid yang disandangnya.
Mengenai tempat lahirnya ada dua versi yang berbeda. Harun Nasution mengatakan
bahwa ia lahir di Afghanistan 1839 dan wafat di Istanbul 1897. Sedangkan Nurcholish
Madjid, Cyrill Glasse dan Jamil Ahmad mengatakan bahwa ia lahir di Asadabi, Iran
(Persia).3
Pendidikan dan pengajaran dasarnya dari ayahnya sendiri, dari kecil sudah
diajarkan mengaji al-Qur’an, besar sedikit lagi bahasa Arab dan sejarah. Ayahnya
mendatangkan seorang guru ilmu Tafsir, Ilmu Hadis dan Ilmu Fiqih yang dilengkapi
dengan ilmu Tasawwuf dan ketuhanan. Dengan intelegensi yang sangat luar biasa,
dalam usia kurang lebih 18 tahun ia telah menguasai hampir semua cabang Ilmu Islam
mulai dari filsafat, ushul fiqh, sejarah, metafisika, tasawwuf, kedokteran, sains, mistik
sampai pada astronomi dan astrologi. Ia juga fasih berbahasa arab, Persia, Turki,
Rustho, Inggris dan Rusia. Hal ini digelutinya ketika ia berusia 22 tahun. Kemudian
menjadi penasehat Ali Khan pada tahun 1864 dan pada zaman pemerintahan Azam
Khan diangkat menjadi Perdana Menteri.
Akibat kekalahan kelompoknya, agar lebih aman, ia meninggalkan tanah
kelahirannya dan menuju India pada tahun 1869 meskipun tidak lama di sana. Pada
tahun 1870, ia pindah dan berdomisili di Turki, yang oleh Perdana Menteri Ali Pasha ia
diangkat menjadi anggota Majelis Pendidikan Turki, kemudian pindah lagi ke Iran dan
di sana di angkat menjadi Menteri Penerangan. Di tahun 1876, campur tangan Inggris
dalam soal politik di Mesir makin meningkat. Pada tahun 1879, ia membentuk partai al-
Hizb al-Wathani (Partai Nasional).4 Pada tahun 1892, atas undangan Sultan Abdul

3
Ibrahim Nasbi, “Jamaluddin Al-Afghani (Pan-Islamisme Dan Ide Lainnya)”, Jurnal Diskursus
Islam Volume 7 Nomor 1, April 2019, hlm. 71
4
Ibrahim Nasbi, Jamaluddin Al-Afghani Pan-Islamisme…, hlm. 72
Pemikiran Teologi Islam Modern |4

Hamid, ia pindah ke Istanbul. Sultan Abdul Hamid bekerja sama dalam pemikiran-
pemikiran demokratis al-Afghani dalam bidang pemerintahan.5
Jamaluddin Al-Afghani tidak berbohong ketika menisbatkan dirinya berasal dari
Afghanistan, karena dalam biografinya ia memang pernah tinggal beberapa tahun di
Afghanistan pada awal perjalanannya ke luar negeri. Di Afghanistan, ia sempat menulis
sebuah buku yang berjudul Tarikh Al-Afghan. Orang-orang Afghanistan sendiri
menyebutnya sebagai Al-Afghani karena pernah tinggal bersama mereka. Hal ini
membuat raja Iran, Nashirudin Syah, tidak menyukainya. Dari sinilah Jamaluddin Al-
Afghani lebih suka menyandang julukan Al-Afghani dan tetap konsisten dalam
menggunakan julukan. Jamaluddin Al-Afghani dengan julukan Al-Afghaninya ini
mampu mempermudah tugas reformasinya. Afghanistan adalah salah satu negara Sunni,
bahasanya sama dengan bahasa negara Iran. Masing-masing menggunakan bahasa
Persia. Mazhab resmi di Afghanistan adalah Madzhab Hanafi yang juga merupakan
mazhab resmi negara Utsmani.
Jamaluddin Al-Afghani berusaha membujuk Sultan untuk melaksanakan
usulannya tersebut, Jamaluddin Al-Afghani menyebutkan misal, negara Mesir dan
kemajuannya setelah berubah menjadi Khedive, di mana penguasanya memiliki
kekuasaan lebih luas. Jamaluddin Al-Afghani berpendapat bahwa seperti Khedive itu
akan lebih baik bagi wilayah-wilayah dan bagi Turki dari pada penguasa-penguasa yang
dikirim melalui istanbul. Maka dari itu, Jamaluddin Al-Afghani meminta sultan agar
mengubah wilayah-wilayah menjadi Khedive, ia berkata, “Sesungguhnya persatuan ini
ditambah lagi dengan ketakutan terhadap penjajahan asing akan mendorong Iran,
Afghanistan dan wilayah-wilayah islam India bergabung dalam kerajaan Utsmani yang
baru. Dengan demikian Sultan dalam pandangan Jamaluddin Al-Afghani akan berubah
menjadi rajanya para raja dan menjadi pemimpin dari negara kuat yang mampu
mengembalikan kejayaan islam dan melindungi negara-negara islam dari kekuasaan
asing”.6
5
Ibrahim Nasbi, Jamaluddin Al-Afghani Pan-Islamisme…, hlm. 73
6
Fathi Zaghrut, Bencana-Bencana Besar Dalam Sejarah Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2014), hlm.833-839
Pemikiran Teologi Islam Modern |5

Salah satu karya AlAfghani yang berbentuk buku yang diterbitkan adalah Al-
Radd’ala al-Dahriyin yang aslinya ditulis dalam bahasa Presia. Karya-karya lainnya :
(1) Bab ma Ya’uiu Ilaihi Amr al-Muslimin (Pembahasan tentang sesuatu yang
melemahkan Orang-orang Islam), (2) Makidah al-Syarqiyah (Tipu Muslihat Orientalis),
(3) Risalah fi al-Raddu ‘Ala al-Masihiyin (Risalah Untuk Menjawab Golongan Kristen :
1895), (4) Diya’ al-Khafiqain (Hilangnya Timur dan Barat;1892), (5) Haqiqah al-Insan
wa Haqiqah al-Watham (Hakikat Manusia dan Hakikat Tanah Air;1878).7
C. Pemikiran Jamaluddin Al-Afghani

Abad ke 19 hingga abad ke 20 merupakan suatu momentum dimana umat Islam


memasuki suatu gerbang baru, gerbang pembaharuan. Fase ini kerap disebut sebagai
abad modernisme, suatu abad dimana umat diperhadapkan dengan kenyataan bahwa
Barat jauh mengungguli mereka. Sejumlah pemikir keagamaan muncul diantaranya
Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh yang berusaha menghidupkan kembali
kalam dan menambahkan ketertinggalan dengan menampikan tesis baru, serta berusaha
menyelesaikan beberapa masalah yang muncul di kalangan umat Islam yang
diakibatkan oleh peradaban modern. Berbicara abad pembaharuan dalam Islam, maka
tak lepas dari seorang tokoh yang merupakan sosok penting dalam pembaharuan Islam,
Jamaluddin Al-Afghani, seorang pembaharu yang memiliki keunikan, kekhasan, dan
misterinya sendiri. Berangkat dari pembagian corak keIslaman di atas, Afghani
menempati posisi yang unik dalam menanggapi dominasi Barat terhadap Islam. Di satu
sisi, Afghani sangat moderat dengan mengakomodasi ide-ide yang datang dari Barat, ini
dilakukannya demi memperbaiki kemerosotan umat. Namun di lain sisi, Afghani tampil
begitu keras ketika itu berkenaan dengan masalah kebangsaan atau mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan keIslaman.8

7
Noorthaibah, “Pemikiran Pembaharuan Jamaluddin Alafghani: Studi Pemikiran Kalam Tentang
Takdir”, Jurnal Fenomena, Volume 7, No 2, 2015, hlm. 262
8
Akmal Hawi,” Pemikiran Jamaluddin Al-Afghani (Jamal Ad-Din Al-Afghani)”, Jurnal Medina-
Te, Vol.16, No.1, Juni 2017, hlm. 12
Pemikiran Teologi Islam Modern |6

Di India misalnya yang kala itu sedang mengalami kondisi kritis (yakni berada di
bawah kolonialisme Inggris), ia lebih mendukung nasionalisme urdu ketimbang Islam,
karena tidak ada kebahagiaan selain dalam kebangsaan, dan tidak ada kebangsaan selain
dalam bahasa. Dengan demikian yang menjadi inti dari seruannya adalah perlawanan
terhadap imperialisme barat. Walaupun demikian di Afghanistan dan Mesir yang juga
berada di bawah Imperialisme Barat, yakni Inggris. Usahanya dalam menghapus
intervensi asing akhirnya harus kandas, karena kedua penguasa di dua negara Islam
tersebut berada di bawah bayang-bayang mereka yang akhirnya membuatnya tersingkir
serta terusir. Demikian, ia tidak patah semangat, melalui gerakan intelektual yang ia
adakan di rumahnya sewaktu ia berada di Mesir, ia berdakwah serta berdiskusi dengan
para cendekiawan, mahasiswa, serta tokoh-tokoh gerakan. Begitu juga dengan yang ia
lakukan di Paris (Prancis) dengan mendirikan suatu organisasi, al-Urwatul Wutsqa.
Organisasi ini menerbitkan jurnal yang berisi seruan kepada umat muslim agar bersatu
serta meninggalkan jubah fanatisme kelompok dan menolak penjajahan, menepis
berbagai propaganda Barat terhadap dunia Islam yang menghasut kaum muslim agar
meninggalkan Islam karena selama seseorang masih berpegang teguh pada suatu agama
niscaya ia tidak akan bangkit dari keterpurukan. Demikian beberapa pemikiran
Jamaluddin Al-Afghani agar umat Islam mencapai kemajuan. Ia telah menimbulkan
pemikiran pembaharuan yang mempunyai pengaruh besar dalam dunia Islam.9

1. Ide-ide Politik Jamaluddin Al-Afghani


Jamaluddin melihat kenyataan bahwa dunia islam ketika itu didominasi oleh
pemerintahan yang otokrasi dan absolut. Penguasa-penguasa di Dunia Islam
menjalankan kekuasaannya sebagaimana dikehendakinya saja, tanpa terikat pada
konstitusi. Mereka juga tidak mau membuka diri melakukan musyawarah dalam
pemerintahan. Karena itu, untuk membangun pemerintahan yang bersih dan kuat, yang
pertama kali dibangun adalah masyarakatnya. Harus ada perubahan orientasi pemikiran
dalam masyarakat, dari keterpakuan serta sikap menerima saja terhadap pemerintahan

9
Akmal Hawi, Pemikiran Jamaluddin Al-Afghani…, hlm. 13
Pemikiran Teologi Islam Modern |7

yang ada menuju upaya perubahan terhadap kondisi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
ajaran islam tersebut. Menurut Jamaluddin, seperti dikutip Ahmad Amin, pada
hakikatnya kekuatan sebuah masyarakat akan bernilai bila timbul dari dalam diri
mereka sendiri. Lembaga perwakilan tersebut sangat tergantung pada orang-orang yang
mengisinya. Oleh sebab itu, pemikiran dan jiwa masyarakat harus terlebih dahulu
dibangun dan dibenahi barulah bisa dibicarakan bagaimana bentuk dan sistem
pemerintahan.10
Dalam pandangannya yang revolusioner ini, Jamaluddin selalu memprovokasi
umat Islam di negara di mana ia berkunjung agar menentang kesewenang-wenangan
penguasa mereka. Rakyat harus merebut kebebasan dan kemerdekaannya melalui
revolusi, yang berarti melalui pemberontakan, kalau perlu dengan pertumpahan darah.
Ketika di Mesir, ia menganjurkan pembentukan pemerintahan rakyat melalui partisipasi
rakyat dalam pemerintahan konstitusional sejati. Ia menggemakan tentang keharusan
pembentuka dewan perwakilan rakyat yang disusun sesuai dengan keinginan rakyat.
Anggota-anggotanya harus berasal dari pilihan rakyat, bukan pilihan penguasa atau
“pesanan” kekuatan asing. Dari pemikiran Jamaluddin ini Harun menyimpulkan bahwa
Jamaluddin menghendaki bentuk pemerintahan republik yang di dalamnya terdapat
kebebasan rakyat untuk mengeluarkan pendapat dan kewajiban penguasa untuk tunduk
pada konstitusi.11
Dalam kehidupannya, Jamaluddin menghadapi dua musuh sekaligus, yaitu
penguasa-penguasa muslim yang korup yang hanya menjadi boneka dari imperialisme
Barat dan penjajah Barat sendiri. Ketika itu, hampir tidak ada wilayah Islam yang
tidak dikuasai Barat. Inggris menguasai Mesir, demikian juga India setelah kehancuran
Dinasti Mughal. Inggris juga menjajah Afghanistan dan Afrika, Perancis menjajah
Aljazair, dan wilayah-wilayah lain serta Italia yang menguasai Libya. Sementara Asia
Tenggara pun dikuasai oleh Inggris dan Belanda. Penguasa-penguasa muslim, karena
takut kehilangan kedudukan mereka, rela bekerjasama dengan imperialis Barat. Sistim

10
Muhammad Iqbal, Amin Husein Nasution, Pemikiran Politik Islam, (Jakarta: Kencana, 2010),
hlm. 62
11
Muhammad Iqbal, Amin Husein Nasution, Pemikiran Politik Islam…, hlm. 63
Pemikiran Teologi Islam Modern |8

Khilafah yang mengikat seluruh umat Islam, secara perlahan mengalami kemerosotan
dan berganti dengan ideologi nasionalisme yang diadopsi dari Barat.12
Dari aktivitas dan gagasan politik Jamaluddin, sangat tepat kiranya kalau
dikatakan bahwa Jamaluddin adalah orang yang pertama dalam era Islam modern yang
menyadari bahaya penetrasi Barat dan perpecahan dunia Islam. Jamaluddin tidak hanya
teoretis, tetapi juga berusaha mencari solusi terhadap berbagai permasalahan yang
dihadapi umat Islam. Gerakan dan gagasan-gagasannya memberi ilham bagi negara-
negara Islam untuk bangkit dari keterpurukan mereka karena pejajah Barat dan merebut
kembali kemerdekaan mereka. Dalam konteks kontemporer, gagasan-gagasan
Jamaluddin sangat penting dikembangkan dalam rangka menghadapi percaturan
global. Umat Islam tidak akan bisa maju tanpa persatuan dan kesatuan. Tanpa
memiliki komitmen persatuan, mereka akan sulit berkompetisi menghadapi kekuatan
ekonomi dan kemajuan teknologi, bangsa-bangsa lain, terutama bangsa-bangsa Barat13.
2. Teologi Jamaluddin Al-Afghani
Dalam hal teologi, al-Afghani menawarkan tiga pokok landasan yang perlu
manusia lakukan pada kehidupannya. Pandangan teologi al-Afghani lebih kepada usaha
manusia mewujudkan dirinya menjadi manusia yang memiliki perilaku yang
menekankan aspek spiritual. Dengan demikian, al-Afghani menolak cara pandang
materialisme dan naturalistik yang cenderung dibangun oleh Barat. Dalam pandangan
teologi al-Afghani bukan berarti menolak Barat secara membabi buta, namun
setidaknya ada penyaringan yang ketat dalam hal akidah. Penggunaan ketat di sini,
bukan berarti ia anti Barat, melainkan umat Islam lebih mawas diri pada pribadinya
sebagai makhluk yang memiliki Tuhan. Sehingga dengan begitu, umat Islam dapat
bangkit dan berusaha semaksimal mungkin dengan melakukan telaah secara kritis pada

12
Maryam, “Pemikiran Politik Jamaluddin Al-Afghani (Respon Terhadap Masa Modern Dan
Kejumudan Dunia Islam)”, Jurnal Politik Profetik Volume. 4 Nomor. 2 ,Tahun 2014, hlm. 16

13
Maryam, Pemikiran Politik Jamaluddin…, hlm. 17
Pemikiran Teologi Islam Modern |9

apa yang menjadi produk Barat, pun meninggalkan taklid buta kepada para pendahulu
yang dianggap sudah final dalam hal apapun.14
Adapun ketiga hal pokok teologi yang ditawarkan oleh al-Afghani ialah
sebagai berikut:
a. Sifat malaikat atau spiritual manusia yang merupakan tuan segala makhluk.
Dalam arti kata, bahwa manusia merupakan makhluk yang secara spiritual
memiliki aspek tertinggi dari pada malaikat. Hal yang berkenaan dengan manusia dapat
mencapainya dengan meniadakan unsur-unsur kehewanan yang merupakan tabiat
terburuk manusia. Karena manusia yang memiliki jiwa spirit yang tinggi hanya akan
sampai pada suatu kesadaran yang besar dan ingat bahwa upaya yang menjebak
b. Kepercayaan setiap umat beragama kepada keunggulannya sendiri atau segala
kelompok lainnya.
Hal yang ingin disampaikan oleh al-Afghani tidak lain hanyalah agar umat
Islam sadar bahwa berlomba-lomba dalam mewujudkan kehidupan yang layak
merupakan alasan tersendiri yang ditautkan oleh Islam. Dorongan yang terus
memotivasi al-Afghani di sini tidak lain agar manusia berupaya melakukan telaah kritis
baik pada pokok ajaran agama dan menjadikan al-Qur’an sebagai pusat kajian dengan
termasuk rasional sehingga melahirkan corak tafsir baru, ijtihad ataupun dalam maju
bidang pengetahuan.15
c. Sadar dan bahwa kehidupan manusia di dunia ini hanyalah semata-mata suatu
persiapan bagi kehidupan selanjutnya.
Bahwa kehidupan yang sementara ini adalah kunci bagi manusia untuk
mendapatkan kehidupan yang layak setelah kematian. Manusia yang hidup dalam dunia
terus berupaya mengikat tali persaudaraan dengan sesama muslim. Kontekstualisasi dari
ini, mewujudkan kehidupan yang ideal dengan proses kasih sayang sehingga tidak
menanggalkan wajah agama begitu saja. Pada sisi lain, kehidupan yang bersatu dengan
satu kesatuan akan melahirkan sikap yang bijak dalam bertindak, berinovasi dan

14
Khairiyanto, “Pemikiran Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh Serta Relasinya
Dengan Realitas Sosial di Indonesia”, Jurnal IJITP, Volume 1, No. 2, Desember 2019, hlm. 145
15
Khairiyanto, Pemikiran Jamaluddin al-Afghani…, hlm. 146
P e m i k i r a n T e o l o g i I s l a m M o d e r n | 10

sebagainya. Sehingga kehidupan di dunia merupakan dasar yang pantas untuk


menjadikan manusia melakukan suatu upaya demi kemajuan Islam di masa depan
dengan berbagai temuan yang bermanfaat.
Pemikiran al-Afghani merupakan sintesa bagi keberlangsungan umat Islam di
dunia. Pada konteks ini, kehidupan di masa lalu dapat disinergikan pada kehidupan saat
ini sebagai telaah lebih mendalam bukan menerima begitu saja. Dalam artian, sikap
seorang muslim perlu kritis pada masa lalu dan mencoba merefleksikan masa lalu
dengan telaah yang lebih mendalam. Maka, status kemajuan dalam politik memiliki
kesinambungan dengan nalar teologisnya dengan menekankan aspek kehidupan
masyarakat sebagai suatu pembentukan terhadap individu.16
3. Pan-Islamisme
Pengertian Pan-Islamisme yaitu, paham yang bertujuan untuk menyatukan
umat Islam di seluruh dunia. Diatas semuanya persatuan umat Islam yang harapannya
harus diwujudkan kembali. Dengan bersatu dan bekerjasama umat Islam akan
memperoleh kemajuan, karena hal tersebut merupakan sendi yang amat penting bagi
kekuatan Islam. Untuk mencapai hal itu maka harus memiliki teknologi barat dan
mempelajari rahasia kekuasaan Eropa. Pan-Islamisme tidak dimaksudkan untuk
mempersatukan dunia Islam dalam satu pemerintahan saja tapi, solidaritas umat Islam
yang mempunyai rasa tanggung jawab, dimana setiap anggota memiliki rasa persatuan
sehingga dapat hidup berdampingan untuk mencapai kesejahteraan, kemajuan dan
kemakmuran. Gerakan ini bertujuan ganda, yaitu untuk menentang pemerintahan yang
sewenang-wenang di setiap negara Islam sendiri, dan untuk menentang kolonialisme
serta dominasi barat.17
4. Ide Pembaruan Dan Pemikiran Kalam Tentang Takdir Jamaluddin Al Afghani

Ide Pembaruan Dan Pemikiran Kalam Tentang Takdir Jamaluddin Al Afghani


Ide pembaruan dan pengembangan pemikiran kalam yang diperjuangkan oleh Al-
16
Khairiyanto, Pemikiran Jamaluddin al-Afghani…, hlm. 147
17
Reshita Gusti Vianinggar, “Pengaruh Pemikiran Sayyid Jamaluddin Al-Afghani Dalam
Pembaharuan Islam Terhadap Pergerakan Politik”, Skripsi Pada Universitas PGRI Yogyakarta, 2016,
hlm. 18
P e m i k i r a n T e o l o g i I s l a m M o d e r n | 11

Afghani didasari atas keyakinan bahwa agama Islam sesuai untuk semua bangsa, zaman
dan keadaan. Tidak ada pertentangan antara ajaran islam dan kondisi yang disebabkan
perubahan zaman. Kalau kelihatan ada pertentangan antara keduanya, dilakukan
penyesuaian dengan mengadakan interprestasi baru terhadap ajaran-ajaran islam yang
tercantum dalam Al-Qur’an dan Hadis. Untuk mencapai hal itu dilakukan ijtihad dan
pintu ijtihad menurutnya masih tetap terbuka. Ide yang lebih dahulu diperjuangkannya
adalah mempersatukan dunia islam, umat Islam di seluruh penjuru dunia harus bersatu
dalam menghadapi serangan pihak Barat. Nikki R.Keddie memberikan komentar bahwa
Sayyid Jamaluddin Al-Afghani adalah printis modernisme Islam khususnya aktivisme
antiimperialis. Dia menganjurkan, memperjuangkan dan mempertahankan persatuan
Pan-Islam, karena hal itu merupakan sarana untuk memperkuat dunia muslim
menghadapi Barat. Al-Afghani bersemangat untuk mewujudkan umat Islam yang kuat,
dinamis dan maju. Ide yang diajukan untuk bisa mewujudkan hal itu ialah dengan
melenyapkan pengertian yang salah yang dianut oleh umat Islam dan kembali kepada
ajaran Islam yang sebenarnya. Menurut dia Islam mencakup segala aspek kehidupan,
baik ibadah, hukum, maupun sosial.18

D. Penutup
Berbicara abad pembaharuan dalam Islam, maka tak lepas dari seorang tokoh
yang merupakan sosok penting dalam pembaharuan Islam, Jamaluddin Al-Afghani,
seorang pembaharu yang memiliki keunikan, kekhasan, dan misterinya sendiri.
Berangkat dari pembagian corak keIslaman di atas, Afghani menempati posisi yang
unik dalam menanggapi dominasi Barat terhadap Islam. Di satu sisi, Afghani sangat
moderat dengan mengakomodasi ide-ide yang datang dari Barat, ini dilakukannya demi
memperbaiki kemerosotan umat. Namun di lain sisi, Afghani tampil begitu keras ketika
18
Noorthaibah, Pemikiran Pembaharuan Jamaluddin…, hlm. 264
P e m i k i r a n T e o l o g i I s l a m M o d e r n | 12

itu berkenaan dengan masalah kebangsaan atau mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
keIslaman.
Dalam pandangannya yang revolusioner ini, Jamaluddin selalu memprovokasi
umat Islam di negara di mana ia berkunjung agar menentang kesewenang-wenangan
penguasa mereka. Rakyat harus merebut kebebasan dan kemerdekaannya melalui
revolusi, yang berarti melalui pemberontakan, kalau perlu dengan pertumpahan darah.
Ketika di Mesir, ia menganjurkan pembentukan pemerintahan rakyat melalui partisipasi
rakyat dalam pemerintahan konstitusional sejati. Ia menggemakan tentang keharusan
pembentuka dewan perwakilan rakyat yang disusun sesuai dengan keinginan rakyat.
Anggota-anggotanya harus berasal dari pilihan rakyat, bukan pilihan penguasa atau
“pesanan” kekuatan asing. Dari pemikiran Jamaluddin ini Harun menyimpulkan bahwa
Jamaluddin menghendaki bentuk pemerintahan republik yang di dalamnya terdapat
kebebasan rakyat untuk mengeluarkan pendapat dan kewajiban penguasa untuk tunduk
pada konstitusi.

E. Daftar Pustaka

Gusti, Vianinggar,Reshita “Pengaruh Pemikiran Sayyid Jamaluddin Al-Afghani Dalam


Pembaharuan Islam Terhadap Pergerakan Politik”, Skripsi Pada Universitas
PGRI Yogyakarta, 2016
Hawi, Akmal,” Pemikiran Jamaluddin Al-Afghani (Jamal Ad-Din Al-Afghani)”, Jurnal
Medina-Te, Vol.16, No.1, Juni 2017
P e m i k i r a n T e o l o g i I s l a m M o d e r n | 13

Iqbal, Muhammad, Amin Husein Nasution, Pemikiran Politik Islam, Jakarta: Kencana,
2010
Iskandar, Salman, 99 Tokoh Muslim Dunia, Bandung: September 2007
Khairiyanto, “Pemikiran Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh Serta
Relasinya Dengan Realitas Sosial di Indonesia”, Jurnal IJITP, Volume 1, No. 2,
Desember 2019

Maryam, “Pemikiran Politik Jamaluddin Al-Afghani (Respon Terhadap Masa Modern


Dan Kejumudan Dunia Islam)”, Jurnal Politik Profetik Volume. 4 Nomor. 2
,Tahun 2014

Nasbi, Ibrahim, “Jamaluddin Al-Afghani (Pan-Islamisme Dan Ide Lainnya)”, Jurnal


Diskursus Islam Volume 7 Nomor 1, April 2019
Noorthaibah, “Pemikiran Pembaharuan Jamaluddin Alafghani: Studi Pemikiran Kalam
Tentang Takdir”, Jurnal Fenomena, Volume 7, No 2, 2015
Sudrajat, A. Suryana, Menyongsong Angin Dengan Badai, Jakarta: Erlangga, 2006
Zaghrut, Fathi, Bencana-Bencana Besar Dalam Sejarah Islam, Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2014

Anda mungkin juga menyukai