PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan pemikiran modern Islam adalah salah satu mata kuliah yang berisi
tentang para tokoh Muslim modern yang pemikirannya berkembang di dunia Islam.
Masing-masing tokoh mempunyai latar belakang pendidikan, budaya dan orientasi
yang satu sama lain mempunyai ciri khas masing-masing, dan dengan cara masing-
masing pula mereka memperkenalkan Islam pada umat manusia.
Berbicara mengenai tokoh, sangatlah banyak tokoh pergerakan Muslim yang sudah
berjasa untuk Islam, hanya saja sebagian besar diantara mereka tidak tercatat dalam
tinta emas sejarah Islam. Hal tersebut dikarenakan banyak sebab, yang di antaranya
karena kurangnya publikasi terhadap media dan teknologi pada masa itu, sehingga
menyebabkan tidak terpublish nya sebagian para pelaku sejarah Islam.
Salah satu tokoh pembaharuan dalam dunia Islam yakni Jamaluddin al-Afghani. Beliau
adalah salah seorang tokoh pembaharu Islam, bahkan dalam beberapa buku beliau
disebutkan sebagai tokoh bapak pembaharu Islam. Gelar itu tak ayal dinobatkan
padanya sebagaimana gerak perjuangannya yang tak kenal lelah terhadap perjuangan
Islam. Untuk mengenal lebih jauh siapa beliau, akan kami paparkan dalam makalah
yang singkat ini.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
Setelah menguasai berbagai disiplin ilmu atau tepatnya menjelang usia 19 tahun,
ia berkelana ke India selama lebih dari satu tahun. Kemampuannya berbicara dan
pengetahuannya yang dalam membuatnya memukau banyak orang. Dia orator yang
tangguh, sehingga dengan kepiawaiannya mengolah kata, ia mampu mendorong rakyat
India untuk bangkit melawan kekuasaan Inggris. Beliau juga digambarkan sebagai
pribadi yang lebih memperjuangkan kaum muslimin terhadap dominasi politik Barat
dibandingkan masalah teologi. Jamaluddin al-Afghani berusaha memecah tembok
ekslusif kaum muslimin dan membawa mereka memasuki dunia lebih terbuka. Afghani
tetap optimis meskipun menghadapi realitas adanya kemajemukan bangsa, budaya dan
agama.
Baginya agama itu sendiri, khususnya agama Yahudi, Kristen dan Islam, bukan
menjadikan faktor perpecahan. Menurutnya perpecahan hanya terjadi bila dieksploitasi
oleh kepentingan semata, orang yang berkepentingan. Menurut ia, perpecahan di
2
kalangan penganut agama lebih banyak dicetuskan oleh para pedagang agama,
merekalah yang menimbulkan isu perselisihan dan memperniagakannya di warung
agama guna mengambil keuntungan pribadi. Rupanya kontak awal al-Afghani dengan
pemikiran barat pertama kali terjadi di India. Dari India, Al-afghani pergi haji dan
melanjutkan perjalannya ke Mekkah, Mesir, Persia, Perancis dan beberapa Negara
lainnya. Baik di Istambul dan Afghanistan dia mampu menunjukkan pemikirannya
yang progresif dan mampu menembus kalangan tinggi di dua Negara tersebut.
Jamaluddin al-Afghani mulai menemukan ide-ide pembaharuannya yang banyak
menitik tolak untuk memperkuat kaum muslimin serta meningkatkan intelektual dan
kesadaran mereka.
Al-afghani tidak pernah berkompromi dengan apa yang tidak adil dan tidak
demokratis. Ia mencampakkan fasilitas-fasilitas yang ditawarkan kepadanya oleh para
penguasa yang mementingkan diri sendiri. Sekalipun kadang-kadang tidak memiliki
uang, ia tidak mau menerima uang dari mereka yang menghendaki agar ia mengabdi
kepada mereka. Sulit sekali untuk menemukan kekurangan dalam sikap pribadi
Jamaluddin, dalam tindakan-tindakannya, maupun dalam pekerjaan dan programnya.
Hampir semua penulis bersama-sama sepakat mengenai kepemimpinannya yang tidak
kenal takut.
Pandangan W. Blunt, yang hidup pada zaman itu dan merupakan sahabat al-
Afghani, secara singkat ia menggambarkan kepribadian al-Afghani, sebagaimana
ungkapannya:
“Jamaluddin adalah orang yang terlalu besar. Orang dapat menemukan suatu pengaruh
dan seruan khusus dalam ajaran-ajarannya. Tidak ada cendekiawan yang lebih
terkemuka daripada dirinya dalam 30 tahun terakhir (tahun 1870) di seluruh dunia
Islam. Saya merasa bangga dan merasa diri saya mendapat kemuliaan serta diberi
kepuasan oleh kenyataan bahwa ia telah tinggal bersama saya selama tiga bulan tinggal
di Inggris. Secara ideologis ia terlalu tabah dan kuat (artinya tidak dapat diubah). Ia
merupakan orang Asia yang sempurna (dalam pikiran maupun prakter)”.
Perjuangan Jamaluddin Al-afghani akhirnya sampai juga ke Istambul, Turki. Tempat
ini pula yang menjadi tempat peristirahatannya yang terakhir. Ia wafat di Istambul,
pada 9 Maret 1897 dalam usia 59 tahun. Beberapa penulis mengemukakan bahwa
pemakamannya dilakukan dengan cara penguburan orang yang tidak dikenal yang
meninggal.
3
B. Pergerakan Jamaluddin Al-afghani
Sebagaimana tertulis diatas, semenjak Al-afghani menginjak usia dewasa ia pergi dari
Kabul menuju ke India untuk mendapatkan pendidikan modern. Disini ia merasa tidak
senang melihat kaum kolonialis yang selalu menindas dan memeras rakyat. Terutama
East India Company (E.I.C) yang menyebabkan kehidupan kaum muslimin sangat
menyedihkan.
Di negara ini, ia memulai kiprah awalnya sebagai tokoh aktivis politik yang ulung, hal
itu dibuktikan dengan kepiawaiannya sebagai orator yang mampu membakar semangat
juang rakyat India, sehingga mendorong rakyat India untuk bangkit melawan kekuasaan
Inggris. Hasilnya, pada tahun 1857 muncul kesadaran baru di kalangan pribumi India
melawan penjajah, sehingga perang kemerdekaan pertama di India pun meletus.
Setelah menetap beberapa lama di India, ia melanjutkan perjalanannya ke Mekkah
untuk melaksanakan ibadah haji. Sepulang menunaikan ibadah haji, Jamaluddin
diminta penguasa Afghanistan, Pangeran Dost Muhammad Khan untuk membantunya
dalam pemerintahan. Tahun 1864, Jamaluddin diangkat menjadi penasehat Sher Ali
Khan. Beberapa tahun kemudian ia diangkat menjadi Perdana Menteri oleh Muhammad
A’zam Khan.
Namun karena campur tangan Inggris dan kekalahannya atas golongan yang disokong
Inggris, Jamaluddin akhirnya meninggalkan Kabul ke Mekkah. Inggris yang menilai
Jamaluddin sebagai tokoh yang berbahaya karena ide-ide pembaharuannya, terus
mengawasinya. Ia tak diperkenankan melalui jalan darat, juga tak diperkenankan
bertemu dengan pemimpin-pemimpin India. Melalui jalan laut, Jamaluddin
melanjutkan perjalanannya ke Kairo dan menetap untuk beberapa waktu disana.
b. Mesir
Ketatnya pengawasan Negara Inggris terhadap dirinya, ia pun pergi selama 40 hari dan
tinggal di Kairo serta berkenalan dengan para pencedekiawan dan mahasiswa
Universitas Al-Azhar. Dalam setiap ceramahnya, ia menarik perhatian semua orang
Mesir terhadap bahaya Eropa, Inggris yang bertekad untuk mempertahankan
kedudukan mereka di India, dengan jalan membangun kekuatan di Mesir untuk
digunakan bagi kepentingan nasional mereka sendiri.
Di Kairo, pada awalnya Jamaluddin mencoba menjauhkan diri dari politik dengan
memusatkan diri mempelajari ilmu pengetahuan dan sastra Arab. Rumahnya dijadikan
sebagai tempat pertemua para berbagai kalangan, termasuk intelektual muda,
mahasiswa dan tokoh-tokoh pergerakan.
4
Salah satu muridnya adalah Muhammad Abduh dan Saad Zaglul, pemimpin
kemerdekaan Mesir. Namun, politik tampaknya tidak pernah lepas dari kiprah
perjuangannya. Melihat campur tangan Inggris di Mesir, Jamaluddin akhirnya kembali
berpolitik. Inggris menghasut kaum teolog ortodoks untuk melawan Jamaluddin.
Ini menjadi alasan Inggris mengusir Jamaluddin dari Mesir, 1897 dengan bantuan dari
Kadhi yang sedang berkuasa saat itu. Jamaluddin kembali pergi ke Hyderabad Deccau
(India).
Agar gagasan serta tujuan misinya dapat diketahui oleh masyarakat Islam maupun
penguasa mereka, Jamaluddin menerbitkan risalah mingguan yang bernama Urwatul
Wustqa (hubungan yang tak dapat dipisahkan) yang mengecam keras Barat. Penguasa
barat akhirnya melarang jurnal ini diedarkan di Negara-negara Muslim karena
dikhawatirkan dapat menimbulkan semangat persatuan Islam. Karena dilarang
diedarkan, usia jurnal ini hanya 8 bulan dengan keseluruhan 18 nomor saja.
Tujuan pokok risalah itu ialah: Pertama, memberikan informasi kepada umat Muslim
tentang tipu daya kaum imperialis dengan maksud untuk menggugah mereka kembali
ke arah persatuan politik dan untuk mengungkapkan kepada Negara-negara Islam
5
bahwa beberapa Negara Eropa sebenarnya mengambil keuntungan dari pertikaian-
pertikaian serta sikap naif terhadap Negara Islam itu sendiri. Kedua, untuk melindungi
perbatasan setiap Negara Islam terhadap setiap serangan ataupun pengacauan dari
Negara lain dan untuk menggunakan keseluruhan sumber mereka guna menghadapi
agresi. Ketiga, untuk berjuang bagi pembebasan semua Negara yang dikuasai oleh
kekuatan kolonial Barat.
Salah satu tujuan misi Jamaluddin di Paris ialah untuk menjelaskan kepada Negara-
negara Islam agar mereka membangun pertahanan nasional mereka sendiri dan jangan
menggantungkan diri pada potensi militer Negara-negara Eropa.
d. Istambul
Namun upaya Sultan itu gagal, karena keduanya ternyata berbedaan pendapat yang
cukup tajam. Abdul Hamid tetap mempertahankan kekuasaaan otokrasi lama yang
ortodoks, sementara Jamaluddin mencoba memasukkan ide-ide pembaharuan dalam
pemerintahan. Sultan akhirnya membatasi kegiatan-kegiatan Jamaluddin dan
melarangnya keluar dari Istambul, sampai ajal menjemputnya.
Dalam pandangannya, kaum pria dan wanita, sama dalam beberapa hal, perempuan
adalah saudara kandung laki-laki. Keduanya mempunyai akal untuk berpikir, tidak ada
halangan bagi wanita untuk bekerja jika situasi menuntut untuk itu. Jamaluddin
menginginkan pria dan wanita meraih kemajuan dan bekerjasama mewujudkan Islam
yang maju dan dinamis.
Ide besar Jamaluddin al-Afghani adalah “Pan Islamisme”, sebuah gagasan untuk
membangkitkan dan menyatukan dunia Arab khususnya, dan dunia Islam umumnya
6
untuk melawan kolonialisme Barat. Yang dimaksud dengan barat adalah Inggris dan
Perancis khususnya yang kala itu banyak menduduki dan menjajah dunia Islam dan
Negara-negara berkembang.
Inti dari Pan Islamisme, terletak pada ide bahwa Islam adalah satu-satunya ikatan
kesatuan kaum Muslimin. Jika ikatan itu diperkokoh, jika dia menjadi sumber
kehidupan dan pusat loyalitas mereka, maka kekuatan solidaritas yang luar biasa akan
memungkinkan pembentukan dan pemeliharaan Negara Islam yang kuat dan stabil.
Muhammad Iqbal, sastrawan dan pemikir besar muslim abad ke 20 lainnya,
menyatakan, “jiwa yang tak mau diam itu selalu mengembara dari negera satu ke
negera Islam lainnya. Memang, al-Afghani tak pernah menuntut sebutan sebagai
pembaharu, akan tetapi tidak ada seorang pun di zaman ini yang lebih mampu
mengungkapkan getaran jiwa agama Islam melebihi dirinya. Semangat dan
pengaruhnya masih tetap besar bagi dunia Islam, dan tak ada seorang pun tahu kapan
berakhirnya”.
Pakar sejarah Azyumardi Azra dalam Historiografi Islam Kontemporer, menilai ide
Jamaluddin tentang Pan Islamisme atau persatuan umat Islam sedunia, sebagai entitas
politik Islam Universal. Konsekuensinya, dia pun bersentuhan langsung dengan para
penjajah itu. Dengan idenya tersebut, al-Afghani menjadikan Islam sebagai ideologi
anti-kolonialis yang menyerukan aksi politik menentang Barat. Menurut beliau, Islam
adalah faktor yang paling esensial untuk perjuangan kaum Muslimin melawan Eropa
dan Barat pada umumnya.
Al-Afghani berpendapat juga bahwa kemunduran umat Islam disebabkan antara lain
karena umat telah meninggalkan ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya. Ajaran qada dan
qadar telah berubah menjadi ajaran fatalisme yang menjadikan umat menjadi statis.
Sebab-sebab lain lagi adalah perpecahan di kalangan umat Islam sendiri, lemahnya
persaudaraan antara umat Islam dan lain-lain.
Untuk mengatasi semua hal itu antara lain menurut pendapatnya ialah umat Islam harus
kembali kepada ajaran Islam yang benar, mensucikan hati, memuliakan akhlak,
berkorban untuk kepentingan umat, pemerintah otokratis harus diubah menjadi
demokratis, dan persatuan umat Islam harus diwujudkan sehingga umat akan maju
sesuai dengan tuntutan zaman.
Ide-ide pembaharuan dan pemikiran politik Al-Afghani tentang Negara dan sistem
pemerintahan, yaitu:
7
Menurut Al-Afghani, Islam menghendaki bahwa bentuk pemerintahan adalah Republik,
Jamaluddin al-Afghani berencana membentuk sebuah Negara modern dengan suatu
sistem pemerintahan yang di perbaharui, pada saat itu, beliau mengkoordinir para
tentara dengan membangkitkan semangat heroik dan mengerahkan tenaga muda serta
menyusun sistem-sistem Pemerintahan yang ada.
b. Sistem Demokrasi
Di dalam pemerintahan kyang absulot dan otokratis tidak ada kebebasan berpendapat,
kebebasan hanya ada pada raja/kepala negara untuk bertindak yang tidak diatur oleh
Undang-undang. Karena itu al-Afghani menghendaki agar corak pemerintahan absulot
diganti dengan dengan corak pemerintahan demokrasi. Pemerintahan demokratis
merupakan salah satu identitas yang paling khas dari pemerintahan yang berbentuk
republik.
Pada tahun 1889, al-Afghani di undang ke Persia untuk suatu urusan persengketaan
politik antara Persia dengan Rusia. Bersamaan dengan itu, al-Afghani melihat
ketidakberesan terhadap politik dalam Negeri Persia Sendri. Karenanya beliau
mengajukan perombakan sistem yang masih otokratis.
Menurut al-Afghani sebelum menangani politik luar Negeri harus dibenahi sistem
politik dalam Negerinya, rupanya pandangan politik Afghani yang sangat demokratis
tidak bertemu dengan kepentingan politik Sultan yang sangat otokratis.
Beberapa buku yang ditulis oleh al-Afghani antara lain Tatimmat al-bayan (Cairo,
1879). Buku sejarah politik, sosial dan budaya Afghanistan. Hakikati Madhhabi
Naychari wa Bayani Hali Naychariyan. Pertama kali diterbitkan di Haydarabad-
Deccan, 1298 H/1881 M, ini adalah karya intelektual Afghani paling utama yang
diterbitkan selama hidupnya. Merupakan suatu kritik pedas dan penolakan total
terhadap materialisme. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam Arab oleh Muhammad
Abduh dengan judul Al-Radd 'ala al-dahriyyin (Bantahan terhadap Materialisme).
Kemudian Al-Ta'Liqat 'ala sharh al-Dawwani li'l-'aqa'id al-'adudiyyah (Cairo, 1968).
Berupa catatan Afghani atas komentar Dawwani terhadap buku kalam yang terkenal
dari Adud al-Din al-'Iji yang berjudul Al-‘Aqa’id al-‘Adudiyyah. Berikutnya Risalat al-
Waridat fi Sirr al-Tajalliyat (Cairo, 1968). Suatu tulisan yang didiktekan oleh Afghani
kepada siswanya Muhammad 'Abduh ketika ia di Mesir.
Khatirat Jamal al-Din al-Afghani al-Husayni (Beirut, 1931). Suatu buku hasil kompilasi
oleh Muhammad Pasha al-Mahzumi wartawan Libanon. Mahzumi hadir dalam
kebanyakan forum pembicaraan Afghani pada bagian akhir dari hidupnya Buku berisi
informasi yang penting tentang gagasan dan hidup Afghani.
8
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Jamaluddin al-Afghani merupakan seorang tokoh pejuang Islam yang banyak
menyerahkan waktu dalam hidupnya untuk mengabdikan diri pada perjuangan Islam
sebagaimana telah panjang lebar dijabarkan pada pembahasan diatas. Dalam berjuang
ia tak kenal kompromi terhadap ketidakadilan dan sifat otoriter suatu pemerintah. Hal
tersebut yang menjadi ciri khas tersendiri dalam karakternya yang tegas dalam
menegakkan kebenaran.
2. Perjuangan beliau dalam ber-Islam sangatlah luar biasa, hal tersebut terlihat dengen
sepak terjangnya yang melalangbuana ke berbagai Negara guna menyelamatkan Islam
dari perangkap kaum materialisme untuk memecah-belah umat Muslim. Dengan
demikian, al-Afghani dengan Pan Islamisme nya mencoba untuk menyatukan kembali
umat Muslim sedunia, dan membuka cakrawala masyarakat Islam untuk dapat hidup
mandiri tanpa mengharap bantuan dari Barat, dalam berbagai aspek agar tak ada
ketergantungan antara umat Muslim dengan barat, dsb.
3. Karya tulis Jamaluddin al-Afghani berjumlah puluhan buku, yang di antara sebagaian
besar karyanya banyak membahas mengenai perjuangan-perjuangan Islam, tipu
muslihat orientalis, yang mana kesemuanya itu untuk membakar semangat juang
Muslimin dan menyadarkan umat Muslim akan ancaman-ancaman dari eksternal guna
menghancurkan dan memecah belah umat Muslim.
9
Daftar Pustaka
https:///id.m.wikipedia.org/wiki/Jamal-Din_Afgan.
https:islamic-methodology.blogspot.co.id/2010/07/pemikiran-politik-jamaluddin-
alafghani.
10