Anda di halaman 1dari 21

KETELADANAN ABDURRAHMAN BIN AUF

DAN ABU DZAR AL- GHIFARI


D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK 5 :
 FEBI AIDHA UTAMI
 KHAIRUL SAHYANI BR. SAGALA
 MUHAMMAD HAIKAL
 MUHAMMAD RIFKY AZMI
 MUHAMMAD YOANDA AIDIL
 RAIHAN NAHRIZA ZAIRI
 SALWA FADHILLAH
 SYAHARANI SARA

KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA


MADRASAH ALIYAH NEGERI 2 MODEL MEDAN LOKASI HELVETIA
TAHUN AJARAN 2018 – 2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah swt. Yang telah
melimpahkan begitu banyak nikmat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah dengan judul: Keteladanan Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar Al –
Ghifari. Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat dalam
memenuhi kompetensi dasar pada pembelajaran Akidah Akhlak yaitu:

 Menghayati keutamaan sifat Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar Al – Ghifari
 Meneladani keutamaan sifat Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar Al – Ghifari
 Menganalisis kisah keteladanan Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar Al –
Ghifari
 Menceritakan kisah keteladanan Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar Al –
Ghifari

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
karena keterbatasan dan kurangnya pengetahuan penulis. Untuk itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang memberikan bantuan, bimbingan, maupun arahan
sehingga makalah ini dapat selesai dengan baik. Semoga Allah swt. Memberikan rahmat,
kesehatan kepada mereka.

Semoga segala bantuan yang diterima penulis dapat membuahkan kesuksesan, dan
segala kebaikan yang kalian mendapat berkat dari Allah swt. Dan semoga makalah ini dapat
memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca.
Penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu,
kepada Guru pembimbing dan pembaca, penulis mengharapkan saran dan kritik pembuatan
makalah. Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Medan, 26 Maret 2019

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Abdurrahman bin Auf dilahirkan kira-kira sepuluh tahun setelah tahun Gajah dan
termasuk orang yang terdahulu masuk Islam. Dia berhijrah sebanyak dua kali dan ikut serta
dalam perang Badar dan peperangan lainnya. Saat masih jahilillah, ia bernama Abdul Ka’bah
atau Abdu Amr kemudian diberi nama Abdurrahman oleh Rasulullah saw.. Ibunya bernama
Shafiyah. Sedangkan ayahnya bernama Auf bin Abdu Auf bin Abdul Harits bin Zahrah.

Abdurrahman bin Auf termasuk garda terdepan penerima ketauhidan yang dibawa oleh
Rasulullah Saw.. Ia adalah sahabat Abu Bakar dan termasuk orang kelima yang di Islamkan
olehnya. Sebagai seorang pengusaha, ia tidak apatus dengan peperangan. Ia mendapatkan 20
hujaman dan giginya rontok dalam perang Uhud. Ia menyadari, pengorbanan yang harus
diberikan kepada Islam bukan hanya harta tetapi juga jiwa.

Sedangkan Abu Dzar Al-Ghifari adalah salah satu sahabat nabi yang terdahulu
memeluk Islam. Ia mendatangi Nabi Muhammad langsung ke Mekkah untuk menyatakan
keislamannya. Abu Dzar Al Ghifari berasal dari suku Ghifar.

B. Rumusan Masalah
1. Siapakah Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar Al-Ghifari ?
2. Karakter apakah yang dapat kita teladani dari keduanya ?
3. Bagaimana cara kita meneladani karakter dari keduanya ?

C. Tujuan
1. Mengetahui tentang Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar Al-Ghifari
2. Mengetahui karakter yang dapat kita teladani dari keduanya
3. Mengetahui cara agar kita dapat meneladani karakter keduanya
D. Manfaat Penulisan
1. Memberi pengetahuan baru tentang sahabat Rasulullah saw.
2. Memberi cakrawala baru pada kita semua perihal sejarah hidup Abdurrahman
bin Auf dan Abu Dzar Al-Ghifari
3. Memberi pengetahuan baru kepada pembaca perihal biografi hidup
Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar Al-Ghifari
4. Bagi pemakalah, makalah ini sebagai penambah ilmu pengetahuan dan
wawasan
5. Bagi pihak lain, makalah ini sebagai bahan pertimbangan dan acuan untuk
penelitian lebih lanjut

E. Metode Penulisan

Dari pembuatan dan penulisan makalah “Keteladanan Abdurrahman bin Auf dan Abu
Dzar Al- Ghifari” ini, pemakalah (kelompok) menggunakan metodi studi pustaka yaitu salah
satu metode yang digunakan dalam penulisan Karya Tulis (makalah) dengan cara
mengumpulkan literatur baik berasal dari berbagai buku ataupun berbagai situs di internet.
Sehingga menjadi sebuah bahasan yang menarik pada makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Abdurrahman bin Auf
Salah seorang Sahabat Nabi saw. yang mendapat rekomendasi masuk surga adalah
Abdurrahmân bin Auf bin Abdi Auf bin Abdil Harits bin Zahrah bin Kilab bin al-Qurasyi az-
Zuhri Abu Muhammad. Dia juga salah seorang dari enam orang sahabat ra. yang ahli syura.
Saat masih jahilillah, ia bernama Abdul Ka`bah atau Abdu Amr kemudian diberi nama
Abdurrahman oleh Rasulullah saw.. Ibunya bernama Shafiyah. Sedangkan ayahnya bernama
Auf bin Abdu Auf bin Abdul Harits bin Zahrah.

Abdurrahman bin Auf (bahasa Arab: ‫عبد الرحمن بن عوف‬, lahir 10 tahun setelah Tahun
Gajah – meninggal 652 pada umur 72 tahun) adalah salah seorang dari sahabat Nabi
Muhammad yang terkenal. Ia adalah salah seorang dari delapan orang pertama (As-Sabiqunal
Awwalun) yang menerima agama Islam, yaitu dua hari setelah Abu Bakar.

Abdurrahman bin Auf berasal dari Bani Zuhrah. Salah seorang sahabat Nabi lainnya,
yaitu Sa'ad bin Abi Waqqas, adalah saudara sepupunya. Abdurrahman juga adalah suami dari
saudara seibu Utsman bin Affan, yaitu anak perempuan dari Urwa bint Kariz (ibu Utsman)
dengan suami keduanya. Kaum muslimin pada umumnya menganggap bahwa Abdurrahman
adalah salah seorang dari Sepuluh Orang yang Dijamin Masuk Surga.

Saat akan berhijrah ke Madinah, seluruh kekayaan Abdurrahman bin Auf dirampas oleh
penguasa kaum Quraisy, sehingga ia datang ke Madinah tanpa membawa harta sama sekali.
Bayangkan betapa berbedanya orang yang awalnya memiliki harta melimpah, tiba-tiba tak
memiliki apapun.

Di Madinah, Rasulullah saw. mempersaudarakan orang-orang yang berhijrah


(muhajirin) yang kebanyakan pedagang, dengan orang-orang asli Madinah yang mayoritas
petani. Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan seorang hartawan di Madinah.

Dari Anas bin Malik ra., ia menyatakan bahwa Abdurrahman bin Auf pernah
dipersaudarakan oleh Nabi saw. dengan Sa’ad bin Ar-Rabi’ Al-Anshari. Ketika itu Sa’ad Al-
Anshari memiliki dua orang istri dan memang ia terkenal sangat kaya. Lantas ia menawarkan
kepada Abdurrahman bin Auf untuk berbagi dalam istri dan harta. Artinya, istri Sa’ad yang
disukai oleh Abdurrahman akan diceraikan lalu diserahkan kepada Abdurrahman setelah masa
iddahnya.

Mendapat tawaran luar biasa ini, sikap Abdurrahman bin Auf sungguh tidak disangka-
sangka, ketika itu ia menjawab, “Semoga Allah memberkahimu dalam keluarga dan hartamu.
Cukuplah tunjukkan kepadaku di manakah pasar.”

Abdurrahman bin Auf menolak penawaran menggiurkan dari saudara Anshornya


tersebut, dan lebih memilih untuk berdagang kembali dari nol. Ia memang seorang pebisnis
yang handal. Dengan modal secukupnya ia berjualan keju dan minyak samin di pasar Madinah.

Rasulullah saw. sangat menghargai kemandirian Abdurrahman bin Auf dalam hal
ekonomi. Rasulullah bersabda, “Seorang yang mencari kayu lalu memanggulnya lebih baik
daripada orang yang mengemis yang kadangkala diberi atau ditolak.” (H.R. Bukhari)

Pesan ini membuat seluruh Muslimin yang ada di Madinah bangkit dan bekerja menjadi
petani, pedagang, dan buruh. Tidak ada seorang pun yang menganggur

Lalu, Abdurrahmân bin Auf adalah seorang Sahabat Nabi saw. yang sangat dermawan
dan yang sangat memperhatikan dakwah Islam, terus memperjuangkan Islam meski dijamin
masuk surga. Sebagaimana hadist riwayat Abu Dawud, Abdurrahman bin Auf adalah salah satu
dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga. Akan tetapi, ia tetap mempertaruhkan jiwa dan
raganya. Abdurrahman bin Auf pernah menjual tanahnya seharga 40 ribu dinar, kemudian
membagi-bagikan uang tersebut kepada para fakir miskin bani Zuhrah, orang-orang yang
membutuhkan dan kepada Ummahatul Mukminin ( para istri Nabi saw. )

Abdurrahman bin Auf di antaranya: Abdurrahman bin Auf walaupun memiliki harta
yang banyak dan menginfakkanya di jalan Allah, namun dia selalu mengintrospeksi dirinya.
Abdurrahman ra. pernah mengatakan : “Kami bersama Rasulullah saw. diuji dengan
kesempitan, namun kami pun bisa bersabar, kemudian kami juga diuji dengan kelapangan
setelah Rasulullah saw. dan kami pun tidak bisa sabar”.
Suatu hari Abdurrahman ra. diberi makanan, padahal dia sedang berpuasa. Ia
mengatakan, “Mush`ab bin Umair telah terbunuh, padahal dia lebih baik dariku. Akan tetapi
ketika dia meninggal tidak ada kafan yang menutupinya selain burdah (apabila kain itu
ditutupkan di kepala, kakinya menjadi terlihat dan apabila kakinya ditutup dengan kain itu,
kepalanya menjadi terlihat). Demikian pula dengan Hamzah, dia juga terbunuh, padahal dia
lebih baik dariku. Ketika meninggal, tidak ada kafan yang menutupinya selain burdah. Aku
khawatir balasan kebaikan-kebaikanku diberikan di dunia ini. Kemudian dia menangis lalu
meninggalkan makanan tersebut.”

Senada dengan kisah di atas, Naufal bin al-Hudzali berkata, “Dahulu Abdurrahman bin
Auf ra. teman bergaul kami. Beliau adalah sebaik-baik teman. Suatu hari dia pulang ke
rumahnya dan mandi. Setelah itu dia keluar, ia datang kepada kami dengan membawa wadah
makanan berisi roti dan daging, dan kemudian dia menangis. Kami bertanya, “Wahai Abu
Muhammad (panggilan Abdurrahman), apa yang menyebabkan kamu menangis?” Ia
menjawab, “Dahulu Rasulullah saw. meninggal dunia dalam keadaan beliau dan keluarganya
belum kenyang dengan roti syair. Aku tidak melihat kebaikan kita diakhirkan.

Keutamaan-Keutamaan `Abdurrahmân bin Auf di antaranya:

1. Abdurrahmân bin Auf walaupun memiliki harta yang banyak dan menginfakkanya di
jalan Allah, namun dia selalu mengintrospeksi dirinya. Abdurrahman ra. pernah
mengatakan : “Kami bersama Rasulullah saw. diuji dengan kesempitan, namun kami
pun bisa bersabar, kemudian kami juga diuji dengan kelapangan setelah Rasulullah saw.
dan kami pun tidak bisa sabar”
2. Pada zaman Nabi saw., Abdurrahman bin Auf ra. pernah menyedekahkan separuh
hartanya. Setelah itu dia bersedekah lagi sebanyak 40.000 dinar. Kebanyakan harta
bendanya diperoleh dari hasil perdagangan
3. Ja`far bin Burqan mengatakan, “Telah sampai kabar kepadaku bahwa Abdurrahman bin
Auf ra. telah memerdekakan 3000 orang
Berikut adalah beberapa fakta tentang Abdurrahman bin Auf yang disarikan dari berbagai
sumber:

1. Abdurrahman bin Auf termasuk sahabat yang masuk Islam sangat awal, tercatat beliau
orang kedelapan yang bersyahadah 2 hari setelah Abu Bakar.

2. Abdurrahman bin Auf termasuk salah satu dari enam orang yang ditunjuk oleh Umar
bin Khattab untuk memilih khalifah sesudahnya.

3. Abdurrahman bin Auf seorang mufti yang dipercaya oleh Rasulullah saw. untuk
berfatwa di Madinah padahal Rasulullah saw. masih hidup.

4. Abdurrahman bin Auf terlibat dalam perang Badar bersama Rasulullah saw. dan
menewaskan musuh-musuh Allah. Beliau juga terlibat dalam perang Uhud dan bahkan
termasuk yang bertahan di sisi Rasulullah saw. ketika tentara kaum muslimin banyak
yang meninggalkan medan peperangan. Dari peperangan ini ada sembilan luka parah
ditubuhnya dan dua puluh luka kecil yang diantaranya ada yang sedalam anak jari.
Perang ini juga menyebabkan luka dikakinya sehingga Abdurahman bin Auf harus
berjalan dengan pincang, dan juga merontokkan sebagian giginya sehingga beliau
berbicara dengan cadel.

5. Suatu saat ketika Rasullullah saw. berpidato menyemangati kaum muslimin untuk
berinfaq di jalan Allah, Abdurrahman bin Auf menyumbang separuh hartanya yang
senilai 2000 Dinar atau sekitar Rp 2.4 Milyar nilai uang saat ini (saat itu beliau ‘belum
kaya’ dan hartanya baru 4000 Dinar atau Rp 4.8 Milyar). Atas sedeqah ini beliau
didoakan khusus oleh Rasulullah saw. yang berbunyi, “Semoga Allah melimpahkan
berkahNya kepadamu, terhadap harta yang kamu berikan. Dan Semoga Allah
memberkati juga harta yang kamu tinggalkan untuk keluarga kamu.” Doa ini kemudian
benar-benar terbukti dengan kesuksesan demi kesuksesan Abdurrahman bin Auf
berikutnya.
6. Ketika Rasullullah membutuhkan dana untuk perang Tabuk yang mahal dan sulit
karena medannya jauh, ditambah situasi Madinah yang lagi dilanda musim panas.
Abdurrahman bin Auf memeloporinya dengan menyumbang dua ratus uqiyah emas
sampai-sampai Umar bin Khattab berbisik kepada Rasulullah saw., “Sepertinya
Abdurrahman berdosa terhadap keluarganya karena tidak meninggali uang belanja
sedikitpun untuk keluarganya.”Mendengar ini, Rasulullah saw. bertanya pada
Abdurrahman bin Auf, “Apakah kamu meninggalkan uang belanja untuk istrimu?”,
“Ya!” jawab Abdurrahman, “Mereka saya tinggali lebih banyak dan lebih baik dari
yang saya sumbangkan.”. “Berapa?” tanya Rasulullah. “Sebanyak rizki, kebaikan, dan
pahala yang dijanjikan Allah,” jawabnya.

7. Setelah Rasulullah saw. wafat, Abdurrahman bin Auf bertugas menjaga kesejahteraan
dan keselamatan Ummahatul Mu’minin (para istri Rasulullah saw.).

8. Abdurrahman bin Auf pernah menyumbangkan seluruh barang yang dibawa oleh
kafilah perdagangannya kepada penduduk Madinah padahal seluruh kafilah ini
membawa barang dagangan yang diangkut oleh 700 unta yang memenuhi jalan-jalan
kota Madinah.

9. Abdurrahman bin Auf telah menyumbangkan dengan sembunyi-sembunyi atau terang-


terangan antara lain 40,000 Dirham (sekitar Rp 1.4 Milyar uang sekarang), 40,000
Dinar (sekarang senilai ± Rp 48 Milyar uang sekarang), 200 uqiyah emas, 500 ekor
kuda, dan 1,500 ekor unta.

10. Abdurrahman bin Auf juga menyantuni para veteran perang badar yang masih hidup
waktu itu dengan santunan sebesar 400 Dinar (sekitar Rp 480 juta) per orang untuk
veteran yang jumlahnya tidak kurang dari 100 orang.

11. Ketika meninggal pada usia 72 tahun, Abdurrahman bin Auf masih juga meninggalkan
harta yang sangat banyak yaitu terdiri dari 1000 ekor unta, 100 ekor kuda, 3.000 ekor
kambing dan masing-masing istri mendapatkan warisan 80.000 Dinar. Padahal warisan
istri-istri ini masing-masing hanya ¼ dari 1/8 (istri mendapat bagian seperdelapan
karena ada anak, lalu 1/8 ini dibagi 4 karena ada 4 istri). Artinya kekayaan yang
ditinggalkan Abdurrahman bin Auf saat itu berjumlah 2.560.000 Dinar atau sebesar Rp
3.072 trilyun untuk kurs uang rupiah saat tulisan ini dibuat

12. Saat pemakamannya, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib berkata, “Anda telah
mendapat kasih sayang Allah, dan Anda telah berhasil menundukan kepalsuan dunia.
B. Abu Dzar Al-Ghifari
Biografi
Abu Dzar berasal dari suku Ghifar (dikenal sebagai penyamun pada masa sebelum
datangnya Islam). Ia memeluk Islam dengan sukarela. Ia salah seorang sahabat yang terdahulu
dalam memeluk Islam. Ia mendatangi Nabi Muhammad langsung ke Mekah untuk menyatakan
keislamannya.
Setelah menyatakan keislamannya, ia berkeliling Mekkah untuk mengabarkan bahwa
ia kini adalah seorang Muslim, hingga memicu kekhawatiran serta kemarahan kaum kafir
Quraisy dan membuatnya menjadi bulan - bulanan kaum Quraisy. Berkat pertolongan Abbas
bin Abdul Muthalib, ia selamat dan suku Quraisy membebaskannya setelah mereka mengetahui
bahwa orang yang dipukuli berasal dari suku Ghifar. Ia mengikuti hampir seluruh pertempuran-
pertempuran selama Nabi Muhammad hidup.

Orang-orang yang masuk Islam melalui dia, adalah : Ali-al-Ghifari, Anis al-Ghifari,
Ramlah al-Ghifariyah.

Dia dikenal sangat setia kepada Rasulullah. Kesetiaan itu misalnya dibuktikan sosok
sederhana ini dalam satu perjalanan pasukan Muslim menuju medan Perang Tabuk melawan
kekaisaran Bizantium. Karena keledainya lemah, ia rela berjalan kaki seraya memikul
bawaannya. Saat itu sedang terjadi puncak musim panas yang sangat menyayat.

Dia keletihan dan roboh di hadapan Nabi SAW. Namun Rasulullah heran kantong
airnya masih penuh. Setelah ditanya mengapa dia tidak minum airnya, tokoh yang juga kerap
mengkritik penguasa semena-mena ini mengatakan, "Di perjalanan saya temukan mata air.

Saya minum air itu sedikit dan saya merasakan nikmat. Setelah itu, saya bersumpah tak
akan minum air itu lagi sebelum Nabi SAW meminumnya." Dengan rasa haru, Rasulullah
berujar, "Engkau datang sendirian, engkau hidup sendirian, dan engkau akan meninggal dalam
kesendirian. Tapi serombongan orang dari Irak yang saleh kelak akan mengurus
pemakamanmu." Abu Dzar Al Ghifary, sahabat setia Rasulullah itu, mengabdikan sepanjang
hidupnya untuk Islam.

Sebelum Masuk Islam

Tidak diketahui pasti kapan Abb Dzar lahir. Sejarah hanya mencatat, ia lahir dan tinggal
dekat jalur kafilah Mekkah, Syria. Riwayat hitam masa lalu Abizar tak lepas dari keberadaan
keluarganya.
Abu Dzar yang dibesarkan di tengah-tengah keluarga perampok besar Al Ghiffar saat
itu, menjadikan aksi kekerasan dan teror untuk mencapai tujuan sebagai profesi keseharian. Itu
sebabnya, Abu Dzar yang semula bernama Jundab, juga dikenal sebagai perampok besar yang
sering melakukan aksi teror di negeri-negeri di sekitarnya.

Kendati demikian, Jundab pada dasarnya berhati baik. Kerusakan dan derita korban
yang disebabkan oleh aksinya kemudian menjadi titik balik dalam perjalanan hidupnya: Insyaf
dan berhenti dari aksi jahatnya tersebut. Bahkan tak saja ia menyesali segala perbuatan jahatnya
itu, tetapi juga mengajak rekan-rekannya mengikuti jejaknya. Tindakannya itu menimbulkan
amarah besar sukunya, yang memaksa Jundab meninggalkan tanah kelahirannya.

Bersama ibu dan saudara lelakinya, Anis Al Ghifar, Abizar hijrah ke Nejed Atas, Arab
Saudi. Ini merupakan hijrah pertama Abu Dzar dalam mencari kebenaran. Di Nejed Atas, Abu
Dzar tak lama tinggal, sekalipun banyak ide-idenya dianggap revolusioner sehingga tak jarang
mendapat tentangan dari masyarakat setempat.

Masuk Islam

Mendengar datangnya agama Islam, Abu Dzar pun berpikir tentang agama baru ini.
Saat itu, ajaran Nabi Muhammad ini telah mulai mengguncangkan kota Mekkah dan
membangkitkan gelombang kemarahan di seluruh Jazirah Arab. Abu Dzar yang telah lama
merindukan kebenaran, langsung tertarik kepada Rasulullah, dan ingin bertemu dengan Nabi
SAW. Ia pergi ke Mekkah, dan sekali-sekali mengunjungi Ka'bah. Sebulan lebih lamanya ia
mempelajari dengan saksama perbuatan dan ajaran Nabi. Waktu itu masyarakat kota Mekkah
dalam suasana saling bermusuhan.

Demikian halnya dengan Ka'bah yang masih dipenuhi berhala dan sering dikunjungi
para penyembah berhala dari suku Quraisy, sehingga menjadi tempat pertemuan yang populer.
Nabi juga datang ke sana untuk salat.

Seperti yang diharapkan sejak lama, Abu Dzar berkesempatan bertemu dengan Nabi.
Dan pada saat itulah ia memeluk agama Islam, dan kemudian menjadi salah seorang pejuang
paling gigih dan berani.

Bahkan sebelum masuk Islam, ia sudah mulai menentang pemujaan berhala. Dia
berkata: "Saya sudah terbiasa bersembahyang sejak tiga tahun sebelum mendapat kehormatan
melihat Nabi Besar Islam." Sejak saat itu, Abu Dzar membaktikan dirinya kepada agama Islam.
Kisah masuk Islamnya Abu Dzar Al-Ghifari

Diceritakan oleh (Abu Jamra): Ibnu Abbas r.a. berkata pada kami: Maukah kalian aku
ceritakan kisah tentang masuk Islamnya Abu Żar? Kami menjawab: "Ya"

Abu Żar berkata, "Aku adalah seorang pria dari kabilah Gifar, Kami mendengar bahwa
ada seseorang mengaku nabi di Mekkah. Aku bilang pada seorang saudaraku,

'Pergilah temui orang itu, bicaralah dengannya lalu kabarkanlah beritanya padaku'. Dia
pergi menjumpainya dan kembali. Aku bertanya padanya, 'Ada kabar apa yang kau bawa?', Dia
berkata,

'Demi Allah, aku melihat seorang pria mengajak pada hal-hal yang baik dan melarang
hal-hal yang buruk', Aku berkata padanya, 'Kamu tidak memuaskan keingintahuanku dengan
keterangan yang hanya sedikit itu' .

Aku mengambil kantung air dan tongkat lalu pergi menuju Mekkah. Aku tak tahu siapa
dan seperti apa nabi itu, dan aku pun tak mau menanyakan hal itu pada siapapun. Aku terus
minum air zam-zam dan terus berdiam diri di sekitar Ka'bah. Lalu Ali lewat didepanku, dia
bertanya, 'Sepertinya anda orang asing di sini? 'Aku jawab 'Ya'.

Dia mengajakku ke rumahnya, aku lalu mengikutinya. Dia tidak menanyakan apa pun
padaku, Aku pun tidak mengatakan apa-apa padanya.

Besok paginya aku pergi lagi ke Ka'bah untuk menanyakan perihal nabi itu pada orang-
orang di sana, tetapi tak seorang pun mengatakan sesuatu tentangnya. Ali kembali lewat di
hadapanku dan bertanya,

'Adakah seseorang yang belum juga menemukan tempat tinggalnya?', Aku


bilang,'Tidak'. Dia berkata,

'Kemari mendekatlah padaku'. Lalu dia bertanya,

'Anda punya urusan apa di sini? Apa yang membuat Anda datang ke kota ini?'. Aku
bilang kepadanya,

'Jika kamu bisa menjaga rahasiaku, maka aku akan mengatakannya ', Dia menjawab,

'Akan aku lakukan'. Aku berkata padanya,


'Kami mendengar bahwa ada seseorang di kota ini mengaku dirinya nabi... Aku lalu
mengutus seorang saudaraku untuk bicara dengannya dan waktu dia kembali, dia membawa
kabar yang tidak memuaskan. Jadi, aku berpikir untuk bertemu dengannya secara langsung'.

Ali berkata, 'Tercapailah sudah tujuanmu, Aku mau menemui dia sekarang. Jadi,
ikutlah aku. Bila aku masuk ke suatu tempat, masuklah setelahku. Jika aku menjumpai
seseorang yang mungkin akan menyusahkanmu, aku akan berdiri di dekat tembok berpura-
pura memperbaiki sepatuku (sebagai tanda peringatan) bahwa anda harus segera pergi'.

Kemudian Ali berjalan dan aku mengikutinya sampai dia masuk ke suatu tempat dan
aku masuk dengannya menemui sang nabi yang padanya aku berkata,

'Terangkanlah hakikat Islam itu kepadaku'. Waktu dia menjelaskannya, aku langsung
menyatakan masuk Islam seketika itu juga.

Nabi bersabda,'Wahai Abu Żar, simpanlah perkataanmu itu sebagai rahasiamu dan
pulanglah ke daerah asalmu dan apabila kamu mendengar kabar tentang kemenangan kami,
kembalilah temuilah kami'. Aku berkata,

'Demi Dia Yang telah mengutus engkau dalam kebenaran, aku akan mengumumkan
keislamanku secara terang-terangan di hadapan mereka (kaum musyrikin)'. Abu Żar pergi ke
Ka'bah di mana banyak orang-orang Quraisy berkumpul, lalu berseru

'Hai, Kalian orang-orang Quraish! Aku bersaksi (Asyhadu a lâ ilâha ill-Allah wa


asyhadu anna Muhammadan abduhu wa rasuluhu) Tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi
Muhammad itu hamba dan rasul Allah!'. (Mendengar hal itu) Orang-orang Quraisy itu
berteriak,

'Tangkap Sâbi itu (Muslim itu)! Mereka bangkit lalu memukuliku sampai hampir mati.
Al Abbas melihatku lalu menabrakkan badannya ke badanku untuk melindungiku. Lalu dia
menghadapi mereka dan berkata,

'Ada apa dengan kalian ini! Apakah kalian mau membunuh seorang dari kabilah Gifar?
Padahal selama ini kalian berdagang dan berkomunikasi dengan dunia luar melewati daerah
kekuasaan mereka?!'. Mereka lalu meninggalkanku...

Besok paginya aku kembali ke Kakbah dan berseru sama persis seperti yang aku
lakukan kemarin, mereka kembali berteriak,
'Tangkap Sâbi itu (Muslim itu)!'. Lalu aku dipukuli (sampai hampir mati) sama seperti
kemarin, dan kembali Al Abbas menghampiri diriku dan menabrakkan badannya ke badanku
untuk melindungiku, dan dia berkata pada mereka sama seperti yang dia lakukan kemarin.

Begitulah kisah tentang masuk Islamnya Abu Żar r.a..

Menjadi Sahabat Nabi

Mendapat kepercayaan Nabi saw., Abizar ditugaskan mengajarkan Islam di kalangan


sukunya. Meskipun tak sedikit rintangan yang dihadapinya, misi Abizar tergolong sukses.
Bukan hanya ibu dan saudara-saudaranya, hampir seluruh sukunya yang suka merampok
berhasil diislamkan. Itu pula yang mencatatkan dirinya sebagai salah seorang penyiar Islam
fase pertama dan terkemuka.

Rasulullah sendiri sangat menghargainya. Ketika dia meninggalkan Madinah untuk


terjun dalam "Perang pakaian compang-camping", dia diangkat sebagai imam dan
administrator kota itu. Saat akan meninggal dunia, Nabi memanggil Abizar. Sambil
memeluknya, Rasulullah berkata: "Abizar akan tetap sama sepanjang hidupnya." Ucapan Nabi
ternyata benar, Abizar tetap dalam kesederhanaan dan sangat saleh. Seumur hidupnya ia
mencela sikap hidup kaum kapitalis, terutama pada masa khalifah ketiga, Usman bin Affan,
ketika kaum Quraisy hidup dalam gelimangan harta.

Bagi Abizar, masalah prinsip adalah masalah yang tak bisa ditawar-tawar. Itu sebabnya,
hartawan yang dermawan ini gigih mempertahankan prinsip egaliter Islam. Penafsirannya
mengenai "Ayat Kanz" (tentang pemusatan kekayaan), dalam surah Attaubah, menimbulkan
pertentangan pada masa pemerintahan Usman, khalifah ketiga.

"Mereka yang suka sekali menumpuk emas dan perak dan tidak memanfaatkannya di
jalan Allah, beritahukan mereka bahwa hukuman yang sangat mengerikan akan mereka terima.
Pada hari itu, kening, samping dan punggung mereka akan dicap dengan emas dan perak yang
dibakar sampai merah, panasnya sangat tinggi, dan tertulis: Inilah apa yang telah engkau
kumpulkan untuk keuntunganmu. Sekarang rasakan hasil yang telah engkau himpun."

Atas dasar pemahamannya inilah, Abizar menentang keras ide menumpuk harta
kekayaan dan menganggapnya sebagai bertentangan dengan semangat Islam. Soal ini, sedikit
pun Abizar tak mau kompromi dengan kapitalisme di kalangan kaum muslimin di Syria yang
diperintah Muawiyah, saat itu.
Menurutnya, sebagaimana dikutip dalam buku Tokoh-tokoh Islam yang Diabadikan
Alquran, merupakan kewajiban Muslim sejati menyalurkan kelebihan hartanya kepada
saudara-saudaranya yang miskin.

Untuk memperkuat pendapatnya itu, Abizar mengutip peristiwa masa Nabi: "Suatu
hari, ketika Nabi Besar sedang berjalan bersama-sama Abizar, terlihat pegunungan Ohad.

Nabi berkata kepada Abizar, 'Jika aku mempunyai emas seberat pegunungan yang jauh
itu, aku tidak perlu melihatnya dan memilikinya kecuali bila diharuskan membayar utang-
utangku. Sisanya akan aku bagi-bagikan kepada hamba Allah'.

Pelayan Duafa dan Pelurus Penguasa

Semasa hidupnya, Abizar Al Gifari sangat dikenal sebagai penyayang kaum dhuafa.
Kepedulian terhadap golongan fakir ini bahkan menjadi sikap hidup dan kepribadian Abizar.
Sudah menjadi kebiasaan penduduk Giffar pada masa jahiliah merampok kafilah yang lewat.
Abizar sendiri, ketika belum masuk Islam, kerap kali merampok orang-rang kaya. Namun
hasilnya dibagi-bagikan kepada kaum duafa. Kebiasaan itu berhenti begitu menyatakan diri
masuk agama terakhir ini.

Prinsip hidup sederhana dan peduli terhadap kaum miskin itu tetap ia pegang di tempat
barunya, di Syria. Namun di tempat baru ini, ia menyaksikan gubernur Muawiyah hidup
bermewah-mewah. Ia malahan memusatkan kekuasaannya dengan bantuan kelas yang
mendapat hak istimewa, dan dengan itu mereka telah menumpuk harta secara besar-besaran.
Ajaran egaliter Abizar membangkitkan massa melawan penguasa dan kaum borjuis itu.
Keteguhan prinsipnya itu membuat Abizar sebagai 'duri dalam daging' bagi penguasa setempat.

Ketika Muawiyah membangun istana hijaunya, Al Khizra, salah satu ahlus shuffah
(sahabat Nabi SAW yang tinggal di serambi Masjid Nabawi) ini mengkritik khalifah, "Kalau
Anda membangun istana ini dari uang negara, berarti Anda telah menyalahgunakan uang
negara. Kalau Anda membangunnya dengan uang Anda sendiri, berarti Anda melakukan 'israf'
(pemborosan)." Muawiyah hanya terpesona dan tidak menjawab peringatan itu.

Muawiyah berusaha keras agar Abizar tidak meneruskan ajarannya. Tapi penganjur
egaliterisme itu tetap pada prinsipnya. Muawiyah kemudian mengatur sebuah diskusi antara
Abizar dan ahli-ahli agama. Sayang, pendapat para ahli itu tidak memengaruhinya.
Muawiyah melarang rakyat berhubungan atau mendengarkan pengajaran salah satu
sahabat yang ikut dalam penaklukan Mesir, pada masa khalifah Umar bin Khattab ini. Kendati
demikian, rakyat tetap berduyun-duyun meminta nasihatnya. Akhirnya Muawiyah mengadu
kepada khalifah Usman. Ia mengatakan bahwa Abizar mengajarkan kebencian kelas di Syria,
hal yang dianggapnya dapat membawa akibat yang serius.

Keberanian dan ketegasan sikap Abizar ini mengilhami tokoh-tokoh besar selanjutnya,
seperti Hasan Basri, Ahmad bin Hanbal, Ibnu Taimiyah, dan lainnya. Karena itulah, tak
berlebihan jika sahabat Ali Ra, pernah berkata: "Saat ini, tidak ada satu orang pun di dunia,
kecuali Abuzar, yang tidak takut kepada semburan tuduhan yang diucapkan oleh penjahat
agama, bahkan saya sendiri pun bukan yang terkecuali."

Keteladanan Abu Dzar Al- Ghifari

a. Keteladanan dalam kehidupan berkeluarga


Dalam kehidupan berkeluarga, Abu Dzar adalah anak yang sayang pada ibu dan
saudara laki laki nya. Ketika ia mulai tersadar bahwa mnjadi perampok itu membuat
orang lain sengsara, akhirnya ia memutuskan untuk pindah dari tempat tinnggalnya.

Bersama ibu dan saudara laki-lakinya,anis al-ghifari,abu dzar hijrah ke nejed


atas,arab saudi. Ini merupakan hijrah pertama abu dzar dalam mencari kebenaran.
Kemudian ia berkelana kesemua plosok negeri dn akhirnya bertemu rasulullah
saw,kemudian menyatakan islam serta berjuang dijalan allah swt.

Ketika akan wafat pun ia sangat sayang kepada istri dan anaknya,melarang
mereka untuk menangisi dan bersedih melepasnya menghadapi sakaratul maut,karna
setiap orang akan mengalaminya.

b. Keteladanan dalam kehidupan sosial masyarakat


Abu dzar adalah sosok yang sederhana dan terkenal dengan sikap yang sayang
terhadap dhuafa. Seperti robin hood, nnamu versi arab. Sebelum ia masuk islam ia erap
merampokalifah aya yang llewat dan membagikan hasil hasilnya kepada kaum dhuafa.
Kebiasaan itu berhenti saat ia masuk islam.
Saat ia masuk isam dan hidup di syria pun i tetap sederhana. Pada masa itu
dipimpin oleh gubernur muawiyah yang hidup bermewah mewah. Atas ajaran egaliter
Abu Dzar membangkitkan para massa melawan penguasa dan kaum borjuis itu.
keteguhan prinsipnya yang sederhana bak “duri dalam daging” bagi pejabat setempat.
c. Keteladanan dalam menggerakkan dakwah.
Abu Dzar adalah sosok yang berpengaruh. Ketia Ia berbicara maka semua orang
aan mendengarkan, mematuhi jika benar, dan sulit jika membantah. Ucapannya selalu
dianggap oleh orang lain.ia mengislaman semua suku Ghifar dan Aslam
Selain kesederhanaan yang menjadi prinsip utamanya, keberanian dengan
kebenaran juga pedoman yang teguh dipegangnya. Jika benar bathinnya, maka benar
pula lahirnya. Benar akidahnya, maka benar pula ucapannya.
Kebenaran bukan dengan cara diam. Kebenaran harus diungkapkan.
Menyatakan yang hak dan menenang yang bathil, menyokong yang benar dan
meniadakan yang salah.

Refleksi Kisah Abu Dzar Al-Ghifari

Mendapat kepercayaan nabi Muhammad Saw,Abu ditugaskan mengajarkan Islam di


kalangan sukunya.meskipun tak sedikit rintangan yang dihadapinya,misi abu Dzar tergolong
sukses.bukan hanya ibu dan saudara-saudara nya,hampir seluruh sukunya yang suka merampok
berhasil diislamkan,itu pula yang mencatat dirinya sebagai salah seorang penyiar Islam fase
pertama dan terkemuka.

Bagi abu Dzar masalah prinsip adalah masalah yang tak bisa ditawar-tawar. Itu
sebabnya hartawan yang dermawan ini gigih mempertahankan prinsip Egaliter Islam.
Penafsirannya mengenai "AYAT KANZ" (tentang pemusatan kekayaan) dalam surah at-
Taubah menimbulkan pertentangan pada masa pemerintahan Ustman bin Affan ra..khalifah
ketiga.

Cara Meneladani Karakter Abu Dzar Al-Ghifari

1. Berusahalah untuk memiliki sifat pemberani dalam menegakkan


keberanian,kapanpun,dimanapun,dan berhadapan dgn siapapun harus mengedepankan
sifat pemberani
2. Selalu mengedepankan sikap hidup sederhana dalam menegakkan prinsip kebenaran
dan memiliki kegigihan dalam menegakkan keadilan.
3. Suka memberi dan berderma kepada orang lain yang membutuhkan
4. Menyiapkan mental agar selalu pantang menyerah dalam menghadapi berbagai
masalah kehidupan yang tidak mudah putus asa dalam menjalani ujian serta cobaan
hidup.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai