Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Abdurrahman Bin Auf dilahirkan kira-kira sepuluh tahun setelah tahun Gajah dan
termasuk orang yang terdahulu masuk Islam. Dia berhijrah sebanyak dua kali dan ikut serta
dalam perang Badar dan peperangan lainnya. Saat masih jahilillah, ia bernama `Abdul
Ka`bah atau `Abdu `Amr; kemudian diberi nama `Abdurrahmân oleh Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Ibunya bernama Shafiyah. Sedangkan ayahnya bernama `Auf bin `Abdu
`Auf bin `Abdul Hârits bin Zahrah.
Abdurrahman bin Auf termasuk garda terdepan penerima ketauhidan yang dibawa
oleh Rasulullah Saw. Ia adalah sahabat Abu Bakar dan termasuk orang kelima yang di
Islamkan olehnya. Sebagai seorang pengusaha, ia tidak apatus dengan peperangan. Ia
mendapatkan 20 hujaman dan giginya rontok dalam perang Uhud. Ia menyadari,
pengorbanan yang harus diberikan kepada Islam bukan hanya harta tetapi juga jiwa.
Sedangkan
Abu Dzar adalah salah satu sahabat nabi yang terdahulu memeluk Islam. Ia
mendatangi Nabi Muhammad langsung ke Mekkah untuk menyatakan keislamannya. Abu
Dzar Al Ghifari berasal dari suku Ghifar.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas dapat dirumuskan
rumusan masalah sebagai berikut :
1.    Siapakah abdurrahman bin auf?
2.    Siapakah abu dzar al-ghifari?
3.    Sifat-sifat apa sajakah yang dapat kita teladani dari keduanya?
C. MANFAAT PENULISAN
1. Memberi pengetahuan baru tentang sahabat nabi
2. Memberi cakrawala baru pada pembaca perihal sejarah hidup abdurrahman bin auf
dan abu dzar al-ghifari.
3. Memberi pengetahuan baru kepada pembaca perihal  biografi hidup abdurrahman
bin auf dan abu dzar al-ghifari.
4. Bagi peneliti, makalah ini sebagai penambah ilmu pengetahuan dan wawasan.
5. Bagi pihak lain, makahlah ini sebagai bahan pertimbangan dan acuan untuk
penelitian lebih lanjut.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. BIOGRAFI ABDURRAHMAN BIN AUF

Abdurrahman Bin Auf dilahirkan kira-kira sepuluh tahun setelah tahun Gajah dan
termasuk orang yang terdahulu masuk Islam. Dia berhijrah sebanyak dua kali dan ikut serta
dalam perang Badar dan peperangan lainnya. Saat masih jahilillah, ia bernama `Abdul
Ka`bah atau `Abdu `Amr; kemudian diberi nama `Abdurrahmân oleh Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Ibunya bernama Shafiyah. Sedangkan ayahnya bernama `Auf bin `Abdu
`Auf bin `Abdul Hârits bin Zahrah.
Abdurrahman bin Auf termasuk garda terdepan penerima ketauhidan yang dibawa
oleh Rasulullah Saw. Ia adalah sahabat Abu Bakar dan termasuk orang kelima yang di
Islamkan olehnya. Sebagai seorang pengusaha, ia tidak apatus dengan peperangan. Ia
mendapatkan 20 hujaman dan giginya rontok dalam perang Uhud. Ia menyadari,
pengorbanan yang harus diberikan kepada Islam bukan hanya harta tetapi juga jiwa.
1. Ikut berhijrah
Berhijrah ke Habasyah adalah salah satu tugasnya dalam menjalankan roda
dakwah Rasulullah Saw. Sesungguhnya hijrah yang pertama dilakukan oleh kaum Muslimin
adalah ke Habasyah. Mereka berpindah karena gangguan dari kaum musyrikin Quraisy yang
semakin menjadi. Ada yang menganggap kepergiannya adalah refleksi dari kegentarannya
menghadapi ujian keimanan. Namun, Allah Swt. Menjelaskan, hijrah adalah sesuatu yang
diharuskan jika tantangan di tempat asal sudah sangat besar.
Dengan kemampuannya dalam berbisnis, Abdurrahman bin Auf juga membawa
seluruh kekayaannya ketika berhijrah ke Madinah. Di perjalanan kekayaannya dirampas oleh
Quraisy, penguasa Mekkah. Ia dan Suhaib Ar Rumi kehilangan seluruh harta kekayaannya.

2. Menikah
Dalam keadaan demikian, Abdurrahman bin Auf tidak menyerah. Rasulullah Saw.
mempersaudarakan orang-orang yang berhijrah yang kebanyakan pedagang dengan orang-
orang asli Madinah yang mayoritas petani. Di Madinah, Abdurrahman bin Auf
dipersaudarakan dengan Sa’ad ibnu Arabi Alausani. Ia memberikan sebagian harta dan
menawarinya seorang calon istri. Abdurrahman bin Auf hanya berkata, “Semoga Allah Swt.
memberkahi hartamu dan keluargamu, tunjukkanlah kepadaku di mana pasar.”

2
Abdurrahman bin Auf memang pebisnis yang handal. Dengan modal secukupnya ia
berjualan keju dan minyak samin, bangkit dan mampu menikah dengan salah satu
perempuan Anshar. Setelah menikah dengan memberi mahar sebutir emas (seberat sebutir
kurma) Rasulullah Sawmemintanya mengadakan walimah. Ini adalah pertanda, pernikahan
sesederhana apa pun harus dilanjutkan dengan walimah meskipun hanya dengan
menyembelih seekor kambing.
3. Menginfakkan harta di jalan Allah 
Dalam beberapa waktu, Abdurrahman bin Auf menjadi orang kaya dan Rasulullah
Saw, berkata kepadanya, “Wahai Abdurrahman bin Auf, kamu sekarang menjadi orang kaya
dan kamu akan masuk surga dengan merangkak (mengingsut). Pinjamkanlah hartamu agar
lancar kedua kakimu” (H.R. Al-Hakim).
Pernyataan itu membuat Abdurrahman bin Auf berpikir keras dan banyak
menginfakkan hartanya di jalan Allah Swt. Ia berkata, “Kalau bisa aku ingin masuk surga
dengan melangkah (berjalan kaki)”. Ia berlomba dengan pebisnis lain, yaitu  Utsman bin
Affan dalam bersedekah. Abdurrahman bin Auf memberikan separuh hartanya untuk
dakwah Rasulullah Saw.
Abdurrahman bin Auf pernah menjual tanahnya seharga 40 ribu dinar, kemudian
membagi-bagikan uang tersebut kepada para fakir miskin bani Zuhrah, orang-orang yang
membutuhkan dan kepada Ummahâtul Mukminin (para istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam).
Rasulullah Saw berkata, “Semoga Allah Swt memberkahi apa yang kamu tahan dan
kamu berikan.“ Abdurrahman bin Auf hartanya menjadi berlipat ganda sehingga ia tak
pernah merasa kekurangan.
Setelah Abdurrahman bin Auf bersedekah, turunlah firman Allah Swt, “Orang-orang
yang menafkahkan hartanya di jalan Allah Swt kemudian ia tidak mengiringi apa yang
dinafkahkannya dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan menyakiti perasaan (si
penerima), mereka mendapat pahala di sisi Rabb mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak pula merasakan bersedih hati.”
4. Wafatnya Abdurrahman Bin Auf
Sebelum wafat, Abdurrahman bin Auf menginfakkan 400 dinar hartanya untuk
peserta perang Badar  yang masih hidup. Setiap orang mendapatkan empat dinar
termasuk Ali R.a. dan Utsman R.a. Ia juga memberikan hadiah kepada Umul Mukminin
(janda-janda Nabi Saw). Aisyah R.a. pun berdo’a untuknya, “Semoga Allah Swt memberi
minum kepadanya air dari mata air salsabila di surga”.

3
Abdurrahman bin Auf wafat pada tahun 32 H dalam usia 75 tahun. Ia dishalatkan
oleh saingannya dalam berinfak di jalan Allah Swt, yaitu Utsman R.a. Ia di usung oleh Sa’ad
bin Abi Waqqas ke pemakaman Al Baqi. Setelah Abdurrahman bin Auf
wafat, Ali berkata, “Pergilah wahai Ibnu Auf, kamu telah memperoleh kejernihan dan
meninggalkan kepalsuan (keburukannya)”. (H.R. Al-Hakim)

B. BIOGRAFI ABU DZAR AL GHIFARI


Abu Dzar adalah salah satu sahabat nabi yang terdahulu memeluk Islam. Ia
mendatangi Nabi Muhammad langsung ke Mekkah untuk menyatakan keislamannya. Abu
Dzar Al Ghifari berasal dari suku Ghifar.
Bani Ghifar adalah qabilah Arab suku badui yang tinggal di pegunungan yang jauh
dari peradaban orang-orang kota. Lebih-lebih lagi suku ini terkenal sebagai gerombolan
perampok yang senang berperang dan menumpahkan darah serta pemberani. Bani Ghifar
terkenal juga sebagai suku yang tahan menghadapi penderitaan dan kekurangan serta
kelaparan. Latar belakang tabi’at kesukuan, apakah itu tabiat yang baik ataukah tabi’at yang
jelek, semuanya terkumpul pada diri Abu Dzar.
1. Sebelum Masuk Islam
Tidak diketahui pasti kapan Abizar lahir. Sejarah hanya mencatat, ia lahir dan tinggal
dekat jalur kafilah Mekkah, Syria. Riwayat hitam masa lalu Abizar tak lepas dari keberadaan
keluarganya.
Abizar yang dibesarkan di tengah-tengah keluarga perampok besar Al Ghiffar saat
itu, menjadikan aksi kekerasan dan teror untuk mencapai tujuan sebagai profesi keseharian.
Itu sebabnya, Abizar yang semula bernama Jundab, juga dikenal sebagai perampok besar
yang sering melakukan aksi teror di negeri-negeri di sekitarnya.
Kendati demikian, Jundab pada dasarnya berhati baik. Kerusakan dan derita korban
yang disebabkan oleh aksinya kemudian menjadi titik balik dalam perjalanan hidupnya:
Insyaf dan berhenti dari aksi jahatnya tersebut. Bahkan tak saja ia menyesali segala
perbuatan jahatnya itu, tapi juga mengajak rekan-rekannya mengikuti jejaknya. Tindakannya
itu menimbulkan amarah besar sukunya, yang memaksa Jundab meninggalkan tanah
kelahirannya.
Bersama ibu dan saudara lelakinya, Anis Al Ghifar, Abizar hijrah ke Nejed Atas,
Arab Saudi. Ini merupakan hijrah pertama Abizar dalam mencari kebenaran. Di Nejed Atas,
Abizar tak lama tinggal. Sekalipun banyak ide-idenya dianggap revolusioner sehingga tak
jarang mendapat tentangan dari masyarakat setempat.

4
2. Awal masuk Islam
Nama lengkapnya yang mashur ialah Jundub bin Junadah Al Ghifari dan terkenal
dengan kuniahnya Abu Dzar. Di suatu hari tersebar berita di kampung Bani Ghifar, bahwa
telah muncul di kota Makkah seorang yang mengaku sebagai utusan Allah dan mendapat
berita dari langit. Berita ini membuat penasaran Abu Dzar, sehingga dia mengutus adik
kandungnya, Unais Al Ghifari untuk mencari berita ke Makkah. Unais sendiri adalah
seorang penyair yang sangat piawai dalam me nggubah syair-syair Arab.
Setelah beberapa lama, kembalilah Unais kekampungnya dan melaporkan kepada
Abu Dzar tentang yang dilihat dan didengar di Makkah berkenaan dengan berita tersebut.
Unais menjelaskan bahwa ia telah menemui seseorang yang menyeru kepada kebaikan dan
mencegah dari perbuatan jelek. Orang tersebut adalah yang benar ucapannya.
      Abu dzar semakin penasaran sehingga iapun pergi ke mekah, saat itu ia bertemu
dengan Ali bin Abi Thalib, kemudian Ali bin Abi Thalib mengajaknya pergi
menemui rasulullah.
Inilah saat yang paling dinanti oleh Abu Dzar dan ketika Rasulullah menawarkan
Islam kepadanya, segera Abu Dzar menyatakan masuk Islam dituntun Nabi Muhammad
sallallahu alaihi wa aalihi wasallam dengan mengucapkan dua kalimah syahadat. Rasulullah
sallallahu alaihi wa aalihi wa sallam berwasiat kepadanya : “Wahai Aba Dzar,
sembunyikanlah keislamanmu ini, dan pulanglah ke kampungmu !, maka bila engkau
mendengar bahwa kami telah menang, silakan engkau datang kembali untuk bergabung
dengan kami”.
Mendengar wasiat tersebut Abu Dzar menegaskan kepada Rasulullah sallallahu
alaihi wa aalihi wa sallam: “Demi yang Mengutus engkau dengan kebenaran, sungguh aku
akan meneriakkan di kalangan mereka bahwa aku telah masuk Islam”.
Dan Rasulullah mendiamkan tekat Abu Dzar tersebut.
Setelah menyatakan keislamannya, ia berkeliling Mekkah untuk meneriakkan bahwa
ia seorang Muslim, hingga ia dipukuli oleh suku Quraisy. Atas bantuan dari Abbas bin
Abdul Muthalib, ia dibebaskan dari suku Quraisy, setalah suku Quraisy mengetahui bahwa
orang yang dipukuli berasal dari suku Ghifar.
3. Hijrah Ke Al Madinah :

Dengan telah masuk Islamnya seluruh kampung Bani Ghifar, dan setelah peperangan
Badar, Uhud dan Khandaq, Abu Dzar bergegas menyiapkan dirinya untuk berhijrah ke Al
Madinah dan langsung menemui Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wasallam di masjid
beliau. Dan sejak itu Abu Dzar berkhidmat melayani berbagai kepentingan pribadi dan

5
keluarga Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wasallam. Dia tinggal di Masjid Nabi dan
selalu mengawal dan mendampingi Nabi sallallahu alaihi wa aalihi wasallam kemanapun
beliau berjalan.

Begitu dekatnya Abu Dzar dengan Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wasallam,


dan begitu sayangnya beliau kepada Abu Dzar, sehingga disuatu hari pernah Abu Dzar
meminta jabatan kepada Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wa sallam. Maka beliau
langsung menasehatinya :

(tulis hadisnya di Thabaqat Ibnu Sa’ad 3 / 164)

“Sesungguhnya engkau adalah orang yang lemah, dan sesungguhnya jabatan itu
adalah amanah, dan sesungguhnya jabatan itu akan menjadi kehinaan dan penyesalan bagi
orang yang menerima jabatan itu, kecuali orang yang mengambil jabatan itu dengan cara
yang benar dan dia menunaikan amanah jabatan itu dengan benar pula”. HR. Ibnu Sa’ad
dalam Thabaqatnya.

Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wa sallam pernah berpesan kepadanya :

(tulis haditsnya di kitab Hilyatul Auliya’ 1 / 162)

“Wahai Abu Dzar, engkau adalah seorang yang shaleh, sungguh engkau akan
ditimpa berbagai mala petaka sepeninggalku”. Maka Abu Dzarpun bertanya : Apakah
musibah itu sebagai ujian di jalan Allah ?”, Rasulullahpun menjawab : “Ya, di jalan
Allah”. Dengan penuh semangat Abu Dzarpun menyatakan : “Selamat datang wahai mala
petaka yang Allah taqdirkan”. HR. Abu Nu’aim Al Asfahani dalam kitab Al Hilyah jilid 1
hal. 162.

4. Pendirian Abu Dzar 

Abu Dzar sangat keras dengan pendiriannya. Dia berpendapat bahwa menyimpan
harta yang lebih dari keperluannya itu adalah haram. Sedangkan keumuman para Shahabat
Nabiberpendapat, bahwa boleh menyimpan harta dengan syarat bahwa harta itu telah
dizakati (yakni dikeluarkan zakatnya). Bahkan Abu Dzar menjauh dari para Shahabat Nabi
sallallahu alaihi wa aalihi wasallam yang mulai makmur hidupnya karena menjabat jabatan
di pemerintahan.

6
5. Meninggal dunia di tempat pengasingan :

Dengan sikap hidup yang demikian, Abu Dzar tidak punya teman dari kalangan
sesama para Shahabat Nabi sallallahu alaihi wa aalihi wasallam. Dia pernah tinggal di negeri
Syam di zaman pemerintahan Utsman bin Affan radhiyallahu anhu. Waktu itu gubernur
negeri Syam adalah Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu anhu. Maka Mu’awiyah merasa
terganggu dengan sikap hidupnya, sehingga meminta kepada Amirul Mu’minin Utsman bin
Affan untuk memanggilnya ke Madinah kembali. Abu Dzar akhirnya dipanggil kembali ke
Madinah oleh Utsman dan tentu dia segera menta’ati panggilan itu. Sesampainya di Madinah
segera saja Abu Dzar menghadap Amirul Mu’minin Utsman bin Affan. Abu Dzar diberi tahu
oleh Amirul Mu’minin bahwa dia dikehendaki untuk tinggal di Madinah menjadi orang
dekatnya Amirul Mu’minin Utsman. Mendengar penjelasan itu Abu Dzar menegaskan
kepada beliau : “Wahai Amirul Mu’minin, aku tidak senang dengan posisi demikian.
Izinkanlah aku untuk tinggal di daerah perbukitan Rabadzah di luar kota Madinah”. Di
sanalah beliau wafat.

Saat wafat ia dikafani dengan jubah hasil pintalan ibu dari seorang pemuda Anshar.
Saat bertemu Abu dzar, pemuda itu memiliki dua buah jubah, satu ada di kantong tas baju,
sedang yang lainnya ialah baju yang sedang dipakai.

Abu Dzar amat gembira, kemudian dengan serta merta menyatakan


kepadanya : “Engkaulah orang yang aku minta mengkafani jenazahku nanti dengan
jubbahmu itu”. Dengan penuh kegembiraan, Abu Dzar menghembuskan nafas terakhirnya.

7
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Abdurrahman bin Auf termasuk garda terdepan penerima ketauhidan yang dibawa
oleh Rasulullah Saw. Ia adalah sahabat Abu Bakar dan termasuk orang kelima yang di
Islamkan olehnya. Sebagai seorang pengusaha, ia tidak apatus dengan peperangan. Ia
mendapatkan 20 hujaman dan giginya rontok dalam perang Uhud. Ia menyadari,
pengorbanan yang harus diberikan kepada Islam bukan hanya harta tetapi juga jiwa. 

Abu Dzar al Ghiffari sosok  yang  benar-benar telah menghias sejarah hidupnya


dengan bintang kehormatan tertinggi. Dengan berani ia selalu siap berkorban untuk
menegakkan kebenaran Allah dan Rasul-Nya.Tanpa tedeng aling-aling ia bangkit
memberontak terhadap penyembahan berhala dan kebatilan dalam segala bentuk dan
manifestasinya. Kejujuran dan kesetiaan Abu Dzar dinilai oleh Rasulullah Saw sebagai
"cahaya terang benderang."

Pada pribadi Abu Dzar tidak terdapat perbedaan antara lahir dan batin. Ia satu dalam
ucapan dan perbuatan. Satu dalam fikiran dan pendirian. Ia tidak pernah menyesali diri
sendiri atau orang lain, namun ia pun tidak mau disesali orang lain. Kesetiaan pada
kebenaran Allah dan Rasul-Nya terpadu erat degan keberaniannya dan ketinggian daya-
juangnya. Dalam berjuang melaksanakan perintah Allah Swt dan Rasul-Nya, Abu Dzar
benar-benar serius, keras dan tulus. Namun demikian ia tidak meninggalkan prinsip sabar
dan hati-hati.

B. SARAN
Kita dapat menerapkan perilaku dermawan dan baik hati beliau ke dalam kehidupan
sehari-hari.

8
9

Anda mungkin juga menyukai