Anda di halaman 1dari 4

A.

DASAR HUKUM DAN PELAKSANAAN AKUNTANSI BAGI PERUSAHAAN


Penyelenggaraan pembukuan di Indonesia yang merupakankewajiban bagi suatu
perusahaan harus berpedoman pada suatudasar hukum atau kerangka dasar, yang disebut
StandarAkuntansi Keuangan (SAK). Kerangka dasar ini merumuskankonsep yang mendasari
penyusunan dan penyajian laporankeuangan bagi para pemakai eksternal.Kerangka dasar
SAK yang mendasari laporan keuanganantara lain membahas tentang:
1.       tujuan laporan keuangan,
2.       karakteristik kualitatif yang menentukan manfaat informasidalam laporan keuangan,
3.       definisi, pengakuan, dan pengukuran unsur-unsur yangmembentuk laporan keuangan, dan
4.       konsep modal serta pemeliharaan modal. Adapun tujuan penyusunan kerangka dasar
adalah dapatdigunakan sebagai acuan bagi pihak-pihak berikut ini:
a.       Komite penyusunan SAK dalam pelaksanaan tugasnya.
b.      Penyusun laporan keuangan, untuk menanggulangi masalahakuntansi yang belum diatur
dalam SAK.
c.       Auditor, dalam memberikan pendapat mengenai apakahlaporan keuangan disusun sesuai
dengan prinsip akuntansiyang berlaku umum.
d.      Para pemakai laporan keuangan, dalam menafsirkan informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan yang disusun sesuai dengan SAK. SAK juga merupakan pedoman dalam
menyusun dan menyajikan laporan keuangan suatu perusahaan dan unit-unit ekonomi lainnya
Dasar hukum pelaksanaan akuntansi (pembukuan) bagi perusahaan di Indonesia
diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Pasal 6 dan Undang-Undang
Perpajakan No. 16 Tahun 2000 pasal 28.
1.       Pasal 6 KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang)
Ayat 1. Setiap orang yang menyelenggarakan suatu perusahaan diwajibkan membuat catatan-
catatan dengan cara demikian sehingga sewaktu-waktu dari catatan itu dapat diketahui segala
hak dan kewajibannya.
Ayat 2. Dari tahun ke tahun, dalam waktu enam bulan yang pertama dari tiap-tiap tahunnya ia
diwajibkan menandatangani sendiri sebuah neraca yang tersusun sesuai dengan kebutuhan
perusahaan itu.
Ayat 3. la diwajibkan menyimpan selama tiga puluh tahun untuk bukubuku dan dokumen
sumber yang bersangkutan. Dan ia pun diharuskan menyimpan surat-surat kawat dan surat-
surat lain selama sepuluh tahun.
2.       Pasal 7 KUHD
Hakim bebas untuk kepentingan masing-masing akan memberikan kekuatan bukti
sedemikian rupa kepada pemegang buku setiap pengusaha, sebagaimana menurut
pendapatnya dalam tiap-tiap kejadian harus diberikannya.
3.       Pasal 12 KUHD
Tiada seorang dapat dipaksa akan memperlihatkan buku-bukunya, melainkan untuk
keperluan mereka yang langsung berkepentingan terhadap buku-buku itu sebagai waris,
sebagai yang berkepentingan dalam suatu perusahaan, sebagai pesero, sebagai perangkat
seorang pengurus atau wakil, dan akhirnya pun dalam hal kepailitan.
Peraturan pokok yang mengatur pembukuan tercantum dalam KUHD pasal 6 yang berbunyi:
Mewajibkan pada setiap orang yang menjalankan perusahaan untuk mengadakan catatan-

1
catatan mengenai keadaan kekayaan perusahaan dan mengenai semua hal tentang
perusahaannya sedemikian rupa sehingga setiap saat dapat diketahui hak dan kewajibannya.

Selain itu, kewajiban pelaksanaan pembukuan bagi perusahaan di Indonesia diatur dalam UU
Perpajakan No. 16 Tahun 2000 pasal 28 yang di antaranya mengatur ketentuan-ketentuan
sebagai berikut.
1)      Orang atau badan yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas di Indonesia harus
mengadakan pembukuan yang dapat menyajikan keterangan-keterangan yang cukup untuk
menghitung penghasilan kena pajak atau harga perolehan dan penyerahan barang atas jasa
guna penghitungan jumlah pajak terutang berdasarkan ketentuan-ketentuan perundang-
undangan perpajakan.
2)      Bagi wajib pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan dibebaskan dari
kewajiban untuk mengadakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-
kurangnya harus menyelenggarakan pencatatan untuk dijadikan dasar pengenaan pajak
terutang.
3)      Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memerhatikan itikad
baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
4)      Pembukuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya terdiri atas catatan
yang dikerjakan secara teratur tentang keadaan kas dan bank daftar utang piutang dan daftar
persediaan barang dan pada setiap tahun pajak berakhir wajib pajak harus menutup
pembukuannya dengan membuat neraca dan perhitungan rugi/laba berdasarkan prinsip
pembukuan yang taat asas (konsisten) dengan tahun sebelumnya.
5)      Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan
huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau
bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
6)      Pembukuan atau pencatatan dan dokumen yang menjadi dasarnya serta dokumen lain yang
berhubungan dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas wajib pajak harus disimpan selama
10 tahun.
Dari pembahasan pada bab 6 kita telah mengetahui, bahwa tahap terakhir dari proses
akuntansi adalah tahap penyusunan laporan keuangan yang terdiri atas laporan laba rugi,
laporan perubahan modal, neraca dan laporan arus kas.

B. ASUMSI DASAR DALAM AKUNTANSI


Ada 4 asumsi dasar yang mendasari struktur akuntansi, yaitu:

1. Kesatuan Usaha Khusus (Separate Entity / Economic Entity)


Konsep ini memandang perusahaan sebagai suatu unit usaha yang berdiri sendiri,
terpisah dari pemiliknya.

Atau dengan kata lain perusahaan dianggap sebagai unit akuntansi yang terpisah dari
pemiliknya atau dari kesatuan usaha yang lain.

Untuk tujuan akuntansi, perusahaan dipisahkan dari pemegang saham atau pemilik .

2
Dengan anggapan seperti ini maka transaksi-transaksi perusahaan dipisahkan dari
transaksi-transaksi pemilik dan oleh karenanya maka semua pencatatan dan laporan dibuat
untuk perusahaan tadi.

2. Kontinuitas Usaha (Going Concern/Continuity)


Asumsi dasar akuntansi yang kedua adalah kontinuitas usaha. Konsep ini
menganggap bahwa suatu perusahaan akan hidup terus, dalam arti diharapkan tidak akan
terjadi likuidasi di masa yang akan datang.

Penekanan dari konsep ini adalah terhadap anggapan bahwa akan ada tersedia cukup
waktu bagi suatu perusahaan untuk menyelesaikan usaha, kontrak-kontrak dan perjanjian-
perjanjian.

Oleh karena itu dibuat berbagai metode penilaian dan pengalokasian dalam akuntansi
yang didasarkan pada konsep ini.

Jadi bila tidak terdapat bukti yang cukup jelas bahwa suatu perusahaan itu akan
berhenti usahanya maka kesatuan usaha itu harus dipandang akan hidup terus.

Tapi bila terdapat bukti yang jelas bahwa suatu perusahaan umurnya terbatas,
misalnya dalam hal joint venture, maka anggapan kontinuitas usaha ini tidak lagi digunakan.

3. Penggunaan Unit Moneter dalam Pencatatan


Asumsi dasar akuntansi yang ketiga adalah menggunakan unit moneter dalam
pencatatan akuntansi.

Beberapa transaski yang terjadi dalam suatu perusahaan dapat dicatat dengan
menggunakan ukuran unit fisik atau waktu.

Tapi karena tidak semua transaksi itu bisa menggunakan ukuran unit fisik yang sama
sehingga akan menimbulkan kesulitan-kesulitan di dalam pencatatan dan penyusunan laporan
keuangan.

Untuk mengatasi masalah ini maka semua transaksi yang terjadi akan dinyatakan di
dalam catatan dalam bentuk unit moneter pada saat terjadinya transaksi itu.

Unit moneter yang digunakan adalah mata uang dari negara di mana perusahaan itu
berdiri.

Perencanaan transaksi dengan menggunakan ukuran mata uang pada saat terjadinya
suatu transaksi disebut pencatatan yang didasarkan ada biaya historis.
Asumis dasar akuntansi ini digunakan dengan suatu anggapan bahwa daya beli unit
moneter yang dipakai adalah stabil dari perubahan-perubahan daya beli yang terjadi tidak
akan mengakibatkan penyesuaian-penyesuaian.

3
Namun jika terjadi perubahan daya beli yang besar (terutama dalam keadaan inflasi)
maka laporan-laporan keuangan yang disusun dengan dasar biaya historis akan memberikan
gambaran yang tidak sesuai dengan keadaan dan dengan demikian kegunaannya akan
berkurang.

4. Tepat Waktu (Time Period/Periodicity)


Kegiatan perusahaan berjalan terus dari periode yang satu ke periode yang lain
dengan volume dan laba yang berbeda.

Masalah yang timbul adalah pengakuan dan pengalokasian ke dalam periode-periode


tertentu di mana dibuat laporan-laporan keuangan.

Laporan-laporan keuangan ini harus dibuat tepat pada waktunya. Agar berguna bagi
manajemen, pemilik dan kreditur.

Oleh karena itu harus dilakukan alokasi ke periode-periode untuk transaksi-transaksi


yang mempengaruhi beberapa periode. Alokasi ini dilakukan dengan taksiran-taksiran.

Selisih antara jumlah yang ditaksir dengan yang sesungguhnya terjadi jika tidak
cukup berarti, akan diserap oleh periode berikutnya.

Tapi jika selisih itu jumlahnya cukup berarti sehingga akan menyesatkan laporan
keuangan periode berikutnya maka akan dilakukan penyesuain terhadap laporan 

Anda mungkin juga menyukai