Anda di halaman 1dari 4

Kewajiban Pembukuan dan Prinsip Akuntansi Perpajakan

1. Kewajiban pencatatan dan pembukuan


Kewajiban pembukuan dan pencatatan perpajakan. Kewajiban pembukuan terhadap
setiap perusahaan tidak terbatas pada aturan yang ada pada Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang (KUHD), namun juga pada aturan yang dimuat dalam undang-undang
perpajakan yang mempunyai dasar sama yaitu kepada setiap orang yang menjalankan
perusahaan untuk menyelenggarakan pembukuan.
Pembukuan yang baik memudahkan pengusaha menghitung laba rugi dan
menentukan besarnya pajak yang harus dibayar. Begitu pula pembukuan yang
diselenggarakan dengan baik akan memungkinkan investor melakukan penilaian keadaan
perusahaan apakah sehat atau tidak.
a. Pembukuan
Menurut akuntansi, Pembukuan adalah ”kegiatan mengumpulkan, mencatat,
meringkas data transaksi keuangan ke dalam buku atau catatan yang telah disediakan
serta pengendalian proses akuntansi melalui prinsip pengendalian internal,
pengukuran nilai transaksi ke dalam nilai moneter berdasarkan standar akuntansi yang
berlaku dan penyajian hasil transaksi keuangan menjadi suatu informasi keuangan
yang berguna bagi pengambil keputusan.
Menurut Pasal 1 angka 29 UU KUP (Menurut Perpajakan): "Pembukuan adalah
suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan
informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya,
serta harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan
menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode
Tahun Pajak tersebut”.
Dengan demikian pengertian pembukuan dalan peraturan perpajakan lebih luas
cakupannya, karena di samping tujuannya untuk memperoleh angka Penghasilan
Kena Pajak juga untuk menghitung kewajiban pemungutan PPN dan PPnBM serta
untuk menghitung kewajiban pemotongan dan pemungutan pajak yang menjadi
kewajiban Wajib Pajak.
Pembukuan wajib diselenggarakan oleh:
a. Wajib Pajak (WP) Badan
b. WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
Kriteria kesiapan wajib pajak dalam melakukan pembukuan diukur dari jumlah
peredaran usahanya. Karena peredaran usaha ini menunjukkan skala aktivitas
perusahaan yang dianggap merupakan ukuran yang paling dapat diterima untuk
menentukan kesiapan Wajib pajak tersebut dalam melakukan pembukuan.
Khusus untuk Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha yang
memenuhi syarat tertentu dikecualikan dari kewajiban pembukuan. Wajib Pajak ini
adalah Wajib Pajak orang pribadi yang omsetnya dalam satu tahun kurang dari Rp 4,8
Milyar sesuai Pasal 14 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan. Sedangkan Wajib
Pajak badan tidak diberikan pengecualian. Artinya seluruh Wajib Pajak badan (dalam
negeri dan BUT) wajib untuk menyelenggarakan pembukuan.
2. Pencatatan
Pencatatan adalah pengumpulan data secara teratur tentang peredaran bruto dan
atau penerimaan Penghasilan sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang
terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan atau yang dikenakan
pajak yang bersifat final. Wajib pajak yang dikecualikan dari kewajiban
menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah wajib pajak
orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang diperbolehkan
menghitung penghasilan neto dan wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
 Tujuan Pencatatan
a. Mempermudah pengisian SPT
b. Mempermudah penghitungan Penghasilan Kena Pajak
c. Mempermudah penghitungan PPN dan PPn BM
 Yang boleh menyelenggarakan pencatatan
Pencatatan wajib dilakukan oleh:
1. Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan
norma penghitungan penghasilan neto berdasarkan pasal 14 ayat (2) undang-
undang pajak penghasilan
2. Wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas harus mencatat penghasilan bruto dan penghasilan yang
bukan objek pajak dan/ atau penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat
final, dengan bentuk dan tata cara sebagaimana yang ditetapkan dalam
keputusan direktur jenderal pajak
2. Prinsip akuntansi perpajakan
Prinsip dasar akuntansi pajak. Ketentuan pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat
(4) Undang-Undang KUP menyatakan bahwa pengisian SPT Tahunan Pajak Penghasilan
oleh Wajib Pajak diwajibkan melakukan pembukuan harus dilengkapi dengan laporan
keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan-keterangan lain yang
diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP).
Prinsip-prinsip dasar akuntansi komersial telah banyak dikemukakan para ahli, tetapi
umumnya mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan, yaitu dasar akrual (accrual basic)
dan kelangsungan usaha (going concern). APB Statement No. 4 menyatakan terdapat
Sembilan prinsip dasar akuntansi:
1. Cost Participle
Prinsip biaya atau biaya historis yiatu dasar pencatatan perolehan barang, jasa
harga pokok, biaya maupun ekuitas sehingga paling pokok adalah penilaian yang
didasarkan harga pertukaran pada saat perolehan.
2. Revenue Principle
Prinsip pendapatn lebih menjelaskan tentang sifat dan komponen, pengukuran,
dan pengakuan bahwa pendapatan sebagai komponen penyusunan laba rugi.
3. Matching Principle
Prinsip pemadanan menjelaskan mengenai masalah pembebanan biaya pada
periode yang sama dengan periode pengakuan hasil sehingga pengakuan hasil diakui
pada saat periode pengakuan hasil sedangkan pembebanan biaya diakui pada periode
tersebut.
4. Objectivity Principle
Masalah objektivitas memiliki penafsiran berbeda. Objektivitas dapat dianggap
sebagai hasil konsesus kelompok yang mengukur atau objektivitas diukur dengan
batasan tertentu.
5. Consistency Principle
Prosedur dan prinsip akuntansi yang sama dilaporkan pada periode yang
bersangkutan sehingga peristiwa yang sama dicatat dan dilaporkan secara komsisten.
6. Disclosure Principle
Prinsip pengungkapan penuh (full disclosure) mengharusakn laporan akuntansi
dibentuk dan disajikan berdasarkan peristiwa yang mempengaruhi perusahaan dalam
periode tersebut. Laporan keuangan diharapkan jujur (fair), lengkap (full), dan
memadai (adequate) agar piahk internal maupun ekternal dapat mengambil manfaat
dari informasi yang disajikan oleh laporan keuangan.
7. Conservatism Principle
Prinsip konservatisme atau pengecualian umumnya digunakan untuk hal yang
tidak menentu atau dalam kondisi ketidakpastian. Prinsip konservatisme kurang
penekanannya karena semakin banyak pihak yang mengutamakan jujur (fair) dan
dapat diandalkan (reliable) pada setiap laporan keuangan yang disajikan.
8. Materiality Principle
Menurut APB StatementNo 4, prinsip materialitas mengandung arti bahwa
laporan keuangan hanyan menyangkut informasi yang dianggap penting (material)
dalam mempengaruhi penilaian.
9. Uniformity and Comparability Principle
Prinsip ini menekankan pada keseragaman dan dapat dibandingkan, yang
merupakan salah satu tujuan yang akan dicapai dalam penyusunan prinsip akuntansi.
3. Karakteristik Akuntansi Pajak
Karakteristik akuntansi pajak adalah ciri-ciri atau sifat-sifat yang membedakan
akuntansi pajak dengan akuntansi lainnya. Akuntansi pajak adalah akuntansi yang
diterapkan dengan tujuan untuk menetapkan besarnya pajak terutang oleh wajib pajak.
Akuntansi pajak harus mengikuti peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku di Indonesia.
beberapa karakteristik kualitatif akuntansi pajak yaitu:
 Relevan: informasi akuntansi pajak harus memiliki umpan balik, manfaat prediktif,
tepat waktu, dan lengkap.
 Andal: informasi akuntansi pajak harus disajikan secara jujur, dapat diverifikasi, dan
netral.
 Dapat dibandingkan: informasi akuntansi pajak harus dapat dibandingkan antara
periode atau entitas yang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai