Anda di halaman 1dari 72

AKUNTANSI PERPAJAKAN

“KEWAJIBAN PEMBUKUAN DAN PRINSIP DASAR


AKUNTANSI PAJAK”

DISUSUN OLEH
KELOMPOK I :
1. Moch Arief Wibisono (142010300015)
2. Moch Majid (152010300003)
3. Ratna Rulita Apriliana (152010300004)
4. Dewi Kusuma Adila (152010300006)
5. Dita Deviana (152010300008)
6. Erna Ristiana (152010300011)
7. Indah Novitasari (152010300013)
8. Bagus Tri Herwanto (152010300014)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO


FAKULTAS EKONOMI & BISNIS
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
2018
BAB I

PEMBAHASAN

1.1. Kewajiban Pembukuan

Di Indonesia kewajiban melakukan pembukuan setiap perusahaan didasarkan

pada Kitab Undang Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 6, yang berbunyi:

Tiap-tiap orang yang melakukan/menjalankan perusahaan menyelenggarakan

pembukuan perusahaan, sehingga diketahui segala hak dan kewajibannya.

1.1.1 Tujuan yang Akan Dicapai:

Untuk mendapatkan informasi-informasi tentang transaksi keuangan dan

transaksi barang agar dapat ditentukan dengan tepat kebijaksanaan selanjutnya.

Selain KUHD Pasal 6, juga UU Pajak tahun 2000 Pasal 28 ayat 1-12 yang

mewajibkan perusahaan menyelenggarakan pembukuan perusahaan, sehingga

diketahui hak dan kewajibannya.

Pembukuan yang baik memudahkan pengusaha menghitung laba rugi dan

menentukan besarnya pajak yang harus dibayar. Begitu pula pembukuan yang

diselenggarakan dengan baik akan memungkinkan investor melakukan penilaian

keadaan perusahaan apakah sehat atau tidak

1.1.2 Pembukuan

Untuk dapat menghitung dan memperhitungkan sendiri pajak terhutang

diperlukan suatu pembukuan dan pencatatan yang teratur terhadap segala kegiatan

usaha Wajib Pajak.

Pembukuan menurut pajak berbeda dengan pengertian menurut akuntansi.

Menurut akuntansi, Pembukuan adalah ”kegiatan mengumpulkan, mencatat,


meringkas data transaksi keuangan ke dalam buku atau catatan yang telah

disediakan serta pengendalian proses akuntansi melalui prinsip pengendalian

internal, pengukuran nilai transaksi ke dalam nilai moneter berdasarkan standar

akuntansi yang berlaku dan penyajian hasil transaksi keuangan menjadi suatu

informasi keuangan yang berguna bagi pengambil keputusan.

Menurut Pasal 1 angka 29 UU KUP (Menurut Perpajakan): "Pembukuan

adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk

mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban,

modal, penghasilan dan biaya, serta harga perolehan dan penyerahan barang

atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan

laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut”

Dari bunyi pasal tersebut ada hal-hal penting yang biasanya kurang diperhatikan

oleh Wajib Pajak sebagai berikut :

1. Pembukuan atau pencatatan tersebut harus dilakukan secara tertaur yang

berarti harus dikerjakan dari waktu ke waktu dan secara up to date atau

dimutakhirkan terus-menerus dan berkesinambungan. Hal ini bisa menjadi

indikasi dari benar-tidaknya pembukuan yang diselenggarakan oleh Wajib

Pajak;

2. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan sedemikian rupa sehingga

dapat dengan mudah diketahui harga perolehan dan harga penyerahan barang

atau jasa yang terhutang PPN, tidak terhutang PPN, dikenakan PPN 0%, PPN-

nya ditangguhkan, PPN-nya ditanggung pemerintah dan dikenakan PPnBM.


Dengan demikian pengertian pembukuan dalan peraturan perpajakan lebih

luas cakupannya, karena di samping tujuannya untuk memperoleh angka

Penghasilan Kena Pajak juga untuk menghitung kewajiban pemungutan PPN dan

PPnBM serta untuk menghitung kewajiban pemotongan dan pemungutan pajak

yang menjadi kewajiban Wajib Pajak.

1.1.3 Wajib Pajak Yang Menyelenggarakan Pembukuan

Pembukuan wajib diselenggarakan oleh:

a. Wajib Pajak (WP) Badan

b. WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas

Kriteria kesiapan wajib pajak dalam melakukan pembukuan diukur dari

jumlah peredaran usahanya. Karena peredaran usaha ini menunjukkan skala

aktivitas perusahaan yang dianggap merupakan ukuran yang paling dapat diterima

untuk menentukan kesiapan Wajib pajak tersebut dalam melakukan pembukuan.

Khusus untuk Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha yang

memenuhi syarat tertentu dikecualikan dari kewajiban pembukuan. Wajib Pajak

ini adalah Wajib Pajak orang pribadi yang omsetnya dalam satu tahun kurang dari

Rp 4,8 Milyar sesuai Pasal 14 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan.

Sedangkan Wajib Pajak badan tidak diberikan pengecualian. Artinya seluruh

Wajib Pajak badan (dalam negeri dan BUT) wajib untuk menyelenggarakan

pembukuan.

1.1.4 Persyaratan Pembukuan/ Prinsip-Prinsip Pembukuan Menurut

Ketentuan Pajak
Berikut ini adalah syarat-syarat atau ketentuan tentang pembukuan yang harus

dipenuhi oleh Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan perpajakan:

1. Harus dilandasi itikad baik

Pembukuan harus diselenggarakan oleh Wajib Pajak dengan memperhatikan

itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.

Perhatikan bahwa pembukuan harus dibuat berdasarkan prinsip kejujuran dan

tidak diniatkan untuk memanipulasi data atau merekayasa pembukuan untuk

menghindari pajak atau bahkan untuk menggelapkan pajak. Tidak ada data yang

disembunyikan dan juga tidak ada pencatatan yang tanpa didukung fakta.

2. Konten Pembukuan

Isi atau kandungan dari pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan

mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan

pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. Pengaturan ini

dimaksudkan agar berdasarkan pembukuan tersebut dapat dihitung besarnya pajak

yang terutang.

Selain untuk dapat menghitung besarnya PPh terutang, pajak lainnya juga

harus dapat dihitung dari pembukuan tersebut. Agar PPN dan PPnBM dapat

dihitung dengan benar, pembukuan harus mencatat juga jumlah harga perolehan

atau nilai impor, jumlah harga jual atau nilai ekspor, jumlah harga jual dari barang

yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, jumlah pembayaran atas

pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam

daerah pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di
dalam daerah pabean, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dan yang

tidak dapat dikreditkan.

Dengan demikian, pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau

sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar Akuntansi

Keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain.

3. Tempat, Huruf, Angka, Mata Uang, Bahasa

Pembukuan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf

Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia

atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.

Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah

dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan.

Ketentuan teknis tentang pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata

uang selain rupiah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor

196/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pembukuan Dengan

Menggunakan Bahasa Asing Dan Satuan Mata Uang Selain Rupiah Serta

Kewajiban Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib

Pajak Badan.

4. Waktu dan Tempat Penyimpanan Dokumen

Pembukuan harus diselenggarakan di Indonesia. Buku, catatan, dan dokumen

yang menjadi dasar pembukuan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data

dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-

line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat


kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan

Wajib Pajak badan.

Dalam hal Wajib Pajak melakukan transaksi dengan para pihak yang

mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak, kewajiban menyimpan

dokumen lain meliputi dokumen dan/atau informasi tambahan untuk mendukung

bahwa transaksi yang dilakukan dengan pihak yang mempunyai hubungan

istimewa telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha.

Ketentuan tersebut dimaksudkan agar apabila Direktur Jenderal Pajak akan

mengeluarkan surat ketetapan pajak, bahan pembukuan atau pencatatan yang

diperlukan masih tetap ada dan dapat segera disediakan. Kurun waktu 10

(sepuluh) tahun penyimpanan buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar

pembukuan atau pencatatan adalah sesuai dengan ketentuan yang mengatur

mengenai batas daluwarsa penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

Penyimpanan buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau

pencatatan dan dokumen lain termasuk yang diselenggarakan secara program

aplikasi on-line harus dilakukan dengan memperhatikan faktor keamanan,

kelayakan, dan kewajaran penyimpanan

5. Prinsip Taat Asas

Pembukuan harus diselenggarakan dengan prinsip taat asas. Prinsip taat asas

adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan dengan tahun-

tahun sebelumnya untuk mencegah penggeseran laba atau rugi. Prinsip taat asas

dalam metode pembukuan misalnya dalam penerapan stelsel pengakuan


penghasilan, tahun buku, metode penilaian persediaan, atau metode penyusutan

dan amortisasi.

Wajib Pajak juga harus taat asas dalam menerapkan stelsel akrual atau

stelsel kas. Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan dan

biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada

waktu terutang. Jadi, tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan

biaya itu dibayar secara tunai.

Termasuk dalam pengertian stelsel akrual adalah pengakuan penghasilan

berdasarkan metode persentase tingkat penyelesaian pekerjaan yang umumnya

dipakai dalam bidang konstruksi dan metode lain yang dipakai dalam bidang

usaha tertentu seperti build operate and transfer (BOT) dan real estat.

Sebaliknya, Stelsel kas adalah suatu metode yang penghitungannya didasarkan

atas penghasilan yang diterima dan biaya yang dibayar secara tunai. Menurut

stelsel ini, penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan apabila benar-benar

telah diterima secara tunai dalam suatu periode tertentu serta biaya baru dianggap

sebagai biaya apabila benar-benar telah dibayar secara tunai dalam suatu periode

tertentu.

Stelsel kas biasanya digunakan oleh perusahaan kecil orang pribadi atau

perusahaan jasa, misalnya transportasi, hiburan, dan restoran yang tenggang

waktu antara penyerahan jasa dan penerimaan pembayarannya tidak berlangsung

lama. Dalam stelsel kas murni, penghasilan dari penyerahan barang atau jasa

ditetapkan pada saat pembayaran dari pelanggan diterima dan biaya-biaya

ditetapkan pada saat barang, jasa, dan biaya operasi lain dibayar.
Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku masih

dimungkinkan tetapi harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.

Ya, Pada dasarnya metode pembukuan yang dianut harus taat asas, yaitu harus

sama dengan tahun-tahun sebelumnya, misalnya dalam hal penggunaan metode

pengakuan penghasilan dan biaya (metode kas atau akrual), metode penyusutan

aktiva tetap, dan metode penilaian persediaan.

Namun demikian, perubahan metode pembukuan masih dimungkinkan

dengan syarat telah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak. Perubahan

metode pembukuan harus diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak sebelum

dimulainya tahun buku yang bersangkutan dengan menyampaikan alasan yang

logis dan dapat diterima serta akibat yang mungkin timbul dari perubahan

tersebut.

Perubahan metode pembukuan akan mengakibatkan perubahan dalam

prinsip taat asas yang dapat meliputi perubahan metode dari kas ke akrual atau

sebaliknya atau perubahan penggunaan metode pengakuan penghasilan atau

pengakuan biaya itu sendiri, misalnya dalam metode pengakuan biaya yang

berkenaan dengan penyusutan aktiva tetap dengan menggunakan metode

penyusutan tertentu

Selain itu, perubahan periode tahun buku juga berakibat berubahnya

jumlah penghasilan atau kerugian Wajib Pajak. Oleh karena itu, perubahan

tersebut juga harus mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak.

Sebagaimana kita ketahui, Tahun Pajak adalah sama dengan tahun

kalender kecuali Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan
tahun kalender. Apabila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama

dengan tahun kalender, penyebutan Tahun Pajak yang bersangkutan

menggunakan tahun yang di dalamnya termasuk 6 (enam) bulan pertama atau

lebih.

Contoh: Misalnya tahun buku 1 Juli 2008 sampai dengan 30 Juni 2009 adalah

Tahun Pajak 2008. Sementara itu tahun buku 1 Oktober 2008 sampai dengan 30

September 2009 adalah Tahun Pajak 2009.

1.1.5 Pembukuan Terpisah Untuk Penghasilan Yang Dikenakan PPh Final

dan Yang Bukan Objek Pajak

Dalam Pasal 27 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010, Wajib

Pajak juga harus menyelenggarakan pembukuan secara terpisah dalam hal:

1. Memiliki usaha yang penghasilannya dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat

final dan tidak final;

2. Menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak dan

bukan objek pajak; atau

3. Mendapatkan dan tidak mendapatkan fasilitas perpajakan sebagaimana diatur

dalam Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan

Pembukuan secara terpisah merupakan proses pencatatan yang dilakukan

secara teratur dengan melakukan pemisahan pencatatan untuk setiap transaksi,

penghasilan dan biaya-biaya antara kegiatan usaha yang dikenai Pajak

Penghasilan dengan tarif umum Pasal 17 UU PPh dengan kegiatan usaha yang

dikenai PPh yang bersifat final maupun atas penerimaan penghasilan bruto yang

merupakan objek pajak dan yang bukan merupakan objek pajak, serta penghasilan
dan biaya-biaya dari usaha yang tidak mendapatkan fasilitas perpajakan dan yang

mendapatkan fasilitas perpajakan sebagaimana diatur dalam Pasal 31A UU PPh.

Misalkan: PT A bergerak di bidang industri pengalengan ikan yang berkedudukan

di Jakarta mempunyai aset berupa gudang dan mesin pengolahan di Papua dalam

rangka pengembangan kegiatan dan produksi perusahaan.

Sesuai dengan PP Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk

Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah

Tertentu sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 62 Tahun 2008, atas

industri pengalengan ikan dan biota perairan lainnya di daerah Papua dapat

diberikan fasilitas Pajak Penghasilan.Salah satu bentuk fasilitas Pajak Penghasilan

yang dimaksud adalah penyusutan dan amortisasi yang dipercepat. Dalam hal ini,

pencatatan secara terpisah harus dilakukan untuk biaya penyusutan atas aset

dalam rangka usaha yang mendapatkan fasilitas perpajakan (di Papua) dan yang

tidak mendapatkan fasilitas perpajakan (di Jakarta). Pada prinsipnya pembukuan

pajak mengikuti akuntansi yang lazim dan berlaku umum. Akuntansi menganut

stelsel kas dan akrual, sedangkan pajak membolehkan Wajib Pajak melakukan

pembukuan berdasarkan stelsel akrual atau stelsel kas yang telah dimodifikasi

(modified cash basis) yang dilakukan secara taat asas. Dalam rangka

penghitungan Penghasilan Kena Pajak, maka pembukuan harus dilaksanakan

dengan modified cash basisyang dapat diterangkan sebagai berikut:

1. Penghitungan jumlah penjualan dalam satu periode harus meliputi seluruh

penjualan baik tunai maupun kredit, konsekuensinya penghitungan harga

pokok juga harus menyertakan seluruh pembelian dan persediaan;


2. Dalam hal memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak yang dapat

diamortisasi, biaya-biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan hanya

dapat dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi.

Seperti yang telah diuraikan di atas, orang atau badan hukum yang melakukan

kegiatan usaha atau pekerjaan bebas di Indonesia yang menurut undang-undang

perpajakan diwajibkan untuk mengadakan pembukuan, harus menyelenggarakan

pembukuan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

a. Pembukuan harus meliputi seluruh kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang

dilakukannya;

b. Pembukuan harus dilakukan secara teratur, tepat waktu, terinci dan taat azas;

c. Pembukuan harus didukung dengan bukti-bukti transaksi yang dapat

dipertanggung-jawabkan kebenaran dan keabsahannya;

d. Pembukuan harus ditutup dengan membuat laporan neraca dan perhitungan

laba rugi untuk periode tahun pajak tersebut.

2.1.6 Perubahan Tahun Buku dan Metode Pembukuan

Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual

atau stelsel kas. Perubahan tahun buku dan perubahan metode pembukuan harus

mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak

1.1.7 Tujuan Pembukuan

Pembukuan dalam perpajakan dimaksudkan untuk mempermudah pengisian

Surat Pemberitahuan (SPT), penghitungan Pengusaha Kena Pajak (PKP), dan

Penghitungan PPN dan PPnBM, yang pada dasarnya untuk mengetahui posisi

keuangan. SPT sendiri merupakan sarana bagi Wajib Pajak (WP) untuk
melaporkan semua kegiatan usahanya dalam periode tertentu. SPT yang

dihasilkan merupakan alat bantu komunikasi antara fiskus dan WP.

SPT juga merupakan obyek pemeriksan pajak sehingga sebaiknya tidak

menyajikan informasi-informasi yang salah, yang dapat merugikan baik dari pihak

fiskus ataupun pihak wajib pajak. Wajib Pajak yang melakukan pembukuan,

diminta untuk melampirkan SPT tahunan PPh WP Badan sedangkan bagi WP

orang pribadi, hanya yang diwajibkan dalam Undang-Undang saja yang wajib

melakukan pembukuan. Bagi WP orang pribadi yang tidak melakukan

pembukuan, wajib melakukan pencatatan dengan melampirkan

Daftar/Perhitungan Penghasilan Bruto pada SPT tahunan PPh WP Orang Pribadi

(WPOP).

Pembukuan dan pencatatan yang terorganisir dapat membantu Wajib Pajak

dalam menyusun laporan keuangan dan mengisi SPT serta dapat membantu

pertanggungjawaban WP jika terjadi pemeriksaan dan penyidikan pajak yang

dilakukan oleh pihak fiskus.

1.2 Penggunaan Norma Perhitungan Penghasilan

Bagi Wajib Pajak, menyelenggarakan pencatatan memang lebih sederhana

dibandingkan memilih menyenggarakan pembukuan. Perhitungan besarnya

penghasilan neto untk setiap jenis penghasilan bruto yang diperoleh Wajib Pajak

ditetapkan dengan presentase yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak

sedangkan sebagaipengawasan bahwa setiap Wajib Pajak yang menyelenggarakan

pencatatan wajib menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur Jenderal Pajak

dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
Apabila ternyata Wajib Pajak Orang Pribadi tersebut tidak memberitahukan

kepada Direktur jenderal Pajak dalam jangka waktu yang ditentukan, maka Wajib

Pajak dimaksud dianggap menyelenggarakan pembukuan. Norma perhitungan

tersebut digunakan sebagai pedoman menentukan besarnya penghasilan neto dan

pedoman tersebut dilakukan dalam hal:

1. Tidak terdapat dasar perhitungan yang lebih baik yaitu pembukuan yang

lengkap; atau

2. Pembukuan atau catatan peredaran bruto Wajib Pajak ternyata

diseslenggarakan secara tidak benar.

Norma perhitungan penghasilan neto hanya boleh digunakan oleh Wajib Pajak

Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang

peredaran brutonya kurang dari jumlah Rp4.800.000.000,00 sebagaimana telah

disebutkan pada uraian sebelumnya.

Dari pengertian pembukuan tersebut, sasaran terakhir yang hendak dicapai adalah

menyusun laporan keuangan, tetapi tidak diberikan dasar yang digunakan

sebagaimana dalam undang-undang lainnya seperti SAK yang ditetapakan oleh

IAI. Apabila kita lihat penjelasan Pasal 28 ayat (7) Undang-Undang KUP,

dikatakan bahwa pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang

lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan SAK, kecuali peraturan

perundang-undangan perpajakan menentukan lain.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka menyelenggarakan pembukuan menjadi

suatu kewajiban bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan usaha atau

pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Badan di Indonesia, sehingga semua Wajib
Pajak Badan dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) diwajibkan menyelenggarakan

pembukuan.

Kewajiban menyelenggarakan pembukuan ini dikecualikan bagi Wajib

Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang

menurut ketentan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan untuk

menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma perhitungan

penghasilan neto dan Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan

usaha atau pekerjaan bebas. Namun, Wajib Pajak Orang Pribadi tersebut wajib

melakukan pencatatan. Bagi Wajib Pajak yang tidak wajib melakukanpembukuan

maupun pencatatan tidak diwajibkan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan

(SPT) Pajak Penghasilan.

Dalam rangka penyelenggarakan pembukuan ini, setiap Wajib Pajak wajib

memenuhi ketentuan Pasal 28 Undang-Undang KUP, yaitu sebagai berikut.

1. Pembukuan atau pencatatan haruslah diselenggarakan dengan memperlihatkan

ikhtikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang

sebenarnya.

2. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan

menggunakan huruf latin, angka arab, satun mata uang rupiah, dan disusun

dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri

Keuangan.

3. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asasdan stelsel akrual atau

stelsel kas.
Prinsip taat asas mengharuskan Wajib Pajak menggunakan prinsip yang sama

dalam metode pembukuan yang konsisten dengan tahun-tahun sebelumnya.

Tujuannya adalah mencegah penggeseran laba atau rugi. Prinsip taat asas dapat

diterapkan dalam hal:

a) Pengakuan penghasilan;

b) Tahun buku;

c) Metode penilaian persediaan:

d) Metode penyusutan dan amortisasi;

Stelsel akrual adalah metode perhitungan penghasilan dan biaya dalam arti

penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang,

sehingga tidak tergantung pada kapan penghasilan diterima dan kapan biaya

dibayar secara tunai

Stelsel kas adalah metode perhitungannya berdasarkan pada penghasilan yang

diterima dan biaya yang dibayarkan secara tunai, sehingga penghasilan baru

dianggap sebagai penghasilan apabila benar-benar telah diterima secara tunai

dalam periode tertentu dan biaya bau dianggap sebagai biaya apabila benar-benar

telah dibayar secara tunai dalam periode tertentu.

4. Perubahan yang terjadi terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku

harus mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak.

Perubahan mungkin dapat terjadi dalam hal metode pembukuan atau tahun

pajak, tetapi prinsip dasar yang harus dianut adalah taat asas, yaitu konsisten

dengan tahun-tahun sebelumnya.


5. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai aset, kewajiban,

modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat

dihitung besarnya pajak yang terutang. Pajak yang terutang tidak terbatas pada

Pajak Penghasilan, tetapi juga pajak lainnya.

Pembukuan yang sesuai yang diamanatkan oleh undang-undang perpajakan ini

adalah pembukuan yang diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim

dipakai di Indonesia, yaitu SAK, kecuali perundang-undangan perpajakan

menentukan lain. Perubahan metode tersebut memerlukan persetujaun Direktur

Jenderal Pajak dan pada saat pengajuan permohonan untuk mendapat persetujuan

dimaksud perlu disampaikan alasan-alasan yang logis dan dapat diterima serta

akibat yang mungkin ditimbulkan. Perubahan tahun buku juga harus mendapatkan

persetujuan DirekturJenderal Pajak,pada prinsipnya, tahun takwim atau tahun

kalender sama dengan tahun pajak (tahun fiskal), tetapi Wajib Pajak dapat pula

menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim. Apabila terjadi

demikian, maka penyebutan tahun pajak yang bersangkutan menggunakan tahun

yang didalamnya termasuk 6 (enam) bulan pertama atau lebih.

6. Buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang menjadi dasar

pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain wajib disimpan selama 10

(sepuluh) tahun. Penyimpanan ini diletakkan ditempat kegiatan atau di tempat

tinggal bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, atau ditempat kedudukan bagi Wajib

Pajak Badan.

1.2.1 Tujuan Pencatatan bagi Wajib Pajak


Tujuan pencatatan:

1. Mempermudah pengisian SPT

2. Mempermudah penghitungan Penghasilan Kena Pajak

3. Mempermudah penghitungan PPN dan PPn BM

1.2.2 Yang Boleh Menyelenggarakan Pencatatan

Pencatatan wajib dilakukan oleh:

1. Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan

bebas yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan

norma penghitungan penghasilan neto berdasarkan pasal 14 ayat (2) undang-

undang pajak penghasilan

2. Wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau

pekerjaan bebas harus mencatat penghasilan bruto dan penghasilan yang

bukan objek pajak dan/ atau penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat

final, dengan bentuk dan tata cara sebagaimana yang ditetapkan dalam

keputusan direktur jenderal pajak.

1.2.3 Syarat-Syarat Pencatatan

1. Pencatatan harus dibuat secara lengkap dan benar, serta didukung dengan

dokumen yang dijadikan dasar penghitungan peredaran atau penerimaan bruto

dan/ penghasilan bruto, serta penghasilan yang bukan objek pajak dan atau

penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final.

2. Pencatatan dalam suatu tahun pajak meliputi jangka waktu 12 (dua belas)

bulan, mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember.

3. Pencatatan dalam 1 tahun harus diselenggarakan secara kronologis


4. Pencatatan dan dokumen yang menjadi dasar pencatatan harus disimpan di

tempat tinggal wajib pajak atau tempat kegiatan usaha dilakukan selama 10

tahun terhitung sejak saat terutangya pajak atau berakhirnya masa pajak,

bagian tahun pajak, atau tahun pajak

5. Pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran

atau penerimaan bruto dan/ atau penghasilan buto sebagai dasar untuk

menghitung pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek

pajak dan/ atau yang dikenakan pajak yang bersifat final

6. Bagi wajib pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan atau tempat

usaha, pencatatan harus dapat menggambarkan secara jelas jumlah peredaran

atau penerimaan bruto dari masing-masing jenis usaha dan atau tempat usaha

yang bersangkutan.

1.2.4 Tata Cara Pencatatan

1. Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan

harus mencatat peredaran atau penerimaan bruto, dan penghasilan yang bukan

objek pajak dan/ atau penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final,

dengan bentuk dan tata cara sebagaimana yang ditetapkan dalam keputusan

direktur jenderal pajak.

2. Wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau

pekerjaan bebas harus mencatat penghasilan bruto dan penghasilan yang

bukan objek pajak dan/ atau penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat

final, dengan bentuk dan tata cara sebagaimana yang ditetapkan dalam

keputusan direktur jenderal pajak


1.3 Mata Uang Pembukuan atau Pencatatan dan Kovergensi IFRS

Undang-Undang Pajak tidak mengatur dengan istilah mata uang pelaporan

utama. Pasal 28 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa

“pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan

menggunakan uruf latin.angka arab, satuan mata uang rupiah dan disusun dalam

bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri

Keuangan”. Dari sisi SAK dikenal mata uang pencatatan dan mata uang

pelaporan. Selengkapnya perhatikan Bab I Konvergensi Akuntansi dan Undang-

Undang Perpajakan.

1.4 Pengecualian dan Sanksi dari Kewajiban Pembukuan

Seperti telah diuraikan, kewajiaban Wajib Pajak dalam menyelenggarakan

pembukuan dengan prinsip iktikad baik ini mengedepankan tuntunan moral untuk

kepentingan pajak.

Pengecualian kewajiban adalah terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi yang

melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto

dengan menggunakan norma perhitungan penghasilan neto dan Wajib Pajak

Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

Tetap mengacu pada Pasal 39 Undang-Undang Kententuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan, setiap orang yang dengan sengaja:

1. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau

dipalsukan seolah-olah benar;


2. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan

atau tidak meminjamkan buku, catatan. Atau dokumen lainnya;

Sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, diancam

dengan pidana penjara selama-lamanya 6 (enam) tahun dan denda setinggi-

tingginya 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.

Apabila seseorang melakukan tindak pidana lagi sebelum lewat waktu 1 (satu)

tahun terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan,

maka pidananya dilipatduakan.

1.5 Penyelenggaran Pembukuan Menggunakan bahasa Asing dan Satuan

Mata Uang Selain Rupiah

Direktur Jenderal Pajak Nomor PER 11/Pj/2010 Tanggal 10 April 2012 ,

wajib pajak dapat menyelengarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa

asing satuan mata uang selain rupiah,yaitu bhasa inggris dan satuan mata uang

dolar Amerika Serikat,meliputi :

1) Wajib Pajak dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) beroperasi

berdasarkan ketentuan peraturan perundang - undangan PMA

2) Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya beroperasi berdasarkan

peraturan perundang – undangan pertambangan selain minyak dan gas

bumi.

3) Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS) beroperasi

berdasarkan peraturan perundang – undangan pertambangan minyak dan

gas bumi
4) Bentuk Usaha tetap Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat 5 UU

PPh

5) Wajib Pajak mendafatrakan sebagian maupun seluruh emisi sahamnya di

bursa efek luar negeri

6) Kontrak Investasi (KIK) menertbitkan rekasa dana dalam denominasi

satuan mata uang dolar Amerika Serikat DAN TELAH MEMPEROLEH

Surat Pemberitahuan Pernyataan Pendaftaran Dan Badan Pengawas Pasar

Modal.

7) Wajib Pajak yang berafiliasi langsung dengan perusahaan induk di luar

negeri,yaitu anak perusahaan dalam pasal 18 ayat (4) huruf a dan huruf b

UU PPh.

1.6 Penyelenggaraan Pembukuan Dengan Satuan Mata Uang Asing

Penyelenggaraan Pembukuan dengan Mata satuan mata uang dolar Amerika

Serikat dalam kondisi awal tahun berjalan.

1) Awal Tahun Buku

2) Penyelenggaraan Pembukuan pertama kali dilkakuan bertitik tolak pada

neraca akhir tahun buku sebelumnya(dalam satuan mata uang rupiah

a) Harga perolehan asset /harga berwujud dan/atau harta tidak berwujud

mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun menggunakan kurs

yang sebenarnya berlaku pada saat perolehan harta tersebut.

b) Untuk Akumulasi Penyusutan dan atau amortisasi harta sebagaimana

dimaksud pada huruf a menggunakan kurs sebenarnya.


c) Untuk Harta Lainnya dan kewajiban menggunakan kurs sebenarnya

berlaku pada akhir tahun buku sebelumnya , berdasarkan sistem

pembukuan yang dianut yang dilakukan secara taat asas.

3) Tahun Berjalan

a) Transaksi dilakukan dengan aturan mata uang dollar Amerika Serikat,

pembukuannya dicatat sesuai dengan document transasksi

bersangkutan

b) Transaksi , baik dalam negeri maupun luar negeri menggunakan satuan

mata uang selain dollar Amerika ,dikonversikan ke satuan mata uang

dollar Amerika Serikat menggunakan kurs sebenarnya saat terjadi

transaksi

Prosedur untuk mengajukan permohonan izin menyelenggarakan

pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang USD

adalah.

a. Izin tertulis dapat diperoleh Wajib Pajak dengan mengajukan surat

permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah dengan formulir yang sesuai

dengan peraturan perpajakan, paling lambat 3 (tiga) bulan:

i) sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa

Inggris dan satuan mata uang USD tersebut dimulai, atau

ii) sejak tanggal pendirian bagi Wajib Pajak baru untuk Bagian Tahun Pajak

atau Tahun Pajak pertama.

b. Permohonan izin tersebut harus dilampiri dengan:


i) fotokopi akta pendirian perusahaan dan perubahannya atau dokumen lain

yang serupa bagi Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap;

ii) fotokopi Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing dari Badan Koordinasi

Penanaman Modal bagi Wajib Pajak dalam rangka Penanaman Modal Asing;

iii) fotokopi surat keterangan/penunjukan kantor perwakilan Indonesia dari

kantor pusat bagi Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap;

iv) surat keterangan dari bursa efek luar negeri yang menyatakan bahwa emisi

saham Wajib Pajak pemohon didaftarkan di bursa efek tersebut bagi Wajib

Pajak yang mendaftarkan emisi sahamnya baik sebagian maupun seluruhnya

di bursa efek luar negeri;

v) fotokopi Surat Pemberitahuan Efektifnya Pernyataan Pendaftaran dari Badan

Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan atas penerbitan reksadana

oleh Kontrak Investasi Kolektif yang bersangkutan bagi Wajib Pajak Kontrak

Investasi Kolektif;

vi) fotokopi prospektus penawaran atas reksadana yang diterbitkan dalam satuan

mata uang USD bagi Wajib Pajak Kontrak Investasi Kolektif;

vii) surat keterangan/pernyataan dari perusahaan induk (parent company) di luar

negeri dan laporan keuangan konsolidasi (consolidated financial statement)

perusahaan induk (parent company) di luar negeri bagi Wajib Pajak yang

berafiliasi langsung dengan perusahaan induk di luar negeri;

viii) fotokopi Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang

terakhir, kecuali bagi Wajib Pajak baru terdaftar yang belum wajib

menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan;


ix) surat pernyataan (bermaterai Rp6.000,00) bahwa transaksi penjualan dan

biaya yang dilakukan perusahaan didominasi oleh satuan mata uang USD dan

pembukuan menggunakan bahasa Inggris serta seluruh aktiva, pasiva, modal,

pendapatan, dan biaya seluruhnya dicatat dalam satuan mata uang USD; dan

x) fotokopi Bukti Penyetoran Modal Awal dalam Dollar Amerika Serikat bagi

Wajib Pajak baru untuk Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak pertama.

3. Untuk Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya dan Kontraktor Kontrak

Kerja Sama prosedur untuk menyampaikan pemberitahuan

menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan

satuan mata USD bagi adalah:

a) surat pemberitahuan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat

Wajib Pajak terdaftar dengan formulir yang telah ditentukan, paling lambat 3

(tiga) bulan:

i) sejak tanggal pendirian apabila sejak pendiriannya menyelenggarakan

pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang USD;

atau

ii) sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa

Inggris dan satuan mata uang USD tersebut dimulai, apabila akan

menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan

satuan mata uang USD.

b) pemberitahuan harus dilampiri dengan:

i) fotokopi Kontrak Karya bagi Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya;
ii) fotokopi Kontrak Kerja Sama bagi Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerja

Sama.

4. Ketentuan penyampaian pemberitahuan secara tertulis berlaku bagi Kerja

Sama Operasi (KSO) sepanjang dipersyaratkan dalam perjanjian kerja

sama/akta pendirian KSO dan semua anggota KSO telah mendapatkan izin

Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan

menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat

dengan melampirkan:

a) fotokopi perjanjian kerja sama/akta pendirian KSO; dan

b) fotokopi Surat Keputusan Menteri Keuangan tentang Persetujuan Pemberian

Izin Penyelenggaraan Pembukuan dengan Menggunakan Bahasa Inggris dan

Satuan Mata Uang USD atas nama anggota-anggota KSO yang telah

mendapatkannya.

Dalam hal tidak semua anggota KSO mendapatkan izin Menteri Keuangan

untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris

dan satuan mata uang USD, tetapi dipersyaratkan dalam perjanjian kerja

sama/akta pendirian KSO, harus menempuh prosedur permohonan izin

sebagaimana dimaksud pada angka 3.

4. Wajib Pajak yang telah memperoleh izin atau menyampaikan pemberitahuan

secara tertulis untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan

bahasa Inggris dan satuan mata uang USD, harus menyelenggarakan

pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang USD
tersebut dalam jangka waktu paling sedikit 5 (lima) tahun pajak sejak

diterbitkan izin atau penyampaian pemberitahuan.

5. Dalam hal Wajb Pajak telah memperoleh izin untuk menyelenggarakan

pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang USD

namun merencanakan untuk tidak memanfaatkan izin yang dimilikinya, maka

Wajib Pajak wajib harus:

a) menyampaikan pemberitahuan pembatalan secara tertulis dalam hal Tahun

Pajak sebagaimana tercantum dalam surat izin belum dimulai dan

pemberitahuan tersebut harus sudah diterima oleh KPP tempat Wajib Pajak

terdaftar sebelum Tahun Pajak tersebut dimulai; atau

b) mengajukan permohonan pembatalan secara tertulis kepada Kepala KPP

tempat Wajib Pajak terdaftar paling lama 3 (tiga) bulan setelah tahun buku

yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata

uang USD tersebut dimulai, dengan melampirkan fotokopi surat izin.

6. Atas permohonan izin tersebut Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri

Keuangan harus memberikan keputusan dalam jangka waktu paling lama 1

(satu) bulan sejak permohonan dari Wajib Pajak diterima secara lengkap.

1.7 Persyaratan Administrasi dalam Pembukuan dengan Bahasa dan Mata

Uang Asing

Dalam penyelenggaraan pmbukuan dengan bahasa Inggris dan satuan mata

uang dolar Amerika Serikat, diperlukan syarat sebagai berikut :

1. Wajib Pajak harus terlebih dahulu mendapat izin tertulis dari Mentri

Keuangan, kecuali bagi Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya atau Wajib
Pajak dengan surat permohonan kepada kepala kantor wilayah paling lambat

3 (tiga) bulan :

a) Sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa

Inggris dan satuan mata uang dolar Amerika Serikat tersebut dimulai; atau

b) Sejak tanggal pendirian bagi Wajib Pajak baru untuk bagian tahun pajak atau

tahun pajak pertama.

2. Kepala kantor wilayah atas nama Menteri Keuangan memberikan keputusan

atas permohonan tersebut paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan dari

Wajib Pajak diterima secara lengkap. Bila jangka waktu tersebut lewat dan

ternyata kepala kantor wilayah belum memberikan keputusan, maka

permohonan dimaksud dianggap diterima dan kepala kantor wilayah atas

nama Menteri Keuangan menerbitan keputusan pemberian izin untuk

menyelenggarakan pembukua menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata

uang dolar Amerika Serikat.

3. Khusus Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya atau Wajib Pajak

Kontraktor KKS yang sejak pendiriannya menyelenggarakan pembukuan

dengan bahasa Inggris dan satuan mata uang dolar Amerika Serikat, wajib

menyampaikan pemberitahuan secara tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak

tempat Wajib Pajak terdaftar paling lambat 3 (bulan) sejak tanggal pendirian.

Namun Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya atau Wajib Pajak

Kontraktor KKS yang akan menyelenggarakan pembukuan dengan bahasa

Inggris dan satuan mata uang dolar Amerika Serikat wajib menyampaikan

pemberitahuan secara tertulis ke kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak


Terdaftar paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku yang

diselenggarakan dengan bahasa Inggris dan satuan mata uang dolar Amerika

Serikat.

1.8 Kewajiban Perpajakan

Kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak terutama

pembayaran PPh Pasal 25 dan Pasal 29 adalah sebagai berikut.

1. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25

ayat (1), ayat (2), ayat (4), dan ayat (6) Undang – Undang PPh untuk Tahun

Pajak pertama penyelenggaraan pembukuan dengan menggunakan bahasa

Inggris dan satuan mata uang dolar Amerika Serikat adalah sebesar Pajak

Penghasilan Pasal 25 dalam satuan mata uang rupiah yang dikonversikan

menggunakan kurs tengah Bank Indonesia yang berikut :

a) Pada Akhir tahun buku sebelum dimulainya pembukuan dengan bahasa

Inggris dan satuan mata uang dolar Amerika Serikat untuk konversi Pajak

Penghasilan sebagaimana dimaksud Pasal 25 ayat (2) Undang – Undang PPh.

b) Pada saat menyampaikan atau batas waktu penyampaian Surat

Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak sebelum dimulainya

pembukuan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang dolar

Amerika Serikat untuk konversi Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud

Pasal 25 ayat (1) Undang – Undang PPh; atau

c) Pada saat surat ketetapan pajak diterbitkan untuk tahunan pajak sebelum

dimulainya pembukuan dengan bahasa Inggris dan satuan mat uang dolar

Amerika Serikat untuk konversi Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 25 ayat (4) Undang – Undang PPh dan pada saat penetapan

perhitungan besarnya angsuran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25

ayat (6) Undang – Undang PPh.

2. Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 serta Pajak Penghasilan

Final yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak yang memperoleh izin untuk

menyelenggarakan pembukuan dengan bahasa Inggris dan satuan mata uang

dolar Amerika Serikat, dapat dilakukan dalam satuan mata uang rupiah.

Dalam hal pembayaran pajak yang dimaksud dilakukan dalam satuan

mata uang rupiah, Wajib Pajak harus mengonversikan pembayaran dalam

satua mata uang rupiahtersebut ke satuan mata uang dolar Amerika Serikat

menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan

yang berlaku pada tanggal pembayaran.

Setelah memenuhi kewajiban perpajakan, masih terdapat kewajiban

lainnya, yaitu kewajiban menyampaikan SPT yang akan kita bahas lebih

lanjut pada subbab Surat Pemberitahuan.

1.9 Kontroversi Satuan Mata Uang Dolar

Wajib Pajak yang diizinkan menyelenggarakan pembukuan menggunakan

bahasa Inggris dan satuan mata uang dolar Amerika Serikat perlu melihat

ketentuan konversi ke mata uang dolar dimaksud sebagai berikut :

1. Pada awal tahun buku

Penyelenggaraan pembukuan menggunakan satuan mata uang dolar Amerika

Serikat untuk pertama kali dilakukan dengan bertitik tolak dari neraca akhir
tahun buku sebelumnya (dalam satuan mata uang rupiah) yang dikonversikan

ke satuan mata uang dolar Amerika Serikat menggunakan kurs :

a) Untuk harga perolehan harta berwujud dan/atau harta tidak berwujud yang

mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun menggunakan kurs yang

sebenarnya berlaku pada saat perolehan harta tersebut.

b) Untuk akumulasi penyusutan dan/atau amortisasi harta sebagaimana

dimaksud pada huruf a menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat

perolehan harta tersebut.

c) Untuk harta lainnya dan kewajiban menggunakan kurs yang sebenarnya

berlaku pada akhir tahun buku sebelumnya, berdasarkan sistem pembukuan

yang dianut yang dilakukan secara taat asas.

d) Apabila terjadi revaluasi aset tetap, disamping menggunakan nilai historis,

atas nilai selisih lebih dikonversi ke dalam satuan mata uang dolar Amerika

Serikat menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat dilakukannya

revaluasi.

e) Untuk saldo laba atau sisa kerugian dalam satuan mata uang rupiah dari tahun

– tahun sebelumnya, dikonversi ke dalam satuan mata uang dolar Amerika

Serikat menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun buku

sebelumnya, yakni kurs tengah Bank Indonesia, berdasarkan sistem

pembukuan yang dianut yang dilakukan secara taat asas.

f) Untuk moda saham dan ekuitas lainnya menggunakan kurs yang sebenarnya

berlaku pada saat terjadinya transaksi.


g) Dalam hal terdapat selisih laba/rugi sebagai akibat konversi dari satuan mata

uang rupiah ke satuan mata uang dolar Amerika Serikat sebagaimana

dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, maka selisih laba

atau rugi tersebut dibebankan pada rekening laba ditahan (saldo laba).

2. Dalam tahun berjalan

a) Untuk transaksi yang dilakukan dengan satuan mata uang dolar Amerika

Serikat, pembukuannya dicatat sesuai dokumen transaksi yang bersangkuta.

b) Untuk transaksi, baik dalam negeri maupun luar negeri, yang menggunakan

satuan mata uang dolar Amerika Serikat, dikonversikan ke satuan mata uang

dolar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku

pada saat terjadinya transaksi, yaitu :

1) Apabila dari dokumen transaksi diketahui kurs yang berlaku, maka kurs yang

dipakai adalah kurs yang diketahui dari transaksi tersebut.

Apabila dari transaksi tidak diketahui kurs yang berlaku, maka kurs yang dipakai

adalah kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku, berdasarkan sistem pembukuan

yang dianut yang dilakukan secara taat asas

1.10 Kerahasiaa Pembukuan

Pembukuan yang diselenggarakan wajib pajak bersifat rahasia .Pada saat

dilakukan pemeriksaan oleh pihak pemeriksa Pajak, maka kerahasiaan/kewajiban

untuk merahasiakan pembukuan tersebut ditiadakan/gugur

1.11 Pembukuan dengan Komputer

Ketentuan yang harus dipenuhi sehubungan dengan pengguna komputer

dalam pembukuan wwajib pajak,adalah sebagai berikut


1. Pembukuan tersebut memnuhi ketentuan yang di atur dalam pasal 28 UU

KUP

2. Hasil cetak komputer yang berkenaan dengan pembukuan peusahaan dapat

tersedia dengan cepat bila diperlukan dalam pemeriksaan

3. Kewajiban bagi wajib pajak memperlihatkan dan meminjamkan pembukuan

atau pencatatan dan dokumensebagai mana diatur dalam pasal 29 ayat 3 huruf

a UU KUP berlaku pula untuk memperlihatkan dan meminjamkan semua

sarama atau perangkat sehubungan dengan kegiatan penyelenggaran

pembukuan dengan komputer sebagai contoh :

a memberikan jenis program koputer yang di gunakan

b menjelaskan mekanisme sistem pembukuan dan prosedur /arus dokumen

c memberitahu kata sandi yang di gunakan

d memperlihatkan dan meminjamkan segala dokumen yang di pakai sebagai

masukan komputer termasuk keluaran program dalam benuk kartu punch,

floppy disket maupun dalam bentuk pita.

1.12 Pengecualian dan Sanksi dari Kewajiban Pembukuan

Pengecualian kewajiban penyelenggarakan pembukuan tetapi wajib

melakukan pencatatan adalah terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi yang

melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang menurut ketentuan peraturan

perundang- undangan perpajakan menghitung pengahasilan neto dengan

menggunakan norma penghitungan penghasilan neto dan Wajib Pajak Orang

Pribadi yang tidaj melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.


Dalam prakteknya, tidak semua wajib pajak melakukan pembukuan atau

pencatatan sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang pajak

Indonesia. Jika terjadi pemeriksaan atau penyidikan dan wajib pajak tidak

dapat menunjukkan pembukuan atau pencatatan yang dilakukan maka akan

diberikan sanksi.

Pasal 39 undang-undang KUP, yaitu barang siapa dengan sengaja:

1. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau

dipalsukan seolah-olah benar

2. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperhatikan

atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya; atau

3. Tidak menyimpan buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar

pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan

data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara progam

aplikasi online di indonesia.

Sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, akan

dikenakan sanksi:

1. Sanksi Administratif.

Mewajibkan sistem Norma Penghitungan dengan penerapan tarif tertentu

tanpa melihat kembali apakah wajib pajak tersebut rugi atau untung;

Memberikan sanksi bunga 2% per bulan kepada Wajib Pajak jika terdapat

pajak yang tidak atau kurang bayar. Menyetor kembali PPN dan PPnBM

terutang atau kurang bayar akibat kompensasi yang seharusnya tidak


mendapat kompensasi tarif 0% ditambah kenaikan 100% dari jumlah yang

kurang dibayar.

2. Sanksi Pidana

Penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak 4 kali jumlah pajak

terutang yang tidak atau kurang bayar.

1.13 Sejarah Perkembangan Akuntansi Indonesia

Sejalan dengan perkembangan ekonomi hubungan dagang anatar negara pada

masa kerajaan lalu seperti majapahit ,Mataram,Sriwijaya menjadi pintu masuk

akuntansi dari negarlain ke indonesia ,meskipun dengan demikian beum terdapat

penelitian yang memadai mengenai sejarah akuntansi indoneisa .masa

perkembangan akuntansi di indonesia secara garis besar daoat dibagi menjadi

dua yaitu

1. Masa Penjajahan Belanda dan Jepang

Kedatangan bangsa belanda di indinesia akhir abad ke 16 awalnya untuk

berdagang , kemudian belanda membentuk perserikatan maskapai belanda

yang dikenal dengan VOC . pad atahun 1602 terjadi peleburan 14 maskapai

yang beroperasi di hindia timur yang selanjutnya di tahun 1619 membuka

cabang di batavia dan kota lainnya di indonesia perjalanan VOC ini berahir

tahun 1799 setelah voc di bubarkan kekuasaaan di ambil alih oleh kerajaan

belanda. Sejak masa itu mulai tumbuh perusahaan belanda di indonesia,

Catatan pembukuan saat itu menekan pada mekanisme debit dan kredit

berdasarkan praktik dagang yang semata mata untuk kepentingan belanda


Pada masa ini sektor usaha kecil dan menengah umumnya di kuasai oleh cina,

India dan Arab yang praktik akuntansinya menggunakan atau di pengaruhi oleh

sistem dari negara mereka. Pada masa penjajahan jepang sistem akuntansi tidak

banyak mengalami perubahan yaitu tetap menggunakan pola belanda.

2. Masa Kemerdekaan

Sistem Akuntansi yang berlaku di indonesia mengikuti sejarah masa lampau

dari masa kolonial belanda , maka sistem akuntansi mengikuti akuntansi

belanda yang di kenal dengan sistem tat buku yang merupakan subsistem

akuntansi atau hanya merupakan metodepencatatn

Setelah lama masa penjajahan belanda berkahir dan masuk kedalam mas

akemerdekaan banyak perusahaan milik belanda yang di rasionalisai yang di

ikuti pula dg masuknya investor asing.terutama amerika serikat . Para

investor tersebut memperkenalkan sistem akuntansi amerika ke Indonesia.

1.14 Teori Akuntansi

Pengertian akuntansi adalah susunan konsep definisi dan dalam menyajikan

pandangan yang sistematis fenomena dengan menunjukan hubungan antara satu

variable dengan yang lainnya untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena.

Menurut Hendriksen 1992 teori adalah satu susuan hipotesis, konsep, dan prinsip

pragmatis yang membentuk kerangka umum referensi untuk satu bidang yang di

pertanyakan.

Terdapat pula pandangan mengenai teori yang menyebutkan bahwa teori

merupakan kristalisasi dari fenomena empiris yang terjadi , di gambarkan dalam

bentuk dalil yang di simpulakan dari fenomena , dan penyajian berbentuk kalimat
pendek yang berlaku umum.Teori dapat dilahirkan dari berbagai penelitian yang

menghasilakn kesimpulan yang berlaku universal,logis,konsisten,obyektif,dan

dapat di ramalakan,sedangkan obyek penilitiannya mendapat fenomena sosial atau

ekonomi.untuk teori akuntansi didefinisasiakan sebagai alasan logis dalam bentuk

susuan set prinsip yang luas 1. Memberikan kerangka umum dan rujukan dimana

prinsip akuntansi dapat dinilai 2. Pedoman pengembangan praktik dan prosedur

baru. Dengan demikian teori akuntansi dapat menjelaskan praktik yang berlaku

saat ini dan memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang praktik tersebut.

Teori akuntansi ini mempunyai tujuan utama memberikan susuan prinsip yang

logis dan saling terkait dalam membentuk kerangka umum sebagai rujukan untuk

menilai dan mengembangkan praktik akuntansi yang baik.terlihat dalam teori

akuntansi sebagai kristalisasi fenomena yang dituangkan dalam bentuk kalimat

yang disimpulakan dari fenomena interaksi entitas bisnis dan pengguna laporan

keuangan. Berikut gambaran hubungan pengguna laporan keuangan dengan

fenomena sosial ekonomi


Pengguna Laporan

Laporan Keuangan

Prinsip Akuntansi

Teori Akuntansi

Fenomena Sosial
Ekonomi

Bidang perpajakan sangat memerlukan laporan keuangan sebagai dasar

perhitungan pajak terutang walaupun masih di perkukan penyesuaian mengikuti

ketentuanyang berlaku dalam uu pajak. Akunatnsi menggariskan karakteristik

kualitatif laporan keuangan maupun tujuan laporan keuangan dari berbagai

rujukan. Menurut PSAK terdapat emapat karakteristik,yaitu sbb.

1. Dapat dipahami

Laporan keuangan haruslah dapat dipahami oleh pengguna laporan,sehingga

dapat memberikan informasi mengenai aktifitas ekonomi dan bisnis secara

jelas.

2. Relevan

Informasi haruslah relevan agar memenuhi kebutuhan pengguna laporan

dalam proses pengambilan keputusan.

3. Materialita
Menetapkan materialitas tergantung pada pos ataupun kesalahan yang dinilai

sehingga materialitas merupakan ambang dari batas agar informasi

mempunyai manfaat.

4. Keandalan

Informasi haruslah andal artinya berkualitas dan tidak menyesatkan.

1.15 Sejarah Perkembangan Perpajakan Indonesia

Sebagaimana telah diuraikan, akuntansi dapat menghasilkan informasi

ekonomi yang bermanfaat untuk manajemen atau pihak-pihak di luar manajemen,

seperti pemerintah, bank, dan lain sebagainya. Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan yang mengatur ketentuan formal perpajakan tentang kebutuhan

informasi keuangan sebagai alat komunikasi bahkan tidak menggunakan istilah

akuntansi tetapi menggunakan istilah Pembukuan dan Pencatatan.

Menurut Sijbren Cnossen, seorang guru besar Erasmus Universitiet

Rotterdam, masalah perpajakan adalah masalah “book keeping’, di mana istilah

book keeping lazim diterjemahkan dengan pembukuan. Apabila suatu negara

secara nasional mempunyai book keeping yang kurang baik, maka akibatnya

negara akan mengalami kesulitan dalam menyusun sistem perpajakan yang baik.

Dengan demikian, masalah pembukuan merupakan bagian yang sangat penting

bagi negara yang menggunakan self assessment system dalam pemungutan

pajaknya.

Menyimak sejarah perpajakan di Indonesia yang dimulai dari kurun waktu

penjajahan Belanda, sistem perpajakan lebih menekankan pada fungsi budgeted,

yaitu pemasukan keuangan untuk keperluan pemerintah koloni. Sedangkan corak


sistem pemungutan pajak mendasarkan pada official assessment. Pada sistem ini

besarnya pajak yang terutang sangat bergantung pada aparat pajak (fiskus).

Setelah merdeka tahun 1945, pemerintah Indonesia dalam masalah

perpajakannya, yaitu Ketentuan Perundang-undangan Perpajakan, masih tetap

menggunakan perundang-undangan yang lama, walaupun telah dilakukan

perubahan- perubahan. Namun sejak era tahun 1984 sampai sekarang dengan

adanya pembaruan sistem pemungutan pajak, Indonesia memasuki era baru

dengan menggunakan self assessment system. Self assessment system ini

selanjutnya memberikan kewenangan sepenuhnya kepada Wajib Pajak untuk

menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang.

Peran pembukuan atau akuntansi dalam perpajakan perlu ditingkatkan. Paket

27 Maret 1979 dengan Inpres No. 6 Tahun 1979 dan keputusan Menteri Keuangan

No. 108/KMK/077/1979 menyatakan bahwa Wajib Pajak diberikan keringanan

dalam rangka penetapan pajaknya apabila Laporan Keuangan Wajib Pajak

diperiksa oleh Akuntan Publik, sehingga pelaporan audit Akuiltan Publik

digunakan sebagai dasar penetapan pajak, tanpa dilakukan koreksi, kecuali apabila

laporan tersebut ternyata tidak benar. Sangat disayangkan dalam pelaksanaannya

ternyata banyak Akuntan Publik yang tidak dapat dipercaya dalam menyusun

pelaporan audit, sehingga Paket 27 Maret 1979 ini kemudian dicabut.

Memasuki era baru perundang-undangan perpajakan, sejak tahun 1984 telah

terjadi perubahan besar yang tidak lagi menggunakan official assessment tetapi

menggunakan self assessment system dalam pemungutan pajak di Indonesia.

Kewajiban menyelenggarakan Pembukuan telah tegas diatur dalam Pasal 28


Undang- Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan (KUP) yang menyatakan:

1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan

bebas dan Wajib Pajak Badan di Indonesia wajib menyelenggarakan

pembukuan.

2. Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan, tetapi wajib

melakukan pencatatan adaiah Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan

kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai ketentuan peraturan

perundang- undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan

neto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto dan Wajib

Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan

bebas.

Pengaturan kewajiban pembukuan sebenarnya juga diatur secara implisit di

berbagai undang-undang seperti Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Undang-

Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas sebagaimana telah

dilakukan perubahan dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007, dan Undang-

Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal sebagaimana telah dilakukan

perubahan. Pada prinsipnya, peraturan-peraturan tersebut mewajibkan setiap

badan usaha untuk menyusun Iaporan keuangan, sehingga harus

menyelenggarakan pembukuan. Cara menyelenggarakan pembukuan dan

menyusun Iaporan keuangan haruslah berpedoman pada Pernyataan Standar

Akuntansi Keuangan (PSAK) yang telah dilakukan pembaruan, terakhir dengan

PSAK Tahun 2009. Demikian pula hubungannya dengan perpajakan bahwa


kewajiban pembukuan merupakan bagian yang sangat esensial. Pembukuan

menurut ketentuan perpajakan memiliki syarat- syarat sebagai berikut:

1. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan dengan memperhatikan

iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang

sebenarnya.

2. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai aset,

kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian,

sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.

3. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia, dengan

menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun

dalam bahasa Indonesia atau bahasa asing yang dii2inkan oieh Menteri

Keuangan.

4. Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar

pembukuan atau pencatatan atau dokumen lain wajib disimpan di Indonesia

selama 10 (sepuluh) tahun, yaitu di tempat kegiatan atau di tempat tinggal

bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, atau di tempat kedudukan bagi Wajib Pajak

Badan.

5. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan stelsel akrual atau

stelsel kas. Apabila terjadi perubahan metode pembukuan dan/atau tahun

buku harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.

Setiap Wajib Pajak seharusnya menyelenggarakan pembukuan, sehingga dapat

diketahui besarnya pajak yang terutang. Apabila kewajiban pembukuan seperti


yang telah diatur dalam Pasal 28 dan Pasal 29 Undang-Undang KUP tidak

dipenuhi yang berakibat pajak yang terutang tidak dapat diketahui, tidak

menyampaikan SPT walaupun telah ditegur, dan dari hasil pemeriksaan PPN dan

PPnBM ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak

seharusnya dikenakan tarif 0% (nol persen), maka Wajib Pajak dikenakan sanksi

administrasi berupa kenaikan (Pasal 13 ayat 3 Undang-Undang KUP):

1. 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang

dibayar dalam satu tahun pajak;

2. 100% (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang

dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetorkan dan

dipotong, atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetorkan; atau

3. 100% (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa serta

Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar.

1.16 Prinsip Dasar Akuntansi Pajak

Sebelum membicarakan konsep atau prinsip dasar akuntansi pajak perlu

mengetahui terlebih dahulu elemen-elemen atau unsur yang ada pada struktur

teori akuntansi. Struktur teori akuntansi merupakan elemen yang saling berkaitan

dan menjadi pedoman untuk mengembangkan teori dan menyusun teknik-teknik

akuntansi.

Tujuan laporan keuangan ini adalah memberikan informasi keuangan kepada

para pengguna laporan untuk digunakan dalam proses pengambilan keputusan.

Standar Akuntansi Keuangan Indonesia merumuskan tujuan laporan keuangan,

yaitu “menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan suatu


perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan

keputusan ekonomi.”

Ketentuan pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang

KUP menyatakan bahwa pengisian SPT Tahunan Pajak-Penghasilan oleh Wajib

Pajak yang diwajibkan melakukan pembukuan harus dilengkapi dengan Iaporan

keuangan berupa neraca dan Iaporan laba rugi serta keterangan-keterangan lain

yang diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak (PhKP).

Dari gambaran tersebut Iaporan keuangan mempunyai peran yang penting. Tujuan

utama pelaporan keuangan fiskal adaiah menyajikan informasi yang digunakan

sebagai bahan menghitung dasar pengenaan pajak terutang.

Pengaturan selanjutnya perhitungan dalam Pasal 3 ayat (7) Undang-Undang

KUP lebih menekankan kepentingan Iaporan keuangan tersebut karena SPT

dianggap tidak disampaikan apabila tidak sepenuhnya dilampiri keterangan

dan/atau dokumen yang diperlukan. Namun demikian, Iaporan keuangan

komersial maupun Iaporan keuangan fiskal masih memiliki beberapa keterbatasan

seperti:

1. Laporan keuangan yang disusun bersifat historis.

2. Lebih banyak menekankan hal yang bersifat material.

3. Penggunaan estimasi dan berbagai pertimbangan dalam menyusun laporan

keuangan.

Prinsip-prinsip dasar akuntansi komersial telah banyak dikemukakan para

ahli, tetapi umumnya mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan, yaitu


dasar akrual (accrual basis) dan kelangsungan usaha {going concern). APB

Statement No. 4 menyatakan terdapat sembilan prinsip dasar akuntansi:

1. Cost Principle

Prinsip biaya (cost principle) atau biaya historis (historical cost), yaitu dasar

penilaian untuk mencatat perolehan barang, jasa harga pokok, biaya, maupun

ekuitas, sehingga yang paling pokok adalah penilaian yang didasarkan harga

pertukaran pada tanggal perolehan.

2. Revenue Principle

Prinsip pendapatan (revenue principle) ini lebih menjelaskan tentang sifat

dan komponen, pengukuran, maupun pengakuan pendapatan sebagai salah

satu komponen penyusunan laporan laba rugi.

3. Matching Principle

Prinsip dasar pemadanan atau penandingan (matching) menjelaskan masalah

pengaturan pembebanan biaya pada periode yang sama dengan periode

pengakuan hasil, sehingga hasil akan diakuipada periode menurut prinsip

dasar pengakuan hasil, sedangkan biayanya dibebankan sesuai periode

tersebut.

4. Objectivity Principle

Masalah objektivitas (objectivity) mempunyai penafsiran yang berbeda.

Sebagai contoh objektivitas sebagai realitas yang disampaikan pihak ketiga

yang independen (misalnya laporan rekening koran dari bank), objektivitas

dianggap sebagai hasil konsensus kelompok yang mengukur ataupun


objektivitas diukur dengan penentuan batas atau limit tertentu dikenakan tarif

upah kenaikan

5. Consistensy Principle

Prinsip konsistensi adalah prinsip akuntansi yang harus digunakan pada

pelaporan keuangan secara konsisten atau tidak berubah-ubah dalam hal

metode, prosedur dan kebijakan yang digunakan. Gunanya agar laporan

keuangan yang dihasilkan pada suatu periode bisa diperbandingkan dengan

laporan keuangan periode-periode sebelumnya, sehingga bisa memberikan

manfaat bagi para penggunanya. Dengan penggunaan metode dan prosedur

secara konsisten, maka jika ada perbedaan yang terjadi bisa diketahui dengan

cepat.

6. Disclosure Principle

Prinsip pengungkapan penuh adalah prinsip akuntansi yang menyajikan

informasi keuangan secara lengkap dan informatif. Karena mengingat

banyaknya pengguna informasi akuntansi. Namun informasi keuangan

tersebut hanya berupa ringkasan dari seluruh transaksi yang terjadi pada 1

periode. Karena tidak mungkin memuat semua informasi dalam 1 laporan.

Maka pada laporan keuangan diberi keterangan atau informasi tambahan

yang diperlukan yang tidak terdapat dalam laporan keuangan.

7. Conservatism Principle

Prinsip ini merupakan prinsip pengecualian. Prinsip Konservatisme

(conservatism Principle) umumnya digunakan untuk hal yang sifatnya tidak

menentu atau di tengah kondisi ketidakpastian. Tetapi dengan semakin


banyaknya pihak yang mengutamakan penyajian jujur (fair) dan dapat

diandalkan (reliable). Prinsip Konservatisme semakin berkurang

penekanannya.

8. Materiality Principle

Seperti prinsip konservatisme, prinsip materialitas (materiality) juga

termasuk dalam pengecualian. Accountans International Study Group

memberikan pengertian materialitas sebagai “persoalan pertimbangan

professional penting. Pos – pos tertentu harus dianggap material bila

pengetahuan tertentu dianggap secara wajar menimbulkan pengaruh bagi

pengguna laporan keuangan”. Menurut APB Statement No.4, prinsip

materialitas mengandung arti bahwa laporan keuangan hanya menyangkut

informasi yang dianggap penting (material) dalam memengaruhi penilaian.

9. Uniformity and Comparability Principle

Prinsip ini menekankan pada keseragaman dan dapat diperbandingkan, yang

merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai dalam penyusunan prinsip

akuntansi.

Istimewa yang paling diperhatikan yaitu substansi hubungan yang bukan

hanya pada bentuk hukumnya seperti penyandang dana, serikat dagang,

perusahaan pelayanan umum (public utilities), satu-satunya pelanggan,

pemasok distributor dan lain sebagainya. Gambaran hubungan istimewa

seperti:
1. Perusahaan melalui satu atau lebih perantara (intermediaries), mengendalikan

atau dikendalikan oleh atau berada di bawah pengendalian bersama dengan

perusahaan pelapor (termasuk holding companies, subsidiaries, dan fellow

subdiaries)

2. perusahaan asosiasi (associated company)

3. Perorangan yang memiliki baik secara langsung, maupun tidak langsung,

suatu kepentingan hak suara di perusahaan pelapor yang berpengaruh secara

signifikan, dan anggota keluarga dekat dari perorangan tersebut. Keluarga

dekat dimaksud yaitu mereka yang dapat diharapkan memengaruhi atau

dipengaruhi perorangan dalam transaksinya dengan perusahaan pelapor.

4. Karyawan kunci yaitu orang-orang yang mempunyai wewenang dan

tanggung jawab untuk merencanakan, memimpin, dan mengendalikan

kegiatan perusahaan pelapor yang meliputi: anggota dewan komisaris,

direksi, dan manajer dari perusahaan serta anggota keluarga dekat orang-

orang tersebut; dan

5. Perusahaan di mana suatu kepentingan substansial dalam hak suara yang

dimiliki baik secara langsung maupun tidak langsung oleh setiap orang

sebagaimana disebutkan pada angka 3 dan angka 4 atau setiap orang tersebut

mempunyai pengaruh signifikan atas perusahaan tersebut. Hal ini

dimaksudkan mencakup perusahaan-perusahaan yang dimiliki anggota dewan

komisaris, direksi, atau pemegang saham utama dari perusahaan pelapor dan

perusahaan yang mempunyai anggota manajemen kunci yang sama dengan

perusahaan pelapor.
Berbagai macam metode yang digunakan untuk menentukan harga dalam suatu

transaksi antara pihak yang mempunyai hubungan istimewa (PSAK, 2009) yaitu:

1. Metode harga pasar bebas yang dapat diperbandingkan

Metode ini sering digunakan yang dalam implementasinya yaitu bila barang

atau jasa dipasok dalam suatu transaksi antara pihak yang mempunyai

hubungan istimewa, dan keadaan yang bersangkutan adalah serupa dengan

keadaan dalam transaksi perdagangan normal.

2. Metode Harga Penjualan Kembali (Resale Price)

Metode ini digunakan bila barang yang dialihkan antara pihak yang

mempunyai hubungan istimewa sebelum dijual kepada pihak yang

independen dan metode ini mengurangi harga penjualan kembali dengan

suatu margin yang wajar.

3. Metode Biaya Plus (Cost Plus Method)

Metode biaya plus sebagai pendekatan lain yang menambahkan suatu

kenaikan (mark up) tertentu pada biaya pemasok. Ukuran-ukuran yang dapat

membantu harga transfer yaitu hasil (return) yang dapat dibandingkan dalam

industri sejenis atas volume penjualan atau modal yang digunakan.

Suatu transaksi kadang kala dapat terjadi bahwa harga transaksi antara pihak

yang mempunyai hubungan istimewa tidak ditentukan menurut salah satu dari

metode pada angka 2 dan angka 3 bahkan sama sekali tidak ada harga yang

diperhitungkan. Sebagai contoh pemberian jasa manajemen tanpa

memperhitungkan imbalan atau pemberian pinjaman tanpa bunga. Akan tetapi di

sisi lain, kadang kala bahwa transaksi tersebut tidak dapat terjadi bila tidak
terdapat hubungan istimewa. Sebagai contoh umumnya suatu perusahaan yang

menjual sebagian besar produknya dengan harga pokok kepada induk perusahaan

akan mengalami kesulitan mendapatkan pelanggan lain bila suatu saat induk

perusahaan tidak membeli produk tersebut.

Permasalahan tetap pada hubungan istimewa bahwa adanya hubungan

istimewa ini mengakibatkan posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan dapat

terpengaruh atau dampak terhadap posisi keuangan dan hasil usaha pelapor

(Penyusun Laporan Keuangan). Oleh karenanya dalam akuntansi komersial

seperti tertuang dalam tujuan PSAK No. 7 menekankan pengungkapan pihak-

pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Sedangkan di dalam undang-undang

pajak penekanannya pada akibat yang terjadi terhadap transaksi yang ada

hubungan istimewa. Bila terdapat hubungan istimewa kemungkinan yang dapat

terjadi penghasilan dilaporkan kurang dari semestinya ataupun pembebanan biaya

melebihi dari jumlah yang seharusnya. Oleh karenanya perlu.menentukan kembali

besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan keadaan bila para wajib pajak

tersebut tidak terdapat hubungan istimewa. Dalam menentukan kembali jumlah

penghasilan dan/atau biaya tersebut digunakan metode perbandingan harga antara

pihak yang independen (comparable uncontrolled price method), metode harga

penjualan kembali (resale price method), metode biaya- plus (cost-plus method),

atau metode lainnya seperti metode pembagian laba (profit split method) dan

metode laba bersih transaksional (transactional net margin method).

Kemungkinan dapat terjadinya adanya pernyertaan modal secara terselubung

dengan menyatakan modal tersebut sebagai utang, maka Direktur Jenderal Pajak
berwenang untuk menentukan utang tersebut sebagai modal perusahaan.

Penentuan tersebut dapat dilakukan sebagai contoh, melalui indikasi mengenai

perbandingan antara modal dan utang yang lazim terjadi di antara para pihak yang

tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa atau berdasar data atau indikasi

lainnya. Pembahasan masalah debt to equity ratio akan disampaikan dalamtsubbab

tersendiri.

Khusus masalah hubungan istimewa sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat

(4) Undang-Undang PPh ini menjelaskan hubungan istimewa di antara Wajib

Pajak dapat terjadi karena ketergantungan atau keterkaitan satu dengan yang lain

yang disebabkan karena:

1. Kepemilikan atau penyertaan modal;

2. Adanya penguasaan teknologi melalui manajemen atau penggunaan

teknologi.

Selain karena hal-hal tersebut di atas, hubungan istimewa di antara Wajib

Pajak Orang Pribadi dapat pula terjadi karena adanya hubungan darah atau

perkawinan.

Lebih lanjut hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada undang-undang

PPh.

1. Pasal 18 ayat (3)

Adanya hubungan istimewa, sehingga Direktur Jenderal Pajak perlu

menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta

menentukan utang sebagai modal untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak


bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak

lain.

2. Pasal 18 ayat (3a)

Melakukan perjanjian dengan Wajib Pajak dan bekerja sama dengan pihak

Otoritas Pajak negara lain untuk menentukan harga transaksi antarpihak-

pihak yang mempunyai hubungan istimewa.

3. Pasal 18 ayat (3b)

Adanya Wajib Pajak yang melakukan pembelian saham atau aset perusahaan

melalui pihak lain atau badan yang dibentuk untuk maksud demikian dapat

ditetapkan sebagai pihak sebenarnya melakukan pembelian tersebut

sepanjang Wajib Pajak yang bersangkutan mempunyai hubungan istimewa

dengan' pihak lain atau badan tersebut dan terdapat ketidakwajaran dalam

penetapan harga.

4. Pasal 18 ayat (3c)

Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (conduit company atau

special purpose company) yang didirikan atau bertempat kedudukan di

negara yang memberikan perlindungan pajak (tax heaven country) yang

mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat

kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia dapat ditetapkan

sebagai penjualan atau pengalihan saham badan yang didirikan atau

bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia.

5. Pasal 18 ayat (3d)


Besarnya penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri

dari pemberi kerja yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan lain

yang tidak didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dapat ditentukan

kembali, dalam hal pemberi kerja mengalihkan seluruh atau sebagian penghasilan

Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri tersebut ke dalam bentuk biaya

pengeluaran lainnya yang dibayarkan kepada perusahaan yang tidak didirikan dan

tidak bertempat kedudukan di Indonesia tersebut.

Dianggap ada hubungan istimewa apabila dipenuhinya syarat:

1. Wajib Pajak mempunyai pernyertaan modal langsung atau tidak langsung

paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain, atau

hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua

puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih, demikian pula hubungan

antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir; atau

2. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak

berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak

langsung; atau

3. Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis

keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.

Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa adanya hubungan istimewa

dianggap ada apabila terdapat hubungan kepemilikan yang berupa penyertaan

modal sebesar 25% (dua puluh lima persen atau lebih secara langsung ataupun

tidak langsung. Sebagai contoh PT A mempunyai 50% saham PT B. Pemilikan

saham oieh PT A merupakan penyertaan langsung, Bila PT B mempunyai 50%


saham PT C, maka PT A sebagai pemegang saham PT B secara tidak langsung

mempunyai penyertaan pada PT C sebesar 25%. Kondisi demikian antara PT A,

PT B, dan PT C dianggap terdapat hubungan istimewa. Tetapi bila PT A juga

memiliki 25% saham PT D, maka antara PT B, PT C, dan PT D dianggap terdapat

hubungan istimewa. Tentu saja hubungan kepemilikan sebagaimana diuraikan di

atas dapat terjadi antara orang pribadi atau badan.

1.17 Hubungan Akuntansi Komersial dengan Akuntansi Pajak

Akuntansi pajak merupakan bagian dari akuntansi keuangan yang

menekankan pada penyusunan Surat Pemberitahuan (SPT) dan pertimbangan

konsekuensi perpajakan terhadap transaksi atau kegiatan perusahaan Dengan kata

lain akuntansi pajak dapat didefinisikan sebagai berikut :

1. Akuntansi pajak secara khusus menyajikan laporan keuangan dan informasi

lain kepada adminstrasi pajak. Penyajian itu sebagai pemenuhan kewajiban

perpajakan (tax compliance). Walaupun secara teknis proses penyajian

laporan tidak diatur secara rinci dalam ketentuan perpajakan, pengukuran dan

penilaian atas suatu fakta sangat dipengaruhi oleh ketentuan perpajakan.

2. Ketentuan perpajakan merupakan produk lembaga legislatif yang mengikat

semua anggota masyarakat (termasuk profesi akuntan). Dengan demikian,

apabila terjadi kekurangsesuaian antara ketentuan perpajakan dan praktek

akuntansi atau standar akuntansi yang berlaku umum, maka Undang-undang

perpajakan mempunyai prioritas untuk dipatuhi di atas praktek dan kelaziman

akuntansi.
Secara umum akuntansi komersial disusun dan disajikan berdasarkan Standar

Akuntansi Keuangan (SAK). Namun, untuk kepentingan perpajakan, akuntansi

komersial harus disesuaikan dengan aturan perpajakan yang berlaku di Indonesia.

Dengan demikian apabila terjadi perbedaan antara ketentuan akuntansi dengan

ketentuan pajak, maka untuk keperluan perhitungan, pembayaran dan pelaporan

pajak, Undang-undang dan ketentuan perpajakan memiliki prioritas untuk

dipatuhi.

Tujuan akuntansi komersial adalah menyediakan informasi yang menyangkut

posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang

bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna laporan keuangan dalam pengambilan

keputusan ekonomi. Namun demikian, tidak semua informasi dapat tersedia untuk

pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi, karena secara umum laporan

keuangan tersebut menggambarkan pengaruh keuangan dari peristiwa di masa lalu

dan tidak diwajibkan menyiapakan informasi non keuangan.

Kondisi era reformasi persyaratan diatas telah sejalan dengan tuntunan

keterbukaan. Selft assessment system di Indonesia harus didukung oleh unsur

kejujuran dan keterbukaan Wajib Pajak yang tercermin dalam iktikad baik Wajib

Pajak untuk menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan sebagaimana

persyaratan yang diperlukan dalam penyelenggarakan pembukuan atau pencatatan

yang dikemukakan sebelumnya.

Berdasarkan Standar akuntansi keuangan dengan pembukuan fiskal

mempunyai kesamaan dan perbedaan diantara keduanya. Kesamaan diantaranya

adalah:
Akuntansi komersial Akuntansi pajak

Neraca Neraca terdiri dari Neraca terdiri dari

Aktiva, Hutang dan Aktiva, Hutang dan

Modal. Modal

Karakteristik Memperhatikan Memperhatikan

kualitatif karakteristik kualitatif karakteristik kualitatif

Menganut Menganut konsep Menganut konsep

konsep kesatuan usaha kesatuan usaha

kesatuan usaha

Stelsel akrual Menggunakan stelsel Menggunakan stelsel

akrual akrual atau stelsel

campuran (akrual dan

kas) dengan

memperhatikan

ketentuan pasal 28 UU

KUP yang sudah

dibahas disubab

sebelumnya.

Prinsip Menganut prinsip Menganut prinsip

realisasi realisasi realisasi


Biaya historis Menganut biaya Menganut biaya historis

historis dengan memperhatikan

harga pertukaran yang

obyektif Pasal 9 ayat (1)

huruf c UU nO.17 tahun

2000

Substansi Substansi Substansi mengalahkan

mengalahkan bentuk bentuk formal. Tetapi

formal dalam beberapa kasus,

bentuk formal

mengalahkan substansi.

Perbedaan mendasar antara akuntansi komersial dan akuntansi pajak:

Akuntansi komersial Akuntansi pajak

Pengguna Pemegang saham, fiskus

Laporan kreditur, karyawan,

Keuangan fiskus, manajemen,

regulator, dan

masyarakat.

Sifat informasi Dapat digunakan oleh rahasia

umum
Pedoman PSAK dan Undang-undang

Penyusunan dan interpretasinya perpajakan

Penyajian

Mata Uang dapat disusun dengan wajib disampaikan

dalam Penyajian mata uang selain dengan mata uang

Laporan rupiah. rupiah, atau mata

uang lain yang

diizinkan

Dasar Transaksi dicatat Transaksi dicatat d

Pencatatan dengan asas substance an dilaporkan apabila

Transaksi over form, yaitu memenuhi syarat dan

pencatatan dan ketentuan

pelaporan dilakukan perpajakan, yaitu

dengan mengutamakan dengan

substansi ekonomi mengutamakan

daripada hakikat hakikat formal atau

formal dan hukum. hukum daripada

substansi

ekonominya

6 bulan setelah tahun 4 bulan setelah akhir

buku berakhir (UU No tahun pajak dan

Batas Waktu 40/2007 ttg PT). dapat diperpanjang


Penyampaian paling lama dua

bulan (UU KUP)

Bisa disimpulkan bahwa akuntansi perpajakan dengan akuntansi komersial

mempunyai hubungan yang sangatlah erat, kita tidak bisa memisahkan antara

akuntansi pajak dengan komersial dimana pun dan kapan pun.

Akuntansi komersial menyediakan laporan dan informasi keuangan serta imforasi

yang lain kepada pimpinan perusahaan ,begitu pula akuntansi perpajakan

menyajikan laporan keuangan dan imformasi kepada administrasi pajak, walaupun

berbeda tempat penyampaiannya, tetapi sama-sama menyampaiakan informasi.

Dari cara penyusunan laporan keuangan antara standar akuntansi keuangan

dengan ketentuan perpajakan menghasilkan jumlah angka laba yang berbeda.

Perbedaan menurut prinsip akuntansi komersial dengan laba menurut perpajakan

dapat diatasi dengan membuat jurnal koreksi (penyesuaian)

1.18 Perbedaan Laporan Keuangan Komersial

1. Definisi Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal

Laporan keuangan komersial adalah laporan yang disusun dengan

prinsip akuntansi bersifat netral atau tidak memihak. Laporan keuangan

fiskal adalah laporan yang disusun khusus untuk kepentingan perpajakan

dengan mengindahkan semua peraturan perpajakan. Hal - hal yang perlu

tercakup dalam laporan keuangan fiskal terdiri dari:

a. Neraca fiskal;
b. Perhitungan laba rugi dan perubahan laba yang ditahan;

c. Penjelasan laporan keuangan fiskal;

d. Rekonsiliasi laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal;

e. Ikhtisar kewajiban pajak.

f. Wajib pajak diwajibkan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan

(SPT) yang dilampiri oleh laporan keuangan.

2. Perbedaan Konsep Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan

Fiskal

Perbedaan konsep laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan

fiskal terdapat pada perbedaan mengenai konsep penghasilan atau pendapatan

Penghasilan (Income) menurut IAI (2007:13), adalah ”Kenaikan manfaat

ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau

penambahan aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan

ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal”. Dari sisi fiskal,

konsep penghasilan tidak jauh berbeda dengan konsep akuntansi, yaitu : Segala

tambahan kemampuan ekonomis yang diterima / diperoleh Wajib Pajak baik yang

berasal dari Indonesia maupun dari Luar Indonesia yang bisa dikonsumsi atau

menambah kekayaan Wajib Pajak dengan nama dan dalam bentuk apapun. Lebih

lanjut fiskal membedakan penghasilan tersebut menjadi tiga kelompok yang

sesuai dengan UU No 36 Tahun 2008 Pasal 4 Tentang Pajak Penghasilan, yaitu:

a. Penghasilan yang merupakan Objek Pajak Penghasilan

b. Penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan Final


c. Penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak Penghasilan Pengelompokan

penghasilan tersebut akan berakibat adanya perbedaan mengenai konsep

penghasilan antara SAK dan Fiskal. Penghasilan yang bukan objek pajak berarti

atas penghasilan tersebut tidak dikenakan pajak (tidak menambah laba fiskal),

lebih jelasnya tentang pengelompokkan penghasilan tersebut diuraikan dalam UU

No 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat 1,2 & 3 Tentang Pajak Penghasilan.

3. Perbedaan Konsep Beban (Biaya)

Beban (expense) menurut IAI (2007:13), diartikan sebagai “Penurunan

manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau

berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan

ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal”. Sisi Fiskal

sendiri, mengartikan Beban sebagai biaya untuk menagih, memperoleh dan

memelihara penghasilan atau biaya yang berhubungan langsung dengan perolehan

penghasilan. Perbedaan inilah yang menyebabkan pihak fiskus sering berbeda

pendapat dengan wajib pajak dalam hal menentukan beban/biaya yang boleh atau

tidak boleh dikurangkan sehingga harus dikeluarkan/tidak boleh diperhitungkan

sebagai pengurangan penghasilan. Misalnya penafsiran atas bunyi undang -

undang yang menyatakan bahwa biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan

adalah meliputi biaya untuk menagih, memelihara dan mempertahankan

penghasilan. Wajib pajak sendiri sering diharuskan untuk memberikan sumbangan

baik yang wajib maupun tidak wajib, dan kadang kala tidak disertai dengan bukti-

bukti yang mendukung. Kemudian wajib pajak menganggap biaya yang

dikeluarkan tersebut dapat dibiayakan karena dikeluarkan sehubungan dengan


kelancaran usaha, sedangkan pihak fiskus menganggap biaya tersebut termasuk

hibah, bantuan dan sumbangan yang tidak boleh dikurangkan.

4. Perbedaan dalam Konsep Penyusutan dan Nilai Persediaan

Perbedaan dalam konsep antara akuntansi dengan peraturan perpajakan

terutama menyangkut konsep penyusutan dan penilaian persediaan barang

dagangan

a. Konsep Penyusutan

Perbedaan utama antara akuntansi dengan undang-undang perpajakan adalah

penentuan umur aktiva dan metode penyusutan yang boleh digunakan. Akuntansi

menentukan umur aktiva berdasarkan umur sebenarnya walaupun penentuan umur

tersebut tidak terlepas dari tafsiran Judgement.

Menurut IAI (2007) Akuntansi memiliki beberapa metode penyusutan yaitu:

 Metode garis lurus (Straight line method) yaitu, menghasilkan pembebanan

yang tetap selama umur manfaat asset jika dinilai residunya tidak berubah.

 Metode Saldo Menurun (diminishing balance method) yaitu, menghasilkan

pembebanan yang menurun selama umur manfaat asset.

 Metode Jumlah Unit (sum of the unit method), yaitu menghasilkan

pembebanan yang menurun selama umur manfaat asset.

Ketentuan perpajakan hanya menetapkan dua metode penyusutan yang harus

dilaksanakan wajib pajak berdasarkan pasal UU No 36 tahun 2008 pasal 11

tentang Pajak Penghasilan yaitu berdasarkan metode garis lurus dan metode saldo

menurun yang dilaksanakan secara konsisten, kemudian aktiva (harta berwujud)

dikelompokkan berdasarkan jenis harta dan masa manfaat sebagai penentuan masa
manfaat, jenis harta, metode, serta tarif dimaksudkan untuk memberikan

keseragaman bagi wajib pajak dalam melakukan penyusutan maupun amortisasi.

b. Konsep Nilai Persediaan

Dalam undang-undang pajak penghasilan Indonesia, persediaan dan

pemakaian persediaan untuk menghitung harga pokok dinilai berdasarkan

harga perolehan (cost) yang dilakukan dengan metode rata-rata (average) atau

dengan metode mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama yang

dikenal dengan first in first out (FIFO).

Penggunaan metode tersebut harus dilakukan secara konsisten. Apabila kita

meninjau secara akuntansi maka ada 3 jenis metode yang dilakukan untuk menilai

persediaan yang sesuai dengan SAK No 14 tahun 2007 yaitu dengan

menggunakan rumus biaya masuk pertama keluar pertama (MPKP atau FIFO),

kemudian rata-rata tertimbang (weight average cost method) dan masuk terakhir

keluar pertama (MTKP atau LIFO). Kemudian untuk barang yang lazimnya tidak

dapat digantikan dengan barang lain (not ordinary interchangeable) dan barang

serta jasa yang dihasilkan dan dipisahkan untuk proyek khusus harus

diperhitungkan berdasarkan identifikasi khusus terhadap biayanya masing-

masing.

1.19 Hubungan Istimewa dan Penilaian Kewajaran dalam Transaksi

Pernyataan Stadar Akuntansi Keungan No. 7 Tahun 2009 mengatur

pengungkapan pihak-pihak ng mempunyai hubungan istimewa. Pengatran dalam

PSAK tersebut lebih ditunjukkan sehubungan dengan pengungkapan pihak-pihak

yang mempunyai hubungan istimewa. Batasan pihak-pihak yang mempunyai


hubungan istimewa (PSAK 2009) adalah pihak-pihak yang dianggap mempunyai

hubungan istimewa bila satu pihak mempunyai kemampuan untuk mengendalikan

pihak lain atau mempunyai pengaruh signifikan atas pihak lain dalam mengambil

keputusan keuangan dan operasional.

Dalam mempertimbangkan setiap kemungkinan, adanya hubungan istimewa

yang paling diperhatikan yaitu substansi hubungan yang bukan hanya pada bentuk

hukumnya seperti penyandang dana, serikat dagang, perusahaan pelayanan umum

(public utilities), satu-satunya pelanggan, pemasok distributor, dan lain

sebagainya. Gambaran hubungan istimewa seperti berikut ini:

1. Perusahaan melalui satu atau lebih perantara (intermediaries), mengendalikan

atau dikendalikan oleh atau dibawah pengedalin bersama dengan perusahaan

pelapor.

2. Perusahaan asosiasi

3. Perorangan yang memiliki baik secara langsung maupun tidak langsung suatu

kepentingan hak suara di perusahaan pelapor yang berpengaruh secara

signifikan

4. Karyawan kunci yaitu mempuyai wewenang dan tanggung jawab

merencanakan, memimpin, dan mengendalikan kegiatan perusahaan pelapor

yang meliputi : anggota dewan komisaris, direksi, dan manajer dari

perusahaan serta anggota keluarga dekat orang-orang tersebut.

5. Perusahaan dimana suatu kepentingan kesubstansial dalam hak suara yang

dimiliki baik secara langsung maupun tidak langsung oleh setiap orang
sebagaimana disebutkan pada angka 3 dan angka 4 atau setiap orang tersebut

mempunyai pengaruh signifikan ata perusahaan tersebut.

Berbagai macam metode yang digunakan untuk menentukan harga dalam suatu

transaksi antara pihak yang mempunyai hubungan istimewa (PSAK, 2009) yaitu

sebagai berikut.

1. Metode harga pasar bebas yang dapat diperbandingakan

Metode ini sering digunakan yang dalam implementasinya yaitu bila barang

atau jasa dipasok dalam suatu transaksi antara pihak yang mempunyai

hubungan istimewa dan keadaan yang bersangkutan adalah serupa dengan

keadaan dalam transaksi perdagangan normal.

2. Metode harga penjualan kembali (resale price)

Metode ini digunakan bila barang yang dialihkan antara pihak yang

mempunyai hubungan istimewa sebelum dijual kepada pihak yang

independen dan metode ini mengurangi harga penjualan kembali dengan

suatu margin yang wajar.

3. Metode biaya plus (cost plus method)

Metode biaya plus sebagai pendekatan lain yang menambahkan suatu

kenaikan (mark up) tertentu pada biaya pemasok. Ukuran-ukuran yang dapat

membantu harga transfer yaitu hasil yang dapat dibandingkan dalam industri

sejenis atau volume penjualan atau modal yang digunakan.

Khusus masalah hubungan istimewa sebagaiman diatur dalam Pasal 18

ayat (4) Undang-Undang PPh ini menjelaskan hubungan istimewa diantara wajib
pajak dapat terjadi karena ketergantungan atau keterkaitan satu dengan yang lain

yang disebabkan karena :

1. Kepemilikan atau penyertaan modal

2. Adanya penguasaan teknologi melalui manajemen atau penggunaan

teknologi.

` Syarat yang harus dipenuhi dalam hubungan istimewa sebagai berikut:

1. Wajib pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung

paling rendah 25% pada wajib pajak lain, atau hubungan antara wajib pajak

dengan penyertaan paling rendah 25% pada dua wajib pajak atau lebih,

demikian pula hubungan antara dua wajib pajak atas lebih yang disebut

terakhir.

2. Wajib pajak menguasai wajib pajak lainnya atau dua atau lebih wajib pajak

berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak

langsung.

3. Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis

keturunan lurus dan atau kesamping satu derajat.

1.20 Penilaian Kewajaran dalam Transaksi

Sebagaimana telah banyak dibahas dalam subbab hubungan istimewa yaitu

adanya transaksi bisnis yang dilakukan di antara para Wajib Pajak tidak sesuai

dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang kemungkinannya sebagai akibat

hubungan istimewa untuk itulah selanjutnya atas kewenangan Direktur Jenderal

Pajak untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta


menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena

Pajak dalam rangka penilaian kewajaran transaksi.

Pengaturan sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Pajak

Penghasilan meliputi:

1. Kewenangan yang diberikan kepada Menteri Keuangan untuk memberi

keputusan tentang besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan

yang dapat dibenarkan untuk keperluan penghitungan pajak. Dalam dunia

usaha terdapat tingkat perbandingan tertentu yang wajar mengenai besarnya

perbandingan antara utang dan modal (debt to equity ratio). Bila

perbandingan antara utang sangat besar melebihi batas-batas kewajaran,

maka pada umumnya perusahaan tersebut dalam keadaan tidak sehat. Dalam

hal demikian, untuk penghitungan Penghasilan Kena Pajak, undang-undang

Pajak Penghasilan menentukan adanya modal terselubung.

Istilah modal menunjuk pada istilah atau pengertian ekuitas menurut standar

akuntansi, sedangkan yang dimaksud dengan "kewajaran atau kelaziman

usaha” adalah adat kebiasaan atau praktik menjalankan usaha atau melakukan

kegiatan yang sehat dalam dunia usaha.

2. Kewenangan Menteri Keuangan untuk menetapkan saat diperolehnya

dividen oleh Wajib Pajak dalam negeri atas penyertaan modalnya pada badan

usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek,

dengan ketentuan:

a. Besarnya penyertaan modal Wajib Pajak dalam negeri tersebut paling rendah

50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor; atau
b. Secara bersama-sama dengan Wajib Pajak dalam negeri lainnya memiliki

penyertaan modal paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham

yang disetor.

Hal tersebut mempertimbangkan dengan semakin berkembangnya

ekonomi dan perdagangan internasional sejalan dengan era globalisasi, dapat

terjadi bahwa Wajib Pajak dalam negeri menanamkan modalnya di luar

negeri.'Untuk mengurangi kemungkinan penghindaran pajak, maka terhadap

penanaman modal di luar negeri selain pada badan usaha yang menjual

sahamnya di bursa efek, Menteri Keuangan berwenang untuk menentukan

saat diperolehnya dividen. Sebagai contoh PT A dan PT B masing-masing

memiliki saham sebesar 40% dan 20% pada X Ltd., yang bertempat

kedudukan di negara Q. Saham X Ltd., tersebut tidak diperdagangkan di

bursa efek. Dalam tahun 2009 X Ltd., memperoleh laba setelah pajak

sejumlah Rp 1.000.000.000,00.

3. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa Direktur Jenderal Pajak diberikan

kewenangan menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan

serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung Penghasilan Kena

Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa. Tujuan

pengaturan ini yaitu untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak, yang

dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Apabila terdapat hubungan

istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan kurang dari

semestinya ataupun pembebanan biaya melebihi dari yang seharusnya.


4. Kewenangan Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan perjanjian dengan

Wajib Pajak dan bekerja sama dengan Pihak Otoritas Pajak negara lain untuk

menentukan harga transaksi antarpihak-pihak yang mempunyai hubungan

istimewa yang berlaku selama suatu periode tertentu dan mengawasi

pelaksanaannya serta melakukan renegosiasi setelah periode tertentu tersebut

berakhir.

Pengertian kesepakatan harga transfer {advancepricing agreement) yang

dikenal dengan APA yaitu kesepakatan antara Wajib Pajak dengan Direktur

Jenderal Pajak mengenai harga jual wajar produk yang dihasilkannya kepada

pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa (related parties) dengannya.

Tujuan diadakannya APA yaitu untuk mengurangi terjadinya praktik

penyalahgunaan transfer pricing oleh perusahaan multinasional. Persetujuan

antara Wajib Pajak dan Direktur Jenderal Pajak dapat mencakup beberapa hal,

antara lain, harga jual produk yang dihasilkan, dan jumlah royalti, tergantung pada

kesepakatan. Keuntungan dari

APA selain memberikan kepastian hukum dan kemudahan penghitungan pajak,

Fiskus tidak perlu melakukan koreksi dengan harga jual dan keuntungan produk

yang dijual Wajib Pajak kepada perusahaan dalam grup yang sama. APA dapat

bersifat unilateral, yaitu merupakan kesepakatan antara Direktur Jenderal Pajak

dengan Wajib Pajak atau bilateral, yaitu kesepakatan antara Direktur Jenderal

Pajak dan otoritas perpajakan negara lain yang menyangkut Wajib Pajak yang

berada di wilayah yurisdiksinya.


5. Pencegahan penghindaran paj ak yang dilakukan oleh Wajib Paj ak saat

melakukan pembelian saham atau penyertaan pada suatu perusahaan Wajib

Pajak dalam negeri melalui perusahaan luar negeri yang didirikan khusus

untuk tujuan tersebut. Dengan demikian bila Wajib Pajak melakukan

pembelian saham atau aset perusahaan melalui pihak lain atau badan yang

dibentuk untuk maksud tertentu I special purpose company dapat ditetapkan

sebagai pihak yang sebenarnya melakukan pembelian tersebut sepanjang

Wajib Pajak yang bersangkutan mempunyai hubungan istimewa dengan

pihak lain atau badan tersebut dan terdapat ketidakwajaran penetapan harga.

6. Bila terjadi penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (conduit

atau special purpose company) yang didirikannya atau berkedudukan di tax

heaven country yang mempunyai hubungan istimewa dapat ditetapkan

sebagai penjualan atau pengalihan saham badan di Indonesia atau Bentuk

Usaha Tetap di Indonesia.

Sebagai contoh X Ltd. yang didirikan dan berkedudukan di negara A,

sebuah negara bebas pajak (Tax Haven Country), memiliki 100% saham PT

X yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia, X Ltd. ini adalah

suatu perusahaan antara (conduit company) yang didirikan dan dimiliki

sepenuhnya oleh Y Co, sebuah perusahaan negara B, dengan tujuan sebagai

perusahaan antara dalam kepemilikannya atas seluruh saham PT X. Tetapi

bila Y Co., menjual seluruh kepemilikannya atas saham X Ltd. Kepada PT Z

yang merupakan Wajib Pajak dalam negeri, secara legal formal,transaksi di

atas merupakan pengalihan saham perusahaan luar negeri oleh Wajib Pajak
luar negeri. Namun, pada hakikatnya transaksi ini merupakan pengalihan

kepemilikan (saham) perseroan Wajib Pajak dalam negeri oleh Wajib Pajak

luar negeri, sehingga atas penghasilan dari pengalihan ini terutang Pajak

Penghasilan.

Penentuan kembali besarnya penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak Orang

Pribadi dari pemberi kerja yang memiliki hubungan istimewa dengan

perusahaan lain yang tidak didirikan atau tidak berkedudukan di Indonesia

hal tersebut terjadi bila pemberi kerja mengalihkan seluruh atau sebagian

penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi ke bentuk biaya atau pengeluaran

lainnya yang dibayarkan kepada perusahaan yang tidak didirikan atau tidak

bertempat kedudukan di Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA

Waluyo. 2016. Akuntansi Pajak. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Salemba Empat

Irsan lubis. 2015. Mahir akuntansi Pajak Terapan.Yogyakarta: Penerbit Graha

Ilmu

Agoes, Sukrisno. 2013. Akuntansi Perpajakan. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Salemba

Empat

Anda mungkin juga menyukai