Anda di halaman 1dari 8

PEMBUKUAN DAN

PENCATATAN
 

1. PENGERTIAN PEMBUKUAN DAN PENCATATAN


Pembukuan
            Dalam pasal 1 angka 26 Udang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, pembukuan
adalah suatu proses pencatatn yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan
data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan, dan
biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang ditutup
dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap
tahun pajak berakhir.
 

Pencatatan
            Pencatatan adalah pengumpulan data secara teratur tentang peredaran bruto
dan atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang
terutang termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan atau yang dikenakan pajak
yang bersifat final.
 

1. KETENTUAN UMUM PEMBUKUAN DAN PENCATATAN


Menurut Ketentuan Pokok Pembukuan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 28 tahun
2007, yang wajib menyelenggarakan pembukuan adalah:

1. Wajib Pajak (WP) Badan.


2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas,
kecuali Wajib Pajak Prang Pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun
kurang dari Rp 1.800.000.000,00.
Sedangkan yang dikecualikan dari kewajiban pembukuan menurut pasal 28 ayat 2 UU
KUP adalah:
1. WP OP yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas yang diperbolehkan
meghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma perhitungan penghasilan
neto.
2. WP OP yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Adapun yang wajib meyelenggarakan pencatatan yaitu:

1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan atau usaha atau pekerjaan
bebas dan peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp 1.800.000.000,00
dapat menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan
penghasilan neto, dengan syarat memberitahukan ke Direktur Jenderal Pajak
jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersnagkutan.
2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas.
 

1. SYARAT-SYARAT PENYELENGGARAAN PEMBUKUAN DAN


PENCATATAN
Adapun syarat-syarat untuk penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan adalah
sebagai berikut:

1. Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan


atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
2. Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab,
satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa
asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
3. Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stesel akrual atau stelsel kas,
4. Pembukana dengan menggunakna bahasa asing dan mata uang selain rupiah dapat
diseleggarakan oleh WP setelah mendapat izin Menteri Keuangan.
5. Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku harus mendapat
persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.
6. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban,
modal, penghasilan, dan biaya serta penjualan dan pembelian sehingga dapat
dihitung besarnya pajak yang terutang.
7. Dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan pencatatan serta
dokumen lain yang berhubungan dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
Wajib Pajak disimpan selama 10 tahun.
 
1. PEMBUKUAN DALAM BAHASA ASING DAN MATA UANG SELAIN
RUPIAH
Menurut Pasal 28 UU KUP dijelaskan bahwa pembukuan dengan bahasa asing dan
mata uang selain rupiah digunakan oleh Wajib Pajak yang dalam rangka:

 Kontrak bagi hasil;


 WP yang mempunyai afilisiasi dengan pengusaha di Luar Negeri;
 Bentuk Usaha Tetap (BUT);
 Kontrak karya, yaitu WP yang beroperasi berdasarkan kontrak dengan pemerintah
RI sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Perundang-undangan yang mengatur
mengenai pertambangan;
 Penanaman modal asing yaitu WP yang beroperasi berdasarkan Peraturan
Perundang-undangan yang mengatur mengenai Penanaman Modal Asing;
 Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang menerbitkan Reksadana dalam denominasi
mata uang Dollar Amerika Serikat dan telah memperoleh Surat Pemberitahuan
efektif Pernyataan Pendaftaran dari Badan Pengawasan Pasar Modal – Lembaga
Keuangan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.
 

Kemudian setelah mendapat izin dari Menteri Keungan, kecuali WP dalam rangka
Kontrak Karya/Kontrak Bagi Hasil, cukup dengan pemberitahuan. Selanjutnya
pemberian izin dilimpahkan kepada Direktur Jenderal Pajak.

 Prinsip Taat Asas


Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan
dengan tahun-tahun sebelumnya untuk mencegah penggeseran laba atau rugi. Prinsip
taat asas dalam metode pembukuan misalnya dalam penerapan:

1. Stelsel pengakuan penghasilan;


2. Tahun buku;
3. Metode penilaian persediaan;
4. Metode penyusutan dan amortisasi;
 

Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan biaya dalam arti
penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi,
tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan biaya itu dibayar secara
tunai.
Termasuk dalam pengertian stelsel akrual adalah pengakuan peneghasilan berdasarkan
metode persentase tingkat penyelesaian pekerjaan yang umumnya dipakai dalam
bidang konstruksi dan metode lain yang dipakai dalam bidang usaha tertentu
seperti Build Operate and Transfer (BOT) dan real estate.
Stelsel kas adalah suatu metode yang penghitungannya didasarkan atas penghasilan
yang diterima dan biaya yang dibayar secara tunai. Menurut stelsel kas, penghasilan
baru dianggap sebagai penghasilan apabila benar-benar telah diterima secara tunai
dalam suatu periode tertentu serta biaya baru dianggap sebagai biaya apabila benar-
benar telah dibayar secara tunai dalam suatu periode tertentu.

Stelsel kas biasanya digunakan oleh perusahaan kecil orang pribadi atau perusahaan
jasa, misalnya transportasi, hiburan, dan restoran yang tenggang waktu antara
penyerahan jasa dan penerimaan pembayarannya tidak berlangsung lama. Dalam
stelsel kas murni, penghasilan dari penyerahan barang atau ajasa ditetapkan pada saat
barang, jasa, dan biaya operasi dibayar.

Dengan cara ini, pemakaian stelsel kas dapat mengakibatkan penghitungan yang
mengaburkan terhadap penghasilan, yaitu besarnya penghasilan dari tahun ke tahun
dapat disesuaikan dengan mengatur penerimaan kas dan pengeluaran kas. Oleh karena
itu, untuk penghitungan Pajak Penghasilan dalam memakai stelsel kas harus
memperhatikan hal-hal antara lain sebagai berikut:

1. Penghitungan jumlah penjulana dalam suatu periode harus meliputi seluruh


penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan. Dalam menghitung harga pokok
penjualan harus diperhitungkan seluruh pembelian dan persediaan.
2. Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat
diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat
dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi.
3. Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara taat asas (konsisten)
 

Dengan demikian, penggunaan stelsel kas untuk tujuan perpajakan dapat juga
dinamakan stelsel campuran.

1. TUJUAN PENYELENGGARAAN PEMBUKUAN DAN PENCATATAN


Penyelenggaraan pembukuan/pencatatan bertujuan untuk mempermudah:
1. Pengisian SPT;
2. Penghitungan Penghasila Kena Pajak;
3. Penghitungan PPN dan PPnBM;
4. Penyelenggaraan pembukuan juga untuk mengetahui posisi keuangan dan hasil
kegiatan usaha/pekerjaan bebas.

1. PERUBAHAN TAHUN BUKU DAN METODE PEMBUKUAN


            Pada dasarnya metode pembukuan yang dianut harus taat asas, yaitu harus
sama dengan tahun-tahun sebelumnya, misalnya dalam hal penggunaan metode
pengakuan penghasilan dan biaya (metode kas atau akrual), metode penyusutan aktiva
tetap, dan metode penilaian persediaan. Namun, perubahan metode pembukuan masih
dimungkinkan dengan syarat telah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak
sebelum dimulainya tahun buku yang bersangkutan dengan menyampaikan alasan
yang logis dan dapat diterima serta akibat yang mungkin timbul dari perubahan
tersebut.
Perubahan metode pembukuan akan mengakibatkan perubahan dalam prinsip taat asas
yang dapat meliputi perubahan metode dari kas ke akrual atau sebaliknya atau
perubahan penggunaan metode pengakuan penghasilan atau pengakuan biaya itu
sendiri, misalnya dalam metode pengakuan biaya yang berkenaan dengan penyusunan
aktiva tetap dengan menggunakan metode penyusutan tertentu.

LINGKUP PEMERIKSAAN
Berdasarkan ruang lingkupnya jenis-jenis pemeriksaan sebagaimana disebutkan di atas dapat
dibedakan menjadi pemeriksaan lapangan dan pemeriksaan kantor. Pemeriksaan Kantor dilakukan
dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang menjadi 6 (enam) bulan yang
dihitung sejak tanggal Wajib Pajak datang memenuhi surat panggilan dalam rangka Pemeriksaan
Kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. Pemeriksaan Lapangan dilakukan
dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8
(delapan) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat perintah Pemeriksaan sampai dengan tanggal
Laporan Hasil Pemeriksaan.

KEWAJIBAN WAJIB PAJAK DALAM PEMERIKSAAN


Kewajiban Wajib Pajak yang diperiksa adalah:

1. Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri Pemeriksaan sesuai dengan waktu yang
ditentukan khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor;
2. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi
dasarnya, dan dokumen lain termasuk data yang dikelolah secara elektronik, yang
berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib
Pajak, atau objek yang terutang pajak. Khusus untuk Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak
wajib memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola
secara elektronik;
3. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan
memberi bantuan lainnya guna kelancaran pemeriksaan;
4. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;
5. Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik khususnya untuk
jenis Pemeriksaan Kantor;
6. Memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang diperlukan.

HAK-HAK WAJIB PAJAK DALAM PEMERIKSAAN


Hak-hak Wajib Pajak dalam pemeriksaan antara lain:

1. Meminta Surat Perintah Pemeriksaan


2. Melihat Tanda Pengenal Pemeriksa
3. Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan
4. Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT
5. Hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan

HASIL PEMERIKSAAN
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, maka akan
diterbitkan suatu surat ketetapan pajak, yang dapat mengakibatkan pajak terutang menjadi
kurang bayar, lebih bayar, atau nihil. Berdasarkan pemeriksaan, jenis-jenis ketetapan yag
dikeluarkan adalah: Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat
Ketetapan Pajak Nihil (SKPN). Disamping itu dapat diterbitkan pula Surat Tagihan Pajak (STP)
dalam hal dikenakannya sanksi administrasi dapat berupa denda, bunga, dan kenaikan.Tabel
sanksi administrasi yang ada dalam surat ketetapan pajak disajikan dalam uraian dibawah ini.
Sanksi denda:

NoPasalMasalah Sanksi Keterangan


1 7 (1) SPT Terlambat disampaikan :
Rp100.000 atau
a. Masa Per SPT
Rp500.000
Rp100.000 atau
b. Tahunan Per SPT
Rp 1.000.000
Dari jumlah pajak
2 8 (3) Pembetulan sendiri dan belum disidik 150%yang kurang
dibayar
 pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai
14
3 PKP, tetapi tidak membuat faktur pajak atau 2%Dari DPP
(4)
membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
 pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP
2%Dari DPP
yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap
 PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai
2%Dari DPP
dengan masa penerbitan faktur pajak

Sanksi bunga:
NoPasal Masalah SanksiKeterangan
8 (2 dan Per bulan, dari jumlah pajak
1. Pembetulan SPT Masa dan Tahunan 2%
2a) yang kurang dibayar
9 (2a Keterlambatan pembayaran pajak masa dan Per bulan, dari jumlah pajak
2. 2%
dan 2b) tahunan terutang
Per bulan, dari jumlah kurang
3. 13 (2) Kekurangan pembayaran pajak dalam SKPKB 2%
dibayar, max 24 bulan
SKPKB diterbitkan setelah lewat waktu 5 tahun
Dari jumlah paak yang tidak
4. 13 (5) karena adanya tindak pidana perpajakan maupun 48%
mau atau kurang dibayar.
tindak pidana lainnya
Per bulan, dari jumlah pajak
a. PPh tahun berjalan tidak/kurang bayar 2%tidak/ kurang dibayr, max 24
bulan
14 (3)
Per bulan, dari jumlah pajak
5. b. SPT kurang bayar 2%tidak/ kurang dibayr, max 24
bulan
Per bulan, dari jumlah pajak
PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan
14 (5) 2%tidak/ kurang dibayr, max 24
pengembalian Pajak Masukan
bulan
SKPKBT diterbitkan setelah lewat waktu 5 tahun
Dari jumlah pajak yang tidak
6. 15 (4) karena adanya tindak pidana perpajakan maupun 48%
atau kurang dibayar
tindak pidana lainnya
SKPKB/T, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Per bulan, atas jumlah pajak
7. 19 (1) Banding yang menyebabkan kurang bayar 2%yang tidak atau kurang
terlambat dibayar dibayar
Per bulan, bagian dari bulan
8. 19 (2) Mengangsur atau menunda 2%
dihitung penuh 1 bulan
Atas kekurangan pembayaran
9. 19 (3) Kekurangan pajak akibat penundaan SPT 2%
pajak
Sanksi kenaikan:
NoPasalMasalah SanksiKeterangan
Dari pajak yang
1. 8 (5) Pengungkapan ketidak benaran SPT sebelum terbitnya SKP 50%
kurang dibayar
Apabila: SPT tidak disampaikan sebagaimana disebut dalam
surat teguran, PPN/PPnBM yang tidak seharusnya
2. 13 (3)
dikompensasikan atau tidak tarif 0%, tidak terpenuhinya Pasal
28 dan 29
Dari PPh yang tidak/
a. PPh yang tidak atau kurang dibayar 50%
kurang dibayar
Dari PPh yang tidak/
b. tidak/kurang dipotong/ dipungut/ disetorkan 100%kurang dipotong/
dipungut
Dari PPN/ PPnBM
c. PPN/PPnBM tidak atau kurang dibayar 100%yang tidak atau
kurang dibayar
Dari jumlah
3. 15 (2)Kekurangan pajak pada SKPKBT 100%kekurangan pajak
tersebut

Anda mungkin juga menyukai