Anda di halaman 1dari 38

PEMBUKUAN DAN

PENCATATAN,
PEMERIKSAAN, SKP, STP,
SANKSI DAN DENDA

Prepared By Marwin Antonius Rejeki Silalahi, SE,MBA


PEMBUKUAN DAN
PENCATATAN
 Pembukuan dan Pencatatan menurut pajak merupakan 2 hal yang berbeda.
 Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang No. 28 Tahun
2007 Pasal 1 ayat 29, PEMBUKUAN adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara
teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban,
modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang
ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk
periode tahun pajak tersebut.
PEMBUKUAN DAN
PENCATATAN
 Sedangkan mengacu pada undang-undang yang sama pada Pasal 28 ayat 9, PENCATATAN
terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto
dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang,
termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
PERSAMAAN PEMBUKUAN
DAN PENCATATAN
Pada dasarnya, penyelenggaraan pembukuan dan pencatatan ditujukan untuk mempermudah wajib pajak
dalam memenuhi kewajiban perpajakan, seperti pengisian SPT, perhitungan penghasilan kena pajak, PPN,
dan PPnBM, serta mengetahui posisi keuangan dari hasil kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan dalam menyelenggarakan pembukuan dan pencatatan, di
antaranya:
 Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha
yang sebenarnya.
 Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah,
dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
Selain itu, segala bentuk buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan
dokumen lain hasil pengolahan data dari pembukuan dikelola secara elektronik wajib disimpan selama 10
tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal wajib pajak orang pribadi atau di tempat
kedudukan wajib pajak badan.
PERBEDAAN PEMBUKUAN
DAN PENCATATAN
 Yang wajib menyelenggarakan pembukuan adalah wajib pajak badan dan wajib pajak pribadi yang melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas.
 Sedangkan yang wajib menyelenggarakan pencatatan adalah wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas dengan peredaran bruto dalam satu tahun kurang dari 4,8 miliar rupiah dan wajib pajak orang pribadi yang
tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
 Dari segi syarat, pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas. Selain itu,
pembukuan yang menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh wajib pajak setelah
mendapat izin dari Menteri Keuangan.
 Pada pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta
penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
 Sedangkan untuk pencatatan, terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto
dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang. Termasuk di dalamnya penghasilan
yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
 Seperti yang sudah disebutkan di atas, beberapa tujuan dibuatnya pembukuan dan pencatatan pajak adalah untuk
mempermudah pengisian SPT, perhitungan penghasilan kena pajak, PPN, dan PPnBM, serta mengetahui posisi keuangan dan
hasil kegiatan usaha/pekerjaan bebas.
PENGERTIAN PEMERIKSAAN
 Dalam Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor
28 tahun 2007, pengertian PEMERIKSAAN adalah serangkaian kegiatan untuk mencari,
menghimpun, dan mengolah data serta keterangan dan bukti lainnya yang dilaksanakan secara
objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan.
 Tujuan dari pemeriksaan pajak sendiri adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
 Berdasarkan pengertian tersebut, kita dapat memahami bahwa pemeriksa pajak diberikan
wewenang oleh Undang-undang untuk melakukan suatu tindakan dalam rangka menguji kepatuhan
setiap Wajib Pajak. Pemeriksa Pajak dapat menguji apa yang disampaikan Wajib Pajak dalam Surat
Pemberitahuan (SPT) sudah sesuai atau tidak dengan kewajiban yang harus dibayar menurut
pemeriksa. Walaupun Pemeriksa Pajak diberikan wewenang dalam melakukan pemeriksaan,
namun dalam hal ini Pemeriksa Pajak tidak dapat sewenang-wenang menetapkan kewajiban pajak
Wajib Pajak yang bersangkutan tanpa didahului dengan kegiatan mencari, mengumpulkan, dan
mengolah data berupa buku, catatan, dan dokumen untuk dijadikan sebagai dasar bukti dalam
penghitungan pajak.
Dalam melakukan pemeriksaan, petugas pemeriksa harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan
dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan serta memperlihatkannya kepada Wajib Pajak yang
diperiksa. Sesuai Pasal 29 Undang-undang KUP Nomor 28 Tahun 2007, Wajib Pajak yang diperiksa
wajib :
 Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya
pembukuan dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan
usaha, pekerja bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
 Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan
memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan;
 Memberikan keterangan yang diperlukan;
 Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang
diminta; Wajib pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, kewajiban untuk
merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan. Kecuali bank harus
ada perintah tertulis dari Menteri Keuangan (hal ini diatur dalam Pasal 35 ayat (2) UU KUP Nomor
28 Tahun 2007).

 Jika Wajib Pajak tidak memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang
dipandang perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan, pemeriksa pajak
berwenang untuk melakukan penyegelan tempat atau ruangan tertentu sesuai pasal 30 UU KUP
Nomor 28 Tahun 2007.
 Perlu menjadi perhatian, bagi Wajib Pajak yang dengan sengaja menolak untuk dilakukan
pemeriksaan, memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau
dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak
memperlihatkan atau meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya sehingga menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara, dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat enam bulan
dan paling lama enam tahun serta denda paling rendah dua kali dan paling tinggi empat kali jumlah
pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
JENIS-JENIS PEMERIKSAAN
PAJAK
 Pemeriksaan Lapangan

peeriksaan yang dilakukan ditempat kedudukan, tempat usaha atau pekerjaan bebas, tempat
tinggal Wajib Pajak, atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak
 Pemeriksaan Kantor

pemeriksaan yang dilakukan di Kantor Direktorat Jenderal Pajak


JANGKA WAKTU
PEMERIKSAAN
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak (Pasal 5 PMK Nomor 82/PMK.03/2011),
 Pemeriksaan Lapangan : 4 bulan sejak tanggal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan disampaikan kepada Wajib Pajak
atau wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari wajib pajak, sampai dengan tanggal Laporan
Hasil Pemeriksaan. Dengan alasan tertentu dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan.
 Pemeriksaan Kantor : 3 bulan sejak tanggal Wajib Pajak atau wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah
dewasa dari Wajib Pajak, datang memenuhi surat panggilan dalam rangka pemeriksaan kantor sampai dengan tanggal
Laporan Hasil Pemeriksaan. Dengan alasan tertentu jangka waktu pemeriksaan kantor dapat diperpanjang untuk jangka
waktu paling lama 3 (tiga) bulan.
Pemeriksaan untuk tujuan lain ( Pasal 31 PMK No. 82/PMK.03/2011)
 Pemeriksaan lapangan : paling lama 4 bulan sejak tanggal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan disampaikan kepada
Wajib Pajak atau wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari wajib pajak, sampai dengan
tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.
 Pemeriksaan kantor : paling lama 14 hari sejak tanggal Wajib Pajak atau wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga
yang telah dewasa dari Wajib Pajak, datang memenuhi surat panggilan dalam rangka pemeriksaan kantor sampai
dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.
HAK WAJIB PAJAK APABILA DILAKUKAN PEMERIKSAAN

a) meminta Pemeriksa Pajak:


memberikan pemberitahuan secara tertulis
memperlihatkan Tanda Pengenal dan Surat Perintah Pemeriksaan;
memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan Pemeriksaan;
memperlihatkan Surat Tugas apabila susunan Tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan;
b) menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;
c) menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan
d) mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan oleh Tim Pembahas, dalam hal terdapat
perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak dalam Pembahasan Akhir
HasilPemeriksaan; dan
e) memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak
KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
APABILA DILAKUKAN
PEMERIKSAAN
a) Memperlihatkan/meminjamkan catatan/pembukuan
b) Memberi kesempatan pemeriksa untuk mengakses/mengunduh data elektronik
c) Memberikan kesempatan pemeriksa untuk memasuki tempat/ruang yang patut diduga
digunakan sebagai tempat menyimpan buku/catatan
d) Memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan
e) Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas SPHP
f) Menberikan keterangan lain yang diperlukan
HAL LAINNYA YANG PERLU
DIKETAHUI DALAM
PEMERIKSAAN
a)   Pemeriksaan Pajak dapat dilakukan oleh seorang Pemeriksa atau Kelompok Pemeriksa.
b)   Pemeriksaan dapat dilaksanakan di Kantor (Pemeriksaan Kantor) atau di tempat Wajib Pajak
(Pemeriksaan Lapangan) meliputi tahun-tahun yang lalu maupun tahun berjalan.
c)   Apabila WP tidak memberi kesempatan kepada pemeriksa pajak untuk memasuki tempat
atau ruangan tertentu dan menolak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, maka
pemeriksa pajak berwenang melakukan penyegelan.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK
Menurut John Hutagaol yang dikutip Siti Kurnia Rahayu (2010:260), Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pemeriksaan
pajak,antara lain adalah :
a) Teknologi informasi (information technology)
Kemajuan teknologi informasi telah luas dimanfaatkan oleh Wajib Pajak. Seiring dengan perkembangan tersebut maka pemeriksa
harus juga memanfaatkan perangkat teknologi informasi dengan sebutan Computer Assisted Audit Technique (CAAT)
b) Jumlah sumber daya manusia (the number of human resources)
Jumlah sumber daya manusia harus sebanding dengan beban kerja pemeriksaan. Jika jumlah tidak dapat memadai karena pengadaan
sumberdaya manusia melalui kualifikasi dan prosedur recruitment terbatas, maka untuk mengatasi jumlah pemeriksa yang terbatas
adalah dengan meningkatkan kualitas pemeriksa dan melengkapinya dengan teknologi informasi di dalam pelaksanaan pemeriksaan.
c) Kualitas sumber daya (the quality of human resources)
Kualitas sumber daya manusia sangat dipengaruhi oleh pengalaman, latar belakang, dan pendidikan. Dan kualitas pemeriksa akan
mempengaruhi pelaksanaan pemeriksaan. Solusi agar kesenjangan kualitas pemeriksa teratasi adalah dengan melalui pendidikan dan
pelatihan secara berkesinambungan dan sistem mutasi yang terencana serta penerapan reward and punishment.
d) Sarana dan prasarana pemeriksaan (audit facilities)
Sarana prasarana pemeriksaan seperti computer Sangay diperlukan. Audit Command Language (ACL), contohnya Sangat membantu
pemeriksa didalam mengolah data untuk tujuan analisa dan penghitungan pajak.
TAHAPAN PEMERIKSAAN
PAJAK SEBAGAI BERIKUT:
1) Tahap Persiapan Pemeriksaan
Persiapan pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemeriksa sebelum melaksanakan
tindakan pemeriksaan dan meliputi kegiatan sebagai berikut:
a) Mempelajari berkas wajib pajak /berkas data
b) Menganalisis SPT dan laporan keuangan wajib pajak
c) Mengidentifikasi masalah
d) Melakukan pengenalan lokasi wajib pajak
e) Menentukan ruang lingkup pemeriksaan
f) Menyusun program pemeriksaan
g) Menentukan buku-buku dan dokumen yang akan dipinjam
h) Menyediakan sarana pemeriksaan
TAHAPAN PEMERIKSAAN
PAJAK SEBAGAI BERIKUT:
2) Tahap Pelaksanaan Pemeriksaan
Pelaksanaan pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan pemeriksa dan meliputi:
-Memeriksa di tempat Wajib Pajak,
-Melakukan penilaian atas Sistem Pengendalian Intern,
-Memutakhirkan ruang lingkup dan program pemeriksaan,
-Melakukan pemeriksaan atas buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen,
-Melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga,
-Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak,
-Closing Conference.
TAHAPAN PEMERIKSAAN
PAJAK SEBAGAI BERIKUT:
3) Tahap Pelaporan Pemeriksaan
Laporan pemeriksaan pajak laporan yang dibuat oleh pemeriksa pajak pada akhir pelaksanaan
pemeriksaan yang merupakan ikhtisar dan penuangan semua hasil tugas pemeriksaan sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Laporan Pemeriksaan Pajak juga merupakan sarana bagi pihak-pihak lain untuk mengetahui
berbagai hal tentang pemeriksaan tersebut, baik berkenaan dengan pencarian informas-informasi
tertentu, maupun dalam rangka pengujian kepatuhan prosedur dan mutu pemeriksaan yang telah
dilakukan. Oleh karena itu, Laporan Pemeriksaan Pajak harus informatif.
LAPORAN PEMERIKSAAN DISUSUN
DENGAN SISTEMATIKA SEBAGAI
BERIKUT:
– Umum
 Memuat keterangan-keterangan mengenai, identitas wajib pajak, pemenuhan kewajiban perpajakan, gambaran
kegiatan wajib pajak, penugasan dan alasan pemeriksaan, data dan informasi yang tersedia dandaftar lampiran.
– Pelaksanaan pemeriksaan
 Memuat penjelasan secara lengkap mengenai, pos-pos yang diperiksa,penilaian pemeriksa atas pos-pos yang
diperiksa, dan temuan-temuan pemeriksa.
– Hasil pemeriksaan
 Merupakan ikhtisar yang menggambarkan perbandingan antara laporan wajib pajak (SPT) dengan hasil
pemeriksaan dan perhitungan mengenaibesarnya pajak-pajak yang terutang.
– Kesimpulan dan usul pemeriksaan
 Memuat hasil pemeriksaan dalam bentuk, perbandingan antara pajak-pajak yang terhutang berdasarkan laporan
wajib pajak dengan hasil pemeriksaan,data/informasi yang diproduksi, dan usul-usul pemeriksa.
SKP DAN STP
SKP adalah surat yang diterbitkan atas hasil pemeriksaan untuk menetapkan bahwa wajib pajak
memiliki kurang bayar, lebih bayar atau nihil yang diakibatkan ketidakbenaran dalam mengisi
SPT.
Fungsi SKP:
 Untuk melakukan koreksi fiskal atas WP yang tidak memenuhi kewajiban formal dan materiil
dalam memenuhi ketentuan perpajakan.
 Untuk memberikan sanksi administrasi kepada WP yang melanggar.
 Untuk mengembalikan kelebihan pajak
 Untuk menginformasikan jumlah pajak terutang dari WP
SKP DAN STP
Surat tagihan pajak adalah surat yang dikeluarkan untuk melakukan penagihan atas tagihan
pajak atau sanksi administrasi.
Fungsi STP:
 Untuk menagih koreksi jumlah pajak terutang menurut SPT Wajib Pajak
 Untuk menagih sanksi berupa bunga atau denda .
SURAT KETETAPAN PAJAK
KURANG BAYAR (SKPKB)
Dalam Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2009, SKPKB adalah surat yang menentukan
besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok
pajak, besarnya sanksi administrasi, serta jumlah pajak yang masih harus dibayar. Jenis surat
ketetapan pajak ini diterbitkan dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya masa pajak.
Secara garis besar, terbitnya SKPKB ini karena wajib pajak kurang atau tidak membayar pajak
terutang, telat menyampaikan SPT Masa dari waktu yang telah ditentukan, adanya salah hitung
terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) yang
dikenai tarif 0%, tidak diketahuinya besar pajak terutang. Selengkapnya tentang SKPKB dapat
Anda baca di artikel berikut.
SURAT KETETAPAN PAJAK
LEBIH BAYAR (SKPLB)
SKPLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak
karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya
terutang. Secara sederhana, SKPLB diterbitkan karena wajib pajak lebih membayar pajak
terutang dari yang seharusnya.
SKPLB akan diterbitkan jika ada permohonan tertulis dari wajib pajak dengan ketentuan:
Jumlah kredit pajak pada Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), lebih besar dari jumlah pajak yang terutang, atau
sudah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang.
Penerbitan surat ini dilakukan setelah dilakukannya pemeriksaan atas permohonan, paling
lambat 12 bulan terhitung sejak surat permohonan diterima atau sesuai dengan keputusan Ditjen
Pajak. Jika terlambat diterbitkan, wajib pajak berhak menerima imbalan bunga 2% sebulan
terhitung sejak berakhirnya jangka waktu yang ditentukan.
SURAT KETETAPAN PAJAK
NIHIL (SKPN)
SKPN adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan
jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. SKPN diterbitkan setelah
Ditjen Pajak melakukan pemeriksaan Surat Pemberitahuan.
Berdasarkan Undang-Undang nomor 28 tahun 2007, SKPN diterbitkan untuk:
1. Pajak Penghasilan jika jumlah kredit pajak sama dengan pajak yang terutang atau pajak yang
tidak terutang dan tidak ada kredit pajak;
2. Pajak Pertambahan Nilai jika jumlah kredit pajak sama dengan jumlah pajak yang terutang atau
pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut
Pajak Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak
Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai
tersebut;
3. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah apabila jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah
pajak yang terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada pembayaran pajak.
SANKSI DAN DENDA
Sanksi pajak merupakan hal yang sangat dihindari wajib pajak. Tapi, mengapa masih banyak
wajib pajak yang terkena sanksi pajak?
Rupanya, banyak wajib pajak yang tidak sadar bahwa mereka sering mengulang kesalahan yang
sama saat menyelesaikan kewajiban perpajakan. Oleh sebab itu, untuk menghindari sanksi
pajak, Contoh Kesalahan:
1. Lupa Tanggal Pembayaran dan Pelaporan Pajak
2. Menunda Pembayaran Pajak
3. Menyembunyikan Data
2 JENIS SANKSI PAJAK
1. Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi adalah sanksi berupa pembayaran kerugian terhadap negara seperti denda,
bunga dan kenaikan. Adapun perbedaan antara denda, bunga dan kenaikan dapat dijelaskan
sebagai berikut:
A. Sanksi pajak berupa denda ditujukan kepada pelanggaran yang berhubungan dengan
kewajiban pelaporan. Besaran nya pun bermacam-macam, sesuai dengan aturan undang-undang.

Contohnya, telat menyampaikan SPT Masa PPN, maka nominal denda yang dikenakan senilai
Rp 500.000. Sedangkan telat dalam menyampaikan SPT Masa PPh, maka nominal denda yang
dikenakan senilai Rp1.000.000 untuk wajib pajak badan usaha dan Rp100.000 untuk wajib
pajak perorangan.
2 JENIS SANKSI PAJAK
1. Sanksi Administrasi
B. Sanksi bunga ditujukan kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran terkait kewajiban
membayar pajak. Besarannya sudah ditentukan per bulan. Contohnya, keterlambatan
pembayaran pajak masa tahunan akan dikenakan sanksi pajak berupa bunga senilai 2% per
bulan dari jumlah pajak terutang.
Kekurangan pajak akibat penundaan SPT pun dikenakan sanksi berupa nilai bunga senilai 2%
per bulan atas kekurangan pembayaran pajak. Mengangsur atau menunda pajak juga dikenakan
bunga senilai 2% per bulan dengan ketentuan bagian dari bulan tetap dihitung penuh 1 bulan.
2 JENIS SANKSI PAJAK
1. Sanksi Administrasi
C. Sanksi kenaikan ditujukan kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran terkait dengan
kewajiban yang diatur dalam material. Sanksi pajak ini berupa kenaikan jumlah pajak yang
harus dibayar. Penyebabnya bisa karena adanya pemalsuan data seperti meminimalkan jumlah
pendapatan pada SPT setelah lewat 2 tahun sebelum terbit SKP. Sanksi kenaikan besarannya
adalah 50% dari pajak yang kurang dibayar.
2 JENIS SANKSI PAJAK
2. Sanksi Pidana Pajak
Sanksi Pidana adalah sanksi pajak yang diberikan berupa hukuman pidana seperti denda pidana,
pidana kurungan dan pidana penjara. Wajib pajak dapat dikenakan sanksi pidana bila diketahui
dengan sengaja tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar.
Penyebab lainnya adalah wajib pajak memperlihatkan dokumen palsu serta tidak menyetor
pajak yang telah dipotong. Sanksi akibat tindakan ini adalah pidana penjara selama 6 tahun
paling lama dan denda paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang.
AGAR DAPAT TERHINDAR DARI SANKSI PAJAK YANG
BERAT, BERIKUT INI KIAT YANG BISA ANDA LAKUKAN:

1. Mengisi SPT dengan jujur dan cermat agar tidak terjadi kesalahan data. Pastikan nilai
nominalnya benar, jelas rinciannya, dan lengkap lampirannya.
2. Mengisi faktur pajak dengan lengkap.
3. Hindari akitivitas yang menimbulkan tindak pidana perpajakan terutama aktivitas yang
dianggap grey area hanya karena tidak tercantum dengan jelas dalam perundangan pajak.
4. Setorkan pajak dan laporkan SPT tepat waktu.
5. Hitung, setor, lapor secara cepat dan mudah dengan online.
BATAS WAKTU
PEMBAYARAN DAN
PELAPORAN SPT
Waktu pembayaran dan pelaporan SPT Tahunan memiliki batas waktu. Maka dari itu, jangan
sampai Anda telat lapor SPT atau bahkan tidak melaporkan SPT hanya karena lupa, atau tidak
tahu kapan batas waktu pelaporan SPT. Batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi
paling lambat 3 bulan setelah batas akhir tahun pajak, yaitu hingga tanggal 31 Maret. Sedangkan
batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Badan paling lambat 4 bulan setelah akhir tahun pajak,
yaitu tanggal 30 April.
ANCAMAN SANKSI DENDA
BAGI YANG TELAT LAPOR
SPT
Berikut denda yang harus dibayarkan bagi Wajib Pajak yang telat lapor SPT:
1. Denda telat lapor SPT bagi Wajib Pajak Orang Pribadi sebesar Rp100.000
2. Denda telat lapor SPT bagi Wajib Pajak Badan sebesar Rp1.000.000
3. Sanksi administrasi untuk SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai(PPN) sebesar Rp500.000,
dan Rp100.000 untuk SPT Masa Lainnya.
4. Sedangkan, denda telat bayar pajak sebesar 2% per bulan dari pajak yang belum
dibayarkan. Denda telat bayar pajak waktunya dihitung sejak tanggal jatuh tempo sampai
dengan tanggal pembayaran pajak. Bagian dari bulan pajak dihitung 1 bulan penuh, yang
artinya jika Anda telat bayar pajak hanya 10 hari maka hitungan waktu dendanya tetap 1
bulan.
SIMULASI DENDA TELAT
LAPOR SPT
Bapak Amir adalah seorang Wajib Pajak Orang Pribadi. Pada tahun pajak 2016, Bapak Amir
telat lapor SPT. Namun tahun 2017 dan 2018 Bapak Amir melaporkan pajak tepat waktu. Maka,
Bapak Amir dikenakan sanksi telat lapor SPT berupa denda sebesar Rp100.000 saja. Apabila
Bapak Amir terlambat lapor pajak selama 3 tahun berturut-turut, yaitu sejak tahun 2016 hingga
2018, maka kewajiban denda yang harus dibayarkan adalah sebesar Rp100.000 dikali 3 yaitu
Rp300.000. Hal yang sama juga berlaku untuk SPT Masa, bedanya besaran denda dihitung per
Masa Pajak bukan Tahun Pajak.
SANKSI BAGI WAJIB PAJAK YANG TIDAK
MELAPORKAN HARTA DALAM SPT
Selain denda karena telat lapor SPT, Wajib Pajak juga akan dikenai sanksi berupa denda apabila
terdapat harta yang tidak dilaporkan di dalam SPT. Denda ini diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 36/2017 tentang pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan tertentu berupa harta
bersih yang diperlakukan atau dianggap sebagai penghasilan. Tarif PPh terhadap harta bersih
Wajib Pajak yang belum dilaporkan atau terutang sebesar 25% bagi Wajib Pajak Badan, 30%
bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, dan 12,5% bagi Wajib Pajak tertentu.

Setelah didapat nilai pajak terutang dari harta bersih tersebut, petugas pajak akan memberikan
sanksi administratif. Bagi yang mengikuti program amnesti pajak, pajak terutangnya dikalikan
200%. Sedangkan yang tidak mengikuti program amnesti pajak, Wajib Pajak cukup membayar
pajak untuk harta yang belum dilaporkan tersebut. Namun, apabila telat bayar pajak terutangnya
maka akan dikenai denda sebesar 2% per bulan.
PROSEDUR PEMBAYARAN
DENDA PAJAK
1. Wajib Pajak harus mendapatkan Surat Tagihan Pajak (STP) terlebih dahulu. KPP di daerah
tempat tinggal Anda akan mengingatkan dengan mengirimkan STP ke alamat rumah Anda.
STP ini berupa lembar dokumen yang berisi besaran tagihan denda yang harus Anda
bayarkan atas kelalaian wajib pajak dalam lapor SPT. Apabila KPP terdekat tidak mengirim
STP ke alamat rumah Anda, maka Anda dapat langsung mengunjungi KPP untuk meminta
STP secara langsung.
2. Membayar denda telat lapor SPT ke Bank atau kantor pos. Jika Anda sudah mendapatkan
STP dan mempersiapkan besaran denda yang harus dibayarkan, maka langkah selanjutnya
adalah dengan membayarkan denda pajak tersebut ke Bank atau kantor pos. Namun
sayangnya tidak semua Bank melayani pembayaran denda pajak. Bank yang melayani
pembayaran denda telah ditetapkan oleh Kementerian Keuangan, yaitu bank-bank yang
tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dan beberapa bank swasta. Oleh
karena itu, ada baiknya Anda menanyakan terlebih dahulu kepada Bank yang akan Anda
pilih melalui layanan call center.
WAJIB PAJAK YANG TIDAK
DIKENAI SANKSI DENDA
Tidak semua wajib pajak dikenai sanksi berupa denda akibat telat atau tidak lapor SPT. Ketentuan itu tertuang di dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/2018 tentang perubahan atas PMK Nomor 243/2014 Tentang Surat Pemberitahuan
(SPT). Terdapat 8 jenis Wajib Pajak yang tidak dikenai sanksi, yaitu:
1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah meninggal dunia.
2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak memiliki kegiatan usaha atau sebagai pekerja bebas.
3. Wajib Pajak Orang Pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia.
4. Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia.
5. Bendahara yang tidak lagi melakukan pembayaran.
6. Wajib Pajak Badan yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha, tapi usahanya belum dibubarkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
7. Wajib Pajak yang sedang terkena bencana, dimana diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
8. Dan Wajib Pajak lain dalam keadaan terjadi kerusuhan massal, kebakaran, ledakan bom/aksi terorisme, perang
antarsuku, kegagalan sistem informasi administrasi penerimaan negara, atau keadaan lain berdasarkan pertimbangan
Dirjen Pajak.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai