PENCATATAN,
PEMERIKSAAN, SKP, STP,
SANKSI DAN DENDA
Jika Wajib Pajak tidak memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang
dipandang perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan, pemeriksa pajak
berwenang untuk melakukan penyegelan tempat atau ruangan tertentu sesuai pasal 30 UU KUP
Nomor 28 Tahun 2007.
Perlu menjadi perhatian, bagi Wajib Pajak yang dengan sengaja menolak untuk dilakukan
pemeriksaan, memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau
dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak
memperlihatkan atau meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya sehingga menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara, dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat enam bulan
dan paling lama enam tahun serta denda paling rendah dua kali dan paling tinggi empat kali jumlah
pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
JENIS-JENIS PEMERIKSAAN
PAJAK
Pemeriksaan Lapangan
peeriksaan yang dilakukan ditempat kedudukan, tempat usaha atau pekerjaan bebas, tempat
tinggal Wajib Pajak, atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak
Pemeriksaan Kantor
Contohnya, telat menyampaikan SPT Masa PPN, maka nominal denda yang dikenakan senilai
Rp 500.000. Sedangkan telat dalam menyampaikan SPT Masa PPh, maka nominal denda yang
dikenakan senilai Rp1.000.000 untuk wajib pajak badan usaha dan Rp100.000 untuk wajib
pajak perorangan.
2 JENIS SANKSI PAJAK
1. Sanksi Administrasi
B. Sanksi bunga ditujukan kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran terkait kewajiban
membayar pajak. Besarannya sudah ditentukan per bulan. Contohnya, keterlambatan
pembayaran pajak masa tahunan akan dikenakan sanksi pajak berupa bunga senilai 2% per
bulan dari jumlah pajak terutang.
Kekurangan pajak akibat penundaan SPT pun dikenakan sanksi berupa nilai bunga senilai 2%
per bulan atas kekurangan pembayaran pajak. Mengangsur atau menunda pajak juga dikenakan
bunga senilai 2% per bulan dengan ketentuan bagian dari bulan tetap dihitung penuh 1 bulan.
2 JENIS SANKSI PAJAK
1. Sanksi Administrasi
C. Sanksi kenaikan ditujukan kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran terkait dengan
kewajiban yang diatur dalam material. Sanksi pajak ini berupa kenaikan jumlah pajak yang
harus dibayar. Penyebabnya bisa karena adanya pemalsuan data seperti meminimalkan jumlah
pendapatan pada SPT setelah lewat 2 tahun sebelum terbit SKP. Sanksi kenaikan besarannya
adalah 50% dari pajak yang kurang dibayar.
2 JENIS SANKSI PAJAK
2. Sanksi Pidana Pajak
Sanksi Pidana adalah sanksi pajak yang diberikan berupa hukuman pidana seperti denda pidana,
pidana kurungan dan pidana penjara. Wajib pajak dapat dikenakan sanksi pidana bila diketahui
dengan sengaja tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar.
Penyebab lainnya adalah wajib pajak memperlihatkan dokumen palsu serta tidak menyetor
pajak yang telah dipotong. Sanksi akibat tindakan ini adalah pidana penjara selama 6 tahun
paling lama dan denda paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang.
AGAR DAPAT TERHINDAR DARI SANKSI PAJAK YANG
BERAT, BERIKUT INI KIAT YANG BISA ANDA LAKUKAN:
1. Mengisi SPT dengan jujur dan cermat agar tidak terjadi kesalahan data. Pastikan nilai
nominalnya benar, jelas rinciannya, dan lengkap lampirannya.
2. Mengisi faktur pajak dengan lengkap.
3. Hindari akitivitas yang menimbulkan tindak pidana perpajakan terutama aktivitas yang
dianggap grey area hanya karena tidak tercantum dengan jelas dalam perundangan pajak.
4. Setorkan pajak dan laporkan SPT tepat waktu.
5. Hitung, setor, lapor secara cepat dan mudah dengan online.
BATAS WAKTU
PEMBAYARAN DAN
PELAPORAN SPT
Waktu pembayaran dan pelaporan SPT Tahunan memiliki batas waktu. Maka dari itu, jangan
sampai Anda telat lapor SPT atau bahkan tidak melaporkan SPT hanya karena lupa, atau tidak
tahu kapan batas waktu pelaporan SPT. Batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi
paling lambat 3 bulan setelah batas akhir tahun pajak, yaitu hingga tanggal 31 Maret. Sedangkan
batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Badan paling lambat 4 bulan setelah akhir tahun pajak,
yaitu tanggal 30 April.
ANCAMAN SANKSI DENDA
BAGI YANG TELAT LAPOR
SPT
Berikut denda yang harus dibayarkan bagi Wajib Pajak yang telat lapor SPT:
1. Denda telat lapor SPT bagi Wajib Pajak Orang Pribadi sebesar Rp100.000
2. Denda telat lapor SPT bagi Wajib Pajak Badan sebesar Rp1.000.000
3. Sanksi administrasi untuk SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai(PPN) sebesar Rp500.000,
dan Rp100.000 untuk SPT Masa Lainnya.
4. Sedangkan, denda telat bayar pajak sebesar 2% per bulan dari pajak yang belum
dibayarkan. Denda telat bayar pajak waktunya dihitung sejak tanggal jatuh tempo sampai
dengan tanggal pembayaran pajak. Bagian dari bulan pajak dihitung 1 bulan penuh, yang
artinya jika Anda telat bayar pajak hanya 10 hari maka hitungan waktu dendanya tetap 1
bulan.
SIMULASI DENDA TELAT
LAPOR SPT
Bapak Amir adalah seorang Wajib Pajak Orang Pribadi. Pada tahun pajak 2016, Bapak Amir
telat lapor SPT. Namun tahun 2017 dan 2018 Bapak Amir melaporkan pajak tepat waktu. Maka,
Bapak Amir dikenakan sanksi telat lapor SPT berupa denda sebesar Rp100.000 saja. Apabila
Bapak Amir terlambat lapor pajak selama 3 tahun berturut-turut, yaitu sejak tahun 2016 hingga
2018, maka kewajiban denda yang harus dibayarkan adalah sebesar Rp100.000 dikali 3 yaitu
Rp300.000. Hal yang sama juga berlaku untuk SPT Masa, bedanya besaran denda dihitung per
Masa Pajak bukan Tahun Pajak.
SANKSI BAGI WAJIB PAJAK YANG TIDAK
MELAPORKAN HARTA DALAM SPT
Selain denda karena telat lapor SPT, Wajib Pajak juga akan dikenai sanksi berupa denda apabila
terdapat harta yang tidak dilaporkan di dalam SPT. Denda ini diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 36/2017 tentang pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan tertentu berupa harta
bersih yang diperlakukan atau dianggap sebagai penghasilan. Tarif PPh terhadap harta bersih
Wajib Pajak yang belum dilaporkan atau terutang sebesar 25% bagi Wajib Pajak Badan, 30%
bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, dan 12,5% bagi Wajib Pajak tertentu.
Setelah didapat nilai pajak terutang dari harta bersih tersebut, petugas pajak akan memberikan
sanksi administratif. Bagi yang mengikuti program amnesti pajak, pajak terutangnya dikalikan
200%. Sedangkan yang tidak mengikuti program amnesti pajak, Wajib Pajak cukup membayar
pajak untuk harta yang belum dilaporkan tersebut. Namun, apabila telat bayar pajak terutangnya
maka akan dikenai denda sebesar 2% per bulan.
PROSEDUR PEMBAYARAN
DENDA PAJAK
1. Wajib Pajak harus mendapatkan Surat Tagihan Pajak (STP) terlebih dahulu. KPP di daerah
tempat tinggal Anda akan mengingatkan dengan mengirimkan STP ke alamat rumah Anda.
STP ini berupa lembar dokumen yang berisi besaran tagihan denda yang harus Anda
bayarkan atas kelalaian wajib pajak dalam lapor SPT. Apabila KPP terdekat tidak mengirim
STP ke alamat rumah Anda, maka Anda dapat langsung mengunjungi KPP untuk meminta
STP secara langsung.
2. Membayar denda telat lapor SPT ke Bank atau kantor pos. Jika Anda sudah mendapatkan
STP dan mempersiapkan besaran denda yang harus dibayarkan, maka langkah selanjutnya
adalah dengan membayarkan denda pajak tersebut ke Bank atau kantor pos. Namun
sayangnya tidak semua Bank melayani pembayaran denda pajak. Bank yang melayani
pembayaran denda telah ditetapkan oleh Kementerian Keuangan, yaitu bank-bank yang
tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dan beberapa bank swasta. Oleh
karena itu, ada baiknya Anda menanyakan terlebih dahulu kepada Bank yang akan Anda
pilih melalui layanan call center.
WAJIB PAJAK YANG TIDAK
DIKENAI SANKSI DENDA
Tidak semua wajib pajak dikenai sanksi berupa denda akibat telat atau tidak lapor SPT. Ketentuan itu tertuang di dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/2018 tentang perubahan atas PMK Nomor 243/2014 Tentang Surat Pemberitahuan
(SPT). Terdapat 8 jenis Wajib Pajak yang tidak dikenai sanksi, yaitu:
1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah meninggal dunia.
2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak memiliki kegiatan usaha atau sebagai pekerja bebas.
3. Wajib Pajak Orang Pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia.
4. Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia.
5. Bendahara yang tidak lagi melakukan pembayaran.
6. Wajib Pajak Badan yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha, tapi usahanya belum dibubarkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
7. Wajib Pajak yang sedang terkena bencana, dimana diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
8. Dan Wajib Pajak lain dalam keadaan terjadi kerusuhan massal, kebakaran, ledakan bom/aksi terorisme, perang
antarsuku, kegagalan sistem informasi administrasi penerimaan negara, atau keadaan lain berdasarkan pertimbangan
Dirjen Pajak.
Terimakasih