C. KEWAJIBAN PEMBUKUAN
Diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan
atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan
mata uang rupiah, dan disusun dalam Bahasa Indonesia atau dalam Bahasa asing yang
diizinkan oleh Menteri keuangan.
Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel actual atau kas.
Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel
kas berdasarkan penjelasan Pasal 28 ayat (5) UU Nomor 28 TAHUN 2007 seperti:
1. Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan
dengan tahun-tahun sebelumnya untuk mencegah penggeseran laba atau rugi. Prinsip
taat asas dalam metode pembukuan misalnya dalam penerapan stelsel pengakuan
penghasilan, tahun buku, metode penilaian persediaan atau metode penyusutan dan
amortisasi.
2. Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti
penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi,
tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan biaya itu dibayar secara
tunai.
3. Stelsel kas adalah suatu metode yang penghitungannya didasarkan atas penghasilan
yang diterima dan biaya yang dibayar secara tunai.
E. Kewajiban Pencatatan
Berdasarkan Peraturan Mentri Keuangan No. 197/PMK.03/2007 mengatur tentang wajib
pajak orang pribadi yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan, tetapi
wajib menyelenggarakan pencatatan yaitu :
Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan diperbolehkan
menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto.
Wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Pencatatan sekurang kurangnya harus memenuhi syarat :
Diselenggarakan secara teratur dan mencerminkan keadaan yang sebenarnya dengan
menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam
Bahasa Indonesia.
Diselenggarakan secara kronologis
Catatan dan dokumen yang menjadi dasar pencatatan harus disimpan di tempat
tinggal wajib pajak atau tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dilakukan selama
sepuluh tahun.
Pencatatan harus dapat menggambarkan :
Peredaran atau penerimaan bruto atau jumlah penghasilan bruto yang diterima dan
atau diperoleh.
Penghasilan yang bukan objek pajak dan atau penghasilan yang pengenaan pajaknya
bersifat final.
Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Wajib Pajak orang pribadi yang
melakuan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib
menyelenggarakan pembukuan.
Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Wajib Pajak yang dikecualikan dari
kewajiban menyelenggarakan pembukuan, tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah Wajib
Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan
neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang
pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang KUP mengatur bahwa pembukuan atau pencatatan tersebut
harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau
kegiatan usaha yang sebenarnya.
Pasal 28 ayat (4) Undang-Undang KUP mengatur bahwa pembukuan atau pencatatan harus
diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata
uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan
oleh Menteri Keuangan.
Pasal 28 ayat (5) Undang-Undang KUP mengatur bahwa pembukuan diselenggarakan dengan
prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas.
Pasal 28 ayat (6) Undang-Undang KUP mengatur bahwa perubahan terhadap metode
pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.
Pada dasarnya metode pembukuan yang dianut harus taat asas, yaitu harus sama dengan
tahun-tahun sebelumnya, misalnya dalam hal penggunaan metode pengakuan penghasilan
dan biaya (metode kas atau akrual), metode penyusutan aktiva tetap, dan metode penilaian
persediaan. Namun, perubahan metode pembukuan masih dimungkinkan dengan syarat telah
mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak. Perubahan metode pembukuan harus
diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak sebelum dimulainya tahun buku yang bersangkutan
dengan menyampaikan alasan yang logis dan dapat diterima serta akibat yang mungkin
timbul dari perubahan tersebut.
e. Wajib Pajak yang mendaftarkan emisi sahamnya baik sebagian maupun seluruhnya di
bursa efek luar negeri
f. Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang menerbitkan reksadana dalam denominasi satuan
mata uang Dollar Amerika Serikat dan telah memperoleh SPT Efektif Pernyataan
Pendaftaran dari Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan pasar modal
g. Wajib Pajak yang berafiliasi langsung dengan perusahaan induk di luar negeri, yaitu
perusahaan anak (subsidiary company) yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh perusahaan
induk (parent company) di luar negeri yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf a dan huruf b Undang-Undang PPh
h. Wajib Pajak yang menyajikan laporan keuangan dalam mata uang fungsionalnya
menggunakan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat sesuai Standar Akuntansi Keuangan
yang berlaku di Indonesia.
Selanjutnya dalam pasal 50 diatur mengenai kewajiban untuk menyerahkan pembukuan, atau
catatan untuk kepentingan pemeriksaan pembukuan.
Orang yang tidak menyelenggarakan pembukuan dapat didenda sebesar lima puluh juta
rupiah (lihat pasal 52 ayat 1).
Demikian juga orang yang tidak menyelenggarakan pembukuan dengan baik sebagaimana
diatur dalam pasal 51 dapat dikenai denda sebesar dua puluh lima juta rupiah (lihat pasal 52
ayat 2)
Orang atau pihak yang tidak memenuhi permintaan Bea dan Cukai untuk menyerahkan buku,
catatan atau surat-menyurat berkaitan dengan impor dan ekspor, atau tidak bersedia dilakukan
pemeriksaan sediaan barangnya dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar tujuh puluh
lima juta rupiah (lihat pasal 86 ayat 2).
Lebih lanjut apabila dari hasil penyelidikan/penelitian ternyata perbuatan tersebut
menyebabkan kerugian keuangan negara, maka yang bersangkutan dapat dipidana sesuai
dengan pasal-pasal pidana yang dilakukannya.
Selengkapnya bunyi pasal 50 tersebut sebagai berikut:
(1) Atas permintaan pejabat bea dan cukai, orang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 49 wajib menyerahkan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi
bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan