Anda di halaman 1dari 11

A.

Pengertian Inflasi

Inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terusmenerus.
Dari definisi ini, ada tiga komponen yang hams dipenuhi agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi:
1. Kenaikan Harga
Harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi daripada harga
periode sebelumya. Misalnya, harga sabun mandi 80 gram per buah kemarin adalah Rp
1.000,00. Hari ini menjadi Rp 1.100,00. Berarti harga sabun per buah hari ini Rp 100,00 lebih
mahal dibanding harga kemarin. Dapat dikatakan telah terjadi kenaikan harga sabun.
Perbandingan tingkat harga bisa dilakukukan dengan jarak waktu yang lebih
pannjang: seminggu, sebulan, triwulan dan setahun.

Perbandingan harga juga bisa dilakukan berdasarkan patokan musim. Misalnya,


pada musim paceklik harga beras bisa mencapai Rp 3000,00 per kilogram. Sebab harga
gabah telah naik. Tetapi di musim panen harganya dapat lebih murah, karena harga gabah
juga biasanya lebih murah. Dengan demikian, dapat dikatakan pada musim paceklik selalu
terjadi kenaikan harga beras.

2. Bersifat Umum
Kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan berdampak inflasi jika kenaikan
tersebut tidak menyebabkan harga-harga secara umum naik.
Harga buah mangga harum manis di Jakarta, jika belum musimnya dapat mencapai Kp
10.000,00 per kilogram. Tetapi jika sudah musimnya, sekitar akhir tahun, dapat dibeli dengan harga
Rp 4000,00 - Rp 5.000,00 per kilogram. Jadi harga mangga pada perioderenode tertentu akan
mengalami kenaikan dua sampai tiga kali lipat. Tetapi kenaikan harga mangga yang sangat tajam
tersebut tidak menimbulkan inflasi, karena harga-harga komoditas lain tidak naik. Mangga harum
manis bukanlah komoditas pokok, sehingga tidak memiliki dampak besar terhadap stabilitas harga..

Ceritanya akan menjadi lain jika yang naik adalah harga bahan bakar minyak (BBM).
Pengalaman Indonesia, menunjukkan setiap pemerintah menaikkan harga BBM, hargaharga
komoditas lain turut naik. Karena BBM merupakan komoditas strategis, maka kenaikan harga BBM
akan merambat kepada kenaikan harga komoditas yang lain. Jika harga mangga harum manis naik,
harga BBM belum tentu naik. Tetapi jika harga BBM naik, harga mangga harum manis di Jakarta pasti
naik. Mengapa? biaya transportasinya naik? BBM adalah komponen input paling penting untuk
dapat membuat roda-roda mobil angkutan umum (bus, truk) dan mobil pribadi untuk dapat
berputar. Karenanya, kenaikan harga BBM menyebabkan biaya operasional transportasi akan naik.
Kenaikan harga BBM juga membuat harga jual produk-produk industri, khususnya kebutuhan
pokok, merambat naik. Sebab biaya operasional untuk menjalankan mesin-mesin pabrik menjadi
lebih mahal. Bahkan, kenaikan harga BBM akan mengundang kaum buruh menuntut kenaikan upah
harian, untuk memelihara daya beli mereka.

3. Berlangsung Terus- Menerus

Kenaikan harga yang bersifat umum juga belum akan menimbulkan inflasi, jika terjadinya
hanya sesaat. Karena itu perhitungan inflasi dilakukan dalam rentang waktu minimal bulanan.
Sebab dalam sebulan akan terlihat apakah kenaikan harga bersifat umum dan terus-menerus.
Rentang waktu yang lebih panjang adalah triwulanan dan tahunan. Jika pemerintah
melaporkan bahwa inflasi tahun ini adalah 10%, berarti akumulasi inflasi adalah 10% per tahun.
Inflasi triwulan rata-rata 2,5% (10%:4), sedangkan inflasi bulanan sekitar 0,83% ( 10%: 12).

B. MACAM – MACAM INFLASI


Dalam pengantar ekonomi mikro, sudah dipelajari bahwa harga jual suatu komoditas
ditentukan oleh kekuatan pasar, yakni interaksi antara kekuatan permintaan dan penawaran.
Kenaikan harga barang adalah proses penyesuaian dari gejala terjadinya peningkatan permintaan.
Begitu juga sebaliknya, dengan penurunan harga barang.

Analogi ini dapat dipakai dalam analisis inflasi. Karena merupakan permintaan dan penawaran
agregat, maka dapat dianggap merupakan permintaan dan penawaran perekonomian. Sehingga
produksi barang dan jasa yang dihasilkan pada kondisi keseimbangan merupakan output
keseimbangan atau PDB, umumnya dinotasikan Y. Karena inflasi adalah gejala di tingkat makro,
maka permintaan dan penawaran yang dianalisis adalah bersifat agregat (menyeluruh).

No Sudut Tinjauan Jenis Inflasi Keterangan


1. Parah tidaknya inflasi 1. Inflasi ringan Lajunya kurang dari 10%
2. inflasi sedang Lajunya antara 10%-30%
3. inflasi berat Lajunya antara 30%-100%
4. hyperinflasi Lajunya di atas 100%
2. Sumber atau sebab 1. demand pull Inflasi yang timbul karena permintaan
inflation masyarakat akan berbagai barang
sangat kuat.
2. cost pust inflation Inflasi yang timbul karena adanya
kenaikan ongkos produksi.

3. Asal inflasi 1. domestic Inflation Inflasi berasal dari dalam negeri:


defisit anggaran belanja yang dibiayai
dengan mencetak uang baru, panen
gagal, dsb.
Inflasi berasal dari luar negeri:
2. Inforted Inflation menaikan barang impor, kenaikan
ongkos produksi yang menggunakan
bahan impor.
4. Tingkat Intensitas 1. Inflasi merayap Kenaikan harga hanya terjadi secara
Inflasi (creeping inflation) perlahan
2. Hyperinflasi Kenaikan harga terjadi dengan sangat
cepat.

1) Permintaan Agregat
Permintaan agregat (Aggregate demand AD) adalah total permintaan barang dan jasa dalam
suatu perekonomian selama satu peri ode tertentu. Bentuk kurva AD adalah sama seperti bentuk
kurva permintaan terhadap satu komoditas tertentu. Bedanya adalah tingkat harga merupakan
tingkat harga umum yang biasanya dalam angka indeks. Angka indeks diperoleh melalui
penghitungan dengan menggunakan metode pembobotan (weigthed) tertentu.
Jika yang berubah hanya tingkat harga umum, permintaan bergerak di sepanjang kurva
(Movement along curve). Tetapi jika yang berubah adalah faktor-faktor yang dianggap tetap (ceteris
paribus), kurva permintaan agregat (AD) bergeser (shifting). Faktor-faktor ceteris paribus dalam
analisis mikro seperti membaiknya pendapatan per kapita dan bertambahnya jumlah penduduk,
tetap relevan sebagai faktor yang mempengaruhi pergeseran kurva AD. Namun, dalam analisis
makro harus ditambah dua faktor ceteris paribus yang sangat berpengaruh terhadap permintaan
agregat. Kedua faktor tersebut adalah kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah: kebijakan
moneter dan kebijakan fiskal.

a) Pengaruh Kebijakan Moneter Terhadap Permintaan Agregat


Kebijakan Moneter (monetary policy) adalah kebijakan yang bertujuan mengarahkan kondisi
ekonomi makro, dengan mengatur jumlah uang beredar. Kebijakan uang ketat (kebijakan moneter
kontraktif) akan mengurangi jumlah uang beredar dalam masyarakat. Kebalikannya, kebijakan
moneter ekspansif akan menambah jumlah uang beredar. Jika pemerintah mengambil kebijakan
uang ketat, jumlah uang beredar akan berkurang. Besar kemungkinan hal ini akan dapat mengurangi
daya beli secara agregat. Akibatnya kurva AD bergeser ke kiri. Hal sebaliknya yang terjadi dengan
kebijakan moneter ekspansif, yang menyebabkan uang beredar bertambah. Pengaruh kebijakan
moneter terhadap permintaan agregat.

b) Pengaruh Kebijakan Fiskal Terhadap Permintaan Agregat


Kebijakan fiskal adalah kebijakan ekonomi yang bertujuan mengarahkan ekonomi makro ke
kondisi yang diinginkan (yang lebih baik) dengan mengatur anggaran Pemerintah, terutama sisi
penenmaan dan pengeluaran. Alat utama kebijakan fiskal pemerintah adalah pajak dan subsidi. Jika
pemerintah menempuh kebijakan anggaran defisit (pengeluaran > Penerimaan) maka permintaan
agregat akan meningkat, sebab untuk menempuh kebijakan anggaran defisit. pemerintah harus
mengurangi pendapatannya dengan mengurangi pajak dan atau menambah pengeluaran. Keduanya
akan meningkatkan daya beli masyarakat, sehingga kurva AD bergeser ke kanan. Sebaliknya yang
terjadi, jika pemerintah menempuh kebijakan fiskal surplus.

2) Penawaran Agregat
Penjelasan tentang permintaan agregat mempermudah kita memahami penawaran agregat
(aggregate supply/AS), yang secara visual ditunjukkan dengan kurva AS.

Kebijakan pemerintah juga sangat berpengaruh terhadap penawaran agregat. Kebijakan moneter
ekspansif, misalnya dengan memberikan bantuan kredit, dapat meningkatkan penawaran agregat,
sehingga kurva AS bergeser ke kanan. Demikian halnya dengan kebijakan fiskal, seperti yang telah
dijelaskan di atas. Kebijakan fiskal ekspansif akan meningkatkan penawaran agregat, sehingga kurva
AS bergeser ke kanan.

3) Inflasi dan Keseimbangan Ekonomi


Secara grafis, keseimbangan ekonomi tercapai di titik E, pada saat kurva AD dan AS
berpotongan. Pada gambar tingkat output (PDB) adalah YO, tingkat harga umum adalah P0. Terjadinya
inflasi terlihat jika (dalam grafis) tingkat harga umum dalam keseimbangan baru menjadi lebih tinggi.

Dalam Gambar terlihat, misalnya, ketika P1 > PO. Perhatikan dengan seksama bahwa pada
tingkat P1 ada tiga kemungkinan titik keseimbangan, yaitu A, B dan C. Di titik A inflasi disertai
penurunan output (kontraksi ekonomi). Hal ini sering disebut sebagai resesi. Di titik B inflasi disertai
kemandekan output (pertumbuhan ekonomi 0%). Kondisi ini disebut stagflasi, kombinasi dari
keadaan kemandekan output (stagnasi) dan inflasi. Di titik C inflasi disertai pertumbuhan ekonomi,
umumnya terjadi pada saat ekonomi sedang membaik (ekspansi). Tiga gejala di atas menunjukkan
gejala inflasi berdasarkan faktor penyebabnya, yaitu inflasi tekanan permintaan (demandpull
inflation), inflasi dorongan biaya (cost-fush inflation) dan kombinasi keduanya.

4) Inflasi tekanan permintaan (demand-pull inflation)


Inflasi tekanan permintaan (demand-pull inflation) adalah inflasi yang terjadi karena
dominannya tekanan permintaan agregat. Tekanan permintaan digambarkan dengan bergesernya
kurva AD0 ke AD1. Tekanan pemiintaan menyebabkan output perekonomian bertambah, tetapi
disertai inflasi, dilihat dari makin tingginya tingkat harga umum. Dalam inflasi tekanan permintaan,
tidak selalu berarti penawaran agregat (AS) tidak bertambah. Yang pasti, kalaupun terjadi
pertambahan penawaran agregat, jumlahnya lebih kecil di banding peningkatan permintaan agregat.

5) Inflasi Tekanan Permintaan (Demand-Pull Inflation)


Inflasi biaya produksi (coast-push Inflation) terjadi karena kenaikan biaya produksi. Biasanya
menyebabkan penawaran agregat berkurang. Dalam gambar ditunujukan dengan bergesernya kurva
ASo ke AS1, naiknya biaya produksi disebabkan naiknya harga input pokok. Misalnya, kenaikan upah
minimum regional (UMR) dan BBM akan menyebabkan biaya produksi barang-barang output sektor
industri menjadi lebih mahal, yang mengurangi penawaran agregat. Jika yang berkurang adalah
penawaran agregat, inflasi akan disertai kontraksi ekonomi, sehingga jumlah output (PDB) menjadi
lebih kecil (Yl < YO).

6) Stagflasi
Stagflasi menerangkan kombinasi dari dua keadaan buruk, yaitu stagnasi dan inflasi. Stagnasi
adalah kondisi di mana tingkat pertumbuhan ekonomi sekitar nol persen per tahun. Jumlah output
relatif tidak bertambah. Sayangnya, kondisi ini disertai inflasi. Secara garis terlihat stagflasi akan
terjadi jika permintaan agregat (AD) bertambah, sedangkan penawaran agregat (AS) berkurang.

15. 3 BEBERAPA INDIKATOR INFLASI


Ada beberapa indikator ekonomi makro yang digunakan untuk mengetahui laju inflasi
selama satu periode tertentu. Tiga diantaranya akan dibahas dalam uraian berikut ini.

1. Indeks Harga konsumen (Consumer Price Index}


Indeks harga konsumen (IHK) adalah angka indeks yang menunjukkan tingkat harga barang dan
jasa yang harus dibeli konsumen dalam satu periode tertentu. Angka IHK diperoleh dengan
menghitung harga-harga barang dan jasa utama yang dikonsumsi masyarakat dalam satu periode
tertentu. Masing-masing harga barang dan jasa tersebut diberi bobot (weighted) berdasarkan
tingkat keutamaannya. Barang dan jasa yang dianggap paling penting diberi bobot yang paling
besar. Perhatikan Tabel berikut;
Tabel 15.1
Indeks Harga Konsumen (IHK) Gabungan 27 Kota Di Indonesia, 1994 - 1998 (April
1988 - Maret 1989 = 100)

Akhir Periode IHK Perubahan IHK(%)

1994 1963,17 9,60


1995 177,83 8,98
1996 1 89,62 6,83
1997 211,62 11,60
1998 375,89 77,63

Sumber: Diolah dari Statistik Ekonomi dan Keunggulan Keuangan Indonesia (Bank Indonesia)

Tabel 15.1 menyatakan bahwa titik awal penghitungan angka IHK adalah April 1988 Maret
1989, dengan angka 100. Jika angka IHK makin besar, maka telah terjadi Inflasi. Misalnya, angka IHK
akhir periode 1994 adalah 163,17 menunjukkan selama
1989-1994 telah terjadi inflasi. Angka perubahan IHK (kolom 3) adalah angka inflasi per tahun.
Misalnya, IHK 1995 adalah 177,83, angka perubahan IHK-nya 8.98%. Berarti selama periode 1994-
1995 telah terjadi inflasi sebesar 8.98%. Angka 8,9% diperoleh dengan menggunakan rumus
perhitungan di bawah ini.

Inflasi = IHK -IHK-1 X 100%

Inflasi1995 = IHKIHK-11995 -IHK1994  x 100%

= 177,83IHK-163,1701994 x 100%
163,17
= 8,98%

Dilihat dari cakupan komoditas yang dihitung, IHK kurang mencerminkan tingkat inflasi yang
sebenarnya. Tetapi IHK sangat berguna karena menggambarkan besarnya kenaikan biaya hidup bagi
konsumen, sebab IHK memasukakan komoditas-komoditas yang relevan (pokok) yang biasanya
dikonsumsi masyarakat.

2) Indeks Harga Perdagangan Besar (Wholesale Price Index)


Jika IHK melihat inflasi dari sisi konsumen, maka Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB)
melihat inflasi dari sisi produsen. Oleh karena itu IHPB sering juga disebut sebagai indeks harga
produsen (producer price index). IHPB menunjukkan tingkat harga yang diterima produsen pada
berbagai tingkat produksi.

Tabel 15.2
Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) 1995-1998 (1983=100)
Akhir Periode IHPB
Perubahan IHPB(%)
1995 240 11,62
1996 259 7,92
1997 282 8,88
1998 568 101,42
Prinsip menghitung inflasi berdasarkan data IHPB adalah sama dengan cara berdasarkan IHK:

IHPB-IHPB  x 100%
-1

Inflasi =

IHPB-1

Anda dapat mencobanya, lalu cocokan hasilnya dengan kolom 3, Tabel 15.2

3) Indeks Harga Implisit (GDP Deflator)


Walaupun sangat bermanfaat, IHK dan IHPB memberikan gambaran laju inflasi yang terbatas.
Sebab, dilihat dari metode penghitungannya, kedua indikator tersebut hanya melingkupi beberapa
puluh atau mungkin ratus jenis barang dan jasa, di beberapa puluh kota saja. Padahal dalam
kenyataan, jenis barang dan jasa yang diproduksi atau dikonsumsi dalam sebuah perekonomian
dapat mencapai ribuan, puluhan ribu bahkan mungkin ratusan ribu jenis. Kegiatan ekonomi juga
terjadi tidak hanya di beberapa kota saja. melainkan seluruh pelosok wilayah. Untuk mendapatkan
gambaran inflasi yang paling mewakili keadaan sebenarnya, ekonom menggunakan indeks harga
implisit (GDP deflator), di singkat IHI.

Angka deflator ini telah diperkenalkan dalam pembahasan Produk Domestik Bruto
berdasarkan harga berlaku dan konstan. Sama halnya dengan dua indikator sebelumnya,
penghitungan inflasi berdasarkan IHI dilakukan dengan menghitung rerubahan angka indeks.

IHH-IHH  x 100%
-1

Inflasi =

IHH-1

Tabel 15.3
Indeks Harga Inflasi (IHI) 1990-1996
(1990=100)

Akhir Periode IHI Perubahan IHI(%)


1990 100 9,05
1991 108,70 8,70
1992 116,7 7,36
1993 139 19,10
1994 149,9 7,84
1995 163,9 9,34
1996 177,8 8,48

4) Alternatif Dari Indeks Harga Implisit


Mungkin saja terjadi pada saat ingin menghitung inflasi dengan menggunakan IHI tidak dapat
dilakukan karena tidak memiliki data IHI. Hal ini bisa diatasi. Sebab prinsip dasar perhitungan inflasi
berdasarkan deflator PDB (GDP deflator) adalah membandingkan tingkat pertumbuhan ekonomi
nominal dengan pertumbuhan ekonomi riil. Selisih keduanya merupakan tingkat inflasi. Dengan kata
lain, pertumbuhan ekonomi nominal sama dengan pertumbuhan ekonomi riil ditambah dengan
tingkat inflasi, atau Inflasi = pertumbuhan nominal – pertumbuhan riil.

15. 4 BIAYA SOSIAL DARI INFLASI

Harus diakui, sampai tingkat tertentu, inflasi dibutuhkan untuk memicu pertumbuhan
penawaran agregat. Sebab kenaikan harga akan memacu produsen untuk meningkatkan outputnya.
Kendatipun belum dapat dibuktikan secara matematis, umumnya ekonom sepakat bahwa inflasi
yang aman adalah sekitar 5% per tahun. Jika terpaksa maksimal 10% per tahun. Bagaimana jika
inflasi melebihi angka 10%? Umumnya sudah mulai sangat mengganggu stabilitas ekonomi. Apalagi
bila yang terjadi adalah hiperinflasi (hyper-inflation), yaitu inflasi yang > 100% per tahun. Ada
beberapa masalah sosial (biaya sosial) yang muncul dari inflasi yang tinggi (> 10% per tahun). yang
akan dibahas dalam bagian ini adalah:

1. Menurunkan tingkat kesejahteraan rakyat 2.


Menurunnya distribusi pendapatan,

3. Terganggunya stabilitas ekonomi.

1) Menurunnya tingkat kesejahteraan rakyat


Tingkat kesejahteraan masyarakat, sederhananya diukur dengan tingkat daya beli pendapatan
yang diperoleh. Inflasi menyebabkan daya beli pendapatan makin rendah, khususnya bagi
masyarakat yang berpenghasilan kecil dan tetap (kecil). Misalnya, Pak Suhardi adalah Pegawai
Negeri Sipil (PNS) golongan rendah dengan penghasilan Rp

300.000,00 per bulan. Tahun lalu harga beras Rp 1.500,00 per kilogram. Karena itu gaji Pak Suhardi
tahun lalu setara dengan 200 kilogram per bulan. Jika terjadi inflasi 20% per tahun, maka tahun ini
gaji sebulan Pak Suhardi setara dengan 166 kilogram beras. Kesejahteraan Pak Suhardi menurun.
Jika terjadi inflasi tetap 20% per tahun, maka dalam tempo 3.5 tahun. kesejahteraan Pak Suhardi
tinggal separonya. Makin tinggi tingkat inflasi, makin cepat penurunan tingkat kesejahteraan.

2) Makin Buruknya Distribusi Pendapatan


Dampak buruk inflasi terhadap tingkat kesejahteraan dapat dihindari jika pertumbuhan
tingkat pendapatan lebih tinggi dari tingkat inflasi. Jika inflasi 20% per tahun, pertumbuhan tingkat
pendapatan harus lebih besar dari 20% per tahun. Persoalannya adalah jika inflasi mencapai angka
20% per tahun, dalam masyarakat hanya segelintir orang yang mempunyai kemampuan
meningkatkan > 20% per tahun. Akibatnya, ada sekelompok masyarakat yang mampu
meningkatkan pendapatan riel (pertumbuhan pendapatan nominal dikurangi laju inflasi > 0% per
tahun). Tetapi sebagian besar masyarakat mengalami penurunan pendapatan riel. Distribusi
pendapatan, dilihat dari pendapatan riil, makin memburuk.

3) Terganggunya Stabilitas Ekonomi


Pengertian yang paling sederhana dari stabilitas ekonomi adalah sangat kecilnya tindakan
spekulasi dalam perekonomian. Produsen berproduksi pada kapasitas penuh (optimal). Konsumen
juga memakai barang dan jasa optimal dengan kebutuhan mereka. Kondisi nyaman ini mulai
terganggu bila inflasi yang relatif tinggi telah menjadi kronis.
Inflasi mengganggu stabilitas ekonomi dengan merusak perkiraan tentang masa depan
(ekspektasi) para pelaku ekonomi. Inflasi yang kronis menumbuhkan perkiraan bahwa harga-harga
barang dan jasa akan terus naik. Bagi konsumen perkiraan ini mendorong pembelian barang dan
jasa lebih banyak dari yang seharusnya/biasanya. Tujuannya untuk lebih menghemat
pengeluaran konsumsi. Akibatnya, permintaan barang dan jasa justru dapat meningkat.
Bagi produsen perkiraan akan naiknya harga barang dan jasa mendorong mereka menunda
penjualan, untuk mendapat keuntungan yang lebih besar. Penawaran barang dan jasa berkurang.
Akibatnya, kelebihan permintaan membesar dan mempercepat laju inflasi. Tentu saja, kondisi
ekonomi akan menjadi semakin buruk.
tiga cara untuk menggolongkan inflasi dan yang dipilih tergantung pada tujuan seperti diuraikan
berikut ini.

a. Didasarkan atas “parah” tidaknya inflasi tersebut.


Di sini, inflasi atas dasar kadar keparahan dibedakan menjadi beberapa macam inflasi sebagai
berikut.
1. Inflasi Ringan (Creeping Inflation), yaitu inflasi yang mudah untuk dikendalikan dan belum
begitu menganggu perekonomian suatu negara. Terjadi kenaikan harga barang/jasa secara
umum, yaitu di bawah 10% per tahun dan dapat dikendalikan.
2. Inflasi Sedang (Galloping Inflation), yaitu inflasi yang dapat menurunkan tingkat
kesejahteraan masyarakat berpenghasilan tetap, namun belum membahayakan aktivitas
perekonomian suatu negara. Inflasi ini berada di kisaran 10% – 30% per tahun.
3. Inflasi Berat (High Inflation), yaitu inflasi yang mengakibatkan kekacauan perekonomian di
suatu negara. Pada kondisi ini umumnya masyarakat lebih memilih menyimpan barang dan
tidak mau menabung karena bunganya jauh lebih rendah ketimbang nilai inflasi. Inflasi ini
berada di kisaran 30% – 100% per tahun.
4. Inflasi Sangat Berat (Hyperinflation), yaitu inflasi yang telah mengacaukan perekonomian
suatu negara dan sangat sulit untuk dikendalikan meskipun dilakukan kebijakan moneter
dan fiskal. Inflasi ini berada di kisaran 100% ke atas per tahun.

b. Berdasarkan penyebab awal terjadinya inflasi.


Penyebab awal terjadinya inflasi dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Demand inflation, yaitu inflasi yang terjadi karena permintaan akan barang/ jasa lebih tinggi
dari yang bisa dipenuhi oleh produsen.
2. Cost inflation, yaitu inflasi yang terjadi karena terjadi kenaikan biaya produksi sehingga
harga penawaran barang naik.
Gambar 10.1

Gambar berikut ini menggarisbawahi perbedaan kedua macam inflasi ini. Gambar 10.1
menunjukkan suatu demand inflation. Karena permintaan masyarakat akan barangbarang
(aggregate demand) bertambah (misalnya, karena bertambahnya pengeluaran pemerintah yang
dibiayai dengan pencetakan uang, atau karena kenaikan permintaan luar negeri akan barang-
barang ekspor, dan karena bertambahnya pengeluaran investasi swasta akibat kredit murah),
maka kurva aggregate demand bergeser dari D1 ke D2. Akibatnya tingkat harga umum naik dari
H1 ke H2.

Pada gambar 10.1 kita lihat bahwa bila biaya produksi naik (misalnya, karena kenaikan harga
sarana produksi yang didatangkan dari luar negeri, atau kenaikan harga bahan bakar minyak),
maka kurva penawaran masyarakat (aggregate supply) bergeser dari S1 ke S2. Akibat dari kedua
macam inflasi tersebut, dari segi kenaikan harga output, tidak berbeda, tetapi dari segi volume
output (GDP riil) ada perbedaan. Dalam kasus demand inflation, biasanya ada kecenderungan
untuk output (GDP riil) menaik bersama-sama dengan kenaikan harga umum. Besar kecilnya
kenaikan output ini tergantung kepada elastisitas kurva aggregate supply ; semakin mendekati
output maksimum semakin tidak elastis kurva ini. Sebaliknya, dalam kasus cost inflation,
kenaikan harga-harga barang pada umumnya dibarengi dengan penurunan omzet penjualan
barang, akibat dari “kelesuan usaha”.

Perbedaan yang lain dari kedua proses inflasi ini terletak pada urutan dari kenaikan harga.
Dalam demand inflation kenaikan harga barang akhir (output) mendahului kenaikan harga
barang-barang input dan harga-harga faktor produksi (upah dan sebagainya). Sebaliknya, dalam
cost inflation kita melihat kenaikan harga barangbarang input dan harga-harga faktor produksi
mendahului kenaikan harga barangbarang akhir (output).

Kedua macam inflasi ini jarang sekali dijumpai dalam praktek atau dalam bentuknya yang murni.
Pada umumnya, inflasi yang terjadi adalah kombinasi dari kedua macam inflasi tersebut, dan
seringkali keduanya saling memperkuat satu sama lain.

c. Berdasarkan Asal Terjadinya Inflasi.


Penggolongan ketiga adalah berdasarkan asal dari inflasi, yaitu:
1). Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation)
2). Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation)

Inflasi yang berasal dari dalam negeri timbul karena terjadi defisit anggaran belanja yang dibiayai
oleh pemerintah dengan pencetakan uang baru, karena panenan gagal dan akibat-akibat lain
sebagainya.

Inflasi yang berasal dari luar negeri adalah inflasi yang timbul karena kenaikan harga-harga (yaitu,
inflasi) di luar negeri atau di negara-negara langganan berdagang kita. Kenaikan harga barang-barang
yang kita impor mengakibatkan:

(1) secara langsung kenaikan indeks biaya hidup karena sebagian dari barang-barang yang
tercakup di dalamnya berasal dari impor,
(2) secara tidak langsung menaikkan indeks harga melalui kenaikan biaya produksi (dan
kemudian, harga jual) dari berbagai barang yang menggunakan bahan mentah atau mesin-
mesin impor (cost inflation),
(3) secara tidak langsung menimbulkan kenaikan harga di dalam negeri karena kemungkinan
(tetapi ini tidak demikian) kenaikan harga barang-barang impor mengakibatkan kenaikan
pengeluaran pemerintah/swasta yang berusaha megimbangi kenaikan harga impor tersebut
(demand inflation).

Anda mungkin juga menyukai