Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembukuan / pencatatan pajak di pergunakan sebagai dasar penghitungan


pajak terutang pada suatu tahun pajak. Selain itu, informasi yang benar dan
lengkap penghasilan Wajib Pajak sangat penting untuk dapat mengenakan pajak
yang adil dan wajar senilai dengan kemampuan ekonomis Wajib Pajak. Untuk
dapat  menyajikan informasi  yang di maksud, Wajib Pajak harus
menyelengarakan pembukuan. Dimana dengan pembukuan tersebut Wajib Pajak
dapat mengetahui sendiri berapa besanya pajak terutang, menyetor dan melapor
pajak.
Laporan keuangan yang disusun perusahaan biasanya harus disesuaikan
dengan peraturan fiskal ketika laporan keuangan tersebut sebagai dasar pada SPT
PPh yang disampaikan ke kantor pajak. Hal ini disebabkan laporan keuangan
perusahaan mengacu pada standar akuntansi komersial. Untuk memenuhi
kebutuhan pelaporan pajak maka perusahaan melakukan penyesuaian fiskal
(koreksi fiskal). Dengan adanya perbedaan antara laba (rugi) menurut perhitungan
akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal, maka sebelum menghitung Pajak
Penghasilan yang terutang, terlebih dahulu laba/rugi komersial tersebut harus
dilakukan koreksi-koreksi fiskal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2000.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pembukuan pajak ?
2. Apa yang dimaksud dengan pencatatan pajak ?
3. Apa tujuan penyelenggaraan pembukuan dan pencatatan pajak ?
4. Bagaimana tempat penyimpanan buku/catatan/dokumen ?
5. Bagaimana penyelenggaraan pembukuan dalam bahasa asing dan mata uang
selain rupiah ?
6. Bagaimana bentuk dan tata cara pencatatan bagi Wajib Pajak orang pribadi ?

1.3 Tujuan Penulisan


Maksud dan tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk melaksanakan dan
memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan I. Selain itu, tujuan dan manfaat dari
penyusunan makalah ini adalah untuk menambah wawasan dan memberikan
pemahaman secara singkat bagi para pembaca tentang Pembukuan/Pencatatan
Pajak.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pembukuan
Pengertian pembukuan adalah proses pencatatan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi tentang:
1. keadaan harta;
2. kewajiban atau utang;
3. modal;
4. penghasilan dan biaya; dan
5. harga perolehan dan penyerahan barang/jasa yang;
a. terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN);
b. tidak terutang PPN;
c. dikenakan PPN dengan tarif 0%; dan
d. dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Pembukuan ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan


perhitungan laba rugi pada setiap akhir tahun pajak.

Pembukuan wajib diselenggarakan oleh:

1. Wajib Pajak badan;


2. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan/pekerjaan bebas
(dengan peredaran bruto di atas 600 juta rupiah setahun).

2.2 Pencatatan
Pengertian pencatatan adalah pengumpulan data secara teratur tentang
peredaran bruto dan/atau penerimaan penghasilan sebagai dasar untuk menghitung
jumlah pajak yang terutang.
Pencatatan dapat dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang
diperkenankan menggunakan norma perhitungan penghasilan neto, yaitu Wajib

3
Pajak orang pribadi yang peredaran brutonya di bawah enam ratus juta rupiah
setahun.
Syarat-syarat penyelenggaraan pembukuan/pencatatan adalah sebagai berikut.
1. Diselenggarakan dengan memerhatikan iktikad baik dan mencerminkan
keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
2. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan yang dikerjakan
secara teratur tentang catatan mengenai harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat
dihitung besarnya pajak yang terutang.
3. Pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang
peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar
untuk menghitung pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan
objek pajak dan/atau yang dikenakan pajak yang bersifat final.
4. Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka
Arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau
dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
5. Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau
pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari
pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi
online Wajib Pajak harus disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di
Indonesia.

Pengecualian Pembukuan dan Pencatatan

Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan


pembukuan dan melakukan pencatatan adalah Wajib Pajak orang pribadi yang
tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.

Tujuan Penyelenggaraan Pembukuan dan Pencatatan

Tujuan Pembukuan adalah untuk mempermudah:

1. pengisian SPT;
2. penghitungan Penghasilan Kena Pajak;
3. penghitungan PPN dan PPnBM; dan

4
4. mengetahui posisi keuangan dan hasil kegiatan usaha/pekerjaan bebas.

Tujuan Pencatatan adalah untuk mempermudah:

1. pengisian SPT;
2. penghitungan Penghasilan Kena Pajak; dan
3. penghitungan PPN dan PPnBM.

Tempat Penyimpanan Buku/Catatan/Dokumen

Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau


pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan
yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi online Wajib Pajak
harus disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia dengan ketentuan:

1. Wajib Pajak orang pribadi, di tempat kegiatan atau tempat tinggal; dan
2. Wajib Pajak badan, di tempat kedudukan.

Perubahan Tahun Buku dan Metode Pembukuan

Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel


akrual atau stelsel kas. Perubahan tahun buku dan perubahan metode pembukuan
harus mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak.

Penyelenggaraan Pembukuan dalam Bahasa Asing dan Mata Uang Selain


Rupiah

Wajib Pajak yang dapat menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa asing dan
mata uang selain rupiah adalah sebagai berikut.

1. Wajib Pajak dalam rangka Penanaman Modal Asing, yaitu Wajib Pajak
yang beroperasi berdasarkan ketentuan undang-undang yang mengatur
mengenai Penanaman Modal Asing.
2. Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya, yaitu Wajib Pajak yang
beroperasi berdasarkan kontrak dengan pemerintah Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai
pertambangan.

5
3. Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Bagi Hasil, yaitu Wajib Pajak yang
beroperasi berdasarkan undang-undang yang mengatur mengenai
pertambangan minyak dan gas bumi.
4. Bentuk usaha tetap, yaitu bentuk usaha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat 5 Undang-Undang Pajak Penghasilan, atau menurut Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang terkait.
5. Wajib Pajak yang berafiliasi dengan perusahaan induk di luar negeri, yaitu
perusahaan anak (subsidiary company) yang memiliki dan/atau dikuasai
oleh perusahaan induk (parent company) di luar negeri dalam hubungan
istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat 4 huruf a dan b
Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Kerahasiaan Pembukuan

Pembukuan yang diselenggarakan oleh Wajib Pajak bersifat rahasia. Pada


saat dilakukan pemeriksaan oleh pihak Pemeriksa Pajak, maka
kerahasiaan/kewajiban untuk merahasiakan pembukuan itu ditiadakan/gugur.

Sanksi Pidana

Tetap mengacu pada Pasal 39 Undang-Undang KUP, barang siapa dengan


sengaja:

1. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau


dipalsukan seolah-olah benar;
2. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperhatikan
atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya; dan
3. tidak menyimpan buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan
data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program
aplikasi online di Indonesia.

Jadi, dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana


penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda
paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar

6
dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
bayar.

Permohonan penyelenggaraan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata


uang Amerika Serikat adalah sebagai berikut.

1. Penyelenggaraan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang dolar


Amerika Serikat oleh Wajib Pajak harus terlebih dahulu mendapat izin
tertulis dari Menteri Keuangan, kecuali bagi Wajib Pajak dalam rangka
Kontrak Karya atau Kontrak Bagi Hasil.
2. Izin tertulis dapat diperoleh Wajib Pajak dengan mengajukan surat
permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak, paling lambat 3 (tiga) bulan
sebelum tahun buku yang diselenggarakan dalam bahasa Inggris dan mata
uang dolar Amerika tersebut dimulai, atau 3 (tiga) bulan sejak tanggal
pendirian bagi Wajib Pajak baru.
3. Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan memberikan
keputusan atas permohonan izin penyelenggaraan pembukuan dalam bahasa
Inggris dan mata uang dolar Amerika Serikat.
4. Keputusan Menteri Keuangan atas permohonan sebagaimana dimaksud
dalam ayat 2 diterbitkan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya
permohonan dari Wajib Pajak.
5. Apabila jangka waktu 30 (tiga puluh) hari telah lewat Menteri Keuangan
tidak memberi suatu keputusan maka permohonan tersebut dianggap
diterima.

Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya atau Kontrak Bagi Hasil yang
akan menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan
mata uang dolar Amerika Serikat wajib menyampaikan pemberitahuan secara
tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar paling lambat 1
(satu) bulan sebelum tahun buku yang diselenggarakan dalam bahasa Inggris dan
mata uang dolar Amerika Serikat tersebut dimulai.

7
Bagi Wajib Pajak yang diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan
dalam Bahasa Inggris dan mata uang dolar Amerika Serikat, berlaku kententuan
konversi ke mata uang dolar Amerika Serikat sebagai berikut.

1. Pada awal tahun buku: penyelenggaraan pembukuan dalam mata uang dolar
Amerika Serikat untuk pertama kali dilakukan dengan bertitik tolak dari
neraca akhir tahun buku sebelumnya (dalam mata uang rupiah) yang
dikonversikan ke mata uang dolar Amerika Serikat dengan menggunakan
kurs:
a. Untuk harga perolehan harta berwujud dan/atau harta tidak berwujud
yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun menggunakan kurs
yang sebenarnya berlaku pada saat perolehan harta tersebut.
b. Untuk akumulasi penyusutan dan/atau amortisasi harta sebagaimana
dimaksud dalam huruf a menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku
pada saat perolehan harta tersebut.
c. Untuk harta lainnya dan kewajiban menggunakan kurs yang sebenarnya
berlaku pada akhir tahun buku sebelumnya, berdasarkan sistem
pembukuan yang dianut di mana dilakukan secara taat asas.
d. Apabila terjadi revaluasi aset tetap, di samping menggunakan nilai
historis, atas nilai selisih lebih dikonversi ke dalam mata uang dolar
Amerika Serikat dengan menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku
pada saat dilakukannya revaluasi.
e. Untuk saldo laba atau sisa kerugian dalam mata uang rupiah dari tahun-
tahun sebelumnya, dikonversi ke dalam mata uang dolar Amerika
Serikat dengan menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir
tahun buku sebelumnya, berdasarkan sistem pembukuan yang dianut di
mana dilakukan secara taat asas.
f. Untuk modal saham dan ekuitas lainnya menggunakan kurs yang
sebenarnya berlaku pada saat terjadinya transaksi.
g. Jika terdapat selisih laba atau rugi sebagai akibat konversi dari mata
uang rupiah ke mata uang dolar Amerika Serikat sebagaimana dimaksud
dalam huruf a sampai huruf e maka selisih laba atau rugi tersebut
dibebankan pada rekening saldo laba.

8
2. Dalam tahun berjalan sebagai berikut.
a. Untuk transaksi yang dilakukan dengan mata uang dolar Amerika
Serikat, pembukuannya dicatat sesuai dengan dokumen transaksi yang
bersangkutan.
b. Untuk transaksi, baik dalam negeri maupun luar negeri, yang
menggunakan mata uang selain dolar Amerika Serikat, dikonversikan ke
mata uang dolar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs yang
sebenarnya berlaku pada saat terjadinya transaksi, yaitu:
1) Apabila dari dokumen transaksi diketahui kurs yang berlaku maka
kurs yang dipakai adalah kurs yang diketahui dari transaksi tersebut;
dan
2) Apabila dari dokumen transaksi tidak diketahui kurs yang berlaku
maka kurs yang dipakai adalah kurs yang sebenarnya berlaku,
berdasarkan sistem pembukuan yang dianut di mana dilakukan
secara taat asas.

Pembayaran Pajak Penghasilan

Hal-hal yang berkaitan dengan pembayaran Pajak Penghasilan adalah sebagai


berikut.

1. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 Undang-Undang Pajak Penghasilan


untuk tahun pajak pertama penyelenggaraan pembukuan dalam bahasa
Inggris dan mata uang dolar Amerika Serikat adalah sebesar Pajak
Penghasilan Pasal 25 dalam mata uang rupiah yang dikonversikan dengan
menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan
yang berlaku pada akhir tahun buku sebelum dimulainya pembukuan dalam
bahasa Inggris dan mata uang dolar Amerika Serikat.
2. Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 dan 29 serta Pajak Penghasilan
Final yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak yang diizinkan untuk
menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang dolar
Amerika Serikat dapat dilakukan dalam mata uang rupiah.
3. Jika pembayaran pajak dilakukan dalam mata uang rupiah, Wajib Pajak
harus mengkonversikan pembayaran dalam mata uang rupiah tersebut ke

9
mata uang dolar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs yang
ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada tanggal
pembayaran.

Penyampaian SPT

Hal-hal yang berkaitan dengan penyampaian SPT adalah sebagai berikut.

1. Wajib Pajak yang diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam


bahasa Inggris dan mata uang dolar Amerika Serikat, wajib menyampaikan
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan badan beserta lampirannya
dalam bahasa Indonesia, kecuali lampiran berupa laporan keuangan, dan
dalam mata uang dolar Amerika Serikat.
2. Dalam penerapan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-
Undang Pajak Penghasilan, lapisan Penghasilan Kena Pajak dikonversi ke
dalam mata uang dolar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs yang
ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada akhir
tahun pajak yang bersangkutan.
3. Jika terdapat bukti pembayaran atau pemotongan/pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 dan 23 dalam mata uang rupiah yang akan dikreditkan
dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan badan, harus
dikonversi ke dalam mata uang dolar Amerika Serikat dengan menggunakan
kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku
pada tanggal pembayaran atau pemotongan/pemungutan pajak tersebut.

Sanksi

1. Apabila Wajib Pajak yang ternyata:

a. Tidak mengajukan permohohan untuk menyelenggarakan pembukuan


dalam bahasa Inggris dan mata uang dolar Amerika Serikat, atau
permohonan ditolak, atau tidak menyampaikan pemberitahuan secara
tertulis ke Kanntor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, tetapi
tetap menyelenggarakan pembukuan dalam Bahasa Inggris dan mata uang
dollar Amerika Serikat.

10
b. Telah diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa
Inggris dan mata uang dollar Amerika Serikat atau telah memberitahukan
ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, tetapi
pembukuannya tetap diselenggarakan dalam bahasa Indonesia atau mata
uang rupiah; makai zin untuk menyelenggarakan pembukuan dalam
bahasa Inggris dan mata uang dollar Amerika Serikat dicabut dan Wajib
Pajak tidak boleh lagi mengajukan permohonan untuk menyelenggarakan
pembukuan dalam Bahasa Inggris dan mata uang dollar Amerika Serikat.

2. Perlakuan di atas tidak dikenakan apabila Wajib Pajak memberitahukan secara


tertulis mengenai pembatalan unntu menyelenggarakan pembukuan dalam
bahasa Inggris dan mata uang dollar Amerika Serikat dalam batas waktu 3
(tiga) bulan setelah tahun buku berjalan sebagaimana dimaksud dalam
Keputusan Persetujuan Menteri Keuangan.

Lain-Lain

1. Sisa kerugian fiscal dalam mata uang rupiah dari tahun-tahun sebelumnya
yang dapat dikompensasikan ke tahun pajak dimulainya pembukuan dalam
bahasa Inggris dan mata uang dollar Amerika Serikat, dikonversi kedalam
mata uang dollar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs yang
ditetakan dalam Keputusan Mentri Keungan yang berlaku pada akhir
tahun buku pada saat kerugian fiskal tersebut terjadi.
2. Wajib Pajak yang telah memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan
dalam bahasa Inggris dan mata uang dollar Amerika Serikat sebelum 1
Januari 2001, tidak perlu mengajukan permohonan baru dan izin tersebut
tetap berlaku.
3. Bagi Wajib Pajak yang telah mengajukan permohonan untuk memperoleh
izin menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang
dollar Amerika Serikat sebelum 1 Januari 2001, maka terhadap pemberian
izin tersebut berlaku Keputusan Menteri Keuangan ini.

11
Bentuk dan Tata Cara Pencatatan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Wajib Pajak yang boleh menyelenggarakan pencatatan wajib dilakukan oleh:

1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas yang diperolehkan menghitung penghasilan Neto berdasarkan pasal
14 ayat 2 Undang-Undang Pajak Penghassilan.
2. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas.

Syarat-Syarat Pencatatan

Syarat-syarat pencatatan antara lain sebagai berikut.

1. Pencatatan harus dibuat secara lengkap dan benar, serta didukung dengan
dokumen yang dijadikan dasar penghitungan peredaran penerimaan bruto
dan/atau penghasilan bruto, serta penghasilan yang bukan objek pajak
dan/atau penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final.
2. Pencatatan dalam suatu tahun pajak meliputi jangka waktu 12 (dua belas)
bulan, mulai tanggal 1 Januari sampai 31 Desember.
3. Pencatatan dan dokumen yang menjadi dasar pencatatan harus disimpan di
tempat tinggal Wajib Pajak atau tempat kegiatan usaha dilakukan selama
10 (sepuluh) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya
masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak.
4. Pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang
peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar
untuk menghitung pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan
objek pajak dan/atau yang dikenakan pajak yang bersifat final.
5. Pencatatan sebagaimana harus dapat menggambarkan jumlah peredaran
atau penerimaan bruto dan/atau jumlah penghasilan bruto, serta
penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang dikenakan
pajak yang bersifat final sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang
terutang.
6. Bagi Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan/atau
tempat usaha, pencatatan harus dapat menggambarkan secara jelas jumlah

12
peredaran ataupenerimaan bruto dari masing-masing jenis usaha dan/atau
tempat usaha yang bersangkutan.

Tata Cara Pencatatan

Tata cara pencatatan sebagai berikut.

1. Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
harus mencatat peredaran atau penerimaan bruto, dan penghasilan yang
bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang dikenakan pajak yang
bersifat final, dengan bentuk dan tata cara sebagaimana yang ditetapkan
dalam Keputusan Derektur Jendral Pajak.
2. Wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan harus mencatat peredaran atau penerimaan bruto, dan
penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang dikenakan
pajak yang bersifat final, dengan bentuk dan tata cara sebagaimana yang
ditetapkan dalam Keputusan Derektur Jendral Pajak.

2.3 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013

Dasar hukum dari dikeluarkannya PP 46 Tahun 2013 adalah;

1. Pasal 5 ayat 2 huruf E Undang-Undang Pajak Penghasilan: Dengan


mengeluarkan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan cara menghitung
Pajak Penghasilan yang lebih sederhana dibandingkan dengan
menggunakan Undang-Undang Pajak Penghasilan secara umum.
Penyederhanaannya adalah wajib pajak hanya menghitung dan membayar
pajak berdasarkan peredaran bruto (omzet).
2. Pasal 17 ayat 7 UU PPh: Pada intinya penerbitan PP 46 Tahun 2013
ditunjukan terutama untuk kesederhanaan dan pemerataan dalam
melaksanakan kewajiban perpajakan.

Pokok-Pokok Ketentuan PP 46 Tahun 2013

Berikut poin-poin yang dikenai sebagai objek pajak berdasarkan PP 46 Tahun


2013:

13
1. Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dengan
peredaran bruto (omzet) yang tidak melebihi Rp 4.800.000.000 dalam satu
tahun pajak.
2. Peredaran bruto (omzet) merupakan jumlah peredaran bruto (omzet)
semua gerai/counter/outlet atau sejenisnya, baik pusat maupun cabangnya.
3. Tarif pajak yang terutang dan yang harus dibayar adalah 1 persen dari
jumlah peredaran bruto (omzet).
4. Usaha dapat meliputi usaha dagang dan jasa, seperti took/kios/los
kelontong, pakaian, elektronik, bengkel, penjahit, warung/rumah makan,
dan usaha lainnya. Hal-hal yang dikecualikan atau tidak dikenai.

Berikut poin-poin yang dikecualikan sebagai objek pajak berdasarkan PP 46


Tahun 2013;

1. Penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, misalnya


dokter, advokat/pengacara, akuntan, notaris, PPAT, arsitek, pemain
music, pembawa acara, dan sebagaimana dalam penjelasan Pasal 2 ayat 2
PP 46 Tahun 2013.
2. Penghasilan dari usaha dagang dan jasa yang dikenai PPh Final (Pasal 4
ayat 2), misalnya sewa kamar kos, sewa rumah, jasa kontruksi
(perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan), PPh usaha migas, dan lain
sebagainya yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Subjek pajak PP 46 Tahun 2013 adalah;

a. Orang pribadi
b. Badan, tidak termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT), yang menerima
penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto (omzet) yang tiidak
melebihi Rp 4.800.000.000 dalam 1 (satu) tahun pajak. Tahun pajak disini
adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender, kecuali Wajib Pajak
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.

Berikut pengecualian wajib pajak atau tidak dikanai pajak berdasarkan PP 46


Tahun 2013;

14
1. orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan
dan/atau jasa yang menggunakan sarana yang dapat dibongkar
pasang dan menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk
kepentingan umum. Misalnya, pedagang keliling, pedagang
asongan, warung tenda diarea kaki lima, dan sejenisnya.
2. Badan yang belum beroperasi secara komersial atau yang dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun setlah beroperasi secara komersial
memperoleh peredaran bruto melebihi Rp 4.800.000.000.
3. Orang pribadi atau Badan yang dimaksud diatas meskipun tidak
dikenai PP 46 Tahun 2013 wajib melaksanakan ketentuan
perpajakan sesai dengan UU KUP maupun UU PPh secara umum.

15
2.4 Contoh Kasus

Vincent Beberkan Kasus Pajak Asian Agri


"Tujuannya Adalah Melakukan Pembukuan Fiktif."
Kamis, 28 April 2011, 16:53 WIB
Arry Anggadha, Desy Afrianti

VIVAnews - Terpidana pencucian uang PT Asian Agri Group (AAG), Vincentius


Amin Susanto, menjadi saksi dalam kasus penggelapan pajak dengan terdakwa
Manajer Pajak Asian Agri, Suwir Laut. Dalam kesaksiannya, Vincent
mengatakan, setiap tahunnya, Asian Agri selalu melaksanakan pertemuan
perencanaan untuk menghemat pembayaran pajak yang harus dibayarkan.
"Saya tidak mengetahui angka detilnya, tapi berdasarkan target pertemuan, jumlah
yang dihemat 70 juta dolar per tahun," kata Vincent di Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat, Kamis 28 April 2011.
Menurut Vincent, salah satu jalan untuk melakukan penghematan yaitu dengan
pembukuan fiktif. Vincent mencontohkan, salah satunya dengan cara
memasukkan biaya pemotongan rumput sebagai biaya pokok produksi
perusahaan.
"Biaya lapangan menjadi biaya produksi. Biaya pemotongan rumput dan lain-lain
dimasukan ke harga pokok. Tujuannya adalah melakukan pembukuan fiktif,"
terang Vincent.
Manipulasi juga dilakukan dengan cara membuat laporan keuangan selalu terlihat
kurang mendapatkan untung. "Tiap kali selalu rugi. Kepala Marketing kok tidak
dipecat. Kerugiannya sampai pada puluhan juta dollar. Ini karena sebenarnya
untung," jelasnya.
Suwir Laut didakwa telah membuat laporan yang keliru tentang SPT perusahaan
sehingga menimbulkan potensi kerugian negara dari penerimaan pajak senilai Rp
1,259 triliun.
Suwir Laut terancam hukuman enam tahun penjara karena kejahatan berlanjut
yang dilakukannya. Dalam dakwaan jaksa, Suwir dikatakan turut menyuruh
melakukan, turut melakukan, menganjurkan melakukan dan membantu melakukan
penggelapan pajak di beberapa perusahaan.

16
Suwir disebut merekayasa harga jual yang mengakibatkan keuntungan perusahaan
menjadi lebih kecil dari yang sebenarnya. Adanya rekayasa ini, diperkuat dengan
adanya pertemuan tertanggal 4,5 Agustus, 2 September, 18, 19 September 2002
antara Suwir Laut, Vincentius Amin Sutanto dan teman- temannya. Pertemuan
tersebut dengan agenda tax planning meeting membahas pengecilan jumlah pajak
perusahaan tersebut.
Selain itu dilakukan pula pembiayaan fiktif dengan menciptakan kerugian. Cara
ini dilakukan dengan cara perusahaan yang bernaung di bawah AAG, seolah
membuat kontrak ekspor penjualan minyak kelapa sawit mentah ke perusahaan di
Hongkong yang penyerahan barangnya dilakukan beberapa waktu kemudian.
Namun, sebelum jatuh tempo penyerahan barang dilakukan, perusahaan yang
tergabung dalam AAG melakukan pembelian kembali oleh dengan harga yang
lebih tinggi. Perbuatan Suwir laut tersebut melanggar Pasal 39  ayat 1 huruf C
junto pasal 43 ayat 1 UU No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan dan Pasal 38 huruf b junto pasal 43 ayat 1 UU No. 6 tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Suwir Laut didakwa dengan dakwaan primair Pasal 39 Ayat (1) huruf C UU
Nomor 16 Tahun 2000 tentang tata cara prosedur pembayaran pajak, ancamannya
enam tahun penjara dan denda empat kali kerugian pajak. (eh)

Analisis Kasus :
Terpidana pencucian uang PT Asian Agri Group (AAG), Vincentius Amin
Susanto, menjadi saksi dalam kasus penggelapan pajak dengan terdakwa Manajer
Pajak Asian Agri, Suwir Laut. Sesuai persidangan yang telah dilaksanakan
terungkap pengakuan bahwa PT Asian Agri Group (AAG), bahwa setiap tahunnya
selalu melaksanakan pertemuan perencanaan untuk menghemat pembayaran pajak
yang harus dibayarkan. Sesuai dengan pertemuan yang telah dilakukan Asian Agri
berusaha mengehemat pembayaran hamper 70 juta dolar per tahun.
Salah satu jalan untuk melakukan penghematan yaitu dengan pembukuan
fiktif. Cara pengehematan pembayaran pajak salah satunya dengan cara
memasukkan biaya pemotongan rumput sebagai biaya pokok produksi
perusahaan. Kemudian biaya lapangan menjadi biaya produksi. Biaya

17
pemotongan rumput dan lain-lain dimasukan ke harga pokok. Tujuannya adalah
melakukan pembukuan fiktif.
Manipulasi juga dilakukan dengan cara membuat laporan keuangan selalu
terlihat kurang mendapatkan untung. Sehingga pajak yang dibayarkan akan
semakin sedikit. Suwir Laut didakwa telah membuat laporan yang keliru tentang
SPT perusahaan sehingga menimbulkan potensi kerugian negara dari penerimaan
pajak senilai Rp 1,259 triliun.

18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Setiap akhir tahun, ada kegiatan yang menarik untuk diperhatikan pada
perusahaan- perusahaan khususnya perusahaan yang mempunyai kesadaran akan
pentingnya pembukuan dan pencatatan pajak. Pembukuan yaitu suatu proses
pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi
keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta
jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan
menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode
tahun pajak tersebut. Pencatatan yaitu pengumpulan data secara teratur tentang
peredaran bruto dan atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung
jumlah pajak yang terutang termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan
atau yang dikenakan pajak yang bersifat final.

3.2 Saran
Makalah ini diharapkan dapat menjadi bahan maupun referensi pengetahuan
dalam mata kuliah Perpajakan I yang membahas tentang Pembukuan/Pencatatan.
Namun, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan, karena melihat
masih banyak hal-hal yang belum bisa dikaji lebih mendalam pada makalah ini.

19
DAFTAR PUSTAKA

Suandy, Erly. 2016. Hukum Pajak. Edisi 7. Jakarta: Penerbit Salemba Empat

https://djohandarmady.com/makalah-pembukuan-dan-pencatatan-pajak/

https://www.scribd.com/doc/151429057/Analisis-Kasus-Pembukuan-Dan-
Pemeriksaan-Pajak

http://nasional.vivanews.com/news/read/217279-vincent-beberkan-kasus-pajak-
asian-agri

20

Anda mungkin juga menyukai