Anda di halaman 1dari 12

Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1

PERTEMUAN KE-2

KETENTUAN PEMBUKUAN dan PENCATATAN MENURUT PERPAJAKAN

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari pertemuan 3 mengenai kewajiban menyelenggarakan
pembukuan dan pencatatan, mahasiswa diharapkan mampu mengklasifikasikan wajib
pajak yang diwajibkan menyelenggarakan pembukuan dan wajib pajak yang
diperbolehkan menyelenggarakan pencatatan

B. URAIAN MATERI

1. Definisi Pencatatan
Menurut Pasal 28 ayat 9 Undang-Undang No 28 Tahun 2007 mengenai
Ketentuan Umum Cara Perpajakan, pencatatan merupakan : “Pengumpulan data
secara teratur tentang peredaran bruto dan atau penghasilan bruto sebagai dasar
untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan
objek pajak dan/atau yang dikenakan pajak bersifat final.
Sedangkan yang wajib melakukan pencatatan sesuai dengan Undang-
Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 28 ayat (12) jo. PMK-
197/PMK.03/2007 adalah : “yang wajib melakukan pencatatan adalah wajib pajak
orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, untuk
menghitung penghasilan neto menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto (dengan peredaran bruto dalam satu tahun kurang dari 4,8 miliar”
Bentuk dan tata cara pencatatan juga diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan nomor 197/PMK03/2007, pasal 1 yang menyatakan:
“wajib pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan
tetapi wajib menyelenggarakan pencatatan adalah :
a. Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan dapat menghitung
penghasilan netto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto

Akuntansi Perpajakan 13
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1

b. Wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2017,
syarat-syarat pencatatan diantaranya adalah :
a. Pencatatan harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan
mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya
b. Pencatatan harus diselenggarakan dengan menggunakan huruf latin, angka
arab, satuan Mata Uang Rupiah dan disusun dalam Bahasa Indonesia
c. Pencatatan dalam satu tahun harus diselenggarakan secara kronologis
d. Pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang
peredaran dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah
pajak terutang , termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan yang
dikenakan pajak bersifat final
e. Selain kewajiban menyelenggarakan pencatatan sebagaimana dimaksud pada
hurf (d), wajib pajak orang pribadi yang melakukan usaha atau pekerjaan
bebas juga harus menyelenggarakan pencatatan atas harta dan kewajiban
f. Buku, catatan dan dokumen yang menjadi dasar serta dokumen lain wajib
disimpan selama 10 tahun di Indonesia, yaitu tempat kegiatan atau tempat
tinggal wajib pajak yang bersangkutan

2. Definisi Pembukuan
Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
pasal 1 angka 29, Pembukuan adalah : “suatu proses pencatatam yang dilakuakn
secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi
harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan
penyerahan barang/jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan
berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode tahun pajak tersebut”
Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas dan
wajib pajak badan di Indonesia dikenakan kewajiban menyelenggarakan
pembukuan dengan tujuan agar wajib pajak dapat menghitung besarnya yang
terutang serta pajak lainnya.

Akuntansi Perpajakan 14
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1

Syarat menyelenggarakan pembukuan diataur dalam Pasal 28 ayat (3), (4),


(5), dan (7) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang
berbunyi :
a. Pembukuan haruslah diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan
mencerminkan keadaan/kegiatan usaha yang sebenarnya
b. Pembukuan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf
latin, angka arab, satuan Mata Uang Rupiah, dan disusun dalam Bahasa
Indonesia/dalam bahasa asing yang d zinkan oleh Menteri Keuangan
c. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dengan stelsel akrual
atau stelsel kas
d. Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus
mendapat persetujuan Direktorat Jenderal Pajak
e. Pembukuan yang diselenggarakan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan
emngenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan
dan pembelian, sehingga ddapat dihitung besarnya pajak terutang
f. Buku, catatan dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan dokumen
lain termasuk hasil pengelolaan data dari pembukuan yang dikelola secara
elektronik atau secara program aplikasi online, wajib disimpan selama 10
tahun di Indonesia, yaitu tempat kegiatan atau tempat tinggal wajib pajak
orang pribadi atau ditempat kedudukan wajib pajak badan

Ketentuan yang berkaitan dengan pembukuan diatur dalam pasal 28 UU,


dalam ketentuan ini, pembukuan dapat dilakukan dengan stelsel akrual dan stelsel
kas. Sistem akrual atau stelsel kas terkait dengan cara begaimana pendapatan dan
beban diakui dan dicatat. Dalam Standar Akuntansi Keuangan, hanya stelsel
akrual yang dapat digunakan untuk mengakui pendapatan dan biaya. Sementara
itu, sesuai dengan ketentuan pajak, wajib pajak dapat menggunakan set akumulasi
atau sistem kas. Namun, stelsel kas yang diperbolehkan dalam pembukuan sesuai
dengan ketentuan pajak bukan stelsel kas murni tetapi stelsel kas campuran.
Dalam stelsel kas murni, pendapatan dari penyerahan barang atau jasa baru dapat
diakui ketika pembayaran dari pelanggan diterima, sementara biaya diakui pada
saat dibayar. Dengan cara ini, dapat menghasilkan perhitungan penghasilan yang
mengaburkan, dengan mengatur penerimaan dan pengeluaran kas. Oleh karena

Akuntansi Perpajakan 15
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1

itu, stelsel kas yang d zinkan dalam ketentuan pajak adalah stelsel kas campuran.
Yang dimaksud dengan stelsel kas campuran di sini adalah bahwa meskipun
stelsel kas campuran digunakan, tetapi:
a. Perhitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus mencakup seluruh
penjualan, baik tunai maupun kredit. Saat menghitung harga pokok penjualan
seluruh pembelian dan persediaan harus diperhitungkan;
b. Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat
diamortisasi, biaya‐biaya yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat
dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi;
c. Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara taat asas (konsisten). Dengan
demikian, penyelenggaraan pembukuan menurut ketentuan perpajakan boleh
menggunakan stelsel akrual atau stelsel kas campuran.

Namun, terdapat pengecualian dalam penyelenggaraan pembukuan yang


diatur dalam Pasal 28 ayat (8) Undang-Undang KUP jo. PMK-196/PMK.03/2007
yang berbunyi :
“wajib pajak yang dapat melakukan pembukuan dalam Bahasa Asing (Bahasa
Inggris) dan mata uang selain Rupiah (USD), yaitu :
a. Wajib pajak dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) yang beroperasi
berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan PMA
b. Wajib pajak dalam rangka Kontrak Karya yang beroperasi berdasarkan
ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Pertambangan selain
pertambangan minyak dan gas bumi
c. Wajib pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang beroperasi berdasarkan
ketentuan Peraturan Perundang-Undangan pertambangan minyak dan gas
bumi
d. BUT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Pajak
Penghasilan atau sebagaimana diatur dalam P3B terkait, dan
e. Wajib pajak yang berafiliasi langsung dengan perusahaan induk di luar negeri”

Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk menyelenggarakan


pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang selain Rupiah adalah sebagai
berikut :
a. Menteri Keuangan harus memberikan izin secara tertulis kepada wajib pajak
setelah wajib pajak mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala
Kantor Wilayah tempat wajib pajak terdaftar paling lambat 3 bulan sebelum

Akuntansi Perpajakan 16
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1

tahun buku dimulai atau bagi wajib pajak baru terhitung sejak tanggal
pendirian
b. Mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan dengan melampirkan :
1) Fotokopi SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan tahun terakhir (untuk
wajib pajak yang telah berdiri lebih dari satu tahun)
2) Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan fotokopi akta pendirian
atau dokumen lain yang serupa

Atas permohonan tersebut, Kepala Kantor Wilayah (KanWil) yang mewakili


Menteri Keuangan harus memberikan keputusan paling lama 1 bulan sejak
permohonan dari wajib pajak diterima secara lengkap. Jika dalam jangka waktu
tersebut Kepala Kantor Wilayah belum meberikan keputusan, maka permohonan
wajib pajak tersebut dianggap dikabulkan dan Kepala Kantor Wilayah yang
mewakil Menteri Keuangan harus menerbitkan keputusan pemberian izin untuk
menyelenggarakan pembukuan menggunakan bahasa Inggris dan satuan uang
Dolar Amerika Serikat.

3. Konsep Dasar Pembukuan


a. Pengukuran Dalam Mata Uang Asing
Alat ukur yang sangat penting dalam dunia usaha dan akuntansi salah satunya
adalah Satuan Mata Uang. Jika tidak mempunyai alat ukur yang sama, maka
kita tidak dapat menambahkan akun-akun kedalam pos neraca maupun laporan
laba rugi. Dengan menjadikan satuan mata uang sebagai alat ukur, kita dapat
mengukur besarnya harta, utang, modal, penghasilan serta biaya. Lantas,
apakah ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Indonesia
mengacu pada konsep ini ? Hal tersebut dapat kita lihat pada ketentuan dalam
Pasal 28 ayat (4) Undang-Undang No 28 Tahun 2007 yang mewajibkan wajib
pajak melakukan “pembukuan dan pencatatan harus diselenggarakan dengan
menggunakan satuan mata uang Rupiah”
b. Kesatuan Akuntansi
Suatu usaha harus terpisah dari pemiliknya. Pemilik dan perusahaan
merupakan dua lembaga yang berbeda dan terpisah. Transaksi yang terjadi

Akuntansi Perpajakan 17
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1

pada perusahaan bukanlah transaksi perusahaan dengan pemilik, begitupun


dengan harta dan kewajibannya. Apakah ketentuan perpajakan di Indonesia
menganut konsep ini? Hal tersebut tercermin dari ketentuan Pasal 9 ayat (1)
huruf b Undang-Undang No 36 Tahun 2008, yang berbunyi “besarnya
penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap
tidak boleh dikurangkan biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk
kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota”
c. Konsep Kesinambungan
Konsep ini menganggap bahwa suatu usaha didirikan dengan tujuan untuk
berkembang dan hidup secara berkelanjutan. Konsep tersebut mengacu pada
ketentuan dalam Pasal 25 ayat 1 Undang-Undang No 36 Tahun 2008 yang
menyatakan “besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus
dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak
Penghasilan terutang menurut SPT Pajak Penghasilan tahun pajak lalu”
d. Konsep Nilai Historis
Pada konsep ini, harga pada saat pertukaran merupakan dasar dalam
melakukan pencatatan transaksi bisnis. Hal ini berarti harta yang ada didalam
neraca dinilai berdasarkan harga perolehannya, bukan harga pasarnya.
Misalnya, persediaan barang dagang yang dibeli pada akhir tahun 2017
menunjukkan harga Rp 150.000.000. Berdasarkan ketentuan Akuntansi,
persediaan tersebut akan dicatat senilai uang yang dibayarkan pada saat itu
senilai Rp 150.000.000, walaupun ternyata misalnya pada tahun 2018 harga
persediaan tersebut berubah menjadi Rp 250.000.000. Lantas bagaimanakah
perpajakan mendukung konsep ini ? Hal tersebut tercermin pada pasal 10 ayat
(6) UU No 36 Tahun 2008 yang berbunyi “persediaan dan pemakaian
persediaan untuk perhitungan harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan
yang dilakukan secara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan
yang diperoleh”
e. Periode Akuntansi
Periode akuntansi merupakan jangka waktu tertentu yang digunakan sebagai
dasar dalam menghitung posisi keuangan suatu entitas. Periode akuntansi
distandarkan sesuai dengan prinsip kesinambungan. Lantas bagaimana dengan
perpajakan ? konsep ini tercermin pada pasal 28 ayat (6) Undang-Undang No

Akuntansi Perpajakan 18
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1

28 Tahun 2007, yang berbunyi “Tahun Pajak adalah sama dengan tahun
kalender kecuali wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan
tahun kalender”
f. Konsep Taat Asas
Dalam konsep ini, penggunaan metode akuntansi dari satu periode ke periode
lainnya haruslah sama atau konsisten. Misalnya jika tahun 2017 menggunakan
metode penyusutan garis lurus, maka pada tahun 2018 dan seterusnya juga
harus menggunakan metode penyusutan garis lurus. Konsep inipun diatur
dalam ketentuan perpajakan dalam pasal 28 ayat (5) Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2007 yang berbunyi “pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat
asas”
g. Konsep Materialitas
Pengertian material menurut Akuntansi akan dijelaskan pada ilustrasi berikut ini
: menurut standar akuntansi, aktiva tetap kecuali tanah harus disusutkan. Pada
kenyataannya, aktiva tetap sejenis kalkulator yang dapat digunakan lebih dari
satu tahun dan tergolong dalam aktiva tetap tidak disusutkan karena ga
perolehannya yang tidak material. Ketentuan perpajakan pasal 9 ayat 2
Undang-Undang No 36 Tahun 2008 mendukung konsep ini, dimana pasal
tersebut berbunyi “pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun tidak
diperbolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan harus dibebankan
melalui penyusutan atau amortisasi”
h. Konsep Konservatisme
Dalam konsep ini, penghasilan hanya dapat diakui melalui pertukaran.
Sebaliknya kerugian sudah dapat diakui walaupun belum terjadi. Dalam
ketententuan perpajakan Pasal 9 ayat (1) huruf C Undang-Undang No 36 Tahun
2008 menyatakan “untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi
wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan
pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali cadangan piutang tak
tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa
guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen dan
perusahaan anjak piutang”

Akuntansi Perpajakan 19
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1

i. Konsep Realisasi
Dalam konsep ini, jika telah terjadi penjualan maka penghasilan baru boleh
dilaporkan atau dicatat. Penghasilan yang masih dalam bentuk potensi tidak
boleh diakui terlebih dahulu. Hal ini didukung pula oleh ketentuan perpajakan
dalam pasal 4 ayat (1) Undang-Undang No 36 Tahun 2008, yang berbunyi
“yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima (cash basis) dan diperoleh (akrual basis)
wajib pajak, baik penghasilan yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia , yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk
apapun”

4. Sanksi Administrasi
Sanksi administratif terkait dengan tidak dipenuhinya kewajiban
menyelenggarakan pembukuan diatur dalam Pasal 13 ayat (1) dan ayat (3)
Undang-Undang tentang KUP yang menyatakan :
“apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 (ketentuan mengenai
pembukuan) atau pasal 29 (ketentuan mengenai pemeriksaan) tidak dipenuhi
sehingga tidak diketahui besarnya pajak terutang, maka atas kekurangan
pembayaran pajak tersebut ditagih melalui Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
diatambah sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar :
a. 50% dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu tahun
pajak
b. 100% dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau
kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi
tidak atau kurang disetor, dan
c. 100% dari Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah yang
tidak atau kurang dibayar”

Akuntansi Perpajakan 20
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1

5. Sanksi Pidana
Sanksi pidana berkaitan dengan tidak dipenuhinya kewajiban
menyelenggarakan pembukuan diatur dalam Pasal 39 ayat (1) huruf, huruf g dan
huruf h Undang-Undang KUP, yang berbunyi :
“Setiap orang yang dengan sengaja :
a. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau
dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang
sebenarnya;
b. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak
memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain;
c. tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan
data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan
secara program aplikasi on-line di Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11) sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara
paling singkat enam bulan dan paling lama enam tahun dan denda paling sedikit
dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak
empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar”

6. Contoh Kasus Pencatatan


a. Amir Syaripudin menjalankan usaha bengkel reparasi mobil dan juga menjual
suku cadangnya. Amir syaripudin telah terdaftar sebagai wajib pajak sejak tahun
2017 dengan memiliki 2 (dua) buah bengkel ditempat yang berbeda, yakni
Bengkel “MAJU MUNDUR” terdaftar di KPP O dan Bengkel “MUNDUR MAJU”
yang terdaftar di KPP Q. Berdasarkan pencatatannya selama tahun 2018,
kedua bengkel tersebut memiliki peredaran bruto sebagai berikut :
- Peredaran Bruto Bengkel Maju Mundur Rp 200.000.000
- Peredaran Bruto Bengkel Mundur Maju Rp 250.000.000

Atas dasar pencatatan tersebut, maka peredaran bruto yang dijadikan


dasar penentuan tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final adalah jumlah

Akuntansi Perpajakan 21
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1

peredaran bruto kedua bengkel tersebut, yaitu senilai Rp 450.000.000. karena


total peredaran bruto selama tahun 2018 tidak mencapai Rp 4.800.000.000,
maka atas penghasilan dari usaha yang diterima oleh Amir dikenakan pajak
penghasilan bersifat final sebesar 0,5%.
Misalnya, pada Bulan Januari Tahun 2017, Bengkel Maju Mundur memiliki
peredaran Bruto sebesar Rp 20.000.000 dan dari bengkel Mundur Maju sebesar
Rp 50.000.000, maka Amir harus menyetorkan Pajak Penghasilannya paling
lambat tanggal 15 Februari 2017 senilai :
1) Bengkel Maju Mundur :
PPh Terutang : 0.5% x Rp 20.000.000 = Rp 100.000, dan dilaporkan ke
KPP O
2) Bengkel Mundur Maju :
PPh Terutang : 0.5% x Rp 50.000.000 = Rp 250.000, dan dilaporkan ke
KPP Q
b. Nyonya Mita menjalankan usaha Salon Kecantikan. Ia memiliki salon yang
berada di Sulawesi dan Malaysia. Nyonya Mita telah terdaftar sebagai wajib
pajak di KPP Q sejak tahun 2016. Berdasarkan pencatatannya selama Tahun
2017, masing-masing salon miliknya menunjukkan angka peredaran bruto
sebagai berikut :
- Salon di Sulawesi Rp 3.000.000.000
- Salon di Malaysia Rp 7.000.000.000

Dari peredaran bruto salon yang berada di Sulawesi sebesar Rp 3.000.000.000,


salah satunya merupakan hasil penjualan sebesar Rp 40.000.000 kepada Mr X
seorang pengusaha di Malaysia. Atas kasus tersebut, peredaran bruto yang
dijadikan dasar pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final hanya
peredaran bruto atas salon yang berada di Sulawesi saja senilai Rp
3.000.000.000. Penghasilan Ny Mita atas salon yang berada di Singapura, tidak
diperhitungkan dalam menghitung Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Akuntansi Perpajakan 22
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1

7. Contoh Kasus Pembukuan


PT HIDUP DAN MATIKU merupakan perusahaan yang bergerak dibidang industri
pengolahan susu yang didirikan pada tahun 2015 dan pada tahun tersebut
mendaftarkan diri sebagai wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Z. PT Hidup dan
Matiku menggunakan tahun buku Januari-Desember dan sampai dengan Bulan
Oktober Tahun 2016, masih melakukan kegiatan investasi dalam bentuk
pembangunan pabrik dan instalasi mesin serta belum melakukan kegiatan operasi
secara komersial.
Pada Tanggal 1 Januari 2107, PT Hidup dan Matiku mulai melakukan kegiatan
operasi yang bersifat komersial berupa produksi dan penjualan susu dalam bentuk
kemasan. Maka, untuk tahun pajak 2017, PT Hidup dan Matiku akan dikenakan
pajak penghasilan berdasarkan tarif umum Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Dalam hal peredaran bruto usaha tersebut sampai dengan tanggal 1 Januari 2018
telah melebihi Rp 4.800.000.000, maka mulai tahun pajak 2018 PT Hidup dan
Matiku dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umum Undang-Undang Pajak
Penghasilan.

C. LATIHAN SOAL
Pilih dan berikan penjelasannya !
1. Dari wajib pajak dibawah ini, yang diperbolehkankan untuk memilih
menyelenggarakan pencatatan adalah :
a. Yayasan Yatim Piatu
b. Koperas Unit Desa Makmur
c. Tuan Sembodo, seorang peternak ikan dengan peredaran usaha Rp
3.000.000.000 per tahun
d. CV Ogah Rugi
2. Dari wajib pajak dibawah ini, yang memiliki kewajiban menyelenggarakan
pembukuan adalah :
a. H. Muhyidin, seorang pemilik restoran Enak dengan peredaran bruto Rp
6.000.000.000,- per tahun
b. Dino, seorang karyawan bengkel otomotif
c. Joko pinter, direktur utama CV Suka Makmur

Akuntansi Perpajakan 23
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1

3. Adi Supriadi berstatus kawin dengan 1 orang tanggungan adalah pengusaha


konstruksi yang juga memiliki toko material “LANCAR JAYA”. Selain usaha tersebut,
Adi Supriadi juga memberikan jasa konsultasi kepada beberapa klien yang
membutuhkan sarannya. Jumlah penghasilan yang diterima oleh Adi Supriadi
selama Tahun 2017, dapat dirinci sebagai berikut :
a. Penjualan bruto dari Toko Material “LANCAR JAYA” Rp 4.200.000.000
b. Jasa konsultasi sebesar Rp 700.000.000
Total peredaran bruto Adi Supriadi pada Tahun 2017 berjumlah Rp 4.900.000.000.
Analisislah kewajiban perpajakan yang harus dilakukan oleh Tuan Adi Supriadi !

D. REFERENSI

Akuntansi Perpajakan 24

Anda mungkin juga menyukai