PERPAJAKAN
KEWAJIBAN PEMBUKUAN DAN PRINSIP DASAR
AKUNTANSI PAJAK
1.3. Tujuan
1) Mengetahui penjelasan dari kewajiban pembukuan
2) Mengetahui pencatatan dan norma penghasilan netto
3) Mengetahui pengecualian dan sanksi dari kewajiban pembukuan
4) Mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari Akuntansi Pajak
5) Mengetahui perbedaan Laporan Keuangan Komersial
BAB II
PEMBAHASAN
Pembukuan
Untuk dapat menghitung dan memperhitungkan sendiri pajak terhutang
diperlukan suatu pembukuan dan pencatatan yang teratur terhadap segala
kegiatan usaha Wajib Pajak.
Pembukuan menurut pajak berbeda dengan pengertian menurut akuntansi.
Menurut akuntansi, Pembukuan adalah kegiatan mengumpulkan,
mencatat, meringkas data transaksi keuangan ke dalam buku atau catatan yang
telah disediakan serta pengendalian proses akuntansi melalui prinsip
pengendalian internal, pengukuran nilai transaksi ke dalam nilai moneter
berdasarkan standar akuntansi yang berlaku dan penyajian hasil transaksi
keuangan menjadi suatu informasi keuangan yang berguna bagi pengambil
keputusan.
Menurut Pasal 1 angka 29 UU KUP (Menurut Perpajakan): "Pembukuan
adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban,
modal, penghasilan dan biaya, serta harga perolehan dan penyerahan barang
atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca,
dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
Dari bunyi pasal tersebut ada hal-hal penting yang biasanya kurang
diperhatikan oleh Wajib Pajak sebagai berikut :
1. Pembukuan atau pencatatan tersebut harus dilakukan secara tertaur yang
berarti harus dikerjakan dari waktu ke waktu dan secara up to date atau
dimutakhirkan terus-menerus dan berkesinambungan. Hal ini bisa menjadi
indikasi dari benar-tidaknya pembukuan yang diselenggarakan oleh Wajib
Pajak;
2. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan sedemikian rupa sehingga
dapat dengan mudah diketahui harga perolehan dan harga penyerahan barang
atau jasa yang terhutang PPN, tidak terhutang PPN, dikenakan PPN 0%, PPN-
nya ditangguhkan, PPN-nya ditanggung pemerintah dan dikenakan PPnBM.
2. Konten Pembukuan
Selain untuk dapat menghitung besarnya PPh terutang, pajak lainnya juga
harus dapat dihitung dari pembukuan tersebut. Agar PPN dan PPnBM dapat
dihitung dengan benar, pembukuan harus mencatat juga jumlah harga
perolehan atau nilai impor, jumlah harga jual atau nilai ekspor, jumlah harga
jual dari barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, jumlah
pembayaran atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar
daerah pabean di dalam daerah pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak
dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, jumlah Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan.
Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah
dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri
Keuangan. Ketentuan teknis tentang pembukuan dengan menggunakan bahasa
asing dan mata uang selain rupiah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 196/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pembukuan
Dengan Menggunakan Bahasa Asing Dan Satuan Mata Uang Selain Rupiah
Serta Kewajiban Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak Badan.
4. Waktu dan Tempat Penyimpanan Dokumen
Dalam hal Wajib Pajak melakukan transaksi dengan para pihak yang
mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak, kewajiban menyimpan
dokumen lain meliputi dokumen dan/atau informasi tambahan untuk
mendukung bahwa transaksi yang dilakukan dengan pihak yang mempunyai
hubungan istimewa telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman
usaha.
Pembukuan harus diselenggarakan dengan prinsip taat asas. Prinsip taat asas
adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan dengan tahun-
tahun sebelumnya untuk mencegah penggeseran laba atau rugi. Prinsip taat
asas dalam metode pembukuan misalnya dalam penerapan stelsel pengakuan
penghasilan, tahun buku, metode penilaian persediaan, atau metode
penyusutan dan amortisasi.
Wajib Pajak juga harus taat asas dalam menerapkan stelsel akrual atau stelsel
kas. Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan dan biaya
dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada
waktu terutang. Jadi, tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan
kapan biaya itu dibayar secara tunai.
Stelsel kas biasanya digunakan oleh perusahaan kecil orang pribadi atau
perusahaan jasa, misalnya transportasi, hiburan, dan restoran yang tenggang
waktu antara penyerahan jasa dan penerimaan pembayarannya tidak
berlangsung lama. Dalam stelsel kas murni, penghasilan dari penyerahan
barang atau jasa ditetapkan pada saat pembayaran dari pelanggan diterima dan
biaya-biaya ditetapkan pada saat barang, jasa, dan biaya operasi lain dibayar.
Selain itu, perubahan periode tahun buku juga berakibat berubahnya jumlah
penghasilan atau kerugian Wajib Pajak. Oleh karena itu, perubahan tersebut
juga harus mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak.
Sebagaimana kita ketahui, Tahun Pajak adalah sama dengan tahun kalender
kecuali Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun
kalender. Apabila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama
dengan tahun kalender, penyebutan Tahun Pajak yang bersangkutan
menggunakan tahun yang di dalamnya termasuk 6 (enam) bulan pertama atau
lebih.
Contoh: Misalnya tahun buku 1 Juli 2008 sampai dengan 30 Juni 2009 adalah
Tahun Pajak 2008. Sementara itu tahun buku 1 Oktober 2008 sampai dengan
30 September 2009 adalah Tahun Pajak 2009.
Seperti yang telah diuraikan di atas, orang atau badan hukum yang
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas di Indonesia yang menurut
undang-undang perpajakan diwajibkan untuk mengadakan pembukuan, harus
menyelenggarakan pembukuan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan
sebagai berikut:
a. Pembukuan harus meliputi seluruh kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang
dilakukannya;
b. Pembukuan harus dilakukan secara teratur, tepat waktu, terinci dan taat azas;
c. Pembukuan harus didukung dengan bukti-bukti transaksi yang dapat
dipertanggung-jawabkan kebenaran dan keabsahannya;
d. Pembukuan harus ditutup dengan membuat laporan neraca dan perhitungan
laba rugi untuk periode tahun pajak tersebut.
Pencatatan
Pencatatan adalah pengumpulan data secara teratur tentang peredaran bruto
dan atau penerimaan Penghasilan sebagai dasar untuk menghitung jumlah
pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan atau
yang dikenakan pajak yang bersifat final.
Wajib pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan
pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah wajib pajak orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
diperbolehkan menghitung penghasilan neto dan wajib pajak orang pribadi
yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Pencatatan wajib dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi yang
diperkenankan norma perhitungan penghasilan neto, yaitu WP Orang Pribadi
yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran usaha
kurang dari Rp. 4.800.000.000 setahun diperbolehkan menghitung penghasilan
neto dengan menggunakan norma dan Wajib pajak orang pribadi yang tidak
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Pencatatan sebaiknya
dilakukan dalam satu tahun pajak yang meliputi 12 bulan. Keinginan wajib
pajak dalam menyelenggarakan pencatatan wajib dilaporkan ke Dirjen Pajak.
Syarat-Syarat Pencatatan
1. Pencatatan harus dibuat secara lengkap dan benar, serta didukung
dengan dokumen yang dijadikan dasar penghitungan peredaran atau
penerimaan bruto dan/ penghasilan bruto, serta penghasilan yang bukan
objek pajak dan atau penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat
final.
2. Pencatatan dalam suatu tahun pajak meliputi jangka waktu 12 (dua
belas) bulan, mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
3. Pencatatan dalam 1 tahun harus diselenggarakan secara kronologis
4. Pencatatan dan dokumen yang menjadi dasar pencatatan harus
disimpan di tempat tinggal wajib pajak atau tempat kegiatan usaha
dilakukan selama 10 tahun terhitung sejak saat terutangya pajak atau
berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak
5. Pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang
peredaran atau penerimaan bruto dan/ atau penghasilan buto sebagai
dasar untuk menghitung pajak yang terutang, termasuk penghasilan
yang bukan objek pajak dan/ atau yang dikenakan pajak yang bersifat
final
6. Bagi wajib pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan atau
tempat usaha, pencatatan harus dapat menggambarkan secara jelas
jumlah peredaran atau penerimaan bruto dari masing-masing jenis
usaha dan atau tempat usaha yang bersangkutan.
1. Sanksi Administratif.
Mewajibkan sistem Norma Penghitungan dengan penerapan tarif
tertentu tanpa melihat kembali apakah wajib pajak tersebut rugi atau
untung;
Memberikan sanksi bunga 2% per bulan kepada Wajib Pajak jika
terdapat pajak yang tidak atau kurang bayar.
Menyetor kembali PPN dan PPnBM terutang atau kurang bayar akibat
kompensasi yang seharusnya tidak mendapat kompensasi tarif 0%
ditambah kenaikan 100% dari jumlah yang kurang dibayar.
2. Sanksi Pidana
Penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak 4 kali jumlah
pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.
3.1. Kesimpulan