Anda di halaman 1dari 3

A.

Kewajiban pembukuan dan pengertian pembukuan


Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 atau sekarang bisa disebut dengan UU
KUP, tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan disebutkan bahwa Wajib Pajak
orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak
badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan.1 Akan tetapi tidak semua Wajib
Pajak melakukan pembukuan, seperti Wajib Pajak pribadi yang pekerjaannya semata-
mata sebagai pegawai tidak wajib menyelenggarakan pembukuan. Bahkan, Wajib Pajak
orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dapat dikecualikan
dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan apabila memenuhi syarat yang
diperkenankan oleh undang-undang.2
Menurut Undang-Undang KUP, pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang
dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan meliputi
harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan
penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa
Neraca dan laporan laba rugi pada setiap tahun pajak terakhir. 3 Dalam Peraturan Menteri
Keuangan nomor 197/PMK03/2007 dijelaskan bahwa Wajib Pajak yang dikecualikan
menyelenggarakan pembukuan yaitu :
a. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan dapat menghitung
penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto
b. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas.
Tujuan penyelenggaraan pembukuan adalah untuk menghitung penghasilan neto
fiskal atau rugi fiskal berdasarkan UU Perpajakan dan peraturan pelaksanaannya.
Berdasarkan penjelasan Pasal 28 ayat (7) UU KUP, pembukuan dapat berdasarkan
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) pada umumnya Wajib Pajak menyelenggarakan
pembukuan berdasarkan SAK. Akuntansi Pajak adalah bagian dari akuntansi umum
sehingga WP tidak perlu membuat dua pembukuan dan cukup satu pembukuan
berdasarkan SAK, kemudian dilakukan penyesuaian fiskal berdasarkan ketentuan
perpajakan yang berlaku.
B. Prinsip pembukuan dan tata cara pembukuan
1. Prinsip pembukuan
Prinsip taat asas atau konsistensi maksudnya adalah prinsip yang sama yang
digunakan pada pembukuan tahun-tahun sebelumnya diterapkan juga pada tahun
berjalan atau tahun pelaporan.4 Prinsip asas taat adalah untuk mencegah penggeseran
laba atau rugi. Prinsip taat asas ini menyerupai prinsip pada akuntansi keuangan yang

1
Pardiat, 2010, Akuntansi Pajak, STAN, Jakarta, hlm. 1
2
DR Wirawan, 2015, Akuntansi Perpajakan, Mitra Wacana Media, Jakarta, hlm. 62
3
M. Djafar Saidi, 2011, Pembaruan Hukum Pajak, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 281
4
DR Wirawan, 2015, Akuntansi Perpajakan, Mitra Wacana Media, Jakarta, hlm. 64
berkaitan dengan pemilihan dan penerapan suatu metode akuntansi yang diatur dalam
suatu SAK pada pembukuannya. Prinsip taat asas dalam metode pembukuan misalnya
dalam penerapan :
a. Stelsel pengakuan penghasilan, penghasilan diakui pada saat dilakukan
penerimaan uang tunai atau berdasarkan pengakuan penghasilan
b. Stelsel pengakuan biaya, beban yang diakui setelah dilakukan pembayaran atau
dicatat pada saat diakui sebagai beban
c. Tahun buku, yaitu periode yang digunakan adalah Januari sampai Desember
d. Metode penilaian persediaan, yaitu tidak dilakukan perubahan metode pencatatan
penilaian perusahaan
e. Metode penyusutan dan amortisasi, adalah metode perhitungan penghasilan dan
biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada
waktu terutang.5
2. Tata cara pembukuan
Pasal 28 ayat (3) UU KUP Pembukuan atau Pencatatan tersebut harus
diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau
kegiatan usaha yang sebenarnya.
Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh 1984, menyatakan pengeluaran-pengeluaran yang
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus dilakukan dalam batas-batas yang
wajar sesuai dengan adat kebiasaan pedagang yang baik.
Pasal 28 ayat (4) UU KUP Pembukuan atau Pencatatan harus diselenggarakan di
Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah, dan
disusun dalam bahasa Indonesia atau bahasa asing yang diizinkan Menteri Keuangan.
Pasal 28 ayat (7) UU KUP Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan
mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan
pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.6

5
Thomas Sumarsan, 2015, Perpajakan Indonesia: Pedoman Perpajakan yang Lengkap Berdasarkan Undang-
Undang Terbaru, PT Indeks, Jakarta, hlm. 81.
6
Pardiat, 2010, Akuntansi Pajak, STAN, Jakarta, hlm. 3.
Daftar pustaka
Pardiat. (2010). Akuntansi Pajak. Jakarta : STAN.
Wirawan DR. (2015). Akuntansi Perpajakan. Jakarta : Mitra Wacana Media.
Saidi, M. Djafar. (2011). Pembaruan Hukum Pajak. Jakarta : Rajawali Pers.
Sumarsan, Thomas. (2015). Perpajakan Indonesia: Pedoman Perpajakan yang Lengkap Berdasarkan Undang-
Undang Terbaru. Jakarta : PT Indeks.

Anda mungkin juga menyukai