Anda di halaman 1dari 45

NAMA : ADRIANUS SAPUTRA

NIM : 2013001
MATA KULIAH : AKUNTANSI PERPAJAKAN

BAB I

A. Pengertian Akuntansi Pajak


Akuntansi yang diterapkan dengan tujuan untuk menetapkan besarnya pajak terutang.
Fungsi akuntansi pajak adalah mengolah data kuantitatif yang akan digunakan untuk
menyajikan laporan keuangan yang memuat perhitungan perpajakan.
B. Laporan keuangan Fiskal
Laporan keuangan fiskal adalah informasi akuntansi yang dibuat untuk kepentingan
perpajakan, penyajiannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku beserta aturan pelaksanaannya.
Laporan keuangan fiskal adalah laporan yang dibuat untuk kepentingan perpajakan
yang mengacu pada semua peraturan perpajakan, Laporan keuangan fiskal mencakup:
1. Neraca fiskal
2. Perhitungan laba rugi dan perubahan laba ditahan
3. Penjelasan laporan keuangan fiskal
4. Rekonsiliasi laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal
5. Ikhtisar kewajiban pajak
C. Prinsip akuntansi yang menjadi fokus perbedaan tujuan pelaporan antara
akuntansi dan fiskal
Dengan penyusunan laporan keuangan fiskal, kelompok kerja standar akuntansi dari
organisasi kerja sama ekonomi dan Pembangunan Negara Maju (Organization for
Economic Cooperation and Development = OECD), dalam laporan seri harmonisasi
standar akuntansi, membagi praktek pendekatan penyusunan laporan keuangan fiskal
sebagai solusi antara ketentuan akuntansi dan pajak kepada tiga pendekatan sebagai
berikut.
1. Ketentuan pajak secara dominan mewarnai praktek akuntansi. Dalam pendekatan
ini, laporan keuangan, walaupun disusun berdasarkan prinsip akuntansi, sangat
diwarnai oleh ketentuan perpajakan. Pengusaha harus menyelenggarakan
pembukuan sesuai dengan ketentuan perpajakan dengan tanpa kelonggaran
terhadap ketidaksamaan prinsip akuntansi dan perpajakan. Pendekatan ini
menghendaki laporan keuangan fiskal murni disusun berdasarkan ketentuan
perpajakan. Dengan demikian, dalam prektek penyelenggaraan, paling kurang
terdapat dua pembukuan, yaitu menurut ketentuan perpajakan dan menurut
praktek komersial.
2. Ketentuan pajak, untuk tujuan penyusunan laporan keuangan merupakan standar
independen terpisah dari prinsip akuntansi. Berbeda dengan butir (1), dalam
pendekatan ini para pengusaha bebas untuk menyelenggarakan pembukuan
berdasarkan prinsip dan metode akuntansi. Laporan keuangan fiskal (untuk
perhitungan pajak) disusun terpisah diluar jaringan proses pembukuan (ekstra-
komptabel). Laporan itu pada umumnya disusun sebagai produk tambahan (by
products), selain laporan keuangan komersial, melalui suatu proses penyesuaian
dan rekonsiliasi antara praktek akuntansi komersial dan ketentuan perpajakan.
3. Ketentuan pajak merupakan sisipan terhadap standar akuntansi. Pendekatan
demikian disebut prinsip common basis (maasgeblichkeits concept). Dalam
konsep ini laporan keuangan disusun, terutama, mengikuti standar akuntansi.
Namun, preferensi diberikan kepada ketentuan pajak kalau terdapat pengaturan
yang tidak sejalan dengan standar akuntansi.
Selain pendekatan pertama (yang dianut di anut di Norwegia), perbedaan
pendekatan kedua (yang diikuti oleh Belanda) dengan pendekatan kedua (yang
diikuti oleh Belanda) dengan pendekatan ketiga (yang diikuti oleh Jerman) agak
kurang jelas. Kerena prinsip penyelenggaraan dan tujuan berbeda, pada
pendekatan pertama tampak terdapat dua perangkat pembukuan (pajak dan
komersial) yang secara “lengkap” harus diselenggarakan. Tentu saja, pembukuan
ganda itu bukanlah suatu bentuk kecurangan karena keduanya disusun menurut
standar atau norma masing-masing. Walaupun keberadaan kedua aturan itu
bersifat independen, pertimbangan keuntungan pajak (tax benefits) dan
perhitungan biaya penyelenggaraan pembukuan mempengaruhi praktek akuntansi.
Dari segi biaya dan manfaat itu tampak pilihan kedua (penyusunan laporan
keuangan keuangan fiskal melalui rekonsiliasi) lebih banyak menjadi pilihan
perusahaan.
Diindonesia praktek akuntansi pembukuanterpecah antara yang menyusun laporan
kuangan fiskal dengan rekonsiliasi dan yang hanya menyelenggarakan pembukuan
berdasarkan standar akuntansi komersial tanpa menyusun laporan keuangan
berdasarkan ketentuan perpajakan. Untuk anak perusahaan dari perusahaan
multinasional, apabila pembukuan untuk keperluan perpajakan diselenggarakan
terpisah dari pembukuan komersial, pembukuan komersial tentunya harus
diselenggarakan berdasarkan standar akuntansi indonesia yang digariskan
perusahaan induk (untuk keperluan konsolidasi laporan keuangan) sehingga dalam
praktek akan terdapat tiga macam aktivitas penyelenggaraan pembukuan.
D. Hubungan akuntansi komersial dengan akuntansi pajak
Akuntansi komersial merupakan alat pembuktian jika administrasi perpajakan
melakukan pemeriksaan pajak (tax audit) untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan. Penghasilan yang dihitung menurut pembukuan wajib pajak
yang didasarkan pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK ) dapat berbeda dengan
Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang dihitung berdasarkan ketentuan pajak.
Perbedaan tersebut dapat dikelompokkan menjadi perbedaan tetap (permanent
differences) dan perbedaan waktu (timing differences). Dengan demikian, apabila
terjadi perbedaan antara ketentuan akuntansi dengan ketentuan pajak, untuk keperluan
pelaporan dan pembayaran pajak maka Undang-Undang Perpajakan memiliki
prioritas untuk dipatuhi sehingga tidak menimbulkan kerugian material bagi wajib
pajak yang bersangkutan. Mekanisme penyesuaian akuntansi komersial ke akuntansi
pajak biasa disebut rekonsiliasi fiskal.
Hubungan Akuntansi Komersial Dengan Akuntansi Pajak: Komersial: Menyediakan
laporan & informasi keuangan serta info lain kepada pihak pengambil keputusan.
Pajak: Menyajikan laporan keuangan & informasi lain (tax compliance) kepada
administrasi pajak.
BAB II
A. Pengertian Pembukuan
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban,
modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan
barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca,
dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut. (Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan (KUP), Pasal 1 ayat (29)
B. Pengertian Pencatatan
Pencatatan yaitu pengumpulan data yang dikumpulkan secara teratur tentang
peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk
menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek
pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final. (UU. No.16 Tahun. 2009,
Pasal 28 Ayat 9)
C. Perbedaan Pembukuan dan Pencatatan
1. Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan
a. Merupakan Wajib Pajak badan
b. Merupakan Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha
ataupun pekerjaan bebas, kecuali Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki
penghasilan bruto (omzet) kurang dari Rp 4,8 miliar dalam satu tahun.
2. Wajib Pajak yang menyelenggarakan pencatatan
a. Merupakan Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan suatu kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto (omzet) kurang dari
Rp 4,8 miliar dalam satu tahun, dapat menggunaan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto (NPPN) dalam menghitung penghasilan neto, dengan
syarat harus memberitahukan ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam
jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
b. Merupakan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas.
D. Pentingnya pembukuan dan pencatatan bagi wajib pajak
1. Akan memudahkan Wajib Pajak pada saat menghitung dan memperhitungkan
serta melaporkan pajak terutang baik pada SPT Masa maupun SPT Tahunan.
2. Perhitungan pajak terutang lebih akurat.
3. Jika Wajib Pajak tidak dapat menunjukkan dokumen pembukuan atau
pencatatan pada saat pemeriksaan sehingga tidak dapat dihitung penghasilan
kena pajak, maka penghasilan kena pajak dapat dihitung secara jabatan
berdasarkan data lain yang diperoleh pada saat pemeriksaan.
4. Laporan keuangan memberikan informasi posisi keuangan dan kemajuan dari
usaha Wajib Pajak
E. Tujuan Penyelenggaraan Pembukuan atau Pencatatan
1. Pengisian SPT
2. Penghitungan Penghasilan Kena Pajak
3. Penghitungan PPN dan PPnBM
4. Penyelenggaraan pembukuan juga untuk mengetahui posisi keuangan dan
hasil kegiatan usaha/pekerjaan bebas
F. Syarat-Syarat Penyelenggaraan Pembukuan
1. Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan
keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya. (Pasal 28 ayat (3) UU KUP)
2. Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab,
satuan mata uang Rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam
bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan. (Pasal 28 ayat (4) UU
KUP)
3. Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel
kas. (Pasal 28 UU ayat (5) UU KUP
4. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah
dapat diselenggarakan oleh WP setelah mendapat izin Menteri Keuangan.
(Pasal 28 ayat (8) UU KUP). Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor
196/PMK.03/2007 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Menteri Keuangan nomor 1/PMK.03/2015, bahasa asing yang diperkenankan
adalah bahasa Inggris dengan mata uang asing yang dikenankan adalah dolar
AS. Ketentuan lebih lanjut tentang permohonan izin/pemberitahuan
pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah
diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER - 23/PJ/2015.
5. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian
sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. (Pasal 28 ayat (7) UU
KUP)
G. Syarat-Syarat Penyelenggaraan Pencatatan
1. Pencatatan harus menggambarkan antara lain :
a. Peredaran atau penerimaan bruto dan/atau jumlah penghasilan bruto yang
diterima dan/atau diperoleh;
b. Penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang pengenaan
pajaknya bersifat final. (Pasal 28 ayat (9) UU KUP)
2. Bagi WP yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan/atau tempat usaha,
pencatatan harus menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis
usaha dan/atau tempat usaha yang bersangkutan.
3. Selain kewajiban untuk menyelenggarakan pencatatan, WP orang pribadi
harus menyelenggarakan pencatatan atas harta dan kewajiban.
H. Koreksi Fiskal
1. Koreksi fiskal merupakan kegiatan dalam pencatatan, pembetulan, dan
penyesuaian yang harus dilakukan oleh wajib pajak.
2. Rekonsiliasi atau koreksi fiskal adalah satu cara agar bisa mencocok kan
perbedaan yang ada dalam laporan keuangan komersial dengan laporan
keuangan yang sudah di susun menggunakan dengan akuntansi pajak.
I. Penyebab koreksi fiscal
1. Perbedaan Beda Tetap
2. Perbedaan Beda Waktu
J. Jenis Jenis Koreksi Fiskal
Dalam peraturan perpajakan UU No. 36 disebutkan koreksi fiskal dibagi menjadi
dua yaitu :
1. Koreksi Fiskal Positif
Koreksi fiskal positif adalah perbaikan yang dilakukan pada catatan
penghasilan dan biaya yang berefek pada kenaikan jumlah biaya wajib pajak.
2. Koreksi Fiskal Negatif
Koreksi fiskal negatif adalah perbaikan yang dilakukan justru hasilnya
mengurangi jumlah biaya pajak, sehingga beban pajak menjadi lebih ringan.
K. Tujuan dari koreksi fiscal
1. Pengecekan draft pajak
2. Alat untuk memenuhi draft laporan
3. Meminimalisir salah hitung pajak
BAB III

A. Pengertian Kas dan Bank


Kas adalah aset paling likuid sehingga ditempatkan posisi atas dalam laporan
posisi aset.
Yang termasuk dalam kas adalah sebagai berikut :
1. Uang
2. Saldo rekening Bnak
B. Peraturan Pajak Tentang Bunga Bank
Dasar hukumnya adalah sebagai berikut :
1. PP No.131 Tahun 2000
2. KMK No.51/KMK.04/2001
Mengatur bahwa penghasilan dalam bentuk bunga yang didapat dari
deposito/tabungan, diskonto SBI dan jasa giro dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2)
UU PPh.
Pengenaan Pajak Tersebut :
1. 20% PB, bersifat Final apabila WP OP atau badan
2. 20% PB atau tarif P3B, sifat final apabila WP Luar Negeri
3. Dipotong langsung oleh bank, dan o/ bank disetor ke kas negara
menggunakan SSP, dan melapor dengan SPT Masa PPh pasal 4 ayat(2)
Pengecualian Pemotongan pajak
1. Bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto SBI sepanjang jumlah
deposito dan tabungan tidak melebihi Rp.7.500.000
2. Bunga dari diskonto yang diterima bank yang didirikan di Indoneia atau
cabang bank luar negeri di Indonesia.
3. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau
diperoleh Dana Pensiun.
4. Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka
pemilikan rumah sederhana, dan sangat sederhana untuk digunakan
sendiri.
C. Akuntansi Pajak Untuk Bunga Bank
Pencatatan akuntansi pajak untuk bunga tabungan di Bank, menekankan
kepada
penerimaan pendapatan Bunga yang harus dipotong PPh Pasal 4 ayat 2
sebagai Beban Pajak di Laporan Rugi Laba.
Contoh:
Tanggal 28 Februari 2009 PT.A mendapat bunga tabungan Rp.10.000.000,
1. Metode bruto (gross method)
Tanggal Keterangan Debit Kredit
2008 Februari Kas Bank 8.000.000 -
2009
PPh Pasal 4 (Ayat 2) 2.000.000 -
Pendapatan Bunga - 10.000.000

2. Metode Neto (Nett method)


Tanggal Keterangan Debit Kredit
2008 Februari 2009 Kas Bank 8.000.000 -
Pendapatan Bunga - 8.000.000

D. Akuntansi Pajak Untuk Investasi Jangka Pendek


Kelebihan dana atau adannya dana menganggur (Iddle Cash) digunakan
perusahaan untuk ditanamkan kembali dalam bentuk surat-‐surat berharga
yang dapat segera dijual.
Investasi jangka pendek syarat maupun teknis pencatatan tidak diatur
dalam UU pajak. Maka cara menurut PSAK 13 dapat diberlakukan untuk
kepentingan perpajakan.
Nilai investasi ini dalam neraca menurut SAK dapat disajikan menggunakan
cara:
1. Nilai perolehan, tetapi diberi tambahan keterangan mengenai harga pasar
2. Nilai terendah antara nilai perolehan dan harga pasar.
E. PPH Atas Keuntungan Transaksi Saham
Capital gain adalah keuntungan transaksi saham yang dikenakan PPh.
Tarif :
1. PPh yang dipungut dari transksi penjualan saham di bursa sebesar 0.1%
PB
(Final).
2. Saham pendiri pemilik saham pendiri dikenakan tambahan PPh 0.5% dari
nilai saham perusahaan pada saat penawaran umum perdana.

Penghasilan atas transaksi penjualan saham dipotong langsung oleh


penyelenggara bursa efek pada saat transaksi jual beli saham, kemudian
disetor dan dilaporkan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2).

F. Jurnal Transaksi Saham


1. Penjualan bukan saham sendiri
Kas xxx
PPh pasal 4 Ayat 2 xxx
2. Penjualan saham sendiri
Kas xxx
PPh pasal 4 ayat 2 xxx
Saham xxx
G. Sekuritas
1. Sekuritas Pemegang saham
a. Saham Biasa
b. Saham Preferen
Nilai saham dicatat sebesar harga perolehannya pada saat pembelian.
Penghasilan saham : dividen, saham bonus, hak membeli emisi saham
perusahaan (stock warrants, preemptive right, right issues) dan capital
gain.

Berdasarkan PPh Pasal 4 ayat 3 bagian f, dividen atau bagian laba yang
diterima PT sebagai WPDN, koperasi, BUMN, BUMD, dan dari penyertaan
modal pada badan usaha yang didirikan di Indonesia tidak dikenakan pajak
dengan syarat:

1. dividen berasal dari cadangan modal yang ditahan


2. kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah
25% dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di
luar kepemilikan saham tersebut.

Praktik akuntansi menyajikan 2 pilihan penilaian sekuritas saham dalam


neraca yaitu:
1. harga perolehan (cost method)
2. harga terendah antara harga perolehan dan harga pasar (cost or market
price whichever is lower)

Untuk keperluan perpajakan ketentuan penilaian persediaan berlaku juga


untuk
sekuritas.Nilai berdasarkan harga perolehan.

Penghasilan saham berupa dividen hanya diakui pada saat secara nyata
terdapat
pembagian dividen. Tarif :

PPh 0,1% untuk saham dijual di bursa

PPh 0,5% untuk saham pendiri Sifat final

Perlakuan Akuntansi atas Transaksi penjualan saham


Misal:
21 Maret 2008 Pt.arva menjual saham PT.HUAZAN dg nilai nominal
Rp.10.000.000 dijual sebesar Rp.11.000.000 dengan jasa pialang Rp.200.000.
a. Jika Keuntungan bersih PT.ARVA Rp.800.000. Untuk tujuan
perpajakan keuntungan dikesampingkan, PT.ARVA membayar pajak
finalRp.11.000.000x0,1%=Rp.11.000.
Jurnal :
21/3/2008 Kas 10.789.000
PPh Pasal 4 ayat 2 11.000 0,1%X11.000.000
Laba penjualan saham 800.000
Investasi dalam saham PT. HUAZAN 10.000.000
b. Jika kerugian PT.ARVA sebesar Rp.500.000, dan harga jual saham
sebesar Rp.9.500.000 serta jasa pialang Rp.100.000 maka PT.ARVA
tetap harus membayar pajak final Rp.9.500.000 x 0,1% = Rp. 9.500
Jurnal:
21/3/2008 Kas 9.390.500
PPh Pasal 4 ayat 2 9.500
Rugi Penjualan saham 600.000
Investasi dalam saham PT.HUAZAN 10.000.000
H. Sekuritas Berupa Obligasi
Perlakuan akuntansi sama dengan sekuritas berupa saham tetapi PPh yang
dipungut atas bunga obligasi yang tidak dijual di bursa efek dicatat sebagai
pajak yang dibayar dimuka (PPh 23) dengan Tarif 15%xPB. Sedangkan PPh
bunga obligasi yg dijual dibursa efek : PPh Final dengan Tarif 20% PB.

BAB IV
A. Piutang Usaha Atau Dagang
1. Piutang (account receivables) usaha atau dagang adalah salah satu
unsur dari aktiva lancar dalam neraca perusahaan yang timbul akibat
adanya penjualan barang, jasa atau pemberian kredit terhadap debitur
yang pembayaran pada umumnya diberikan dalam tempo 30 hari
sampai dengan 90 hari.
2. Apa itu piutang? Dalam arti luas, piutang usaha atau dagang adalah
tuntutan terhadap pihak lain yang berupa uang, barang atau jasa yang
dijual secara kredit.
3. Dalam akuntansi lebih sempit pengertiannya yaitu untuk menunjukkan
tuntutan pada pihak luar perusahaan yang diharapkan akan diselesaikan
dengan penerimaan sejumlah uang tunai.
4. Pada umumnya piutang usaha atau dagang timbul akibat dari transaksi
penjualan barang dan jasa perusahaan, di mana pembayaran oleh pihak
yang bersangkutan baru akan dilakukan setelah tanggal transaksi jual
beli.
5. Mengingat hal ini merupakan harta perusahaan yang sangat penting,
maka harus dilakukan prosedur yang wajar dan cara-cara yang
memuaskan dengan para debitur sehingga perlu disusun suatu prosedur
yang baik demi kemajuan perusahaan.
6. Dalam artikel ini akan membahas seputar piutang termasuk ciri-ciri,
dan jenis yang ada di dalam akuntansi.
B. Ciri-Ciri Piutang Usaha
1. Adanya Nilai Jatuh Tempo.
Nilai jatuh tempo yaitu istilah yang menjelaskan penjumlahan dari
nilai transaksi utama lalu ditambah dengan nilai bunga yang
dibebankan untuk dibayarkan pada tanggal jatuh tempo.
Seorang pembeli yang melakukan transaksi dengan cara kredit bukan
hanya membayar sejumlah nilai barang yang telah dibeli, tetapi juga
bunganya karena dia meminta waktu untuk membayar barang tersebut
dengan tempo.

2. Adanya Tanggal Jatuh Tempo.


Ciri yang kedua adalah adanya tanggal jatuh tempo. Tanggal jatuh
tempo dapat diketahui dari lamanya atau umur piutang.
Umumnya, penjual menggunakan dua jenis pengukuran umur, yaitu
bulan dan hari. Jika berumur bulanan, maka tanggal jatuh temponya
sama dengan tanggal pembeli melakukan transaksi kredit
tersebut,hanya saja berbeda bulan. Apabila berumur harian, maka
wajib dilakukan perhitungan untuk menentukan kapan tanggal
jatuh temponya secara pasti.
3. Adanya Bunga yang Berlaku.
Bunga dalam hal ini dibayar sebagai bentuk konsekuensi pembeli yang
meminta waktu pembayaran tertentu dan sebagai keuntungan bagi
penjual karena sudah bersabar dalam menunggu pelunasan kredit
tersebut. Untuk besaran bunga dalam hal ini sesuai kebijakan dari
penjual dalam menentukan tingkat bunga yang dipakai.
C. Jenis-Jenis Piutang
1. Piutang Usaha (Account Receivable)
Piutang usaha adalah suatu jumlah pembelian kredit dari pelanggan.
Piutang timbul sebagai akibat dari penjualan barang atau jasa. Piutang
ini biasanya diperkirakan akan tertagih dalam waktu 30-60 hari. Secara
umum, jenis piutang ini merupakan piutang terbesar yang dimiliki
perusahaan.
2. Wesel Tagih (Notes Receivable)
Wesel Tagih adalah surat formal yang diterbitkan sebagai bentuk
pengukuran utang. Wesel tagih biasanya memiliki waktu tagih antara
60-90 hari atau lebih lama serta mewajibkan pihak yang berutang
untuk membayar bunga. Wesel tagih dan piutang usaha yang
disebabkan karena transaksi penjualan biasa disebut dengan piutang
dagang (trade account).
3. Piutang Lain-Lain (Other Receivable)
Piutang lain-lain mencakup selain piutang dagang. Contohnya piutang
bunga,piutang gaji, uang muka karyawan, dan restitusi pajak. Secara
umum bukan berasal dari kegiatan operasional perusahaan. Oleh
karena itu, piutang jenis ini diklasifikasikan dan dilaporkan pada
bagian yang secara terpisah di neraca.
Contoh Soal
Berikut ini adalah transaksi yang terjadi pada PT SDI selama bulan Maret
2017:
1. Dijual barang dagang sebesar Rp 600.000.000 secara kredit.
2. Diterima pelunasan piutang dagang dari pelanggan sebesar Rp
570.000.000.
3. Dihapus piutang dagang kepada Tn. Bas sejumlah Rp 2.400.000.
4. Dihapus piutang dagang kepada Tn. Buss sejumlah Rp 4.200.000.
5. Tn. Bas melunasi piutang yang telah dihapus sebesar Rp 1.800.000.
Diminta :
a. Buatlah jurnal yang diperlukan untuk mencatat transaksi di atas,
apabila perusahaan menggunakan metode langsung dalam mencatat
penghapusan kerugian piutang!
b. Apabila perusahaan menggunakan metode cadangan dan menaksir
kerugian piutang yang tidak dapat ditagih adalah sebesar 1,5% dari
total penjualan, hitunglah selisih beban kerugian piutang yang
dihitung dengan kedua metode tersebut!
D. Piutang Diluar Usaha

Piutang diluar usaha (non account receivable) adalah piutang yang terjadi
bukan dari penjualan barang atau jasa yang diproduksi oleh perusahaan.
Jenis-jenis piutang diluar usaha biasanya ditentukan oleh jangka waktu
penagihan. Pengelompokan sebagai aset lancar seperti piutang bunga,
persekot piutang dividen dan lain-lain, juga dikelompokkan sebagai aset
tidak lancar.

Transaksi yang termasuk piutang diluar usaha adalah piutang dividen,


persekot asuransi, piutang bunga, piutang pegawai, piutang pesanan
pembelian saham, piutang pendapatan sewa, tagihan kepada pelanggan
untuk pengembalian tempat barang misal botol, drum, dan lain-lain serta
berbagai transaksi dengan istilah dibayar di muka seperti gaji dibayar di
muka dan sewa dibayar di muka biasanya termasuk piutang bukan usaha
juga.

Piutang sesuai standar akuntansi keuangan dicatat dalam neraca sebesar


jumlah yang akan didapatkan sesuai nilai
(realisasi/penyelesaian/realizable/settlement value), yaitu jumlah yang
diharapkan bisa ditagih sesuai dengan nominal transaksi yang disepakati.
Jumlah yang diharapkan bisa didapat dengan menagih dapat dihitung
dengan mengurangi jumlah piutang yang ada dengan taksiran piutang yang
tidak dapat ditagih. Piutang non usaha ini bisa menjadi sumber pendapatan
tambahan bagi perusahaan seperti piutang pendapatan sewa yang
menunjukkan bahwa perusahaan bisa menyewakan tempat atau barang
apapun sebagai sumber pendapatan juga.

Contoh Soal
1. PT Aserehe selama bulan April 2016 memberikan pinjaman kepada
karyawan sebesar Rp 12.000.000 dan membayar jasa angkutan sebesar
Rp 15.000.000 kepada PT Ranspor yang telah mengangkut barang ke
Bali. Berikut ini jurnal yang dibuat oleh PT Aserehe
Piutang Karyawan Rp. 12.000.000
Piutang Jasa Angkutan Rp. 15.000.000
Kas Rp. 27.000.000
2. PT Cantika pada tanggal 31 Desember 2016 memiliki saldo piutang
pendapatan sewa sebesar Rp. 100.000.000 yang diperkirakan tidak bisa
tertagih sebesar Rp. 15.000.000 karena penyewa mengalami
kebangkrutan. Nominal uang yang telah diterima adalah Rp.
85.000.000 yang telah dikurangi Rp. 15.000.000 sehingga jumlah
piutang yang tidak dapat tertagih diakui sebagai kerugian piutang.
Kerugian piutang dicatat dalam laporan laba rugi (baca: cara membuat
laporan laba rugi) periode berjalan sebagai beban lain-lain. Besarnya
kerugian piutang bisa diketahui dengan memakai metode penghapusan
langsung atau metode cadangan. Berikut ini jurnal yang dibuat oleh PT
Cantika untuk transaksi tersebut.
Kas Rp. 85.000.000
Piutang Pendapatan Sewa Rp. 85.000.000

Jurnal untuk penghapusan piutang :

Cadangan kerugian Piutang Rp. 15.000.000

Piutang Pendapatan Sewa Rp. 15.000.000


3. Brilian yang berlokasi di Jakarta menjual produk senilai Rp
175.000.000 kepada Toko Cemerlang di Bandung. PT Cemerlang baru
membayar sebesar Rp 50.000.000. pada saat terjadinya transaksi dan
sisanya dilunasi pada bulan berikutnya. Atas transaksi ini jurnal yang
perlu dibuat sebagai berikut.
Kas Rp. 50.000.000
Piutang Usaha Rp. 125.000.000
Penjualan Rp. 175.000.000
E. Piutang Dengan Hubungan Istimewa
Contoh dalam piutang dengan hubungan istimewa adalah hubungan
istimewa dalam pajak:
1. stilah hubungan istimewa dalam pajak biasanya digunakan dalam
kasus perpajakan yang berkaitan dengan transaksi afiliasi atau
transaksi para pihak yang berelasi. Hubungan Istimewa antar Wajib
Pajak terjadi apabila terdapat suatu kondisi yang diduga mempengaruhi
pengambilan keputusan tidak secara wajar.
2. Hubungan Istimewa (Transfer Pricing) adalah hubungan yang terjadi
antara dua Wajib Pajak atau lebih yang menyebabkan Pajak
Penghasilan terutang di antara Wajib Pajak tersebut menjadi lebih kecil
daripada yang seharusnya terutang. Hubungan istimewa ini dapat
menyebabkan adanya kemungkinan harga yang ditekan lebih rendah
dari harga pasar.

Ada 4 Faktor Penyebab Hubungan Istimewa dalam Pajak:

Hubungan istimewa antara Pengusaha Kena Pajak dengan pihak yang


menerima penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dapat
terjadi karena ketergantungan atau keterkaitan satu dengan yang lain,
karena faktor kepemilikan atau penyertaan dan adanya penguasaan melalui
manajemen atau penguasaan teknologi.

Berikut ini adalah penjelasan lanjut mengenai faktor penyebab terjadinya


hubungan istimewa:

1. Usaha
Hubungan di antara pihak-pihak yang bersangkutan berkenaan dengan
usaha antara Wajib Pajak pemberi dengan Wajib Pajak penerima.
Terjadi apabila terdapat transaksi yang bersifat rutin antara kedua
belah pihak berupa pembelian, penjualan, atau pemberian imbalan lain
dengan nama dan dalam bentuk apapun.
2. Pekerjaan
Hubungan antara pihak-pihak yang bersangkutan berkenaan dengan
pekerjaan antara Wajib Pajak pemberi dengan Wajib Pajak penerima
berupa pekerjaan, pemberian jasa, atau pelaksanaan kegiatan secara
langsung atau tidak langsung antara kedua belah pihak tersebut.
Contoh:
Tuan John bekerja sebagai petugas dinas luar pegadaian dari
perusahaan pegadaian PT GHI. Meskipun Tuan John tidak berstatus
sebagai pegawai PT GHI. Antara PT GHI dan Tuan John dianggap
memiliki hubungan pekerjaan tidak langsung. Jika Tuan John
menerima bantuan dari PT GHI atau sebaliknya, maka bantuan
tersebut merupakan objek Pajak Penghasilan bagi pihak penerima
karena memiliki hubungan pekerjaan tidak langsung.
3. Kepemilikan atau Penyertaan Modal
Hubungan istimewa dianggap terjadi apabila hubungan kepemilikan
berupa penyertaan modal, baik secara langsung atau tidak langsung
sebesar 25% atau lebih.
Contoh:
a. Penyertaan Langsung
PT V memiliki 45% saham PT W. Kepemilikan saham PT W oleh
PT V tersebut merupakan penyertaan modal secara langsung
sebesar lebih dari 25%.
b. Penyertaan Tidak Langsung
Jika PT W di atas memiliki 50% saham PT X, maka PT V sebagai
pemegang saham PT W secara tidak langsung memiliki penyertaan
pada PT X sebesar 25%. Antara PT V, PT W, PT X terdapat
hubungan istimewa.
4. Penguasaan, Baik Melalui Manajemen atau Penggunaan Teknologi
Hubungan istimewa antar pengusaha (Wajib Pajak) dapat juga terjadi
karena adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan
teknologi. Hubungan istimewa terjadi apabila satu atau lebih
perusahaan berada di bawah penguasaan yang sama.
Contoh :
a. Penguasaan Melalui Manajemen
Tuan Harko, Direktur Utama di Perusahaan NG sekaligus menjabat
sebagai Direktur Utama di Perusahaan KL. Dalam hal ini ada
hubungan istimewa atara perusahaan NG dan KL karena adanya
penguasaan melalui manajemen Tuan Harko terhadap perusahaan
NG dan KL.
b. Penguasaan melalui Penggunaan Teknologi
Perusahaan T yang memproduksi makanan menggunakan formula
yang diciptakan oleh PT U. Dalam hal ini ada penguasaan melalui
penggunaan teknologi oleh PT U terhadap perusahaan T.

BAB V

A. Akuntansi Pajak atas Persedian


Persediaan Merupakan aktiva yang tersedia untuk dijual dalam
kegiatan usaha normal berupa barang dagang & produk jadi, Berada dalam
proses produksi Bahan baku dan bahan pembantu Untuk tujuan PPN, pasal
1 bagian (e) UU PPN menyatakan penyerahan barang kena pajak ke
pedagang perantara dianggap transaksi penyerahan penjualan. Barang
konsinyasi tidak termasuk persediaan (consignee). Akuntansi persediaan
berkaitan dengan sistem pencatatan dan penilaian. Untuk tujuan
perpajakan, pasal 10 ayat (6) UU PPh menganut Metode FIFO & Harga
Pokok Rata-rata.
Definisi persedian (PSAK 14) Aset yang tersedia untuk dijual dalam
kegiatan usaha normal, baik barang dagangan untuk usaha perdagangan
maupun barang jadi untuk manufaktur; berada dalam proses produksi
(barang dalam proses manufaktur dan pekerjaan dalam proses untuk
kontraktor); dan dalam bentuk bahan baku atau perlengkapan (bahan
pembantu) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.
B. Sistem pencatatan persedian
Metode pencatatan persediaan merupakan salah satu cara untuk mengelola
persediaan secara benar bagi perusahaan ritel. Metode pencatatan
persediaan menjadi salah satu unsur penting dalam sistem manajemen
inventory. Perusahaan ritel harus menerapkan metode ini agar data
persediaan selalu sesuai dengan keberadaan fisik persediaan di dalam
gudang. Secara lebih lanjut, metode pencatatan persediaan bisa untuk
tujuan penilaian agar aset perusahaan dapat dioptimalkan untuk
menciptakan laba.
Dengan menerapkan salah satu dari 2 metode persediaan, perusahaan akan
dengan mudah mendeteksi pergerakan persediaan secara lebih cepat dan
juga akan mengurangi risiko kehilangan maupun kerusakan persediaan di
dalam gudang.
C. Metode persediaan yang bisa dilakukan oleh perusahaan ritel ada 2
macam
1. Metode Periodik (Metode Fisik)
Metode fisik atau disebut juga dengan metode periodik merupakan
sistem pencatatan persediaan yang mengharuskan adanya perhitungan
persediaan yang masih ada pada tanggal penyusunan laporan
keuangan. Metode periodik disusun dengan indikator penting untuk
menentukan Harga Pokok Penjualan (HPP) dari stok opname yang
masih ada. Dengan metode ini, perusahaan akan memiliki data
mengenai mutasi persediaan secara akurat dan sesuai dengan
persediaan fisik di gudang.
2. Metode Perpetual
Pengertian metode perpetual merupakan metode pencatatan persediaan
perusahaan ritel yang dilakukan dengan cara membuat akun-akun
secara terpisah untuk setiap jenis persediaan. Metode perpetual bisa
juga disebut sebagai metode buku pembantu persediaan. Keunggulan
dari metode ini adalah lebih muda melakukan kontrol persediaan dan
menentukan HPP dari produk-produk yang beragam.
Akun-akun yang digunakan dalam pencatatan persediaan
disajikan dalam beberapa kolom yang meliputi akun pembelian,
penjualan, dan saldo persediaan. Setiap perubahan yang terjadi akan
diikuti dengan pencatatan dalam akun persediaan sehingga jika terjadi
perubahan jumlah persediaan akan segera diketahui melalui kolom
saldo. Selanjutnya, masing-masing kolom akan dirinci lagi untuk
menentukan kuantitas dan harga perolehannya.
D. Perbedaan perpetual dan periodic
Jika dibandingkan dengan metode fisik atau periodik, maka metode
perpetual sangat optimal untuk mencatat persediaan karena dapat
memudahkan dalam menyusun neraca dan laporan laba rugi. Selain itu,
metode perpetual juga dapat digunakan untuk mengawasi setiap persediaan
di dalam gudang dengan lebih akurat. Perbedaan perpetual dan periodik
sebagai metode pencatatan persediaan, sebenarnya pada cara menentukan
Harga Pokok Penjualan (HPP).
Dalam metode perpetual nilai HPP yang diperoleh hanya untuk
menunjukkan harga pokok atas produk yang dijual. Sementara dalam
metode periodik memungkinkan kekurangan/kelebihan atas persediaan
akan tercampur dalam harga pokok penjualan (HPP).

E. Nilai persediaan dalam neraca Penilaian persediaan barang


didasarkan pada harga perolehan.
Penilaian pemakaian persediaan untuk penghitungan HPP hanya boleh
dilakukan melalui dua cara menurut ketentuan perpajakan UU PPh No. 36
Tahun 2008 pasal 10 ayat (6), yaitu : 1. Metode rata-rata (average) 2.
Metode FIFO Pemilihan ke dua metode tersebut harus dilakukan secara
taat asas, artinya sekali WP memilih salah satu cara penilaian pemakaian
persediaan untuk perhitungan HPP, maka untuk selanjutnya harus
digunakan cara yang sama.
F. Teknik menghitung Persedian
1. Metode laba bruto (gross profit method), metode ini biasa digunakan
apabila inventarisasi fisik tidak mungkin dilakukan dan pencatatan
perpetual tidak dilaksanakan
2. Metode harga eceran (retail method), metode ini sering digunakan oleh
pengecer, pasar swalayan dan toserba untuk menaksir nilai persediaan
guna penyusunan penyusunan laporan perhitungan laba rugi. UU PPh
No.36/2008 dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak harus
berdasarkan data yang benar dan bukan berdasarkan penaksiran

BAB VI

A. Akuntansi Pajak Atas Biaya Dibayar Dimuka


Adalah pos-pos yang pada awalnya dicatat sebagai harta tetapi diharapkan
menjadi beban dikemudian hari setelah melampaui kegiatan normal
perusahaan. Biaya dibayar dimuka biasanya dikelompokkan ke dalam
asset lancer.
Biaya dibayar dimuka:
1. Asuransi
2. Sewa
3. Pajak
1 Desember 2008 dibayar biaya dimuka sebesar Rp.24.000.000 untuk 2
tahun kedepan.
Jurnal:
1 Des Biaya Dibayar dimuka Rp24.000.000
Kas Rp24.000.000
31 Desember dilakukan penyesuaian atas biaya dibayar dimuka
tersebut (berjalan 1 bulan): 24.000.000/24 bulan.
31 Des Beban Rp1.000.000
Biaya Dibayar dimuka Rp1.000.000
31 Des Ikhtisar Laba rugi Rp1.000.000
Beban Rp1.000.000
B. Asuransi Dibayar Dimuka
Asuransi dibayar dimuka tidak dikenakan PPN dan PPh
CONTOH :
1 Januari 2009 dibayar premi asuransi kendaraan kantor Rp.12.000.000
untuk 1 tahun.
Jurnal :
1 Januari Asuransi Dibayar dimuka Rp12.000.000
Kas Rp12.000.00

C. Sewa Dibayar Dimuka


Sewa Atas Angkutan Darat
Atas penghasilan sewa kendaraan ini dipotong PPh Pasal 23 sebesar
15% dari perkiraan penghasilan netto oleh pihak yang Wajib Membayar.
Perkiraan penghasilan netto 10% PB.
Contoh :
1 April 2009 PT.C menyewa bus kepada PT.D untuk 6 bulan kedepan.
Biaya sewa perbulan Rp.10.000.000. PT.C dan PT.D adalah PKP.
Jurnal untuk PT.C:
1 April Sewa Dibayar dimuka Rp 60.000.000
PPN Masukan Rp 6.000.000
Utang PPh Pasal 23 Rp 900.000
Kas Rp 65.100.000

10 Mei Utang PPh Pasal 23 Rp 900.000


Kas Rp 900.000
Jurnal untuk PT.D:
1 April Kas Rp 65.100.000
PPh Pasal 23 dibayar dimuka Rp 900.000
PPN Keluaran Rp 6.000.000
Pendapatan sewa Rp 60.000.000
D. Pajak Dibayar Dimuka
Merupakan pembayaran pajak yang dilakukan pemotongan atau
pemungutan oleh pihak lain serta pembayaran pajak yang dilakukan
sendiri oleh WP, yang dapat diperhitungkan dengan pajak terutang PPh
badan atau PPN Keluaran WP. Pajak dibayar dimuka diakui sebagai asset
bagi WP.
Pajak dibayar dimuka:
1. PPh Pasal 22
2. PPh Pasal 23
3. PPh Pasal 24
4. PPh Pasal 25
E. Pajak Penghasilan Pasal 22
Adalah uang muka PPh yang harus dibayar oleh WP Dalam Negeri dan
WP Bentuk Usah Tetap selama tahun berjalan melalui sistem pemungutan,
apabila mereka melakukan transaksi penjualan barang tertentu atau
pembelian barang tertentu dari Badan-Badan tertentu.
Contoh
Pajak Penghasilan Pasal 22
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 ATAS IMPOR Besarnya tarif PPh
Pasal 22 impor dan DPP-nya sebagai berikut:
• 2,5% x Nilai Impor (Angka Pengenal Impor), atau
• 7,5% x Nilai Impor (tidak menggunakan/mempunyai API), atau
• 7,5% x harga lelang (harga jual lelang) jika barang yang diimpor tidak
dikuasai.
Nilai Impor = Cost Insurance and Freight (CIF) + Bea Masuk + Bea
Masuk Tambahan + Pungutan Lain berdasarkan peraturan di bidang
pabean
Contoh
PT. QQ adalah Importir Lampu hias yang tidak memiliki API. Pada 2
Februari melakukan import barang dari Italia dengan harga faktur US$
150.000. Biaya Asuransi yang dibayar di Luar Negeri dan Biaya Angkut
dari Italia ke daerah Pabean (Indonesia) masing-masing sebesar Rp. 3%
dan 4% dari harga Faktur. Tarif Bea Masuk dan Bea Masuk Tambahan
masing-masing sebesar 10% dan 20% dari CIF. Kurs yang ditetapkan oleh
menteri Keuangan pada saat itu adalah US$ 1 adalah Rp. 9.700.
a) Menentukan Nilai Import
Harga Faktur US$ 150.000 x Rp. 9.700 Rp. 1. 455.000.000
Biaya Asuransi 3% x Rp. 1.455.000.000 Rp. 43.650.000
Biaya Angkut 4% x Rp. 1.455.000.000 Rp. 58.200.000
+
CIF Rp. 1. 556.850.000
Bea Masuk 10% x Rp. 1.556.850.000 Rp. 155.685.000
Bea Masuk Tambahan 20% x Rp. 1.556.850.000 Rp. 311.370.000
+
Nilai Impor Rp. 2. 023.905.000
b) Menghitung PPh Pasal 22 Import :
7,5 % x Rp. 2.023.905.000 = Rp.
151.792.875
c) PPN Masukan :
10% X Rp. 2.023.905.000 = Rp.202.390.500
d) Jurnal PT. QQ:
2 Februari
Persediaan lampu hias Rp 2. 023.905.000
PPh Pasal 22 dibayar dimuka Rp 151.792.875
PPN Masukan Rp 202.390.500
Kas/Bank Rp 2.378.088.375
F. Pajak Penghasilan Pasal 23
Adalah pajak atas penghasilan berupa dividen, bunga, royalty, dan imbalan
jasa-jasa tertentu. PPh Pasal 23 merupakan pembayaran pajak dimuka
yang pada umumnya dapat dikreditkan pada SPT Tahunan oleh WP yang
menerima penghasilan (kecuali atas PPh yang bersifat final, yaitu bunga
simpanan yang dibayarkan koperasi).
Contoh pajak penghasilan pasal 23
1. PT. A menerima penghasilan berupa royalty dari PT.B sebesar
Rp.100.000.000 pada tanggal 19 Juli 2008.
Jurnal PT A
19 Juli
Kas Rp 95.000.000
PPh Pasal 23 dibayar dimuka Rp 15.000.000
PPN Keluaran Rp
10.000.000
Pendapatan royalti Rp 100.000.000
Jurnal PT B
19 Juli
Beban royalti Rp 100.000.000
PPN Masukan Rp 10.000.000
Utang PPh Pasal 23 Rp 15.000.000
Kas Rp 95.000.000
20 Agustus
Utang PPh Pasal 23 Rp 15.000.000
Kas Rp15.000.000
G. Pajak Penghasilan Pasal 24
Adalah peraturan yang mengatur hak WP untuk memanfaatkan kredit
pajak mereka di luar negeri,untuk mengurangi nilai pajak terutang yang
dimiliki di Indonesia .Sehingga,jumlah pajak yang harus di bayar di
Indonesia dapat dikurangi dengan jumlah pajak yang telah mereka bayar
diluar negeri ,asalkan nilai kredit pajak di luar negeri tidak melebihi
hutang pajak yang ingin dibayar di Indonesia.
Pemanfaatan kredit pajak di luar negeri ini dimaksudkan agar wajib pajak
tidak terkena pajak ganda.
Contoh Pajak Penghasilan Pasal 24
PT ABC tahun 2017 memperoleh pendapatan netto di dalam negeri
sebesar Rp 25.000.000.000,- dan di luar negeri sebesar Rp
10.000.000.000,-.Asumsi pajak di luar negeri sebesar 25%. Total
penghasilan tercatat adalah sebesar Rp 35.000.000.000,- (penghasilan
dalam negeri + penghasilan luar negeri)
Total Pph Terutang :
25% X Rp 35.000.000.000,- = Rp 8.750.000.000
Pph Maksimum yang dapat dikreditkan :
( Rp 10.000.000.000,- : Rp 35.000.000.000,- ) X Rp 8.750.000.000,-
= Rp 2.500.000.000,-
Jadi,Pph terutang yang sudah dibayarkan diluar negeri adalah sebesar Rp
2.500.000.000,-. Jadi nominal ini yang akhirnya digunakan sebagai
pengurang pajak dalam negeri.
H. Pajak Penghasilan Pasal 25
mengatur tentang penghitungan besarnya angsuran bulanan yang harus
dibayar oleh Wajib Pajak sendiri dalam tahun berjalan. Besarnya angsuran
pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib
Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang
menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak
yang lalu dikurangi dengan:
1. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana
dimaksud pasal 22
2. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh
dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 dibagi 12 (dua
belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Contoh Pajak Penghasilan Pasal 25
Berdasarkan SPT Tahunan PPh, Penghasilan Kena Pajak pada tahun
2009 adalah Rp.450.000.000.
Tarif pasal 17 PPh OP : 5% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 2.500.000,-
15% x Rp. 200.000.000,- = Rp. 30.000.000,-
25% x Rp. 200.000.000,- = Rp. 50.000.000,-
Rp. 82.500.000,-
Pajak penghasilan yang terutang Rp. 82.500.000,-
Kredit Pajak PPh Pasal 22 Rp 5.000.000,-
Pajak PPh Pasal 23 Rp 2.500.000 ,-
Pajak PPh Pasal 24 Rp 7.500.000 ,- +
Rp. 15.000.000,-
Rp. 67.500.000 ,-
Besarnya angsuran PPh pasal 25 (pajak yang harus dibayar sendiri)
setiap bulan untuk tahun 2009 adalah sebesar 67.500.000/12 =
5.625.000/bln Jurnal setiap bulan

BAB VII

A. Investasi Jangka Panjang


Investasi jangka panjang dimaksudkan utnuk meningkatkan penghasilan degnan
menanamkan modal di perusahaan lain. Penguasaan saham perusahaan lain dapat
dimasukkan pula untuk menguasai pasokan bb atau distribusi. Investasi jangka
panjang dapat berupa:
1. Penyertaan dalam bentuk saham, obligasi dll.
2. Dana untuk melunasi utang jangka panjang atau dana khusus.
3. Asset lain-lain seperti pembelian tanah dengan rencana penggunaan di masa yang
akan dating.

Nilai perolehan investasi jangka Panjang meliputi:


1. Harga Pembelian
2. Biaya Broker
3. Pajak
4. Biaya Lain-lain
Penghasilan dari investasi umumnya dilaporkan di Lap RL secara terpisah dari
kegiatan utama perusahaan. Penghasilan dari investasi berupa bunga obligasi dan
dividen saham adalah obyek PPh , dipungut dengan tarif 15% PB.

B. Akuntansi Pajak Atas Penyertaan Saham


Jurnal akuntansi pajak atas transaksi investasi dalam saham menggunakan cost
method dan equity method:

Transaksi Cost Method


Pembelian Investasi Pada saham PT… xxx
Kas xxx
Pengumuman Laba No Entri
Pembagian Deviden Kas xxx
PPh 23 Dibayar Dimuka xxx
Pendapatan Deviden xxx
Transaksi Equity Method (Kepemilikan saham <25%)
Pembelian Saham Investasi dalam Saham PT…. xxx
Kas Xxx

Pengumuman Laba Investasi dalam Saham PT…. xxx


Pendapatan Investasi xxx
Pembagian Deviden Kas xxx
PPh 23 dibayar dimuka xxx
Pendapatan Deviden xxx
Transaksi Equity Method (Kepemilikan Saham >=25%)
Pembelian Saham Investasi dalam Saham PT…. xxx
kas xxx
Pengumuman Laba Investasi dalam Saham PT…. xxx
Pendapatan Investasi xxx
Pembagian Deviden Kas xxx
Pendapatan Deviden xxx

Untuk tujuan perpajakan, tidak terdapat ketentuan menyebutkan metode pembukuan investasi
jangka saham. Investasi saham menurut pasal 10 ayat 5 UU PPh sama dengan halnya
persediaan, dibukukan berdasarkan harga perolehan tanpa memperhatikan persentase
kepemilikan

Keuntungan pengalihan saham merupakan obyek PPh. Yaitu kelebihan harga jual diatas
perolehannya . Apabial penjualan saham dilakukan tidak melalui pasar modal, maka
keutnungan dari penjualan tersebut harus diakui sebagai penghasilan dari penjualan
dikenakan PPh:

1. Untuk saham pendiri tarif 0,5% PB bersifat final


2. Untuk bukan saham pendiri tarif ),1% bersifat final Sehingga biaya yang
dikeluarkanuntuk perolehan penghasilan tsb tidak dapat mengurangi pendapatan
dividen

Jika penjualan tidak melalui pasar modalmaka keutungan dari penjualan tersebut harus diakui
sebagai penghasilan di luar usaha yang harus digabungkan dengan penghasilan lain untuk
dilaporkan di SPT PPh Badan. Sehingga biaya yang dikeluarkan untuk perolehan penghasilan
tsb dapat mengurangi pendapatan dividen.

CONTOH WP.
Alice adalah pemegang saham PT.B pada tahun 2004 memiliki saham 5000 lembar dengan harga
perolehan Rp.3.000/lembar saham. Pada tahun 2007 PT.B membagikan saham bonus yang berasal
dari konversi agio saham dengan perbandingan 1:1 yaitu setiap satu lembar saham memperoleh satu
saham bonus. Pada bulan Agustus 2009 WP Alice menjual 1000 lembar saham dengan harga
Rp.5.000 perlembar saham. Penghasilan yang harus dimasukkan ke dalam SPT Tahunan WP OP:

1) Harga perolehan setiap lembar saham:

a) 5000 lbr yang diperoleh th 2004 @Rp.3.000 = Rp. 15.000.000

b) 5000 lbr yang diperoleh th 2007@Rp.0 = Rp.0

2) Jumlah lembar saham 10.000 lbr = Rp.15.000.000

3) Harga perolehan rata-rata perlembar saham Rp.1.500

a) Harga penjualan = 1000 x Rp.5.000 = Rp.5.000.000

b) Harga perolehan 1000 lembar saham = 1000 X Rp.1.500 = Rp.1.500.000

4) Keuntungan Rp.5.000.000 – Rp.1.500.00 = Rp. 3.500.000

Untuk mempertahankan proporsi kepemilikan saham pada umumnya jika perusahaan akan
menerbitkan saham baru kepada persero lama diberikan hak emmbeli terlebih dahulu (pre-
emptive rights). Kelaziman dalam akuntansi komersial untuk mengalokasikan harga
perolehan saham kepada rights tersebut. Penjualan rights diatas harga alokasi tersebut
merupakan keuntungan. Sementara itu jika hak tersebut dimanfaatkan untuk emmbeli saham
baru dengan harga yang lebih rendah dari harga pasar, harga perolehan rights ditambahkan
pada pembelian dan diakui sebagai harga perolehan saham baru.

Apabila rights tidak dimanfaatkan alokasi biaya umumnya dianggap sebagai kerugian. Dalam
ketentuan perpajakan alokasi tersebut tidak dilakukan sehingga hasil penjualan rights
merupakan penghasilan kena pajak seluruhnya.

C. Akuntansi Pajak atas Kepemilikan Obligasi


Obligasi adalah surat utang jangka panjang dengan tingkat bunga tertentu. Nilai
obligasi sebagai investasi dicatat sesuai dengan harga perolehannya. Pembayaran
bunga harus dinyatakan terpisah dari harga perolehannya. Perbedaan antara harga
perolehan dengan nilai nominal obligasi atau surat berharga semacam itu harus
ditangguhkan dan diamortisasikan selama jangka waktu yang ada.
Penjelasan pasal 4 ayat 1 UU PPh menganggap bagian keuntungan atas pembagian
keuntukan dalam hal penghasilan bunga, memiliki karakter seperti dividen.

CONTOH:

Pada tanggal 1 juli 2003 Budi membeli 10 lembar obligasi PT.A dengan niali nominal
Rp.10.000 dan dengan kurs sebesar 110%. Bunga obligasi 12% pertahun dibayar tiap
1 april dan 1 oktober. Komisi pialang Rp.8.000. Obligasi akan dilunasi pada tanggal
31 Desember 2007 ( 4,5 tahun kemudian).

Pencatatan investasi obligasi oleh Budi:

1 Juli

Investasi Obligasi 100.000

Premium 10.000

Penghasilan Bunga 3.000

Utang PPh Pasal 23 1.500

Kas 111.500

Budi harus melakukan pemotongan PPh 23 atas premium diskonto yang merupakan
penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi : 15% X 10.000 = 1.500

VIII

ASET TETAP
A. Pengertian Aset Tetap
Aset tetap atau aktiva tetap mengacu pada aset berwujud jangka
panjang yang digunakan dalam operasi bisnis. Jenis aset ini
memberikan keuntungan finansial jangka panjang, memiliki masa
manfaat lebih dari satu tahun, dan diklasifikasikan sebagai property,
plant, and equipment (PP&E) (PP&E) di neraca.
Contoh:
1. Tanah
2. Mesin
3. Bangunan dan fasilitas
4. Kendaraan (mobil perusahaan, truk, forklift, dll.)
5. Furniture
6. Perangkat komputer
7. Alat dan Mesin
B. Perolehan Aset Tetap
Aset tetap dapat diperoleh dengan berbagai cara, dimana masing-
masing cara perolehan akan mempengaruhi penetuan harga perolehan.
Cara-cara tersebut adalah dengan pembelian tunai, pembelian angsuran,
ditukar dengan aset tetap lainnya, ditukar dengan surat-surat berharga,
diperoleh dari hadiah/donasi, dan aset yang dibuat sendiri. Adapun cara
perolehan aset tetap menurut Baridwan (2004:278) adalah sebagai
berikut :
1. Pembelian Tunai Jumlah uang yang dikeluarkan untuk memperoleh
aset tetap termasuk harga faktur dan semua biaya yang dikeluarkan
agar aset tersebut siap untuk dipakai, seperti biaya angkut, premi
asuransi dalam perjalanan, biaya balik nama, biaya pemasangan
dan percobaan. Ayat jurnal yang diperlukan pada saat perolehan
aset dengan cara pembelian tunai adalah :
Aset Tetap Rp xxx
Kas Rp xxx
2. Pembelian secara Lumpsum/gabungan Harga perolehan dari setiap
aset tetap yang diperoleh secara gabungan ditentukan dengan
mengalokasikan harga gabungan tersebut berdasarkan
perbandingan nilai wajar yang diperlukan adalah :
Aset Tetap 1 Rp xxx
Aset Tetap 2 Rp xxx
Aset Tetap 3 Rp xxx
Kas/Hutang Angsuran Rp xxx
3. Pembelian angsuran
Apabila aset tetap diperoleh dari pembelian angsuran, maka dalam
harga perolehan aset tersebut tidak boleh termasuk bunga. Bunga
selama masa angsuran baik jelas-jelas dinyatakan maupun yang
tidak dinyatakan sebagai biaya bunga.
Misalnya aset tetap dibeli pada tanggal 1 januari, pembayaran
pertama Rp xxx, dan sisanya diangsur setiap akhir tahun, maka
jumlahnya adalah :
Aset Tetap Rp xxx
Hutang Rp xxx
Kas Rp xxx
4. Ditukar Dengan surat-surat Berharga
Aset tetap yang diperoleh dengan cara ditukar dengan saham atau
obligasi perusahaan, dicatat dalam buku sebesar harga pasar saham
atau obligasi yang digunakan sebagai penukaran. Apabila harga
pasar saham atau obligasi itu tidak diketahui, harga perolehan aset
tetap ditentukan sebagai harga pasar aset tersebut. Apabila kedua-
duanya tidak.
diketahui maka nilai pertukaran ditentukan oleh keputusan
pimpinan perusahaan. Misalnya Aset tetap ditukar dengan saham,
ayat jurnalnya adalah :
Aset Tetap Rp xxx
Modal Saham Rp xxx
Agio Saham Rp xxx

5. Ditukar Dengan asset Tetap yang lain


1. Pertukaran aset tetap yang tidak sejenis Yang dimaksud dengan
pertukaran aset tetap yang tidak sejenis adalah pertukaran aset
tetap yang sifat dan fungsinya sama sepeti pertukaran tanah
dengan mesin-mesin, tanah dengan gedung dan pertukaran
tanah dengan mesin-mesin, tanah dengan gedung dan lain-lain.
Perbedaan antar nilai buku aset tetap yang diserahkan dengan
nilai wajar yang digunakan sebagai dasar pencatatan aset yang
diperoleh pada tanggal transaksi terjadi harus diakui sebagai
laba atau rugi pertukaran aset tetap.
Misalnya perusahaan menukar aset mesin dengan aset kendaraan,
maka jurnalnya adalah :
Aset Mesin Rp xxx
Akumulasi depresiasi Rp xxx
Kas Rp xxx
Aset kendaraan Rp xxx
Laba (rugi) penukaran Rp xxx
2. Pertukaran asset tetap yang sejenis
Yang dimaksud dengan pertukaran aset tetap yang sejenis
adalah pertukaran aset tetap yang sifat dan fungsinya sama
seperti pertukaran mesin produksi Merk A dengan Merk B dan
seterusnya. Laba yang timbul akibat pertukaran akan
ditangguhkan (mengurangi harga perolehan aset yang
bersangkutan). Apabila pertukaran tersebut menimbulkan
kerugian maka ruginya akan dibebankan dalam periode
terjadinya pertukaran. Misalnya perusahaan menukar aset lama
dengan aset yang baru, maka jurnalnya adalah :
Aset Baru Rp xxx
Akumulasi depresiasi Rp xxx
Kas Rp xxx
Akumulasi depresiasi Rp xxx
Laba (rugi) penukran Rp xxx

6. Diperoleh Dari Hadiah Atu donasi


Pencatatan niali aset tetp yang diperoleh dari hadiah atau donasi
adalah sebesar harga pasar. Apabila dalam perolehan dikenakan
biaya maka biaya ini dianggap tidak akan mempengaruhi nilai aset
tetap itu karena jumlahnya jauh lebih kecil dari aset tetap yang
diterima. Apabila aset dicatat sebesar biaya yang sudah
dikeluarkan, maka hal ini akan menyebabkan jumlah aset dan
modal terlalu kecil, juga beban depresiasi terlalu kecil. Untuk
mengatasi keadaan ini maka aset yang diterima sebagai hadiah
dicatat sebesar harga pasarnya. Misalnya perusahaan mendapat
hadiah aset tetap berupa tanah dan gedung, maka jurnalnya adalah :
Tanah Rp xxx
Gedung Rp xxx
Modal-hadiah Rp xxx
7. Aset Yang dibuat sendiri
Dalam pembuatan aset, semua biaya yang dapat dibebankan
langsung seperti bahan, upah langsung dan factory overhead
langsung dalam menentukan harga pokok aset yang dibuat. Dalam
hal harga pokok aset yang dibuat lebih rendah dari pada harga beli
di luar (dengan kualitas yang sama) maka selisih yang ada
diperlakukan sebagai kerugian, sehingga aset akan menggunakan
dana yang berasal dari pinjaman, maka bunga pinjaman selama
masa pembuatan aset dikapitalisasi dalam harga perolehan aset.
Sesudah aset itu selesai dibuat, biaya bunga pinjaman dibebankan
sebagai biaya dalam periode terjadinya.
C. Penyusutan Aset Tetap
Menurut Baridwan (2008:306) pengertian Akuntansi depresiasi adalah:
Suatu sistem akuntansi yang bertujuan unutk membagikan harga
perolehan atau nilai dasar lain dari aset tetap berwujud, dikurangi nilai
sisa (jika ada), selama umur keguanaan unit itu yang ditaksir (mungkin
berupa suatu kumpulan aset-aset) dalam suatu cara yang sistematis dan
rasional.

D. Aset Denga Sewa


Sewa menyewa merupakan suatu perjanjian dimana lessor memberikan
hak kepada lessee untuk menggunakan suatu asset selama periode
waktu yang telah disepakati. Sebagai imbalannya, lessee melakukan
pembayaran atau serangkaian pembayaran kepada lessor (IAI:2009).
Dari definisi tersebut memberikan pengertian yaitu perjanjian yang
dibuat oleh kedua belah pihak yaitu lessor (pihak yang menyewakan)
dan lessee (pihak yang menyewa) dimana dalam perjanjian tersebut
pihak lessor memberikan atau mengalihkan hak guna atau hak pakai
atas Aset yang dimilikinya baik itu berupa tanah, kendaraan, peralatan
maupun Aset lainya yang dapat disusutkan selama beberapa periode
tertentu kepada pihak lessee. Sebagai balas jasa kepada pihak lessor
dari hak pakai terhadap Aset tersebut, lessee dituntut untuk membayar
sejumlah uang sewa atau kompensasi sesuai dengan perjanjian yang
dibuat diantara kedua belah 10 pihak. Demikian juga dengan lamanya
perjanjian tergantung kepada perjanjian yang dibuat oleh lessor dan
lessee bervariasi sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.
E. Revaluasi aktiva Tetap
Revaluasi aset tetap adalah penilaian kembali aset tetap perusahaan,
yang diakibatkan adanya kenaikan nilai aset tetap tersebut di pasaran
atau karena rendahnya nilai aktiva tetap dalam laporan keuangan
perusahaan yang disebabkan oleh devaluasi atau sebab lain, sehingga
nilai aktiva tetap dalam laporan keuangan tidak lagi mencerminkan
nilai wajar (Waluyo dan IIyas, 2002).
F. Penjualan Aset
Berdasarkan Pasal 18 ayat (3a) UU. No.17 Tahun 2000 tidak berubah
pada UU. No.36 Tahun 2008, Direktur Jenderal Pajak berwenang
melakukan perjanjian dengan WP dan bekerja sama dengan pihak
otoritas pajak Negara lain untuk menentukan harga transaksi antar
pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, yang berlaku
selama suatu periode tertentu dan mengawasi pelaksanaannya serta
melakukan renegoisasi setelah periode tertentu tersebut berakhir.
Contoh: PT. GHI (induk perusahaan) akan menjual tanah ke PT. JKL
(anak perusahaan), PT. GHI dapat melakukan perjanjian dengan Dir.
Jend. Pajak untuk menentukan harga transfer atau harga jual tanah,
agar dalam pemeriksaan pajak tidak dilakukan koreksi harga.
G. Amortisasi
Amortisasi adalah suatu proses pelunasan utang yang dilakukan
dengan jangka waktu ataupun periode tertentu dan juga dikerjakan
secara bertahap. Contoh sederhana dari pembayaran amortisasi ini
adalah pembayaran tagiahan bulanan pada kredit kendaraan, pinjaman
kartu kredit, pinjaman KPR, dll.
Penjelasan lain dari pengertian amortisasi adalah suatu proses
akuntansi yang dilakukan dengan mengurangi nilai kewajiban atau
biaya dan aset tak berwujud yang dikerjakan secara perlahan.
Pengurangan pada nilai aset tidak berwujud ini akan dilakukan sesuai
umur ekonomis terbatasnya melalui metode memberikan pengeluaran
beban secara periodik pada nilai pendapatan.

BAB IX

A. Kewajiban Jangka Pendek


Kewajiban jangka pendek : utang bank, utang dagang, biaya yang masih harus
dibayar, utang pajak, utang dividen, utang wesel, dan pendapatan diterima di muka.
B. Akuntansi Pajak Atas Utang Bank
Jika WP memilki pinjaman pada sebuah bank dan juga memiliki tabungan/deposito
maka:
1. Apabila jumlah rata-rata pinjaman sama besarnya dengan atau lebih kecil dari
jumlah rata2 dana yang ditempatkan sebagai deposito berjangka atau tabungan
lainnya, maka bunga yang dibayar atau terutang atas pinjaman tersebut seluruhnya
tidak dapat dibebankan sebagai biaya.
2. Apabila jumlah rata-rata pinjaman lebih besar dari jumlah rata-rata dana yang
ditempatkan dalam bentuk deposito atau tabungan lainnya, maka bunga atas
pinjaman yang boleh dibebankan sebagai biaya adalah bunga yang dibayar atau
terutang atas rata-rata pinjaman yang melebihi jumlah rata-rata dana yang
ditempatkan sebagai deposito berjangka atau tabungan lainnya.
CONTOH:
Tahun 2008 PT.A mendapat pinjaman dari pihak ketiga dengan batas maksimum
Rp.200.000.000 dg tingkat bunga pinjaman 20%. Dari jumlah tsb telah diambil
pada bulan Februari sebesar Rp.125.000.000. Pada bulan Juni diambil lagi sebesar
Rp.25.000.000 dan sisanya Rp.50.000.000 diambil pada bulan Agustus. Selain itu
WP mempunyai dana yang ditempatkan dalam bentuk deposito dengan perincian:
Feb sda Maret Rp.25.000.000
April sda Agustus Rp.46.000.000
Sept sda Des Rp.50.000.000

Dengan demikian bunga yang dapat dibebankan sebagai biaya adalah:

Rata-rata Pinjaman Pinjaman Jangka Waktu Jumlah


pinjaman
Januari 0 1 bulan 0
Feb s.d Maret 125.000.000 4 bulan 50.000.000
Juni s.d Juli 150.000.000 2 bulan 230.000.000
Aguts s.d Des 50.000.000 5 bulan 200.000.000
Jumlah 480.000.000

Rata-rata pinjaman perbulan : Rp.1.800.000.000/12 = Rp.150.000.000

Rata-rata dana Deposito Jangka Waktu Jumlah deposito


Jumlah deposito 1 bulan 0
Feb s.d Maret 25.000.000 2 bulan 50.000.000
April s.d Agustus 46.000.000 5 bulan 230.000.000
Sept s.d Des 50.000.000 4 bulan 200.000.000
Jumlah 480.000.000
Rata-rata deposito per bulan = Rp.480.000.000 : 12 = Rp.40.000.000
Bunga yang dapat dibebankan sebagai biaya = 20% x (150.000.000–40.000.000) =
22.000.000
C. Akuntansi Pajak Atas Utang Dagang
CONTOH:
Tanggal 31 Januari 2008 PT.A melakukan pembelian barang dagangan
Rp.15.000.000 secara kredit. Utang dilunasi tanggal 28 Februari 2008.
Jurnal:
31 Jan
Pembelian 15.000.000
PPN Masukan 1.500.000
Utang Dagang 16.500.000
28 Feb
Utang Dagang 16.500.000
Kas 16.500.000
D. Akuntansi Pajak Atas Utang Pajak
Utang pajak terdiri dari PPh 21, PPh 23, PPh 26 dan PPN Keluaran.
E. Akuntansi Pajak Atas Deviden
Pengumuman pembagian laba akan menimbulkan utang dividen, tetapi apabila
pembagian laba dilakukan tanpa diumumkan terlebih dahulu maka tidak akan
menimbulkan utang dividen. Terutangnya dividen akan menimbulkan kewajiban
pemotongan PPh 23 sebesar 15% PB
F. Akuntansi Pajak Utang Wesel
Utang Wesel merupakan suatu surat utang yang disertai dengan dokumen perjanjian.
Utang wesel ini dapat muncul akibat utang dagang yang tidak dibayar pada jatuh
tempo sehingga muncul perjanjian atau kesepakatan maupun dikeluarkan untuk
mendapatkan pinjaman. Wesel harus selalu dicatat sebesar nomunalnya dan apabila
terdapat bunga (diskonto) harus dicatat terpisah.
G. Akuntansi Pajak Atas Pendapatan Diterima Dimuka
Penghasilan yang diterima dari penjualan barang ataupun penyerahan jasa yang
diterima sebelum terjadinya penyerahan barang atau jasa akan dilaporkan dalam
kelompok kewajiban karena setelah pemberi jasa atau penjual barang tersebut
menerima uang maka akan timbul kewajiban baginya untuk menyerahkan barang
maupun jasa di kemudian hari.
H. Kewajiban Jangka Panjang Obligasi
Obligasi adalah janji tertulis untuk membayar bunga secara periodic dan sejumlah
nilai nominal pada tanggal jatuh tempo. Pada obligasi dapat terjadi adanya agio
(premium) dan juga disagio (discount):
1. Agio ataupun disagio terjadi karena perbedaan suku bunga pasar dengan
suku bunga yang terdapat dalam obligasi.
2. Agio dan disagio merupakan penyesuaian terhadap tarif bunga nominal
sehingga perlu dilakukan amortisasi tahunan atas jumlah agio atau disagio
tersebut
3. Alternatif amortisasi : metode garis lurus, dan bunga efektif.

BAB X
A. Penghasilan Yang Kena Pajak
Penghasilan kena pajak (pkp) adalah penghasilan yang dijadikan dasar
untuk menghitung Pajak Penghasilan (PPh). Hal tersebut diatur dalam UU
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Dalam aturan tersebut
penghasilan kena pajak dihitung dari penghasilan kotor dikurang dengan
upah untuk mengumpulkan dan menjaga penghasilan. Kemudian jika
kasus demikian hasilnya rugi maka akan digantikan oleh penghasilan
tahun pajak selanjutnya sampai dengan lima tahun kedepan.
Tarif penghasilan kena pajak terbagi dalam dua jenis berdasarkan subjek
pajaknya, yaitu:
1. Tarif penghasilan kena pajak dikenakan kepada wajib pajak orang
pribadi (WP OP) dalam negeri
2. Tarif penghasilan kena pajak yang dikenakan kepada wajib pajak
badan dalam negeri atau Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Tarif yang dikenakan untuk keduanya berbeda. Untuk tarif penghasilan
kena pajak dibedakan berdasarkan jumlah penghasilannya:
1. Penghasilan
2. Penghasilan Rp 50.000.000 - Rp 250.000.000 per tahun dikenakan
tarif PPh sebesar 15%
3. Penghasilan Rp 250.000.000 - Rp 500.000.000 per tahun dikenakan
tarif PPh sebesar 25%
Sementara untuk wajib pajak badan dalam negeri atau BUT dikenakan
tarif PPh sebesar 28% dari jumlah penghasilan keseluruhan. Pajak
yang telah disetorkan akan masuk ke dalam kas negara untuk tujuan
memajukan perekonomian bangsa.
B. Bukan Obyek Pajak Penghasilan
dalam ayat 3 disebutkan ada beberapa pengecualian yang dinyatakan
sebagai bukan objek pajak penghasilan, di antaranya:
1. Bantuan atau sumbangan, termasuk di dalamnya zakat. Selain itu,
ada juga harta hibahan dari keluarga sedarah, lembaga keagamaan,
lembaga pendidikan, lembaga sosial, dan orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan usaha kecil.
2. Harta warisan juga tidak termasuk objek pajak penghasilan, namun
Anda perlu melaporkannya di dalam SPT Tahunan sebelum harta
warisan tersebut dibagikan.
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh subjek pajak
badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan
modal.

4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa


yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau
kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah, kecuali yang
diberikan oleh bukan wajib pajak, wajib pajak yang dikenakan
pajak secara final atau wajib pajak yang menggunakan norma
penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 UU Pajak Penghasilan.
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, atau
BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan
dan bertempat kedudukan di Indonesia.
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun. Ini bisa dianggap
sebagai bukan objek pajak penghasilan jika pendiriannya telah
disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja
maupun pegawai.
8. Jika pensiunan memiliki penghasilan dari modal yang ditanamkan
oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada poin sebelumnya,
maka juga bisa dianggap sebagai bukan objek pajak. Namun masih
dianggap jika dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan.
9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang
unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
10. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal
ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang
didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia.
11. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
12. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba
yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian
dan pengembangan.
13. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh BPJS kepada wajib
pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
C. Obyek Pajak Penghasilan

Apa saja objek Pajak Final ini?

Merujuk pada Pasal 4 ayat (2) dan beberapa pasal lain yang masuk dalam
Pajak Penghasilan Final, maka objek PPh Final atau objek pajak final
adalah:

1. Objek PPh Final atas Bunga Deposito

2. Objek PPh Final atas Tabungan lainnya

3. Objek PPh Final atas Bunga Obligasi

4. Objek PPh Final atas Surat Utang Negara (SUN)

5. Objek PPh Final atas Bunga Simpanan yang dibayarkan oleh koperasi
kepada anggota koperasi orang pribadi

6. Objek PPh Final atas Hadiah Undian

7. Objek PPh Final atas Transaksi Saham

8. Objek PPh Final atas Sekuritas lainnya


9. Objek PPh Final atas Transaksi Derivatif yang diperdagangkan di
bursa

10. Objek PPh Final atas Transaksi Penjualan Saham

11. Objek PPh Final atas Pengalihan Penyertaan Modal pada perusahaan
pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura

12. Objek PPh Final atas Transaksi Pengalihan Harta berupa tanah
dan/atau bangunan

13. Objek PPh Final atas Usaha Jasa Konstruksi

14. Objek PPh Final atas Usaha Real Estate

15. ObjekPPh Final atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan

16. Dan PPh Final atas Penghasilan Tertentu lainnya


D. Akuntansi Pajak Pembelian
1. Untuk pembelian/perolehan BKP/JKP yang PPN-nya tidak dapat
dikreditkan, maka PPN-nya dicatat sebagai biaya perusahaan yang
pembebanannya dibebankan langsung dalam tahun berjalan, atau
menambah harga perolehan harta.

2. Atas pembelian barang modal yang PPN-nya tidak dapat dikreditkan,


PPN-nya ditambahkan dalam harga perolehan. Sedangkan atas
pembelian selain barang modal yang mempunyai masa manfaat kurang
dari setahun, PPN-nya dibebankan secara sekaligus.
3. Untuk pembelian/perolehan BKP/JKP yang PPN-nya dapat
dikreditkan, maka PPNnya dicatat sebagai harta lancar dan pada setiap
akhir bulan akan diperhitungkan dengan pajak keluaran.

Anda mungkin juga menyukai