Anda di halaman 1dari 4

PERBEDAAN PEMBUKUAN DAN PENCATATAN

1. Perbedaan Wajib Pajak


Pada dasarnya, berdasarkan dengan Undang-Undang (UU) KUP, dijelaskan bahwa Wajib
Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, serta Wajib Pajak
badan yang ada di Indonesia wajib untuk melakukan atau menyelenggarakan pembukuan.
Namun, pembukuan ini dikecualikan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas sesuai dengan ketentuan yang berlaku diperbolehkan
untuk menghitung penghasilan neto dengan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN)
sesuai dengan yang tertera pada UU KUP.
Berikut merupakan kriteria dari Wajib Pajak yang diharuskan menyelenggarakan pembukuan
dan pencatatan:
 Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan
- Merupakan Wajib Pajak badan
- Merupakan Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha ataupun
pekerjaan bebas, kecuali Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki penghasilan bruto
(omzet) kurang dari Rp 4,8 miliar dalam satu tahun.
 Wajib Pajak yang menyelenggarakan pencatatan
- Merupakan Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan suatu kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas dengan peredaran bruto (pmzet) kurang dari Rp 4,8 miliar dalam satu
tahun, dapat menggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) dalam
menghitung penghasilan neto, dengan syarat harus memberitahukan ke Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak
yang bersangkutan.
- Merupakan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas.
2. Syarat Penyelenggaraan Pembukuan dan Pencatatan
 Syarat penyelenggaraan pembukuan
- Untuk pembukuan, diselenggarakan dengan menggunakan prinsip taat asas dan
dengan stelsel akrual atau stelsel kas.
- Pembukuan dilakukan dengan terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga pajak yang terutang
nantinya dapat dihitung.
 Syarat penyelenggaraan pencatatan
- Dalam pencatatan, harus menggambarkan adanya peredaran atau penerimaan bruto
dan jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh.
- Harus menggambarkan adanya penghasilan yang bukan objek pajak dan penghasilan
yang pengenaan pajaknya bersifat final.
- Bagi Wajib Pajak yang memiliki lebih dari satu jenis usaha atau tempat usaha, maka
pencatatan harus menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis usaha atau
tempat usaha yang bersangkutan.
- Selain menyelenggarakan pencatatan, Wajib Pajak orang pribadi juga harus
menyelenggarakan pencatatan atas harta dan kewajiban.
3. Perbedaan Bahasa
 Bahasa pada pembukuan
Pembukuan dilakukan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab,
satuan mata uang Rupiah yang disusun dalam Bahasa Indonesia ataupun dalam bahasa
asing sesuai dengan perizinan dari Menteri Keuangan.
 Bahasa pada pencatatan
Sedangkan pencatatan menggunakan Bahasa Indonesia dan mata uang rupiah.
DEFINISI KOREKSI FISKAL
Koreksi (rekonsiliasi) fiskal adalah proses penyesuaian atas laba komersial yang
berbeda dengan ketentuan fiskal untuk memperoleh penghasilan netto atau laba yang
sesuai dengan ketentuan pajak. Dengan dilakukannya proses rekonsiliasi fiskal ini, maka
Wajib Pajak tidak perlu membuat pembukuan ganda, melainkan cukup membuat satu
pembukuan yang didasari SAK. Setelah itu, dibuatkan rekonsiliasi fiskal untuk
mendapatkan laba fiskal yang akan digunakan sebagai dasar perhitungan PPh. Menurut
Setiawan dan Musri (2006 : 421) menyatakan sebagai berikut, “Rekonsiliasi fiskal adalah
penyesuaian ketentuan menurut pembukuan secara komersial atau akuntansi yang harus
disesuaikan menurut ketentuan perpajakan”.
Terdapat dua perbedaan dalam koreksi fiskal yaitu:
1. Perbedaan waktu (timing differences) adalah perbedaan yang bersifat sementara karena
adanya ketidaksamaan waktu pengakuan penghasilan dan beban antara peraturan
perpajakan dengan standar akuntansi keuangan.
2. Perbedaan tetap/permanen (permanent differences) adalah perbedaan yang terjadi
karena perhitungan perpajakan menghitung laba fiskal berbeda dengan perhitungan laba
menurut SAK tanpa ada koreksi di kemudian hari.
DEFINISI KOREKSI FISKAL POSITIF
Koreksi positif adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan adanya pengurangan
biaya yang telah diakui dalam laporan laba rugi secara komersial sehingga menjadi
semakin kecil apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan mengakibatkan adanya
penambahan Penghasilan Kena Pajak.
Koreksi positif biasanya dilakukan akibat adanya:
a. Beban yang tidak diakui oleh pajak (non-deductible expense)
b. Penyusutan komersial lebih besar dari penyusutan fiskal;
c. Amortisasi komersial lebih besar dari amortisasi fiscal
d. Penyusutan fiskal positif lainnya.

DEFINISI KOREKSI FISKAL NEGATIF


Koreksi Negatif Koreksi negatif adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan
adanya penambahan biaya yang telah diakui dalam laporan laba rugi secara komersial
sehingga menjadi semakin besar apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan
mengakibatkan adanya pengurangan Penghasilan Kena Pajak.
Koreksi negatif biasanya dilakukan akibat adanya:
a. Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak
b. Penghasilan yang dikenakan PPh bersifat final
c. Penyusutan komersial lebih kecil daripada penyusutan fiscal
d. Amortisasi komersial lebih kecil daripada amortisasi fiscal
e. Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya.

Anda mungkin juga menyukai