Pada dasarnya, berdasarkan dengan Undang-Undang (UU) KUP, dijelaskan bahwa Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, serta Wajib Pajak badan yang ada di Indonesia wajib untuk melakukan atau menyelenggarakan pembukuan. Namun, pembukuan ini dikecualikan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas sesuai dengan ketentuan yang berlaku diperbolehkan untuk menghitung penghasilan neto dengan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) sesuai dengan yang tertera pada UU KUP. Berikut merupakan kriteria dari Wajib Pajak yang diharuskan menyelenggarakan pembukuan dan pencatatan: Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan - Merupakan Wajib Pajak badan - Merupakan Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha ataupun pekerjaan bebas, kecuali Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki penghasilan bruto (omzet) kurang dari Rp 4,8 miliar dalam satu tahun. Wajib Pajak yang menyelenggarakan pencatatan - Merupakan Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan suatu kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto (pmzet) kurang dari Rp 4,8 miliar dalam satu tahun, dapat menggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) dalam menghitung penghasilan neto, dengan syarat harus memberitahukan ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan. - Merupakan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. 2. Syarat Penyelenggaraan Pembukuan dan Pencatatan Syarat penyelenggaraan pembukuan - Untuk pembukuan, diselenggarakan dengan menggunakan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas. - Pembukuan dilakukan dengan terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga pajak yang terutang nantinya dapat dihitung. Syarat penyelenggaraan pencatatan - Dalam pencatatan, harus menggambarkan adanya peredaran atau penerimaan bruto dan jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh. - Harus menggambarkan adanya penghasilan yang bukan objek pajak dan penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final. - Bagi Wajib Pajak yang memiliki lebih dari satu jenis usaha atau tempat usaha, maka pencatatan harus menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis usaha atau tempat usaha yang bersangkutan. - Selain menyelenggarakan pencatatan, Wajib Pajak orang pribadi juga harus menyelenggarakan pencatatan atas harta dan kewajiban. 3. Perbedaan Bahasa Bahasa pada pembukuan Pembukuan dilakukan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah yang disusun dalam Bahasa Indonesia ataupun dalam bahasa asing sesuai dengan perizinan dari Menteri Keuangan. Bahasa pada pencatatan Sedangkan pencatatan menggunakan Bahasa Indonesia dan mata uang rupiah. DEFINISI KOREKSI FISKAL Koreksi (rekonsiliasi) fiskal adalah proses penyesuaian atas laba komersial yang berbeda dengan ketentuan fiskal untuk memperoleh penghasilan netto atau laba yang sesuai dengan ketentuan pajak. Dengan dilakukannya proses rekonsiliasi fiskal ini, maka Wajib Pajak tidak perlu membuat pembukuan ganda, melainkan cukup membuat satu pembukuan yang didasari SAK. Setelah itu, dibuatkan rekonsiliasi fiskal untuk mendapatkan laba fiskal yang akan digunakan sebagai dasar perhitungan PPh. Menurut Setiawan dan Musri (2006 : 421) menyatakan sebagai berikut, “Rekonsiliasi fiskal adalah penyesuaian ketentuan menurut pembukuan secara komersial atau akuntansi yang harus disesuaikan menurut ketentuan perpajakan”. Terdapat dua perbedaan dalam koreksi fiskal yaitu: 1. Perbedaan waktu (timing differences) adalah perbedaan yang bersifat sementara karena adanya ketidaksamaan waktu pengakuan penghasilan dan beban antara peraturan perpajakan dengan standar akuntansi keuangan. 2. Perbedaan tetap/permanen (permanent differences) adalah perbedaan yang terjadi karena perhitungan perpajakan menghitung laba fiskal berbeda dengan perhitungan laba menurut SAK tanpa ada koreksi di kemudian hari. DEFINISI KOREKSI FISKAL POSITIF Koreksi positif adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan adanya pengurangan biaya yang telah diakui dalam laporan laba rugi secara komersial sehingga menjadi semakin kecil apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan mengakibatkan adanya penambahan Penghasilan Kena Pajak. Koreksi positif biasanya dilakukan akibat adanya: a. Beban yang tidak diakui oleh pajak (non-deductible expense) b. Penyusutan komersial lebih besar dari penyusutan fiskal; c. Amortisasi komersial lebih besar dari amortisasi fiscal d. Penyusutan fiskal positif lainnya.
DEFINISI KOREKSI FISKAL NEGATIF
Koreksi Negatif Koreksi negatif adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan adanya penambahan biaya yang telah diakui dalam laporan laba rugi secara komersial sehingga menjadi semakin besar apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan mengakibatkan adanya pengurangan Penghasilan Kena Pajak. Koreksi negatif biasanya dilakukan akibat adanya: a. Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak b. Penghasilan yang dikenakan PPh bersifat final c. Penyusutan komersial lebih kecil daripada penyusutan fiscal d. Amortisasi komersial lebih kecil daripada amortisasi fiscal e. Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya.