Anda di halaman 1dari 5

PENGGUNAAN METODE AKUNTING DAN PERIODE AKUNTING DALAM

PERENCANAAN PAJAK

3.1 Umum

Metode akunting terbaik yang akan dipergunakan oleh Wajib Pajak, sangat bergantung
kepada bentuk usaha dan ukuran besarnya perusahaan yang bersangkutan serta sesuai dengan
kebutuhannya masing-masing.

Dalam undang-undang pajak tidak terdapat pasal yang mengharuskan Wajib Pajak
untuk menggunakan metode akunting tertentu, tetapi hanya mengharuskan bahwa:

Wajib Pajak oran g prihadi yang melaku kan kegi alan usaha alati pekerjaan bebas dan
Wajib Pajak badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan.

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun


1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali
diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 1 óTahun 2000. Sebelumnya Pasal 4 ayat (4)
Undang-undang yang sama menyebutkan, bahwa:

Pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan oleh Wajib Pajak yang wajib
berlakukan pembukuan harus dilengkapi dengan laporan keuangan berupa neraca dan
laporan laba rugi serta keterangan-keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung
besarnya Penghasilan Kena Pajak.

Sedangkan Pasal 6 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana
telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000
menyebutkan bahwa:

Setiap Penghasilan Kena pajak di wajibkan mencatat semua jumlah harga perolehan dan
penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dalam pembukuan perusahaan.

Dalanm pembukuan harus dicatat secara berpisah dan jelas, jumlah harga perolehan dan
pernyataan barang dan/atau jasa yang terutang pajak yang mendapat fasilitas berupa pajak
yang terutang tidak dipungut, yang dikenakan tarif 0% (nolpersen), yang mendapat fasilitas
berupa pembebasan dan pengenaan pajak, dan yang tidak dikenakan pajak.

Dan uraian di atas jelas terlihat bahwa untuk kepentingan perpajakan, Wajib Pajak
harus menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan tanpa mempersoalkan prinsip
pembukuan apa yang dipergunakan. Namun, apabila telah dipilih salah satu prinsip
pembukuan tersebut, maka sesuai bunyi Pasal 28 ayat (5) Undang-undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor l6Tahun 2000, bahwa:

Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual alau stelsel
kas.
Pada umumnya semua laporan keuangan dipersiapkan untuk memenuhi tujuan tertentu,
dan tujuan ini pada akhirnya akan memengaruhi bentuk dan isi dan laporan keuangan tersebut
dengan segala keterbatasannya. Misalnya, laporan keuangan yang dipersiapkan untuk
digunakan oleh para manajer akan sangat berbeda sekali dengan laporan keuangan yang
dipersiapkan untuk keperluan pasar modal atau keperluan instansi lainnya seperti bank dan
lembaga keuangan lainnya. Hal ¡ni mencakup pula laporan keuangan yang diperuntukkan
untuk pengisian Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan, yang tentunya akan berbeda dengan
laporan keuangan yang dipersiapkan untuk keperluan para penanam modal atau pihak ketiga
Iainnya.

Sesungguhnya, perbedaan tersebut tidak saja disebabkan oleh siapa pemakainya, tetapi
juga tergantung kepada metode apa yang digunakannya, apakah metode akunting yang
bersifat umum atau prosedur akunting yang bersifat spesifik untuk setiap keadaan. Misalnya,
laporan keuangan yang didasarkan pada stelsel kas (casi, basis) akan berbeda dengan laporan
keuangan yang disusun berdasarkan stelsel akrual (accrual basis), walaupun disusun dalam
periode yang sama dengan komponen-komponen perhitungan laba rugi yang sama pula.
Selain ¡tu, walaupun laporan keuangan tersebut telah disusun sama-sama berdasarkan stelsel
kas/stelsel akrual, namun hasilnya tetap menunjukkan perbedaan-perbedaan, selama masing-
masing laporan keuangan tersebut menggunakan, misalnya, prosedur penyusutan yang
berbeda atau penilaian persediaan yang berbeda dan seterusnya, sehingga dapatlah dipastikan
bahwa penghitungan laba menurut akuntansi akan sangat berbeda dengan penghitungan
penyhasilan (laba) menurut fiskus yang menjadi dasar untuk menentukan besarnya pajak
penghasilan yang terutang.

3.2 Metode Akunting

Pada dasarnya ada dua metode akunting yang prinsipil, yang disebut:

1) Prinsip penerimaan dan pengeluaran kas ((lic casi: receipt and disbursement method)
atau disebut metode “cash, basis.”
2) Prinsip atau metode akrual ((lie accrual method) atau disebut metode “akrual basis”

Cara pembukuan dengan menggunakan metode casi: basis adalah cara membukukan
penghasilan pada saat diterimanya penghasilan tersebut dan mengurangkan pengeluarannya
pada saat pengeluaran tersebut dibayar.

Yang dimaksud dengan penghasilan di smi adalah semua penghasilan bruto yang
diterima dalam tahun tersebut, baik yang kas maupun yang setara kas, sedangkan pengeluaran
yang boleh dikurangkan adalah semua pengeluaran dalam tahun yang sama, baik kas maupun
setara kas sepanjang pengeluaran tersebut secara fiskal dapat dikurangkan sebagai
pengurangan.

Sementara tu, yang dimaksud dengan setara kas (casi, cquiz’alent), pada dasarnya
merupakan konsep tentang transaksi non-casi, asset yang menghendaki agar non-casi, asset
tersebut dinilai sebesar nilai pasar yang berlaku terhadap non-cash asset yang dimaksud pada
saat terjadinya transaksi tersebut, atau dengan perkataan lain, atas transaksi pertukaran jasa
yang bersifat iion-casl, asset, pada saat transaksi tersebut terjadi, sudah dianggap sebagai
penerimaan yang telah direalisir.

Dengan demikian, komponen-komponen penghasilan dan pengeluaran yang merupakan


elemen-elemen yang menggambarkan penghasilan kena pajak, tidak berarti harus selalu
dalam bentuk uang kas, akan tetapi dalam menghitung penghasilan kena pajak menurut
metode ¡ni dapat menggunakan tahun pajak yang tidak sama dengan tahun takwim, yaitu
tahun buku yang meliputi 12 (dua belas) bulan. Apabila pembukuan wajib pajak meliputi
periode yang kurang atau lebih dan 12 (dua belas) bulan, maka penghitungan pajak
didasarkan pada tahun takwim yang bersangkutan dengan memerhatikan bulan-bulan takwim
dan tahun tersebut. Apabila wajib pajak menggunakan tahun buku, maka hal ¡ni harus
diberitahukan pada waktu menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan kepada Direktur
Jenderal Pajak.

3.3 Periode Akunting/Tahun Pajak

Pemakaian tahun pajak, baik berdasarkan tahun takwim atau tahun buku harus taat
asas (konsisten). Hal ini terutama untuk mencegah kemungkinan adanya penggeseran laba
atau rugi, apabila Wajib Pajak diberi kebebasan untuk setiap saat berganti tahun pajaknya.
Oleh karena ¡tu, apabila wajib pajak ingin mengadakan perubahan tahun pajak, maka
kepadanya diwajibkan untuk terlebih dahulu meminta persetujuan dan Direktur jenderal
Pajak, sesuai dengan pasal 28 ayat (6) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah,terakhir
dengan undang-undang Nomor l6Tahun 2000, yang berbunyi:

Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku, harus mendapat persetujuan
dari Direktur Jendral Pajak

Dengan demikian, berarti bahwa dalam undang-undang pajak masih terbuka


kemungkinan untuk mengadakan perubahan periode akunting. Secara umum dapat dikatakan
bahwa periode akunting yang dewasa ini digunakan, berasal dan keputusan yang diambil
pada saat mendirikan perusahaan, di mana pada saat tu diberikan kebebasan memilih periode
akunting yang dianggap sesuai. Pemilihan periode akunting yang sembarangan dapat berarti
suatu kehilangan kesempatan untuk menjatuhkan pilihan yang benar, dan hal ini dapat
berakibat pemilihan tahun pajak yang tidak cocok dengan kebutuhan perusahaan disertai
dengan kemungkinan pembayaran pajak yang lebih besar.

Memang benar bahwa dapat dilakukan perubahan tahun buku/tahun pajak dikemudian
hari, namun hal ini tidak mudah dilaksanakan mengingat sinyalemen yang diungkapkan
dalam penjelasan Pasal 28 ayat (6) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan
undang-undang Nomor l6Tahun 2000, tentang kemungkinan adanya penggeseran laba atau
rugi perusahaan, yang sebagian di antaranya berbunyi sebagai berikut:
Pada dasarnya metode-metode pembukuan yang dianut harus taat asaS, yaitu harus sama
dengan tahun-tahun sebelumnya, misalnya dalam hal penggunaan metode pengakuan
penghasilan dan biay (metode kas atau akrual), metode penyusutan aktiva tetap, metode
penilaian persediaan dan sebagainya

Selain itu, perubahan periode tahun buku juga berakibat berubahnya penghasilan atau
Kerugian Wajib Pajak, oleh karena itu perubahan tersebut juga harus mendapat persetujuan
Direktur Jendral Pajak.

Pada saat pertama kali memilih periode akunting tersebut Wajib Pajak dihadapkan
kepada dua pilihan antara tahun pajak yang sama dengan tahun takwim atau tahun pajak
dengan tahun buku, dengan beberapa petunjuk sebagai berikut:

1) Apabila suatu usaha memperoleh penghasilan puncaknya dalam beberapa bulan saja dan
beban yang berat di bulan-bulan Iainnya, maka hendaknya tahun pajak pertama dan
perusahaan semacam ini mencakup bulan-bulan penghasilan puncaknya dengan semua
pengurangan-pengurangan yang dimungkinkan.
2) Apabila terdapat perbandingan antara penghasilan dan pengurangannya yang sudah agak
seimbang, maka ada baiknya kalau tahun pajak pertama ditetapkan sebelum periode
memperoleh keuntungan yang lebih besar, dan sementara itu uang pajak yang dapat
ditunda tersebut dapat digunakan lebih dulu dalam usaha perusahaan.

Namun, hendaknya dipertimbangkan bahwa penundaan penghasilan yang akan


dikenakan pajak dalam suatu tahun, jangan sampai mengakibatkan penempatan penghasilan
tersebut dalam tahun berikutnya termasuk dalam kelas penghasilan yang tarifnya tinggi.
Hendaknya selalu dipertimbangkan pengaruh pengarnbilan keputusan tahun pertama tersebut
terhadap tahun-tahun berikutnya.

3.4 Natural Business Year

Basis yang dikenal dalam rangka periode akunting ini ialah apa yang disebut natural
business year,” yaitu suatu periode yang terdiri dan dua belas bulan yang berakhir pada saat
aktivitas-aktivitas perusahaan berada pada titik rendahnya dalam suatu siklus tahunan. Pada
umumnya, pada saat itulah saldo persediaan berada dalam basis paling kecil, puncak
kesibukan penjualan telah berlalu dan piutang pun lebih berkurang, dan dengan demikian
pinjaman atau utang piutang berada dalam titik terendah pula.

Setiap perusahaan biasanya mempunyai suatu natural business year tersendiri yang
pada umumnya tidak sama dengan tahun takwim. Ditinjau dan segi akuntansi dianjurkan
untuk menggunakan natural business year karena beberapa keunggulan-keunggulan sebagai
benikut:
Keunggulan penggunaan natural business year.

1. Inventanisasi fisik persediaan.


Pekerjaan penilaian yang akan dilakukan terbatas kepada jumlah persediaan yang
lebih kecil dan jumlah piutang selama setahun yang lebih kecil pula. Inventarisasi fisik
persediaan dapat dilakukan dengan biaya yang lebih rendah dan aktivitas-aktivitas normal
perusahaan tidak akan banyak terganggu karenanya. Persediaan yang lebih sedikit berarti
penghitungan pengecekan dan pengikhtisaran dapat dilakukan dengan Iebih mudah.
Ruang lingkup pekerjaan yang lebih kecil akan sangat mengurangi kesulitan dalam
penilaian persediaannya. Dengan aktivitas-aktivítas lain yang lebih rendah, akan cukup
tersedia tenaga, para pegawai untuk membantu pelaksanaan inventarisasi fisik.

2. Laporan keuangan wajib pajak akan lebih akurat.


Pada dasarnya laporan keuangan tersebut merupakan hasil (rcsulta,,le) dan matching
antara penghasilan dan biaya-biaya. Dengan saldo persediaan yang lebih kecil dan
piutang yang lebih kecil, lebih sedikit pula estimasi yang perlu dilakukan. Taksiran
penghapusan piutang ragu-ragu dan taksiran-taksiran lain akan menjadi lebih kecil karena
saldo aktiva yang lebih rendah itu. Wajib pajak berada dalam posisi yang lebih baik untuk
mencocokkan penghasilannya dengan biaya-biaya dan pengeluaran-pengeluarannya untuk
mendapatkan gambaran yang lebih mendekati kebenaran tentang penghasilan riilnya
dalam tahun yang bersangkutan.

3. Penyiapan laporan yang lebih informatif untuk tujuan-tujuan perencanaan pengendalian


dan memperoleh kredit.
Laporan keuangan yang disiapkan pada akhir tahun dengan basis “natural business
year” akan mencerminkan pelaksanaan suatu siklus operasi tahunan yang Iebih akurat dan
berisi lebih banyak fakta-fakta serta sebaliknya lebih sedikit estimasi, sehingga dapat
membentuk suatu analisis rasio dan pendapat yang lebih cermat, terutama mengenai
likuiditasnya. Hal ini akan sangat menguntungkan dalam hal perusahaan merencanakan
dan mengintroduksi kebijaksanaan baru pada awal natural business year atau memperoleh
kredit karena para bankir atau kreditur dapat menilai operasinya dengan lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai