Oleh :
Kelompok 2
Puji syukur kami panjatkan ke khadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari
masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini yang tentunya jauh dari
kesempurnaan. Karena itu kelompok kami selalu membuka diri untuk setiap saran
dan kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaan karya kami selanjutnya.
Kelompok II
DAFTAR ISI
1. Bagi Peneliti
Hasil peneliti ini semoga dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dalam
menambah pengetahuan dan memberikan keyakinan mengenai peranan
perencanaan pajak dalam mensejahterakan masyarakat khususnya dalam hal
PPh pasal 22 dan BUT.
2. Bagi Akademis
Diharapkan dapat bermanfaat bagi para akademis sebagai referensi, bahan
acuan bagi penelitian-penelitian yang sejenis di masa yang akan datang
sebagai usaha pengembangan yang lebih lanjut, sehingga dapat mengetahui
mengenai peranan perencanaan pajak dalam mensejahterakan masyarakat
khususnya dalam hal pasal 22 dan BUT.
3. Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini di harapakan dapat digunakan sebagai bahan referensi
bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan peranan perencanaan pajak
dalam mensejahterakan masyarakat khususnya dalam pasal 22 dan BUT.
BAB II
PEMBAHASAN
Contoh Kasus 1
Pada tanggal 1 Januari 2016, PT ABC mengimpor barang dari Jerman dengan
harga faktur US$100.000. Barang yang diimpor adalah jenis barang yang tidak
termasuk dalam barang-barang tertentu yang ditentukan dalam Peraturan Menteri
Keuangan No. 16/PMK.010/2016. Biaya asuransi yang dibayar di luar negeri
sebesar 5% dari harga faktur dan biaya angkut sebesar 10% dari harga faktur.
Pertanyaan:
Bea masuk dan bea masuk tambahan masing-masing sebesar 20% dan 10%. Kurs
yang ditetapkan Menteri Keuangan pada saat itu sebesar US$1= Rp10.000.
Hitunglah PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Ditjen Bea Cukai jika PT ABC memili
API (Angka Pengenal Impor) dan jika tidak memiliki API?
Jawaban:
PPh Pasal 22 yang dipungut oleh DJBC jika PT ABC tidak memiliki API (7,5% x
Nilai Impor):
7,5% X Rp1.495.000.000 = Rp112.125.000
Contoh Kasus 2
PT DTC berkedudukan di Jakarta, menjadi pemasok alat-alat tulis kantor bagi
Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan. Pada tanggal 1 Oktober 2015, PT
DTC melakukan penyerahan barang kena pajak dengan nilai kontrak sebesar
Rp11.000.000 (nilai sudah termasuk PPN).
Pertanyaan :
Maka, berapakah PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Dinas Pendidikan Kota
Tangerang Selatan?
Jawaban:
Jadi, besarnya PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Dinas Pendidikan Kota
Tangerang Selatan sebesar Rp150.000. PPh Pasal 22 = 1,5% x harga pembelian
tidak termasuk PPN.
Atas pembelian barang yang dananya berasal dari belanja negara atau belanja
daerah yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah:
1. Pembayaran atas penyerahan barang (bukan merupakan jumlah yang
dipecah-pecah) yang meliputi jumlah kurang dari Rp1.000.000,00.
2. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak,listrik,gas,air
minum/PDAM, dan benda-benda pos.
3. Pembayaran/ pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara.
2.2 Perencanaan Pajak Internasional Untuk BUT
Bentuk Usaha Tetap adalah Bentuk usaha yang dipergunakan oleh
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan di Indonesia.
Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia.
Perusahaan asuransi yang didirikan dan bertempat kedudukan di luar
Indonesia dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila
perusahaan asuransi tersebut menerima pembayaran premi asuransi atau
menanggung risiko di Indonesia melalui pegawai, perwakilan atau agennya
di Indonesia. Menanggung risiko di Indonesia tidak berarti bahwa peristiwa
yang mengakibatkan risiko tersebut terjadi di Indonesia. Yang perlu
diperhatikan adalah bahwa pihak tertanggung bertempat tinggal, berada, atau
bertempat kedudukan di Indonesia.Pada dasarnya pengenaan pajak terhadap
Wajib Pajak luar negeri menganut asas sumber, artinya atas setiap
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri yang
bersumber dari Indonesia dapat dikenakan pajak di Indonesia.
Namun ada yang membuat BUT berbeda dengan Subjek Pajak badan dalam
negeri yaitu bahwa selain diperbolehkan untuk mengurangkan biaya-biaya di atas,
berdasarkan Pasal 5 ayat (2) UU PPh, BUT juga diperbolehkan untuk
mengurangkan biaya-biaya yang berkenaan dengan:
a. penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau
pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang
dilakukan oleh BUT di Indonesia;
Contoh :
Suatu perusahaan konsultan di luar negeri mempunyai BUT di Indonesia. Apabila
kantor pusat perusahaan konsultan tersebut memberikan jasa konsultasi secara
langsung di Indonesia yang sama dengan jenis jasa yang dilakukan oleh BUT-nya
di Indonesia, penghasilan kantor pusat tersebut akan dianggap sebagai
penghasilan BUT yang ada di Indonesia. Karena penghasilan kantor pusat
tersebut dianggap sebagai penghasilan BUT yang ada di Indonesia, biaya-biaya
kantor pusat yang terkait dengan penghasilan tersebut dapat dikurangkan juga
oleh BUT di Indonesia.
Seperti halnya Wajib Pajak badan dalam negeri, untuk menentukan besarnya
Penghasilan Kena Pajak BUT, berdasarkan pasal 9 ayat (1) UU PPh tidak boleh
dikurangkan :
a. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen,
termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada
pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang
saham, sekutu, atau anggota;
c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali :
1. cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain
yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan
pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
2. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang
dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
3. cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
4. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
5. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
6. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan
limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan
dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan;
d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna,
dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali
jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan
bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;
e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan
minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk
natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan
pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
f. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau
kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan yang dilakukan;
g. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m
serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;
h. Pajak Penghasilan;
i. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak
atau orang yang menjadi tanggungannya;
j. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;
k. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
Yang membedakan BUT dari Subjek Pajak badan dalam negeri adalah
bahwa selain tidak diperbolehkan mengurangkan biaya-biaya di atas, berdasarkan
Pasal 5 ayat (3) huruf c UU PPh, BUT juga tidak diperbolehkan mengurangkan
pembayaran kepada kantor pusat dalam bentuk:
a. royalti atau imbalan lainnya sehubungan penggunaan harta, paten, atau hak-hak
lainnya;
b. imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya;
c. bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan;
Contoh kasus
Sun Smile Corp. merupakan perusahaan yang didirikan (incorporated),
managed dan controlled di Amerika Serikat yang bergerak dalam bidang
manufaktur dan penjualan alat-alat kedokteran.
Pada bulan Juni 2009 Sun Smile Corp mendirikan sebuah Representative
Office di Jakarta yang dimaksudkan untuk menyediakan brosur dan display barang-
barang hasil produksi perusahaan sebagai contoh bagi calon konsumen. Apabila ada
calon konsumen yang berminat untuk membeli produk perusahaan, dapat
menghubungi salah satu distributor resmi perusahaan di Indonesia. Sun Smile Corp
selama ini melakukan penjualan produknya di Indonesia melalui beberapa
distributor, misalnya PT X, PT Y dan PT Z. Distributor-distributor ini tidak hanya
menyalurkan produk Sun Smile Corp. Total penjualan yang dilakukan Sun Smile
Corp di Indonesia padatahun 2009 adalah sebesar Rp 80 Milyar (diluar PPN).
Melihat besarnya penjualan perusahaan di Indonesia, manajemen Sun Smile
Corp memutuskan untuk mengubah Rep Office yang dimilikinya menjadi cabang
(branch) perusahaan. Untuk keperluan ini, pada bulan Juli 2010 perusahaan
mengirimkan dua orang karyawan perusahaan untuk mempersiapkan pembukaan
cabang baru. Kedua karyawan tersebut berada di Indonesia sampai dengan
Desember 2010. Pada tahun 2010 penjualan Sun Smile di Indonesia adalah sebesar
Rp 65 Milyar (diluar PPN).
Pada awal tahun 2011, Sun Smile Corp secara resmi membuka cabang di Indonesia.
Berikut adalah hasil operasi cabang Sun Smile Corp selama tahun 2011:
- Penjualan Rp 170.000.000.000
- Harga Pokok Penjualan Rp 140.000.000.000
- Biaya Umum dan Administrasi Rp 110.000.000.000
Pertanyaan :
1. Tentukan Bentuk Usaha Tetap berdasarkan Undang-undang Pajak di
Indonesia dan menjelaskan klasifikasi subjek pajak untuk BUT.
2. Tentukan besarnya Pajak Penghasilan Terutang untuk tahun 2011 bagi Sun
Smile Corp (Indonesia).
3. Tentukan besarnya Branch Profit Tax tahun 2011 bagi Sun Smile Corp.
Jawaban
1. Menurut UU No. 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
UU No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 2 ayat 5:
“Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada
di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
a. Tempat kedudukan manajemen;
b. Cabang perusahaan;
c. Kantor perwakilan;
d. Gedung kandotr;
e. Pabrik;
f. Bengkel;
g. Gudang;
h. Ruang untuk promosi dan penjualan;
i. Pertambangan dan penggalian sumber alam;
j. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
k. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
l. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
m. Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain,
sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan;
n. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak
bebas;
o. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi
atau menanggung risiko di Indonesia; dan
p. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki,
disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk
menjalankan kegiatan usaha melalui internet.”
BUT adalah subjek pajak luar negeri yang kewajiban perpajakannya
diperlakukan relatif sama dengan wajib pajak dalam negeri lainnya.
Sesuai OECD Model, yang dimaksud BUT adalah suatu tempat usaha tetap
yang digunakan perusahaan untuk menjalankan seluruh atau sebagian besar
usahanya. Pengertian tersebut mengandung beberapa karakteristik yang
mewarnai suatu BUT perusahaan asing di Indonesia yaitu: (i) adanya tempat
usaha berupa prasarana, (ii) tempat usaha ini harus bersifat tetap, (iii)
kegiatan usaha perusahaan dilakukan melalui tempat usaha tersebut, dan
(iv) sifatnya harus produktif, dimana BUT tersebut harus ikut andil dalam
memberikan laba usaha bagi perusahaannya (kantor pusatnya).
2. Pada awal tahun 2011, Sun Smile Corp secara resmi membuka cabang di
Indonesia. Berikut adalah hasil operasi cabang Sun Smile Corp selama
tahun 2011:
- Penjualan Rp 170.000.000.000
- Harga Pokok Penjualan Rp 140.000.000.000
- Biaya Umum dan Administrasi Rp 110.000.000.000
Menyangkut biaya umum dan administrasi, diketahui hal-hal sebagai
berikut:
Di dalam Biaya Umum dan Administrasi terdapat gaji dua orang
karyawan kantor pusat yang mengawasi pendirian perusahaan dan
operasi perusahaan pada tahun pertama. Gaji kedua karyawan
tersebut adalah sebesarRp 100 Juta
Terdapat pembayaran bunga kepada kantor pusat atas sejumlah dana
yang dipinjamkan kepada Sun Smile Indonesia. Besarnya
pembayaran bunga adalah sebesar Rp 500.000.000
Penjualan Rp 170.000.000.000
- HPP Rp (140.000.000.000)
- Biaya Umum dan administrasi Rp (109.500.000.000)
Penghasilan Kena Pajak Rp (79.500.000.000)
Karena Sun Smile Corp mengalami kerugian jadi tidak ada pemotongan
Pajak Penghasilan pada tahun 2011. Kerugian ini dapat dikompensasikan
selama 5 tahun ke depan dan kompensasi kerugian ini mulai berlaku pada
tahun 2012.
3.1 Kesimpulan
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh
Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan
lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas
penyerahan barang dan Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun
swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di
bidang lain. Yang menjadi objek PPh 22 antara lain Pembelian, Impor
Barang, Penjualan oleh Industri Tertentu, Penjualan BBM dan Gas oleh
PERTAMINA serta Penjualan Barang yang tergolong sangat Mewah
Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan
oleh wajib pajak luar negeri untuk menjalankan usah/kegiatan di indonesia.
Untuk dapat menentukan apakah wajib pajak luar negeri tersebut mempunyai
BUT di indonesia atau tidak adalah dengan melakukan time test (uji waktu).
Time test dilakukan baik dalam UU Perpajakan domestik ataupun Tax treaty.
apabila telah melewati time test, maka WPLN tersebut mempunyai BUT di
indonesia. Artinya, BUT tersebut harus terdaftar di indonesia dan
melaksanakan kewajiban perpajakan di indonesia sesuai dengan UU
Perpajakan di indonesia sebaliknya, apabila tidak melewati time test, maka
WPLN tersebut tidak mempunyai BUT di indonesia. Artinya, BUT tersebut
tidak harus melaksanakan kewajiban perpajakannya di indonesia.
Bentuk usaha tetap ada empat tipe, yaitu BUT tipe fasilitas fisik, tipe
aktvitas, tipe keagenan, dan tipe asuransi. Yang dimaksud BUT tipe keagenan
adalah apabila perusahaan asing tersebut menjalankan usahanya di indonesia
melalui perusahaan lain yang bertindak sebagai agen yang tidak bebas
(dependent agent). sedangkan yang dimaksud BUT tipe asuransi adalah
apabila perusahaan asuransi tersebut mengumpulkan atau menerima premi
atau menanggung resiko di negara sumber melalui orang/badan yang bukan
agen independen.
3.2 Saran
Setelah kelompok kami memaparkan hal-hal berkaitan dengan PPh
pasal 22, kami menyarankan kepada pembaca untuk lebih taat melakukan
pembayaran pajak guna membantu meningkatkan APBN dan APBD
khusunya pada PPh pasal 22.
Perlu adanya partisipasi masyarakat dunia usaha untuk
menginformasikan keberadaan suatu BUT (Badan Usaha Tetap) perusahaan
asing di indonesia. Seiring dengan kemajuan teknologi informasi yang
dimanfaatkan secara luas di dalam dunia usaha, disarankan agar pengertian
BUT (Badan Usaha Tetap) perlu diperluas dalam undang-undang
Pphsehingga Indonesia dapat memajaki transaksi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/doc/212406190/Makalah-PPh-pasal-22-docx
https://www.scribd.com/document/329237472/Makalah-BUT
https://www.scribd.com/document/367497030/Makalah-Perpajakan-
Internasional-Bentuk-Usaha-Tetap
https://www.online-pajak.com/pph-pajak-penghasilan-pasal-22
http://www.ortax.org/ortax/?mod=issue&page=show&id=25&list=&q=&hl
m=8