Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Isu bisnis internasional saat ini telah memegang peranan penting. Dengan
demikian perencanaan pajak secara internasional juga menjadi semakin penting.
Transakasi internasional termasuk di dalamnya transaksi pajak internasional akan
menjadi bagian bisnis yang tidak efisien apabila tidak direncanakan dengan baik. Di
satu sisi perencanaan pajak internasional memiliki cakupan yang lebih luas dari pada
perencanaan pajak domestik. Di sisi lain, karena sangat terlibat dengan undang-undang
dan peraturan dari dua negara atau lebih, maka perencanaan pajak internasional
menjadi salah satu area yang kompleks. Sasaran utama dari perusahaan domestik dalam
kaitannya dengan pajak adalah mengurangi pajak nasional/domestik dan pajak asing
atas pendapatan yang berasal dari luar negeri.
Pajak asing akan meningkatkan biaya pajak perusahaan domestik secara total
dan pajak tersebut tidak seluruhnya dapat dikreditkan dari pajak domestik. Pembayar
pajak dapat meningkatkan efisiensi biaya pajak asing ini melalui rencana pengurangan
pajak asing atau melalui rencana peningkatan porsi pajak asing yang dapat dikreditkan.
Perpajakan Internasional merupakan alat untuk mengetahui perbedaan pajak dalam
negeri dan memajukan perdagangan antar negara, mendorong laju investasi di masing-
masing negara, pemerintah berusaha untuk meminimalkan pajak yang menghambat
perdagangan dan investasi tersebut. Ada beberapa prinsip-prinsip yang harus dipahami
dalam Perpajakan Internasional menurut Doernberg (1989) menyebut 3 unsur netralitas
yang harus dipenuhi dalam kebijakan perpajakan internasional yaitu Capital Export
Neutrality (Netralitas Dasar Domestik), Capital Import Neutrality (Netralitas Dasar
Internasional) dan National Neutrality.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa saja rencana pengurangan Pajak?
b. Apa saja prinsip-prinsip yang harus dipahami dalam perpajakan
internasional?
c. Apa saja masalah dalam perpajakan internasional?
d. Apa saja alasan sehingga terjadinya perpajakan berganda internasional?
e. Apa saja persyaratan untuk perwakilan luar negeri?
f. Bagaimana formasi perusahaan penjualan luar negeri?
g. Bagaimana pendirian pabrik manufaktur luar negeri?
h. Bagaimana mengakuisisi kelompok luar negeri yang sudah ada?
i. Apa saja formasi perusahaan pendanaan luar negeri?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Rencana Pengurangan Pajak Asing


Ada banyak teknik pengurangan pajak asing yang dapat dipakai oleh pembayar
pajak. Secara umum teknik-teknik ini sama dengan yang digunakan untuk pengurangan
pajak domestik. Beberapa di antaranya termasuk merealisir pendapatan dalam bentuk
yang memungkinkan pengenaan tarif pajak rendah, penundaan pengakuan pendapatan
kotor, dan mempercepat pengakuan biaya. Teknik lain dapat bersifat unik seperti
memanfaatkan keuntungan dari insenif pajak lokal, pembiayaan hutang, transfer
pricing, dan pemanfaatan tax treaty.

 Insentif Pajak Lokal


Salah satu metode pengurangan beban pajak asing adalah dengan
memanfaatkan pengecualian pajak dan tax holiday dari berbagai negara.
Sebagai contoh, Irlandia memberikan pengurangan tarif dalam memajaki
keuntungan perusahaan manufaktur yang didirikan di sana, Singapura
menawarkan tax holiday bagi perusahaan manufaktur yang bergerak dalam
bidang teknologi maju, Puerto Rico memberikan pengecualian pajak
untukperusahaan tertentu yang mendirikan pabrik di sana, Belgia menawarkan
potongan pajak bagi pusat distribusi yang didirikan di sana, dan Swiss
menawarkan tarif pajak rendah untuk kantor pusat perusahaan yang didirikan
di sana.

 Pembiayaan Hutang
Pembiayaan cabang perusahaan yang pendapatannya menjadi obyek
pajak bertarif tinggi dapat usahakan agar mendorong terciptanya pengurangan
biaya bunga dan pembayaran dividen semaksimal mungkin.
2.2 Prinsip-Prinsip Yang Harus Dipahami Dalam Perpajakan Internasional

Doernberg (1989) menyebut 3 unsur netralitas yang harus dipenuhi dalam


kebijakan perpajakan internasional :

 Capital Export Neutrality (Netralitas Dasar Domestik)


Kemanapun kita berinvestasi, beban pajak yang dibayar haruslah sama.
Sehingga tidak ada bedanya bila kita berinvestasi di dalam atau luar negeri.
Maka jangan sampai bila berinvestasi di luar negeri, beban pajaknya lebih besar
karena menanggung pajak dari dua negara. Hal ini akan melandasi UU PPh
Pasal 24 yang mengatur kredit pajak luar negeri.

 Capital Import Neutrality (Netralitas Dasar Internasional)


Darimanapun investasi berasal, dikenakan pajak yang sama. Sehingga
baik investor dari dalam negeri atau luar negeri akan dikenakan tarif pajak yang
sama bila berinvestasi di suatu negara. Hal ini melandasi hak pemajakan yang
sama dengan Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) terhadap Permanent
Establishment (PE) atau Badan Usaha Tetap (BUT) yang dapat berupa cabang
perusahaan ataupun kegiatan jasa yang melewati time-test dari peraturan yang
berlaku.

 National Neutrality
Setiap negara, mempunyai bagian pajak atas penghasilan yang sama.
Sehingga bila ada pajak luar negeri yang tidak bisa dikreditkan boleh
dikurangkan sebagai biaya pengurang laba.
2.3 Masalah Dalam Perpajakan Internasional
1. Transfer Pricing
Kegiatan ini adalah mentransfer laba dari dalam negeri ke perusahaan
dengan hubungan istimewa di negara lain yang tarif pajaknya lebih rendah. Hal
ini dapat dilakukan dengan membayar harga penjualan yang lebih rendah dari
harga pasar, membiayakan biaya-biaya lebih besar daripada harga yang wajar,
thin capitalization (memperbesar utang dengan beban bunga untuk mengurangi
laba). Misalnya tarif pajak di Indonesia 28%, di Singapura 25% . PT A punya
anak perusahaan B Ltd di Singapura, maka laba di PT A dapat digeser ke B Ltd
yang tarifnya lbh kecil dengan cara B LTd meminjamkan uang dengan bunga
yang besar, sehingga laba PT A berkurang, memang pendapatan B Ltd
bertambah namun tarif pajaknya lebih kecil. Hal bisa juga dilakukan dengan PT
A menjual rugi (mark down) barang dan jasa (harga jual di bawah ongkos
produksinya) ke B Ltd. Di Indonesia, transfer pricing dicegah dalam UU PPh
Pasal 24 dimana pihak fiskus berhak mengkoreksi harga transaksi,
penghitungan utang sebagai modal dan DER (Debt Equity Ratio).

2. Treaty Shopping
Fasilitas di tax treaty justru bukannya menghindarkan pajak berganda
namun malah memberi kesempatan bagi subjek pajak untuk tidak dikenakan
pajak dimana-mana. Misalnya : Investasi SBI di bursa Singapura dibebaskan
pajak. Treaty Shopping diredam dengan ketentuan beneficial owner (penerima
manfaat) dalam tax treaty (P3B) baik yang memakai model OECD maupun
PBB sehingga tax treaty hanya berlaku bila penerima manfaat yang sebenarnya
adalah residen di negara yang menandatangani tax treaty. Tax treaty adalah
perjanjian perpajakan antara dua negara yang dibuat dalam rangka
meminimalisir pemajakan berganda dan berbagai usaha penghindaran pajak.
Perjanjian ini digunakan oleh penduduk dua negara untuk menentukan aspek
perpajakan yang timbul dari suatu transaksi diantara mereka. Penentuan aspek
perpajakan tersebut dilakukan berdasarkan klausul-klausul yang terdapat dalam
tax treaty yang bersangkutan sesuai jenis transaksi yang sedang dihadapi.

3. Tax Heaven Countries


Negara-negara yang memberikan keringanan pajak secara agresif seperti
tarif pajak rendah, pengawasan pajak longgar telah membuat penerimaan pajak
dari negara-negara berkembang merosot tajam. negara tax heaven yang
termasuk dalam KMK No.650/KMK04/1994 antara lain Argentina, Bahrain,
Saudi Arabia, Mauritius, Hongkong, Caymand Island,dll. Saat ini negara tax
heaven sedang dimusuhi dunia internasional, pengawasan tax avoidance
(penghindaran pajak) di negara-negara tersebut sedang gencar-gencarnya.
Berinvestasi di negara tax heaven beresiko besar terkena koreksi UU PPh Pasal
24. Lebih baik berinvestasi pada negara dengan tax treaty.
Setiap tax treaty mempunyai prinsip-prinsip dasar yang kurang lebih
sama, sebagai bagian dari konvensi internasional di mana setiap negara yang
terlibat dalam suatu tax treaty menyusun treaty-nya masing-masing
berdasarkan model-model perjanjian yang diakui secara internasional. Didunia
ini, ada dua model treaty yang sering dijadikan acuan dalam menyusun suatu
treaty yaitu model OECD dan model PBB.
Memahami treaty yang berlaku antara suatu negara dengan negara
lainnya,bisa dimulai dengan memahami prinsip-prinsip dasar tersebut. Dalam
kenyataannya, memahami suatu tax treaty tidaklah semudah membalikkan
telapak tangan. Bahasa yang digunakan, jumlah klausul yang cukup banyak,
pemahaman seseorang tentang dasar-dasar perpajakan dan berbagai sebab
lainnya merupakan hal yang dapat mempengaruhi kesulitan tersebut. Dengan
memahami prinsip-prinsip dasar dan prinsip umum yang berlaku dalam suatu
treaty, seseorang akan menjadi lebih mudah memahami suatu treaty yang
secara spesifik berlaku untuk negara tertentu. Sebagai suatu perjanjian, sebuah
treaty adalah kontrak yang mengikat suatu negara dengan negara lain dalam hal
perlakuan perpajakan. Oleh sebab itu, didalamnya selalu berisi klausul-klausul,
pasal-pasal dan ayat-ayat yang berkaitan dengan suatu aspek transaksi dan
pihak tertentu tertentu. Pasal-pasal atau ayat-ayat (article atau artikel) yang
terdapat dalam sebuah tax treaty pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi
empat bagian besar yaitu bagian yang mengungkapkan cakupan tax treaty,
bagian yang mengatur minimalisasi pengenaan pajak berganda, bagian tentang
pencegahan penghindaran pajak dan bagian yang mencakup hal-hal lainnya.
Semua bagian itu cenderung lebih mudah dipahami dari pada berbagai definisi,
istilah dan pengertian yang sering disebutkan dalam suatu tax treaty. Berbagai
definisi, istilah dan pengertian inilah yang menjadi lebih penting untuk
dipahami setiap pihak khususnya berkaitan dengan kepentingan dalam praktek
bisnis sehari-hari.

2.4 Cakupan Tax Treaty


 Personal Scope
Pasal dan ayat ini mengatur tentang kepada siapa sajakah ketentuan dalam
treaty yang bersangkutan bisa diterapkan. Di sini diatur ketentuan tentang siapa
saja yang merupakan orang pribadi, badan usaha dan entitas lainnya yang
berdasarkan treaty tersebut dianggap sebagai penduduk dari salah satu negara
yang terikat perjanjian termasuk di dalamnya orang pribadi, badan atau entitas
lainnya yang dianggap sebagai penduduk dengan status kependudukan ganda
(double residence). Biasanya, di sini tidak diartikan lebih lanjut definisi
mengenai penduduk maupun perihal kependudukan ganda. Kedua hal tersebut
diatur dalam klausul lain yaitu dalam klausul tentang general definitions dan
tentang residence. Oleh karena itu, pengertian personal scope berkaitan erat
dengan pengertian-pengertian dalam dua klausul tersebut.
 Taxes Covered
Di sini diatur tentang jenis-jenis pajak yang perlakuannya menggunakan
ketentuan dalam tax treaty yang bersangkutan. Jenis pajak yang diatur di sini
akan mengikuti ketentuan sesuai tax treaty dan mengabaikan ketentuan internal
yang berlaku di masing-masing negara. Dalam beberapa hal,ketentuan suatu tax
treaty memiliki kekuatan yang berada di atas system perundang-undangan yang
berlaku secara internal di dalam suatu negara. Aturan dalam tax treaty hanya
diberlakukan untuk jenis pajak langsung seperti pajak Penghasilan (PPh). Atas
pajak tidak langsung seperti pajak pertambahan nilai atau pajak yang dipungut
oleh pemerintah daerah tidak diatur dalam tax treaty. Dalam ketentuan
umumnya (general definitions), diatur tentang definisi istilah-istilah umum
yang berkaitan dengan definisi persons (orang atau badan), national (negara
atau kearganegaraan), international traffic (lalu lintas internasional), enterprise
(badan usaha) dan lain-lain.

 Residence
Di sini diatur tentang dua hal yaitu definisi penduduk (berkaitan
denganpersonal scope) serta tie breaker rule yaitu ketentuan yang menentukan
tidak berlakunya status residence atas suatu pihak dengan karakteristik tertentu.
Definisi penduduk sebagaimana diatur dalam paragraf pertama klausul ini
adalah setiap orang pribadi atau badan yang berdasarkan ketentuan internal
suatu negara – seperti keberadaan, domisili, tempat kedudukan manajemen atau
sebab-sebab lain yang mempunyai karakteristik yang sama – dapat dikenai
pajak di negara tersebut. Dengan kata lain, penduduk adalah Subjek Pajak
dalam negeri suatu negara yang dikenai pajak sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan lokal yang berlaku di negara tersebut.
Klausul ini juga menegaskan bahwa orang pribadi atau badan tidak dapat
langsung dianggap sebagai penduduk suatu negara hanya karena mendapatkan
penghasilan yang bersumber dari negara tersebut. Dalam prakteknya, orang
pribadi atau badan dapat dianggap sebagai penduduk dari dua negara
berdasarkan azas world wide income yang dianut. Hal ini bisa terjadi karena
setiap negara pada dasarnya berhak mengatur definisi penduduk sesuai dengan
versinya masing-masing.
Diperlakukan sebagai penduduk dari dua negara sekaligus – dalam konteks
pemajakan berganda – sama sekali bukan hal yang menyenangkan. Pasalnya,
orang pribadi atau perseroan yang bersangkutan dapat dikenai pajak sesuai
ketentuan pajak yang masing-masing berlaku di kedua negara tersebut. Bika
kedua negara sama-sama menganut prinsip world wide income, dapat
dibayangkan betapa berat beban pajak yang harus ditanggung oleh pihak yang
bersangkutan. Apabila kondisi seperti ini tetap dibiarkan, tentunya akan
membawa dampak negatif terhadap kelancaran investasi salah satu negara
karena pihak tersebut cenderung tidak berinvestasi guna menghindari beban
pajak yang terlalu besar.
Menyadari efek-efek negatif tersebut, artikel residence selanjutnya
mengatur langkah yang dapat digunakan untuk menghilangkan status
kependudukan ganda yang sering disebut dengan tie breaker rule. Tie breaker
rule dibedakan menjadi dua yaitu yang diterapkan untuk orang pribadi dan yang
diterapkan untuk selain orang pribadi. Tie breaker rule untuk orang pribadi
terdiri dari penentuan permanent home (tempat tinggal tetap), center of
economic and social interests (pusat kepentingan ekonomi dan social), habitual
abode (tempat kebiasaan untuk tinggal) ,national (kewarganegaraan) serta
mutual agreement (perjanjian antar otoritas perpajakan). Langkah-langkah
tersebut di atas secara berurutan bersifat prioritas. Artinya, apabila dengan
menggunakan ketentuan pertama masalah kependudukan ganda telah bisa
dipecahkan, maka langkah kedua dan seterusnya tidak perlu digunakan lagi.
 Permanent Establishment
Klausul ini mengatur tentang seberapa jauh jangkauan suatu negara dalam
mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber dari negara tersebut. Pada
zaman sekarang, suatu usaha tidak hanya dilakukan di negara sendiri. Di negara
lain pun suatu pihak melakukan usaha. Apabila usaha dinegara lain itu – sebut
saja negara C – ternyata berhasil, adalah hal yang logis jika otoritas pajak di
negara C ingin mengenakan pajak atas penghasilan yang diterima. Namun
berkaitan dengan keinginan tersebut,tentu harus ada batas-batas atau aturan
yang jelas hingga bisnis yang dilakukan – yang sekaligus merupakan investasi
di negara C – tetap dapat berjalan dengan baik. Cerminan dari batas atau aturan
tersebut adalah ketentuan tentang permanent establishment atau bentuk usaha
tetap (BUT). Contoh-contoh dari BUT dapat dikategorikan menjadi empat
macam yaitu :

 BUT Fasilitas Fisik


BUT tipe ini merupakan tipe yang paling mudah diketahui
keberadaannya. BUT timbul karena adanya fasilitas fisik seperti gedung,
kantor perwakilan, pabrik, bengkel dan lain-lain.

 BUT Aktivitas
Timbulnya BUT tipe ini ditandai dengan adanya aktivitas yang
melebihi batas waktu tertentu (time test) yang dilakukan di negara lain.
Aktivitas tersebut bisa berupa pelaksanaan berbagai macam jasa (seperti
jasa konstruksi atau jasa-jasa lainnya). Lamanya time test yang digunakan
dapat berbeda-beda antara satu tax treaty dan tax treaty yang lain.
Timetest ini disesuaikan dengan kesepakatan dari kedua negara.
 BUT Asuransi
Timbulnya BUT asuransi ditandai dengan keadaan di mana suatu
perusahaan asuransi menerima premi atau menanggung risiko di negara
lain.

 BUT Keagenan
BUT tipe keagenan timbul jika terdapat agen di negara lain yang
memiliki wewenang untuk menentukan kontrak atau mengurus barang-
barang dagang di negara lain. Di dalam klausul ini juga ditentukan
kondisi-kondisi di mana BUT dianggap tidak muncul seperti dalam hal
suatu tempat yang hanya berfungsi untuk memajang barang-barang
dagangan, tempat yang hanya digunakan untuk pembelian barang
dagangan atau mengumpulkan informasi dan sebagainya.

 Entry Into Force


Klausul ini menjelaskan tentang saat berlakunya sebuah tax treaty. Saat
berlakunya tax treaty sangat tergantung dari selesainya tahap-tahap
pembentukannya. Pembentukan sebuah tax treaty yang dimulai dari
penandatanganan oleh kedua otoritas yang berwenang dan dilanjutkan dengan
ratifikasi di kedua negara. Setelah kedua negara selesai meratifikasi,
selanjutnya dilakukan pertukaran dokumen-dokumen ratifikasi. Setelah
pertukaran dokumen ratifikasi ini selesai dilakukan maka tax treaty pun dapat
diberlakukan.
 Termination
Klausul ini menjelaskan tentang saat berakhirnya sebuah tax treaty. Tax
treaty dapat berakhir setelah periode tertentu yang telah disepakati olehkedua
negara. Salah satu negara dapat mengakhiri sebuah tax treaty dengancara
mengadakan pemberitahuan terlebih dahulu yang harus dilakukan dalam jangka
waktu tertentu sesuai dengan yang telah disepakati.
2.5 Alasan Terjadi Perpajakan Berganda Internasional
Perpajakan berganda terjadi karena benturan antar klaim perpajakan. Hal ini
karena adanya prinsip perpajakan global untuk wajib pajak dalam negeri (global
principle) dimana penghasilan dari dalam luar negeri dan dalam negeri dikenakan
pajak oleh negara residen (negara domisili wajib pajak). Selain itu,terdapat pemajakan
teritorial (source principle) bagi wajib pajak luar negeri (WPDN) oleh negara sumber
penghasilan dimana penghasilan yang bersumber dari negara tersebut dikenakan pajak
oleh negara sumber.

2.6 Perusahaan Manufaktur Domestik-Pertimbangan Awal


Perundang-undangan perpajakan perusahaan di sebagian besar negara berisi
ketentuan laba yang dikenai pajak dapat dikurangkan sesuai dengan keadaan tertentu,
dan konsultasi perencanaan pajak yang baik diperlukan untuk memaksimumkan
keuntungan serta kelonggaran yang diizinkan hukum pajak perusahaan domestik.

2.7 Persyaratan Untuk Perwakilan Luar Negeri


Pendaftaran tempat tetap (BUT) oleh perusahaan sebagai cabang atau anak
perusahaan lokal, bergantung pada pertimbangan non pajak, sejak kewajibanpajak
diharapkan dibatasi. Bila negara B menganut yurisdiksi pajak rendah, maka Polycon
dapat mempertimbangkan untuk meresmikan anak perusahaan daripada cabang yang
labanya merupakan subjek pajak domestik. Mungkin ada pemikiran jika perusahaan
dapat membayar jasa anak perusahaan akan mengurangi laba yang dikenai pajak di
negara A yang dapat menjadi subjek atas tarif pajak yang tinggi dan membayar pajak
lebih rendah di negara B. Bagaimanapun, sebagian negara memiliki peraturan anti
penghindaran yang cukup untuk mengatur masalah penghematan pajak. Mungkin akan
dapat membantu jika menyusun persetujuan antara tempat tetap (BUT) di negara B dan
Polycon Lens Company, yang mendefinisikan tugas secara jelas di wilayah B dan
membatasi lingkup aktivitasnya. Tempat tetap B tidak memiliki otoritas untuk
mengatur Polycon atau untuk bernegosiasi dan memutuskan kontrak atas nama
Polycon. Bagaimanapun, kontrak yang ada tidak dapat membuktikan bahwa aktivitas
di tempat tetap B memiliki kegiatan yang sama untuk bertindak atas kepentingan
Polycon. Dokumen harus diarsip dengan baik untuk mendukung aspek layanan di
tempat tetap B.

2.8 Formasi Anak Perusahaan Penjualan Luar Negeri


Polycon mencapai kesuksesan melalui penjualan ekspor setelah beberapa tahun
sehingga diambil kesimpulan bahwa perusahaan tidak akan dapat mencapai potensi
penuh tanpa memiliki perwakilan penjualan luar negeri. Polycon dapat mencoba untuk
melindungi pengurangan ganda atas kerugian awal yang ditimbulkan dari operasi
penjualan di Luna Technic Company seperti mengalami kerugian. Tuan Holmes harus
menyadari bahwa transfer dari cabang ke anak perusahaan mungkin akan melibatkan
Polycon dalam kewajiban pajak.

2.9 Pendirian Pabrik Manufaktur Luar Negeri


Penjualan lensa optik berkualitas tinggi mendekati batas kapasitas
produktif dan meningkatnya biaya peralatan berat yang terlibat dalam peningkatan
kapasitas dan pasar penjualan terbatas, Tuan Holmes memutuskan lebih berkonsentrasi
untuk membangun kaca pembesar berkualitas rendah dan bervolume tinggi untuk pasar
konsumen massal. Dengan kas yang dihasilkan dari penjualan lensa optik berkualitas
tinggi, Tuan Holmes memutuskan untuk mendirikan pabrik manufaktur luar negeri.
Pertama, untuk meningkatkan kemampuan kelompok dalam membeli bahan plastik
khusus dengan harga lebih rendah dari pada pasar dalam negeri. Kedua, untuk
menghemat biaya transportasi bahan mentah . Ketiga, untuk mendapatkan biaya tenaga
kerja produksi lebih rendah. Keempat, untuk mendapatkan keuntungan atas
kelonggaran pajak yang memungkinkan.
2.10 Mendirikan Anak Perusahaan Penjualan
Ada beberapa faktor pertimbangan dalam menentukan lokasi yang tepat untuk
anak perusahaan :
1. Pertimbangan pajak
2. Kelonggaran pajak yang memungkinkan perusahaan untuk mengambil
keuntungan atas pelabuhan bebas sehingga beberapa kewajiban pajak atas
barang–barang yang di import untuk tujuan ekspor dapat dihindari.
Walaupun kebijakan penentuan harga antar perusahaan dibawah
pengawasan yang cermat, tambahan laba mungkin saja diperoleh dengan
mengenakan bunga atas kontrak penjualan yang terbayar dari anak
perusahaan.

2.11 Akuisisi Kelompok Luar Negeri Yang Sudah Ada


Akuisisi Visitec Corporations membutuhkan beberapa pertimbangan
perencanaan pajak, khususnya atas pengurangan biaya bunga pinjaman yang muncul
untuk melakukan akiuisisi. Ada beberapa langkah khusus yang harus dilakukan untuk
mengurangi biaya bunga, salah satunya mungkin dengan mengurangi biaya bunga
dengan laba dikenai pajak Visitec Corporation, karena perusahaan yang diakui akuisisi
bearti memiliki laba /keuntungan konsolidasi. Selama beberapa tahun yang lalu, ketika
membangun kualitas yang tinggi untuk lensa optik dan kaca pembesar untuk pasar
dunia, Polycon Lens Company telah mengembangkan penjualan ekspor untuk lensa
kamera keprodusen kamera asing Visitec Corporation yang membeli lensa untuk
kamera instamatic berharga murah. Kondisi ini berkembang dalam porsi yang
signifikan untuk tingkat perputaran Polycon Lens Company, namun Tuan Holmes
menyadari bahwa ada kemungkinan produsen asing akan mengalami likuidasi, karena
tidak cukupnya tingkat pengembalian dan biaya pendanaan yang tinggi. Oleh karena
itu, Tuan Holmes mempertimbangkan untuk mengakuisisi Visitec Corporation pada
waktu yang menguntungkan anak perusahaan penjualannya untuk mencapai tingkat
pengembalian maksimum dan menghasilkan laba potensial yang tinggi untuk
menjualan kamera dan pada saat yang sama dapat mempertahankan Polycon Lens
Company untuk mengekspor lensa kamera.

2.12 Rekonstrukturisasi Kelompok Dengan Holding Company Luar Negeri


Polycon (holding) mungkin saja menjadi pusat informasi dari polycon group
dan beralokasi dalam yurisdiksi yang menawarkan kelonggaran pada
holding company. Ini mungkin akan membutuhkan biaya manajemen untuk anak
perusahaan yang berbeda dan meningkatkan laba setelah pajak ditetapkan, dimana
biaya manjemen merupakan pengurangan yang diperbolehkan terhadap laba kena pajak
anak perusahaan. Untuk mencapai bermacam-macam kelonggaran yang ditawarkan
pada holding company, penting bagi polycon (holding) untuk menunjukkan pelayanan
manajemen sesungguhnya dalam kelompok, jika tidak, ada kemungkinan
diperdebatkan bahwa polycon (holding) sudah diatur sedemikian rupa. Tujuan
pembentukan polycon (holding) antara lain :
 untuk memaksimumkan arus deviden dari anak perusahaan ke Polycon
Lens Company.
 mengurangi jumlah kerugian kredit pajak ganda hasil dari pemilikan yang
terpisah anak perusahaan Polycon Lens Company.
 untuk mengkoordinasikan fungsi manajemen dalam unit terpusat.

2.13 Formasi Perusahaan Pendanaan Luar Negeri


Pertimbangan yang cermat harus diberikan untuk peraturan pajak dan
sistempengendalian nilai tukar exchange control. Penentuan biaya berpengaruh pada
besar pajak. Bila R dan D dikapitalisasi maka pajak penghasilan akan berlangsung
selama masa pengakuan nilai sampai habis dalam penghapusannya. Bila diperlakukan
sebagai biaya hanya berpengaruh pada periode tertentu sehingga berdampak pada pajak
lansung perbedaan penentuan umur aset akan menentukan besarnya biaya.
2.14 Membangun Dasar Asset Dengan Investasi Real Estat
Jika polycon investment meminjam dana untuk membuat investasi realesta,
maka adalah penting bahwa hutang bunga dapat ditutup terhadap piutang sewa di
negara dimana real estat berdiri, sehingga pajak penghasilan di potong luar negeri di
pungut dengan dasar sewa bersih (net basis) daripada atas pendapatan sewa kotor.
Kebanyakan negara akan menjadikan keuntungan spekulatif sebagai subjek pajak
penghasilan daripada pajak keuntungan modal. Keuntungan spekulatif seperti itu dapat
diperoleh jika real estat dijual dalam waktu tertentu setelah akuisisi, atau jika perhatian
investor jelas terorientasi hanya pada membuat keuntungan daripada holding real estat
untuk tujuan investasi, dan dokumentasi yang cukup harus ada untuk memberikan bukti
atas tujuan investor semula.

2.15 Perlindungan Lini Produk Baru Dan Penyusunan Izin Operasi


Karena visimatic (holding) berada dalam yurisdiksi pajak rendah , maka tidak
mungkin negara M akan membentuk perjanjian pajak ganda dengan negara-negara
berpajak tinggi, karena penghindaran pajak ganda tidak lagi relevan dimana salah satu
rekan perjanjian memungut pajak penghasilan dan laba yang kecil atau tidak
memungut. Dengan cara ini pajak dipotong atas pembayaran piutang royalti oleh
visimatic franchise company akan dikurangkan dengan jumlah nol atau nominal dan
jika tidak ada pajak penghasilan dipotong yang dipungut atas royalti yang dibayarkan
visimatic franchise kepada visimatic (holding), maka piutang setelah pajak visimatik
(holding) dapat meningkat.

2.16 Formasi Entitas Tax Haven


Pada tingkat pengembangan yang bervariasi dari Polycon Group, operasi
tax haven dipertimbangkan dan mungkin dapat dibebaskan. Bagaimanapun, karena
Tuan Holmes tidak mempertimbangkan ia memperoleh saran pajak yang baik jika tidak
memiliki paling tidak satu tax haven perusahaan dalam kelompoknya. Perusahaan tax
haven harus diatur secara efektif dengan tax haven, jika perusahaan setempat dapat
ditentukan dalam yurisdiksi pajak negara A atau rezim pajak tinggi lainnya. Furisdiksi
pajak tinggi memiliki perundang-undangan yang membagi secara adil pajak akumulasi
pendapatan perusahaan tax haven kepada pemegang saham domestik.
Beberapa negara mempublikasikan daftar negara-negarayang
mempertimbangkan tax haven dengan administrasi pajak, dangpengetahuan atas daftar
ini berguna sebagai peringatan kepada kelompokyang menggunakan perusahaan tax
haven dalam struktur mereka.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ada banyak teknik pengurangan pajak asing yang dapat dipakai oleh
pembayar pajak yaitu : memanfaatkan keuntungan dari insenif pajak lokal, pembiayaan
hutang, transfer pricing, dan pemanfaatan tax treaty . Menurut Doernberg (1989)
menyebut 3 unsur netralitas yang harus dipenuhi dalam kebijakan perpajakan
internasional yaitu Capital Export Neutrality (Netralitas Dasar Domestik), Capital
Import Neutrality (Netralitas Dasar Internasional) dan National Neutrality. Adapun
masalah-masalah yang terjadi dalam perpajakan internasional antara lain transfer
pricing, treaty shopping, dan Tax Heaven Countries
Pendaftaran tempat tetap (BUT) itu oleh perusahaan sebagai cabang atau anak
perusahaan lokal, bergantung pada pertimbangan non pajak, sejak kewajiban pajak
diharapkan dibatasi. POLYCON (holding) mungkin saja menjadi pusat ,informasi dari
polycon group dan beralokasi dalam yurisdiksi yang menawarkan kelonggaran pada
holding company . Ini mungkin akan membutuhkan biaya manajemen untuk anak
perusahaan yang berbeda dan meningkatkan laba setelah pajak ditetapkan, dimana
biaya manjemen merupakan pengurangan yang diperbolehkan terhadap laba kena pajak
anak perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai