Anda di halaman 1dari 5

Kelahiran Abdurrahman bin Auf

Tepatnya 10 tahun dari tahun gajah, lahirlah seorang putra yang mulia pada kabilah bernama
Zuhrah bin Kilab. Dengan kelahiran bayi tersebut seluruh dari kabilah merasa senang dan
bahagia.

Nama lengkap dari anak tersebut adalah Abdurrahman bin Auf bin Abdul Harits bin Zuhrah bin
Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luayyi Al-Quraisy Az-Zuhri. Jadi ayahnya bernama Auf,
sedang kakeknya bernama Abdul Harits.

Adapun ibunya bernama Asy-Syifa’ yang mana ia juga jalur keturunan dari Zahrah bin Kilab. Ia
juga memeluk agama Islam dan ikut hijrah bersama kaum muslimin lainnya.

Hari berganti hari, Abdurrahman dididik dengan sifat-sifat mulia dari ayahnya sehingga mampu
menjadikan ia sebagai anak yang memiliki sifat dermawan, bijaksana, setia dan tak menyalahi
janji serta pemberani.

Di masa mudanya Abdurrahman tumbuh sebagai anak yang memiliki sifat toleransi yang tinggi
pada sesamanya dan mampu menjaga diri dari hal hal yang buruk dari sukunya, terutama
usahanya berpaling dari menyembah berhala.

Nama Abdurrahman sendiri sebenarnya bukan nama yang ia dapat dari suku maupun ayahnya
karena nama tersebut merupakan pemberian dari Nabi saw. Sebelumnya ia bernama Abdul
Harits, Abdu Amrin atau pun Abdul Ka’bah. Sebagai seorang yang termasuk dalam 10
sahabat yang dijamin masuk surga, Abdurrahman bin Auf dikenal sebagai pribadi yang ringan
tangan dalam membantu orang lain. Tangannya selalu terbuka untuk membantu siapa saja yang
sedang mengalami kesusahaan. Selain itu, ia dikenal juga sebagai orang yang mudah meneteskan
air mata.

Diketahui bahwa Abdurrahman bin Auf adalah orang yang memiliki wajah yang tampan,
kulitnya berwarna kemerah-merahan, rambutnya tidak beruban, tangannya tampak besar dan
demikian pula jari-jarinya, sedang kakinya tampak pincang karena beliau terkena serangan
musuh saat ikut dalam perang Uhud.

Hijrah

Karena situasi keamanan umat muslim di Makkah waktu itu tidak mendukung akibat tindakan
kaum kafir Quraisy yang sering menyiksa dan menyakiti kaum muslim yang lemah, akhirnya
Abdurrahman bin Auf beserta muslim lainya mendapat izin Nabi saw. untuk hijrah ke Habsyah,
yakni negeri yang dikepalai oleh Raja Najasyi yang berhati baik. Keberangkatan beliau hijrah ke
negeri tersebut bukanlah hal yang mudah karena perjalanan dilalui menggunakan laut, sedang
keadaan perahu waktu itu belum sebagus sekarang.
Diketahui bahwa Abdurrahman tidak lama berada di Habasyah, ia kemudian kembali ke
Makkah, dan pada saat terjadi hijrah besar-besaran ke Madinah, beliau juga ikut dan mejalani
hidup bahagia di sana.

Pada waktu di Madinah, Nabi saw. mempersaudarakan dari masing-masing kaum Muhajirin
dengan kaum Anshar. Kebetulan waktu itu Abdurrahman dipersaudarakan oleh Nabi dengan
Sa’ad bin Rabi’ Al Anshari. Dan karena merasa sebagai saudara, Sa’ad kemudian menawarkan
kepada Abdurrahman sebagian tanah dan bahan makanan yang dimilikinya kepada saudara
seimannya tersebut, yakni Abdurrhman.

Namun, apa yang terjadi? Abdurrahmana bin Auf lantas berkata kepada saudaranya tersebut:

“Sampaikanlah antarkanlah saya ke pasa untuk (agar supaya) bisa berjual beli atau berdagang.”
Dari peristiwa ini jelas sekali bahwa beliau memiliki sifat yang sangat hati-hati dan lebih
memilih berusaha sendiri ketimbang diberi sama orang lain.

Setelah ia ditunjuki pasar di Madinah waktu itu, ia pun kemudian mulai berjualan dengan penuh
kejujuran dan sikap terpercaya.

Banyak ahli sejarah menyebutkan bahwa sekalipun Abdurrahman datang ke Madinah dengan
tanpa modal dan tanpa meminta-minta, ia bisa berhasil menjadi pedagang yang sukses dan
mampu mengumpulkan banyak sekali harta. Ini berkat salah satu sifat terpujinya, yakni jujur
dalam berdagang. Saat berdagang ia selalu memisahkan antara barang yang baik dan yang tidak
baik dan menjualnya dengan harga yang berbeda sehingga orang-orang merasa puas berbelanja
dan berbisnis dengannya.

Pernikahan Abdurrahman Bin Auf


Dalam keadaan demikian, Abdurrahman bin Auf tidak menyerah. Rasulullah Saw.
mempersaudarakan orang-orang yang berhijrah yang kebanyakan pedagang dengan orang-orang
asli Madinah yang mayoritas petani. Di Madinah, Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan
Sa’ad ibnu Arabi Alausani. Ia memberikan sebagian harta dan menawarinya seorang calon istri.
Abdurrahman bin Auf hanya berkata, “Semoga Allah Swt. memberkahi hartamu dan
keluargamu, tunjukkanlah kepadaku di mana pasar.”

Abdurrahman bin Auf memang pebisnis yang handal. Dengan modal secukupnya ia berjualan
keju dan minyak samin, bangkit dan mampu menikah dengan salah satu perempuan Anshar.
Setelah menikah dengan memberi mahar sebutir emas (seberat sebutir kurma) Rasulullah Saw
memintanya mengadakan walimah. Ini adalah pertanda, pernikahan sesederhana apa pun harus
dilanjutkan dengan walimah meskipun hanya dengan menyembelih seekor kambing.
Peran Abdurrahman Bin Auf dalam membela islam

Abdurrahmana bin Auf adalah salah satu sahabat Nabi yang memiliki kedudukan yang tinggi
dalam perang. Nabi pernah memilihnya untuk memimpin 700 pasukan menuju “daumatil Jandal”
pada tahun ke-6 Hijriyah.

Sebelum berangkat, Nabi sendiri yang mengenakan surban di kepalanya dan berkata
kepadanya,”Berjalanlah dengan menyebut nama Allah!”

Sesampainya di tempat tujuan, beliau lalu mengajak kepada penduduknya untuk memeluk
agama Islam (sebanyak tigak kali), namun mereka menolak. Akhirnya, melakukan serangan yang
akhirnya memperoleh kemenangan. Adapun pimpinan dari kaum tersebut, Al-Ashbagh bin
Amrin Al Kulayyi, yang beragama Nasrani akhirnya menyerahkan diri dan masuk Islam.

Dan setelah mengabarkan kemenangannya pada Nabi, ia pun akhirnya diperintahkan untuk
menikah dengan Tumadlir binti Ashbagh yang kemudian dikaruniai seorang putra bernama Abu
Salamah bin Abdurrahman.

Dalam perang Uhud sendiri Abdurrahman mengalami banyak tusukan dan sabetan pedang dan
bila dihitung kurang lebih ada sekitar 21 bekas luka di tubuhnya berkat perang tersebut. Selain
itu kakinya juga pincang karena mendapat musibah pada perang tersebut.

Adapun dalam perang Tabuk, yakni perang tandingan antara kaum Romawi dengan umat
Muslim, kisah Abdurrahman bin Auf juga terukir di dalamnya. Beliau termasuk salah seorang
yang memberikan sumbangan yang besar dalam persiapan perang umat muslim yang pada saat
itu sedang mengalami masa sulit. Harta yang ia sumbangkan banyak sekali, bahkan sampai
ribuan dirham.

Peristiwa yang juga tercatat dalam sejara pada perang Tabuk ini adalah saat kaum muslimin
sudah sampai antara Al-Hijr dan tabuk dan hendak melaksanakn salat subuh, namun karena
waktu itu Nabi belum hadir karena mencari Wudhu, sedang waktu sudah akan beranjak pagi,
hingga akhirnya kaum muslimin mempersilahkan Abdurrahman bin Auf untuk memimpin salat.
Akan tetapi, di tengah mengerjakan salat Nabi akhirnya datang dan ikut salat pada rakaat
terakhir. Setelah salam selesai, Nabi kemudian melanjutkan salatnya. Setelah selesai salat, Nabi
lalu berbalik ke ummat dan bersabda : Sungguh kamu semua memperoleh kebenaran dan
kebaikan.” Ya, karena mereka memilih mengerjakan salat tepat waktu..

Setelah itu nabi juga bersabda mengenai Abdurrahman bin Auf, bahwa “Tiada dicabut (roh)
seorang Nabi sehingga ia salat di belakang seorang lelaki yang saleh dari umatnya.”

Wafatnya Abdruaahman Bin Auf

Setelah menjalani kehidupannya dengan usaha yang sangat baik dalam menjalankan kehidupan
sebagai seorang muslim yang taat, akhirnya beliau wafat di usia 73 tahun. Banyak penutur kisah
Abdurrahman bin Auf dalam sepuluh sahabat Nabi yang dijamin masuk surge, menyebutkan
bahwa beliau meninggalkan 28 putra dan putri dan wafat pada tahun 31 hijriyah atau pendapat
lain 32 H.

Sebelum dimakamkan beliau juga dimandikan oleh Usman ra. dan dimakamkan di tempat
dimana iamewasiatkannya, yakni di Baqii’. Semoga Allah merahmatinya dan ia bukan orang
yang merangkak memasuki surga tapi berjalan secepat kilat karena usahanya dalam
mendermakan hartanya untuk agama Allah.

Daftar Pustaka
http://www.caraspot.com/biografi-kisah-abdurrahman-bin-
auf.html
https://biografi-tokoh-ternama.blogspot.com/2014/07/Biografi-
Abdurrahman-Bin-Auf-Sahabat-Yang-Menginfakkan-Harta-di-
Jalan-Allah.html

Anda mungkin juga menyukai