Allah telah berfirman: Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh
telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu
berbalik ke belakang (murtad)? barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak
dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan
kepada orang-orang yang bersyukur.(QS Ali Imran: 144).
Ibnu Abbas radhiyallahu`anhuma berkata: demi Allah, seakan-akan orang-orang
tidak mengetahui bahwa Allah telah menurunkan ayat ini sampai Abu Bakar
membacakannya. Maka semua orang menerima ayat Al-Qur`an itu, tak seorangpun
diantara mereka yang mendengarnya melainkan melantunkannya.
Sa`id bin Musayyab rahimahullah berkata: bahwa Umar ketika itu berkata: Demi
Allah, sepertinya aku baru mendengar ayat itu ketika dibaca oleh Abu Bakar, sampaisampai aku tak kuasa mengangkat kedua kakiku, hingga aku tertunduk ke tanah ketika
aku mendengar Abu Bakar membacanya. Kini aku sudah tahu bahwa nabi memang sudah
meninggal.
Dalam riwayat al-Bukhari lainnya, Umar berkata: maka orang-orang menabahkan
hati mereka sambil tetap mengucurkan air mata. Lalu orang-orang Anshor berkumpul di
sekitar Sa`ad bin Ubadah yang berada di Saqifah Bani Sa`idahmereka berkata: Dari
kalangan kami (Anshor) ada pemimpin, demikian pula dari kalangan kalian!maka Abu
Bakar, Umar dan Abu Ubaidah bin al-Jarroh mendekati mereka. Umar mulai bicara, namun
segera dihentikan Abu Bakar. Dalam hal ini Umar berkata: Demi Allah, yang kuinginkan
sebenarnya hanyalah mengungkapkan hal yang menurutku sangat bagus. Aku khawatir
Abu Bakar tidak menyampaikannyaKemudian Abu Bakar bicara, ternyata dia orang yang
terfasih dalam ucapannya, beliau berkata: Kami adalah pemimpin, sedangkan kalian
adalah para menteri.Habbab bin al-Mundzir menanggapi: Tidak, demi Allah kami tidak
akan melakukannya, dari kami ada pemimpin dan dari kalian juga ada pemimpin.Abu
Bakar menjawab: Tidak, kami adalah pemimpin, sedangkan kalian adalah para menteri.
Mereka (kaum Muhajirin) adalah suku Arab yang paling adil, yang paling mulia dan paling
baik nasabnya. Maka baiatlah Umar atau Abu Ubaidah bin al-Jarroh.Maka Umar menyela:
Bahkan kami akan membai`atmu. Engkau adalah sayyid kami, orang yang terbaik
diantara kami dan paling dicintai Rasulullah.Umar lalu memegang tangan Abu Bakar dan
membai`atnya yang kemudian diikuti oleh orang banyak. Lalu ada seorang yang berkata:
kalian telah membunuh (hak khalifah) Sa`ad (bin Ubadah).Maka Umar berkata: Allah
yang telah membunuhnya.(Riwayat Bukhari)
Menurut `ulama ahli sejarah, Abu Bakar menerima jasa memerah susu kambing untuk
penduduk desa. Ketika beliau telah dibai`at menjadi khalifah, ada seorang wanita desa
berkata: sekarang Abu Bakar tidak akan lagi memerahkan susu kambing kami.Perkataan
itu didengar oleh Abu Bakar sehingga dia berkata: tidak, bahkan aku akan tetap menerima
jasa memerah susu kambing kalian. Sesungguhnya aku berharap dengan jabatan yang telah
aku sandang sekarang ini sama sekali tidak merubah kebiasaanku di masa silam.Terbukti,
Abu Bakar tetap memerahkan susu kambing-kambing mereka.
Ketika Abu Bakar diangkat sebagai khalifah, beliau memerintahkan Umar untuk
mengurusi urusan haji kaum muslimin. Barulah pada tahun berikutnya Abu Bakar
menunaikan haji. Sedangkan untuk ibadah umroh, beliau lakukan pada bulan Rajab tahun
12 H. beliau memasuki kota Makkah sekitar waktu dhuha dan langsung menuju rumahnya.
Beliau ditemani oleh beberapa orang pemuda yang sedang berbincang-bincang dengannya.
Lalu dikatakan kepada Abu Quhafah (Ayahnya Abu Bakar): ini putramu (telah datang)!
Maka Abu Quhafah berdiri dari tempatnya. Abu Bakar bergegas menyuruh untanya
untuk bersimpuh. Beliau turun dari untanya ketika unta itu belum sempat bersimpuh dengan
sempurna sambil berkata: wahai ayahku, janganlah anda berdiri!Lalu Abu Bakar memeluk
Abu Quhafah dan mengecup keningnya. Tentu saja Abu Quhafah menangis sebagai luapan
rasa bahagia dengan kedatangan putranya tersebut.
Setelah itu datanglah beberapa tokoh kota Makkah seperti Attab bin Usaid, Suhail bin
Amru, Ikrimah bin Abi Jahal, dan al-Harits bin Hisyam. Mereka semua mengucapkan salam
kepada Abu Bakar: Assalamu`alaika wahai khalifah Rasulullah!mereka semua menjabat
tangan Abu Bakar. Lalu Abu Quhafah berkata: wahai Atiq (julukan Abu Bakar), mereka itu
adalah orang-orang (yang baik). Oleh karena itu, jalinlah persahabatan yang baik dengan
mereka!Abu Bakar berkata: Wahai ayahku, tidak ada daya dan upaya kecuali hanya
dengan pertolongan Allah. Aku telah diberi beban yang sangat berat, tentu saja aku tidak
akan memiliki kekuatan untuk menanggungnya kecuali hanya dengan pertolongan
Allah.Lalu Abu Bakar berkata: Apakah ada orang yang akan mengadukan sebuah
perbuatan dzalim?Ternyata tidak ada seorangpun yang datang kepada Abu Bakar untuk
melapor sebuah kedzaliman. Semua orang malah menyanjung pemimpin mereka tersebut.
2. Wafatnya
Menurut para `ulama ahli sejarah Abu Bakar meninggal dunia pada malam selasa,
tepatnya antara waktu maghrib dan isya pada tanggal 8 Jumadil awal 13 H. Usia beliau
ketika meninggal dunia adalah 63 tahun. Beliau berwasiat agar jenazahnya dimandikan oleh
Asma` binti Umais, istri beliau. Kemudian beliau dimakamkan di samping makam Rasulullah.
Umar mensholati jenazahnya diantara makam Nabi dan mimbar (ar-Raudhah). Sedangkan
yang turun langsung ke dalam liang lahat adalah putranya yang bernama Abdurrahman
(bin Abi Bakar), Umar, Utsman, dan Thalhah bin Ubaidillah.
Sumber:
Al-Bidayah wan Nihayah, Masa Khulafaur Rasyidin Tartib wa Tahdzib Kitab al-Bidayah
wan Nihayah karya Ibnu Katsir.
Shifatush-Shofwah karya Ibnul Jauzi.
Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah
Al-Kabaa`ir karya Adz-Dzahabi
B. 'Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu (wafat 23 H)
Nama lengkapnya adalah Umar bin Khaththab bin Nufail bin Abdul Izzy bin Rabah bin
Qirath bin Razah bin Adi bin Kaab bin Luay al-Quraisy al-Adawy. Terkadang dipanggil dengan
Abu Hafash dan digelari dengan al-Faruq. Ibunya bernama Hantimah binti Hasyim bin alMuqhirah al-Makhzumiyah.
1. Awal Keislamanya.
Umar masuk Islam ketika para penganut Islam kurang lebih sekitar 40 (empat puluh)
orang terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Imam Tirmidzi, Imam Thabrani dan Hakim telah meriwayatkan dengan riwayat yang
sama bahwa Nabi Shallallahu alaihi wassalam telah berdoa,Ya Allah, muliakanlah agama
Islam ini dengan orang yang paling Engkau cintai diantara kedua orang ini, yaitu Umar bin
al-Khaththab atau Abu Jahal Amr bin Hisyam..
Berkenaan dengan masuknya Umar bin al-Khaththab ke dalam Islam yang
diriwayatkan oleh Ibnu Saad yang diungkap oleh Imam Suyuti dalam kitab Tarikh alKhulafa ar-Rasyidinsebagai berikut:
Anas bin Malik berkata: Pada suatu hari Umar keluar sambil menyandang
pedangnya, lalu Bani Zahrah bertanyaWahai Umar, hendak kemana engkau?,maka Umar
menjawab, Aku hendak membunuh Muhammad. Selanjutnya orang tadi
bertanya:Bagaimana dengan perdamaian yang telah dibuat antara Bani Hasyim dengan
Bani Zuhrah, sementara engkau hendak membunuh Muhammad. Lalu orang tadi
berkata,Tidak kau tahu bahwa adikmu dan saudara iparmu telah meninggalkan
agamamu. Kemudian Umar pergi menuju rumah adiknya dilihatnya adik dan iparnya
sedang membaca lembaran Al-Quran, lalu Umar berkata, barangkali keduanya benar telah
berpindah agama,. Maka Umar melompat dan menginjaknya dengan keras, lalu adiknya
(Fathimah binti Khaththab) datang mendorong Umar, tetapi Umar menamparnya dengan
keras sehingga muka adiknya mengeluarkan darah.
Kemudian Umar berkata: Berikan lembaran (al-Quran) itu kepadaku, aku ingin
membacanya, maka adiknya berkata.Kamu itu dalam keadaan najis tidak boleh
menyentuhnya kecuali kamu dalam keadaan suci, kalau engaku ingin tahu maka mandilah
(berwudhulah/bersuci).. Lalu Umar berdiri dan mandi (bersuci) kemudian membaca
lembaran (al-Quran) tersebut yaitu surat Thaha sampai ayat,Sesungguhnya Aku ini adalah
Allah, tidak ada tuhanselain Aku, maka sembahlah Aku dirikanlah Shalat untuk
mengingatku.(Qs.Thaha:14). Setelah itu Umar berkata,Bawalah aku menemui
Muhammad.. Mendengar perkataan Umar tersebut langsung Khabbab keluar dari
sembunyianya seraya berkata:Wahai Umar, aku merasa bahagia, aku harap doa yang
dipanjatkan Nabi pada malam kamis menjadi kenyataan, Ia (Nabi) berdoa Ya Allah,
muliakanlah agama Islam ini dengan orang yang paling Engkau cintai diantara kedua orang
ini, yaitu Umar bin al-Khaththab atau Abu Jahal Amr bin Hisyam.. Lalu Umar berangkat
menuju tempat Muhammad Shallallahu alaihi wassalam, didepan pintu berdiri Hamzah,
Thalhah dan sahabat lainnya. Lalu Hamzah seraya berkata,jika Allah menghendaki
kebaikan baginya, niscaya dia akan masuk Islam, tetapi jika ada tujuan lain kita akan
membunuhnya. Lalu kemudian Umar menyatakan masuk Islam dihadapan Rasulullah
Shallallahu alaihi wassalam.
Lalu bertambahlah kejayaan Islam dan Kaum Muslimin dengan masuknya Umar bin
Khaththab, sebagaimana ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibnu Masud, seraya
berkata,Kejayaan kami bertambah sejak masuknya Umar.. Umar turut serta dalam
peperangan yang dilakukan bersama Rasulullah, dan tetap bertahan dalam perang Uhud
bersama Rasulullah sebagaimana dijelaskan oleh Imam Suyuthi dalam Tarikh al-Khulafaar
Rasyidin.
3. Wafatnya
Pada hari rabu bulan Dzulhijah tahun 23 H ia wafat, ia ditikam ketika sedang
melakukan Shalat Subuh beliau ditikam oleh seorang Majusi yang bernama Abu Luluah
budak milik al-Mughirah bin Syubah diduga ia mendapat perintah dari kalangan Majusi.
Umar dimakamkan di samping Nabi dan Abu Bakar ash Shiddiq, beliau wafat dalam usia 63
tahun.
Disalin dari Biografi Umar Ibn Khaththab dalam Tahbaqat Ibn Saad, Tarikh al-Khulafaar
Rasyidin Imam Suyuthi.
C. 'Utsman bin 'Affan Radhiyallahu 'anhu (wafat 35 H)
Nama lengkapnya adalah Utsman bin Affan bin Abi Ash bin Umayah bin Abdi Syams bin
Abdi Manaf al Umawy al Qurasy, pada masa Jahiliyah ia dipanggil dengan Abu Amr dan pada
masa Islam nama julukannya (kunyah) adalah Abu Abdillah. Dan juga ia digelari dengan
sebutan Dzunnuraini, dikarenakan beliau menikahi dua puteri Rasulullah shallallahu alaihi
wassalam yaitu Ruqayah dan Ummu Kaltsum. Ibunya bernama Arwa bin Kuraiz bin Rabiah bin
Habib bin Abdi Syams yang kemudian menganut Islam yang baik dan teguh.
1. Keutamaannya
Imam Muslim telah meriwayatkan dari Aisyah, seraya berkata,Pada suatu hari
Rasulullah sedang duduk dimana paha beliau terbuka, maka Abu Bakar meminta izin
kepada beliau untuk menutupinya dan beliau mengizinkannya, lalu paha beliau tetap
dalam keadaan semula (terbuka). Kemudian Umar minta izin untuk menutupinya dan
beliau mengizinkannnya, lalu paha beliau tetap dalam keadaan semula (terbuka), ketika
Utsman meminta izin kepada beliau, maka beliau melepaskan pakaiannya (untuk menutupi
paha terbuka). Ketika mereka telah pergi, maka aku (Aisyah) bertanya,Wahai Rasulullah,
Abu Bakar dan Umar telah meminta izin kepadamu untuk menutupinya dan engkau
mengizinkan keduanya, tetapi engkau tetap berada dalam keadaan semula (membiarkan
pahamu terbuka), sedangkan ketika Utsman meminta izin kepadamu, maka engkau
melepaskan pakaianmu (dipakai untuk menutupinya). Maka Rasulullah menjawab,Wahai
Aisyah, Bagaimana aku tidak merasa malu dari seseorang yang malaikat saja merasa malu
kepadanya.
Ibnu Asakir dan yang lainnya menjelaskan dalam kitab Fadhail ash Shahabahbahwa
Ali bin Abi Thalib ditanya tentang Utsman, maka beliau menjawab,Utsman itu seorang yang
memiliki kedudukan yang terhormat yang dipanggil dengan Dzunnuraini, dimana Rasulullah
menikahkannya dengan kedua putrinya.
2. Perjalanan hidupnya
Perjalanan hidupnya yang tidak pernah terlupakan dalam sejarah umat islam adalah
beliau membukukan Al-Quraan dalam satu versi bacaan dan membuat beberapa
salinannya yang dikirim kebeberapa negeri negeri Islam. Serta memerintahkan umat Islam
agar berpatokan kepadanya dan memusnahkan mushaf yang dianggap bertentangan
dengan salinan tersebut. Atas Izin allah Subhanahu wa taala, melalui tindakan beliau ini
umat Islam dapat memelihara ke autentikan Al-Quran samapai sekarang ini. Semoga Allah
membalasnya dengan balasan yang terbaik.
Diriwayatkan dari oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab Musnadnya dari yunus
bahwa ketika al Hasan ditanya tentang orang yang beristirahat pada waktu tengah hari di
masjid ?. maka ia menjawab,Aku melihat Utsman bin Affan beristirahat di masjid, padahal
beliau sebagai Khalifah, dan ketika ia berdiri nampak sekali bekas kerikil pada bagian
rusuknya, sehingga kami berkata,Ini amirul mukminin, Ini amirul mukminin..
Diriwayatkan oleh Abu Naim dalam kitabnya Hulyah al Auliyahdari Ibnu Sirin
bahwa ketika Utsman terbunuh, maka isteri beliau berkata,Mereka telah tega
membunuhnya, padahal mereka telah menghidupkan seluruh malam dengan Al-Quran.
Ibnu Abi Hatim telah meriwayatkan dari Abdullah bin Umar, seraya ia berkata dengan
firman Allah. (Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang
beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab)
akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: Adakah sama orang-orang
yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?Sesungguhnya orang yang
berakallah yang dapat menerima pelajaran.(Qs Az-Zumar:9) yang dimaksud adalah
Utsman bin Affan.
3. Wafatnya
Ia wafat pada tahun 35 H pada pertengahan tasyriq tanggal 12 Dzul Hijjah, dalam usia
80 tahun lebih, dibunuh oleh kaum pemberontak (Khawarij).
Diringkas dari Biografi Utsman bin affan dalam kitab Al ilmu wa al Ulama Karya Abu
Bakar al Jazairy. Penerbit Daar al Kutub as Salafiyyah. Cairo. ditulis tanggal 5 Rabul Awal di
Madinah al Nabawiyah.
D. 'Utsman bin 'Affan Radhiyallahu 'anhu (wafat 35 H)
Nama lengkapnya adalah Utsman bin Affan bin Abi Ash bin Umayah bin Abdi Syams bin
Abdi Manaf al Umawy al Qurasy, pada masa Jahiliyah ia dipanggil dengan Abu Amr dan pada
masa Islam nama julukannya (kunyah) adalah Abu Abdillah. Dan juga ia digelari dengan
sebutan Dzunnuraini, dikarenakan beliau menikahi dua puteri Rasulullah shallallahu alaihi
wassalam yaitu Ruqayah dan Ummu Kaltsum. Ibunya bernama Arwa bin Kuraiz bin Rabiah bin
Habib bin Abdi Syams yang kemudian menganut Islam yang baik dan teguh.
1. Keutamaannya
Imam Muslim telah meriwayatkan dari Aisyah, seraya berkata,Pada suatu hari
Rasulullah sedang duduk dimana paha beliau terbuka, maka Abu Bakar meminta izin
kepada beliau untuk menutupinya dan beliau mengizinkannya, lalu paha beliau tetap
dalam keadaan semula (terbuka). Kemudian Umar minta izin untuk menutupinya dan
beliau mengizinkannnya, lalu paha beliau tetap dalam keadaan semula (terbuka), ketika
Utsman meminta izin kepada beliau, maka beliau melepaskan pakaiannya (untuk menutupi
paha terbuka). Ketika mereka telah pergi, maka aku (Aisyah) bertanya,Wahai Rasulullah,
Abu Bakar dan Umar telah meminta izin kepadamu untuk menutupinya dan engkau
mengizinkan keduanya, tetapi engkau tetap berada dalam keadaan semula (membiarkan
pahamu terbuka), sedangkan ketika Utsman meminta izin kepadamu, maka engkau
melepaskan pakaianmu (dipakai untuk menutupinya). Maka Rasulullah menjawab,Wahai
Aisyah, Bagaimana aku tidak merasa malu dari seseorang yang malaikat saja merasa malu
kepadanya.
Ibnu Asakir dan yang lainnya menjelaskan dalam kitab Fadhail ash Shahabahbahwa
Ali bin Abi Thalib ditanya tentang Utsman, maka beliau menjawab,Utsman itu seorang yang
memiliki kedudukan yang terhormat yang dipanggil dengan Dzunnuraini, dimana Rasulullah
menikahkannya dengan kedua putrinya.
2. Perjalanan hidupnya
Perjalanan hidupnya yang tidak pernah terlupakan dalam sejarah umat islam adalah
beliau membukukan Al-Quraan dalam satu versi bacaan dan membuat beberapa
salinannya yang dikirim kebeberapa negeri negeri Islam. Serta memerintahkan umat Islam
agar berpatokan kepadanya dan memusnahkan mushaf yang dianggap bertentangan
dengan salinan tersebut. Atas Izin allah Subhanahu wa taala, melalui tindakan beliau ini
umat Islam dapat memelihara ke autentikan Al-Quran samapai sekarang ini. Semoga Allah
membalasnya dengan balasan yang terbaik.
Diriwayatkan dari oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab Musnadnya dari yunus
bahwa ketika al Hasan ditanya tentang orang yang beristirahat pada waktu tengah hari di
masjid ?. maka ia menjawab,Aku melihat Utsman bin Affan beristirahat di masjid, padahal
beliau sebagai Khalifah, dan ketika ia berdiri nampak sekali bekas kerikil pada bagian
rusuknya, sehingga kami berkata,Ini amirul mukminin, Ini amirul mukminin..
Diriwayatkan oleh Abu Naim dalam kitabnya Hulyah al Auliyahdari Ibnu Sirin
bahwa ketika Utsman terbunuh, maka isteri beliau berkata,Mereka telah tega
membunuhnya, padahal mereka telah menghidupkan seluruh malam dengan Al-Quran.
Ibnu Abi Hatim telah meriwayatkan dari Abdullah bin Umar, seraya ia berkata dengan
firman Allah. (Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang
beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab)
akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: Adakah sama orang-orang
yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?Sesungguhnya orang yang
berakallah yang dapat menerima pelajaran.(Qs Az-Zumar:9) yang dimaksud adalah
Utsman bin Affan.
3. Wafatnya
Ia wafat pada tahun 35 H pada pertengahan tasyriq tanggal 12 Dzul Hijjah, dalam usia
80 tahun lebih, dibunuh oleh kaum pemberontak (Khawarij).
Diringkas dari Biografi Utsman bin affan dalam kitab Al ilmu wa al Ulama Karya Abu
Bakar al Jazairy. Penerbit Daar al Kutub as Salafiyyah. Cairo. ditulis tanggal 5 Rabul Awal di
Madinah al Nabawiyah.
E. Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu
Khalifah keempat (terakhir) dari al-Khulafa ar-Rasyidun (empat khalifah besar); orang
pertama yang masuk Islam dari kalangan anak-anak; sepupu Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam
yang kemudian menjadi menantunya. Ayahnya, Abu Talib bin Abdul Muttalib bin Hasyim bin
Abd Manaf, adalah kakak kandung ayah Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam, Abdullah bin Abdul
Muttalib. Ibunya bernama Fatimah binti Asad bin Hasyim bin Abd Manaf. Sewaktu lahir ia diberi
nama Haidarah oleh ibunya. Nama itu kemudian diganti ayahnya dengan Ali.
Ketika berusia 6 tahun, ia diambil sebagai anak asuh oleh Nabi Shallallahu Alaihi
Wassalam, sebagaimana Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam pernah diasuh oleh yahnya. ada
waktu Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam diangkat menjadi rasul, Ali baru menginjak usia
8 tahun. Ia adalah orang kedua yang menerima dakwah Islam, setelah Khadijah binti Khuwailid,
istri Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam. Sejak itu ia selalu bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wassalam, taat kepadanya, dan banyak menyaksikan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam
menerima wahyu. Sebagai anak asuh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam, ia banyak
menimba ilmu mengenai rahasia ketuhanan maupun segala persoalan keagamaan secara
teoretis dan praktis.
Sewaktu Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam hijrah ke Madinah bersama Abu Bakar asSiddiq, Ali diperintahkan untuk tetap tinggal di rumah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam
dan tidur di tempat tidurnya. Ini dimaksudkan untuk memperdaya kaum Kuraisy, supaya
mereka menyangka bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam masih berada di rumahnya. Ketika
itu kaum quraisy merencanakan untuk membunuh Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam. Ali juga
ditugaskan untuk mengembalikan sejumlah barang titipan kepada pemilik masing-masing. Ali
mampu melaksanakan tugas yang penuh resiko itu dengan sebaik-baiknya tanpa sedikit pun
merasa takut. Dengan cara itu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam dan Abu Bakar selamat
meninggalkan kota Mekah tanpa diketahui oleh kaum Kuraisy.
Setelah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam dan Abu Bakar telah sampai ke
Madinah, Ali pun menyusul ke sana. Di Madinah, ia dikawinkan dengan Fatimah az-Zahra, putri
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam, yang ketika itu (2 H) berusia 15 tahun. Ali menikah
dengan 9 wanita dan mempunyai 19 orang putra-putri. Fatimah adalah istri pertama. Dari
Fatimah, Ali mendapat dua putra dan dua putri, yaitu Hasan, Husein, Zainab, dan Ummu
Kulsum yang kemudian diperistri oleh Umar bin Khattab.
Setelah Fatimah wafat, Ali menikah lagi berturut-turut dengan: Ummu Bamin binti Huzam
dari Bani Amir bin Kilab, yang melahirkan empat putra, yaitu Abbas, Jafar, Abdullah, dan
Usman. Laila binti Masud at-Tamimiah, yang melahirkan dua putra, yaitu Abdullah dan Abu
Bakar. Asma binti Umair al-Kuimiah, yang melahirkan dua putra, yaitu Yahya dan Muhammad.
As-Sahba binti Rabiah dari Bani Jasym bin Bakar, seorang janda dari Bani Taglab, yang
melahirkan dua nak, Umar dan Ruqayyah; Umamah binti Abi Ass bin ar-Rabb, putri Zaenab binti
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam, yang melahirkan satu anak, yaitu Muhammad. Khanlah
binti Jafar al-Hanafiah, yang melahirkan seorang putra, yaitu Muhammad (al-Hanafiah). Ummu
Said binti Urwah bin Masud, yang melahirkan dua anak, yaitu Ummu al-Husain dan Ramlah.
Mahyah binti Imri al-Qais al-Kalbiah, yang melahirkan seorang anak bernama Jariah.
Ali dikenal sangat sederhana dan zahid dalam kehidupan sehari-hari. Tidak tampak
perbedaan dalam kehidupan rumah tangganya antara sebelum dan sesudah diangkat sebagai
khalifah. Kehidupan sederhana itu bukan hanya diterapkan kepada dirinya, melainkanj uga
kepada putra-putrinya.
Ali terkenal sebagai panglima perang yang gagah perkasa. Keberaniannya menggetarkan
hati lawan-lawannya. Ia mempunyai sebilah pedang (warisan dari Nabi Shallallahu Alaihi
Wassalam) bernama Zul Faqar. Ia turut-serta pada hampir semua peperangan yang terjadi di
masa Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam dan selalu menjadi andalan pada barisan terdepan.
Ia juga dikenal cerdas dan menguasai banyak masalah keagamaan secara mendalam,
sebagaimana tergambar dari sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam, Aku kota ilmu
pengetahuan sedang Ali pintu gerbangnya.Karena itu, nasihat dan fatwanya selalu didengar
para khalifah sebelumnya. Ia selalu ditempatkan pada jabatan kadi atau mufti. Ketika
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam wafat, Ali menunggui jenazahnya dan mengurus
pemakamannya, sementara sahabat-sahabat lainnya sibuk memikirkan soal pengganti Nabi
Shallallahu Alaihi Wassalam. Setelah Abu Bakar terpilih menjadi khalifah pengganti Nabi
Shallallahu Alaihi Wassalam dalam mengurus negara dan umat Islam, Ali tidak segera
membaiatnya. Ia baru membaiatnya beberapa bulan kemudian.
Pada akhir masa pemerintahan Umar bin Khattab, Ali termasuk salah seorang yang
ditunjuk menjadi anggota Majlis asy-Syura, suatu forum yang membicarakan soal penggantian
khalifah. Forum ini beranggotakan enam orang. Kelima orang lainnya adalah Usman bin Affan,
Talhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sad bin Abi Waqqas, dan Abdur Rahman bin Auf.
Hasil musyawarah menentukan Usman bin Affan sebagai khalifah pengganti Umar bin Khattab.
Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan, Ali banyak mengkritik kebijaksanaannya
yang dinilai terlalu memperhatikan kepentingan keluarganya (nepotisme). Ali menasihatinya
agar bersikap tegas terhadap kaum kerabatnya yang melakukan penyelewengan dengan
mengatasnamakan dirinya. Namun, semua nasihat itu tidak diindahkannya. Akibatnya,
terjadilah suatu peristiwa berdarah yang berakhir dengan terbunuhnya Utsman.
Kritik Ali terhadap Utsman antara lain menyangkut Ubaidillah bin Umar, yang menurut Ali
harus dihukum hadd (beberapa jenis hukuman dalam fikih) sehubungan dengan pembunuhan
yang dilakukannya terhadap Hurmuzan. Utsman juga dinilai keliru ketika ia tidak
melaksanakan hukuman cambuk terhadap Walib bin Uqbah yang kedapatan mabuk. Cara
Utsman memberi hukuman kepada Abu Zarrah juga tidak disetujui Ali.
Utsman meminta bantuan kepada Ali ketika ia sudah dalam keadaan terdesak akibat
protes dan huru-hara yang dilancarkan oleh orang-orang yang tidak setuju kepadanya.
Sebenarnya, ketika rumah Usman dikepung oleh kaum pemberontak, Ali memerintahkan kedua
putranya, Hasan dan Husein, untuk membela Utsman. Akan tetapi karena pemberontak
berjumlah besar dan sudah kalap, Utsman tidak dapat diselamatkan.
Segera setelah terbunuhnya Utsman, kaum muslimin meminta kesediaan Ali untuk dibaiat
menjadi khalifah. Mereka beranggapan bahwa kecuali Ali, tidak ada lagi orang yang patut
menduduki kursi khalifah setelah Utsman. Mendengar permintaan rakyat banyak itu, Ali
berkata,
Urusan
ini
bukan
urusan
kalian.
Ini
adalah
perkara yang teramat penting, urusan tokoh-tokoh Ahl asy-Syura bersama para pejuang Perang
Badr.
Dalam suasana yang masih kacau, akhirnya Ali dibaiat. Pembaiatan dimulai oleh sahabatsahabat besar, yaitu Talhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sad bin Abi Waqqas, dan para
sahabat lainnya. Mereka diikuti oleh rakyat banyak. Pembaiatan dilakukan pada tanggal 25
Zulhijah 33 di Masjid Madinah seperti pembaiatan para khalifah pendahulunya.
Segera setelah dibaiat, Ali mengambil langkah-langkah politik, yaitu: Memecat para
pejabat yang diangkat Utsman, termasuk di dalamnya beberapa gubernur, dan menunjuk
penggantinya. Mengambil tanah yang telah dibagikan Utsman kepada keluarga dan kaum
kerabatnya tanpa alasan kedudukan sebagai khalifah sampai terbunuh pada tahun 661.
Pemberontakan ketiga datang dari Aliran Khawarij, yang semula merupakan bagian dari
pasukan Ali dalam menumpas pemberontakan Muawiyah, tetapi kemudian keluar dari barisan
Ali karena tidak setuju atas sikap Ali yang menerima tawaran berdamai dari pihak Muawiyah.
Karena mereka keluar dari barisan Ali, mereka disebut Khawarij(orang-orang yang keluar).
Jumlah mereka ribuan orang. Dalam keyakinan mereka, Ali adalah amirulmukminin dan
mereka yang setuju untuk bertahkim telah melanggar ajaran agama. Menurut mereka, hanya
Tuhan yang berhak menentukan hukum, bukan manusia. Oleh sebab itu, semboyan mereka
adalah Id hukma ilia bi Allah (tidak ada hukum kecuali bagi Allah). Ali dan sebagian
pasukannya dinilai telah berani membuat keputusan hukum, yaitu berunding dengan lawan.
Kelompok Khawarij menyingkir ke Harurah, sebuah desa dekat Kufah. Mereka mengangkat
pemimpin sendiri, yaitu Syibis bin Rubit at-Tamimi sebagai panglima angkatan perang dan
Abdullah bin Wahhab ar-Rasibi sebagai pemimpin keagamaan.
Di Harurah mereka segera menyusun kekuatan untuk menggempur Ali dan orang-orang
yang menyetujui tahkim, termasuk di dalamnya Muawiyah, Amr bin As, dan Abu Musa alAsyari. Kegagalan Ali dalam tahkim menambah semangat mereka untuk mewujudkan maksud
mereka.
Posisi Ali menjadi serba sulit. Di satu pihak, ia ingin menghancurkan Muawiyah yang
semakin kuat di Syam; di pihak lain, kekuatan Khawarij akan menjadi sangat berbahaya jika
tidak segera ditumpas. Akhirnya Ali mengambil keputusan untuk menumpas kekuatan Khawarij
terlebih dahulu, baru kemudian menyerang Syam. Tetapi tercurahnya perhatian Ali untuk
menghancurkan kelompok Khawarij dimanfaatkan Muawiyah untuk merebut Mesir.
Pertempuran sengit antara pasukan Ali dan pasukan Khawarij terjadi di Nahrawan (di
sebelah timur Baghdad) pada tahun 658, dan berakhir dengan kemenangan di pihak Ali.
Kelompok Khawarij berhasil dihancurkan, hanya sebagian kecil yang dapat meloloskan diri.
Pemimpin mereka, Abdullah bin Wahhab ar-Rasibi, ikut terbunuh.
Sejak itu, kaum Khawarij menjadi lebih radikal. Kekalahan di Nahrawan menumbuhkan
dendam di hati mereka. Secara diam-diam kaum Khawarij merencanakan untuk membunuh
tiga orang yang dianggap sebagai biang keladi perpecahan umat, yaitu Ali, Muawiyah, dan Amr
bin As. Pembunuhnya ditetapkan tiga orang, yaitu: Abdur Rahman bin Muljam ditugaskan
membunuh Ali di Kufah, Barak bin Abdillah at-Tamimi ditugaskan membunuh Muawiyah di
Syam, dan Amr bin Bakar at-Tamimi ditugaskan pembunuh Amr bin As di Mesir. Hanya Ibnu
Muljam yang berhasil menunaikan tugasnya. Ia menusuk Ali dengan pedangnya ketika Ali akan
salat subuh di Masjid Kufah. Ali mengembuskan napas terakhir setelah memegang tampuk
pimpinan sebagai khalifah selama lebih-kurang 4 tahun.
AL-ABADILLAH
A. 'Abdullah bin 'Umar Radhiyallahu 'anhu (wafat 72 H)
Periwayatan paling banyak berikutnya sesudah Abu Hurairah adalah Abdullah bin Umar.
Ia meriwayatkan 2.630 hadits.
Abdullah adalah putra khalifah ke dua Umar bin al-Khaththab saudarah kandung
Sayiyidah Hafshah Ummul Mukminin. Ia salah seorang diantara orang-orang yang bernama
Abdullah (Al-Abadillah al-Arbaah) yang terkenal sebagai pemberi fatwa. Tiga orang lain ialah
Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Amr bin al-Ash dan Abdullah bin az-Zubair.
Ibnu Umar dilahirkan tidak lama setelah Nabi diutus Umurnya 10 tahun ketika ikut masuk
bersama ayahnya. Kemudian mendahului ayahnya ia hijrah ke Madinah. Pada saat perang Uhud
ia masih terlalu kecil untuk ikut perang. Dan tidak mengizinkannya. Tetapi setelah selesai perang
Uhud ia banyak mengikuti peperangan, seperti perang Qadisiyah, Yarmuk, Penaklukan Afrika,
Mesir dan Persia, serta penyerbuan basrah dan Madain.
Az-Zuhri tidak pernah meninggalkan pendapat Ibnu Umar untuk beralih kepada
pendapat orang lain. Imam Malik dan az-Zuhri berkata:Sungguh, tak ada satupun dari urusan
Rasulullah dan para sahabatnya yang tersembunyi bagi Ibnu Umar. Ia meriwayatkan hadits dari
Abu Bakar, Umar, Utsman, Sayyidah Aisyah, saudari kandungnya Hafshah dan Abdullah bin
Masud. Yang meriwayatkan dari Ibnu Umar banyak sekali, diantaranya Said bin al-Musayyab,
al Hasan al Basri, Ibnu Syihab az-Zuhri, Ibnu Sirin, Nafi, Mujahid, Thawus dan Ikrimah.
Ia wafat pada tahun 73 H. ada yang mengatakan bahwa Al-Hajjaj menyusupkan seorang
kerumahnya yang lalu membunuhnya. Dikatakan mula mula diracun kemudian di tombak dan
di rejam. Pendapat lain mengatakan bahwa ibnu Umar meninggal secara wajar.
Sanad paling shahih yang bersumber dari ibnu Umar adalah yang disebut Silsilah adzDzahab (silsilah emas), yaitu Malik, dari Nafi, dari Abdullah bin Umar. Sedang yang paling Dlaif:
Muhammad bin Abdullah bin al-Qasim dari bapaknya, dari kakeknya, dari ibnu Umar.
B. 'Abdullah bin 'Abbas Radhiyallahu 'anhu (wafat 68 H)
Abdullah bin Abbas adalah sahabat kelima yang banyak meriwayatkan hadist sesudah
Sayyidah Aisyah, ia meriwayatkan 1.660 hadits.
Dia adalah putera Abbas bin Abdul Mutthalib bin Hasyim, paman Rasulullah dan ibunya
adalah Ummul Fadl Lababah binti harits saudari ummul mukminin Maimunah.
Sahabat yang mempunyai kedudukan yang sangat terpandang ini dijuluki dengan
Informan Umat Islam. Beliaulah asal silsilah khalifah Daulat Abbasiah. Dia dilahirkan di Mekah
dan besar di saat munculnya Islam, di mana beliau terus mendampingi Rasulullah sehingga beliau
mempunyai banyak riwayat hadis sahih dari Rasulullah. Beliau ikut di barisan Ali bin Abi Thalib
dalam perang Jamal dan perang Shiffin. Beliau ini adalah pakar fikih, genetis Arab, peperangan
dan sejarah. Di akhir hidupnya dia mengalami kebutaan, sehingga dia tinggal di Taif sampai
akhir hayatnya.
Abdullah lahir tiga tahun sebelum hijrah dan Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam
mendoakannya Ya Allah berilah ia pengertian dalam bidang agama dan berilah ia
pengetahuan takwil (tafsir).Allah mengabulkan doa Nabi-nya dan Ibnu Abbas belakangan
terkenal dengan penguasaan ilmunya yang luas dan pengetahuan fikihnya yang mendalam,
menjadikannya orang yang dicari untuk di mintai fatwa penting sesudah Abdullah bin Masud,
selama kurang lebih tiga puluh tahun.
Tentang Ibnu Abbas, Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah berkata:Tak pernah aku melihat
seseorang yang lebih mengerti dari pada Ibnu Abbas tentang ilmu hadits Nabi Shallallahu alaihi
Wassalam serta keputusan2 yang dibuat Abubakar,Umar, dan Utsman.
Begitu pula tentang ilmu fikih,tafsir,bahasa arab, syair, ilmu hitung dan faraid. Orang
suatu hari menyaksikan ia duduk membicarakan ilmu fiqih, satu hari untuk tafsir, satu hari lain
untuk masalah peperangan, satu hari untuk syair dan memperbincangkan bahasa Arab. Sama
sekali aku tidak pernah melihat ada orang alim duduk mendengarkan pembicaraan beliau
begitu khusu nya kecuali kepada beliau. Dan setiap pertanyaan orang kepada beliau, pasti ada
jawabannya.
Menurut An-NasaI, sanad hadits Ibnu Abbas paling Shahih adalah yang diriwayatkan oleh
az-Zuhri, dari Ubaidullah bin Abdullah bin Utba, dari Ibnu abbas. Sedangkan yang paling Dlaif
adalah yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Marwan as-Suddi Ash-Shaghir dan Al-Kalabi,
dari Abi Shalih. Rangkaian ini disebut silsilah Al-Kadzib (silsilah bohong).
Ibnu Abbas mengikuti Perang Hunain, Thaif, Penaklukan Makkah dan haji wada. Ia
menyaksikan penaklukan Afrika bersama Ibnu Abu as-Sarah. Perang Jamal dan Perang Shiffin
bersama Ali bin Abi Thalib. Ia wafat di Thaif pada tahun 68 H. Ibnu al-Hanafiyah ikut
menshalatkanya.
Disalin dari: Biografi Ibnu Abbas dalam Al-Ishabah no.4772
C. Ibnu Zubair ('Abdullah bin Zubair) Radhiyallahu 'anhu (wafat 94 H)
Seorang pemimpin masa Khalifah Ali bin Abi Talib dan awal khilafah Bani Umayyah. Dia
adalah bayi pertama yang lahir dikalangan Muhajirin di Madinah. Ayahnya bernama Zubair
Awwam dan ibunya, Asma binti Abu Bakar as-Siddiq. Ia sepupu dan juga kemenakan Nabi
Muhammad dari istrinya, Aisyah binti Abu Bakar. Ia termasuk salah seorang dari Empat
Ibadillah(empat orang yang bernama Abdullah) dari 30 orang lebih sahabat Nabi yang dikenal
menghafal seluruh ayat-ayat Al-Quran, Tiga orang Ibadillah lainnya adalah Abdullah bin Abbas,
Abdullah bin Umar bin Khatab, dan Abdullah bin Amr bin As.
Ibnu Zubair telah mengenal perang sejak berusia 12 tahun, yaitu ketika bersama ayahnya
turut dalam Perang Yarmuk, dan empat tahun kemudian kembali menyertai ayahnya yang
menjadi anggota pasukan Amr bin As di Mesir. Ibnu Zubair juga mengambil bagian dalam
ekspedisi Abdullah bin Saad bin Abi Sarh melawan orang-orang Byzantium di Afrika. Semua
peristiwa tersebut mengundang kekaguman penduduk Madinah kepadanya.
Di masa Khalifah Usman bin Affan, ia duduk sebagai anggota panitia yang bertugas
menyusun Al-Quran. Di masa Khalifah Ali bin Abi Talib, ia bersama Aisyah mengatur langkah
untuk menantang Khalifah tersebut untuk menuntut penyelesaian kasus pembunuhan Khalifah
Usman. Gerakan ini didukung oleh beberapa tokoh, seperti Jala bin Umayyah dari Yaman,
Abdullah bin Amr Basra, Saad bin As, dan Wahid bin Uqbah (pemuka kalangan Umayyah di
Hedzjaz) dan beberapa sahabat senior (Talhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam), dan
ayahnya. Perselisihan antara kelompoknya dan kelompok Ali yang sedang berkuasa diselesaikan
dalam Perang Unta (Waqiah al-Jamal). Dalam perang inilah ia menyaksikan ayahnya gugur.
Disebut Perang Unta karena Aisyah mengendarai unta saat memimpin pasukan itu.
Ibnu Zubair kembali melawan Dinasti Bani Umayyah. Meskipun di masa Muawiyah bin Abi
Sufyan bentuk perlawanannya belum bersifat terbuka, ia tampil menantang khilafah
(pemerintahan) Bani Umayyah secara terang-terangan. Ia memprotes Yazid, putra Muawiyah,
yang naik menjadi khalifah atas penunjukan ayahnya setelah ayahnya wafat.
Yazid memerintahkan walinya di Madinah untuk memaksa Ibnu Zubair bersama Husein
bin Ali (cucu Nabi) dan Abdullah bin Umar agar menyatakan kesetiaan kepadanya. Ibnu Zubair
dan Husein tetap membangkang. Demi keamanan, keduanya pindah ke Mekah.
Ia tetap sebagai penantang khalifah sekalipun Husein, tak lama sesudah itu, tewas dengan
menyedihkan dalam pertempuran tak seimbang di Karbala. Pernyataan secara terbuka, bahwa
kekuasaan Yazid tidak sah membawa pengaruh luas dikalangan ansar di Madinah yang
akhirnya melahirkan pemberontakan.
Setelah menunggu kesempatan yang baik, Yazid mengerahkan tentara Suriah di bawah
pimpinan Muslim bin Uqbah dan memadamkan pemberontakan orang-orang Madinah tersebut
dalam Perang Harran. Kematian Muslim bin Uqbah tak menghalangi tentara tersebut untuk
bergerak menuju Mekah dengan sasaran mematahkan perlawanan Ibnu Zubair. Tentara tersebut
mengepung dan menghujani kota Mekah dengan batu dan panah api yang menyebabkan
Kabah terbakar. Berita meninggalnya Khalifah Yazid menyebabkan komandan pasukan, Husain
bin Numair, mencoba membujuk Ibnu Zubair agar bersedia bergabung dengan mereka untuk
kembali ke Suriah. Ibnu Zubair menolak bujukan tersebut dengan mengatakan bahwa ia akan
tetap di Mekah. Selanjutnya, ia memproklamasikan dirinya sebagai amirulmukminin. Sekalipun
proklamasi itu tidak lebih dari sekedar nama, namun lawan-lawan dinasti Bani Umayyah di
Suriah, Mesir, Arab Selatan, dan Kufah sempat menghargainya sebagai khalifah.
Setelah Muawiyah putra dan pengganti Yazid meninggal dunia, Ibnu Zubair muncul
sebagai kandidat khalifah atas dukungan Bani Qais. Selain itu ada kandidat lainnya yaitu,
Marwan bin Haqam (dukungan Bani Qalb) dan dua kabilah Arab berdomisili di Suriah, juga
saling bersaing mengajukan calon masing-masing. Akan tetapi, Ibnu Zubair terpojok tatkala peta
kekuatan politik mengalami perubahan, akibat pemberontakan di Kufa dan pembelontan di
antara pengikutnya, setelah Yazid wafat. Pengepungan membawa kematiannya terjadi ketika
Hajjaj bin Yusuf as-Saqafi ditugaskan oleh khalifah Abdul Malik bin Marwan, putra Marwan bin
Hakam, untuk menyelesaikan perlawanan Sang Penantang Enam Khalifah dari Ali,
Muawiyah, Yazid, Muawiyah, Marwan bin Hakam, sampai Abdul Malik.
Tidak kurang dari tujuh bulan diperlukan untuk menghujani kota suci Mekah dan Kabah
dengan bombardir pasukan al-Hajjaj untuk melumpuhkan perlawanan Ibnu Zubair. Ia masih
bertahan tatkala putra-putranya menyerahkan diri kepada al-Hajjaj. Keperkasaannya bangkit
kembali setelah berjumpa sebentar dengan ibunya yang sudah buta, yang mendorongnya
dengan memberikan semangat juang. Padahal sebelumnya, ia sempat menyatakan kepada
ibunya rasa khawatir, bahwa mayatnya akan diperlakukan secara sadis oleh para pembunuhnya
kelak. Ibunya mengatakan bahwa kambing yang sudah disembelih tak sedikit pun akan
merasakan sayatan-sayatan pada dagingnya. Jawaban ini mendorongnya keluar dari rumah
tempat ia bertahan, maju ke tengah-tengah lawannya yang kemudian menyergap dan
menghabisinya. Mayatnya ditempatkan pada tiang gantung yang sama di mana saudaranya,
Amr, pernah mengalami hal serupa. Atas perintah Abdul Malik, mayatnya kemudian diserahkan
kepada ibunya. Tak lama berselang, setelah menguburkan mayat putranya itu, ia pun wafat
pada tahun 94 H.
D. Abdullah bin Amr bin Al-Ash Radhiyallahu 'anhu (wafat 63 H)
Dia adalah seorang dari Abadilah yang faqih, ia memeluk agama Islam sebelum ayahnya,
kemudian hijrah sebelum penaklukan Mekkah.
Abdullah seorang ahli ibadah yang zuhud, banyak berpuasa dan shalat, sambil menekuni
hadits Rasulullah Shallahllahu alaihi Wassalam.
Jumlah hadits yang ia riwayatkan mencapai 700 hadits, Sesudah minta izin Nabi Shallahu
alaihi Wassalam untuk menulis, ia mencatat hadits yang didengarnya dari Nabi. Mengenai hal ini
Abu Hurairah berkata Tak ada seorangpun yang lebih hapal dariku mengenai hadits Rasulullah,
kecuali Abdullah bin Amr bin al-Ash. Karena ia mencatat sedangkan aku tidak.
Abdullah bin Amr meriwayatkan hadits dari Umar, Abu Darda, Muadz bin Jabal,
Abdurahman bin Auf, dan beberapa yang lain. Yang meriwayatkan darinya antara lain
Abdullah bin Umar bin Al-Khatthab, as-Saib bin Yazid, Saad bin Al-Musayyab, Thawus, dan
Ikrimah.
Sanad paling shahih yang berpangkal darinya ialah yang diriwayatkan oleh Amr bin
Syuaib dari ayahnya dan kakeknya Abdullah. Abdullah bin Amr wafat pada tahun 63 H pada
malam pengepungan Al-Fusthath.
Disalin dari Biografi Abdullah bin Amr dalam Al-Ishabah no.4838 Ibn Hajar Asqalani,
Thabaqat ibn Saad 4/9
E. Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu 'anhu (wafat 32 H)
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Masud bin Ghafil al-Hudzali.
Nama julukannya Abu Abdirahman. Ia sahabat ke enam yang paling dahulu masuk
islam.
Ia hijrah ke Habasyah dua kali, dan mengikut semua peperangan bersama Rasulullah
Shallallahu alaihi wassalam. Dalam perang Badar, Ia berhasil membunuh Abu Jahal.
Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda Ambilah al-Quran dari empat orang:
Abdullah, Salim (sahaya Abu Hudzaifah), Muadz bin Jabal dan Ubay bin Kaab. Menurut para
ahli hadits, kalau disebutkan Abdullahsaja, yang dimaksudkan adalah Abdullah bin Masud ini.
Ketikah menjadi Khalifah Umar mengangkatnya menjadi Hakim dan Pengurus kas negara
di kufah. Ia simbol bagi ketakwaan, kehati-hatian, dan kesucian diri.
Sanad paling shahih yang bersumber dari padanya ialah yang diriwayatkan oleh Sufyan
ats-Tsauri, dari Mansyur bin al-Mutamir, dari Ibrahi, dari alqamah. Sedangkan yang paling dlaif
adalah yang diriwayatkan oleh Syuraik dari Abi Fazarah dari Abu Said.
Ia meriwayatkan hadits dari Umar dan Saad bin Muadz. Yang meriwayatkan hadits
darinya adalah Al-Abadillah (Empat orang yang bernama Abdullah), Anas bin Malik, Jabir bin
Abdullah, Abu Musa al-Asyari, Alqamah, Masruq, Syuraih al-Qadli, dan beberapa yang lain.
Jumlah hadits yang ia riwayatkan mencapai 848 hadits.
Beliau datang ke Medinah dan sakit disana kemudian wafat pada tahun 32 H dan
dimakamkan di Baqi, Utsman bin Affan ikut menshalatkannya.
Disalin dari: Biografi Ibn Masud dalam Al-Ishabah: Ibn Hajar Asqalani no.4945
F. Aisyah binti Abu Bakar Radhiyallahu 'anha (wafat 57 H)
Aisyah adalah istri Nabi Shallalahu alaihi Wassalam putri Abu Bakar ash-Shiddiq teman
dan orang yang paling dikasihi Nabi, Aisyah masuk Islam ketika masih kecil sesudah 18 orang
yang lain. Rasulullah Shallallahu alaihi Wassalam memperistrinya pada tahun 2 H.
Beliau mempelajari bahasa, Syair, ilmu kedokteran, nasab nasab dan hari hari Arab.
Berkata Az-Zuhri Andaikata ilmu yang dikuasai Aisyah dibandingkan dengan yang dimiliki
10
semua istri Nabi Shallallahu alaihi Wassalam dan ilmu seluruh wanita niscaya ilmu Aisyah yang
lebih utama. Urwah mengatakan aku tidak pernah melihat seorangpun yang mengerti ilmu
kedokteran, syair dan fiqh melebihi Aisyah.
Aisyah meriwayatkan 2.210 hadits, diantara keistimewaannya beliau sendiri kadang
kadang mengeluarkan beberapa masalah dari sumbernya, berijtihad secara khusus, lalu
mencocokannya dengan pendapat pada sahabat yang alim.
Berkenaan dengan keahlian Aisyah, Az-Zarkasyi mengarang sebuah kitab khusus berjudul
Al-Ijabah li Iradi mastadrakathu Aisyah ala ash Shahabah.
Hadits yang dinisbatkan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam menyatakan
bahwa beliau bersabda Ambillah separuh agama kalian dari istriku yang putih ini ,
Sesungguhnya hadist ini tidak bersanad. Ibnu Hajar. Al-Mizzi, Adz Dzahabi dan Ibnu Katsir
menandaskan bahwa hadist itu dusta dan dibuat buat.
Aisyah meriwayatkan hadits dari ayahnya Abu Bakar, dari Umar, Saad bin Abi Waqqash,
Usaid bin Khudlair dan lain lain. Sedangkan sahabat yang meriwayatkan dari beliau ialah Abu
Hurairah, Abu Musa al-Asyari, Zaid bin Khalid al-Juhniy, Syafiyah binti Syabah dan beberapa
yang lain. Tabiin yang mengutip beliau ialah: Said bin al-Musayyab, alqamah bin Qais, Masruq
bin al-Ajda, Aisyah binti Thalhal, Amran binti Abdirrahman, dan Hafshah binti Sirin. Ketiga
wanita yang disebutkan terakhir adalah murid murid Aisyah yang utama Ilmu Fiqh.
Sanad yang paling shahih adalah yang diriwayatkan oleh Yahya bin Said dan Ubaidullah
bin Umar bin Hafshin, dari Al Qasim bin Muhammad, dari Aisyah. Juga diriwayatkan oleh azZuhri atau Hisyam bin Urwah, dari Urwah bin az-Zubair, dari Aisyah. Yang paling Dlaif adalah
yang diriwayatkan oleh al-Harits bin Syabl, dari Umm an Numan dari Aisyah. Aisyah wafat pada
57 H, dan Abu Hurairah ikut mensholatkannya.
Disalin dari Biografi Sayyidah Aisyah dalam Al-Ishabah, kitab an-Nis no 701; Thabaqat Ibn
Saad 8/39
G. Aisyah binti Abu Bakar Radhiyallahu 'anha (wafat 57 H)
Aisyah adalah istri Nabi Shallalahu alaihi Wassalam putri Abu Bakar ash-Shiddiq teman
dan orang yang paling dikasihi Nabi, Aisyah masuk Islam ketika masih kecil sesudah 18 orang
yang lain. Rasulullah Shallallahu alaihi Wassalam memperistrinya pada tahun 2 H.
Beliau mempelajari bahasa, Syair, ilmu kedokteran, nasab nasab dan hari hari Arab.
Berkata Az-Zuhri Andaikata ilmu yang dikuasai Aisyah dibandingkan dengan yang dimiliki
semua istri Nabi Shallallahu alaihi Wassalam dan ilmu seluruh wanita niscaya ilmu Aisyah yang
lebih utama. Urwah mengatakan aku tidak pernah melihat seorangpun yang mengerti ilmu
kedokteran, syair dan fiqh melebihi Aisyah.
Aisyah meriwayatkan 2.210 hadits, diantara keistimewaannya beliau sendiri kadang
kadang mengeluarkan beberapa masalah dari sumbernya, berijtihad secara khusus, lalu
mencocokannya dengan pendapat pada sahabat yang alim.
Berkenaan dengan keahlian Aisyah, Az-Zarkasyi mengarang sebuah kitab khusus berjudul
Al-Ijabah li Iradi mastadrakathu Aisyah ala ash Shahabah.
Hadits yang dinisbatkan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam menyatakan
bahwa beliau bersabda Ambillah separuh agama kalian dari istriku yang putih ini ,
Sesungguhnya hadist ini tidak bersanad. Ibnu Hajar. Al-Mizzi, Adz Dzahabi dan Ibnu Katsir
menandaskan bahwa hadist itu dusta dan dibuat buat.
Aisyah meriwayatkan hadits dari ayahnya Abu Bakar, dari Umar, Saad bin Abi Waqqash,
Usaid bin Khudlair dan lain lain. Sedangkan sahabat yang meriwayatkan dari beliau ialah Abu
Hurairah, Abu Musa al-Asyari, Zaid bin Khalid al-Juhniy, Syafiyah binti Syabah dan beberapa
yang lain. Tabiin yang mengutip beliau ialah: Said bin al-Musayyab, alqamah bin Qais, Masruq
bin al-Ajda, Aisyah binti Thalhal, Amran binti Abdirrahman, dan Hafshah binti Sirin. Ketiga
wanita yang disebutkan terakhir adalah murid murid Aisyah yang utama Ilmu Fiqh.
Sanad yang paling shahih adalah yang diriwayatkan oleh Yahya bin Said dan Ubaidullah
bin Umar bin Hafshin, dari Al Qasim bin Muhammad, dari Aisyah. Juga diriwayatkan oleh azZuhri atau Hisyam bin Urwah, dari Urwah bin az-Zubair, dari Aisyah. Yang paling Dlaif adalah
yang diriwayatkan oleh al-Harits bin Syabl, dari Umm an Numan dari Aisyah. Aisyah wafat pada
57 H, dan Abu Hurairah ikut mensholatkannya.
Disalin dari Biografi Sayyidah Aisyah dalam Al-Ishabah, kitab an-Nis no 701; Thabaqat Ibn
Saad 8/39
H. Ummu Salamah Radhiyallahu anha (wafat 59 H)
Ummu Salamah adalah seorang Ummul-Mukminin yang berkepribadian kuat, cantik, dan
menawan, serta memiliki semangat jihad dan kesabaran dalam menghadapi cobaan, lebih-lebih
setelah berpisah dengan suami dan anak-anaknya. Berkat kematangan berpikir dan ketepatan
dalam mengambil keputusan, dia mendaparkan kedudukan mulia di sisi Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wassalam.
11
Di dalam sirah Ummahatul Mukminin dijelaskan tentang banyaknya sikap mulia dan
peristiwa penting darinya yang dapat diteladani kaum muslimin, baik sikapnya sebagai istri yang
selalu menjaga kehormatan keluarga maupun sebagai pejuang di jalan Allah.
Nama sebenarnya Ummu Salamah adalah Hindun binti Suhail, dikenal dengan narna
Ummu Salamah. Beliau dibesarkan di lingkungan bangsawan dari Suku Quraisy. Ayahnya
bernama Suhail bin Mughirah bin Makhzurn. Di kalangan kaumnya, Suhail dikenal sebagai
seorang dermawan sehingga dijuluki Dzadur-Rakib (penjamu para musafir) karena dia selalu
menjamu setiap orang yang menyertainya dalam perjalanan. Dia adalah pemimpin kaumnya,
terkaya, dan terbesar wibawanya. Ibu dari Ummu Salamah bernama Atikah binti Amir bin
Rabiah bin Malik bin Jazimah bin Alqamah al-Kananiyah yang berasal dari Bani Faras.
Demikianlah, Hindun dibesarkan di dalam lingkungan bangsawan yang dihormati dan disegani.
Kecantikannya meluluhkan setiap orang yang melihatnya dan kebaikan pribadinya telah
tertanam sejak kecil.
1. Pernikahan dan Perjuangannya
Banyak pemuda Mekah yang ingin mempersunting Hindun, dan yang berhasil
menikahinya adalah Abdullah bin Abdul Asad bin Hilal bin Abdullah bin Umar bin Makhzum,
seorang penunggang kuda terkenal dari pahlawan-pahlawan suku Bani Quraisy yang gagah
berani. Ibunya bernama Barrah binti Abdul-Muththalib bin Hasyim, bibi Nabi Shallallahu
Alaihi Wassalam. Abdullah adalah saudara sesusuan Nabi dari Tsuwaibah, budak Abu Lahab.
Mereka hidup bahagia, dan rumah tangga mereka diliputi kerukunan dan kesejahteraan.
Tidak lama setelah itu, dakwah Islam menarik hati mereka sehingga mereka memeluk
Islam dan menjadi orang-oramg pertama yang masuk Islam. Begitu pula dengan Hindun, dia
tergolong orang-orang yang pertama masuk Islam, dan bersama suaminya memulai
perjuangan dalam hidup mereka.
Orang-orang Quraisy selalu mengganggu dan menyiksa kaum muslimin agar mereka
meninggalkan agama Islam dan kembali ke agama nenek moyang mereka. Melihat kondisi
seperti itu, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. mengizinkan mereka untuk hijrah ke
Habasyah, sehingga mereka disebut sebagai kaum muhajirin yang pertama. Mereka
menetap di Habasyah, dan di sana Hindun melahirkan anak-anaknya: Zainab, Salamah,
Umar, dan Durrah.
Setelah beberapa lama, mereka berniat kembali ke Mekah, terutama setelah
mendengar keislaman dua tokoh penting Quraisy, Umar bin Khaththab dan Hamzah bin
Abdul-Muththalib. Akan tetapi, ternyata penyiksaan masih terus berlangsung, bahkan
bertambah dahsyat. Untuk menjaga kehormatan diri dan keluarganya, Abu Salamah
meminta perlindungan dari Abu Thalib (paman Nabi) dari siksaan kaumnya, yaitu Bani
Makhzum, dan Abu Thalib menyatakan perlindungannya.
2. Cobaan Datang
Karena orang-orang Quraisy masih saja menyiksa kaum muslimin, akhirnya Allah
membuka hati penduduk Madinah untuk menerima Islam. Kemudian Rasulullah
mengizinkan kaum muslimin untuk hijrah ke sana, baik secara kelompok maupun
perseorangan. Abu Salamah, istri, dan anaknya (Salamah) hijrah ke sana. Di tengah
perjalanan mereka dihadang oleh kaum Bani Makhzum (kaumnya Ummu Salamah) yang
kemudian merampas serta menyandera Ummu Salamah. Keluarga Abu Salamah (Bani
Asad) ikut campur tangan dan mereka menolak menyerahkan Salamah, bahkan si anak
dirampas dan dijauhkan dari ibunya. Sedangkan Bani Makhzum menculik Ummu Salamah
dan dipenjara. Adapun Abu Salamah dibiarkan ke Yatsrib dengan hati penuh kesedihan
karena harus berpisah dengan istri dan anaknya.
Keadaan demikian berjalan kurang lebih setahun lamanya. Ummu Salamah terusmenerus menangis karena kecewa atas perbuatan kaumnya, sehingga akhirnya ada seorang
laki-laki dari kaumnya yang merasa iba dan membiarkan Ummu Salamah menyusul
suaminya di Madinah. Adapun Bani Asad menyerahkan kembali putranya, Salamah,
kepadanya. Akan tetapi, banyak rintangan yang harus dia hadapi, dan berkat keimanan
dan keinginan yang kuat, dia mampu mengatasi semua itu dan tiba di Madinah.
3. Pesan Abu Salamah untuk Istrinya
Dalam membela Islam, peran Abu Salamah sangat besar. Dia dikenal berani dalam
berperang. Rasulullah menghargainya dengan mengangkatnya sebagai wakil Rasulullah di
Madinah ketika beliau pergi memimpin pasukan dalam perang Dzil Asyirah pada tahun
kedua hijriah. Abu Salamah ikut dalam Perang Badar dan Uhud. Ketika dalam perang
Uhud, Abu Salamah mengalami luka yang cukup parah dan nyaris meninggal, namun
beberapa saat kemudian dia sembuh.
Setelah Perang Uhud, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. mencrima berita bahwa
Bani Asad hendak menyerang kaum muslimin di Madinah. Sebelum mereka menyerang,
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. berinisiatif mendahului mereka. Dalam misi ini, beliau
12
menunjuk Abu Salamah untuk memimpin pasukan yang berjumlah seratus lima puluh orang
dan di dalamnya terdapat Saad bin Abi Waqash, Abu Ubaidah bin Jarrah, Amir bin Jarrah,
dan yang lainnya. Pasukan diarahkan ke Bukit Quthn, tempat mata air Bani Asad.
Kemenangan gemilang diraih oleh pasukan Abu Salamah, dan mereka kembali ke Madinah
dengan membawa banyak harta rampasan perang. Di Madinah, luka-luka Abu Salamah
karnbuh sehingga dia harus beristirahat beberapa waktu. Ketika sakit, Rasulullah selalu
menjenguk dan mendoakannya.
Ummu Salamah selalu mendampingi suaminya yang sedang dalam keadaan sakit
sehingga dia merawat dan menjaganya siang dan malam. Suatu hari, demam Abu Salamah
menghebat, kemudian Ummu Salamah berkata kepada suaminya, Aku mendapat benita
bahwa seorang perempuan yang ditinggal mati suaminya, kemudian suaminya masuk surga,
istrinya pun akan masuk surga, jika setelah itu istrinya tidak menikah lagi, dan Allah akan
mengumpulkan mereka nanti di surga. Demikian pula jika si istri yang meninggal, dan
suaminya tidak menikah lagi sepeninggalnya. Untuk itu, mari kita berjanji bahwa engkau
tidak akan menikah lagi sepeninggalku, dan aku berjanji untukmu untuk tidak menikah lagi
sepeninggalmu. Abu Salamah berkata, Maukah engkau menaati perintahku?Dia
menjawab, Adapun saya bermusyawarah hanya untuk taat.Abu Salamah berkata,
Seandainya aku mati, maka menikahlah.Lalu dia berdoa kepada Allah Ya Allah,
kurniakanlah kepada Ummu Salamah sesudahku seseorang yang lebih baik dariku, yang
tidak akan menyengsarakan dan menyakitinya.
Pada detik-detik akhir hidupnya, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. selalu berada
di samping Abu Salamah dan senantiasa memohon kesembuhannya kepada Allah. Akan
tetapi, Allah berkehendak lain. Beberapa saat kemudian maut datang menjemput.
Rasulullah menutupkan kedua mata Abu Salamah dengan tangannya yang mulia dan
bertakbir sembilan kali. Di antara yang hadir ada yang berkata, Ya Rasulullah, apakah
engkau sedang dalam keadaan lupa?Beliau menjawab, Aku sama sekali tidak dalam
keadaan lupa, sekalipun bertakbir untuknya seribu kali, dia berhak atas takbir
itu.Kemudian beliau menoleh kepada Ummu Salamah dan bersabda, Barang siapa yang
ditimpa suatu musibah, maka ucapkanlah sebagaimana yang telah dperintahkan oleh Allah,
Sesungguhnya kita milik Allah, dan kepada-Nyalah kita akan dikembalikan. Ya Allah,
karuniakanlah bagiku dalam musibahku dan berilah aku ganti yang lebih baik daripadanya,
maka Allah akan melaksanakannya untuknya.
Setelah itu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. berdoa: Ya Allah, berilah
ketabahan atas kesedihannya, hiburlah dia dari musibah yang menimpanya, dan berilah
pengganti yang lebih baik untuknya.
Abu Salamah wafat setelah berjuang menegakkan Islam, dan dia telah memperoleh
kedudukan yang mulia di sisi Rasulullah. Sepeninggal Abu Salamah, Ummu Salarnah diliputi
rasa sedih. Dia menjadi janda dan ibu bagi anak-anak yatim.
Setelah wafatnya Abu Salarnah, para pemuka dari kalangan sahabat bersegera
meminang Ummu Salamah. Hal ini mereka lakukan sebagai tanda penghormatan
terhadapat suaminya dan untuk melindungi diri Ummu Salamah. Maka Abu Bakar ashShiddiq dan Umar bin al-Khaththab meminangnya, tetapi Ummu Salamah menolaknya.
Pada saat dirundung kesedihan atas suami yang benar-benar dicintainya serta belum
mendapatkan orang yang lebih baik darinya, ia didatangi oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wassalam. dengan maksud menghiburnya dan meringankan apa yang dialaminya.
Rasulullah berkata kepadanya, Mintalah kepada Allah agar Dia memberimu pahala pada
musibahmu serta menggantikan untukmu (suami) yang lebih baik.Ummu Salamah
bertanya, Siapa yang lebih baik dari Abu Salamah, wahai Rasulullah?
4. Di Rumah Rasulullah.
Rasulullah mulai memikirkan perkara Ummu Salamah, seorang mukminah mujahidah
yang memiliki kesabaran, dan Ummu Salamah pun telah menolak lamaran dua sahabatnya,
Abu Bakar dan Umar. Rasulullah pun berpikir dengan penuh pertimbangan dan kasih
sayang untuk tidak membiarkannya larut dalam kesedihan dan kesendirian.
Dalam keadaan seperti itu Rasulullah mengutus Hathib bin Abi Baltaah menemui
Ummu Salarnah dengan maksud meminangnya untuk beliau. Maka oleh Ummu Salamah
diterimanya pinangan tersebut. Bagaimana mungkin baginya untuk tidak menerima
pinangan dari orang yang lebih baik dari Abu Salamah, bahkan lebih baik dan semua orang
di dunia.
Dengan perkawinan tersebut maka Ummu Salamah termasuk kalangan UmmahatulMukminin, dan oleh Rasulullah ia ditempatkan di kamar Zainab binti Khuzaimah yang
digelari Ummul-Masakiin (ibu bagi orang-orang miskin) sampai Ummu Salamah meninggal
dunia. Hal itu diceritakan oleh Ummu Salamah kepada kami. Ia berkata, Aku dipersunting
oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam., lalu aku dipindahkan dan ditempatkan di
rumah
Zainab
(ummulmasakiin).
13
logika,
itu, ia
seperti
diliputi
14
ada perasaan keluh kesah dan penyesalan atas tindakan Rasulullah yang mendahului
mereka.
Ummu Salamah telah menyertai Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. di banyak
peperangan, yaitu peperangan Khaibar, Pembebasan Mekah, pengepungan Thaif,
peperangan Hawazin, Tsaqif kemudian ikut bersama beliau di Haji Wada.
Kita tidak melupakan sikapnya terhadap Umar bin al-Khaththab, tatkala Urnar
datang kepadanya dan mengajak bicara tentang perkara keperluan Ummahatul-Mukminin
kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. serta kekasaran mereka terhadap Rasulullah.
Maka ia berkata, Engkau ini aneh, wahai anak al-Khaththab. Engkau telah ikut campur di
setiap perkara sehingga ingin mencampuri urusan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam.
beserta istri-istrinya?
Setelah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. meninggal dunia ia senantiasa
mengenang beliau dan sangat berduka cita atas kewafatannya. Beliau senantiasa banyak
melakukan puasa dan beribadah, tidak kikir pada ilmu, serta meriwayatkan hadits yang
berasal dan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam.
Telah diriwayatkannya sekian banyak hadits shahih yang bersumber dari Rasulullah
dan suaminya, Abu Salamah, serta dari Fathimah az-Zahraa Sedangkan orang yang
meriwayatkan darinya banyak sekali, di antara mereka adalah anak-anaknya dan para
pemuka dan sahabat serta ahli hadits.
Di antara beberapa sikapnya yang nyata adalah pada hari pembebasan kota Mekah.
Waktu itu Nabi keluar dari Madinah bersarna bala tentaranya dengan kehebatan dan
jumlah yang belum pernah disaksikan oleh bangsa Arab, sehingga orang-orang musyrik
Quraisy merasa takut, dan mereka keluar dari rumah dengan rnaksud menemui Rasulullah
untuk bertobat dan menyatakan keislaman mereka.
Termasuk dari mereka, Abu Sufyan bin al-Harts bin Abdul-Muththalib (anak paman
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam.) dan Abdullah bin Abi Umayyah bin al-Mughirah
(anak bibi [dari ayah] Rasulullah, saudara Ummu Salamah sebapak). Ketika mereka berdua
meminta izin masuk menemui Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam., beliau enggan
memberi izin masuk bagi keduanya disebabkan penyiksaan mereka yang keras terhadap
kaurn muslimin menjelang beliau hijrah dari Mekah.
Maka berkatalah Ummu Salamah kepada Rasulullah dengan perasaan iba terhadap
keluarganya sendiri dan juga keluarga Rasulullah, Wahai Rasulullah, mereka berdua adalah
anak parnanmu dan anak bibirnu (dan ayah) serta iparmu.Rasulullah menjawab, Tidak
ada keperluan bagiku dengan mereka berdua. Adapun anak parnanku, aku telah
diperlakukan olehnya dengan tidak baik. Adapun anak bibiku (dari ayah) serta iparku telah
berkata di Mekah dengan apa yang ia katakan.
Pernyataan itu telah sampai kepada Abu Sufyan, anak paman Rasulullah. Maka ia
berkata, Demi Allah, ia harus mengizinkanku atau aku mengambil anak ini dengan kedua
tanganku -pada saat itu ia bersama anaknya, Jafar- kemudian karni harus berkelana di
dunia sehingga mati kehausan dan kelaparan.
Lalu Ummu Salamah memberitahukan perkataan Abu Sufyan tersebut kepada
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. dengan kembali memohon rasa belas kasih. Akhirnya
hati beliau menjadi luluh, lalu mengizinkan keduanya masuk. Maka masuklah keduanya dan
menyatakan keislaman serta bertobat di hadapan Rasulullah.
7. Sikapnya terhadap Fitnah
Ummu Salamah selalu berada di rumahnya, senantiasa ikhlas beribadah kepada Allah
Subhanahu Wa Taala dan menjaga Sunnah suaminya tercinta pada masa (khilafah) Abu
Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin al-Khaththab.
Pada masa khilafah Utsman bin Affan ia melihat kegoncangan situasi serta perpecahan
kaum muslimin di seputar khalifah. Bahaya fitnah sernakin memuncak di langit kaum
muslirnin. Maka ia pergi menernui Utsman dan menasihatinya supaya tetap berpegang teguh
pada petunjuk Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. serta petunjuk Abu Bakar dan Umar
bin al-Khaththab, tidak menyimpang dan petunjuk tersebut selama-lamanya.
Apa yang dikhawatirkan Ummu Salamah terjadi juga, yaitu peristiwa terbunuhnya
Utsman yang saat itu tengah membaca Al-Quran dan angin fitnah tengah bertiup kencang
terhadap kaurn muslimin. Pada saat itu Aisyah telah membulatkan tekad untuk keluar
menuju Bashrah disertai Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin al-Awwam dengan tujuan
mernobilisasi massa untuk melawan Ali bin Abi Thalib. Maka Ummu Salamah mengirim surat
yang memiliki sastra indah kepada Aisyah.
Dari Ummu Salamah, Istri Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam., untuk Aisyah Ummul-Mu
minin.
Sesungguhnya aku memuji Allah yang tidak ada ilah (Tuhan) melainkan Dia. Amma
badu.
15
16
senantiasa berada di dekat Nabi, terutama setelah dia rneninggalkan Mekah, sehingga beliau
sangat
mencintainya,
bahkan
beliau
pernah
bersabda
tentang
Zaid,
Orang yang aku cintai adalah orang yang telah Allah dan aku beri nikmat. (HR. Ahmad)
Allah telah memberikan nikmat kepada Zaid dengan keislamannya dan Nabi telah
memberinya nikmat dengan kebebasannya.
Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, beliau mempersaudarakan Zaid dengan Hamzah
bin Abdul Muththalib. Dalam banyak peperangan, Zaid selalu bersama Rasulullah, dan tidak
jarang pula dia ditunjuk untuk menjadi komandan pasukan. Tentang Zaid, Aisyah pernah
berkata, Rasulullah tidak mengirimkan Zaid ke medan perang kecuali selalu menjadikannya
sebagai komandan pasukan, Seandainya dia tetap hidup, beliau pasti menjadikannya
sebagai pengganti beliau.
Masih banyak riwayat yang menerangkan kedudukan Zaid di sisi Nabi Shallallahu
Alaihi Wassalam.. Sesampainya di Madinah beliau meminang Zainab binti Jahsy untuk Zaid
bin Haritsah. Semula Zainab membenci Zaid dan menentang menikah dengannya, begitu
juga dengan saudara laki-lakinya. Menurut mereka, bagaimana mungkin seorang gadis
cantik dan terhormat menikah dengan seorang budak? Rasulullah menasihati mereka
berdua dan menerangkan kedudukan Zaid di hati beliau, sehingga turunlah ayat kepada
mereka:
Dan tidaklah patut bagi laki -laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan
yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada
bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai
Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.(Q.S. Al-Ahzab: 36)
Akhirnya Zainab menikah dengan Zaid sebagai pelaksanaan atas perintah Allah,
meskipun sebenarnya Zainab tidak menyukai Zaid. Melalui pernikahan itu Nabi Shallallahu
Alaihi Wassalam. ingin menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan di antara manusia kecuali
dalam ketakwaan dan amal perbuatan mereka yang baik. Pernikahan itu pun bertujuan
untuk menghilangkan tradisi jahiliah yang senang membanggakan diri dan keturunan. Akan
tetapi, Zainab tetap tidak dapat menerima pernikahan tersebut karena ada perbedaan yang
jauh di antara mereka berdua. Di depan Zaid, Zainab selalu membangga-banggakan dirinya
sehingga menyakiti hati Zaid. Zaid menghadap Rasulullah untuk mengadukan perlakukan
Zainab terhadap dirinya. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam menyuruhnya untuk
bersabar, dan Zaid pun mengikuti nasihat beliau. Akan tetapi, dia kembali menghadap
Rasulullah dan menyatakan bahwa dirinya tidak mampu lagi hidup bersama Zainab.
Mendengar itu, beliau bersabda, Pertahankan terus istrimu itu dan bertakwalah kepada
Allah.Kemudian beliau mengingatkan bahwa pernikahan itu merupakan perintah Allah.
Beberapa saat kemudian turunlah ayat, Pertahankan terus istrimu dan bertakwalah
kepada Allah.Zaid berusaha menenangkan din dan bersabar, namun tingkah laku Zainab
sudah tidak dapat dikendalikan, akhirnya terjadilah talak. Selanjutnya, Zainab dinikahi
Rasulullah.
Prinsip dasar yang melatarbelakangi pernikahan Rasulullah dengan Zainab binti Jahsy
adalah untuk menghapuskan tradisi pengangkatan anak yang berlaku pada zaman jahiliah.
Artinya, Rasulullah ingin menjelaskan bahwa anak angkat tidak sama dengan anak
kandung, seperti halnya Zaid bin Haritsah yang sebelum turun ayat Al-Quran telah diangkat
sebagai anak oleh beliau. Allah Subhanahu Wa Taala berfirman, Panggillah mereka (anakanak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil
pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah
mereka sebagai) saudara-saudara seagama dan maula-maulamu.(QS. Al-Ahzab:5)
Karena itu, seseorang tidak berhak mengakui hubungan darah dan meminta hak waris
dan orang tua angkat (bukan kandung). Karena itulah Rasulullah menikahi Zainab setelah
bercerai dengan Zaid yang sudah dianggap oleh orang banyak sebagai anak Muhammad.
Allah telah menurunkan wahyu agar Zaid menceraikan istrinya kemudian dinikahi oleh
Rasulullah. Pada mulanya Rasulullab tidak memperhatikan perintah tersebut, bahkan
meminta Zaid mempertahankan istrinya.
Allah memberikan peringatan sekali lagi dalam ayat: Dan (ingatlah), ketika kamu
berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga)
telah memberi nikmat kepadanya, Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah,
sedang kamu menyembunyikan dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan
kamu takut kepada manusia, sedang Allah- lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka
tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami
kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk
(mengawini) istri-istri anak- anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah
menyelesaikan keperluan daripada istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti
terjadi.(QS.
Al-Ahzab:37)
Ayat di atas merupakan perintah Allah agar Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam. menikahi
Zainab dengan tujuan meluruskan pemahaman keliru tentang kedudukan anak angkat.
17
3. Menjadi Ummul-Mukminin
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. mengutus seseorang untuk mengabari Zainab
tentang perintah Allah tersebut. Betapa gembiranya hati Zainab mendengar berita tersebut,
dan pesta pernikahan pun segera dilaksanakan serta dihadiri warga Madinah.
Zainab mulai memasuki rumah tangga Rasulullah dengan dasar wahyu Allah. Dialah
satu-satunya istri Nabi yang berasal dan kerabat dekatnya. Rasulullah tidak perlu meminta
izin jika memasuki rumah Zainab sedangkan kepada istri-istri lainnya beliau selalu meminta
izin. Kebiasaan seperti itu ternyata menimbulkan kecemburuan di hati istri Rasul lainnya.
Orang-orang munafik yang tidak senang dengan perkembangan Islam membesar-besarkan
fitnah bahwa Rasulullah telah menikahi istri anaknya sendiri. Karena itu, turunlah ayat yang
berbunyi, Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu,
tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. (Qs. Al-Ahzab: 40)
Zainab berkata kepada Nabi, Aku adalah istrimu yang terbesar haknya atasmu, aku
utusan yang terbaik di antara mereka, dan aku pula kerabat paling dekat di antara mereka.
Allah menikahkanku denganmu atas perintah dari langit, dan Jibril yang membawa perintah
tersebut. Aku adalah anak bibimu. Engkau tidak memiliki hubungan kerabat dengan
mereka seperti halnya denganku.Zainab sangat mencintai Rasulullah dan merasakan
hidupnya sangat bahagia. Akan tetapi, dia sangat pencemburu terhadap istri Rasul lainnya,
sehingga Rasulullah pernah tidak tidur bersamanya selama dua atau tiga bulan sebagai
hukuman atas perkataannya yang menyakitkan hati Shafiyyah binti Huyay bin Akhtab
wanita Yahudiyah itu.
Zainab bertangan terampil, menyamak kulit dan menjualnya, juga mengerjakan
kerajinan sulaman, dan hasilnya diinfakkan di jalan Allah.
4. Wafatnya
Zainab binti Jahsy adalah istri Rasulullah yang pertama kali wafat menyusul beliau,
yaitu pada tahun kedua puluh hijrah, pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, dalarn
usianya yang ke-53, dan dimakamkan di Baqi. Dalarn sebuah riwayat dikatakan bahwa
Zainab berkata menjelang ajalnya, Aku telah rnenyiapkan kain kafanku, tetapi Umar akan
mengirim untukku kain kafan, maka bersedekahlah dengan salah satunya. Jika kalian dapat
bersedekah dengan sernua hak-hakku, kerjakanlah dari sisi yang lain.Sernasa hidupnya,
Zainab banyak mengeluarkan sedekah di jalan Allah.
Tentang Zainab, Aisyah berkata, Semoga Allah mengasihi Zainab. Dia banyak
menyamaiku dalarn kedudukannya di hati Rasulullah. Aku belum pernah melihat wanita
yang lebih baik agamanya daripada Zainab. Dia sangat bertakwa kepada Allah,
perkataannya paling jujur, paling suka menyambung tali silaturahmi, paling banyak
bersedekah, banyak mengorbankan diri dalam bekerja untuk dapat bersedekah, dan selalu
mendekatkan diri kepada Allah. Selain Saudah, dia yang memiliki tabiat yang keras.
Semoga Allah memberikan kemuliaan kepadanya (Sayyidah Zainab Binti Jahsy) di
akhirat dan ditempatkan bersama hamba-hamba yang saleh. Amin.
Sumber: Buku Dzaujatur-Rasulullah, Karya Amru Yusuf, Penerbit Darus-Saabu, Riyadh
G. Anas bin Malik Radhiyallahu anhu (wafat 93 H)
Anas bin Malik urutan ke tiga dari sahabat yang banyak meriwayatkan hadist, Ia
meriwayatkan sebanyak 2.286 hadits.
Anas adalah (Khadam) pelayan Rasulullah yang terpercaya, ketika ia berusia 10 tahun,
ibunya Ummu sulaiman membawanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam untuk
berkhidmat. Ayahnya bernama Malik bin an-Nadlr. Rasulullah sering bergurau dengan Anas bin
Malik, dan Rasulullah sendiri tidaklah bersikap seperti seorang majikan kepada hambanya.
Anas sendiri pernah berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wasssalam tidak pernah
menegur apa yang aku perbuat, beliau juga tidak pernah menanyakan tentang sesuatu yang
aku tidak kerjakan, akan tetapi beliau selalu mengucapkan Masyaallahu kan wa ma lam
yasya.
Anas bin Malik tidak berperang dalam perang Badar yang akbar, karena usianya masih
sangat muda. Tetapi ia banyak mengikuti peperangan lainnya sesudah itu. Pada waktu Abu
Bakar meminta pendapat Umar mengenai pengangkatan Anas bin Malik menjadi pegawai di
Bahrain, Umar memujinya : Dia adalah anak muda yang cerdas dan bisa baca tulis, dan juga
lama bergaul dengan Rasulullah.
Sedangkan Komentar Abu Hurairah tentangnya : Aku belum pernah melihat orang lain
yang shalatnya menyerupai Rasulullah kecuali Ibnu Sulaiman (Anas bin Malik).
Ibn Sirin berkata: Dia (Anas) paling bagus Shalatnya baik di rumah maupun ketika
sedang dalam perjalanan.
Pada hari hari terakhir masa kehidupannya, Anas pindah ke Basrah, Sebagian lain
mengatakan kepindahannya karena terkena fitnah Ibn al-Asyats yang mendorong Hajjaj
18
mengancamnya. Maka tidak ada jalan lain bagi anas bin Malik untuk pindah ke Basrah yang
menjadikan satu satunya sahabat Nabi disana.
Itulah sebabnya para Ulama mengatakan bahawa Anas bin Malik adalah sahabat terakhir
yang meninggal di Basrah., pada wafatnya Muwarriq berkata: Telah hilang separuh ilmu. Jika
ada orang suka memperturutkan kesenangannya bila berselisih dengan kami, kami berkata
kepadanya, marilah menghadap kepada orang yang pernah mendenganr dari Rasululah
Shallallahu alaihi wassalam.
Sanad paling sahih yang bersumber awalnya dari : Malik, dari az-Zuhri, dan dia (Anas bin
Malik). Sedangkan yang paling Dlaif dari Dawud bin al-Muhabbir, dari ayahnya Muhabbir dari
Abban bin Abi Iyasy dari dia.
Ia wafat pada tahun 93 H dalam usia melampaui seratus tahun.
Disalin dari Biografi Anas dalam Thabaqaat Ibn saad 7/10 dan Tahdzib 3/319
H. Zaid bin Tsabit Radhiyallahu anhu (wafat 45 H)
Nama lengkapnya adalah Zaid bin Tsabit bin Adh-Dhahak bin Zaid Ludzan bin Amru, dia
masuk islam ketika umur 11 tahun ketika perang Badar terjadi.
1. Perjalanan hidupnya.
Nabi menyerahkan bendera Bani Malik bin an-Najjar kepada Imarah sebagai
komandan perang Tabuk, lalu Nabi mengambilnya dan diserahkan kepada Zaid bin Tsabit.
Ketika beliau memintanya, maka Imarah bertanya,Ya Rasulullah, apakah engkau akan
menyerahkan sesuatu yang engkau berikan kepadaku?. Beliau menjawab,Tidak, tetapi alQuran harus didahulukan, dan Zaid bin Tsabit lebih banyak menguasai bacaan Al-Quran
daripadamu.
2. Zaid juga sebagai penulis wahyu bagi Rasulullah shallallahu alaihi wassalam.
Saat Umar menjadi Khalifah dia diangkat sebagai amir (gubernur) Madinah sebanyak
3 kali di ibukota atau di wilayah pusat kekuasaan, dan dia juga ditugaskan untuk
mengumpulkan al-Quran atas perintah Abu Bakar dan Umar sebagai mana dijelaskan
dalam riwayat yang diriwayatkan oleh Bukhari: Zaid bin Tsabit berkataAku disuruh
menghadap Abu Bakar berkenaan dengan pembunuhan yang dilakukan penduduk
Yamamah, dan ketika itu dihadapan nya ada Umar bin al-Khaththab. Lalu Abu Bakar
berkata, Jika perang terus berkecamuk banyak memakan korban jiwa kaum muslimin,
banyak para penghapal al-Quran di negeri ini terbunuh, dimana akhirnya banyak bagian alQuran yang hilang maka agar al-Quran dibukukan, aku berpandangan sama dengan Umar,
engkau laki laki yang cerdas dan masih muda, maka cari dan kumpulkanlah (Mushaf) alQuran.
Zaid bin Tsabit adalah seorang ulama yang kedudukannya sama dengan para ulama
dari kalangan sahabat lainnya, Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bersabda,Umatku
yang paling menguasai ilmu Faraidh adalah Zaid bin Tsabit.
Riwayat lain yang senada terdapat dalam riwayat Imam an-NasaI dan Ibnu Majah,
dimana nabi bersabda,Umatku yang paling penyayang adalah Abu Bakar, yang paling
kuat kesaksiannya dihadapan Allah adalah Umar, yang paling diakui perasaan malunya
adalah Utsman dan yang paling menguasai faraidh adalah Zaid bin Tsabit.
Ketika Zaid bin Tsabit wafat maka Abu Hurairah berkata,Telah wafat orang terbaik
dari umat ini semoga Allah menjadikan Ibnu abbas sebagai penggantinya.
3. Wafatnya
Ia wafat di Madinah pada tahun 45 H dalam usia 56 tahun (dalam riwayat lain ia
wafat tahun 51 H atau 52 H)
Disalin Zaid bin Tsabit dalam dari biografi Shafwah ash shafwah ibnu Jauzi, Al-Istiaaab Ibn
Al-Barr
I. Abu Harairah Radhiyallahu anhu (wafat 57 H)
Abu Hurairah adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadist Nabi Shallallahu
alaihi wassalam, ia meriwayatkan hadist sebanyak 5.374 hadist.
Abu Hurairah memeluk Islam pada tahun 7 H, tahun terjadinya perang Khibar, Rasulullah
sendirilah yang memberi julukan Abu Hurairah, ketika beliau sedang melihatnya membawa
seekor kucing kecil. Julukan dari Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam itu semata karena
kecintaan beliau kepadanya.
Allah Subhanahu wa taala mengabulkan doa Rasulullah agar Abu Hurairah dianugrahi
hapalan yang kuat. Ia memang paling banyak hapalannya diantara para sahabat lainnya.
Pada masa Umar bin Khaththab menjadi Khalifah, Abu Hurairah menjadi pegawai di
Bahrain, karena banyak meriwayatkan hadist Umar bin Khaththab pernah menantangnya dan
ketika Abu Hurairah meriwayatkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wassalam:Barangsiapa
19
20
21
maka Rasulullah memilih Muaz untuk memegang tugas itu bersama-sama dengan beberapa
orang para sahabat.
Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam mempersaudarakanya dengan Abdullah bin Masud.
Nabi mengirimnya ke negeri Yaman untuk mengajar, memberikan pengetahuan agama dan
mendidik sampai hapal al-Quran kepada penduduk Yaman. Rasulullah mengantarnya dengan
berjalan kaki sedangkan Muadz berkendaraan, dan Nabi bersabda kepadanya: Sungguh, aku
mencintaimu.
Lantas beliau mewasiatkan kepada Muadz dengan bersabda: Wahai Muadz!
Kemungkinan kamu tidak akan dapat bertemu lagi dengan aku selepas tahun ini, Kemudian
Muadz menangis karena terlalu sedih untuk berpisah dengan Rasulullah Shallalahu alaihi
wassalam. Selepas peristiwa tersebut ternyata Rasulullah wafat dan Muadz tidak lagi dapat
melihatnya. Muadz sangat terpukul atas berpulangnya Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. Ia
bahkan menangis tersedu-sedu selama beberapa saat. Namun ia segera menyadari tanggung
jawab dakwah di pundaknya. Ia senantiasa menjaga ghirah (semangat) keislamannya agar
tidak surut. Setelah Umar bin Khattab dilantik menjadi khalifah, ia mengutus Muaz untuk
mendamaikan pertikaian yang terjadi di kalangan Bani Kilab. Ia pun sukses menjalankan misi
itu.
Pada zaman pemerintahan Khalifah Umar pula, gubernur Syam (sekarang Mesir)
mengirimkan Yazid bin Abi Sofian untuk meminta guru bagi penduduknya. Lalu Umar
memanggil Muaz bin Jabal, Ubaidah bin As-Somit, Abu Ayub Al-Ansary, Ubai bin Kaab dan Abu
Darda dalam satu majelis. Khalifah Umar berkata kepada mereka: Sesungguhnya saudara
kamu di negeri Syam telah meminta bantuan daripada aku supaya mengantar siapa saja yang
dapat mengajarkan Al-Quran kepada mereka dan memberikan pemahaman kepada mereka
tentang agama Islam. Oleh karena itu bantulah aku untuk mendapat tiga orang dari kalangan
kamu semoga Allah merahmati kamu. Sekiranya kamu ingin membuat pengundian, kamu boleh
membuat undian, jika tidak aku akan melantik tiga orang dari kalangan kamu.Lalu mereka
menjawab: Kami tidak akan membuat pengundian dengan memandang bahwa Abu Ayub
telah terlalu tua, sedang Ubai pun senantiasa mengalami kesakitan, dan yang tinggal hanya
kami bertiga saja.Kemudian Umar berkata kepada mereka: Kalian mulailah bertugas di Hims,
sekiranya kamu suka dengan keadaan penduduknya, bolehlah salah seorang diantara kamu
tinggal di sana. Kemudian salah seorang daripada kamu hendaknya pergi ke Damsyik, dan
seorang lagi pergi ke Palestina.Lalu mereka bertiga keluar ke Hims dan mereka meninggalkan
Ubaidah bin As-Somit di sana, Abu Darda pergi ke Damsyik. Muaz bin Jabal terus berlalu pergi
ke negara Urdun. Muaz bin Jabal berada di Urdun pada saat negeri tersebut tengah terserang
wabah
penyakit
menular.
Muadz bin Jabal wafat tahun 18 H ketika terjadi wabah hebat di Urdun tersebut, waktu itu
usianya 33 tahun.
Disalin dari Biografi Muadz dalam Al-Ishabah no.8039 karya Ibn Hajar Asqalani dan
Thabaqat Ibn Saad 3/Q2,120
N. Abu Dzarr Al-Ghifari Radhiyallahu anhu (wafat 32 H)
Abu Dzaar al-Ghifari Nama aslinya adalah Jundab bin Junadah dinisbatkan kepada
kakeknya Junadah yang berasal dari Ghifar, ia seorang Kinani.
Abu Dzarr orang yang ahli ibadah sebelum diutusnya Nabi Shallallahu alaihi wassalam. Ia
adalah sahabat kelima yang lebih dulu masuk Islam, Ia baru bisa Hijrah setelah perang Khandaq.
Abu Dzarr seorang yang zuhud tidak pernah menyimpan makanan untuk hari esok.
Namun dimasa pemerintahan Utsman, ia mengajak orang orang untuk mendirikan semacam
baitul mal, hal ini didorong rasa kemanusiaan namun Utsman bin Affan tidak tertarik akan
gagasan itu dan selanjutnya ia mengasingkan ke Rabadzah dan menetap disitu sampai
wafatnya. Pada saat wafatnya yang kebetulan Ibnu Masud lewat ke Rabadzah dan
menshalatkannya jenazahnya.
Abu Dzaar meriwayatkan hadits dari Umar, Ibnu abbas, Ibnu Umar dan lainnya. Yang
diriwayatkan darinya antara lain Al-Hanaf bin Qais, Abdurahman bin Ghanam dan Atha.
Sanad paling shahih yng berpangkal daripadanya ialah yang diriwayatkan dari penduduk
syam dari jalur Said bin Abdil Aziz, dar Rabiah bin Yazid, dari Abu Idris al-Khaulani, dari Abu
Dzarr.
Abu Dzarr meriwayatkan hadits sebanyak 281 hadits, Ia wafat pada tahun 32 H.
Disalin dari Biografi Abu Dzarr dalam al-Ishabah Ibn Hajar Asqalani VII/60, Thabaqaat Ibn
Saad IV/161
O. Saad bin Abi Waqqash Radhiyallahu anhu (wafat 55 H)
Nama lengkapnya adalah Saad bin Abi Waqqash bin Uhaib Az-Zuhri dengan julukan
Abu Ishaq, Ia adalah salah seorang diantara sepuluh orang sahabat yang mendapat kabar
gembira bakal masuk surga, dan orang yang pertama dalam melontarkan panah dalam perang
22
Sabillillah, ia orang yang ke empat lebih dulu masuk Islam melalui tangan Abu Bakar ketika
umurnya 17 tahun.
Saad bin Abi Waqqash mengikuti banyak peperangan bersama Rasulullah Shallallahu
alaihi wassalam, dalam peperangan itu ia bergabung dalam pasukan berkuda. Ia berasal dari
bani Zuhrah seasal dengan ibu Nabi (Aminah).
Khilafah Umar bin Khaththab mengangkatnya menjadi komandan pasukan yang
dikirimkan untuk memerangi orang Persia dan berhasil mengalahkannya pada tahun 15 H di
Qadisiyah. Setahun setelahnya 16 H di Julailak ia menaklukan Madain dan Bani al-Kuffa pada
tahun 17 H.
Saad bin Abi Waqqash adalah penguasa Irak dimasa pemerintahan Umar bin Khaththab
yang berlanjut pada masa pemerintahan Utsman bi Affan. Ia adalah seorang diantara enam
sahabat orang yang dicalonkan menjadi Khalifah, sejak bencana besar atas terbunuhnya Utsman.
Saad bin Abi Waqqash meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar
dan Khaulah binti Hakim. Yang meriwayatkan hadits darinya adalah Mujahid, Alqamah bin Qais
as saib bin Yazid, Sanad paling shahih berpangkal darinya adalah yang diriwayatkan oleh Ali bin
Husain bin Ali, dari Said bin al-Musayyab, darinya (Saad bin Abi Waqqash).
Ia wafat pada tahu 55 H di Aqiq.
Disalin dari Biografi Saad dalam Thadzib at Thadzib karya Ibn Hajar Asqalani 3/483 dan
Shifaf at Shafwah karya Ibn Jauzi 1/138
P. Abu Darda Radhiyallahu anhu (wafat 32 H)
Nama lengkapnya adalah Uwaimir bin Zaid bin Qais, seorang sahabat perawi hadist dari
Anshar, dari kabilah Khajraj, ia hapal al-Quran dari Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam.
Dalam perang Uhud Rasulullah bersabda mengenai dirinya Prajurit berkuda paling baik
adalah UwaimirBeliau ini dipersaudarakan oleh Rasulullah dengan Salman Al Farisi. Dia
mengikuti semua peperangan yang terjadi setelah perang Uhud.
Pada masa pemerintahan Khalifah Utsman, Abu Darda diangkat menjadi Hakim di
daerah Syam, Ia adalah mufti (pemberi fatwa) penduduk Syam dan ahli Fiqh penduduk
Palestina.
Ia meriwayatkan hadits dari Sayyidah Aisyah dan Zaid bin Tsabit, sedangkan yang
meriwayatkan darinya ialah anaknya sendiri Bilal dan istrinya Ummu Darda.
Hadits yang dia riwayatkan mencapai 179 hadits.
Tentang dia Masruq berkata:Aku mendapatkan ilmu Rasulullah Shallallahu alaihi
wassalam pada enam orang diantaranya dari Abu Darda.
Ia wafat pada tahun 32 H di dasmaskus.
(disalin dari Biografi Abu Darda dalam Al-Ishabah no.6119 karya Ibn Hajar Asqalani
PARA TABIIN
A. Said bin aL-Musayyab (wafat 94 H)
Nama lengkapnya Said bin al-Musayyab bin Hazn al-Quraisy al-Makhzumi, ayahnya dan
kakeknya adalah sahabat Nabi Shallallahu alaihi wassalam, ia dilahirkan sebelum Umar menjadi
khalifah, sejak muda telah melakukan perjalanan siang dan malam untuk mendapatkan hadist
Nabi.
Mengenai dia sebagaimana dituturkan oleh Ahmad bin Hambal adalah:Ia tabiin paling
utama.
Sedangkan Makhul berkata:Aku telah menjelajahi bumi untuk menuntut ilmu, teryata
aku tidak bertemu seorangpun yang lebih pandai daripada Said bin al-Musayyab.
Sementara itu Ali bin al-Madini menyatakan:Aku tidak tahu di kalangan tabiin ada
orang yang luas ilmunya daripada dia, menurutku ia tabiin terbesar.
Para ulama meriwayatkan bahwa ia mengawinkan putrinya kepada Kutsayyir bin Abi
Wadaah hanya dengan mas kawin dua dirham.
Padahal sebelumnya ia menolak lamaran Abdul Malik yang ingin menjodohkan putrinya
dengan al-Walid bin Abdul Malik. Dan ketika Abdul Malik hendak melaksanakan baiat bagi
putranya al-Walid, Hisyam bin Ismail selaku pengganti Abdul Malik di Medinah memukul Said bi
al-Musayyab dan menghadapnya dengan pedang, untuk memaksanya melakukan baiat
namun Said tetap tidak mau.
Ibnu Musayyab meriwayatkan hadist dari Abu Bakar secara Mursal, dan ia mendengar dari
Umar, Utsman, Abu Hurairah, Zaid bin Tsabit, Sayyidah Aisyah dan beberapa yang lainnya. Yang
23
meriwayatkan dari dia antara lain Salim bin Abdullah, Az-Zuhri, Qatadah, Syuraik, Abu azZanad.
Ia wafat pada tahun 94 H.
Disalin dari Biografi Ibn al-Musayyab dalam Thabaqat Ibn Saad 5/88
B. Urwah bin Az-Zubair (Wafat 94 H)
Nama sebenarnya adalah Abu Muhammad Urwah bin Zubair bin al-Awwam al-Quraisy.
Beliau adalah salah seorang tabiin besar dan salah seorang penghapal hadits yang sangat
baik.
Ia menerima hadits dari ayahnya sendiri az-Zubair, dari saudaranya Abdullah dari ibunya
Asma binti Abu Bakar as-Shiddiq, dari saudara ibunya Aisyah, dari Said bin Zaid Hakim bin
Hizam, dari Abu Hurairah dan dari yang lainnya.
Hadist haditsnya diriwayatkan oleh Atha, Ibnu Abi Mulaikah, Abu Salamahbin
Abdurahman, az-Zuhry, Umar bin Abdul Aziz, dan lima orang anaknya yaitu Hisyam,
Muhammad, Yahya, Abdullah dan Utsman.
Ia dikenal orang yang tsiqah dan kuat hapalannya, Ibnu Syihab az-Zuhry berkata,Demi
Allah, kami hanya mempelajari 1 suku hadits dari 2000 suku hadits.
Sedangkan Muhammad bin Saad berkata,Orang yang paling mengetahui tentang hadits
hadits Aisyah ada 3 orang yaitu: al-Qasim, Urwah dan Amrah.
Ia wafat pada tahun 94 H
Disalin dari Biografi Urwah bin Zubair dalam dalam Tarikh al-khulafa, Tahdzibul Asma
An-Nawawi, Tahdzib at Tahdzib Ibn Hajar asqalani.
C. Said bin Jubair (wafat 95 H)
Nama lengkapnya adalah Said bin Jubair al-Asadi al-Kufi, yang mempunyai julukan Abu
Abdillah, Ia seorang ahli fiqh, pembaca al-Quraan yang fasih dan ahli ibadah.
Sufyan ats-Tsauri lebih mendahulukannya dari pada Ibrahim an-NakhaI, ia
berkata:Ambilah tafsir dari empat orang, yaitu dari Said bin Jubair, Mujahid, Ikrimah dan adlDlahhak.
Ibnu Jubair pernah menulis untuk Abdullah bin Utbah bin Masud ketika Abdullah menjadi
Qodli di Kuffah. Sesudah itu ia menulis untuk Abi Burdah bin Abi Musa.
Said bin Jubair meriwayatkan dari Abdullah bi az-Zubair, Anas bin Malik, Abu Said al
Qudri, dari mereka ini hadits-haditsnya Musnad. Namun, Ia tidak mendengar langsung dari Abu
Hurairah, Abu Musa al-Asyari, Ali, Sayiidah Aisyah. Jadi semua riwayatnya dari mereka adalah
Mursal.
Mengenai hal ini Yahya bin Said berkata:Hadits-hadits Mursal Said lebih aku sukai dari
pada hadist-hadist Mursal Atha. Yang meriwayatkan hadits dari Said bin Jubair antara lain: alAmasi, Mansyur bin al-Mutamir, Yala bin Hakim,ats-Tsaqafi, dan Simak bin Harb.
Maimun bin Mahran berkata:Said bin Jubair meninggal dunia, saat orang orang
membutuhkan ilmunya
Ia wafat pada tahun 95 H di Kuffah.
Disalin dari Biografi Said bi Jubair dalam Thabaqat Ibn Saad 6/178, Tahdzib at Tahdzib Ibn
Hajar 4/11
D. Said bin Jubair (wafat 95 H)
Nama lengkapnya adalah Said bin Jubair al-Asadi al-Kufi, yang mempunyai julukan Abu
Abdillah, Ia seorang ahli fiqh, pembaca al-Quraan yang fasih dan ahli ibadah.
Sufyan ats-Tsauri lebih mendahulukannya dari pada Ibrahim an-NakhaI, ia
berkata:Ambilah tafsir dari empat orang, yaitu dari Said bin Jubair, Mujahid, Ikrimah dan adlDlahhak.
Ibnu Jubair pernah menulis untuk Abdullah bin Utbah bin Masud ketika Abdullah menjadi
Qodli di Kuffah. Sesudah itu ia menulis untuk Abi Burdah bin Abi Musa.
Said bin Jubair meriwayatkan dari Abdullah bi az-Zubair, Anas bin Malik, Abu Said al
Qudri, dari mereka ini hadits-haditsnya Musnad. Namun, Ia tidak mendengar langsung dari Abu
Hurairah, Abu Musa al-Asyari, Ali, Sayiidah Aisyah. Jadi semua riwayatnya dari mereka adalah
Mursal.
Mengenai hal ini Yahya bin Said berkata:Hadits-hadits Mursal Said lebih aku sukai dari
pada hadist-hadist Mursal Atha. Yang meriwayatkan hadits dari Said bin Jubair antara lain: alAmasi, Mansyur bin al-Mutamir, Yala bin Hakim,ats-Tsaqafi, dan Simak bin Harb.
Maimun bin Mahran berkata:Said bin Jubair meninggal dunia, saat orang orang
membutuhkan ilmunya
Ia wafat pada tahun 95 H di Kuffah.
Disalin dari Biografi Said bi Jubair dalam Thabaqat Ibn Saad 6/178, Tahdzib at Tahdzib Ibn
Hajar 4/11
24
25
Namanya adalah Muhammad Ibn al-Hanafiah, ia banyak menimba ilmu dari Ali bin Abi
thalib.
pada saat Telah terjadi percekcokan antara Muhammad ibn al-Hanafiyyah dan
saudaranya al-Hasan ibn Ali, maka Ibn al-Hanafiah mengirim surat kepada saudaranya itu,
isinya, Sesungguhnya Allah telah memberikan kelebihan kepadamu atas dirikuIbumu
Fathimah binti Muhammad ibn Abdullah, sedangkan ibuku seorang wanita dari Bani
Haniifah.Kakekmu dari garis ibu adalah utusan Allah dan makhluk pilihannya, sedangkan
kakekku dari garis ibu adalah Jafar ibn Qais. Apabila suratku ini sampai kepadamu, kemarilah
dan berdamailah denganku, sehingga engkau memiliki keutamaan atas diriku dalam segala
hal.
Begitu surat itu sampai ke tangan al-Hasania segera ke rumahnya dan berdamai
dengannya. Siapakah Muhammad ibn al-Hanafiyyah, seorang adib (ahli adab/pujangga),
seorang yang pandai dan berakhlak lembut ini? Marilah, kita membuka lembaran hidupnya dari
awal.
Kisah ini bermula sejak akhir kehidupan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. Pada
suatu hari, Ali ibn Abi Thalib duduk bersama Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam, maka ia berkata,
Wahai Rasulullahapa pendapatmu apabila aku dikaruniani seorang anak setelah engkau
meninggal, (bolehkah) aku menamainya dengan namamu dan memberikan kun-yah (sapaan
yang biasanya diungkapkan dengan Abu fulan) dengan kunyah-mu?.Yajawab beliau.
Kemudian hari-hari pun berjalan terus. Dan Nabi yang mulia Shallallahu Alaihi Wassalam
bertemu dengan ar-Rafiiqul al-Alaa (berpulang ke sisi Allah)dan setelah hitungan beberapa
bulan Fathimah yang suci, Ibunda al-Hasan dan al-Husain menyusul beliau (wafat).
Ali lalu menikahi seorang wanita Bani Haniifah. Ia menikahi Khaulah binti Jafar ibn Qais
al-Hanafiyyah, yang kemudian melahirkan seorang anak laki-laki untuknya. Ali menamainya
Muhammaddan memanggilnya dengan kun-yah Abu al-Qaasimatas izin Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wassalam. Hanya saja orang-orang terlanjur memanggilnya Muhammad ibn
al-Hanafiyyah, untuk membedakannya dengan kedua saudaranya al-Hasan dan al-Husain, dua
putra Fathimah az-Zahra. Kemudian iapun dikenal dalam sejarah dengan nama tersebut.
Muhammad ibn al-Hanafiyyah lahir di akhir masa khilafah ash-Shiddiq (Abu Bakar) RA. Ia
tumbuh dan terdidik di bawah perawatan ayahnya, Ali bin Abi Thalib, ia lulus di bawah
didikannya.
Ia belajar ibadah dan kezuhudan dari ayahnyamewarisi kekuatan dan
keberaniannyamenerima kefasihan dan balaghoh darinya. Hingga ia menjadi pahlawan
perang di medan pertempuransinga mimbar di perkumpulan manusiaseorang ahli ibadah
malam (Ruhbaanullail) apabila kegelapan telah menutup tirainya ke atas alam dan saat matamata tertidur lelap.
Ayahnya telah mengutusnya ke dalam pertempuran-pertempuran yang ia ikuti. Dan ia
(Ali) telah memikulkan di pudaknya beban-beban pertempuran yang tidak ia pikulkan kepada
kedua saudaranya yang lain; al-Hasan dan al-Husain. Ia pun tidak terkalahkan dan tidak
pernah melemah keteguhannya.
Pada suatu ketika pernah dikatakan kepadanya, Mengapakah ayahmu
menjerumuskanmu ke dalam kebinasaan dan membebankanmu apa yang kamu tidak mampu
memikulnya dalam tempat-tempat yang sempit tanpa kedua saudaramu al-Hasan dan alHusain?
Ia menjawab, Yang demikian itu karena kedua saudaraku menempati kedudukan dua
mata ayahkusedangkan aku menempati kedudukan dua tangannyasehingga ia (Ali)
menjaga kedua matanya dengan kedua tangannya.
Dalam perang Shiffinyang berkecamuk antara Ali ibn Abi Thalib dan Muawiyah ibn Abi
Sufyan RA. Adalah Muhammad ibn al-Hanafiyyah membawa panji ayahnya. Dan di saat roda
peperangan berputar menggilas pasukan dari dua kelompok, terjadilah sebuah kisah yang ia
riwayatkan sendiri. Ia menuturkan, Sungguh aku telah melihat kami dalam perang Shiffin,
kami bertemu dengan para sahabat Muawiyah, kami saling membunuh hingga aku menyangka
bahwa tidak akan tersisa seorang pun dari kami dan juga dari mereka. Aku menganggap ini
adalah perbuatan keji dan besar.
Tidaklah berselang lama hingga aku mendengar seseorang yang berteriak di belakangku,
Wahai kaum Muslimin(takutlah kepada) Allah, (takutlah kepada Allah)wahai kaum
MusliminSiapakah yang akan (melindungi) para wanita dan anak-anak?Siapakah yang akan
menjaga
agama
dan
kehormatan?
Siapakah yang akan menjaga serangan Romawi dan ad-Dailami?*Wahai kaum
Muslimintakutlah kepada Allah, takutlah kepada Allah dan sisakan kaum muslimin, wahai
masyarol muslimin.
Maka sejak hari itu, aku berjanji kepada diriku untuk tidak mengangkat pedangku di
wajah seorang Muslim.
Kemudian Ali mati syahid di tangan pendosa yang dzalim (di tangan Abdurrahman ibn
Miljam) Kekuasaan pun berpindah kepada Muawiyah ibn Abi Sufyan. Maka, Muhammad ibn al-
26
Hanafiyyah membaiatnya untuk selalu taat dan patuh dalam keadaan suka maupun benci
karena keinginannya hanya untuk menyatukan suara dan mengumpulkan kekuatan serta
untuk menggapai izzah bagi Islam dan Muslimin.
Muawiyah merasakan ketulusan baiat ini dan kesuciannya. Ia merasa benar-benar
tentram kepada sahabatnya, hal mana menjadikannya mengundang Muhammad ibn alHanafiyyah untuk mengunjunginya. Maka, ia pun mengunjunginya di Damaskus lebih dari
sekalidan lebih dari satu sebab.
Di antaranya, bahwa kaisar Romawi menulis surat kepada Muawiyah. Ia mengatakan,
Sesungguhnya raja-raja di sini saling berkoresponden dengan raja-raja yang lain. Sebagian
mereka bersenang-senang dengan yang lainnya dengan hal-hal aneh yang mereka
milikisebagin mereka saling berlomba dengan sebagian yang lain dengan keajaiban-keajaiban
yang ada di kerajaan-kerajaan mereka. Maka, apakah kamu mengizinkan aku untuk
mengadakan (perlombaan) antara aku dan kamu seperti apa yang terjadi di antara
mereka?Maka, Muawiyah mengiyakannya dan mengizinkannya.
Kaisar Romawi mengirim dua orang pilih-tandingnya. Salah seorang darinya berbadan
tinggi dan besar sekali sehingga seakan-akan ia ibarat pohon besar yang menjulang tinggi di
hutan atau gedung tinggi nan kokoh. Adapun orang yang satu lagi adalah seorang yang begitu
kuat, keras dan kokoh seakan-akan ia ibarat binatang liar yang buas. Sang kaisar menitipkan
surat bersama keduanya, ia berkata dalam suratnya, Apakah di kerajaanmu ada yang
menandingi
kedua
orang
ini,
tingginya
dan
kuatnya?.
Muawiyah lalu berkata kepada Amr ibn al-Aash, Adapun orang yang berbadan tinggi, aku
telah menemukan orang yang sepertinya bahkan lebih darinyaia Qais ibn Sad ibn Ubadah.
Adapun
orang
yang
kuat,
maka
aku
membutuhkan
pendapatmu.
Amr berkata, Di sana ada dua orang untuk urusan ini, hanya saja keduanya jauh darimu.
Mereka adalah Muhammad ibn al-Hanafiyyah dan Abdullah ibn az-Zubair.
Sesungguhnya Muhammad ibn al-Hanafiyyah tidaklah jauh dari kita,kata Muawiyyah.
Akan tetapi apakah engkau mengira ia akan ridla bersama kebesaran kemuliaannya dan
ketinggian kedudukannya untuk mengalahkan kekuatan orang dari Romawi ini dengan
ditonton manusia,?tanya Amr. Muawiyah berkata, Sesungguhnya ia akan melakukan hal itu
dan lebih banyak dari itu, apabila ia menemukan izzah bagi Islam padanya.Kemudian
Muawiyah memanggil keduanya, Qais ibn Sad dan Muhammad ibn al-Hanafiyyah.
Ketika majelis telah dimulai, Qais ibn Sad berdiri dan melepaskan sirwal-sirwal-nya (celana
yang lebar) lalu melemparkannya kepada al-Ilj** dari Romawi dan menyuruhnya untuk
memakainya. Ia pun memakainyamaka, sirwalnya menutupi sampai di atas kedua dadanya
sehingga
orang-orang
ketawa
dibuatnya.
Adapun Muhammad ibn al-Hanafiyyah, ia berkata kepada penterjemahnya, Katakan kepada
orang Romawi iniapabila ia mau, ia duduk dan aku berdiri, lalu ia memberikan tangannya
kepadaku. Entah aku yang akan mendirikannya atau dia yang mendudukkankuDan bila ia
mau, dia yang berdiri dan aku yang dudukOrang Romawi tadi memilih duduk.
Maka Muhammad memegang tangannya, dan (menariknya) berdiridan orang Romawi
tersebut tidak mampu (menariknya) duduk Kesombongan pun merayap dalam dada orang
Romawi, ia memilih berdiri dan Muhammad duduk. Muhammad lalu memegang tangannya dan
menariknya dengan satu hentakan hampir-hampir melepaskan lengannya dari pundaknyadan
mendudukkannya
di
tanah.
Kedua orang kafir Romawi tersebut kembali kepada rajanya dalam keadaan kalah dan terhina.
Hari-hari berputar lagi Muawiyah dan putranya Yazid serta Marwan ibn al-Hakam telah
berpindah ke rahmatullahKepemimpinan Bani Umayyah berpindah kepada Abdul Malik ibn
Marwan, ia mengumumkan dirinya sebagai khalifah muslimin dan penduduk Syam
membaiatnya. Sementara penduduk Hijaz dan Irak telah membaiat Abdullah ibn az-Zubair***.
Setiap dari keduanya mulai menyeru orang yang belum membaiatnya untuk
membaiatnyadan mendakwakan kepada manusia bahwa ia yang paling berhak dengan
kekhalifahan daripada sahabatnya. Barisan kaum muslimin pun terpecah lagi
Di sinilah Abdullah ibn az-Zubair meminta kepada Muhammad ibn al-Hanafiyyah untuk
membaiatnya sebagaimana penduduk Hijaz telah membaiatnya. Hanya saja Ibn al-Hanafiyyah
memahami betul bahwa baiat akan menjadikan hak-hak yang banyak di lehernya bagi orang
yang ia baiat. Di antaranya adalah menghunus pedang untuk menolongnya dan memerangi
orang-orang yang menyelisihinya. Dan para penyelisihnya hanyalah orang-orang muslim yang
telah berijtihad, lalu membaiat orang yang tidak ia baiat. Tidaklah orang yang berakal
sempurna lupa akan kejadian di hari Shiffin.
Tahun yang panjang belum mampu menghapus suara yang menggelegar dari kedua
pendengarannya, kuat dan penuh kesedihan, dan suara itu memanggil dari belakangnya,
Wahai kaum Muslimin(takutlah kepada) Allah, (takutlah kepada) Allahwahai kaum
MusliminSiapakah yang akan (melindungi) para wanita dan anak-anak?Siapakah yang akan
menjaga agama dan kehormatan? Siapakah yang akan menjaga serangan Romawi dan adDailami...Ya, ia belum lupa sedikitpun dari itu semua. Maka, ia berkata kepada Abdullah ibn
27
28
orang yang bersamamu. Bila engkau menolaknya maka pergilah dariku ke tempat yang aku
tidak memiliki kekuasaan atasnya.
Muhammad ibn al-Hanafiyah kemudian menulis balasan, Dari Muhammad ibn Ali,
kepada Abdul Malik ibn Marwan. Assalamu alaikaSesungguhnya aku memuji kepada Allah
yang tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Dia, (aku berterima kasih) kepadamu. Amma
baduBarangkali engkau menjadi ketakutan terhadapku. Dan aku mengira engkau adalah
orang yang paham terhadap hakikat sikapku dalam perkara ini. Aku telah singgah di Mekkah,
maka Abdullah ibn az-Zubair menginginkan aku untuk membaiatnya, dan tatkala aku
menolaknya ia pun berbuat jahat terhadap pertentanganku. Kemudian engkau menulis surat
kepadaku, memanggilku untuk tinggal di negeri Syam, lalu aku singgah di sebuah tempat di
ujung tanahmu di karenakan harganya murah dan jauh dari markaz (pusat) pemerintahanmu.
Kemudian engkau menulis kepadaku apa yang telah engkau tuliskan. Dan kami Insya Allah
akan meninggalkanmu.
Muhammad ibn al-Hanafiyyah beserta orang-orangnya dan kelurganya meninggalkan
negeri Syam, dan setiap kali ia singgah di suatu tempat ia pun di usir darinya dan diperintahkan
agar pergi darinya.
Dan seakan-akan kesusahan belum cukup atasnya, hingga Allah berkehendak mengujinya
dengan kesusahan lain yang lebih besar pengaruhnya dan lebih berat tekanannya
Yang demikian itu, bahwa sekelompok dari pengikutnya dari kalangan orang-orang yang
hatinya sakit dan yang lainnya dari kalangan orang-orang lalai. Mereka mulai berkata,
Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam telah menitipkan di hati Ali dan
keluarganya banyak sekali rahasia-rahasia ilmu, qaidah-qaidah agama dan perbendaharaan
syariat. Beliau telah mengkhususkan Ahlul Bait dengan apa yang orang lain tidak
mengetahuinya.
Orang yang alim, beramal dan mahir ini memahami betul apa yang diusung oleh ucapan
ini dari penyimpangan, serta bahaya-bahaya yang mungkin diseretnya atas Islam dan Muslimin.
Ia pun mengumpulkan manusia dan berdiri mengkhutbahi merekaia memuji Allah AWJ dan
menyanjungnya dan bershalawat atas Nabi-Nya Muhammad Shallallahu Alaihi
Wassalamkemudian berkata, Sebagian orang beranggapan bahwa kami segenap Ahlul Bait
mempunyai ilmu yang Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam mengkhususkan kami dengannya,
dan tidak memberitahukan kepada siapapun selain kami. Dan kami demi Allah- tidaklah
mewarisi dari Rasulullah melainkan apa yang ada di antara dua lembaran ini, (dan ia menunjuk
ke arah mushaf). Dan sesungguhnya barangsiapa yang beranggapan bahwa kami mempunyai
sesuatu yang kami baca selain kitab Allah, sungguh ia telah berdusta.
Adalah sebagian pengikutnya mengucapkan salam kepadanya, mereka berkata,
Assalamualaika wahai Mahdi. Ia menjawab, Ya, aku adalah Mahdi (yang mendapat
petunjuk) kepada kebaikandan kalian adalah para Mahdi kepada kebaikan Insya Allahakan
tetapi apabila salah seorang dari kalian mengucapkan salam kepadaku, maka hendaklah
menyalamiku dengan namaku. Hendaklah ia berkata, Assalamualaika ya Muhammad.
Tidak berlangsung lama kebingungan Muhammad ibn al-Hanafiyyah tentang tempat
yang akan ia tinggali beserta orang-orang yang bersamanyaAllah telah berkehendak agar alHajjaj ibn Yusuf ats-Tsaqofi menumpas Abdullah ibn az-Zubairdan agar manusia seluruhnya
membaiat Abdul Malik ibn Marwan.
Maka, tidaklah yang ia lakukan kecuali menulis surat kepada Abdul Malik, ia berkata,
Kepada Abdul Malik ibn Marwan, Amirul Mukminin, dari Muhammad ibn Ali. Amma
baduSesungguhnya setelah aku melihat perkara ini kembali kepadamu, dan manusia
membaiatmu. Maka, aku seperti orang dari mereka. Aku membaiatmu untuk walimu di Hijaz.
Aku mengirimkan baiatku ini secara tertulis. Wassalamualaika.
Ketika Abdul Malik membacakan surat tersebut kepada para sahabatnya, mereka
berkata, Seandainya ia ingin memecah tongkat ketaatan (baca: keluar dari ketaatan) dan
membikin perpecahan dalam perkara ini, niscaya ia mampu melakukannya, dan niscaya engkau
tidak memiliki jalan atasnyaMaka tulislah kepadanya dengan perjanjian dan keamanan serta
perjanjian Allah dan Rasul-Nya agar ia tidak diusir dan diusik, ia dan para sahabatnya.
Abdul Malik kemudian menulis hal tersebut kepadanya. Hanya saja Muhammad ibn alHanafiyyah tidak hidup lama setelah itu. Allah telah memilihnya untuk berada di sisi-Nya dalam
keadaan ridla dan diridlai.
Semoga Allah memberikan cahaya kepada Muhammad ibn al-Hanafiyah di kuburnya,
dan semoga Allah mengindahkan ruhnya di surgaia termasuk orang yang tidak menginginkan
kerusakan di bumi tidak pula ketinggian di antara manusia.
Sumber: - Hilyah al-Auliyaa oleh Abu Nuaim, III: 174, - Tahdziib at-Tahdziib, IX:354, - Shifah
ash-Shafwah oleh Ibnul Jauzi (cet. Halab), II: 77-79, - Ath-Thabaqat al-Kubra oleh Ibnu Sad, V:91,
- Al-Waafi bi al-Wafayaat (terjemah): 1583, - Wafayaat al-Ayaan oleh Ibnu Kholaqan, IV:169, Al-Kamil, III:391 dan IV:250 pada kejadian-kejadian tahun 66 H, - Syadzarat adz-Dzahab, I:89,Tahdziib al-Asma Wa al-Lughaat, I:88-89, - Al-Badu Wa at-Tarikh, V:75-76, - Al-Maarif oleh Ibnu
Qutaibah: 123, - Al-Iqd al-Farid oleh Ibnu Abdi Rabbih, tahqiq al-Urayyan, Juz II,III,V dan VII
29
30
menyatukan suara dan mengumpulkan kekuatan serta untuk menggapai izzah bagi Islam dan
Muslimin.
Muawiyah merasakan ketulusan baiat ini dan kesuciannya. Ia merasa benar-benar
tentram kepada sahabatnya, hal mana menjadikannya mengundang Muhammad ibn alHanafiyyah untuk mengunjunginya.Maka, ia pun mengunjunginya di Damaskus lebih dari
sekalidan lebih dari satu sebab.
Di antaranya, bahwa kaisar Romawi menulis surat kepada Muawiyah. Ia mengatakan,
Sesungguhnya raja-raja di sini saling berkoresponden dengan raja-raja yang lain. Sebagian
mereka bersenang-senang dengan yang lainnya dengan hal-hal aneh yang mereka
milikisebagin mereka saling berlomba dengan sebagian yang lain dengan keajaiban-keajaiban
yang ada di kerajaan-kerajaan mereka. Maka, apakah kamu mengizinkan aku untuk
mengadakan (perlombaan) antara aku dan kamu seperti apa yang terjadi di antara
mereka?Maka, Muawiyah mengiyakannya dan mengizinkannya.
Kaisar Romawi mengirim dua orang pilih-tandingnya. Salah seorang darinya berbadan
tinggi dan besar sekali sehingga seakan-akan ia ibarat pohon besar yang menjulang tinggi di
hutan atau gedung tinggi nan kokoh. Adapun orang yang satu lagi adalah seorang yang begitu
kuat, keras dan kokoh seakan-akan ia ibarat binatang liar yang buas. Sang kaisar menitipkan
surat bersama keduanya, ia berkata dalam suratnya, Apakah di kerajaanmu ada yang
menandingi kedua orang ini, tingginya dan kuatnya?. Muawiyah lalu berkata kepada Amr ibn
al-Aash, Adapun orang yang berbadan tinggi, aku telah menemukan orang yang sepertinya
bahkan lebih darinyaia Qais ibn Sad ibn Ubadah. Adapun orang yang kuat, maka aku
membutuhkan
pendapatmu.
Amr berkata, Di sana ada dua orang untuk urusan ini, hanya saja keduanya jauh darimu.
Mereka adalah Muhammad ibn al-Hanafiyyah dan Abdullah ibn az-Zubair.
Sesungguhnya Muhammad ibn al-Hanafiyyah tidaklah jauh dari kita,kata Muawiyyah.
Akan tetapi apakah engkau mengira ia akan ridla bersama kebesaran kemuliaannya dan
ketinggian kedudukannya untuk mengalahkan kekuatan orang dari Romawi ini dengan
ditonton manusia,?tanya Amr.Muawiyah berkata, Sesungguhnya ia akan melakukan hal itu
dan lebih banyak dari itu, apabila ia menemukan izzah bagi Islam padanya.Kemudian
Muawiyah memanggil keduanya, Qais ibn Sad dan Muhammad ibn al-Hanafiyyah.
Ketika majelis telah dimulai, Qais ibn Sad berdiri dan melepaskan sirwal-sirwal-nya (celana
yang lebar) lalu melemparkannya kepada al-Ilj** dari Romawi dan menyuruhnya untuk
memakainya. Ia pun memakainyamaka, sirwalnya menutupi sampai di atas kedua dadanya
sehingga
orang-orang
ketawa
dibuatnya.
Adapun Muhammad ibn al-Hanafiyyah, ia berkata kepada penterjemahnya, Katakan kepada
orang Romawi iniapabila ia mau, ia duduk dan aku berdiri, lalu ia memberikan tangannya
kepadaku. Entah aku yang akan mendirikannya atau dia yang mendudukkankuDan bila ia
mau, dia yang berdiri dan aku yang dudukOrang Romawi tadi memilih duduk.
Maka Muhammad memegang tangannya, dan (menariknya) berdiridan orang Romawi
tersebut tidak mampu (menariknya) duduk Kesombongan pun merayap dalam dada orang
Romawi, ia memilih berdiri dan Muhammad duduk. Muhammad lalu memegang tangannya dan
menariknya dengan satu hentakan hampir-hampir melepaskan lengannya dari pundaknyadan
mendudukkannya
di
tanah.
Kedua orang kafir Romawi tersebut kembali kepada rajanya dalam keadaan kalah dan terhina.
Hari-hari berputar lagiMuawiyah dan putranya Yazid serta Marwan ibn al-Hakam telah
berpindah ke rahmatullahKepemimpinan Bani Umayyah berpindah kepada Abdul Malik ibn
Marwan, ia mengumumkan dirinya sebagai khalifah muslimin dan penduduk Syam
membaiatnya. Sementara penduduk Hijaz dan Irak telah membaiat Abdullah ibn az-Zubair***.
Setiap dari keduanya mulai menyeru orang yang belum membaiatnya untuk
membaiatnyadan mendakwakan kepada manusia bahwa ia yang paling berhak dengan
kekhalifahan daripada sahabatnya. Barisan kaum muslimin pun terpecah lagi
Di sinilah Abdullah ibn az-Zubair meminta kepada Muhammad ibn al-Hanafiyyah untuk
membaiatnya sebagaimana penduduk Hijaz telah membaiatnya. Hanya saja Ibn al-Hanafiyyah
memahami betul bahwa baiat akan menjadikan hak-hak yang banyak di lehernya bagi orang
yang ia baiat. Di antaranya adalah menghunus pedang untuk menolongnya dan memerangi
orang-orang yang menyelisihinya. Dan para penyelisihnya hanyalah orang-orang muslim yang
telah berijtihad, lalu membaiat orang yang tidak ia baiat. Tidaklah orang yang berakal
sempurna lupa akan kejadian di hari Shiffin.
Tahun yang panjang belum mampu menghapus suara yang menggelegar dari kedua
pendengarannya, kuat dan penuh kesedihan, dan suara itu memanggil dari belakangnya,
Wahai kaum Muslimin(takutlah kepada) Allah, (takutlah kepada) Allahwahai kaum
MusliminSiapakah yang akan (melindungi) para wanita dan anak-anak?Siapakah yang akan
menjaga agama dan kehormatan? Siapakah yang akan menjaga serangan Romawi dan adDailami...Ya, ia belum lupa sedikitpun dari itu semua. Maka, ia berkata kepada Abdullah ibn
az-Zubair, Sesungguhnya engkau mengetahui dengan sebenar-benarnya, bahwa dalam perkara
31
ini aku tidak memiliki tujuan dan tidak pula permintaanhanyalah aku ini seseorang dari kaum
muslimin. Apabila kalimat (suara) mereka berkumpul kepadamu atau kepada Abdul Malik,
maka aku akan membaiat orang yang suara mereka berkumpul padanya. Adapun sekarang,
aku tidak membaiatmujuga tidak membaiatnya.
Mulailah Abdullah mempergaulinya dan berlemah lembut kepadanya dalam satu
kesempatan. Dan dalam kesempatan yang lain ia berpaling darinya dan bersikap keras
kepadanya. Hanya saja, Muhammad ibn al-Hanafiyyah tidak berselang lama hingga banyak
orang yang bergabung dengannya ketika mereka mengikuti pendapatnya. Dan mereka
menyerahkan kepemimpinan mereka kepadanya, hingga jumlah mereka sampai tujuh ribu
orang dari orang-orang yang memilih untuk memisahkan diri dari fitnah. Dan mereka enggan
untuk menjadikan diri mereka kayu bakar bagi apinya yang menyala.
Setiap kalii pengikut Ibn al-Hanafiyyah bertambah jumlahnya, bertambahlah kemarahan
Ibn az-Zubair kepadanya dan ia terus mendesaknya untuk membaiatnya.Ketika Ibn az-Zubair
telah putus asa, ia memerintahkannya dan orang-orang yang bersamanya dari Bani Hasyim dan
yang lainnya untuk menetap di Syib (celah di antara dua bukit) mereka di Mekkah, dan ia
menempatkan mata-mata untuk mengawasi mereka.Kemudian ia berkata kepada mereka,
Demi Allah, sungguh-sungguh kalian harus membaiatku atau benar-benar aku akan
membakar kalian dengan apiKemudian ia menahan mereka di rumah-rumahnya dan
mengumpulkan kayu bakar untuk mereka, lalu mengelilingi rumah-rumah dengannya hingga
sampai ujung tembok. Sehingga seandainya ada satu kayu bakar menyala niscaya akan
membakar semuanya.
Di saat itulah, sekelompok dari para pengikut Ibn al-Hanafiyyah berdiri kepadanya dan
berkata, Biarkan kami membunuh Ibn az-Zubair dan menenangkan manusia dari
(perbuatan)nya.
Ia berkata, Apakah kita akan menyalakan api fitnah dengan tangan-tangan kita yang
karenanya kita telah menyepi (memisahkan diri)dan kita membunuh seorang sahabat
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam dan anak-anak dari sahabatnya?! Tidak, demi Allah kita
tidak akan melakukan sedikitpun apa yang manjadikan Allah dan Rasul-Nya murka. Berita
tentang apa yang diderita oleh Muhammad ibn al-Hanafiyah dan para pengikutnya dari
kekerasan Abdullah ibn az-Zubair sampai ke telinga Abdul Malik ibn Marwan.
Ia melihat kesempatan emas untuk menjadikan mereka condong kepadanya.
Ia lantas mengirim surat bersama seorang utusannya, yang seandainya ia menulisnya untuk salah
seorang anaknya tentunya dialeknya tidak akan sehalus itu dan redaksinya tidak selembut itu.
Dan di antara isi suratnya adalah, Telah sampai berita kepadaku bahwa Ibn az-Zubair telah
mempersempit gerakmu dan orang-orang yang bersamamuia memutus tali
persaudaraanmudan merendahkan hakmu. Ini negeri Syam terbuka di depanmu, siap
menjemputmu dan orang-orang yang bersamamu dengan penuh kelapangan dan
keluasansinggahlah di sana dimana engkau mau, niscaya engkau akan menemukan
penduduknya mengucapkan selamat kepadamu dan para tetangga yang mencintaimudan
engkau akan mendapatkan kami orang-orang yang memahami hakmumenghormati
keutamaanmudan menyambung tali persaudaraanmu Insya AllahMuhammad ibn alHanafiyah dan orang-orang yang bersamanya berjalan menuju negeri Syamsesampainya di
Ublah, mereka menetap di sana.
Penduduknya menempatkan mereka di tempat yang paling mulia dan menjamu mereka
dengan baik sebaga tetangga. Mereka mencitai Muhammad ibn al-Hanafiyah dan
mengagungkannya, karena apa yang mereka lihat dari kedalaman (ketekunan) ibadahnya dan
kejujuran zuhudnya.
Ia mulai menyuruh mereka kepada yang maruf dan mencegah mereka dari yang munkar.
Ia mendirikan syiar-syiar di antara mereka dan mengadakan ishlah dalam perselisihan mereka.
Ia tidak membiarkan seorang pun dari manusia mendzalimi orang lain. Di saat berita itu sampai
ke telinga Abdul Malik ibn Marwan, hal tersebut memberatkan hatinya. Ia kemudian
bermusyawarah dengan orang-orang terdekatnya. Mereka berkata kepadanya, Kami tidak
berpendapat agar engkau memperbolehkannya tinggal di kerajaanmu. Sedangkan sirahnya
sebagaimana yang engkau ketahuientah ia membaiatmuatau ia kembali ke tempatnya
semula.
Maka, Abdul Malik menulis surat untuknya dan berkata, Sesungguhnya engkau telah
mendatangi negeriku dan engkau singgah di salah satu ujungnya. Dan ini peperangan yang
terjadi antara diriku dan Abdullah ibn az-Zubair. Dan engkau adalah seseorang yang memiliki
tempat dan nama di antara kaum Muslimin. Dan aku melihat agar engkau tidak tinggal di
negeriku kecuali bila engkau membaiatku. Bila engkau membaiatku, aku akan memberimu
seratus kapal yang datang kepadaku dari al-Qalzomkemarin, ambillah beserta apa yang ada
padanya. Bersama itu engkau berhak atas satu juta dirham ditambah dengan jumlah yang
kamu tentukan sendiri untuk dirimu, anak-anakmu, kerabatmu, budak-budakmu dan orangorang yang bersamamu. Bila engkau menolaknya maka pergilah dariku ke tempat yang aku
tidak memiliki kekuasaan atasnya.
32
Muhammad ibn al-Hanafiyah kemudian menulis balasan, Dari Muhammad ibn Ali,
kepada Abdul Malik ibn Marwan. Assalamu alaikaSesungguhnya aku memuji kepada Allah
yang tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Dia, (aku berterima kasih) kepadamu. Amma
baduBarangkali engkau menjadi ketakutan terhadapku. Dan aku mengira engkau adalah
orang yang paham terhadap hakikat sikapku dalam perkara ini. Aku telah singgah di Mekkah,
maka Abdullah ibn az-Zubair menginginkan aku untuk membaiatnya, dan tatkala aku
menolaknya ia pun berbuat jahat terhadap pertentanganku. Kemudian engkau menulis surat
kepadaku, memanggilku untuk tinggal di negeri Syam, lalu aku singgah di sebuah tempat di
ujung tanahmu di karenakan harganya murah dan jauh dari markaz (pusat) pemerintahanmu.
Kemudian engkau menulis kepadaku apa yang telah engkau tuliskan. Dan kami Insya Allah
akan meninggalkanmu.
Muhammad ibn al-Hanafiyyah beserta orang-orangnya dan kelurganya meninggalkan
negeri Syam, dan setiap kali ia singgah di suatu tempat ia pun di usir darinya dan diperintahkan
agar pergi darinya.
Dan seakan-akan kesusahan belum cukup atasnya, hingga Allah berkehendak mengujinya
dengan kesusahan lain yang lebih besar pengaruhnya dan lebih berat tekanannyaYang
demikian itu, bahwa sekelompok dari pengikutnya dari kalangan orang-orang yang hatinya
sakit dan yang lainnya dari kalangan orang-orang lalai. Mereka mulai berkata, Sesungguhnya
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam telah menitipkan di hati Ali dan keluarganya banyak
sekali rahasia-rahasia ilmu, qaidah-qaidah agama dan perbendaharaan syariat. Beliau telah
mengkhususkan Ahlul Bait dengan apa yang orang lain tidak mengetahuinya.
Orang yang alim, beramal dan mahir ini memahami betul apa yang diusung oleh ucapan
ini dari penyimpangan, serta bahaya-bahaya yang mungkin diseretnya atas Islam dan Muslimin.
Ia pun mengumpulkan manusia dan berdiri mengkhutbahi merekaia memuji Allah AWJ dan
menyanjungnya dan bershalawat atas Nabi-Nya Muhammad Shallallahu Alaihi
Wassalamkemudian berkata, Sebagian orang beranggapan bahwa kami segenap Ahlul Bait
mempunyai ilmu yang Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam mengkhususkan kami dengannya,
dan tidak memberitahukan kepada siapapun selain kami. Dan kami demi Allah- tidaklah
mewarisi dari Rasulullah melainkan apa yang ada di antara dua lembaran ini, (dan ia menunjuk
ke arah mushaf). Dan sesungguhnya barangsiapa yang beranggapan bahwa kami mempunyai
sesuatu yang kami baca selain kitab Allah, sungguh ia telah berdusta.
Adalah sebagian pengikutnya mengucapkan salam kepadanya, mereka berkata,
Assalamualaika wahai Mahdi. Ia menjawab, Ya, aku adalah Mahdi (yang mendapat
petunjuk) kepada kebaikandan kalian adalah para Mahdi kepada kebaikan Insya Allahakan
tetapi apabila salah seorang dari kalian mengucapkan salam kepadaku, maka hendaklah
menyalamiku dengan namaku. Hendaklah ia berkata, Assalamualaika ya Muhammad.
Tidak berlangsung lama kebingungan Muhammad ibn al-Hanafiyyah tentang tempat
yang akan ia tinggali beserta orang-orang yang bersamanyaAllah telah berkehendak agar alHajjaj ibn Yusuf ats-Tsaqofi menumpas Abdullah ibn az-Zubairdan agar manusia seluruhnya
membaiat Abdul Malik ibn Marwan.
Maka, tidaklah yang ia lakukan kecuali menulis surat kepada Abdul Malik, ia berkata,
Kepada Abdul Malik ibn Marwan, Amirul Mukminin, dari Muhammad ibn Ali. Amma
baduSesungguhnya setelah aku melihat perkara ini kembali kepadamu, dan manusia
membaiatmu. Maka, aku seperti orang dari mereka. Aku membaiatmu untuk walimu di Hijaz.
Aku mengirimkan baiatku ini secara tertulis. Wassalamualaika.
Ketika Abdul Malik membacakan surat tersebut kepada para sahabatnya, mereka
berkata, Seandainya ia ingin memecah tongkat ketaatan (baca: keluar dari ketaatan) dan
membikin perpecahan dalam perkara ini, niscaya ia mampu melakukannya, dan niscaya engkau
tidak memiliki jalan atasnyaMaka tulislah kepadanya dengan perjanjian dan keamanan serta
perjanjian Allah dan Rasul-Nya agar ia tidak diusir dan diusik, ia dan para sahabatnya.
Abdul Malik kemudian menulis hal tersebut kepadanya. Hanya saja Muhammad ibn alHanafiyyah tidak hidup lama setelah itu. Allah telah memilihnya untuk berada di sisi-Nya dalam
keadaan ridla dan diridlai.
Semoga Allah memberikan cahaya kepada Muhammad ibn al-Hanafiyah di kuburnya,
dan semoga Allah mengindahkan ruhnya di surgaia termasuk orang yang tidak menginginkan
kerusakan di bumi tidak pula ketinggian di antara manusia.
Sumber: - Hilyah al-Auliyaa oleh Abu Nuaim, III: 174, - Tahdziib at-Tahdziib, IX:354, - Shifah
ash-Shafwah oleh Ibnul Jauzi (cet. Halab), II: 77-79, - Ath-Thabaqat al-Kubra oleh Ibnu Sad, V:91,
- Al-Waafi bi al-Wafayaat (terjemah): 1583, - Wafayaat al-Ayaan oleh Ibnu Kholaqan, IV:169, Al-Kamil, III:391 dan IV:250 pada kejadian-kejadian tahun 66 H, - Syadzarat adz-Dzahab, I:89,Tahdziib al-Asma Wa al-Lughaat, I:88-89, - Al-Badu Wa at-Tarikh, V:75-76, - Al-Maarif oleh Ibnu
Qutaibah: 123, - Al-Iqd al-Farid oleh Ibnu Abdi Rabbih, tahqiq al-Urayyan, Juz II,III,V dan VII
H. Muhammad bin al-Hanafiyyah (wafat 181 H)
33
Namanya adalah Muhammad Ibn al-Hanafiah, ia banyak menimba ilmu dari Ali bin Abi
thalib.
pada saat Telah terjadi percekcokan antara Muhammad ibn al-Hanafiyyah dan
saudaranya al-Hasan ibn Ali, maka Ibn al-Hanafiah mengirim surat kepada saudaranya itu,
isinya, Sesungguhnya Allah telah memberikan kelebihan kepadamu atas dirikuIbumu
Fathimah binti Muhammad ibn Abdullah, sedangkan ibuku seorang wanita dari Bani
Haniifah.Kakekmu dari garis ibu adalah utusan Allah dan makhluk pilihannya, sedangkan
kakekku dari garis ibu adalah Jafar ibn Qais. Apabila suratku ini sampai kepadamu, kemarilah
dan berdamailah denganku, sehingga engkau memiliki keutamaan atas diriku dalam segala
hal. Begitu surat itu sampai ke tangan al-Hasania segera ke rumahnya dan berdamai
dengannya. Siapakah Muhammad ibn al-Hanafiyyah, seorang adib (ahli adab/pujangga),
seorang yang pandai dan berakhlak lembut ini? Marilah, kita membuka lembaran hidupnya dari
awal.
Kisah ini bermula sejak akhir kehidupan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. Pada
suatu hari, Ali ibn Abi Thalib duduk bersama Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam, maka ia berkata,
Wahai Rasulullahapa pendapatmu apabila aku dikaruniani seorang anak setelah engkau
meninggal, (bolehkah) aku menamainya dengan namamu dan memberikan kun-yah (sapaan
yang biasanya diungkapkan dengan Abu fulan) dengan kunyah-mu?.Yajawab beliau.
Kemudian hari-hari pun berjalan terus. Dan Nabi yang mulia Shallallahu Alaihi Wassalam
bertemu dengan ar-Rafiiqul al-Alaa (berpulang ke sisi Allah)dan setelah hitungan beberapa
bulan Fathimah yang suci, Ibunda al-Hasan dan al-Husain menyusul beliau (wafat).
Ali lalu menikahi seorang wanita Bani Haniifah. Ia menikahi Khaulah binti Jafar ibn Qais
al-Hanafiyyah, yang kemudian melahirkan seorang anak laki-laki untuknya. Ali menamainya
Muhammaddan memanggilnya dengan kun-yah Abu al-Qaasimatas izin Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wassalam. Hanya saja orang-orang terlanjur memanggilnya Muhammad ibn
al-Hanafiyyah, untuk membedakannya dengan kedua saudaranya al-Hasan dan al-Husain, dua
putra Fathimah az-Zahra. Kemudian iapun dikenal dalam sejarah dengan nama tersebut.
Muhammad ibn al-Hanafiyyah lahir di akhir masa khilafah ash-Shiddiq (Abu Bakar) RA. Ia
tumbuh dan terdidik di bawah perawatan ayahnya, Ali bin Abi Thalib, ia lulus di bawah
didikannya. Ia belajar ibadah dan kezuhudan dari ayahnyamewarisi kekuatan dan
keberaniannyamenerima kefasihan dan balaghoh darinya. Hingga ia menjadi pahlawan
perang di medan pertempuransinga mimbar di perkumpulan manusiaseorang ahli ibadah
malam (Ruhbaanullail) apabila kegelapan telah menutup tirainya ke atas alam dan saat matamata tertidur lelap.
Ayahnya telah mengutusnya ke dalam pertempuran-pertempuran yang ia ikuti. Dan ia
(Ali) telah memikulkan di pudaknya beban-beban pertempuran yang tidak ia pikulkan kepada
kedua saudaranya yang lain; al-Hasan dan al-Husain. Ia pun tidak terkalahkan dan tidak
pernah melemah keteguhannya.
Pada suatu ketika pernah dikatakan kepadanya, Mengapakah ayahmu
menjerumuskanmu ke dalam kebinasaan dan membebankanmu apa yang kamu tidak mampu
memikulnya dalam tempat-tempat yang sempit tanpa kedua saudaramu al-Hasan dan alHusain? Ia menjawab, Yang demikian itu karena kedua saudaraku menempati kedudukan
dua mata ayahkusedangkan aku menempati kedudukan dua tangannyasehingga ia (Ali)
menjaga kedua matanya dengan kedua tangannya.
Dalam perang Shiffinyang berkecamuk antara Ali ibn Abi Thalib dan Muawiyah ibn Abi
Sufyan RA. Adalah Muhammad ibn al-Hanafiyyah membawa panji ayahnya. Dan di saat roda
peperangan berputar menggilas pasukan dari dua kelompok, terjadilah sebuah kisah yang ia
riwayatkan sendiri. Ia menuturkan, Sungguh aku telah melihat kami dalam perang Shiffin,
kami bertemu dengan para sahabat Muawiyah, kami saling membunuh hingga aku menyangka
bahwa tidak akan tersisa seorang pun dari kami dan juga dari mereka. Aku menganggap ini
adalah perbuatan keji dan besar.
Tidaklah berselang lama hingga aku mendengar seseorang yang berteriak di belakangku,
Wahai kaum Muslimin(takutlah kepada) Allah, (takutlah kepada Allah)wahai kaum
Muslimin Siapakah yang akan (melindungi) para wanita dan anak-anak?Siapakah yang
akan menjaga agama dan kehormatan? Siapakah yang akan menjaga serangan Romawi dan
ad-Dailami?* Wahai kaum Muslimintakutlah kepada Allah, takutlah kepada Allah dan
sisakan kaum muslimin, wahai masyarol muslimin.Maka sejak hari itu, aku berjanji kepada
diriku untuk tidak mengangkat pedangku di wajah seorang Muslim. Kemudian Ali mati syahid di
tangan pendosa yang dzalim (di tangan Abdurrahman ibn Miljam) Kekuasaan pun berpindah
kepada Muawiyah ibn Abi Sufyan. Maka, Muhammad ibn al-Hanafiyyah membaiatnya untuk
selalu taat dan patuh dalam keadaan suka maupun benci karena keinginannya hanya untuk
menyatukan suara dan mengumpulkan kekuatan serta untuk menggapai izzah bagi Islam dan
Muslimin.
Muawiyah merasakan ketulusan baiat ini dan kesuciannya. Ia merasa benar-benar
tentram kepada sahabatnya, hal mana menjadikannya mengundang Muhammad ibn al-
34
35
36
maka Abdullah ibn az-Zubair menginginkan aku untuk membaiatnya, dan tatkala aku
menolaknya ia pun berbuat jahat terhadap pertentanganku. Kemudian engkau menulis surat
kepadaku, memanggilku untuk tinggal di negeri Syam, lalu aku singgah di sebuah tempat di
ujung tanahmu di karenakan harganya murah dan jauh dari markaz (pusat) pemerintahanmu.
Kemudian engkau menulis kepadaku apa yang telah engkau tuliskan. Dan kami Insya Allah
akan meninggalkanmu.
Muhammad ibn al-Hanafiyyah beserta orang-orangnya dan kelurganya meninggalkan
negeri Syam, dan setiap kali ia singgah di suatu tempat ia pun di usir darinya dan diperintahkan
agar pergi darinya.
Dan seakan-akan kesusahan belum cukup atasnya, hingga Allah berkehendak mengujinya
dengan kesusahan lain yang lebih besar pengaruhnya dan lebih berat tekanannya Yang
demikian itu, bahwa sekelompok dari pengikutnya dari kalangan orang-orang yang hatinya
sakit dan yang lainnya dari kalangan orang-orang lalai. Mereka mulai berkata, Sesungguhnya
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam telah menitipkan di hati Ali dan keluarganya banyak
sekali rahasia-rahasia ilmu, qaidah-qaidah agama dan perbendaharaan syariat. Beliau telah
mengkhususkan Ahlul Bait dengan apa yang orang lain tidak mengetahuinya.
Orang yang alim, beramal dan mahir ini memahami betul apa yang diusung oleh ucapan
ini dari penyimpangan, serta bahaya-bahaya yang mungkin diseretnya atas Islam dan Muslimin.
Ia pun mengumpulkan manusia dan berdiri mengkhutbahi merekaia memuji Allah AWJ dan
menyanjungnya dan bershalawat atas Nabi-Nya Muhammad Shallallahu Alaihi
Wassalamkemudian berkata, Sebagian orang beranggapan bahwa kami segenap Ahlul Bait
mempunyai ilmu yang Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam mengkhususkan kami dengannya,
dan tidak memberitahukan kepada siapapun selain kami. Dan kami demi Allah- tidaklah
mewarisi dari Rasulullah melainkan apa yang ada di antara dua lembaran ini, (dan ia menunjuk
ke arah mushaf). Dan sesungguhnya barangsiapa yang beranggapan bahwa kami mempunyai
sesuatu yang kami baca selain kitab Allah, sungguh ia telah berdusta.
Adalah sebagian pengikutnya mengucapkan salam kepadanya, mereka berkata,
Assalamualaika wahai Mahdi. Ia menjawab, Ya, aku adalah Mahdi (yang mendapat
petunjuk) kepada kebaikandan kalian adalah para Mahdi kepada kebaikan Insya Allahakan
tetapi apabila salah seorang dari kalian mengucapkan salam kepadaku, maka hendaklah
menyalamiku dengan namaku. Hendaklah ia berkata, Assalamualaika ya Muhammad.
Tidak berlangsung lama kebingungan Muhammad ibn al-Hanafiyyah tentang tempat
yang akan ia tinggali beserta orang-orang yang bersamanyaAllah telah berkehendak agar alHajjaj ibn Yusuf ats-Tsaqofi menumpas Abdullah ibn az-Zubairdan agar manusia seluruhnya
membaiat Abdul Malik ibn Marwan.
Maka, tidaklah yang ia lakukan kecuali menulis surat kepada Abdul Malik, ia berkata,
Kepada Abdul Malik ibn Marwan, Amirul Mukminin, dari Muhammad ibn Ali. Amma
baduSesungguhnya setelah aku melihat perkara ini kembali kepadamu, dan manusia
membaiatmu. Maka, aku seperti orang dari mereka. Aku membaiatmu untuk walimu di Hijaz.
Aku mengirimkan baiatku ini secara tertulis. Wassalamualaika.
Ketika Abdul Malik membacakan surat tersebut kepada para sahabatnya, mereka
berkata, Seandainya ia ingin memecah tongkat ketaatan (baca: keluar dari ketaatan) dan
membikin perpecahan dalam perkara ini, niscaya ia mampu melakukannya, dan niscaya engkau
tidak memiliki jalan atasnyaMaka tulislah kepadanya dengan perjanjian dan keamanan serta
perjanjian Allah dan Rasul-Nya agar ia tidak diusir dan diusik, ia dan para sahabatnya.
Abdul Malik kemudian menulis hal tersebut kepadanya. Hanya saja Muhammad ibn alHanafiyyah tidak hidup lama setelah itu. Allah telah memilihnya untuk berada di sisi-Nya dalam
keadaan ridla dan diridlai.
Semoga Allah memberikan cahaya kepada Muhammad ibn al-Hanafiyah di kuburnya,
dan semoga Allah mengindahkan ruhnya di surgaia termasuk orang yang tidak menginginkan
kerusakan di bumi tidak pula ketinggian di antara manusia.
Sumber: - Hilyah al-Auliyaa oleh Abu Nuaim, III: 174, - Tahdziib at-Tahdziib, IX:354, - Shifah
ash-Shafwah oleh Ibnul Jauzi (cet. Halab), II: 77-79, - Ath-Thabaqat al-Kubra oleh Ibnu Sad, V:91,
- Al-Waafi bi al-Wafayaat (terjemah): 1583, - Wafayaat al-Ayaan oleh Ibnu Kholaqan, IV:169, Al-Kamil, III:391 dan IV:250 pada kejadian-kejadian tahun 66 H, - Syadzarat adz-Dzahab, I:89,Tahdziib al-Asma Wa al-Lughaat, I:88-89, - Al-Badu Wa at-Tarikh, V:75-76, - Al-Maarif oleh Ibnu
Qutaibah: 123, - Al-Iqd al-Farid oleh Ibnu Abdi Rabbih, tahqiq al-Urayyan, Juz II,III,V dan VII
I. Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah bin Masud (wafat 94 H)
Nama sebenarnya adalah Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah bin Masud al-Hudzaly,
seorang ulama tabiin yang terkenal, Ubaidullah menerima ilmunya dari beberapa tabiin yang
terkenal dan juga menerima ilmunya dari beberapa orang sahabat seperti Ibnu Umar,Ibnu
Abbas, Abu Hurairah, Abu Said al-Khudlry, Abu Waqid al-Laitsy, Zaid ibn Khalid, an Numan bin
Basyir, Aisyah, Fatimah binti Qais, dan lainnya.
37
Hadist hadistnya diriwayatkan dari Irak bin Malik, az-Zuhry, Abu Zinad, Shalih bin Kaisan
dan lain lain.
Para ulama sepakat ia orang yang tsiqah, kuat hapalannya hingga Ibnu Abbas
menghormatinya sebagai orang yang tinggi ilmunya dalam bidang hadist dan fiqh.
Az-Zuhry berkata,Saya tidak duduk dengan seorang alim melainkan saya merasakan
bahwa saya mengetahui ilmunya, selain dari Ubaidullah yang setiap saya dating kepadanya,
saya memperoleh ilmu yang baru.
Ibnu Saad berkata.Ubaidullah,adalah seorang yang alim dan tsiqah, ahli dalam bidang
fiqh dan banyak hadistnya. Karena tinggi kedudukannya dan banyak ilmunya maka ia dipilih
menjadi guru untuk Umar bin Abdul Aziz.
Ia wafat pada tahun 94 H.
Disalin dari Biografi Ubaidullah bin Abdullah dalam dalam Tahdzibul Asma an Nawawi,
Tahdzib at Tahdzib Ibn Hajar asqalanii
J. Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah bin Masud (wafat 94 H)
Nama sebenarnya adalah Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah bin Masud al-Hudzaly,
seorang ulama tabiin yang terkenal, Ubaidullah menerima ilmunya dari beberapa tabiin yang
terkenal dan juga menerima ilmunya dari beberapa orang sahabat seperti Ibnu Umar,Ibnu
Abbas, Abu Hurairah, Abu Said al-Khudlry, Abu Waqid al-Laitsy, Zaid ibn Khalid, an Numan bin
Basyir, Aisyah, Fatimah binti Qais, dan lainnya.
Hadist hadistnya diriwayatkan dari Irak bin Malik, az-Zuhry, Abu Zinad, Shalih bin Kaisan
dan lain lain.
Para ulama sepakat ia orang yang tsiqah, kuat hapalannya hingga Ibnu Abbas
menghormatinya sebagai orang yang tinggi ilmunya dalam bidang hadist dan fiqh.
Az-Zuhry berkata,Saya tidak duduk dengan seorang alim melainkan saya merasakan
bahwa saya mengetahui ilmunya, selain dari Ubaidullah yang setiap saya dating kepadanya,
saya memperoleh ilmu yang baru.
Ibnu Saad berkata.Ubaidullah,adalah seorang yang alim dan tsiqah, ahli dalam bidang
fiqh dan banyak hadistnya. Karena tinggi kedudukannya dan banyak ilmunya maka ia dipilih
menjadi guru untuk Umar bin Abdul Aziz.
Ia wafat pada tahun 94 H.
Disalin dari Biografi Ubaidullah bin Abdullah dalam dalam Tahdzibul Asma an Nawawi,
Tahdzib at Tahdzib Ibn Hajar asqalanii
K. Salim bin Abdullah bin Umar (wafat 106 H)
Nama sebenarnya adalah Abu Abdullah Salim bin Abdullah bin Umar bin Khaththab al
Quraisy al Aday al Madany. Ia seorang ulama tabiin dan seorang pemuka ilmu.
Ia menerima hadits dari ayahnya, dari Ayyub al-Anshary, Rafi bin Khadij, Abu Hurairah
dan Aisyah dan juga menerima hadits dari para tabiin.
Haditsnya diriwayatkan oleh Amr bin Dinnar, Nafi, Az-Zuhry, Musa bin Uqbah, Humaidath
thawil, Shalih bin Kaisan dan juga hadits haditsnya diriwayatkan oleh tabiin lainnya.
Para ulama menetapkan bahwa ia Tsiqah dan imam dalam bidang hadist. Ishaq bin
Ruhawaih berkata,Hadits yang palih Shahih sanadnya bersumber dari az-Zuhry dari Salim dari
Ayahnya.
Muhammad Said berkata Salim adalah seorang ulama yang banyak hadits, seorang yang
tinggi ilmunyadan seorang yang wara.
Ia wafat pada tahun 106 H. menurut al-Bhukhary dan Abu Nuaim.
Disalin dari Biografi Salim bin Abdullah dalam dalam Tahdzibul Asma an Nawawi, Tahdzib
at Tahdzib Ibn Hajar asqalanii
L. Al Qosim bin Muhammad (Tabiin)
Al-Qasim yang banyak meriwayatkan hadits dari Aisyah, Ibnu Abbas, Abu Hurairah dan
Aslam -bekas budak Ibnu Umar radhiallahu anhuma-, merupakan seorang tabiin yang tsiqah
(amanah).
Wajar jika kemudian Umar bin Abdul Aziz yang dikenal sebagai khalifah kelima yang
adil, tertarik akan keamanahannya. Ia berkata, Seandainya aku punya sedikit kekuasaan, aku
akan jadikan Al-Qasim sebagai khalifah.Al-Qasim kecil sabar menjalani takdir Allah sebagai
anak yatim dalam tarbiyah istri Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, Aisyah radhiallahu
anha
Al-Qasim, yang menurut Abdullah bin Az-Zubair radhiallahu anhuma adalah cucu Abu
Bakar Ash Shiddiq radhiallahu anhu yang paling mirip dengan kakeknya ini, mengatakan:
Aisyah adalah seorang mufti wanita dari jaman Abu Bakar, Umar, Utsman dan seterusnya
sampai ia meninggal. Aku senantiasa bersimpuh menimba ilmu darinya dan juga duduk belajar
kepada Ibnu Abbas, Abu Hurairah dan Ibnu Umar. Ini adalah ungkapan yang mengisyaratkan
38
antusiasnya terhadap ilmu din (agama) meskipun menanggung beban hidup berat sebagai anak
yatim.
Ayyub, salah seorang ulama hadits, berkata, Aku tidak melihat seorang pun yang lebih
utama darinya. Ia tidak mau mengambil uang yang halal untuknya senilai seratus ribu dinar. Ini
adalah ungkapan seorang alim yang menunjukkan sifat wara dan keutamaan Al-Qasim.
Bahkan kehati-hatiannya dalam berfatwa, ia katakan sendiri, Seseorang hidup dengan
kebodohan setelah mengetahui hak Allah, lebih baik baginya daripada ia mengatakan apa-apa
yang ia tidak mengetahuinya.
Adapun ketinggian ilmunya dinyatakan oleh beberapa ulama, di antaranya:
Anaknya, Abdurrahman bin Al-Qasim, berkata, Ia adalah manusia paling utama di
jamannya.Abdurrahman bin Abiz-Zinad berkata, Aku tidak melihat seorang yang lebih tahu
tentang As Sunnah daripada Al-Qasim bin Muhammad, dan seseorang tidak dianggap lelaki
hingga ia mengetahui As Sunnah, tak seorang pun yang lebih jenius akalnya darinya.Khalid bin
Nazar (menceritakan, red) dari Ibnu Uyainah, katanya: Orang yang paling mengetahui hadits
Aisyah ada tiga: Al-Qasim bin Muhammad, Urwah bin Az-Zubair, dan Amrah binti
Abdirrahman.
Ia pun memiliki banyak hikmah yang ia ucapkan. Al-Imam Malik berkata, Al-Qasim
didatangi seorang penguasa Madinah yang akan menanyakan sesuatu, lalu Al-Qasim berkata,
Berkata dengan ilmu termasuk memuliakan diri sendiri.Al-Qasim juga berkata, Allah
menjadikan (bagi) kejujuran, (dengan) kebaikan yang akan datang sebagai ganti dari-Nya.
Sebelum meninggal, Al-Qasim berwasiat kepada salah seorang anaknya, Ratakanlah
kuburku dan taburilah dengan tanah serta janganlah kamu menyebut-nyebut keadaanku
demikian dan demikian.
Al-Qasim, seorang tokoh tabiin besar yang buta matanya di akhir kehidupannya, wafat
pada masa kekhalifahan Yazid bin Abdil Malik bin Marwan, dalam usia 71 tahun. Tepatnya pada
tahun 107 H, sewaktu menunaikan ibadah umrah bersama Hisyam bin Abdil Malik di perbatasan
antara kota Madinah dan Makkah.Walllahu alam.
Sumber: http://www.asysyariah.com/
M. Al Hasan Al Bashri (30-110 H)
Suatu hari ummahatul muminin, Ummu Salamah, menerima khabar bahwa mantan
maula(pembantu wanita)-nya telah melahirkan seorang putera mungil yang sehat. Bukan
main gembiranya hati Ummu Salamah mendengar berita tersebut. Diutusnya seseorang untuk
mengundang bekas pembantunya itu untuk menghabiskan masa nifas di rumahnya.
Ibu muda yang baru melahirkan tersebut bernama Khairoh, orang yang amat disayangi
oleh Ummu Salamah. Rasa cinta ummahatul muminin kepada bekas maulanya itu, membuat ia
begitu rindu untuk segera melihat puteranya. Ketika Khairoh dan puteranya tiba, Ummu
Salamah memandang bayi yang masih merah itu dengan penuh sukacita dan cinta. Sungguh
bayi mungil itu sangat menawan.
Sudahkah kau beri nama bayi ini, ya Khairoh?tanya Ummu Salamah. Belum ya ibunda.
Kami serahkan kepada ibunda untuk menamainyajawab Khairoh. Mendengar jawaban ini,
ummahatul muminin berseri-seri, seraya berujar Dengan berkah Allah, kita beri nama AlHasan.Maka doapun mengalir pada si kecil, begitu selesai acara pemberian nama.
Al-Hasan bin Yasar atau yang kelak lebih dikenal sebagai Hasan Al-Basri, ulama generasi
salaf terkemuka hidup di bawah asuhan dan didikan salah seorang isteri Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wassalam: Hind binti Suhail yang lebih terkenal sebagai Ummu Salamah. Beliau adalah
seorang puteri Arab yang paling sempurna akhlaqnya dan paling kuat pendiriannya, ia juga
dikenal sebelum Islam sebagai penulis yang produktif. Para ahli sejarah mencatat beliau
sebagai yang paling luas ilmunya di antara para isteri Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam.
Waktu terus berjalan. Seiring dengan semakin akrabnya hubungan antara Al-Hasan
dengan keluarga Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam, semakin terbentang luas kesempatan
baginya untuk beruswah(berteladan) pada keluarga Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam.
Pemuda cilik ini mereguk ilmu dari rumah-rumah ummahatul muminin serta mendapat
kesempatan menimba ilmu bersama sahabat yang berada di masjid Nabawiy.
Ditempa oleh orang-orang sholeh, dalam waktu singkat Al-Hasan mampu meriwayatkan
hadist dari Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abu Musa Al-Asyari, Abdullah bin Umar,
Abdullah bin Abbas, Anas bin Malik dan sahabat-sahabat Rasulullah lainnya.
Al-Hasan sangat mengagumi Ali bin Abi Thalib, karena keluasan ilmunya serta
kezuhudannya. Penguasan ilmu sastra Ali bin Abi Thalib yang demikian tinggi, kata-katanya
yang penuh nasihat dan hikmah, membuat Al-Hasan begitu terpesona.
Pada usia 14 tahun, Al-Hasan pindah bersama orang tuanya ke kota Basrah, Iraq, dan
menetap di sana. Dari sinilah Al-Hasan mulai dikenal dengan sebutan Hasan Al-Basri. Basrah
kala itu terkenal sebagai kota ilmu dalam Daulah Islamiyyah.
Masjid-masjid yang luas dan cantik dipenuhi halaqah-halaqah ilmu. Para sahabat dan
tabiin banyak yang sering singgah ke kota ini.Di Basrah, Hasan Al-Basri lebih banyak tinggal di
39
masjid, mengikuti halaqah-nya Ibnu Abbas. Dari beliau, Hasan Al-Basri banyak belajar ilmu
tafsir, hadist dan qiroat. Sedangkan ilmu fiqih, bahasa dan sastra dipelajarinya dari sahabatsahabat yang lain. Ketekunannya mengejar dan menggali ilmu menjadikan Hasan Al-Basri
sangat alim dalam berbagai ilmu. Ia terkenal sebagai seorang faqih yang terpercaya.
Keluasan dan kedalaman ilmunya membuat Hasan Al-Basri banyak didatangi orang yang
ingin belajar langsung kepadanya. Nasihat Hasan Al-Basri mampu menggugah hati seseorang,
bahkan membuat para pendengarnya mencucurkan air mata. Nama Hasan Al-Basri makin
harum dan terkenal, menyebar ke seluruh negeri dan sampai pula ke telinga penguasa.
Ketika Al-Hajaj ats-Tsaqofi memegang kekuasan gubernur Iraq, ia terkenal akan
kediktatorannya. Perlakuannya terhadap rakyat terkadang sangat melampaui batas. Nyaris
tak ada seorang pun penduduk Basrah yang berani mengajukan kritik atasnya atau
menentangnya. Hasan Al-Basri adalah salah satu di antara sedikit penduduk Basrah yang berani
mengutarakan kritik pada Al-Hajaj. Bahkan di depan Al-Hajaj sendiri, Hasan Al-Basri pernah
mengutarakan kritiknya yang amat pedas.
Saat itu tengah diadakan peresmian istana Al-Hajaj di tepian kota Basrah. Istana itu
dibangun dari hasil keringat rakyat, dan kini rakyat diundang untuk menyaksikan peresmiannya.
Saat itu tampillah Hasan Al-Basri menyuarakan kritiknya terhadap Al-Hajaj: Kita telah melihat
apa-apa yang telah dibangun oleh Al-Hajaj. Kita juga telah mengetahui bahwa Firaun
membangun istana yang lebih indah dan lebih megah dari istana ini. Tetapi Allah
menghancurkan istana itu karena kedurhakaan dan kesombongannya .
Kritik itu berlangsung cukup lama. Beberapa orang mulai cemas dan berbisik kepada
Hasan Al-Basri, Ya Abu Said, cukupkanlah kritikmu, cukuplah!Namun beliau menjawab,
Sungguh Allah telah mengambil janji dari orang-orang yang berilmu, supaya menerangkan
kebenaran kepada manusia dan tidak menyembunyikannya.
Begitu mendengar kritik tajam tersebut, Al-Hajaj menghardik para ajudannya, Celakalah
kalian! Mengapa kalian biarkan budak dari Basrah itu mencaci maki dan bicara seenaknya? Dan
tak seorangpun dari kalian mencegahnya? Tangkap dia, hadapkan kepadaku!.
Semua mata tertuju kepada sang Imam dengan hati bergetar. Hasan Al-Basri berdiri tegak
dan tenang menghadapi Al-Hajaj bersama puluhan polisi dan algojonya.
Sungguh luar biasa ketenangan beliau. Dengan keagungan seorang mumin, izzah seorang
muslim dan ketenangan seorang dai, beliau hadapi sang tiran.
Melihat ketenangan Hasan Al-Basri, seketika kecongkakan Al-Hajaj sirna. Kesombongan
dan kebengisannya hilang. Ia langsung menyambut Hasan Al-Basri dan berkata lembut,
Kemarilah ya Abu Said Al-Hasan mendekatinya dan duduk berdampingan. Semua mata
memandang dengan kagum.
Mulailah Al-Hajaj menanyakan berbagai masalah agama kepada sang Imam, dan
dijawab oleh Hasan Al-Basri dengan bahasa yang lembut dan mempesona. Semua
pertanyaannya dijawab dengan tuntas. Hasan Al-Basri dipersilakan untuk pulang. Usai
pertemuan itu, seorang pengawal Al-Hajaj bertanya, Wahai Abu Said, sungguh aku melihat
anda mengucapkan sesuatu ketika hendak berhadapan dengan Al-Hajaj. Apakah sesungguhnya
kalimat yang anda baca itu?Hasan Al-Basri menjawab, Saat itu kubaca: Ya Wali dan
PelindungKu dalam kesusahan. Jadikanlah hukuman Hajaj sejuk dan keselamatan buatku,
sebagaimana Engkau telah jadikan api sejuk dan menyelamatkan Ibrahim.
Nasihatnya yang terkenal diucapkannya ketika beliau diundang oleh penguasa Iraq, Ibnu
Hubairoh, yang diangkat oleh Yazid bin Abdul Malik. Ibnu Hubairoh adalah seorang yang jujur
dan sholeh, namun hatinya selalu gundah menghadapi perintah-perintah Yazid yang
bertentangan dengan nuraninya. Ia berkata, Allah telah memberi kekuasan kepada Yazid atas
hambanya dan mewajibkan kita untuk mentaatinya. Ia sekarang menugaskan saya untuk
memerintah Iraq dan Parsi, namun kadang-kadang perintahnya bertentangan dengan
kebenaran.
Ya,
Abu
Said
apa
pendapatmu?
Nasihatilah
aku
Berkata Hasan Al-Basri, Wahai Ibnu Hurairoh, takutlah kepada Allah ketika engkau mentaati
Yazid dan jangan takut kepada Yazid ketika engkau mentaati Allah. Ketahuilah, Allah
membelamu dari Yazid, dan Yazid tidak mampu membelamu dari siksa Allah. Wahai Ibnu
Hubairoh, jika engkau mentaati Allah, Allah akan memeliharamu dari siksaan Yazid di dunia,
akan tetapi jika engkau mentaati Yazid, ia tidak akan memeliharamu dari siksa Allah di dunia
dan akhirat. Ketahuilah, tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam masiat kepada Allah,
siapapun orangnya.Berderai air mata Ibnu Hubairoh mendengar nasihat Hasan Al-Basri yang
sangat dalam itu.
Pada malam Jumat, di awal Rajab tahun 110H, Hasan Al-Basri memenuhi panggilan
Robb-nya. Ia wafat dalam usia 80 tahun. Penduduk Basrah bersedih, hampir seluruhnya
mengantarkan jenazah Hasan Al-Basri ke pemakaman. Hari itu di Basrah tidak diselenggarakan
sholat Ashar berjamaah, karena kota itu kosong tak berpenghuni.
N. Muhammad Bin Sirin (Wafat 110 H)
40
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Sirin al-Anshari, ia adalah seorang ahli fiqh
yang zuhud dan tekun beribadah, ayahnya bekas sahaya Anas bin Malik yang membelinya dari
Khalid bin al-Walid yang menawannya di Ain at-Tamr di gurun pasir Irak dekat al-Anbar.
Sebelumnya Anas menjanjikan kebebasan bagi budaknya itu bila Sirin membayar
sejumlah uang. Sirin melunasinya dan bebaslah ia. Ibu Muhammad bin Sirin bernama Shaffiyah
yang pernah menjadi sahaya Abu Bakar.
Muhammad bin Sirin lahir dua tahun menjelang masa pemerintahan Utsman, ia sempat
bertemu dengan 30 orang sahabat, tetapi tidak pernah melihat abu Bakar dan Abu Dzarr alGhifari.
Ia juga tidak mendengar langsung hadits dari Ibnu Abbas atau Abu Darda atau Imran bin
Hushain, atau sayyidah Aisyah. Namun ia meriwayatkan dari beberapa hadist musnad dari Zaid
bin Tsabit, Anas bin Malik, Abu Hurairah, Hudzaifah bin al-Yaman dan beberapa lainnya.
Diantara orang yang meriwayatkan dari Ibnu Sirin adalah Asy-Syabi, al-AuzaI, Ashim alAhwal, Malik bin Dinar dan Khalid al-Hadzdza.
Hisyam bin Hisan berkata tentangnya:Dia Orang Paling Jujur yang pernah aku jumpai,
Abu Awanah menambahkan Aku pernah meliha Ibnu sirin dan tak seorangpun melihatnya
tanpa sedang berzikir kepada Allah Taala. Dan komentarnya Abu Saad adalah Dia dipercaya
memang teguh amanat, tinggi kedudukannya dan banyak ilmunya.
Ia wafat pada tahun 110 H
Disalin dari Biografi Ibnu Sirin dalam Tahdzib at Tahdzib 9/241 karya Ibnu Hajar Asqalani.
O. Muhammad Bin Sirin (Wafat 110 H)
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Sirin al-Anshari, ia adalah seorang ahli fiqh
yang zuhud dan tekun beribadah, ayahnya bekas sahaya Anas bin Malik yang membelinya dari
Khalid bin al-Walid yang menawannya di Ain at-Tamr di gurun pasir Irak dekat al-Anbar.
Sebelumnya Anas menjanjikan kebebasan bagi budaknya itu bila Sirin membayar
sejumlah uang. Sirin melunasinya dan bebaslah ia. Ibu Muhammad bin Sirin bernama Shaffiyah
yang pernah menjadi sahaya Abu Bakar.
Muhammad bin Sirin lahir dua tahun menjelang masa pemerintahan Utsman, ia sempat
bertemu dengan 30 orang sahabat, tetapi tidak pernah melihat abu Bakar dan Abu Dzarr alGhifari.
Ia juga tidak mendengar langsung hadits dari Ibnu Abbas atau Abu Darda atau Imran bin
Hushain, atau sayyidah Aisyah. Namun ia meriwayatkan dari beberapa hadist musnad dari Zaid
bin Tsabit, Anas bin Malik, Abu Hurairah, Hudzaifah bin al-Yaman dan beberapa lainnya.
Diantara orang yang meriwayatkan dari Ibnu Sirin adalah Asy-Syabi, al-AuzaI, Ashim alAhwal, Malik bin Dinar dan Khalid al-Hadzdza.
Hisyam bin Hisan berkata tentangnya:Dia Orang Paling Jujur yang pernah aku jumpai,
Abu Awanah menambahkan Aku pernah meliha Ibnu sirin dan tak seorangpun melihatnya
tanpa sedang berzikir kepada Allah Taala. Dan komentarnya Abu Saad adalah Dia dipercaya
memang teguh amanat, tinggi kedudukannya dan banyak ilmunya.
Ia wafat pada tahun 110 H
Disalin dari Biografi Ibnu Sirin dalam Tahdzib at Tahdzib 9/241 karya Ibnu Hajar Asqalani.
P. Umar bin Abdul Aziz (wafat 101 H)
Nama sebenarnya adalah Abu Hafzah bin Abdul Aziz bin Marwan bin Hakam bin Abil ash
bin Umayyah al-Quraisy, seorang tabiin besar dan salah seorang dari Khalifah yang Rasyidin, Ia
sebagai kepala Negara yang adil dan seorang ulama yang kamil.
Ia dilahirkan di Mesir di negeri Halwan pada waktu ayahnya menjadi Amir disitu pada
tahun 61 H.
Semasa kecil ia telah hapal al-Quraan, kemudian ia dikirim ke Madinah oleh ayahnya
untuk belajar. Ia belajar al-Quran dari Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah bin Ibnu Masud.
Setelah ayahnya meninggal, paman Abdul Malik bin Marwan memintanya dating ke Damaskus,
lalu dikawinkan dengan seorang putrinya yang bernama Fatimah. Kemudian beliau diangkat
menjadi gubernur di Madinah dimasa pemerintahan Khalifah al-Walid. Pada tahun 93 H lalu
beliau kembali ke Syam dan kemudian pada tahun 99 H beliau diangkat menjadi Khalifah.
Umar bin Abdul Aziz menerima hadist dari anas, as Saib bin Yasid, Yusuf bin Abdullah bin
Salam. Khalulah binti Hakim dan dari sahabat lainnya.
Ia juga menerima hadits dari tokoh tokoh Tabiin seperti Ibnul Musayyab, Urwah, Abu
Bakar bin Abdurahman dan yang lainnya. Hadits-hadits beliau di terima oleh para Tabiin
diantaranya adalah Abu Salamah bin Abdurahman, Abu Bakar Muhammad bin Amr bin HAzm,
az-Zuhry, Muhammad bin al-Munkadir, Humaid ar-Thawil dan lain lain.
Seluruh Ulama berpendirian menetapkan bahwa Umar bin Abdul Aziz ini adalah seorang
yang banyak Ilmu, Shalih, Zuhud dan Adil. Ia banyak memberikan perkembangan hadits, baik
secara hapalan maupun secara pendewanan, maka takala ia menjadi Khalifah, ia
memerintahkan kepada ulama ulama daerah supaya menulis hadits hadits yang ada didaerah
41
mereka masing masing, lalu meriwayatkan hadist agar tidak hilang dengan meninggalnya para
ulama tabiin tersebut.
Umar bin Abdul Aziz ini merupakan permulaan Khalifah yang memberikan perhatian
kepada hal hal yang demikian itu. Beliau disamakan dengan az-Zuhry tentang ke Alimannya.
Mujahid berkata,Kami mendatanginya, dan kami tidak meninggalkannya sebelum kami
belajar dari padanya.
Ia wafat pada tahun 101 H
Disalin dari Biografi Umar bin Abdul Aziz dalam Tarikh al-khulafa no.153, Tahdzibul Asma
An Nawawi no.11/17 Tahdzib at Tahdzib Ibn Hajar no VII/475
Q. Nafi bin Hurmuz (wafat 117 H)
Nafi lengkapnya bernama Nafi bin Hurmuz (ada yang mengatakan bin Kawus), seorang
ahli fiqh. Nama julukannya adalah Abu Abdillah al-Madini. Abdullah bin Umar
menemukannya dalam suatu peperangan ia senang akan kegemaran Nafi terhadap ilmu dan
selalu menyiapkan diri dengan baik untuk meriwayatkan hadits.
Ia berkata:Sungguh Allah telah memberi karunia kepada kita dengan Nafi.
Nafi benar benar ikhlas dalam berkhidmat kepada Ibnu Umar majikannya selama 30
tahun. Sebagian ulama berpendapat bahwa Nafi berasal dari Naisabur, sedangkan ulama lain
mengatakan ia dari Kabul. Adapun menurut Yahya bin Main:Nafi adalah seorang Dalam yang
gagap bicara.
Imam Malik bin Anas termasuk murid Nafi bahkan muridnya yang paling tetap, menurut
an-NasaI, mengenai gurunya ini. Imam Malik berkata:Apabila aku mendengan hadits dari Nafi,
dari Ibnu Umar, aku tidak perduli lagi, sekalipun aku tidak mendengarnya dari orang lain. Dari
sini Imam Bukhari menetapkan bahwa sanad paling shahih adalah Malik dari Nafi, dari Ibnu
Umar.
Nafi tidak hanya meriwayatkan hadits dari Ibnu Umar tetapi juga mempunyai riwayatriwayat yang bersumber dari Abu Said al-Khudri, Sayyidah Aisyah dan Sayyidah Hafshah secara
Mursal. Yang meriwayatkan hadits dari dia ialah: Abdullah bin Dinnar, Az-Zuhri, al-AuzaI, Ibnu
Ishaq, Shalin bin Kaisan, dan Ibnu Juraij.
Ibnu Umar sangat menyukainya, ada orang yang berani membayar 30.000 dinar untuk
mendapatkan Nafi kemudian dimerdekakannya.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengirimnya ke Mesir dengan tugas mengajarkan hadits dan
pengetahuan agama kepada penduduk negeri itu.
Ia wafat pada tahun 117 H.
Disalin dari Biografi Nafi dalam Tahdzib al-Asma karya an-Nawawi.
R. Muhammad bin Syihab Az-Zuhri wafat 125 H
Nama sebenarnya adalah Muhammad bin Muslim bin Abdullah, alim dan ahli fiqh.
Al-Laits bin Saad berkata: Aku belum pernah melihat seorang alimpun yang lebih mumpuni
dari pada az-Zuhri, kalau ia berbicara untuk memberi semangat, tidak ada yang lebih baik dari
pada dia, bila dia berbicara tentang sunnah dan al-Quran pembicaraanya lengkap.
Ibnu Syihab az-Zuhri tinggal di Ailah sebuah desa antara Hijaz dan Syam, reputasinya
menyebar sehingga ia menjadi tempat berpaling bagi para ulama Hijaz dan Syam.
Selama delapan tahun Ibnu Syihab az-Zuhri ia tinggal bersama Said bin Al-Musayyab di
sebua desa bernama Syabad di pinggir Syam. Disana pula ia wafat.
Ia membukukan banyak hadits yang dia dengan dan dia himpun. Berkata Shalih bin
Kisan:Aku menuntut ilmu bersama az-Zuhri, dia berkata: mari kita tulis apa yang berasal dari
Nabi Shallallahu alaihi wassalam, pada kesempatan yang lain dia berkata pula: Mari kita tulis
apa yang berasal dari Sahabat, dia menulis dan aku tidak. Akhirnya dia berhasil dan aku
gagal.
Kekuatan hapalan dan kecermatan az-Zuhri dapat disimak oleh Hisyam bin Abdul Malik
pernah ia meminta untuk mendiktekan kepada beberapa orang anaknya, dan az-Zuhri ternyata
mampu mendiktekan 400 hadits. Setelah keluar dari rumah Hisyam dan kepada yang lainpun ia
menceritakan 400 hadits tersebut. Setelah sebulan lebih ia bertemu lagi dengan az-Zuhri, Hisyam
berkata kepadanya Catatanku dulu itu telah hilang , kali ini dengan memanggil Juru tulis azZuhri mendiktekan lagi 400 hadits tersebut. Hisyam mengagumi kemampuan az-Zuhri,.
Kecermatan dan penguasaan hadits oleh az-Zuhri membuat Amr bin Dinar mengakui
keutamaanya dengan berkata:Aku tidak melihat ada orang yang yang pengetahuannya
terhadap hadits melebihi az-Zuhri.
Az-Zuhri memang selalu berusaha keras untuk meriwayatkan hadits, ada yang berkata
bahwa az-Zuhri menghimpun hadits jumlahnya mencapai 1.200 hadits, tetapi yang musnad
hanya separuhnya.
Az-Zuhri meriwayatkan hadits bersumber dari Abdullah bin Umar, Abdullah bin Jafar, Shal
bin Saad, Urwah bin az-Zubair, Atha bin Abi Rabah. Ia juga mempunyai riwayat riwayat yang
mursal dari Ubadah bin as-Shamit, Abu Hurairah, Rafi bin Khudaij, dan beberapa lainnya.
42
Imam bukhari berpendapat bahwa sanad az-Zuhri yang paling shahih adalah az-Zuhri,
dari Salim, dari ayahnya. Sedangkan Abu Bakar bin Abi Syaibah menyatakan bahwa sanadnya
yang paling shahih adalah az-Zuhri, dari Ali bin Husain, dari bapaknya dari kakeknya (Ali bin
Abi Thalib).
Ia wafat di Syabad pada tahun 123 H, ada yang mengatakan ia wafat tahun 125 H.
Disalin dari Biografi az-Zuhri dalam Tahdzib at Tahdzib: Ibn Hajar Asqalani 9/445
S. Ikrimah (Wafat 105 H)
Nama sebenarnya adalah Abu Abdullah Ikrimah Maulana Ibnu Abbas seorang tabiin yang
meriwayatkan hadits hadits ibnu Abbas.
Ikrimah berasal dari Barbari dari penduduk Maghribi, Ibnu Abbas memilikinya sejak ia
menjadi Gubernor Bashrah dalam kekhalifahan Ali bin Abi Thalib.
Ibnu Abbas mengajarkan al Quran dan Sunnah kepada Ikrimah dengan sebaik baiknya,
Ikhrimah sendiri pernah mengatakan, bahwa Ibnu Abbas tetap memberikan pelajaran
kepadanya, Ikrimah terus menerus menerima ilmu dari Ibnu abbas, sehingga ia memperoleh
keahlian dalam berfatwa dan diizinkannya berfatwa.
Ia ahli dibidang hadits dan fatwa juga ahli dalam bidang qiraat dan tafsir, ia masuk
golongan qurra yang termasyur dan mufassir yang terkenal.
Ikrimah tetap dalam perbudakan hingga Ibnu abbas wafat, sehingga ia dimiliki oleh Ali bin
Ibnu abbas (anaknya Ibnu abbas), kemudian Ali menjualnya kepada Khalid bin Yasid bin
Muawiyyah dengan harga 4.000 dinar, lalu Ikrimah bertanya kepada Ali, Mengapa anda
menjual ilmu ayah anda dengan harga 4.000 dinar?. Mendengar itu Ali membatalkan
penjualannya dan memerdekakan Ikrimah.
Ia menerima hadits dari banyak sahabat yaitu Ibnu Abbas, Al Hasan bin Ali, Abu Qotadah,
Ibnu Umar, Abu Hurairah, Abu Said, Muawiyyah dan Ibnu Amr bin Ash.
Sedangkan yang meriwayatkan hadits darinya adalah Abusy Syatsa, asy Syaby, an
Nakhaiy, Abu Ishaq, as Subai-iy, Ibnu sirin, Amr ibn Dinar.
Para ulama sepakat bahwa Ikrimah adalah orang yang Tsiqah dan mereka berhujjah
dengan hadits hadits yang diriwayatkan olehnya. Namun demikian Muslim hanya meriwayatkan
sebuah hadits saja darinya dalam bab haji yang disertakan dengan Said bin Jubair.
Banyak para ulama hadits yang menyusun kitab berhujjah dengan Ikrimah diantaranya
adalah Ibnu Jarir, ath Thabary, Ibn Nashr al Marwazy, Ibn Mandah, Abu Hatim, Ibn Hibban, Abu
Umar bin Abdul Barr dan lain lannya. Dan di antara ulama yang membelanya seperti Al Hafidh
Ibnu Hajar didalam Muthashar Tahdzibu kamal daan didalam Muadimmah Fathul Bari.
Al Bukhary berkata,Tidak ada diantara para ulama hadits yang tidak berhujjah dengan
Ikrimah.
Ibnu Main berkata,Apabila kami melihat orang yang mencela Ikrimah, kamipun
menuduh orang itu tidak benar.
Muhammad bin Nashr al Marwazy berkata,Seluruh ilmu hadits diantaranya Ahmad,
Ishaq, Abu Tsaur, Yahya bin Main, aku telah bertanya kepada Ishaq tentang berhujjah dengan
Ikrimah, maka beliau menjawab, Ikrimah dalam pandangan kami, Imam yang tsiqah.
Ibnu Mahdah berkata,Ikrimah dipandang adil oleh 70 tabiin, ini suatu kedudukan yang
hampir-hampir tidak diperoleh oleh orang lain. Orang yang mencacinya pun meriwayatkan juga
hadits darinya. Dan Haditsnya diterima oleh para ulama. .
Dari pernyataan pernyataan ini, nyatalah bahwa apabila orang orang kepercayaan
meriwayatkan suatu hadits dari Ikrimah, maka tidak ada jalan untuk meragui kebenaran hadits
itu.
Ia wafat pada tahun 105 H dalam usia 80 tahun lebih.
Disalin dari riwayat Ikrimah dalam Tahdzibul AsmaI wal Lughat an Nawawi1 340,
Muqadimmah Fatul Bari karya Ibn Hajar II:148, Tahdzib at Tahdzib karya Ibnu Hajar
asqalani.VII:236.
T. Asy Syaby (wafat 104 H)
Namanya adalah Amir bin Syurahil, ia seorang ulama tabiin yang terkemuka, beliau lahir
pada pemirintahan Khalifah Umar bin Khaththab yaitu pada tahun 17 H, ia seorang imam ilmu,
penghapal hadits, dan ahli dalam bidang fiqh.
Ia meriwayatkan hadits dari Ali bin Abu Thalib, Abu Hurairah, Ibnu abbas, Aisyah, Ibnu
Umar dan lain lainnya. Ia adalah guru besarnya Abu Hanafi.
Ia mengendalikan pengadilan Kufah beberapa lama masanya, fatwa fatwanya telah
berkembang di masa sahabat sendiri, hal ini menunjukan bahwasanya beliau mempunyai ilmu
yang luas dalam bidang hadits dan fiqh.
Para ulama sepakat bahwa asy Syaby adalah seorang imam dan seorang yang tsiqah dan
semua
ulama
memujinya
karena
keluasan
ilmu
dan
keutamaannya.
Ibnu Sirin berkata kepada Abu Bakar al-Huzaly:,Tetaplah engkau bersama asy Syaby, aku
melihat bahwa beliau telah berfatwa di masa sahabat masih banyak jumlahnya.
43
Ibnu Abi Laila berkata:,Asy Syaby adalah seorang ulama hadits sedangkan Ibrahim
Nakhaiy seorang ahli qiyas.
Dan Asy Syaby sendiri pernah berkata, Kami bukan fuqaha, kami hanya meriwayatkan
hadits..
Ia wafat pada tahun 104 H
Disalin dari riwayat Asy Syaby dalam Tahdzibul AsmaI wal Lughat an Nawawi,Tahdzib at
Tahdzib karya Ibnu Hajar asqalani.
U. Ibrahim an Nakhaiy (Wafat 96 H)
Nama sebenarnya adalah Abu Imran Ibrahim bin Yazid bin Qais an Nakhaiy al Kufy,
beliau seorang ulama fiqh di Kufah dan seorang Tabiin yang mulia.
Beliau sering menemui Aisyah, tetapi tidak ada keterangan yang menyatakan bahwa ia
menerima hadits dari Aisyah. Ia menerima hadits dari ulama ulama tabiin diantaranya adalah
Iqamah, al Aswad, Abdurahman, Masruq dan lain lainnya.
Hadits haditsnya diriwayatkan dari segolongan tabiin, diantaranya adalah Abu Ishaq as
Subaiiy, Habib bin Abi Tsabit, Samak bin Harb, al Amasy dan Hammad bin Abu Sulaiman
gurunya Abu Hanifah.
Ibrahim an Nakhaiy walaupun tidak meriwayatkan hadits dari seorang sahabat padahal
ia menemui segolongan dari mereka. Namun ia mempunyai kedudukan yang tinggi dalam
bidang hadits dan dalam bidang ilmu riwayat.
Seluruh ulama sepakat menyatakan bahwa ia adalah seorang yang tsiqah dan seorang
ahli dalam bidang fiqh.
Asy Syaby pernah berkata,Tidak ada seorangpun yang masih hidup yang lebih alim dari
pada Ibrahim, walaupun al Hasan dan Ibnu Sirin.
Az Zuhrah pernah berkata,an Nakhaiy adalah salah seorang ulama terkenal.
Ia wafat pada tahun 96 H
Disalin dari riwayat Ibrahim an Nakhaiy dalam Tahdzibul AsmaI wal Lughat an
Nawawi,Tahdzib at Tahdzib karya Ibnu Hajar asqalani.
V. Alqamah (Wafat 62 H)
Nama sebenarnya adalah Abu Syibl Alqamah bin Qais bin Abdullah an Nakhaiy al Kufi,
paman dari al Aswad dan Abdurahman, dua orang putra Yaziz juga saudara dari Ibrahim an
Nakhaiy.
Ia menerima hadits dari sahabat sahabat besar yaitu Umar bin Khaththab, Utsman bin
Affan, Ali bin Abi Thalib, Salman al Farisy, Khabbab, Hudzaifah, Abu Musa, Aisyah dan sahabat
sahabat lainnya. Hadits haditsnya diriwayatkan oleh Abu Wail, Ibrahim an Nakhaiy, asy Syaby,
Ibnu Sirin, Abdurahman bin Yazid, Abudl Dluha dan lain-lainnya.
Semua ulama mengakui ketinggian ilmunya dan sangat baik sirah hidupnya, Ibrahim an
Nakhaiy berkata,Alqamah menyerupai Ibnu Masud. Sedangkan As Subaiiy berkata,Alqamah
seorang yang tsiqah dan ulama Rabbany.
Imam Ahmad bin Hanbal berkata,Alqamah seorang kepercayaan dari ahli khair.
Sedangkan Abu Saad as Sanany berkata,Alqamah adalah sahabat Ibnu Masud yang terbesar.
Ia wafat pada tahun 62 H
Disalin dari riwayat Alqamah dalam Tahdzibul AsmaI wal Lughat an Nawawi,Tahdzib at
Tahdzib karya Ibnu Hajar asqalani.
PARA TABIUT TABIIN
A. Imam Malik Bin Anas
Nama lengkapnya adalam Malik bin Anas Abi Amir al Ashbahi, dengan julukan Abu
Abdillah.
Ia lahir pada tahun 93 H, Ia menyusun kitab al Muwaththa, dan dalam penyusunannya ia
menghabiskan waktu 40 tahun, selama waktu itu, ia menunjukan kepada 70 ahli fiqh Madinah.
Kitab tersebut menghimpun 100.000 hadits, dan yang meriwayatkan al Muwaththa lebih
dari seribu orang, karena itu naskahnya berbeda beda dan seluruhnya berjumlah 30 naskah,
tetapi yang terkenal hanya 20 buah. Dan yang paling masyur adalah riwayat dari Yahya bin
Yahyah al Laitsi al Andalusi al Mashmudi.
Sejumlah Ulama berpendapat bahwa sumber sumber hadits itu ada tujuh, yaitu Al Kutub
as Sittah ditambah Al Muwaththa. Ada pula ulama yang menetapkan Sunan ad Darimi sebagai
gantiAl Muwaththa. Ketika melukiskan kitab besar ini, Ibn Hazm berkata,Al Muwaththa
adalah kitab tentang fiqh dan hadits, aku belum mnegetahui bandingannya.
Hadits hadits yang terdapat dalam al Muwaththa tidak semuanya Musnad, ada yang
Mursal, mudlal dan munqathi. Sebagian Ulama menghitungnya berjumlah 600 hadits musnad,
44
222 hadits mursal, 613 hadits mauquf, 285 perkataan tabiin, disamping itu ada 61 hadits tanpa
penyandara, hanya dikatakan telah sampai kepadakudan dari orang kepercayaan, tetapi
hadits hadits tersebut bersanad dari jalur jalur lain yang bukan jalur dari Imam Malik sendiri,
karena itu Ibn Abdil Bar an Namiri menentang penyusunan kitab yang berusaha memuttashilkan
hadits hadits mursal, munqathi dan mudhal yang terdapat dalam al Muwaththa Malik.
Imam Malik menerima hadits dari 900 orang (guru), 300 dari golongan Tabiin dan 600
dari tabiin tabiin, ia meriwayatkan hadits bersumber dari Numain al Mujmir, Zaib bin Aslam,
Nafi, Syarik bin Abdullah, az Zuhry, Abi az Ziyad, Said al Maqburi dan Humaid ath Thawil,
muridnya yang paling akhir adalah Hudzafah as Sahmi al Anshari.
Adapun yang meriwayatkan darinya adalah banyak sekali diantaranya ada yang lebih
tua darinya seperti az Zuhry dan Yahya bin Said. Ada yang sebaya seperti al Auzai., Ats Tsauri,
Sufyan bin Uyainah, Al Laits bin Saad, Ibnu Juraij dan Syubah bin Hajjaj. Adapula yang belajar
darinya seperti Asy SafiI, Ibnu Wahb, Ibnu Mahdi, al Qaththan dan Abi Ishaq.
An NasaI berkata,Tidak ada yang saya lihat orang yang pintar, mulia dan jujur,
terpercaya periwayatan haditsnya melebihi Malik, kami tidak tahu dia ada meriwayatkan hadits
dari rawi matruk, kecuali Abdul Karim.
(Ket: Abdul Karim bin Abi al Mukharif al Basri yang menetap di Makkah, karena tidak
senegeri dengan Malik, keadaanya tidak banyak diketahui, Malik hanya sedikit mentahrijkan
haditsnya tentang keutamaan amal atau menambah pada matan).
Sedangkan Ibnu Hayyan berkata,Malik adalah orang yang pertama menyeleksi para
tokoh ahli fiqh di Madinah, dengan fiqh, agama dan keutamaan ibadah.
Ia wafat pada tahun 179 H
Disalin dari Biografi Malik bin Anas ad Dibaj al Madzhab 17:30, Tahdzib at Tahdzib 10/5
karya Ibnu Hajar asqalani.
B. Abu Amru Abdurrahman Al-Auzai (Wafat 157 H)
Nama sebenarnya adalah Abu amr Abdurahman bin amr Asy Syamy ad Dimasqy. Ia
seorang fiqh di Syam di masanya. Dilahirkan pada tahun 88 H.
Penduduk Syam dan Maghribi bermadzhabkan beliau sebelum bermadzhab dengan
Malik.
Beliau seorang Ulama Tabiit Tabiin, menerima hadits dari golongan Tabiin yaitu Atha bin
Abi Rabah, Qatadah, Nafi, az Zuhry, Yahya bin Abi Katsir dan yang laiinya.
Diantara imam imam yang meriwayatkan hadits dari padanya yaitu: Sufyan, Malik,
Syubah, Ibn Mubarak, dan yang lainnya. Para ulama sepakat bahwa al Auzaiy seorang yang
tinggi ilmunya dalam bidang hadits dan fiqh.
Abdurahman ibn Mahdy berkata,tidak ada seorang alim tentang sunnah di Syam
melainkan al Auzaiy.
Huqal berkata,al Auzaiy telah menjawab 1000 masalah dari pertanyaaan-pertanyaan
dan para ulama mengakui ketinggian ilmunya.
Para ulama yang semasa dengan beliau mengatakan bahwa beliau adalah seorang imam
dalam bidang hadits dan fiqh dan seorang yang berani berterus terang dalam mengemukakan
kebenaran kepada para penguasa.
Ia wafat pada tahun 157 di Beirut
Disalin dari riwayat al Auzaiy dalam Tahdzibul asma karya Karya an-Nawawi no 1: 298
45
Abdullah bin Mubarak berkata:Aku telah mencatat dari 1.100 orang guru dan aku tidak
pernah mencatat dari seseorang yag keutamaanya melebihi Sufyan. Namun ada diantara
ulama meriwayatkan dari Ibn Mubarak bahwa Sufyan Ats-Tsauri terkadang meriwayatkan
Hadits Mudallas.
Ibnu Mubarak berkata:Aku pernah menceritakan hadits kepada Sufyan, lalu pada
kesempatan lain aku datang kepadanya ketika ia tengah mentadlis kan hadits tersebut, dan
ketika ia melihatku tampak ia malu dan berkata:Aku meriwayatkan bersumber dari anda.
Jika ini benar, untuk menyepakati antara dua perkataan Ibn al-Mubarak maka pentadlisan
yang dilakukan Sufyan itu termasuk tadlis yang tidak membuatnya tercela. Karena itu ia
berkata kepada Ibn Mubarak: Aku meriwayatkannya bersumber dari anda. Dengan
perkataan tersebut ia menghendaki bahwa sanad hadits yang sampai kepadanya tersebut
dianggap tsiqah.
Ats Tsauri wafat di Basrah pada tahun 161 H
Disalin dari Biografi sufyan Ats-Tsauri dalam Thabaqaat Ibn Saad 6/257, Tahdzib at
Tahdzib: Ibnu Hajar Asqalani 4/111
D. Sufyan bin Uyainah (wafat 198 H)
Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Sufyan bin Uyainah bin Maimun al-Hilali al
Kufi.
Ia sempat bertemu dengan 87 tabiin dan mendengar hadits dari 70 orang diantara
mereka. Yang paling terkenal diantaranya adalah Jafar ash-Shadiq, Humaid ath-Thawl,
Abdullah bin Dinar, Abu az-Zanad dan Shalih bin Kaisan.
Murid muridnya yang meriwayatkan hadits darinya antara lain: Al-Amasi, Misar bin
Kidam, Abdullah bin Mubarak, Asy-SyafiI, Ahmad bin Hambal, Yahya bin Main, dan Ali bin
Madini.
Pada tahun 163 H ia pindah dari Kufah ke Makkah, ia menetap di kota ini mengajar hadits
dan al-Quran kepada orang orang Hijaz sampai dengan wafatnya.
Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata mengenai dirinya:Dia (sufyan bin Uyainah) seorang yang
Tsiqah, Hafidz, dan seorang yang ahli fiqh, Boleh jadi dia melakukan Tadlis tetapi dari orang
orang yang terpercaya.
Ia meriwayatkan hadits sekitar 7.000 hadits, Imam SyafiI memberikan kesaksian atas
keilmuannya: Andaikata tidak ada Malik dan Ibnu Uyainah, niscaya hilang ilmu Hijaz.
Ia wafat pada tahun 198 H di Makkah dalam usia 91 tahun.
Disalin dari Biografi Ibnu Uyainah dalam Tadzikarat al-Huffad karya Adz Dzahabi 1/242,
al-Itidal karya adz Dzahabi 1/379
E. Al-Laits bin Saad (Wafat 175 H)
Nama sebenarnya adalah Al-Laits bin Saad bin Abdurahman al-Fahmi yang mendapat
julukan Abu al-Harits adalah guru besar di negeri Mesir, ia dilahirkan di Qarqasyand pada tahun
94 H, ia orang kaya dan dermawan.
Imam Bukhari dan Mulim banyak meriwayatkan hadist darinya. Imam Ahmad bin Hanbal,
Asy-SyafiI, Sufyan ats Tsauri, Al-Ajli dan kebanyakan ulama menganggapnya tsiqah.
Berkata Imam SyafiI:Al-Laits lebih ahli ketimbang Malik dalam hal fiqh. Imam Malik
sendiri setiap kali menyebutkan dalam kitabnya:Telah diceritakan kepadaku oleh orang ahli
ilmu. Dan yang dimaksudkan adalah al-Laits bin Saad.
Al-Laits sebagaimana dikatakan oleh Imam Nawawi selalu menjauhi tadlis dalam
periwayatannya.
Para Ulama telah menetapkan bahwa sanad paling shahih di Mesir adalah yang
diriwayatkan oleh Al-Laits bin Saad, dari Yazid bin Abi Habib. Dan yang meriwayatkan darinya
antara lain: Abdullah bin al-Mubarak dan Abdullah bin Wahab.
Ia wafat pada tahun 175 H.
Disalin dari Biografi Al-Laits dalam Tarikh al-Baghdad karya Khatib Baghdadi 13/3,
Tadzikarat al-Huffad karya Adz Dzahabi 1/207
F. Syubah bin al Hajjaj (Wafat 160 H)
Nama sebenarnya adalah Abu Bustham Syubah Ibnul Hajjaj al Utakiy al Azdy, ia
berasala dari Wasith kemudian hijrah dan menetap di Bashrah.
Ia seorang ulama dari golongan tabiit tabiin dan seorang yang hafidh dari tokoh hadits.
Ia menerima hadits dari Ibnu Sirin, Amr bin Dinar, asy Syaby dan dari sejumlah tabiin
lainnya.
Diantara yang menerima hadits darinya adalah al AMasy, ayyub as Sakhtayany,
Muhammad Ibnu Ishaq, ats Tsaury, Ibnu Mahdy, Wakie, Ibnul Mubarak, Yahya al Qaththan dan
lain lainnya.
46
Beliau diakui sebagai imam hadits yang sangat kokoh hapalannya. Ahmad bin Hanbal
berkata,Tidak ada di masa Syubah orang yang sepertinya dalam bidang hadits dan tidak ada
yang lebih baik tentang hal hadits daripadaanya.
Asy Syafiiy berkata, Andaikata tidak ada Syubah, orang irak tidak banyak mengetahui
haditssedangkan Sufyan ats Tsaury berkata,Syubah adalah Amirul Mukminin dalam bidang
hadits. Dan Shalih Ibnu Muhammad berkata,Ulama yang mau mengatakan tentang hal rijal
hadits adalah Syubah.
Ia wafat di Bashrah pada tahun 160 H dalam usia 77 tahun.
Disalin dari riwayat Syubah bin al Hajjaj dalam Tahdzibul AsmaI wal Lughat an Nawawi
I:244,Tahdzib at Tahdzib karya Ibnu Hajar asqalani. IV: 358
G. Abu Hanifah (wafat 150 H)
Nama sebenarnya adalah An-Numan bin Tsabit bin Zutha. Ia bekas hamba sahaya
Taimullah bin Tsalabah al-Kufi. Ia berasal dari Persia.
Abu Hanifah seorang Tabiin karena pernah melihat beberapa sahabat seperti Anas bin
Malik, Sahl bin Saad as-Saidi, Abdullah bin Abi Aufa dan Abu Thufail Amir bin Watsilah.
Ia meriwayatkan dari sebagian mereka. Bahkan ada Ulama yang mengatakan bahwa ia
meriwayatkan dari mereka. Abu Hanifah belajar fiqh dan hadist dari Atha, Nafi ibn Hurmuz,
Hammad bin Abi Sulaiman, Amr bin Dinar, dan lainnya. Yang meriwayatkan darinya adalah
para muridnya seperti Abu Yusuf, Zuhfar, Abu Muthi al-Balkhi, Ibnul Mubarak, al-Hasan bin
Ziyad, Dawud at-ThaI dan Waki. Para Ulama memberi kesaksian akan keluasan ilmu fiqh dan
kekuatan Hujjah. Imam SyafiI berkata:Dalam hal ilmu Fiqh, ada pada Abu Hanifah.
Al-Laits bin Saad berkata:Aku pernah menghadap Imam Malik di Madinah, lalu aku
bertanya kepadanya: aku lihat anda mengusap keringat dikening anda.. Malik menjawab:Aku
berkeringat bersama Abu Hanifah, Dia benar benar ahli fiqh. Ibnul Mubarak berkata: Orang
yang paling mengerti fiqh, aku belum pernah melihat orang seperti dia, andaikata Allah tidak
menolongku melalui Abu Hanifah niscaya aku seperti kebanyakan orang. Dia adalah seorang
dermawan
dan
ahli
menyelami
berbagai
masalah.
Muhammad bin Mahmud mengumpulkan 15 hadits Musnadnya. Dalam kitabnya al-Atsar karya
muridnya yang bernama Muhammad bin al-Hasan banyak didapati hadits yang dikutib oleh
Muhammad bersumber darinya. Abu Hanifah seorang yang sangat takwa, untuk membiayai
hidupnya ia bekerja sendiri dan tidak mau menerima pemberian para ulama.
Abu Jafar pernah memaksanya untuk menjadi Qadli tetapi Abu Hanifah menolaknya dan
Ia meninggal di penjara Baghdad pada tahun 150H.
Disalin dari Biografi Abu Hanifah dalam Tarikh Baghdad: al-Khatib Baghdadi13/323
ATBA TABIIT TABIIN: SETELAH PARA TABIUT TABIIN
A. Abdullah Bin Al-Mubarak (118-181 H)
Nama sebenarnya adalah Abu Abdurrahman Abdullah bin al-Mubarak al-Hanzhali alMarwazi lahir pada tahun 118 H/736 M.
Ayahnya seorang Turki dan ibunya seorang Persia. Ia adalah seorang ahli Hadits yang
terkemuka dan seorang zahid termasyhur.
Abdullah bin Mubarak telah belajar di bawah bimbingan beberapa orang guru, baik yang
berada di Merv maupun di tempat-tempat lainnya, dan ia sangat ahli di dalam berbagai cabang
ilmu pengetahuan, antara lain di dalam gramatika dan kesusastraan.
Ia adalah seorang saudagar kaya yang banyak memberi bantuan kepada orang-orang
miskin.
Banyak karya-karyanya mengenai Hadits, salah satu di antaranya dengan tema Zuhud
masih dapat kita jumpai hingga waktu sekarang ini.
Ia wafat pada tahun 181 H di kota Hit yang terletak di tepi sungai Euphrat.
B. Wakie bin al-Jarrah (wafat 197 H)
Nama sebenarnya adalah Abu Sufyan Wakie bin al Jarrah bin Malikh bin Adiy, Ia
dilahirkan pada tahun 127 H, Ia seorang ulama dari tabiit tabiin dan seorang hafidh ahli hadist
yang besar, Imam dari ulama ulama Kufah dalam bidang hadist dan lainnya.
Ia menerima hadits dari al-aMasy Hisyam bin Urwah, Abdullah bin Aun, ats Tsaury, ibnu
Uyainah dan yang lainnya.
Para ulama hadits mengakui ketinggian ilmunya Waki dalam bidang hadits dan kuat
hapalannya.
Ahmad bin Hanbal berkata,Telah diceritakan kepadaku oleh orang yang belum pernah
mata anda melihatnya yang seperlunya, yaitu Wakie ibn al-Jarrah.
47
Ahmad berkata pula,Belum pernah saya melihat seorang ulama tentang hal ilmu,
hapalan sanad adalah Wakie, dia menghapal hadist, mendalami fiqih dan ijtihad, dan dia tidak
pernah mencela seseorang.
Ibnu Main berkata,Belum pernah aku melihat orang yang meriwayatkan hadist semata
mata karena Allah selain daripada Wakie.
Ibnu Amar berkata,Tidak ada di Kufah orang yang lebih alim dari pada Waki dan lebih
hapal, dia dimasanya sama dengan al-Auzaiy. Ia wafat pada tahun 197 H.
Disalin dari Biografi Wakie bin al-Jarrah dalam dalam Tahdzibul Asma an Nawawi 11/123,
Tahdzib at Tahdzib Ibn Hajar asqalanii 11/144
C. Abdurahman bin Mahdy (wafat 198 H)
Nama sebenarnya adalah Abu Said Abdurahman ibn Mahdy bin Hasan bin Abdurahman
al-Ambari al-Bashry, Ia dilahirkan pada tahun 135 H, Seorang imam hadist yang menjadi
peganggan umat di masanya.
Ia menerima hadits dari Khalid bin Dinar, Malik bin Makhul, Malik bin anas, Sufyan ats
Tsaury, Sufyan bin Uyainah dan dari yang lainnya.
Diantara yang menerima hadist darinya adalah Ibnu Wahab, Ahmad bin Hanbal, Ibnu
Main, Ibnu Madiny, Ishaq bin Rahawaih, Abu Ubaid al Qasim, Ibn Salam dan lainnya.
Para ulama mengakui ketinggian ilmu beliau dalam hal hadist, Ahmad bin Hanbal
berkata,Ibn Mahdi diciptakann Allah untuk memahami hadits. Ali bin al-Madany
berkata,Saya belum pernah melihat orang Alim dari pada Ibn Mahdy.
Beliau sendiri pernah berkata,Tidak boleh seseorang dikatakan telah menjadi Imam
dalam bidang hadist sehingga orang tersebut mengetahui mana mana hadist hadist shahih dan
mengetahui makhraj makhraj ilmu.
Ia wafat pada tahun 198 H
Disalin dari Biografi Abdurahman bin Mahdy dalam dalam Tahdzibul Asma an Nawawi
11/304, Tahdzib at Tahdzib Ibn Hajar asqalanii VI/279
D. Yahya bin Said Qaththan (wafat 198 H)
Nama sebenarnya adalah Abu Said Yahya bin Said bin Farukh at Tamimi al-Bashry alQaththan, seorang ulama dari kalangan Tabiit Tabiin ia dilahirkan pada tahun 127 H.
Ia menerima hadits dari Yahya bin Said al-Anshary, Ibnu Juraij, Sa;id bin Arubah, ats
Tsaury, Ibnu Uyainah, Malik, Syubah dan lain lainnya.
Diantara murid murinya adalah Ahmad bin Hambal, Yahya bin Main, Ali bin al-Madainy,
Ishaq bin Rahawaih, Ibnu Mandie, Abu Ubaid al-Qasim bin Salam dan lain lainnya.
Para ulama sepakat mengatakan bahwa ia ulama besar di bidang hadits, kuat
hapalannya, luas ilmunya serta dikenal dengan orang yang shalih, Hal ini diakui kebanyakan
ulama hadits.
Ahmad bin Hambal berkata,Belum pernah aku melihat ulama yang sebanding dengan
Yahya dalam segala kedudukannya.
Ibnu Manjuwaih berkata,Yahya al-Qaththan adalah penghulu ilmu, baik dalam bidang
hadist maupun dalam bidang fiqih, dia yang merintis menulis hadist bagi ulama di Iraq dan ia
tekun membahas tentang perawi perawi hadist yang tsiqah.
Ia wafat pada tahu 198 H
Disalin dari Biografi Yahya al Qaththan dalam dalam Tahdzibul Asma an Nawawi, Tahdzib
at Tahdzib Ibn Hajar asqalanii
E. Imam Asy-Syafii
Di kampung miskin di kota Ghazzah (orang Barat menyebutnya Gaza) di bumi Palestina,
pada th. 150 H (bertepatan dengan th. 694 M) lahirlah seorang bayi lelaki dari pasangan suami
istri yang berbahagia, Idris bin Abbas Asy-Syafi`ie dengan seorang wanita dari suku Azad. Bayi
lelaki keturunan Quraisy ini akhirnya dinamai Muhammad bin Idris Asy-Syafi`ie. Demikian nama
lengkapnya sang bayi itu. Namun kebahagiaan keluarga miskin ini dengan kelahiran bayi
tersebut tidaklah berlangsung lama. Karena beberapa saat setelah kelahiran itu, terjadilah
peristiwa menyedihkan, yaitu ayah sang bayi meninggal dunia dalam usia yang masih muda.
Bayi lelaki yang rupawan itu pun akhirnya hidup sebagai anak yatim.
Sang ibu sangat menyayangi bayinya, sehingga anak yatim Quraisy itu tumbuh sebagai
bayi yang sehat. Maka ketika ia telah berusia dua tahun, dibawalah oleh ibunya ke Makkah
untuk tinggal di tengah keluarga ayahnya di kampung Bani Mutthalib. Karena anak yatim ini,
dari sisi nasab ayahnya, berasal dari keturunan seorang Shahabat Nabi shallallahu `alaihi wa alihi
wasallam yang bernama Syafi bin As-Saib. Dan As-Saib ayahnya Syafi, sempat tertawan dalam
perang Badr sebagai seorang musyrik kemudian As-Saib menebus dirinya dengan uang jaminan
untuk mendapatkan status pembebasan dari tawanan Muslimin. Dan setelah dia dibebaskan,
iapun masuk Islam di tangan Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wasallam.
Maka nasab bayi yatim ini secara lengkap adalah sebagai berikut:
48
Muhammad bin Idris bin Al-Abbas bin Utsman bin Syafi bin As-Saib bin Ubaid bin Abdi
Yazid bin Hasyim bin Al-Mutthalib bin Abdi Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Kaab bin
Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin
Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Maad bin Adnan.
Dari nasab tersebut, Al-Mutthalib bin Abdi Manaf, kakek Muhammad bin Idris Asy-Syafi`ie,
adalah saudara kandung Hasyim bin Abdi Manaf kakek Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa
alihi wasallam.
Kemudian juga saudara kandung Abdul Mutthalib bin Hasyim, kakek Nabi Muhammad
shallallahu `alaihi wa alihi wasallam, bernama Syifa, dinikahi oleh Ubaid bin Abdi Yazid, sehingga
melahirkan anak bernama As-Saib, ayahnya Syafi. Kepada Syafi bin As-Saib radliyallahu
`anhuma inilah bayi yatim tersebut dinisbahkan nasabnya sehingga terkenal dengan nama
Muhammad bin Idris Asy-Syafi`ie Al-Mutthalibi. Dengan demikian nasab yatim ini sangat dekat
dengan Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa alihi wasallam.
Bahkan karena Hasyim bin Abdi Manaf, yang kemudian melahirkan Bani Hasyim, adalah
saudara kandung dengan Mutthalib bin Abdi manaf, yang melahirkan Bani Mutthalib, maka
Rasulullah
shallallahu
`alaihi
wa
alihi
wasallam
bersabda:
Hanyalah kami (yakni Bani Hasyim) dengan mereka (yakni Bani Mutthalib) berasal dari satu
nasab. Sambil beliau menyilang-nyilangkan jari jemari kedua tangan beliau.(HR. Abu Nuaim
Al-Asfahani dalam Hilyah nya juz 9 hal. 65 - 66).
Di lingkungan Bani Al-Mutthalib, dia tumbuh menjadi anak lelaki yang penuh vitalitas. Di
usia kanak-kanaknya, dia sibuk dengan latihan memanah sehingga di kalangan teman
sebayanya, dia amat jitu memanah. Bahkan dari sepuluh anak panah yang dilemparkannya,
sepuluh yang kena sasaran, sehingga dia terkenal sebagai anak muda yang ahli memanah.
Demikian terus kesibukannya dalam panah memanah sehingga ada seorang ahli
kedokteran medis waktu itu yang menasehatinya. Dokter itu menyatakan kepadanya: Bila
engkau terus menerus demikian, maka sangat dikuatirkan akan terkena penyakit luka pada
paru-parumu karena engkau terlalu banyak berdiri di bawah panas terik mata hari.Maka
mulailah anak yatim ini mengurangi kegiatan panah memanah dan mengisi waktu dengan
belajar bahasa Arab dan menekuni bait-bait syair Arab sehingga dalam sekejab, anak muda
dari Quraisy ini menjadi tokoh dalam bahasa Arab dan syairnya dalam usia kanak-kanak. Di
samping itu dia juga menghafal Al-Quran, sehingga pada usia tujuh tahun telah menghafal di
luar kepala Al-Quran keseluruhannya.
Demi ia merasakan manisnya ilmu, maka dengan taufiq Allah dan hidayah-Nya, dia mulai
senang mempelajari fiqih setelah menjadi tokoh dalam bahasa Arab dan syairnya. Remaja yatim
ini belajar fiqih dari para Ulama fiqih yang ada di Makkah, seperti Muslim bin khalid Az-Zanji
yang waktu itu berkedudukan sebagai mufti Makkah.
Kemudian beliau juga belajar dari Dawud bin Abdurrahman Al-Atthar, juga belajar dari
pamannya yang bernama Muhammad bin Ali bin Syafi, dan juga menimba ilmu dari Sufyan bin
Uyainah.
Guru yang lainnya dalam fiqih ialah Abdurrahman bin Abi Bakr Al-Mulaiki, Said bin Salim,
Fudhail bin Al-Ayyadl dan masih banyak lagi yang lainnya. Dia pun semakin menonjol dalam
bidang fiqih hanya dalam beberapa tahun saja duduk di berbagai halaqah ilmu para Ulama
fiqih sebagaimana tersebut di atas.
Ia pun demi kehausan ilmu, akhirnya berangkat dari Makkah menuju Al-Madinah An
Nabawiyah guna belajar di halaqah Imam Malik bin Anas di sana. Di majelis beliau ini, si anak
yatim tersebut menghapal dan memahami dengan cemerlang kitab karya Imam Malik, yaitu AlMuwattha. Kecerdasannya membuat Imam Malik amat mengaguminya. Sementara itu AsSyafi`ie sendiri sangat terkesan dan sangat mengagumi Imam Malik di Al-Madinah dan Imam
Sufyan bin Uyainah di Makkah.
Beliau menyatakan kekagumannya setelah menjadi Imam dengan pernyataannya yang
terkenal berbunyi: Seandainya tidak ada Malik bin Anas dan Sufyan bin Uyainah, niscaya akan
hilanglah ilmu dari Hijaz.Juga beliau menyatakan lebih lanjut kekagumannya kepada Imam
Malik: Bila datang Imam Malik di suatu majelis, maka Malik menjadi bintang di majelis
itu.Beliau juga sangat terkesan dengan kitab Al-Muwattha Imam Malik sehingga beliau
menyatakan: Tidak ada kitab yang lebih bermanfaat setelah Al-Quran, lebih dari kitab AlMuwattha.Beliau juga menyatakan: Aku tidak membaca Al-Muwattha Malik, kecuali mesti
bertambah pemahamanku.
Dari berbagai pernyataan beliau di atas dapatlah diketahui bahwa guru yang paling
beliau kagumi adalah Imam Malik bin Anas, kemudian Imam Sufyan bin Uyainah. Di samping
itu, pemuda ini juga duduk menghafal dan memahami ilmu dari para Ulama yang ada di AlMadinah, seperti Ibrahim bin Saad, Ismail bin Jafar, Atthaf bin Khalid, Abdul Aziz Ad-Darawardi.
Beliau banyak pula menghafal ilmu di majelisnya Ibrahim bin Abi Yahya. Tetapi sayang, guru
beliau yang disebutkan terakhir ini adalah pendusta dalam meriwayatkan hadits, memiliki
pandangan yang sama dengan madzhab Qadariyah yang menolak untuk beriman kepada
taqdir dan berbagai kelemahan fatal lainnya. Sehingga ketika pemuda Quraisy ini telah terkenal
49
dengan gelar sebagai Imam Syafi`ie, khususnya di akhir hayat beliau, beliau tidak mau lagi
menyebut nama Ibrahim bin Abi Yahya ini dalam berbagai periwayatan ilmu.
Ketika Muhammad bin Idris As-Syafii Al-Mutthalibi Al-Qurasyi telah berusia dua puluh
tahun, dia sudah memiliki kedudukan yang tinggi di kalangan Ulama di jamannya dalam
berfatwa dan berbagai ilmu yang berkisar pada Al-Quran dan As-Sunnah. Tetapi beliau tidak
mau berpuas diri dengan ilmu yang dicapainya. Maka beliaupun berangkat menuju negeri
Yaman demi menyerap ilmu dari para Ulamanya.
Disebutkanlah sederet Ulama Yaman yang didatangi oleh beliau ini seperti: Mutharrif bin
Mazin, Hisyam bin Yusuf Al-Qadli dan banyak lagi yang lainnya. Dari Yaman, beliau melanjutkan
tour ilmiahnya ke kota Baghdad di Iraq dan di kota ini beliau banyak mengambil ilmu dari
Muhammad bin Al-Hasan, seorang ahli fiqih di negeri Iraq. Juga beliau mengambil ilmu dari
Ismail bin Ulaiyyah dan Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi dan masih banyak lagi yang lainnya.
Sejak di kota Baghdad, Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi`ie mulai dikerumuni para
muridnya dan mulai menulis berbagai keterangan agama. Juga beliau mulai membantah
beberapa keterangan para Imam ahli fiqih, dalam rangka mengikuti sunnah Nabi Muhammad
shallallahu `alaihi wa alihi wasallam. Kitab fiqih dan Ushul Fiqih pun mulai ditulisnya. Popularitas
beliau di dunia Islam yang semakin luas menyebabkan banyak orang semakin kagum dengan
ilmunya sehingga orang pun berbondong-bondong mendatangi majelis ilmu beliau untuk
menimba ilmu. Tersebutlah tokoh-tokoh ilmu agama ini yang mendatangi majelis beliau untuk
menimba ilmu padanya seperti Abu Bakr Abdullah bin Az-Zubair Al-Humaidi (beliau ini adalah
salah seorang guru Al-Imam Al-Bukhari), Abu Ubaid Al-Qasim bin Sallam, Ahmad bin Hanbal
(yang kemudian terkenal dengan nama Imam Hanbali), Sulaiman bin Dawud Al-Hasyimi, Abu
Yaqub Yusuf Al-Buaithi, Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid Al-Kalbi, Harmalah bin Yahya, Musa bin
Abil Jarud Al-Makki, Abdul Aziz bin Yahya Al-Kinani Al-Makki (pengarang kitab Al-Haidah),
Husain bin Ali Al-Karabisi (beliau ini sempat di tahdzir oleh Imam Ahmad karena berpendapat
bahwa lafadh orang yang membaca Al-Quran adalah makhluq), Ibrahim bin Al-Mundzir AlHizami, Al-Hasan bin Muhammad Az-Zafarani, Ahmad bin Muhammad Al-Azraqi, dan masih
banyak lagi tokoh-tokoh ilmu yang lainnya. Dari murid-murid beliau di Baghdad, yang paling
terkenal sangat mengagumi beliau adalah Imam Ahmad bin Hanbal atau terkenal dengan gelar
Imam Hanbali.
Diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Mizzi dengan sanadnya bersambung kepada Imam
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal (putra Imam Hanbali). Beliau menceritakan: Aku pernah
bertanya kepada ayahku: <Wahai ayah, siapa sesungguhnya As-Syafi`ie itu, karena aku terusmenerus mendengar ayah mendoakannya?> Maka ayahku menjawab: <Wahai anakku,
sesungguhnya As-Syafi`ie itu adalah bagaikan matahari untuk dunia ini, dan ia juga sebagai
kesejahteraan bagi sekalian manusia. Maka silakan engkau cari, adakah orang yang seperti
beliau dalam dua fungsi ini (yakni fungsi sebagai matahari dan kesejahteraan) dan adakah
pengganti fungsi beliau tersebut?>.
Diriwayatkan pula bahwa Sulaiman bin Al-Asyats menyatakan: Aku melihat bahwa
Ahmad bin Hanbal tidaklah condong kepada seorangpun seperti condongnya kepada AsSyafi`ie.Al-Maimuni meriwayatkan bahwa Imam Hanbali menyatakan: Aku tidak pernah
meninggalkan doa kepada Allah di sepertiga terakhir malam untuk enam orang. Salah satunya
ialah untuk As-Syafi`ie.
Diriwayatkan pula oleh Imam Shalih bin Ahmad bin Hanbal (putra Imam Hanbali):
Pernah ayahku berjalan di samping keledai yang ditumpangi Imam Syafi`ie untuk bertanyatanya ilmu kepadanya. Maka melihat demikian, Yahya bin Maien sahabat ayahku mengirim
orang untuk menegur beliau. Yahya menyatakan kepadanya: <Wahai Aba Abdillah (kuniah bagi
Imam Hanbali), mengapa engkau ridla untuk berjalan dengan keledainya As-Syafi`ie?>. Maka
ayah pun menyatakan kepada Yahya: <Wahai Aba Zakaria (kuniah bagi Yahya bin Maien),
seandainya engkau berjalan di sisi lain dari keledai itu, niscaya akan lebih bermanfaat bagimu>.
Di samping Imam Hanbali yang sangat mengaguminya, juga diriwayatkan oleh Al-Khatib
Al-Baghdadi dalam Tarikh nya dengan sanadnya dari Abu Tsaur. Dia menceritakan:
Abdurrahman bin Mahdi pernah menulis surat kepada As-Syafi`ie, dan waktu itu As-Syafi`ie
masih muda belia. Dalam surat itu Abdurrahman meminta kepadanya untuk menuliskan
untuknya sebuah kitab yang terdapat padanya makna-makna Al Quran, dan juga
mengumpulkan berbagai macam tingkatan hadits, keterangan tentang kedudukan ijma
(kesepakatan Ulama) sebagai hujjah / dalil, keterangan hukum yang nasikh (yakni hukum yang
menghapus hukum lainnya) dan hukum yang mansukh (yakni hukum yang telah dihapus oleh
hukum yang lainnya), baik yang ada di dalam Al-Quran maupun As-Sunnah. Maka As-Syafi`ie
muda menuliskan untuknya kitab Ar-Risalah dan kemudian dikirimkan kepada Abdurrahman
bin Mahdi.
Begitu membaca kitab Ar-Risalah ini, Abdurrahman menjadi sangat kagum dan sangat
senang kepada As-Syafi`ie sehingga beliau menyatakan: Setiap aku shalat, aku selalu
mendoakan As-Syafi`ie.Kitab Ar-Risalah karya Imam Syafi`ie akhirnya menjadi kitab rujukan
utama bagi para Ulama dalam ilmu Ushul Fiqih sampai hari ini. Pujian para Ulama dan
50
kekaguman mereka bukan saja datang dari orang-orang yang seangkatan dengan beliau dalam
ilmu, akan tetapi datang pula pujian itu dari para Ulama yang menjadi guru beliau.
Antara lain ialah Sufyan bin Uyainah, salah seorang guru beliau yang sangat dikaguminya.
Sebaliknya Sufyan pun sangat mengagumi Imam As-Syafi`ie, sampai diceritakan oleh Suwaid bin
Saied sebagai berikut: Aku pernah duduk di majelis ilmunya Sufyan bin Uyainah.
As-Syafi`ie datang ke majelis itu, masuk sembari mengucapkan salam dan langsung duduk
untuk mendengarkan Sufyan yang sedang menyampaikan ilmu. Waktu itu Sufyan sedang
membaca sebuah hadits yang sangat menyentuh hati. Betapa lembutnya hati beliau saat
mendengar hadits itu menyebabkan As-Syafi`ie mendadak pingsan.
Orang-orang di majelis itu menyangka bahwa As-Syafi`ie meninggal dunia sehingga
peristiwa ini dilaporkan kepada Sufyan: <Wahai Aba Muhammad (kuniah bagi Sufyan bin
Uyainah), Muhammad bin Idris telah meninggal dunia>. Maka Sufyan pun menyatakan: <Bila
memang dia meninggal dunia, maka sungguh telah meninggal orang yang terbaik bagi ummat
ini di jamannya>.
Demikian pujian para Ulama yang sebagiannya kami nukilkan dalam tulisan ini untuk
menggambarkan kepada para pembaca sekalian betapa beliau sangat tinggi kedudukannya di
kalangan para Ulama yang sejaman dengannya. Apalagi tentunya para ulama yang
sesudahnya.
Imam As-Syafi`ie tinggal di Baghdad hanya dua tahun. Setelah itu beliau pindah ke Mesir
dan tinggal di sana sampai beliau wafat pada th. 204 H dan usia beliau ketika wafat 54 th.
Beliau telah meninggalkan warisan yang tak ternilai, yaitu ilmu yang beliau tulis di kitab ArRisalah dalam ilmu Ushul Fiqih. Di samping itu beliau juga menulis kitab Musnad As-Syafi`ie,
berupa kumpulan hadits Nabi shallallahu `alaihi wa alihi wasallam yang diriwayatkan oleh
beliau; dan kitab Al-Um berupa kumpulan keterangan beliau dalam masalah fiqih.
Sebagaimana Al-Um, kumpulan riwayat keterangan Imam As Syafi`ie dalam fiqih juga disusun
oleh Al-Imam Al-Baihaqi dan diberi nama Marifatul Aatsar was Sunan. Al-Imam Abu Nuaim AlAsfahani membawakan beberapa riwayat nasehat dan pernyataan Imam As-Syafi`ie dalam
berbagai masalah yang menunjukkan pendirian Imam As-Syafi`ie dalam memahami agama ini.
Beberapa riwayat Abu Nuaim tersebut kami nukilkan sebagai berikut:
Imam As-Syafi`ie menyatakan: Bila aku melihat Ahli Hadits, seakan aku melihat seorang
dari Shahabat Nabi shallallahu `alaihi wa alihi wasallam.(HR. Abu Nuaim Al-Asfahani dalam
Al-Hilyah nya juz 9 hal. 109) Ini menunjukkan betapa tinggi penghargaan beliau kepada para
Ahli Hadits.
Imam As-Syafi`ie menyatakan: Sungguh seandainya seseorang itu ditimpa dengan
berbagai amalan yang dilarang oleh Allah selain dosa syirik, lebih baik baginya daripada dia
mempelajari ilmu kalam.(HR. Abu Nuaim Al-Asfahani dalam Al-Hilyah nya juz 9 hal. 111) Beliau
menyatakan juga: Seandainya manusia itu mengerti bahaya yang ada dalam Ilmu Kalam dan
hawa nafsu, niscaya dia akan lari daripadanya seperti dia lari dari macan.
Ini menunjukkan betapa anti patinya beliau terhadap Ilmu Kalam, suatu ilmu yang
membahas perkara Tauhid dengan metode pembahasan ilmu filsafat.
Diriwayatkan oleh Ar-Rabi bin Sulaiman bahwa dia menyatakan: Aku mendengar AsSyafi`ie
berkata:
Barangsiapa mengatakan bahwa Al-Quran itu makhluk, maka sungguh dia telah kafir.((HR.
Abu Nuaim Al-Asfahani dalam Al-Hilyah nya juz 9 hal. 113)
Diriwayatkan pula oleh Abu Nuaim Al-Asfahani bahwa Al-Imam As-Syafi`ie telah
mengkafirkan seorang tokoh ahli Ilmu Kalam yang terkenal dengan nama Hafs Al-Fardi, karena
dia menyatakan di hadapan beliau bahwa Al-Quran itu adalah makhluk. Demikian tegas Imam
As-Syafi`ie dalam menilai mereka yang mengatakan bahwa Al-Quran itu makhluk. Dan
memang para Ulama Ahlis Sunnah wal Jamaah telah sepakat untuk mengkafirkan siapa yang
meyakini bahwa Al-Quran itu makhluk.
Al-Imam Adz-Dzahabi meriwayatkan pula dengan sanadnya dari Al-Buwaithie yang
menyatakan: Aku bertanya kepada As-Syafi`ie: <Bolehkah aku shalat di belakang imam yang
Rafidli?> Maka beliau pun menjawabnya: <Jangan engkau shalat di belakang imam yang Rafidli,
ataupun Qadari ataupun Murjiie>. Akupun bertanya lagi kepada beliau: <Terangkan kepadaku
tentang siapakah masing-masing dari mereka itu?> Maka beliau pun menjawab: <Barang siapa
yang mengatakan bahwa iman itu hanya perkataan lisan dan hati belaka, maka dia itu adalah
murjiie; barangsiapa yang mengatakan bahwa Abu Bakar dan Umar itu bukan Imamnya
Muslimin, maka dia itu adalah rafidli. Barangsiapa yang mengatakan bahwa kehendak berbuat
itu sepenuhnya dari dirinya (yakni tidak meyakini bahwa kehendak berbuat itu diciptakan oleh
Allah), maka dia itu adalah qadari>.
Demikian Imam As-Syafi`i mengajarkan sikap terhadap Ahlil Bidah seperti yang
disebutkan contohnya dalam pernyataan beliau, yaitu orang-orang yang mengikuti aliran
Rafidlah yang di Indonesia sering dinamakan Syiah. Aliran Syiah terkenal dengan sikap
kebencian mereka kepada para Shahabat Nabi shallallahu `alaihi wa alihi wasallam, khususnya
Abu Bakar dan Umar. Di samping Rafidlah, masih ada aliran bidah lainnya seperti Qadariyah
51
yaitu aliran pemahaman yang menolak beriman kepada rukun iman yang keenam (yaitu
keimanan kepada adanya taqdir Allah Ta`ala). Juga aliran Murjiah yang menyatakan bahwa
iman itu hanya keyakinan yang ada di hati dan amalan itu tidak termasuk dari iman. Murjiah
juga menyatakan bahwa iman itu tidak bertambah dengan perbuatan ketaatan kepada Allah
dan tidak pula berkurang dengan kemaksiatan kepada Allah. Semua ini adalah pemikiran sesat,
yang menjadi alasan bagi Imam As-Syafi`ie untuk melarang orang shalat di belakang imam yang
berpandangan dengan salah satu dari pemikiran-pemikiran sesat ini.
Imam As-Syafi`ie juga amat keras menganjurkan ummat Islam untuk jangan ber taqlid
(yakni mengikut dengan membabi buta) kepada seseorang pun sehingga meninggalkan AlQuran dan As-Sunnah ketika pendapat orang yang diikutinya itu menyelisihi pendapat
keduanya.
Hal ini dinyatakan oleh beliau dalam beberapa pesan sebagai berikut:
Al-Hafidh Abu Nu`aim Al-Asfahani meriwayatkan dalam Hilyah nya dengan sanad yang shahih
riwayat Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, katanya: Ayahku telah menceritakan kepadaku
bahwa Muhammad bin Idris Asy-Syafi`ie berkata: <Wahai Aba Abdillah (yakni Ahmad bin
Hanbal), engkau lebih mengetahui hadits-hadits shahih dari kami. Maka bila ada hadits yang
shahih, beritahukanlah kepadaku sehingga aku akan bermadzhab dengannya. Sama saja
bagiku, apakah perawinya itu orang Kufah, ataukah orang Basrah, ataukah orang Syam>.
Demikianlah para Ulama bersikap tawadlu sebagai kepribadian utama mereka. Sehingga
tidak menjadi masalah bagi mereka bila guru mengambil manfaat dari muridnya dan muridnya
yang diambil manfaat oleh gurunya tidak pula kemudian menjadi congkak dengannya. Tetap
saja sang murid mengakui dan mengambil manfaat dari gurunya, meskipun sang guru mengakui
di depan umum tentang ketinggian ilmu si murid. Guru-guru utama Imam Asy Syafi`ie, Imam
Malik dan Imam Sufyan bin Uyainah, dengan terang-terangan mengakui keutamaan ilmu AsSyafi`ie. Bahkan Imam Sufyan bin Uyainah banyak bertanya kepada Imam Asy-Syafi`ie saat
Imam Syafiie ada di majelisnya. Padahal Imam Asy-Syafi`ie duduk di majelis itu sebagai salah
satu murid beliau, dan bersama para hadirin yang lainnya, mereka selalu mengerumuni Imam
Sufyan untuk menimba ilmu daripadanya. Tetapi meskipun demikian, Imam Syafi`ie tidak
terpengaruh oleh sanjungan gurunya. Beliau tetap mendatangi majelis gurunya dan
memuliakannya. Di samping itu, hal yang amat penting pula dari pernyataan Imam Asy-Syafi`ie
kepada Imam Ahmad bin Hanbal tersebut di atas, menunjukkan kepada kita betapa kuatnya
semangat beliau dalam merujuk kepada hadits shahih untuk menjadi pegangan dalam
bermadzhab, dari manapun hadits shahih itu berasal.
Imam Asy-Syafi`ie menyatakan pula: Semua hadits yang dari Nabi shallallahu `alaihi wa
alihi wasallam maka itu adalah sebagai omonganku. Walaupun kalian tidak mendengarnya
dariku. Demikian beliau memberikan patokan kepada para murid beliau, bahwa hadits shahih
itu adalah dalil yang sah bagi segala pendapat dalam agama ini. Maka pendapat dari siapapun
bila menyelisihi hadits yang shahih, tentu tidak akan bisa menggugurkan hadits shahih itu.
Bahkan sebaliknya, pendapat yang demikianlah yang harus digugurkan dengan adanya hadits
shahih yang menyelisihinya.
P e n u t u p:
Masih banyak mutiara hikmah yang ingin kami tuangkan dalam tulisan ini dari peri hidup
Imam Asy-Syafi`ie. Namun dalam kesempatan ini, rasanya tidak cukup halaman yang tersedia
untuk memuat segala kemilau mutiara hikmah peri hidup beliau itu. Bahkan telah ditulis oleh
para Imam-Imam Ahlus Sunnah wal Jamaah kitab-kitab tebal yang berisi untaian mutiara
hikmah peri hidup Imam besar ini. Seperti Al-Imam Al-Baihaqi menulis kitab Manaqibus Syafi`ie,
juga Ar-Razi menulis kitab dengan judul yang sama. Kemudian Ibnu Abi Hatim menulis kitab
berjudul Aadaabus Syaafiie. Dan masih banyak lagi yang lainnya. Itu semua menunjukkan
kepada kita, betapa agungnya Imam besar ini di mata para Imam Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Semoga Allah Ta`ala menggabungkan kita di barisan mereka di hari kiamat nanti. Amin ya
Mujibas sailin.
Sumber: http://alghuroba.org/
Daftar Pustaka:
1. Tarikh Baghdad, Al-Khatib Al-Baghdadi, jilid 2 hal. 58 59, Darul Fikr Beirut Libanon,
tanpa tahun.
2. Hilyatul Awliya Wathabaqatul Asfiya, Abu Nuaim Al-Ashfahani, jilid 9 hal 65 66. Juga hal.
67, Darul Fikr, Beirut Libanon, et. 1416 H / 1996 M. Lihat pula Tahdzibul Kamal jilid 24 hal.
358 360. Al-Hafidh Al-Mutqin Jamaluddin Abul Hajjaj Yusuf Al-Mizzi, diterbitkan oleh
Muassatur Risalah, cet. Pertama th. 1413 H / 1992 M.
3. Tarikh Baghdad, Al-Khatib Al-Baghdadi, jilid 2 hal. 60.
4. Ibid, hal. 63.
5. Hilyatul Awliya, Al-Hafidh Abu Nuaim Ahmad bin Abdullah Al-Asfahani, jilid 9 hal 70, Darul
Fikr Beirut Libanon, cet. Th. 1416 H / 1996 M.
6. Siar Alamin Nubala, Al-Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman AdzDzahabi, jilid 10 hal. 6 7, Muassasatur Risalah, cetakan ke 11 th. 1417 H / 1996 M.
52
7. Tahdzibul Kamal fi Asmair Rijal, Al-Hafidh Al-Mutqin Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf Al-Mizzi,
jilid 24 hal. 271.
8. Siar Alamin Nubala, Adz-Dzahabi, jilid 10 hal. 18. Juga Abu Nuaim Al-Asfahani
meriwayatkannya dalam Hilyatul Auliya juz 9 hal. 95.
9. Hilyatul Auliya, Abu Nuaim Al-Asfahani, jilid 9 hal 109 113.
10. Siar Alamin Nubala, Adz-Dzahabi, jilid 10 hal. 31.
11. Hilyatul Auliya, Al-Hafidh Abu Nuaim Al-Asfahani, jilid 9 hal. 170.
12. Demikian diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Manaqib nya dan Ibnu Asakir dalam Tarikh
nya dan dinukil oleh Adz-Dzahabi dalam Siar Alamin Nubala jilid 10 hal. 17.
13. Diriwayatkan dalam Aadaabus Syafi`ie dan Al-Bidayah. Adz-Dzahabi menukilkan riwayat
ini dalam Siar Alamin Nubala jilid 10 hal. 35.
MURID-MURID ATBA TABIIT TABIIN
A. Imam Ahmad Bin Hambal
1. Nama dan Nasab:
Kunyah beliau Abu Abdillah, namanya Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal
bin Asad Al Marwazi Al Baghdadi. Ayah beliau seorang komandan pasukan di Khurasan di
bawah kendali Dinasti Abbasiyah. Kakeknya mantan Gubernur Sarkhas di masa Dinasti Bani
Umayyah, dan di masa Dinasti Abbasiyah menjadi dai yang kritis.
2. Kelahiran Beliau:
Beliau dilahirkan di kota Baghdad pada bulan Rabiul Awwal tahun 164 Hijriyah.
Beliau tumbuh besar di bawah asuhan kasih sayang ibunya, karena bapaknya meninggal
dunia saat beliau masih berumur belia, tiga tahun. Meski beliau anak yatim, namun ibunya
dengan sabar dan ulet memperhatian pendidikannya hingga beliau menjadi anak yang
sangat cinta kepada ilmu dan ulama karena itulah beliau kerap menghadiri majlis ilmu di
kota kelahirannya.
3. Awal mula Menuntut Ilmu
Ilmu yang pertama kali dikuasai adalah Al Quran hingga beliau hafal pada usia 15
tahun, beliau juga mahir baca-tulis dengan sempurna hingga dikenal sebagai orang yang
terindah tulisannya. Lalu beliau mulai konsentrasi belajar ilmu hadits di awal umur 15 tahun
itu pula.
4. Keadaan fisik beliau:
Muhammad bin Abbas An-Nahwi bercerita, Saya pernah melihat Imam Ahmad bin
Hambal, ternyata Badan beliau tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu pendek, wajahnya
tampan, di jenggotnya masih ada yang hitam. Beliau senang berpakaian tebal, berwarna
putih dan bersorban serta memakai kain. Yang lain mengatakan, Kulitnya berwarna coklat
(sawo matang)
5. Keluarga beliau:
Beliau menikah pada umur 40 tahun dan mendapatkan keberkahan yang melimpah.
Beliau melahirkan dari istri-istrinya anak-anak yang shalih, yang mewarisi ilmunya, seperti
Abdullah dan Shalih. Bahkan keduanya sangat banyak meriwayatkan ilmu dari bapaknya.
6. Kecerdasan beliau:
Putranya yang bernama Shalih mengatakan, Ayahku pernah bercerita, Husyaim
meninggal dunia saat saya berusia dua puluh tahun, kala itu saya telah hafal apa yang
kudengar darinya. Abdullah, putranya yang lain mengatakan, Ayahku pernah menyuruhku,
Ambillah kitab mushannaf Waki mana saja yang kamu kehendaki, lalu tanyakanlah yang
kamu mau tentang matan nanti kuberitahu sanadnya, atau sebaliknya, kamu tanya tentang
sanadnya nanti kuberitahu matannya.
Abu Zurah pernah ditanya, Wahai Abu Zurah, siapakah yang lebih kuat hafalannya?
Anda atau Imam Ahmad bin Hambal?Beliau menjawab, Ahmad. Beliau masih ditanya,
Bagaimana Anda tahu?beliau menjawab, Saya mendapati di bagian depan kitabnya
tidak tercantum nama-nama perawi, karena beliau hafal nama-nama perawi tersebut,
sedangkan saya tidak mampu melakukannya. Abu Zurah mengatakan, Imam Ahmad bin
Hambal hafal satu juta hadits.
7. Pujian Ulama terhadap beliau:
Abu Jafar mengatakan, Ahmad bin Hambal manusia yang sangat pemalu, sangat
mulia dan sangat baik pergaulannya serta adabnya, banyak berfikir, tidak terdengar darinya
kecuali mudzakarah hadits dan menyebut orang-orang shalih dengan penuh hormat dan
53
tenang serta dengan ungkapan yang indah. Bila berjumpa dengan manusia, maka ia sangat
ceria dan menghadapkan wajahnya kepadanya. Beliau sangat rendah hati terhadap gurugurunya serta menghormatinya.
Imam Asy-Syafii berkata, Ahmad bin Hambal imam dalam delapan hal, Imam dalam
hadits, Imam dalam Fiqih, Imam dalam bahasa, Imam dalam Al Quran, Imam dalam
kefaqiran, Imam dalam kezuhudan, Imam dalam wara dan Imam dalam Sunnah.
Ibrahim Al Harbi memujinya, Saya melihat Abu Abdillah Ahmad bin Hambal seolah Allah
gabungkan padanya ilmu orang-orang terdahulu dan orang-orang belakangan dari
berbagai disiplin ilmu.
8. Kezuhudannya:
Beliau memakai peci yang dijahit sendiri. Dan kadang beliau keluar ke tempat kerja
membawa kampak untuk bekerja dengan tangannya. Kadang juga beliau pergi ke warung
membeli seikat kayu bakar dan barang lainnya lalu membawa dengan tangannya sendiri. Al
Maimuni pernah berujar, Rumah Abu Abdillah Ahmad bin Hambal sempit dan kecil.
9. Tekunnya dalam ibadah
Abdullah bin Ahmad berkata, Bapakku mengerjakan shalat dalam sehari-semalam
tiga ratus rakaat, setelah beliau sakit dan tidak mampu mengerjakan shalat seperti itu,
beliau mengerjakan shalat seratus lima puluh rakaat.
10. Wara dan menjaga harga diri
Abu Ismail At-Tirmidzi mengatakan, Datang seorang lelaki membawa uang sebanyak
sepuluh ribu (dirham) untuk beliau, namun beliau menolaknya. Ada juga yang
mengatakan, Ada seseorang memberikan lima ratus dinar kepada Imam Ahmad namun
beliau tidak mau menerimanya. Juga pernah ada yang memberi tiga ribu dinar, namun
beliau juga tidak mau menerimanya.
11. Tawadhu dengan kebaikannya:
Yahya bin Main berkata, Saya tidak pernah melihat orang yang seperti Imam Ahmad
bin Hambal, saya berteman dengannya selama lima puluh tahun dan tidak pernah
menjumpai dia membanggakan sedikitpun kebaikan yang ada padanya kepada kami.
Beliau (Imam Ahmad) mengatakan, Saya ingin bersembunyi di lembah Makkah hingga
saya tidak dikenal, saya diuji dengan popularitas.
Al Marrudzi berkata, Saya belum pernah melihat orang fakir di suatu majlis yang lebih
mulia kecuali di majlis Imam Ahmad, beliau perhatian terhadap orang fakir dan agak
kurang perhatiannya terhadap ahli dunia (orang kaya), beliau bijak dan tidak tergesa-gesa
terhadap orang fakir. Beliau sangat rendah hati, begitu tinggi ketenangannya dan sangat
memuka kharismanya.
Beliau pernah bermuka masam karena ada seseorang yang memujinya dengan
mengatakan, Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan atas jasamu kepada
Islam?beliau mengatakan, Jangan begitu tetapi katakanlah, semoga Allah membalas
kebaikan terhadap Islam atas jasanya kepadaku, siapa saya dan apa (jasa) saya?!
12. Sabar dalam menuntut ilmu
Tatkala beliau pulang dari tempat Abdurrazzaq yang berada di Yaman, ada seseorang
yang melihatnya di Makkah dalam keadaan sangat letih dan capai. Lalu ia mengajak bicara,
maka Imam Ahmad mengatakan, Ini lebih ringan dibandingkan faidah yang saya dapatkan
dari Abdirrazzak.
13. Hati-hati dalam berfatwa:
Zakariya bin Yahya pernah bertanya kepada beliau, Berapa hadits yang harus
dikuasai oleh seseorang hingga bisa menjadi mufti? Apakah cukup seratus ribu hadits? Beliau
menjawab, Tidak cukup. Hingga akhirnya ia berkata, Apakah cukup lima ratus ribu
hadits?beliau menjawab. Saya harap demikian.
14. Kelurusan aqidahnya sebagai standar kebenaran
Ahmad bin Ibrahim Ad-Dauruqi mengatakan, Siapa saja yang kamu ketahui mencela
Imam Ahmad maka ragukanlah agamanya. Sufyan bin Waki juga berkata, Ahmad di sisi
kami adalah cobaan, barangsiapa mencela beliau maka dia adalah orang fasik.
15. Masa Fitnah:
Pemahaman Jahmiyyah belum berani terang-terangan pada masa khilafah Al Mahdi,
Ar-Rasyid dan Al Amin, bahkan Ar-Rasyid pernah mengancam akan membunuh Bisyr bin
Ghiyats Al Marisi yang mengatakan bahwa Al Quran adalah makhluq. Namun dia terus
54
bersembunyi di masa khilafah Ar-Rasyid, baru setelah beliau wafat, dia menampakkan
kebidahannya dan menyeru manusia kepada kesesatan ini.
Di masa khilafah Al Mamun, orang-orang jahmiyyah berhasil menjadikan paham
jahmiyyah sebagai ajaran resmi negara, di antara ajarannya adalah menyatakan bahwa Al
Quran makhluk. Lalu penguasa pun memaksa seluruh rakyatnya untuk mengatakan bahwa
Al
Quran
makhluk,
terutama
para
ulamanya.
Barangsiapa mau menuruti dan tunduk kepada ajaran ini, maka dia selamat dari siksaan
dan penderitaan. Bagi yang menolak dan bersikukuh dengan mengatakan bahwa Al Quran
Kalamullah bukan makhluk maka dia akan mencicipi cambukan dan pukulan serta
kurungan penjara.
Karena beratnya siksaan dan parahnya penderitaan banyak ulama yang tidak kuat
menahannya yang akhirnya mengucapkan apa yang dituntut oleh penguasa zhalim meski
cuma dalam lisan saja. Banyak yang membisiki Imam Ahmad bin Hambal untuk
menyembunyikan keyakinannya agar selamat dari segala siksaan dan penderitaan, namun
beliau menjawab, Bagaimana kalian menyikapi hadits Sesungguhnya orang-orang sebelum
Khabbab, yaitu sabda Nabi Muhammad ada yang digergaji kepalanyarkalian namun tidak
membuatnya berpaling dari agamanya. HR. Bukhari 12/281. lalu beliau menegaskan, Saya
tidak peduli dengan kurungan penjara, penjara dan rumahku sama saja.
Ketegaran dan ketabahan beliau dalam menghadapi cobaan yang menderanya
digambarkan oleh Ishaq bin Ibrahim, Saya belum pernah melihat seorang yang masuk ke
penguasa lebih tegar dari Imam Ahmad bin Hambal, kami saat itu di mata penguasa hanya
seperti lalat.
Di saat menghadapi terpaan fitnah yang sangat dahsyat dan deraan siksaan yang luar
biasa, beliau masih berpikir jernih dan tidak emosi, tetap mengambil pelajaran meski datang
dari orang yang lebih rendah ilmunya. Beliau mengatakan, Semenjak terjadinya fitnah saya
belum pernah mendengar suatu kalimat yang lebih mengesankan dari kalimat yang
diucapkan oleh seorang Arab Badui kepadaku, Wahai Ahmad, jika anda terbunuh karena
kebenaran maka anda mati syahid, dan jika anda selamat maka anda hidup mulia. Maka
hatiku bertambah kuat.
16. Ahli hadits sekaligus juga Ahli Fiqih
Ibnu Aqil berkata, Saya pernah mendengar hal yang sangat aneh dari orang-orang
bodoh yang mengatakan, Ahmad bukan ahli fiqih, tetapi hanya ahli hadits saja. Ini adalah
puncaknya kebodohan, karena Imam Ahmad memiliki pendapat-pendapat yang didasarkan
pada hadits yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia, bahkan beliau lebih unggul dari
seniornya.
Bahkan Imam Adz-Dzahabi berkata, Demi Allah, beliau dalam fiqih sampai derajat
Laits, Malik dan Asy-Syafii serta Abu Yusuf. Dalam zuhud dan wara beliau menyamai
Fudhail dan Ibrahim bin Adham, dalam hafalan beliau setara dengan Syubah, Yahya Al
Qaththan dan Ibnul Madini. Tetapi orang bodoh tidak mengetahui kadar dirinya, bagaimana
mungkin dia mengetahui kadar orang lain!!
17. Guru-guru Beliau
Imam Ahmad bin Hambal berguru kepada banyak ulama, jumlahnya lebih dari dua
ratus delapan puluh yang tersebar di berbagai negeri, seperti di Makkah, Kufah, Bashrah,
Baghdad, Yaman dan negeri lainnya. Di antara mereka adalah:
1. Ismail bin Jafar 2. Abbad bin Abbad Al-Ataky 3. Umari bin Abdillah bin Khalid 4.
Husyaim bin Basyir bin Qasim bin Dinar As-Sulami 5. Imam Asy-Syafii. 6. Waki bin Jarrah. 7.
Ismail bin Ulayyah. 8. Sufyan bin Uyainah 9. Abdurrazaq 10. Ibrahim bin Maqil.
18. Murid-murid Beliau:
Umumnya ahli hadits pernah belajar kepada imam Ahmad bin Hambal, dan belajar
kepadanya juga ulama yang pernah menjadi gurunya, yang paling menonjol adalah:
1. Imam Bukhari. 2. Muslim 3. Abu Daud 4. Nasai 5. Tirmidzi 6. Ibnu Majah 7. Imam AsySyafii. Imam Ahmad juga pernah berguru kepadanya. 8. Putranya, Shalih bin Imam Ahmad
bin Hambal 9. Putranya, Abdullah bin Imam Ahmad bin Hambal 10. Keponakannya, Hambal
bin Ishaq 11. dan lain-lainnya.
19. Wafat beliau:
Setelah sakit sembilan hari, beliau Rahimahullah menghembuskan nafas terakhirnya di
pagi hari Jumat bertepatan dengan tanggal dua belas Rabiul Awwal 241 H pada umur 77
tahun. Jenazah beliau dihadiri delapan ratus ribu pelayat lelaki dan enam puluh ribu pelayat
perempuan.
Karya beliau sangat banyak, di antaranya:
55
1. Kitab Al Musnad, karya yang paling menakjubkan karena kitab ini memuat lebih
dari dua puluh tujuh ribu hadits. 2. Kitab At-Tafsir, namun Adz-Dzahabi mengatakan, Kitab
ini hilang. 3. Kitab Az-Zuhud 4. Kitab Fadhail Ahlil Bait 5. Kitab Jawabatul Quran 6. Kitab Al
Imaan 7. Kitab Ar-Radd alal Jahmiyyah 8. Kitab Al Asyribah 9. Kitab Al Faraidh
Terlalu sempit lembaran kertas untuk menampung indahnya kehidupan sang Imam.
Sungguh sangat terbatas ungkapan dan uraian untuk bisa memaparkan kilauan cahaya
yang memancar dari kemulian jiwanya. Perjalanan hidup orang yang meneladai panutan
manusia dengan sempurna, cukuplah itu sebagai cermin bagi kita, yang sering
membanggakannya namun jauh darinya.
Dicopy dari http://darussalaf.org/ Dikumpulkan dan diterjemahkan dari kitab Siyar
Alamun Nubala Karya Al Imam Adz-Dzahabi Rahimahullah Sumber: Majalah As Salam
B. Yahya bin Main (wafat 223 H)
Namanya Yahya bin Main, ia seorang tokoh hadits yang empat yang berilmu luas dalam
bidang hadits, tokoh yang empat itu adalah Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Main, Ali bin al
Madiny dan Abu Bakar bin Syaibah.
Yahya bin Main belajar hadits dari ibn Mubarak, Ibnu Juraij, Ibn Madiny, Ibnu Uyainah,
Wakie dan lainnya.
Semua ulama hadits mengakui ketinggian ilmu beliau dalam bidang hadits, istimewa
dalam bidang Jarah dan Tadil.
Ia sangat bersungguh sunguh dalam meneliti para perawi hadits.
Ibnu Madiny berkata,Belum pernah saya melihat diantara para ulama, orang seperti
Yahya. sedangkan Al Hakim menggolongkan beliau ini ke dalam fuhaqa muhadditsin.
Ia wafat di Madinah pada tahun 223 H dan dimakamkan di Baqi.
Disalin dari Biografi Yahya bin Main dalamTahdzibul Asma an Nawawi 1/350, Tahdzib at
Tahdzib Ibn Hajar asqalanii 322
C. Ali bin al-Madiny (Wafat 234 H)
Namanya adalah Ali bin al-Madiny seorang imam hadits terkemuka yang dapat
memasuki segala pintu ilmu hadist, istimewanya pintu ilmu Rijal dan ilal.
Beliau telah menyusun banyak kitab yang belum pernah ada dan sukar ditandingi oleh
ulama ulama yang datang sesudahnya, karena itu beliau sangat dipuji dan dihargai oleh para
ulama.
Sufyan bin Uyainah berkata,Demi Allah, aku belajar dari ali lebih banyak dari pada dia
belajar kepadaku.
Abi Hatim berkata,Ibnu Madiny seorang ulama besar dalam memarifati hadist dan illat
illatnya.
Al Hakim dalam kitabnya Marifatu Ulumil Hadits menyebutkan sejumlah karangan ibn
Madiny yang membuktikan bahwa beliau ini sangat luas ilmunya dalam bidang Ulumul hadits.
Diantara kitab kitabnya adlah Kitabu Madzhabibil Muhadditsin dan kita Al-Ilal alMutafarriqah yang terdiri dari 30 Juz dan kita Ikhtilaful hadist yang terdiri dari 5 juz.
Al-Hakim berkata,Sebagian dari karangan Ali bin al Madiny yang menunjukan kepada
keluasan ilmunya dalam bidang hadist, ialah kitab al-Asmau wal Kuna, Kitab adldluafa, Kitab
al-Mudallisin, Kitab at Thabaqat, Ilalul Musnad, Ilal Hadiits Ibn Uyainah. Kesemuanya itu
menunjukan kepada ketinggian Ilmunya.
Ia wafat pada tahun 234 H di Samari.
Disalin dari Biografi Ali bin al-Madiny dalam Tahdzibul Asma an Nawawi 1/350, Tahdzib at
Tahdzib Ibn Hajar asqalanii 323
D. Abu Bakar bin Abi Syaibah (Wafat 235H)
Namanya sebenarnya adalah Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah al Kufy, seorang
hafidh yang terkenal.
Ia menerima hadist dari al-Ahwash, Ibnu Mubarak, Syarik, Husyaim, Jarir, Wakie, Ibnu
Uyainah, Ibnu Mahdy, Ibnul Qaththan, Zaid bin Harun dan lainnya.
Diantara yang menerima hadist dari padanya adalah al Bukhary, Muslin, Abu Daud, dan
Ibnu Majah.
Diantara yang mengeluarkan hadist untuknya dengan perantaaan Ahmad adalah anNasaiy, Ahmad bin Hambal, Muhammad ibnu Saad, Abu Zurah, Abu Hatim Abdullah bin
Ahmad Ibrahim al-Harby.
Para ulama sepakat bahwa Abu Bakar bin Abi Syaibah seorang yang kuat hapalannya.
Dan dipuji oleh banyak ulama.
Abul Ubaid al-Qasim berkata,Puncak ilmu dipegang oleh 4 orang yaitu Ibn Abi Syaibah
orang yang cakap penyebut hadist, Ahmad adalah orang yang paling pandai memahami hadist,
Yahya orang yang paling banyak mengumpulkan hadist dan Ali bin al-Madiny orang yang alim
akan hadist. Dan yang paling hapal takala ada Mudzakarah adalah Abu Bakar bin Abi Syaibah.
56
Abu Zurah ar Razy berkata,Belum pernah saya melihat orang yang hapal dari pada Abu
Bakar bin Abi Syaibah.
Ibnu Hibban berkata,Ibn Abi Syaibah adalah seorang yang hafidh yang sangat kuat
hapalannya, dia salah seorang dari ulama yang menulis hadist, mengumpulkan dan meyusun
kitab, bermudzakarah. Dia adalah ulama yang paling hafidh bagi hadist maqthu.
Ia wafat pada tahun 235 H.
Disalin dari Biografi Ibn Abi Syaibah dalam Tahdziib at tahdzib Ibn Hajar asqalanii 6/22
E. Ibnu Rahawaih (wafat 238 H)
Nama sebenarnya adalah Ishaq bin Ibrahim bin Makhalad bin Ibrahim Abu Yaqub al
Hamdhaly al Marwazy yang terkenal dengan nama Ishaq Ibnu Rahawaih.
Ia dilahirkan pada tahun 161 H, Ia seorang Imam dan Ulama yang sangat terkenal dan ia
mempunyai kedudukan yang tinggi dalam bidang hadits dan dalam bidang fiqh. Ia melakukan
perjalanan ke Iraq, Hijaz, Yaman dan Syam untuk mencari hadits.
Ia meriwayatkan hadits dari pada Jabir bin Abdul Hamid ar Razy, Ismail bin Umaiyah,
Sufyan bin Uyainah, Wakie bin Jarrah, Waqiyah bin al Walid, Abdurahman bin Humam, An
Nadhar bin Syumaildan yang lainnya.
Hadits haditsnya diriwayatkan oleh Muhammad bin Ismail, Al Bukhary, Muslim bin Hajjaj
an Naisabury, Ahmad bin Salamah, dan yang lainnya.
Diantara guru gurunya yang mengeluarkan hadits dari padanya adalah Yahyah ibn Adam
dan Waqiyah bin Walied, dan diantara teman temannya adalah Ahmad bin Hambal.
Abu Dawud berkata,Ibnu Rahawaih mendikte untuk kami 11.000 hadits dari hapalannya,
kemudian diulangi lagi dikte itu persis sama yang telah didiktekan sebelumnya, tanpah
bertambah satu haraf dan berkurang satu haraf.
Abu Hatim ar Razy berkata,Sungguh mengherankan keteguhan hapalan Ishaq bin
Rahawaih dan hapalannya terpelihara dari kesalahan kesalahan.
Ia wafat pada tahun 238 H dalam usia 77 tahun.
Disalin dari Biografi Ibnu Rahawaih dalam Tarikh Baghdad karya al Khatib no 6: 345
F. Ibnu Qutaibah (wafat 236 H)
Nama sebenarnya adalah Abu Muhammad Abdullah bin Muslim bin Qutaibah ad Dainury,
ia seorang ahli lughah yang terkenal.
Beliau menerima hadits dari Ishaq bin Rahawaih, Abu Ishaq Ibrahim Aziyady, Abu Hatim as
Sijistany. Hadits haditsnya diriwayatkan oleh anaknya Jafar Ahmad al Faqih, dan diantara orang
yang mengeluarkan hadits dari Ibnu Qutaibah adalah Ibnu Dusturih al Farisy.
Ia banyak mengarang kitab yang bermanfaat diantaranya adalah kitab Gharibul Quran,
Gharibul Hadits, Uyunul Akhbar, Musykilul Quran, Musykilul Hadits, Kitab Irabil quranal Maarif
dan adabul katab.
Ibnu Taimiyyah berkata,Ibnu Qutaibah seorang ulama yang cenderung kepada mazhab
ahmad bin Ishaq, ia seorang juru bicara ahli hadist.
Adz Dzahaby berkata,Ibnu Qutaibah seorang yang banyak kitabnya, seorang yang
diterima riwayatnya, tetapi sedikit dalam meriwayatkan hadits.
Ia wafat pada bulan Rajab tahun 236 H
Disalin dari Riwayat Ibnu Qutaibah dalam Tarikh Ibnu Katsir no 11:100
57
banyak lagi deretan para imam-imam besar Ahli hadits yang menghiasi indahnya sekarah negeri
Bukhara.
Tetapi di masa kini kaum Muslimin di dunia, apabila disebut Imam Bukhari, maka yang
dipahami hanyalah Imam Ahlul Hadits dari negeri Bukhara yang bernama Muhammad bin
Ismail bin Ibrahim bin Bardizbah Al-Bukhari. Karena karya beliau yang amat masyhur di
kalangan kaum Muslimin di dunia ialah: Al-Jamius Shahih Al-Musnad min Haditsi Rasulillah wa
Sunanihi wa Ayyamihi yang kemudian terkenal dengan nama kitab Shahih Al-Bukhari. Kata
Bukhariitu sendiri maknanya ialah: Orang dari negeri Bukhara. Jadi kalau dikatakan Imam
Bukharimaknanya ialah seorang tokoh dari negeri Bukhara.
1. Al-Bukhari Di Masa Kecil
Nasab kelengkapan dari tokoh yang sedang kita bincangkan ini adalah sebagai
berikut: Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah. Kakek (Zoroaster)
sebagai agama asli orang-orang Persia yang menyembah api. Sang kakek tersebut
meninggal dalam keadaan masih beragama Majusi. Putra dari Bardizbah yang bernama AlMughirah kemudian masuk Islam di bawah bimbingan gubernur negeri Bukhara Yaman AlJufi sehingga Al-Mughirah dengan segenap anak cucunya dinisbatkan kepada kabilah AlJufi. Dan ternyata cucu dari Al-Mughirah ini di kemudian hari mengukir sejarah yang agung,
yaitu sebagai seorang Imam Ahlul Hadits.
Al-Imam Al-Bukhari lahir pada hari Jumat tanggal 13 Syawal 194 H di negeri Bukhara
di tengah keluarganya yang cinta ilmu sunnah Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa
sallam. Karena ayah beliau bernama Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah adalah seorang
ulama Ahli hadits yang meriwayatkan hadits-hadits Nabi dari Imam Malik bin Anas,
Hammad bin Zaid, dan sempat pula berpegang tangan dengan Abdullah bin Mubarak.
Riwayat-riwayat Ismail bin Ibrahim tentang hadits Nabi tersebar di kalangan orang-orang
Iraq.
Ayah Al-Bukhari meninggal dunia ketika beliau masih kecil. Di saat menjelang
wafatnya, Ismail bin Ibrahim sempat membesarkan hati anaknya yang masih kecil sembari
menyatakan kepadanya: Aku tidak mendapati pada hartaku satu dirham pun dari harta
yang haram atau satu dirham pun dari harta yang syubhat.Tentu anak yang ditumbuhkan
dari harta yang bersih dari perkara haram atau syubhat akan lebih baik dan mudah dididik
kepada yang baik. Sehingga sejak wafatnya sang ayah, Al-Bukhari hidup sebagai anak
yatim dalam dekapan kasih sayang ibunya.
Muhammad bin Ismail mendapat perhatian penuh dari ibunya. Sejak usianya yang
masih muda dia telah hafal Al-Quran dan tentunya belajar membaca dan menulis.
Kemudian pada usia sepuluh tahun, Muhammad kecil mulai bersemangat mendatangi
majelis-majelis ilmu hadits yang tersebar di berbagai tempat di negeri Bukhara. Pada usia
sebelas tahun, dia sudah mampu menegur seorang guru ilmu hadits yang salah dalam
menyampaikan urut-urutan periwayatan hadits (yang disebut sanad).
Usia kanak-kanak beliau dihabiskan dalam kegiatan menghafal ilmu dan
memahaminya sehingga ketika menginjak usia remaja enam belas tahun, beliau telah
hafal kitab-kitab karya imam-imam Ahli hadits dari kalangan tabiit tabiin (generasi ketiga
umat Islam), seperti karya Abdullah bin Al-Mubarak, Waqi bin Al-Jarrah, dan memahami
betul kitab-kitab tersebut.
Usia kanak-kanak Muhammad bin Ismail telah berlalu dengan agenda belajar yang
amat padat. Kesibukannya di masa kanak-kanak dalam menghafal dan memahami ilmu,
mengantarkannya kepada masa remaja yang cemerlang dan menakjubkan. Kini ia menjadi
remaja yang amat diperhitungkan orang di majelis manapun dia hadir. Karena dalam usia
belasan tahun seperti ini dia telah hafal di luar kepala tujupuluh ribu hadits lengkap dengan
sanadnya di samping tentunya Al-Quran tiga puluh juz.
2. Melanglang Buana Menuntut Ilmu
Di awal usianya yang ke delapan belas, Al-Bukhari diajak ibunya bersama kakaknya
bernama Ahmad bin Ismail berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji.
Perjalanan jauh antara negeri Bukhara dengan Mekkah menunggang unta, keledai dan
kuda adalah pengalaman baru baginya. Sehingga dia terbiasa dengan berbagai
kesengsaraan perjalanan jauh mengarungi padang pasir, gunung-gunung dan lembahnya
yang penuh keganasan alam. Dalam kondisi yang demikian, dia merasa semakin dekat
kepada Allah dan dia benar-benar menikmati perjalanan yang memakan waktu berbulanbulan itu.
Sesampainya di Makkah, Al-Bukhari mendapati kota Makkah penuh dengan ulama
Ahli Hadits yang membuka halaqah-halaqah ilmu.
Tentu yang demikian ini semakin menggembirakan beliau. Oleh karena itu, setelah
selsai pelaksanaan ibadah haji, beliau tetap tinggal di Makkah sementara kakak
kandungnya kembali ke Bukhara bersama ibunya.
58
Beliau bolak-balik antara Makkah dan Madinah, kemudian akhirnya mulai menulis
biografi para tokoh. Sehingga lahirlah untuk pertama kalinya karya beliau dalam bidang
ilmu hadits yang berjudul Kitabut Tarikh. Ketika kitab karya beliau ini mulai tersebar ke
seluruh penjuru dunia Islam, ramailah pembicaraan orang tentang tokoh ilmu hadits tersebut
dan semua orang amat mengaguminya. Sampai-sampai seorang Imam Ahli Hadits di masa
itu yang bernama Ishaq bin Rahuyah membawa Kitabut Tarikh karya Al-Bukhari ini ke
hadapan gubernur negeri Khurasan yang bernama Abdullah bin Thahir Al-Khuzai, sembari
mengatakan: Wahai tuan gubernur, maukah aku tunjukkan kepadamu atraksi
sihir?Kemudian ditunjukkan kepadanya kitab ini.
Maka gubernur pun membaca kitab tersebut dan beliau sangat kagum dengannya.
Sehingga tuan gubernur pun mengatakan: Aku tidak mengerti bagaimana dia bisa
mengarang kitab ini.Al-Imam Al-Bukhari pun akhirnya menjadi amat terkenal di berbagai
negeri Islam. Ketika Al-Imam Al-Bukhari berkeliling ke berbagai negeri tersebut, beliau
mendapati betapa para ulama Ahlul Hadits di setiap negeri tersebut sangat
menghormatinya. Beliau berkeliling ke berbagai negeri pusat-pusat ilmu hadits seperti Mesir,
Syam, Baghdad (Iraq), Bashrah, Kufah dan lain-lainnya.
Di saat berkeliling ke berbagai negeri itu, beliau suatu hari duduk di majlisnya Ishaq bin
Rahuyah. Di sana ada satu saran dari hadirin untuk kiranya ada upaya mengumpulkan
hadits-hadits Nabi dalam satu kitab. Dengan usul ini mulailah Al-Imam Al-Bukhari menulis
kitab shahihnya dan kitab tersebut baru selesai dalam tempo enam belas tahun sesudah itu.
Beliau menuliskan dalam kitab ini hadits-hadits yang diyakini shahih oleh beliau setelah
menyaring dan meneliti enam ratus ribu hadits.
Beliau pilih daripadanya tujuh ribu dua ratus tujupuluh lima hadits shahih dan
seluruhnya dikumpulkan dalam satu kitab dengan judul Al-Jamius Shahih Al-Musnad min
Haditsi Rasulillah wa Sunani wa Ayyamihi yang kemudian terkenal dengan nama kitab
Shahih Al-Bukhari. Kitab ini pun mendapat pujian dan sanjungan dari berbagai pihak di
seantero negeri-negeri Islam. Sehingga ketokohan beliau dalam ilmu hadits semakin diakui
kalangan luas dunia Islam. Para imam-imam Ahli Hadits sangat memuliakannya, seperti
Imam Ahmad bin Hanbal, Ali bin Al-Madini, Yahya bin Ma`in dan lain-lainnya.
3. Imam Al-Bukhari Disanjung Di Mana-Mana
Karya-karya beliau dalam bidang hadits terus mengalir dan beredar di dunia Islam.
Kepiawaian beliau dalam menyampaikan keterangan tentang berbagai kepelikan di seputar
ilmu hadits di berbagai majelis-majelis ilmu bersinar cemerlang sehingga beliau dipuji dan
diakui keilmuannya oleh para gurunya dan para ulama yang setara ilmunya dengan beliau,
lebih-lebih lagi oleh para muridnya. Beliau menimba ilmu dari seribu lebih ulama dan semua
mereka selalu mempunyai kesan yang baik, bahkan kagum terhadap beliau.
Al-Imam Al-Hafidh Abil Hajjaj Yusuf bin Al-Mizzi meriwayatkan dalam kitabnya yang
berjudul Tahdzibul Kamal fi Asmair Rijal beberapa riwayat pujian para ulama Ahli hadits
dan sanjungan mereka terhadap Muhammad bin Ismail Al-Bukhari. Di antara beberapa
riwayat itu antara lain ialah pernyataan Al-Imam Mahmud bin An-Nadhir Abu Sahl AsySyafii yang menyatakan: Aku masuk ke berbagai negeri yaitu Basrah, Syam, Hijaz dan
Kufah. Aku melihat di berbagai negeri tersebut bahwa para ulamanya bila menyebutkan
Muhammad bin Ismail Al-Bukhari selalu mereka lebih mengutamakannya daripada diri-diri
mereka.
Karena itu majelis-majelis ilmu Al-Imam Al-Bukhari selalu dijejali ribuan para penuntut
ilmu. Dan bila beliau memasuki suatu negeri, puluhan ribu bahkan ratusan ribu kaum
Muslimin menyambutnya di perbatasan kota karena beberapa hari sebelum kedatangan
beliau, telah tersebar berita akan datangnya Imam Ahlul Hadits, sehingga kaum Muslimin
pun berjejal-jejal berdiri di pinggir jalan yang akan dilewati beliau hanya untuk sekedar
melihat wajah beliau atau kalau bernasib baik, kiranya dapat bersalaman dengan beliau.
Al-Imam Muhammad bin Abi Hatim meriwayatkan bahwa Hasyid bin Ismail dan
seorang lagi (tidak disebutkan namanya), keduanya menceritakan: Para ulama Ahli Hadits
di Bashrah di jaman Al-Bukhari masih hidup merasa lebih rendah pengetahuannya dalam
hadits dibanding Al-Imam Al-Bukhari. Padahal beliau ini masih muda belia. Sehingga pernah
ketika beliau berjalan di kota Bashrah, beliau dikerumuni para penuntut ilmu. Akhirnya
beliau dipaksa duduk di pinggir jalan dan dikerumuni ribuan orang yang menanyakan
kepada beliau berbagai masalah agama. Padahal wajah beliau masih belum tumbuh
rambut pada dagunya dan juga belum tumbuh kumis.
4. Datanglah Badai Menghempas
Muhammad bin Ismail Al-Bukhari dielu-elukan dan disanjung orang di mana-mana.
Pujian penuh ketakjuban datang dari segala penjuru negeri, dan beliau dijadikan rujukan
para ulama di masa muda belia. Di saat penuh kesibukan ibadah dan ilmu yang menghiasi
detik-detik kehidupan Al-Bukhari, pada sebagian orang muncul iri dengki terhadap berbagai
kemuliaan yang Allah limpahkan kepadanya.
59
Badai itu bermula dari kedatangan beliau pada suatu hari di negeri Naisabur dalam
rangka menimba ilmu dari para imam-imam Ahli Hadits di sana. Kedatangan beliau ke
negeri tersebut bukanlah untuk pertama kalinya. Beliau sebelumnya sudah berkali-kali
berkunjung ke sana karena Nasaibur termasuk salah satu pusat markas ilmu sunnah. Lagi
pula di sana terdapat guru beliau, seorang Ahli Hadits yang bernama Muhammad bin Yahya
Adz-Dzuhli. Pada suatu hari tersebarlah berita gembira di Naisabur bahwa Muhammad bin
Ismail Al-Bukhari akan datang ke negeri tersebut untuk tinggal padanya beberapa lama.
Bahkan Al-Imam Muhammad bin Yahya Adz-Dzuhli mengumumkan secara khusus di
majelis ilmunya dengan menyatakan: Barangsiapa ingin menyambut Muhammad bin Ismail
besok, silakan menyambutnya karena aku akan menyambutnya.Maka masyarakat luas
pun bergerak mengadakan persiapan untuk menyambut kedatangan Imam besar Ahli
Hadits di kota mereka.
Di hari kedatangan Imam Al-Bukhari itu, ribuan penduduk Naisabur bergerombol di
pinggir kota untuk menyambutnya. Di antara yang berkerumun menunggu kedatangan
beliau itu ialah Al-Imam Muhammad bin Yahya Adz-Dzuhli bersama para ulama lainnya.
Diriwayatkan oleh Muhammad bin Yaqub Al-Akhram bahwa ketika Al-Bukhari
sampai di pintu kota Naisabur, yang menyambutnya sebanyak empat ribu orang berkuda, di
samping yang menunggang keledai dan himar serta ribuan pula yang berjalan kaki.
Imam Muslim bin Al-Hajjaj menceritakan: Ketika Muhammad bin Ismail datang ke
Naisabur, semua pejabat pemerintah dan semua ulama menyambutnya di batas negeri.
Ketika Al-Imam Muhammad bin Ismail Al-Bukhari sampai di Naisabur, para penduduk
menyambutnya dengan penyambutan yang demikian besar dan agung. Beribu-ribu orang
berkerumun di tempat tinggal beliau setiap harinya untuk menanyakan kepada beliau
berbagai masalah agama dan khususnya berbagai kepelikan tentang hadits. Akibatnya
berbagai majelis ilmu para ulama yang lainnya menjadi sepi pengunjung. Dari sebab ini
mungkin timbul ketidakenakan di hati sebagian ulama itu terhadap Al-Bukhari.
Di hari ketiga kunjungan beliau ke Naisabur, terjadilah peristiwa yang amat disesalkan
itu. Diceritakan oleh Ahmad bin Adi peristiwa itu terjadi sebagai berikut:
Telah menceritakan kepadaku sekelompok ulama bahwa ketika Muhammad bin Ismail
sampai ke negeri Naisabur dan orang-orang pun berkumpul mengerumuninya, maka
timbullah kedengkian padanya dari sebagian ulama yang ada pada waktu itu. Sehingga
mulailah diberitakan kepada para ulama Ahli hadits bahwa Muhammad bin Ismail
berpendapat bahwa lafadh beliau ketika membaca Al-Quran adalah makhluk.
Pada suatu majelis ilmu, ada seseorang berdiri dan bertanya kepada beliau: Wahai
Abu Abdillah (yakni Al-Bukhari), apa pendapatmu tentang orang yang menyatakan bahwa
lafadhku ketika membaca Al-Quran adalah makhluk? Apakah memang demikian atau
lafadh
orang
yang
membaca
Al-Quran
itu
bukan
makhluk?
Mendengar pertanyaan itu, beliau berpaling karena tidak mau menjawabnya. Akan tetapi si
penanya mengulang-ulang terus pertanyaannya hingga sampai ketiga kalinya seraya
memohon dengan sangat agar beliau menjawabnya. Al-Bukhari pun akhirnya menjawab
dengan mengatakan: Al-Quran kalamullah (perkataan Allah) dan bukan makhluk.
Sedangkan perbuatan hamba Allah adalah makhluk, dan menguji orang dalam masalah ini
adalah perbuatan bidah.
Dengan jawaban beliau ini, si penanya membikin ricuh di majelis dan mengatakan
tentang Al-Bukhari: Dia telah menyatakan bahwa lafadhku ketika membaca Al-Quran
adalah makhluk.Akibatnya orang-orang di majelis itu menjadi ricuh dan mereka pun segera
membubarkan diri dari majelis itu dan meninggalkan beliau sendirian. Sejak itu Al-Bukhari
duduk di tempat tinggalnya dan orang-orang pun tidak lagi mau datang kepada beliau.
Al-Khatib Al-Baghdadi meriwayatkan dari Ahmad bin Muhammad bin Ghalib dengan
sanadnya dari Muhammad bin Khasynam menceritakan: Setelah orang meninggalkan AlBukhari, orang-orang yang meninggalkan beliau itu sempat datang kepada beliau dan
mengatakan: Engkau mencabut pernyataanmu agar kami kembali belajar di
majelismu.Beliau menjawab: saya tidak akan mencabut pernyataan saya kecuali bila
mereka yang meninggalkanku menunjukkan hujjah (argumentasi) yang lebih kuat dari
hujjahku.
Kata Muhammad bin Khasynam: Sungguh aku amat kagum dengan tegarnya dan
kokohnya Al-Bukhari dalam berpegang dengan pendirian.
Kaum Muslimin di Naisabur gempar dengan kejadian ini dan akhirnya arus fitnah
melibatkan pula Al-Imam Muhammad bin Yahya Adz-Dzuhli sehingga beliau menyatakan di
majelis ilmu beliau yang kini telah ramai kembali setelah orang meninggalkan majelis AlBukhari: Ketahuilah, sesungguhnya siapa saja yang masih mendatangi majelis Al-Bukhari,
dilarang datang ke majelis kita ini. Karena orang-orang di Baghdad telah memberitakan
melalui surat kepada kami bahwa orang ini (yakni Al-Bukhari) mengatakan bahwa
lafadhku ketika membaca Al-Quran adalah makhluk. Kata mereka yang ada di Baghdad
bahwa Al-Bukhari telah dinasehati untuk jangan berkata demikian, tetapi dia terus
60
mengatakan demikian. Oleh karena itu, jangan ada yang mendekatinya dan barangsiapa
mendekatinya maka janganlah mendekati kami.
Tentu saja dengan telah terlibatnya Imam Adz-Dzuhli, fitnah semakin meluas. Hal ini
terjadi karena Adz-Dzuhli adalah imam yang sangat berpengaruh di seluruh wilayah
Khurasan yang beribukota di Naisabur itu. Bahkan lebih lanjut Al-Imam Adz-Dzuhli
menegaskan: Al-Quran adalah kalamullah (yakni firman Allah) dan bukan makhluk dari
segala sisinya dan dari segala keadaan. Maka barangsiapa yang berpegang dengan prinsip
ini, sungguh dia tidak ada keperluan lagi untuk berbicara tentang lafadhnya ketika
membaca Al-Quran atau omongan yang serupa ini tentang Al-Quran.
Barangsiapa yang menyatakan bahwa Al-Quran itu makhluk, maka sungguh dia
telah kafir dan keluar dari iman, dan harus dipisahkan dari istrinya serta dituntut untuk
taubat dari ucapan yang demikian. Bila dia mau taubat maka diterima taubatnya. Tetapi
bila tidak mau taubat, harus dipenggal lehernya dan hartanya menjadi rampasan Muslimin
serta tidak boleh dikubur di pekuburan kaum Muslimin. Dan barangsiapa yang bersikap
abstain dengan tidak menyatakan Al-Quran sebagai makhluk dan tidak pula menyatakan
Al-Quran bukan makhluk, maka sungguh dia telah menyerupai orang-orang kafir.
Barangsiapa yang menyatakan lafadhku ketika membaca Al-Quran adalah makhluk,
maka sungguh dia adalah Ahli Bidah (yakni orang yang sesat). Tidak boleh duduk
bercengkrama dengannya dan tidak boleh diajak bicara. Oleh karena itu, barangsiapa
setelah penjelasan ini masih saja mendatangi tempatnya Al-Bukhari, maka curigailah ia
karena tidaklah ada orang yang tetap duduk di majelisnya kecuali dia semadzhab
dengannya dalam kesesatannya.
Dengan pernyataan Adz-Dzuhli seperti ini, berdirilah dari majelis itu Imam Muslim bin
Hajjaj dan Ahmad bin Salamah. Bahkan Imam Muslim mengirimkan kembali kepada AdzDzuhli seluruh catatan riwayat hadits yang didapatkannya dari Imam Adz-Dzuhli, sehingga
dalam Shahih Muslim tidak ada riwayat Adz-Dzuhli dari berbagai sanad yang ada padanya.
Sikap Imam Muslim bin Hajjaj dan Ahmad bin Salamah yang seperti itu menyebabkan
Adz-Dzuhli semakin marah sehingga beliau pun menyatakan: Orang ini (yakni Al-Bukhari)
tidak boleh bertempat tinggal di negeri ini bersama aku.
Kemarahan Adz-Dzuhli seperti ini sangat menggusarkan Ahmad bin Salamah, salah
seorang pembela Al-Bukhari. Dia segera mendatangi Al-Bukhari seraya mengatakan: Wahai
Abu Abdillah (yakni Al-Bukhari), orang ini (yakni Adz-Dzuhli) sangat berpengaruh di
Khurasan, khususnya di kota ini (yakni kota Naisabur). Dia telah terlalu jauh dalam berbicara
tentang perkara ini sehingga tak seorang pun dari kami bisa menasehatinya dalam perkara
ini. Maka bagaimana pendapatmu?
Al-Imam Al-Bukhari amat paham kegusaran muridnya ini sehingga dengan penuh
kasih sayang beliau memegang jenggot Ahmad bin Salamah dan membaca surat Ghafir 44
yang artinya: Dan aku serahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat
hamba-hamba-Nya.Kemudian beliau menunduk sambil berkata: YA Allah, sungguh
Engkau tahu bahwa aku tinggal di Naisabur tidaklah bertujuan jahat dan tidak pula
bertujuan dengan kejelekan. Engkau juga mengetahui ya Allah, bahwa aku tidak
mempunyai ambisi untuk memimpin. Hanyasaja karena aku terpaksa pulang ke negeriku
karena para penentangku telah menguasai keadaan. Dan sungguh orang ini (yakni AdzDzuhli) membidikku semata-mata karena hasad (dengki) terhadap apa yang Allah telah
berikan kepadaku daripada ilmu.Wajah beliau sendu menyimpan kekecewaan yang
mendalam. Dan dia menatap Ahmad bin Salamah dengan mantap sambil berkata: wahai
Ahmad, aku akan meninggalkan Naisabur besok agar kalian terlepas dari berbagai problem
akibat omongannya (yakni omongan Adz-Dzuhli) karena sebab keberadaanku.Segera
setelah itu Al-Bukhari berkemas-kemas untuk mempersiapkan keberangkatannya besok
kembali ke negeri Bukhara.
Rencana Al-Bukhari untuk pulang ke negeri Bukhara sempat diberitakan oleh Ahmad
bin Salamah kepada segenap kaum Muslimin di Naisabur, tetapi mereka tidak ada yang
berselera untuk melepasnya di batas kota. Sehingga Al-Imam Al-Bukhari dilepas
kepulangannya oleh Ahmad bin Salamah saja dan beliau berjalan sendirian menempuh jalan
darat yang jauh menuju negerinya yaitu Bukhara. Selamat tinggal Naisabur, rasanya tidak
mungkin lagi aku berjumpa denganmu.
5. Badai Di Negeri Bukhara
Di negeri Bukhara telah tersebar berita bahwa Imam Muhammad bin Ismail AlBukhari sedang menuju Bukhara. Penduduk Bukhara melakukan berbagai persiapan untuk
menyambutnya di pintu kota. Bahkan diceritakan oleh Ahmad bin Mansur Asy-Syirazi
bahwa dia mendengar dari berbagai orang yang menyaksikan peristiwa penyambutan AlBukhari di negeri Bukhara, dikatakan bahwa masyarakat membangun gapura
penyambutan di tempat yang berjarak satu farsakh (kurang lebih 5 km) sebelum masuk
kota Bukhara. Dan ketika Al-Imam Muhammad bin Ismail Al-Bukhari telah sampai di
61
62
6. Pembelaan Al-Bukhari
Al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari mengakhiri hidupnya di desa
Khartanka, Samarkan pada malam Sabtu di malam hari Raya Fitri (Iedul Fitri) 1 Syawsal 256
H. sebelum menghembuskan nafas yang terakhir, beliau sempat berwasiat agar mayatnya
nanti dikafani dengan tiga lapis kain kafan tanpa imamah (ikat kepala) dan tanpa baju.
Dan beliau berwasiat agar kain kafannya berwarna putih. Semua wasiat beliau itu
dilaksanakan dengan baik oleh kerabat beliau yang merawat jenasahnya. Beliau dikuburkan
di desa itu di hari Iedul Fitri 1 Syawal 256 H setelah shalat Dhuhur. Dan seketika selesai
pemakamannya, tersebarlah bau harum dari kuburnya dan terus semerbak bau harum itu
sampai berhari-hari.
Gubernur Bukhara Khalid bin Ahmad Adz-Dzuhli menuai hasil dari kedhalimannya
dengan datangnya keputusan pencopotan terhadap jabatannya dari Khalifah Al-Muktamad
karena tuduhan ikut terlibat pemberontakan Yaqub bin Al-Laits terhadap Khilafah AthThahir. Khalid bin Ahmad akhirnya dipenjarakan di Baghdad sampai mati di penjara pada
tahun 269 H. Sedangkan Huraits bin Abil Waraqa ditimpa kehancuran pada anak-anaknya
yang berbuat tidak senonoh. Para penentang Imam Bukhari menyatakan penyesalannya
dan kesedihannya dengan wafatnya beliau dan sebagian mereka sempat mendatangi
kuburnya.
Mulailah setelah itu orang berani menyebarkan pembelaan Al-Imam Al-Bukhari dari
segala tuduhan miring terhadap dirinya. Tetapi berbagai pembelaan itu selama ini
tenggelam dalam hiruk pikuk fitnah tuduhan keji terhadap diri beliau. Dan Allah Maha Adil
terhadap hamba-hamba-Nya.
Muhammad bin Nasir Al-Marwazi mempersaksikan bahwa Al-Imam Abu Abdillah
Muhammad bin Ismail Al-Bukhari menyatakan: Barangsiapa yang mengatakan bahwa aku
telah berpendapat bahwa lafadhku ketika membaca Al-Quran adalah makhluk, maka
sungguh dia adalah pendusta, karena sesungguhnya aku tidak pernah mengatakan
demikian.
Abu Amr Ahmad bin Nasir An-Naisaburi Al-Khaffaf mempersaksikan bahwa Al-Imam
Al-Bukhari telah mengatakan kepadanya: Wahai Abu Amir, hafal baik-baik apa yang aku
ucapkan: Siapa yang menyangka bahwa aku berpendapat bahwa lafadhku tentang AlQuran adalah makhluk, baik dia dari penduduk Naisabur, Qaumis, Ar-Roy, Hamadzan,
Hulwan, Baghdad, Kuffah, Basrah, Makkah, atau Madinah, maka ketahuilah bahwa yang
menyangka aku demikian itu adalah pendusta. Karena sesungguhnya aku tidaklah
mengatakan demikian. Hanya saja aku mengatakan: Segenap perbuatan hamba Allah itu
adalah makhluk.
Yahya bin Said mengatakan: Abu Abdillah Al-Bukhari telah berkata: Gerak-gerik
hamba Allah, suara mereka, tingkah laku mereka, segala tulisan mereka adalah makhluk.
Adapun Al-Quran yang dibaca dengan suara huruf-huruf tertentu, yang ditulis di lembaranlembaran penulisan Al-Quran, yang dihafal di hati para penghafalnya, maka semua itu
adlaah kalamullah (perkataan Allah) dan bukan makhluk.
Ghunjar membawakan riwayat dengan sanadnya sampai ke Al-Firabri, dia
mengatakan bahwa Al-Bukhari telah mengatakan: Al-Quran kalamullah dan bukan
makhluk. Barangsiapa yang mengatakan bahwa Al-Quran itu makhluk maka sungguh dia
telah kafir.Bahkan Al-Imam Al-Bukhari menulis kitab khusus dalam masalah ini dengan
judul Khalqu Af`alil Ibad yang padanya beliau menjelaskan pendirian beliau dalam masalah
ini dengan gamblang dan jelas serta lengkap dan ilmiah.
Fitnah itu memang kejam, lebih kejam dari pembunuhan. Dia tidak akan memilih
antara orang jahil atau orang alim dari kalangan ulama. Dan ulama pun bisa salah dalam
memberikan penilaian, karena yang mashum (terjaga dari kesalahan) hanyalah Rasulullah
shallallahu `alaihi wa sallam. Orang-orang yang menyakini bahwa ulama itu mashum
hanyalah para ahli bidah dari kalangan Rafidlah (Syiah) atau orang-orang sufi. Demikian
pula orang-orang yang mencerca ulama karena kesalahannya semata tanpa
mempertimbangkan apakah kesalahan itu karena kesalahan ijtihad ataukah kesalahan
prinsip yang tak termaafkan, yang demikian ini adalah sikap sufaha (orang-orang dungu)
semacm sururiyyun (pengikut Muhammad bin Surur) atau haddadiyyun (pengikut Mahmud
Al-Haddad). Ahlus Sunnah wal Jamaah tidak menganggap para ulama itu mashum dan
tidak pula melecehkan ulama ketika mendapati kesalahan mereka. Dengan prinsip inilah
kita tetap memuliakan Al-Imam Muhammad bin Ismail Al-Bukhari. Dan juga kita
memuliakan Al-Imam Muhammad bin Yahya Adz-Dzuhli. Kita mendoakan rahmat Allah
bagi para imam-imam tersebut. Dan kita memahami segala perselisihan di kalangan mereka
dengan ilmu Al-Quran dan As-Sunnah untuk mengerti mana yang benar untuk kita ikuti
dan mana yang salah untuk kita tinggalkan.
Ahlus Sunnah wal Jamaah itu berkata dan berbuat dengan bersandarkan kepada ilmu.
Adalah bukan akhlak Ahlus Sunnah wal Jamaah bila segerombolan orang berbuat hura-hura
63
dan kemudian menvonis seseorang atau sekelompok orang. Tertapi ketika ditanyai, apa
dasar kamu berbuat demikian? Jawabannya: Kami masih menunggu fatwa dari ulama!
Kita katakan kepada mereka ini: Apalagi yang kalian tunggu dari ulama setelah
kalian berbuat, menvonis dan menilai? Apakah kalian berbuat dulu baru mencari
pembenaran terhadap perbuatan kalian dengan fatwa ulama? Kalau begitu yang kalian
tunggu adalah fatwa pembenaran dari ulama terhadap perbuatan kalian. tentu yang
demikian ini bukanlah akhlak Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Gubernur Bukhara Khalid bin Ahmad As-Sadusi dan mufti negeri Bukhara Huraits bin
Abil Waraqa telah menyimpan ketidaksenangan kepada Al-Imam Muhammad bin Ismail
Al-Bukhari dan berencana untuk mengusirnya dari negeri Bukhara. Ketika sedang mencaricari alasan pembenaran terhadap perbuatannya tiba-tiba datang surat dari Al-Imam
Muhammad bin yahya Adz-Dzuhli dari Naisabur yang memperingatkan sang gubernur dari
bahaya bidah yang dibawa oleh Al-Imam Al-Bukhari. Surat ini seperti kata pepatah: pucuk
dicita ulam tiba. Tanpa selidik dan tanpa teliti, segera surat ini dibacakan di hadapan
penduduk Bukhara dan setelah itu datanglah keputusan pengusiran Al-Bukhari dari negeri
kelahirannya, sehingga yang diharapkan, kesan orang bahwa pengusiran itu karena sematamata alasan agama dan bukan alasan yang lainnya.
Tetapi Allah Maha Tahu dan Dia membongkar segala kejahatan di balik alasan-alasan
yang memakai atribut agama itu. Sehingga yang tertulis dalam sejarah Islam sampai hari ini
adalah kesan buruk terhadap perbuatan Khalid bin Ahmad As-Sadusi dan Huraits bin Abil
Waraqa. Dan bukan kesan buruk yang dibikin-bikin oleh para pencoleng fatwa ulama itu.
Camkanlah! Pengkhianatan dan kedustaan itu berulang-ulang terus dari masa ke masa.
Hanya saja pemainnya yang berganti-ganti. Tetapi semua itu akan menjadi sejarah bagi
anak cucu di belakang hari sebagaimana sejarah pengkhianatan dan kedustaan terhadap
Al-Imam Al-Bukhari yang sekarang menjadi pergunjingan bagi generasi ini.
Sumber: http://alghuroba.org/
Daftar
Pustaka
1) Al-Quranul Karim
2) At-Tarikhul Kabir, Al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Darul Fikr,
tanpa tahun.
3) Kitabuts Tsiqat, Al-Imam Muhammad bin Hibban bin Ahmad bin Abi Hatim At-Tamimi AlBusti, darul Fikr, th. 1393 H / 1993 M.
4) Kitabul Jarh wat Ta`dil, Al-Imam Abi Muhammad Abdurrahman bin Abi Hatim At-Tamimi
Al-Handlali Ar-Razi, darul Fikr, tanpa tahun.
5) Khalqu Afalil Ibad, Al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Muassasatur
Risalah, th. 1411 H / 1990 M.
6) Tarikh Baghdad, Al-Imam Abi Bakr Ahmad bin Ali Al-Khatib Al-Baghdadi, Darul Fikr, tanpa
tahun.
7) Al-Ikmal, Al-Amir Al-Hafidh Ali bin Hibatullah Abi Naser bin Makula, Darul Kutub Al-Ilmiah,
th. 1411 H / 1990 M.
8) Thabaqatul Hanabilah, Al-Qadli Abul Husain Muhammad bin Abi Yala, Darul Marifah,
Beirut, Libanon, tanpa tahun.
9) Rijal Shahih Al-Bukhari, Al-Imam Abu Naser Ahmad bin Muhammad bin Al-Husain AlBukhari Al-Kalabadzi, Darul Baaz, th. 1407 H / 1987 M.
10) Al-Kamil fit Tarikh, Al-Allamah Ibnu Atsir, Darul Fikr, tanpa tahun.
11) Tahdzibul Kamal, Al-Hafidh Abil Hajjaj Yusuf Al-Mizzi, Muassasatur Risalah, th. 1413 H / 1992
M.
12) Kitab Tadzkratul Huffadl, Al-Imam Abu Abdillah Syamsuddin Muhammad Adz-Dzahabi,
Darul Kutub Al-Ilmiah, tanpa tahun.
13) Siyar A`lamin Nubala, Al-Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman AdzDzahabi, Muassasatur Risalah, th. 1417 H / 1996 M.
14) Al-Bidayah wan Nihayah, Al-Hafidh Abul Fida Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Darul Kutub AlIlmiyah, th. 1408 H / 1988 M.
15) Hadyus Sari Muqaddimah Fathul Bari, Al-Imam Al-Hafidh Ahmad bin Ali bin Hajar AlAsqalani, Al-Maktabah As-Salafiyah, tanpa tahun.
16) Qaidah fi Jarh wat Tadil, Al-Imam Tajuddin Abdul Wahhab bin Ali As-Subki, Al-Maktabah
Al-Ilmiah, Lahore, Pakistan, th. 1403 H / 1983 M.
B. Imam Muslim (206-261 H)
Nama lengkapnya ialah Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al
Qusyairi an-Naisaburi.
64
Ia juga mengarang kitab As-Sahih (terkenal dengan Sahih Muslim). Ia salah seorang ulama
terkemuka yang namanya tetap dikenal hingga kini.
Ia dilahirkan di Naisabur pada tahun 206 H. menurut pendapat yang sahih sebagaimana
dikemukakan oleh al-Hakim Abu Abdullah dalam kitabnya Ulamaul Amsar.*
1. Kehidupan untuk Mencari Ilmu
Ia belajar hadits sejak masih dalam usia dini, yaitu mulaii tahun 218 H. Ia pergi ke Hijaz,
Irak, Syam, Mesir dan negara negara lainnya.
Dalam perjalannanya Imam Muslim banyak mengunjungi ulama-ulama kenamaan
untuk berguru hadits kepada mereka.
Di Khurasan, ia berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih; di Ray ia
berguru kepada Muhammad bin Mahran dan Abu Ansan. Di Irak ia belajar hadits kepada
Ahmad bin Hambal dan Abdullah bin Maslamah; di Hijaz belajar kepada Said bin Mansur
dan Abu MasAbuzar; di Mesir berguru kepada Amr bin Sawad dan Harmalah bin Yahya,
dan kepada ulama ahli hadits yang lain.
Muslim berkali-kali mengunjungi Baghdad untuk belajar kepada ulama-ulama ahli
hadits, dan kunjungannya yang terakhir pada 259 H. di waktu Imam Bukhari datang ke
Naisabur, Muslim sering datang kepadanya untuk berguru, sebab ia mengetahui jasa dan
ilmunya.
Dan ketika terjadi fitnah atau kesenjangan antara Bukhari dan Az-Zihli, ia bergabung
kepada Bukhari, sehingga hal ini menjadi sebab terputusnya hubungan dengan Az-Zihli.
Muslim dalam Sahihnya maupun dalam kitab lainnya, tidak memasukkan hadits-hadits yang
diterima dari Az-Zihli padahal ia adalah gurunya. Hal serupa ia lakukan terhadap Bukhari.
Ia tidak meriwayatkan hadits dalam Sahihnya, yang diterimanya dari Bukhari,
padahal iapun sebagai gurunya. Nampaknya pada hemat Muslim, yang lebih baik adalah
tidak memasukkan ke dalam Sahihnya hadits-hadits yang diterima dari kedua gurunya itu,
dengan tetap mengakui mereka sebagai guru.
2. Guru-gurunya
Selain yang telah disebutkan di atas, Muslim masih mempunyai banyak ulama yang
menjadi gurunya.
Di antaranya:Usman dan Abu Bakar, keduanya putra Abu Syaibah; Syaiban bin
Farwakh, Abu Kamil al-Juri, Zuhair bin Harb, Amr an-Naqid, Muhammad bin al-Musanna,
Muhammad bin Yassar, Harun bin Said al-Ayli, Qutaibah bin Said dan lain sebagainya.
3. Keahlian dalam Hadits
Apabila Imam Bukhari merupakan ulama terkemuka di bidang hadits sahih,
berpengetahuan luas mengenai ilat-ilat dan seluk beluk hadits, serta tajam kritiknya, maka
Imam Muslim adalah orang kedua setelah Imam Bukhari, baik dalam ilmu dan
pengetahuannya maupun dalam keutamaan dan kedudukannya.
Imam Muslim banyak menerima pujian dan pengakuan dari para ulama ahli hadits
maupun ulama lainnya. Al-Khatib al-Baghdadi berketa, Muslim telah mengikuti jejak
Bukhari, memperhatikan ilmunya dan menempuh jalan yang dilaluinya.Pernyataan ini
tidak berarti bahwa Muslim hanyalah seorang pengekor. Sebab, ia mempunyai cirri khas dan
karakteristik tersendiri dalam menyusun kitab, serta metode baru yang belum pernah
diperkenalkan orang sebelumnya.
Abu Quraisy al-Hafiz menyatakan bahwa di dunia ini orang yang benar-benar ahli di
bidang hadits hanya empat orang; salah satu di antaranya adalah Muslim (Tazkiratul Huffaz,
jilid 2, hal. 150). Maksud perkataan tersebut adalah ahli ahli hadits terkemuka yang hidup di
masa Abu Quraisy, sebab ahli hadits itu cukup banyak jumlahnya.
4. Karya-karya Imam Muslim
Imam Muslim meninggalkan karya tulis yang tidak sedikit jumlahnya, di antaranya:
1. Al-Jami as-Sahih (Sahih Muslim).
2. Al-Musnadul Kabir (kitab yang menerangkan nama-nama para perawi hadits).
3. Kitabul-Asma wal-Kuna.
4. Kitab al-Ilal.
5. Kitabul-Aqran.
6. Kitabu Sualatihi Ahmad bin Hambal.
7. Kitabul-Intifa bi Uhubis-Siba.
8. Kitabul-Muhadramin.
9. Kitabu man Laisa lahu illa Rawin Wahid.
10. Kitab Auladis-Sahabah.
11. Kitab Awhamil-Muhadditsin.
5. Kitab Sahih Muslim
65
Di antara kitab-kitab di atas yang paling agung dan sangat bermanfat luas, serta
masih tetap beredar hingga kini ialah Al Jami as-Sahih, terkenal dengan Sahih Muslim. Kitab
ini merupakan salah satu dari dua kitab yang paling sahih dan murni sesudah Kitabullah.
Kedua
kitab
Sahih
ini
diterima
baik
oleh
segenap
umat
Islam.
Imam Muslim telah mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meneliti dan mempelajari
keadaan para perawi, menyaring hadits-hadits yang diriwayatkan, membandingkan riwayat
riwayat itu satu sama lain. Muslim sangat teliti dan hati-hati dalam menggunakan lafazlafaz, dan selalu memberikan isyarat akan adanya perbedaan antara lafaz-lafaz itu. Dengan
usaha yang sedeemikian rupa, maka lahirlah kitab Sahihnya.
Bukti kongkrit mengenai keagungan kitab itu ialah suatu kenyataan, di mana Muslim
menyaring isi kitabnya dari ribuan riwayat yang pernah didengarnya. Diceritakan, bahwa ia
pernah berkata: Aku susun kitab Sahih ini yang disaring dari 300.000 hadits. Diriwayatkan
dari Ahmad bin Salamah, yang berkata: Aku menulis bersama Muslim untuk menyusun
kitab Sahihnya itu selama 15 tahun. Kitab itu berisi 12.000 buah hadits.
Dalam pada itu, Ibn Salah menyebutkan dari Abi Quraisy al-Hafiz, bahwa jumlah
hadits Sahih Muslim itu sebanyak 4.000 buah hadits. Kedua pendapat tersebut dapat kita
kompromikan, yaitu bahwa perhitungan pertama memasukkan hadits-hadits yang
berulang-ulang penyebutannya, sedangkan perhitungan kedua hanya menghitung haditshadits yang tidak disebutkan berulang. Imam Muslim berkata di dalam Sahihnya: Tidak
setiap hadits yang sahih menurutku, aku cantumkan di sini, yakni dalam Sahihnya. Aku
hanya mencantumkan hadits-hadits yang telah disepakati oleh para ulama hadits..
Imam Muslim pernah berkata, sebagai ungkapan gembira atas karunia Tuhan yang
diterimanya: Apabila penduduk bumi ini menulis hadits selama 200 tahun, maka usaha
mereka hanya akan berputar-putar di sekitar kitab musnad ini.
Ketelitian dan kehati-hatian Muslim terhadap hadits yang diriwayatkan dalam
Sahihnya dapat dilihat dari perkataannya sebagai berikut: Tidaklah aku mencantumkan
sesuatu hadits dalam kitabku ini, melainkan dengan alasan; juga tiada aku menggugurkan
sesuatu hadits daripadanya melainkan dengan alasan pula.
Imam Muslim di dalam penulisan Sahihnya tidak membuat judul setiap bab secara
terperinci. Adapun judul-judul kitab dan bab yang kita dapati pada sebagian naskah Sahih
Muslim yang sudah dicetak, sebenarnya dibuat oleh para pengulas yang datang kemudian.
Di antara pengulas yang paling baik membuatkan judul-judul bab dan sistematika babnya
adalah Imam Nawawi dalam Syarahnya.
Imam Muslim wafat pada ahad sore, dan dikebumikan di kampung Nasr Abad, salah
satu daerah di luar Naisabur, pada hari Senin, 25 Rajab 261 H. dalam usia 55 tahun.
Disalin dari biografi Imam Muslim dalam Kutubus Sittah Abu Syuhbah 59
C. Ibnu Majah (wafat 273 H)
Nama sebenarnya Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah ar-Rabii al-Qazwini
dari desa Qazwin, Iran.
Lahir tahun 209 dan wafat tahun 273. Beliau adalah muhaddits ulung, mufassir dan
seorang alim. Beliau memiliki beberapa karya diantaranya adalah Kitabus Sunan, Tafsir dan
Tarikh Ibnu Majah.
Ia melakukan perjalanan ke berbagai kota untuk menulis hadits, anatara lain Ray, Basrah,
Kufah, Baghdad, Syam, Mesir dan Hijaz.
Ia menerima hadit dari guru gurunya antara lain Ibn Syaibah, Sahabatnya Malik dan alLaits. Abu Yala berkata,Ibnu Majah seorang ahli ilmu hadits dan mempunyai banyak kitab.
Beliau menyusun kitabnya dengan sistematika fikih, yang tersusun atas 32 kitab dan 1500
bab dan jumlah haditsnya sekitar 4.000 hadits.
Syaikh Muhammad Fuad Abdul Baqi menghitung ada sebanyak 4241 hadits di dalamnya.
Sunan Ibnu Majah ini berisikan hadits yang shahih, hasan, dhaif bahkan maudhu. Imam
Abul Faraj Ibnul Jauzi mengkritik ada hampir 30 hadits maudhu di dalam Sunan Ibnu Majah
walaupun disanggah oleh as-Suyuthi.
Ibnu Katsir berkata,Ibnu Majah pengarang kitab Sunan, susunannya itu menunjukan
keluasan ilmunya dalam bidang Usul dan furu, kitabnya mengandung 30 Kitab; 150 bab, 4.000
hadits, semuanya baik kecuali sedikit saja.
Al-Imam al-Bushiri (w. 840) menulis ziadah (tambahan) hadits di dalam Sunan Abu
Dawud yang tidak terdapat di dalam kitabul khomsah (Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan
Abu Dawud, Sunan Nasai dan Sunan Tirmidzi) sebanyak 1552 hadits di dalam kitabnya Misbah
az-Zujajah fi Zawaid Ibni Majah serta menunjukkan derajat shahih, hasan, dhaif maupun
maudhu. Oleh karena itu, penelitian terhadap hadits-hadits di dalamnya amatlah urgen dan
penting.
Ia wafat pada tahun 273 H
Disalin dari riwayat Ibnu Majah dalam Tarikh Ibnu Katsir 11: 66,67
66
67
itu menjadi mukmin, hingga ia ridho terhadap saudaranya apa yang ia ridho terhadap dirinya
sendiri; yang halal sudah jelas dan yang harampun sudah jelas pula, sedangkan diantara
keduanya adalah syubhat.
Beliau menciptakan karya-karya yang bermutu, baik dalam bidang fiqh, ushul,tauhid dan
terutama hadits. Kitab sunan beliaulah yang paling banyak menarik perhatian, dan merupakan
salah satu diantara kompilasi hadits hukum yang paling menonjol saat ini.
Tentang kualitasnya ini Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah berkata: Kitab sunannya Abu Dawud
Sulaiman bin Asyats as-sijistani rahimahullah adalah kitab Islam yang topiknya tersebut Allah
telah mengkhususkan dia dengan sunannya, di dalam banyak pembahasan yang bisa menjadi
hukum diantara ahli Islam, maka kepadanya hendaklah para mushannif mengambil hukum,
kepadanya hendaklah para muhaqqiq merasa ridho, karena sesungguhnya ia telah
mengumpulkan sejumlah hadits ahkam, dan menyusunnya dengan sebagus-bagus susunan, serta
mengaturnya dengan sebaik-baik aturan bersama dengan kerapnya kehati-hatian sikapnya
dengan membuang sejumlah hadits dari para perawi majruhin dan dhuafa. Semoga Allah
melimpahkan rahmat atas mereka dan mem- berikannya pula atas para pelanjutnya.
G. Imam At-Tirmidzi (209-279 H)
Nama lengkapnya adalah Imam al-Hafidz Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin
Musa bin ad-Dahhak As-Sulami at-Tirmidzi, salah seorang ahli hadits kenamaan, dan pengarang
berbagai kitab yang masyur lahir pada 279 H di kota Tirmiz.
1. Perkembangan dan Perjalanannya
Kakek Abu Isa at-Tirmidzi berkebangsaan Mirwaz, kemudian pindah ke Tirmiz dan
menetap di sana. Di kota inilah cucunya bernama Abu Isa dilahirkan. Semenjak kecilnya Abu
Isa sudah gemar mempelajari ilmu dan mencari hadits. Untuk keperluan inilah ia
mengembara ke berbagai negeri: Hijaz, Irak, Khurasan dan lain-lain.
Dalam perlawatannya itu ia banyak mengunjungi ulama-ulama besar dan guru-guru
hadits untuk mendengar hadits yang kem dihafal dan dicatatnya dengan baik di perjalanan
atau ketika tiba di suatu tempat. Ia tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan tanpa
menggunakannya dengan seorang guru di perjalanan menuju Makkah. Kisah ini akan
diuraikan lebih lanjut.
Setelah menjalani perjalanan panjang untuk belajar, mencatat, berdiskusi dan tukar
pikiran serta mengarang, ia pada akhir kehidupannya mendapat musibah kebutaan, dan
beberapa tahun lamanya ia hidup sebagai tuna netra; dalam keadaan seperti inilah akhirnya
at-Tirmidzi meninggal dunia. Ia wafat di Tirmiz pada malam Senin 13 Rajab tahun 279 H
dalam usia 70 tahun.
2. Guru-gurunya
Ia belajar dan meriwayatkan hadits dari ulama-ulama kenamaan.
Di antaranya adalah Imam Bukhari, kepadanya ia mempelajari hadits dan fiqh. Juga
ia belajar kepada Imam Muslim dan Abu Dawud. Bahkan Tirmidzi belajar pula hadits dari
sebagian guru mereka. Guru lainnya ialah Qutaibah bin Saudi Arabiaid, Ishaq bin Musa,
Mahmud bin Gailan. Said bin Abdur Rahman, Muhammad bin Basysyar, Ali bin Hajar,
Ahmad bin Muni, Muhammad bin al-Musanna dan lain-lain.
3. Murid-muridnya
Hadits-hadits dan ilmu-ilmunya dipelajari dan diriwayatkan oleh banyak ulama. Di
antaranya ialah Makhul ibnul-Fadl, Muhammad binMahmud Anbar, Hammad bin Syakir,
Ai-bd bin Muhammad an-Nasfiyyun, al-Haisam bin Kulaib asy-Syasyi, Ahmad bin Yusuf anNasafi, Abul-Abbas Muhammad bin Mahbud al-Mahbubi, yang meriwayatkan kitab Al-Jami
daripadanya, dan lain-lain.
4. Kekuatan Hafalannya
Abu Isa aat-Tirmidzi diakui oleh para ulama keahliannya dalam hadits, kesalehan dan
ketakwaannya. Ia terkenal pula sebagai seorang yang dapat dipercaya, amanah dan sangat
teliti.
Salah satu bukti kekuatan dan cepat hafalannya ialah kisah berikut yang
dikemukakan oleh al-Hafiz Ibnu Hajar dalam Tahzib at-Tahzib-nya, dari Ahmad bin
Abdullah bin Abu Dawud, yang berkata: Saya mendengar Abu Isa at-Tirmidzi berkata:
Pada suatu waktu dalam perjalanan menuju Makkah, dan ketika itu saya telah menuslis dua
jilid berisi hadits-hadits yang berasal dari seorang guru. Guru tersebut berpapasan dengan
kami. Lalu saya bertanya-tanya mengenai dia, mereka menjawab bahwa dialah orang yang
kumaksudkan itu. Kemudian saya menemuinya. Saya mengira bahwa dua jilid kitabitu
ada padaku. Ternyata yang kubawa bukanlah dua jilid tersebut, melainkan dua jilid lain
yang mirip dengannya. Ketika saya telah bertemu dengan dia, saya memohon kepadanya
untuk mendengar hadits, dan ia mengabulkan permohonan itu. Kemudian ia membacakan
68
hadits yang dihafalnya. Di sela-sela pembacaan itu ia mencuri pandang dan melihat bahwa
kertas yang kupegang masih putih bersih tanpa ada tulisan sesuatu apa pun. Demi melihat
kenyataan ini, ia berkata: Tidakkah engkau malu kepadaku? lalu aku bercerita dan
menjelaskan kepadanya bahwa apa yang ia bacakan itu telah kuhafal semuanya. Coba
bacakan! suruhnya. Lalu aku pun membacakan seluruhnya secara beruntun. Ia bertanya
lagi: Apakah telah engkau hafalkan sebelum datang kepadaku? Tidak, jawabku.
Kemudian saya meminta lagi agar dia meriwayatkan hadits yang lain. Ia pun kemudian
membacakan empat puluh buah hadits yang tergolong hadits-hadits yang sulit atau garib,
lalu berkata: Coba ulangi apa yang kubacakan tadi, Lalu aku membacakannya dari
pertama sampai selesai; dan ia berkomentar: Aku belum pernah melihat orang seperti
engkau.
5. Pandangan Para Kritikus Hadits Terhadapnya
Para ulama besar telah memuji dan menyanjungnya, dan mengakui akan kemuliaan
dan keilmuannya.
Al-Hafiz Abu Hatim Muhammad ibn Hibban, kritikus hadits, menggolangkan Tirmidzi
ke dalam kelompok Siqatatau orang-orang yang dapat dipercayai dan kokoh hafalannya,
dan berkata: Tirmidzi adalah salah seorang ulama yang mengumpulkan hadits, menyusun
kitab, menghafal hadits dan bermuzakarah (berdiskusi) dengan para ulama.Abu Yala alKhalili dalam kitabnya Ulumul Hadits menerangkan; Muhammad bin Isa at-Tirmidzi adalah
seorang penghafal dan ahli hadits yang baik yang telah diakui oleh para ulama.
Ia memiliki kitab Sunan dan kitab Al-Jarh wat-Tadil. Hadits-haditsnya diriwayatkan
oleh Abu Mahbub dan banyak ulama lain. Ia terkenal sebagai seorang yang dapat dipercaya,
seorang ulama dan imam yang menjadi ikutan dan yang berilmu luas. Kitabnya Al-Jamius
Sahih sebagai bukti atas keagungan derajatnya, keluasan hafalannya, banyak bacaannya
dan pengetahuannya tentang hadits yang sangat mendalam.
6. Fiqh Tirmidzi dan Ijtihadnya
Imam Tirmidzi, di samping dikenal sebagai ahli dan penghafal hadits yang mengetahui
kelemahan-kelemahan dan perawi-perawinya, ia juga dikenal sebagai ahli fiqh yang
mewakili wawasan dan pandangan luas.
Barang siapa mempelajari kitab Jaminya ia akan mendapatkan ketinggian ilmu dan
kedalaman penguasaannya terhadap berbagai mazhab fikih. Kajian-kajiannya mengenai
persoalan fiqh mencerminkan dirinya sebagai ulama yang sangat berpengalaman dan
mengerti betul duduk permasalahan yang sebenarnya.
Salah satu contoh ialah penjelasannya terhadap sebuah hadits mengenai penangguhan
membayar piutang yang dilakukan si berutang yang sudah mampu, sebagai berikut:
Muhammad bin Basysyar bin Mahdi menceritakan kepada kami Sufyan menceritakan
kepada kami, dari Abi az-Zunad, dari al-Arai dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu alaihi
wassalam, bersabda: Penangguhan membayar utang yang dilakukan oleh si berutang) yang
mampu adalah suatu kezaliman. Apabila seseorang di antara kamu dipindahkan utangnya
kepada orang lain yang mampu membayar, hendaklah pemindahan utang itu
diterimanya.Imam Tirmidzi memberikan penjelasan sebagai berikut: Sebagian ahli ilmu
berkata: apabila seseorang dipindahkan piutangnya kepada orang lain yang mampu
membayar dan ia menerima pemindahan itu, maka bebaslah orang yang memindahkan
(muhil) itu, dan bagi orang yang dipindahkan piutangnya (muhtal) tidak dibolehkan
menuntut kepada muhil.
Diktum ini adalah pendapat Syafii, Ahmad dan Ishaq. Sebagian ahli ilmu yang lain
berkata: Apabila harta seseorang (muhtal) menjadi rugi disebabkan kepailitan muhal alaih,
maka baginya dibolehkan menuntut bayar kepada orang pertama (muhil).Mereka
memakai alas an dengan perkataan Usma dan lainnya, yang menegaskan: Tidak ada
kerugian atas harta benda seorang Muslim.Menurut Ishak, maka perkataan Tidak ada
kerugian atas harta benda seorang Muslimini adalah Apabila seseorang dipindahkan
piutangnya kepada orang lain yang dikiranya mampu, namun ternyata orang lain itu tidak
mampu, maka tidak ada kerugian atas harta benda orang Muslim (yang dipindahkan
utangnya)
itu.
Itulah salah satu contoh yang menunjukkan kepada kita, bahwa betapa cemerlangnya
pemikiran fiqh Tirmidzi dalam memahami nas-nas hadits, serta betapa luas dan orisinal
pandangannya itu.
7. Karya-karyanya
Imam Tirmidzi banyak menulis kitab-kitab. Di antaranya: 1. Kitab Al-Jami, terkenal
dengan sebutan Sunan at-Tirmidzi. 2. Kitab Al-Ilal. 3. Kitab At-Tarikh. 4. Kitab Asy-Syamail
an-Nabawiyyah. 5. Kitab Az-Zuhd. 6. Kitab Al-Asma wal-kuna. Di antara kitab-kitab
tersebut yang paling besar dan terkenal serta beredar luas adalah Al-Jami.
69
70
bisa dikesampingkan begitu saja, karena justru di daerah inilah, beliau mengalami proses
pembentukan intelektual, sementara masa pengembaraannya dinilai sebagai proses
pematangan dan perluasan pengetahuan.
2. Guru dan murid
Seperti para pendahulunya: Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, dan
Imam al-Tirmidzi, Imam al-Nasai juga tercatat mempunyai banyak pengajar dan murid.
Para guru beliau yang nama harumnya tercatat oleh pena sejarah antara lain;
Qutaibah bin Said, Ishaq bin Ibrahim, Ishaq bin Rahawaih, al-Harits bin Miskin, Ali bin
Kasyram, Imam Abu Dawud (penyusun Sunan Abi Dawud), serta Imam Abu Isa al-Tirmidzi
(penyusun al-Jami/Sunan al-Tirmidzi).
Sementara murid-murid yang setia mendengarkan fatwa-fatwa dan ceramahceramah beliau, antara lain; Abu al-Qasim al-Thabarani (pengarang tiga buku kitab
Mujam), Abu Jafar al-Thahawi, al-Hasan bin al-Khadir al-Suyuti, Muhammad bin Muawiyah
bin al-Ahmar al-Andalusi, Abu Nashr al-Dalaby, dan Abu Bakrbin Ahmad al-Sunni. Nama
yang disebut terakhir, disamping sebagai murid juga tercatat sebagai penyambung
lidahImam al-Nasai dalam meriwayatkan kitab Sunan al-Nasai.
Sudah mafhum dikalangan peminat kajian hadis dan ilmu hadis, para imam hadis
merupakan sosok yang memiliki ketekunan dan keuletan yang patut diteladani. Dalam
masa ketekunannya inilah, para imam hadis kerap kali menghasilkan karya tulis yang tak
terhingga nilainya.
Tidak ketinggalan pula Imam al-Nasai. Karangan-karangan beliau yang sampai
kepada kita dan telah diabadikan oleh pena sejarah antara lain; al-Sunan al-Kubra, alSunan al-Sughra (kitab ini merupakan bentuk perampingan dari kitab al-Sunan al-Kubra),
al-Khashais, Fadhail al-Shahabah, dan al-Manasik. Menurut sebuah keterangan yang
diberikan oleh Imam Ibn al-Atsir al-Jazairi dalam kitabnya Jami al-Ushul, kitab ini disusun
berdasarkan pandangan-pandangan fiqh mazhab Syafii.
3. Kitab al-Mujtaba
Sekarang, karangan Imam al-Nasai paling monumental adalah Sunan al-Nasai.
Sebenarnya, bila ditelusuri secara seksama, terlihat bahwa penamaan karya monumental
beliau sehingga menjadi Sunan al-Nasai sebagaimana yang kita kenal sekarang, melalui
proses panjang, dari al-Sunan al-Kubra, al-Sunan al-Sughra, al-Mujtaba, dan terakhir
terkenal dengan sebutan Sunan al-Nasai.
Untuk pertama kali, sebelum disebut dengan Sunan al-Nasai, kitab ini dikenal dengan
al-Sunan al-Kubra. Setelah tuntas menulis kitab ini, beliau kemudian menghadiahkan kitab
ini kepada Amir Ramlah (Walikota Ramlah) sebagai tanda penghormatan. Amir kemudian
bertanya kepada al-Nasai, Apakah kitab ini seluruhnya berisi hadis shahih?Beliau
menjawab dengan kejujuran, Ada yang shahih, hasan, dan adapula yang hampir serupa
dengannya.
Kemudian Amir berkata kembali, Kalau demikian halnya, maka pisahkanlah hadis
yang shahih-shahih saja. Atas permintaan Amir ini, beliau kemudian menyeleksi dengan
ketat semua hadis yang telah tertuang dalam kitab al-Sunan al-Kubra. Dan akhirnya beliau
berhasil melakukan perampingan terhadap al-Sunan al-Kubra, sehingga menjadi al-Sunan
al-Sughra. Dari segi penamaan saja, sudah bisa dinilai bahwa kitab yang kedua merupakan
bentuk perampingan dari kitab yang pertama.
Imam al-Nasai sangat teliti dalam menyeleksi hadis-hadis yang termuat dalam kitab
pertama. Oleh karenanya, banyak ulama berkomentar Kedudukan kitab al-Sunan alSughra dibawah derajat Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim. Di dua kitab terakhir, sedikit
sekali hadis dhaif yang terdapat di dalamnya. Nah, karena hadis-hadis yang termuat di
dalam kitab kedua (al-Sunan al-Sughra) merupakan hadis-hadis pilihan yang telah diseleksi
dengan super ketat, maka kitab ini juga dinamakan al-Mujtaba. Pengertian al-Mujtaba
bersinonim dengan al-Maukhtar (yang terpilih), karena memang kitab ini berisi hadis-hadis
pilihan, hadis-hadis hasil seleksi dari kitab al-Sunan al-Kubra.
Disamping al-Mujtaba, dalam salah satu riwayat, kitab ini juga dinamakan dengan alMujtana. Pada masanya, kitab ini terkenal dengan sebutan al-Mujtaba, sehingga nama alSunan al-Sughra seperti tenggelam ditelan keharuman nama al-Mujtaba. Dari al-Mujtaba
inilah kemudian kitab ini kondang dengan sebutan Sunan al-Nasai, sebagaimana kita kenal
sekarang. Dan nampaknya untuk selanjutnya, kitab ini tidak akan mengalami perubahan
nama seperti yang terjadi sebelumnya.
4. Kritik Ibn al-Jauzy
Kita perlu menilai jawaban Imam al-Nasai terhadap pertanyaan Amir Ramlah secara
kritis, dimana beliau mengatakan dengan sejujurnya bahwa hadis-hadis yang tertuang
dalam kitabnya tidak semuanya shahih, tapi adapula yang hasan, dan ada pula yang
menyerupainya. Beliau tidak mengatakan bahwa didalamnya terdapat hadis dhaif (lemah)
71
atau maudhu (palsu). Ini artinya beliau tidak pernah memasukkan sebuah hadispun yang
dinilai sebagai hadis dhaif atau maudhu, minimal menurut pandangan beliau.
Apabila setelah hadis-hadis yang ada di dalam kitab pertama diseleksi dengan teliti,
sesuai permintaan Amir Ramlah supaya beliau hanya menuliskan hadis yang berkualitas
shahih semata. Dari sini bisa diambil kesimpulan, apabila hadis hasan saja tidak dimasukkan
kedalam kitabnya, hadis yang berkualitas dhaif dan maudhu tentu lebih tidak berhak untuk
disandingkan
dengan
hadis-hadis
shahih.
Namun demikian, Ibn al-Jauzy pengarang kitab al Maudhuat (hadis-hadis palsu),
mengatakan bahwa hadis-hadis yang ada di dalam kitab al-Sunan al-Sughra tidak
semuanya berkualitas shahih, namun ada yang maudhu (palsu). Ibn al-Jauzy menemukan
sepuluh hadis maudhu di dalamnya, sehingga memunculkan kritik tajam terhadap
kredibilitas al-Sunan al-Sughra. Seperti yang telah disinggung dimuka, hadis itu semua shahih
menurut Imam al-Nasai. Adapun orang belakangan menilai hadis tersebut ada yang
maudhu, itu merupakan pandangan subyektivitas penilai. Dan masing-masing orang
mempunyai kaidah-kaidah mandiri dalam menilai kualitas sebuah hadis. Demikian pula
kaidah yang ditawarkan Imam al-Nasai dalam menilai keshahihan sebuah hadis,
nampaknya berbeda dengan kaidah yang diterapkan oleh Ibn al-Jauzy. Sehingga dari sini
akan memunculkan pandangan yang berbeda, dan itu sesuatu yang wajar terjadi. Sudut
pandang yang berbeda akan menimbulkan kesimpulan yang berbeda pula.
Kritikan pedas Ibn al-Jauzy terhadap keautentikan karya monumental Imam al-Nasai
ini, nampaknya mendapatkan bantahan yang cukup keras pula dari pakar hadis abad ke-9,
yakni Imam Jalal al-Din al-Suyuti, dalam Sunan al-Nasai, memang terdapat hadis yang
shahih, hasan, dan dhaif. Hanya saja jumlahnya relatif sedikit. Imam al-Suyuti tidak sampai
menghasilkan kesimpulan bahwa ada hadis maudhu yang termuat dalam Sunan al-Nasai,
sebagaimana kesimpulan yang dimunculkan oleh Imam Ibn al-Jauzy. Adapun pendapat
ulama yang mengatakan bahwah hadis yang ada di dalam kitab Sunan al-Nasai semuanya
berkualitas shahih, ini merupakan pandangan yang menurut Muhammad Abu
Syahbah_tidak didukung oleh penelitian mendalam dan jeli. Kecuali maksud pernyataan itu
bahwa mayoritas (sebagian besar) isi kitab Sunan al-Nasai berkualitas shahih.
5. Komentar Ulama
Imam al-Nasai merupakan figur yang cermat dan teliti dalam meneliti dan menyeleksi
para periwayat hadis. Beliau juga telah menetapkan syarat-syarat tertentu dalam proses
penyeleksian hadis-hadis yang diterimanya. Abu Ali al-Naisapuri pernah mengatakan,
Orang yang meriwayatkan hadis kepada kami adalah seorang imam hadis yang telah
diakui oleh para ulama, ia bernama Abu Abd al Rahman al-Nasai.
Lebih jauh lagi Imam al-Naisapuri mengatakan, Syarat-syarat yang ditetapkan alNasai dalam menilai para periwayat hadis lebih ketat dan keras ketimbang syarat-syarat
yang digunakan Muslim bin al-Hajjaj.Ini merupakan komentar subyektif Imam al-Naisapuri
terhadap pribadi al-Nasai yang berbeda dengan komentar ulama pada umumnya.
Ulama pada umumnya lebih mengunggulkan keketatan penilaian Imam Muslim bin
al-Hajjaj ketimbang al-Nasai. Bahkan komentar mayoritas ulama ini pulalah yang
memposisikan Imam Muslim sebagai pakar hadis nomer dua, sesudah al-Bukhari.
Namun demikian, bukan berarti mayoritas ulama merendahkan kredibilitas Imam alNasai. Imam al-Nasai tidak hanya ahli dalam bidang hadis dan ilmu hadis, namun juga
mumpuni dalam bidang figh. Al-Daruquthni pernah mengatakan, beliau adalah salah
seorang Syaikh di Mesir yang paling ahli dalam bidang figh pada masanya dan paling
mengetahui tentang Hadis dan para rawi. Al-Hakim Abu Abdullah berkata, Pendapatpendapat Abu Abd al-Rahman mengenai fiqh yang diambil dari hadis terlampau banyak
untuk dapat kita kemukakan seluruhnya. Siapa yang menelaah dan mengkaji kitab Sunan
al-Nasai, ia akan terpesona dengan keindahan dan kebagusan kata-katanya.
Tidak ditemukan riwayat yang jelas tentang afiliansi pandangan fiqh beliau, kecuali
komentar singkat Imam Madzhab Syafii. Pandangan Ibn al-Atsir ini dapat dimengerti dan
difahami, karena memang Imam al-Nasai lama bermukim di Mesir, bahkan merasa cocok
tinggal di sana. Beliau baru berhijrah dari Mesir ke Damsyik setahun menjelang
kewafatannya.
Karena Imam al-Nasai cukup lama tinggal di Mesir, sementara Imam al-Syafii juga
lama menyebarkan pandangan-pandangan fiqhnya di Mesir (setelah kepindahannya dari
Bagdad), maka walaupun antara keduanya tidak pernah bertemu, karena al-Nasai baru
lahir sebelas tahun setelah kewafatan Imam al-Syafii, tidak menutup kemungkinan banyak
pandangan-pandangan fiqh Madzhab Syafii yang beliau serap melalui murid-murid Imam
al-Syafii yang tinggal di Mesir. Pandangan fiqh Imam al-Syafii lebih tersebar di Mesir
ketimbang di Baghdad. Hal ini lebih membuka peluang bagi Imam al-Nasai untuk
bersinggungan dengan pandangan fiqh Syafii. Dan ini akan menguatkan dugaan Ibn al-Atsir
tentang afiliasi mazhab fiqh al-Nasai.
72
Pandangan Syafii di Mesir ini kemudian dikenal dengan qaul jadid (pandangan baru).
Dan ini seandainya dugaan Ibn al-Atsir benar, mengindikasikan bahwa pandangan fiqh
Syafii dan al-Nasai lebih didominasi pandangan baru (Qaul Jadid, Mesir) ketimbang
pandangan klasik (Qaul Qadim, Baghdad).
Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa Imam al-Nasai merupakan
sosok yang berpandangan netral, tidak memihak salah satu pandangan mazhab fiqh
manapun, termasuk pandangan Imam al-Syafii. Hal ini seringkali terjadi pada imam-imam
hadis sebelum al-Nasai, yang hanya berafiliasi pada mazhab hadis. Dan independensi
pandangan ini merupakan ciri khas imam-imam hadis. Oleh karena itu, untuk mengklaim
pandangan Imam al-Nasai telah terkontaminasi oleh pandangan orang lain, kita perlu
menelusuri sumber sejarah yang konkrit, bukannya hanya berdasarkan dugaan.
6. Tutup Usia
Setahun menjelang kemangkatannya, beliau pindah dari Mesir ke Damsyik. Dan
tampaknya tidak ada konsensus ulama tentang tempat meninggal beliau. Al-Daruqutni
mengatakan, beliau di Makkah dan dikebumikan diantara Shafa dan Marwah. Pendapat
yang senada dikemukakan oleh Abdullah bin Mandah dari Hamzah al-Uqbi al-Mishri.
Sementara ulama yang lain, seperti Imam al-Dzahabi, menolak pendapat tersebut. Ia
mengatakan, Imam al-Nasai meninggal di Ramlah, suatu daerah di Palestina. Pendapat ini
didukung oleh Ibn Yunus, Abu Jafar al-Thahawi (murid al-Nasai) dan Abu Bakar alNaqatah. Menurut pandangan terakhir ini, Imam al-Nasai meninggal pada tahun 303 H dan
dikebumikan di Bait al-Maqdis, Palestina. Inna lillah wa Inna Ilai Rajiun. Semoga jerih
payahnya dalam mengemban wasiat Rasullullah guna menyebarluaskan hadis
mendapatkan balasan yang setimpal di sisi Allah. Amiiin.
I. Ibnu Jarir Ath Thabary (Wafat 310 H)
Nama sebenarnya adalah Abu Jafar Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Khalib
ath Thabary, Ia dilahirkan pada tahun 224 H, berdiam di baghdad dan wafat juga di situ.
Beliau dimasukan ke dalam generasi at Turmidzi dan Nasaiy, beliau mendengar dari guru
gurunya al-Bukhary dan Muslim dan lain lainnya, hadits haditsnya diriwayatkan oleh banyak
ulama hadist lainnya.
Beliau dipandang sebagai Imam besar yang dipegangi pendapatnya, baliau mengetahui
segala macam Qiraat, mengetahui makna makna al-Quran dan hukum hukumnya, juga
mempunyai ilmu yang mendalam dalam bidang sunnah, pendapat pendapat sahabat, tabiin
dan ulama ulama sesudahnya.
Diantara karangannya yang termasyur adalah Kitab Tarikhbul umam wal muluk dan
sebuah kitab tafsir Jamiul bayan.
Dan sebuah kitabnya lagi yaitu Tahdzibul atsar, dalam kitab ini dikemukakan hadist
beserta illat illatnya, jalan jalannya, hukum hukum yang dikandungnnya, serta ikhtilafu fuqaha
dan dalil dalilnya dan diterangkan pula dari segi bahasa.
Hanya sayang kitab ini tidak sempurna dikerjakan. Yang sudah dikerjakan Musnad Ibnu
abbas. Kitab ini adalah kitab terbaik dari kitab kitabnya.
Ia wafat pada tahun 310 H di Baghdad.
Disalin riwayat ibnu Jarir dalam Tarikh Ibnu Katsir 11
J. Ibnu Khuzaimah (Wafat 311H)
Nama sebenarnya adalah Muhammad bin Ishaq Abu Bakar bin Khuzaimah an Naisabury,
ia seorang imam besar yang melawat ke berbagai kota untuk mencari hadist, beliau pergi ke
Ray, Baghdad, Basrah, Kufah, Syam, Jazirah, Mesir dan Wasith.
Ia mendengar hadits dari banyak ulama diantara mereka adalah Ishaq bin Rahawaih,
Muhammad bin Humaid, ar-Razy. Akan tetapi ia tidak meriwayatkan hadits hadits yang mereka
dengan dari mereka itu, akan tetapi ia meriwayatkan dari Abu Qudamah, dan diantara hadits
yang diriwayatkan dari al Bukhari dan Muslim dan diluar dari Ash Shahih.
Beliau sangat berhati hati dalam meriwayatkan hadits, kadang kadang ia meninggalkan
hadits karena ada catatan pada sanadnya.
Ar-Rabi bin Sulaiman berkata,Kami lebih banyak memperoleh ilmu dari Ibnu Khuzaimah
daripada yang ia diperoleh dari kami.
Ad Daraquthny berkata,Ibnu Khuzaimah seorang Imam yang kuat hapalannya dan tak
ada bandingannya.
Al Hakim menggolongkan ia ke dalam golongan fuqaha hadits, ia banyak mempunyai
kitab dan beliau mempunyai sebuah kitab ash Shahih yang terletak dibawah Shahih Muslim.
Ia wafat pada tahun 311 H
Disalin dari Biografi Ibnu Khuzaimah dalam ath Thabaqul Qubra Ibn Saad no 2/130
K. Muhammad bin Saad (wafat 230 H)
73
Nama sebenarnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin saad bin Mani al-Quraisy al
Bashri al Baghdadi, ia seorang imam penghapal hadits dan seorang ahli fiqh sejarah yang
kepercayaan (Tsiqah), ia dilahirkan di Bashrah pada tahun 168 H.
Ia meriwayatkan hadits dari Muhammad bin Umar al Waqidy, Ibnu Ulaiyah, Sufyan bin
Uyainah, Yazid bin Harun al washiti, Ubaidullah bin Musa al Abbasy dan Abu Nuaim al Fadhal,
Ibnu Dikkin al Kufiyah dan dari ulama ulama di Bashrah, Kufah, Wasith, Baghdad, Makkah,
Madinah, Syam, Yaman, Mesir, dan lain lainnya.
Diantara orang yang meriwayatkan hadits daripadanya adalah Musaab az Zubairiy, al
Harits Muhammad bin Abi Usamah pengarang musnad, Ahmad Ibnu Ubaid al Hasyimy, Ahmad
bin Yahya bin Jarir al Balazdariy Pengarang kitab Futuhul Buldan, Abu Bakar Abdullah bin
Muhammad terkenal dengan nama Ibnu Abud Dunya dan al Husain bin Muhammad yang
meriwayatkan ath Thabaqatul Kubra daripadanya.
Diantara kitab yang terpenting adalah ath Thabaqatul Kabier, yang didalamnya
dijelaskan kisah kisah nabi nabi terdahulu istimewa Nabi kita Muhammad Shallallahu alaihi
wassalam sebagai pendahuluan bagi sejarah sejarah rasul dan peperangan peperangan yang
beliau lakukan diterangkan dalam Sirah Nabawiyah, setelah itu barulah diterangkan Thabaqat
para Sahabat, Tabiin dan orang orang sesudah merekasampai kepada masa Saad sendiri.
Hanya saja tidak semua riwayat yang terdapat didalamnyakuat, ada yang diantaranya
Maqtu atau Mursal, namun demikian kitab itu menjadi sumber peganganbagi para ulama
ulama yang datang kemudian.
Ia wafat pada tahun 230 H di Baghdad.
Disalin dari rinkasan biografi Muhammad bin Saad dalam Muqaddimah ath Thabaqatul
Kubra.
L. Ad Daraquthny (Wafat 385 H)
Nama sebenarnya adalah Ali bin Umar bin Ahmad bin Maddy, seorang hafidh besar dan
seorang amirul mukminin fii hadits.
Beliau banyak mendengar hadits dan banyak mengarang kitab dalam bidang hadits,
beliau terkenal sebagai imam di masanya dalam jarah dan tadil, ia mempunya sebuah kitab
yang bernama Al-Ilzamat yang merupakan kitab al-Istidrak bagi Shahih al-Bukhary dan Shahih
Muslim.
Juga ia mempunya kitab yang bernama as Sunan yang telah dicetak bersama sama
Taliqat, juga ia mempunyai kitab bernama al-Illal.
Abu Jauzy berkata,Adh Daraquthny menguasai ilmu hadits, Qiraat, Nahwoo, Fiqh dan
Siar, dan beliau orang yang Tsiqah.
Ia wafat pada tahun 385 H
Disalin dari Riwayat adh Daraquthny dalam Tarikh Ibnu Katsir 11
M. Imam ath-Thahawi (239-321 H)
1. Nama Dan Nasabnya
Beliau adalah Imam Abu Jafar Ahmad bin Muhammad bin Salamah bin Abdil Malik
al-Azdy al-Mishri ath-Thahawi.
Al-Azdy adalah qabilah terbesar Arab, suku yang paling masyhur, dan paling banyak
furu (cabang suku) nya. Juga merupakan bagian dari qabilah Qahthaniyah, dinasabkan
kepada al-Azdi bin al-Ghauts bin Malik bin Zaid bin Kahlan.
Beliau adalah Qahthani dari sisi bapaknya dan adnani dari sisi ibunya karena ibunya
seorang Muzainah, yakni saudara al-Imam al-Muzanni shahabat imam Syarii.
Al-Azdy adalah qabilah terbesar Arab, suku yang paling masyhur, dan paling banyak
furu (cabang suku) nya. Juga merupakan bagian dari qabilah Qahthaniyah, dinasabkan
kepada al-Azdi bin al-Ghauts bin Malik bin Zaid bin Kahlan.
Beliau adalah Qahthani dari sisi bapaknya dan adnani dari sisi ibunya karena ibunya
seorang Muzainah, yakni saudara al-Imam al-Muzanni shahabat imam Syarii.
Dan termasuk seorang Hajri, saudara sepupu dari al-Azdi, yakni Hajr bin Jaziilah bin
Lakhm, yang disebut Hajr al-Azdi, supaya berbeda dengan Hajr Ruain.
Dan ath-Thahawi dinasabkan pada Thaha sebuat desa di Shaid Mesir.
2. Lahirnya Dan Zamannya
Mengenai kelahiran Imam Thahawi tahun 239 H, maka seperti yang diriwayatkan Ibnu
Yunus muridnya yang kemudian diikuti oleh sebagian besar orang yang menulis riwayat
hidupnya dan inilah yang besar. Memang ada yang menyatakan beliau lahir tahun 238 H,
dan bahkan ada yang menyatakan tahaun 229 H. Ini tentu saja suatu tahrif (kekeliruan)
penulisan, yang kemudian dikutip beberapa orang tanpa merujuk kembali kepada kitab
lainnya.
Disepakati para ulama bahwa beliau wafat tahun 321 H, kecuali Ibn an-Nadim yang
menyatakan beliau wafat tahun 322 H.
74
Imam athThahawi adalah sezaman dengan para imam ahli Huffazh para
pengarang/penyusun enam buku induk hadits (al-Kutub as-Sittah), dan bersama-sama
dengan mereka dalam riwayat hadits.
Umur beliau ketika imam Bukhari wafat adalah 17 tahun, ketika imam Muslim wafat
ia berumur 22 tahun, ketika imam Abu Dawud wafat ia berumur 36 tahun, ketika imam
Tirmidzi wafat berumur 40 tahun dan ketika Nasai wafat ia berumur 64 tahun, dan ketika
imam Ibnu Majah wafat ia berumur 34 tahun.
3. Asal Muasalnya
Adalah beliau rahimahullah bermula dari rumah yang berlingkungan ilmiah dan
unggul. Bapaknya, Muhammad bin Salaamah adalah seorang cendekiawan ilmu dan bashar
dalam syiir dan periwayatannya. Sedangkan ibunya termasuk dalam Ash-haab asy-Syafii
yang aktif dalam majlisnya. Kemudian pamannya adalah imam al-Muzanni, salah seorang
yang paling faqih dari Ash-haab asy-Syafii yang banyak menyebarkan ilmunya.
Sebagian besar menduga bahwa dasar kecendekiawanannya adalah di rumah, yang
kemudian lebih didukung dengan adanya halaqah ilmu yang didirikan di masjid Amr bin alAsh. Menghafal al-Quran dari Syeikhnya, Abu Zakaria Yahya bin Muhammad bin Amrus,
yang diberi predikat: Tidak ada yang keluar darinya kecuali telah hafal alQuran.Kemudian bertafaquh (belajar mendalami agama-red.,) pada pamannya alMuzanni, dan samia (mendengar) darinya kitab Mukhtasharnya yang bersandar pada ilmu
Syafii dan makna-makna perkataannya. Dan beliau adalah orang pertama yang belajar
tentang itu. Ia juga menukil dari pamannya itu hadits-hadits, dan mendengar darinya
periwayatan-periwayatannya dari Syafii tahun 252 H. Beliau juga mengalami masa
kebesaran pamannya, al-Muzanni. Pernah bertamu dengan Yunas bin Abdul Ala (264 H),
Bahra bin Nashrin (267 H), Isa bin Matsrud (261 H) dan lain-lainnya. Semuanya adalah
shahabat Ibn Uyainah dari kalangan ahlu Thabaqat.
4. Pindah Madzhab Dari Syafii Ke Hanafi
Ketika umurnya mencapai 20 tahun, ia meninggalkan madzhab yang telah ia geluti
sebelumnya yakni madzhab Syafii ke madzhab Hanafi dalam bertafaqquh, disebabkan
beberapa faktor:
a. Karena beliau menyaksikan bahwa pamannya banyak menelaah kitab-kitab Abi
Hanifah.
2. Tulisan-tulisan ilmiah yang ada, yang banyak disimak para tokoh madzhab Syafii dan
madzhab Hanafi.
b. Tashnifat (karangan-karangan) yang banyak dikarang oleh kedua madzhab itu yang
berisi perdebatan antara kedua madzhab itu dalam beberapa masalah. Seperti
karangan al-Muzanni dengan kitabnya al-Mukhtashar yang berisi bantahan-bantahan
terhadap Abi Hanifah dalam beberapa masalah.
c. Banyaknya halaqah ilmu yang ada di masjid Amr bin al-Ash tetangganya
mengkondisikan beliau untuk memanfaatkannya dimana di sana banyak munasyaqah
(diskusi) dan adu dalil dan hujjah dari para pesertanya.
d. Banyak syeikh yang mengambil pendapat dari madzhab Abi Hanifah, baik dari Mesir
maupun Syam dalam rangka menunaikan tugasnya sebagai qadli, seperti al-Qadli Bakar
bin Qutaibah dan Ibnu Abi Imran serta Abi Khazim.
Akan tetapi perlu diketahui bahwa perpindahan madzhabnya itu tidaklah bertujuan
untuk mengasingkan diri dan mengingkari madzhab yang ia tinggalkan, karena hal ini
banyak terjadi di kalangan ahli ilmu ketika itu yang berpindah dari satu madzhab ke
madzhab lainnya tanpa meningkari madzhab sebelumnya.
Bahkan pengikut Syafii yang paling terkenal sebelumnya adalah seorang yang
bermadzhab Maliki, dan diantara mereka ada yang menjadi syeikhnya (gurunya) athThahawi. Tidak ada tujuan untuk menyeru pada ashabiyah (fanatisme-red.,) atau taklid,
tetapi yang dicari adalah dalil, kemantapan, dan hujjah yang lebih mendekati kebenaran.
5. Syuyukh (Para Guru) Beliau
1) Al-Imam al-Allaamah, Faqihul Millah, Alamuz Zuhad, Ismail bin Yahya bin Ismail bin
Amr bin Muslim al-Muzanni al-Mishri. Salah satu sahabat Syafii yang mendukung
madzhabnya, wafat tahun 264 H. Karangannya antara lain al-Mukhtashar, al-Jami alKabir, al-Jami ash-Shaghir, al-Mantsur, al-Masa-il al-Mutabarah, Targhib fil Ilmi, dan
lain-lainnya. Ia adalah orang pertama yang dinukilkan haditnya oleh ath-Thahawi, dan
kepadanya belajar di bawah madzhab Syafii, menyimak dari beliau juga kitab
Mukhtasharnya serta kumpulan hadits-hadits Syafii.
2) Al-Imam al-Allaamah, syaikhul Hanafiyah, Abu Jafar Ahmad bin Abi Imran Musa bin Isa
al-Baghdadi al-Faqih al-Muhaddits al-Hafizh, wafat tahun 280 H. Beliau disebut sebagai
lautan ilmu, disifatkan sangat cerdas dan kuat hafalannya, banyak meriwayatkan hadits
75
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
13)
14)
15)
16)
17)
dengan hafalannya. Dan beliau adalah seorang yang paling berpengaruh atas athThahawi dalam madzhab Abi Hanifah. Adalah ath-Thahawi sangat membanggakan
gurunya ini dan banyak meriwayatkan hadits-hadits dari beliau.
Al-Faqih al-Allamah Qadli al-Qudlat Abu Khazim Abdul Hamid bin Abdil Aziz asSakuuni al-Bishri kemudian al Baghdadi al-Hanafi. Menjabat Qadli di Syam, Kufah dan
Karkh, Baghdad. Dan dipuji selama menjalankan jabatannya. Ath-Thahawi belajar
kepada beliau ketika menjadi tamu di Syam tahun 268 H. Beliau menguasai madzhab
Ahlul Iraq hingga melampaui guru-gurunya. Seorang yang tsiqah, patuh pada dien, dan
wara. Seorang yang alim, paling piawai dalam beramal dan menulis, cendekia disertai
watak pemberani, sangat dewasa dan cerdik, pandai membuat permisalah untuk
memudahkan akal. Wafat tahun 292 H.
Al-Qadli al Kabir, al-allaamah al-Muhaddits Abu Bakrah Bakkar bin Qutaibah al-Bishri,
Qadli al-Qudlat di Mesir, wafat tahun 270 H. Seorang yang alim, faqih, muhaddtis,
mempunyai kedudukan yang terhormat, dan agung, bila dalam kebenaran tidak takut
celaan orang yang mencela, zuhud, shaleh dan istiqamah. Imam Thahawi bertemu
dengan beliau ketika ia masih seorang pemuda, menyimak dari beliau, banyak
pengaruhnya atas dirinya. Banyak mengambil riwayat dari beliau, dan banyak menimpa
dari beliau ilmu Hadits serta tidak pernah absen dari majlisnya ketika mendiktekan
hadits.
Al-Qadli al-Allaamah al-Muhaddtis ats Tsabit, Qadli al Qudlat, Abu Ubaid Ali bin al
Husain bin Harb Isa al Baghdadi, salah seorang shahabat Syafii, wafat tahun 319 H.
Sangat piawai dalam Ulumul Quran dan hadits, sangat pendai dalam masalah ikhtilaf
dan maani serta qiyas fashih, berakal, lemah lembut, suka menyatakan kebenaran.
Al-Imam al-Hafizh ats-Tsabit, Abu Abdurrahman Ahmad bin Syuaib bin Ali bin Sinan bin
Bahr al-Khurrasani an Nasai, wafat tahun 303 H. Berkata Dzahabi: Beliau adalah orang
yang paling piawai dalam hadits dan ilal. Dan rijalnya dari Muslim dan dari Abi Dawud
dan dari Abi Isa (at-Turmudzi-red.,). Dan beliau adalah tetangga dengan Imam Bukhari
dan Abu Zurah di masa tuanya.
Al-Imam Hafizh, syaikhul Islam, Abu Musa Yunus bin Abdul Ala Shadari al-Mishri, wafat
tahun 264 H. Belajar pada Syafii, membaca al-Quran pada Warsy, shahabat Nafi,
menyimak hadits dari Syafii, Sufyan bin Uyainah, dan Abdullah bin Wahab dan
mengumpulkannya. Termasuk orang yang termasyhur dalam keadilannya dan ulama di
zamannya di Mesir, ditsiqahkan oleh Nasai.
Al-Imam al-Muhaddits al-Faqih al-Kabir, Abu Muhammad ar Rabi bin Sulaiman alMuradiy al-Mishri. Seorang shahabat Syafii dan mewarisi ilmunya. Wafat tahun 270 H.
Banyak hadits yang diriwayatkan dari beliau, panjang umurnya, masyhur namanya,
banyak menimba ilmu darinya para ashabul hadits, syaikh yang sangat disukai,
menghabiskan umurnya dalam ilmu dan menyebarkannya, akan tetapi beliau tergolong
seorang hufazh (ahli menghafal, maka dikatakan oleh Nasai: Laa basa bihi).
Syaikhul Imam ash-Shadiq, Muhaddits Syam, Abu Zurah Abdurrahman bin amr bin
Abdullah bin Shafwan bin Amr an-Nashri ad-Dimasyqi. Wafat tahun 281 H. Seorang yang
tsiqah, shaduq. Mempunyai karangan mengenai Tarikh Dimasyq.
Al-Imam al-Hafizh al-Mutqin, Abu Ishaq Ibrahim bin Abi Dawud Sulaiman bin Dawud alAzdi al-Kufi asli, lahirnya di Syria, dan rumahnya di al-Barlusi. Wafat tahun 270 H.
Disifatkan oleh Ibnu Yunas bahwa beliau salah seorang hufazh al-Mujawwidin, tsiqah dan
tsabit.
Al-Hafidz Abu Bakr Ahmad bin Abdullah bin al-Barqi. Wafat tahun 270 H. Menyimak
dari Amr bin Abi Salmah dan thabaqatnya, mempunyai karangan tentang mengenal
shahabat dan termasuk seorang hufazh yang mutqin.
Al-Hafizh al-Hujjah, Abu Ishaq Ibrahim bin Marzuq al-Bishri, menjadi tamu di Mesir.
Wafat tahun 270 H. Berkata Nasai, Periwayat yang diterima haditsnya (Shalih).
Berkata Ibnu Yunas: Tsiqah, tsabit.
Al-Imam al-Hujjah, Abu Ishaq Ibrahim bin Munqidz bin Isa al-Khaulani Maulahum alMishri al-Ushfuri, wafat tahun 269 H. Berkata Abu Said bin Yunas: Beliau tsiqah ridla.
Al-Imam al-Muhaddits ats-Tsiqah, Abu Abdullah Bahr bin Nashr bin Sabiq al-Khaulani
maulahum al-Mishri, wafat tahun 267 H. Ditsiqahkan Abi Hatim dan Yunus bin Abdul
Ala, dan Ibnu Khuzaimah.
Al-Hafizh ats-Tsabit, Abu Ali al-Husain bin Maarik al-Baghdadi, suami saudara
perempuan al Hafidz Ahmad bin Shalih, menjadi tamu di Mesir. Wafat tahun 261 H.
Berkata Ibnu Yunus: Tsiqah, tsabit.
Ar-Rabi bin Sulaiman al-Azdi maulahum, al-Mishri al-Jiizi al-Araj. Wafat tahun 256 H.
Berkata ibnu Yunus: Tsiqah.
Abu Jafar Abdul Ghani bin Rifaah bin Abdul Malik al-Lakhmi al-Mishri. Wafat tahun 255
H. Meriwayatkan dari beliau Abu Dawud, Ibrahim bin Matawaih al-Ashbahani dan Abu
Bakar bin Abi Dawud.
76
18) Al-Imam al-Hafizh ash-Shaduq Abul Hasan Ali bin Abdul Aziz al-Baghawi. Syaikh alHaram al-Makki, mushannif kitab Al Musnah. Wafat tahun 280 H. Berkata Daruquthni:
Tsiqah, terpercaya
19) Al-Imam al-Faqih al-Muhaddits Abu Musa Isa bin Ibrahim bin Matsrad al-Ghafiqi
maulahum, al-Mishri. Seorang sandaran yang tsiqah. Wafat tahun 261 H. Berkata Nasai:
Laa basa. Dan berkata Maslamah bin Qasim: Tsiqah.
20) Al-Imam al-Muhaddits ats-Tsiqah, syaikhul Haram, Abu Jafar Muhammad bin Ismail bin
Salim al Qurasyi al-Abbasi maulaal Mahdi Al Baghdadi menjadikan tamu di Makkah.
Wafat tahun 276 H. Berkata Ibnu Abi Hatim: Shaduq.
21) Al-Imam syaikhul Islam, Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah bin Abdul hakim bin
Ayah bin Laits al-Mishri al-Faqih. Cendekiawan negeri Mesir di zamannya bersama alMuzanni. Wafat tahun 268 H. Berkata Ibnu Khuzaimah: Aku belum pernah melihat
orang yang lebih pandai dari kalangan fuqaha tentang perkataan para shahabat dan
tabiin dari Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakim, dan merupakan orang yang
paling alim di kolong bumi dengan madzhab Maliki.Berkata Abi Hatim: Ibnu Abdul
hakim tsiqah, shaduq, seorang fuqaha Mesir dari madzhab Maliki.
22) Al-Imam al-Hafizh al-Mujawwid Abu Bakar Muhammad bin ali bin Dawud bin Abdullah
al-Baghdadi, menjadi tamu di Mesir. Dikenal dengan sebutan Ibnu Ukhti Ghazaal.
Berkata Yunus: Seorang penghafal hadits dan memahaminya. Seorang yang tsiqah,
hasan haditsnya. Wafat tahun 264 H.
23) Al-Imam al-Allaamah al-Hafizh, syaikhul Baghdad, Abu Bakar Abdullah bin sulaiman
bin al-Asyats as-Sajistaani, wafat tahun 316 H. Mengarang as-Summah, al-Mashaahif,
Syariah al-Muqaari, Nasikh wal Mansukh, al-Bats dan lainnya. Seorang yang faqih, alim
dan hafizh.
24) Al-Imam al-Muhaddits al-Adl, Abul Hasan Ali bin Ahmad bin Sulaiman bin Rabiah bin
ash-Shaiqah Allaan al-Mishri. Wafat tahun 317 H. Seorang yang tsiqah, banyak
meriwayatkan hadits, salah seorang yang terkenal adil.
25) Al-Iman al-Hafizh al-Baari, Abu Bisyrin Muhammad bin Ahmad bin Hammad bin Said
bin Muslim al-Anshari ad-Duulabi. Wafat tahun 310 H. Beliau adalah pengarang kitab alKunniy wal Asma. Berkata Daruquthni: banyak digunjingkan, tidak jelas perkaranya
kecuali beliau adalah seorang yang baik.
26) Al-Iman al-Kabir al-Hafizh ats-Tsiqah, Abu Zakaria Yahya bin Zakaria bin Yahya anNaisaburi al-Araj. Wafat tahun 307 H. Berkata Ibnu Yunus: Seorang hafizh, terhormat
dan mulia.
27) Al-Allaamah al-Hafizh al-Akhbaari, Abu Zakaria Yahya bin Utsman bin Shalih bin
Shafwan as-Sahmi al-Mishri. Wafat tahun 282 H. Berkata Ibnu Yunus: Seorang alim
dengan ahbar Mesir, dan tentang meninggalkan ulama, penghafal hadits, dan
meriwayatkan hadits yang tidak ditemukan di orang lain.
28) Al-Imam ats-Tsiqah al-Musannid, Abu Yazid Yusuf bin Yazid bin Kamil bin Hakim alUmawi maulahum al-Qurathisi. Wafat tahun 287 H. Seorang yang alim, banyak
meriwayatkan hadits, pemberani, panjang umur dan pernah melihat Syafii.
29) Al-Imam al-Hafizh al-Mujawwid ar-Rahhal, Abu Umayyah Muhammad bin Ibrahim bin
Muslim al-Baghdadi, kemudian ath-Thurasusi, menjadi tamu di ThuTharsusi dan menjadi
muhadditsnya di sana, pengarang Al Musnad dan mempunyai beberapa mushannifat.
Wafat tahun 273 H.
30) Al-Imam al-Allaamah al-Mutqin, al-Qadli al-Kabir, Abu Jafar Ahmad bin Ishaq bin
Buhlul bin hasan an-Tanwikhi al-Anbari, al-Faqih al-Hanafi. Wafat tahun 318 H.
31) Al-Imam al-Hafizh al-Mujawwid, Abu Hafar Ahmad bin Sinan bin Asad bin Hibban alWasithi al-Qaththan. Wafat tahun 258 H. Berkata Abi Hatim: Beliau seorang imam di
zamannya, seorang yang tsiqah shaduq.
32) Al-Imam al-Hafizh ats-Tsabit Syaikhul Waqti Abu Bakar Jafar bin Muhammad bin alHasan bin al-Mustafaadl al-Firyaabi al-Qadli. Wafat tahun 301 H. Berkata Khuthaib alBaghdadi: Tsiqah, hujjah, gudang ilmu.
33) Rauh bin Farj Abu Zinba bin Farj bin Abdirrahman al-Qaththan maulanan Zubair bin alAwwam. Wafat tahun 282 H. Seorang alim, faqih di madzhab Maliki, seorang yang
paling tsiqah di zamannya dan meninggikannya dengan ilmu, mempunyai riwayat
dalam qiraah dari, Ashim Yahya bin Sulaiman al-Jufi. Adalah imam Thahawi mengambil
qiraah dari huruf demi huruf, dari Yahya bin Sulaiman al-Juri, dari Abi Bakar bin Iyasy,
dari Ashim bin Bahdalah Abi an-Nujud, seperti yang ia nyatakan dalam kitabnya ini juz I
hal 227 dan 263.
34) Mahmud bin Hasan an-Nahwi Abu Abdullah. Wafat tahun 272 H. Berkata Ibnu Yunus
dalam Tarikh Mishri: Seorang ahli nahwu, ahli tajwid, meriwayatkan dari Abul Malik bin
Hisyam dari Abi Zaid dari Abi Amr bin al-Ala.
77
35) Al-Walid bin Muhammad at-Tamimi an-Nahwi, yang termasyhur dengan sebutan
Wullaad. Wafat tahun 263 H. Seorang ahli nahwu, ahli tajwid, tsiqah, berasal dari
Bashrah.
6. Sifat-Sifatnya
Adalah ath-Thahawi rahimahullah seorang hafizh (penjaga dan penghafal) kitab Allah,
yang mengerti hukum-hukumnya dan maknanya, dan terhadap atsar dari shahabat dan
tabiin terhadap tafsir ayat-ayatnya, asbabun nuzulnya.
Mempunyai wawasan yang menakjubkan dengan ilmu qiraah. Penghafal hadits, luas
jangkauan pengenalannya terhadap thuruq (jalan-jalan) hadits, matan, illah dan ahwalnya,
rijal-rijalnya, banyak menelaah madzhab para shahabat dan tabiin serta para imam yang
mepat yang diikuti dan para imam mujtahid yang lain.
Seperti Ibrahim an-Nakhai, Utsman al-Batti, Auzai, ats-Tsauri, Laits bin Sad, Ibnu
Syubrumah, Ibnu Abi Laila dan al-Hasan bin Hay. Sangat piawai dalam ilmu Syurut dan
Watsaiq. Seorang yang sangat jeli dalam membahas suatu masalah. Tidak bertaklid pada
seorangpun, tidak dalam masalah ushul (pokok), dan tidak dalam masalah furu. Beliau
berputar bersama kebenaran yang berdasar pada ijtihadnya. Mengikuti manhaj salaf dalam
aqidah. Dan atas manhaj ini pula beliau mengarang kitab aqidah yang masyhur (yakni
Aqidah ath-Thahawiyah, pen.). Sangat memperhatikan apa yang beliau dengan dalam
majelis ilmu, dan kemudian diulangi kembali setelah selesai majlis, mengklasifikasikan secara
rinci riwayat-riwayat yang ia terima dan menyusunnya dalam mushannafnya.
Sifat inilah yang mengantarkannya untuk menyusun mushannafat yang banyak
menurut babnya. Dan beliau adalah seorang yang lapang dada, baik akhlaqnya, baik dalam
pergaulan, bertindak tanduk sopan, memberi nasehat para pemimpin, dengan penuh
tawadlu, dekat dengan para qadli dan ahli ilmu, menghadiri halaqah ilmu dan menukil
riwayat dari sana. Orang-orang yang berbeda pendapat dan sependapat dengan beliau
mengakui kewaraannya dan kezuhudannya, lemah lembut terhadap keluarga, jauh dari
rasa ragu-ragu. Ketsiqahan ulama pada beliau mencapai puncaknya ketika Abu Ubaid bin
Harbawaih salah seorang shahabat Syafii mengakui keadilannya dan menerima
syafaatnya.
7. Ath-Thahawi Seorang Imam Mujtahid
Ath-Thahawi telah belajar madzhab Syafii kepada pamannya al-Muzanni, kemudian
mempelajari madzhab Hanafi, dan tidak bertaashub pada salah seorang imam pun. Akan
tetapi memilih perkataan yang ia anggap paling benar berdasarkan kekuatan dalilnya. Dan
jika salah seorang imam menyamai pendapatnya maka disebabkan kesamaan yang
berdasarkan dalil dan hujjah, tidak karena taklid.
Keadaannya seperti keadaan para ulama semasanya, yang tidak ridla dengan taklid.
Tidak kepada ahli hapal hadits dan tidak pula kepada para ulama fiqih. Berkata Ibnu
Zaulaq: Aku mendengar Abu hasan Ali bin Abi Jafar ath-Thahawi berkata: Aku mendengar
bapakku berkata dan disebutkan keutamaan Abi Ubaid bin harbawaih dan fiqihnya lalu
berkata: Ketika itu ia mengingatkan aku dalam satu masalah. Maka aku jawab masalah itu.
Tetapi beliau berkata kepadamu: Bagaimana ini, kenapa memakai perkataan Abu
Hanifah? Maka aku katakan kepadamu: Wahai Qadli, apakah setiap perkataan yang
diucapkan Abu Hanifah aku katakan juga? Beliau berkata: Aku tidak mengira engkau
kecuali seorang muqallid (suka mengikuti saja). Aku jawab: Apakah ada orang yang
bertaklid kecuali orang yang bertaashub (fanatik buta)? Beliau menambahi: Atau orang
yang bodoh? Berkata: Maka menjadilah kalimat ini masyhur di Mesir hingga semacam
menjadi pameo yang dihafal manusia.
Dan tidak ada yang menghalanginya untuk berijtihad karena beliau telah menguasai
ilmu perangkatnya. Beliau adalah seorang hafidz. Luas telaahnya, dalam pemahamannya,
luas cakrawala tsaqafahnya, ahli dalam mengenali hadits dan periwayatannya, piawai
dalam mencari illat hadits serta mahir dalam ilmu fiqih dan bahasa Arab.
Berkata Imam al-Laknawi dalam al-Fawaid al-Bahiyah hal. 31; Bahwa Imam Thahawi
mempunyai derajat yang tinggi dan urutan yang mulia. Banyak menyelisihi shahibul
madzhab (pendiri madzhab) dalam masalah ushul maupun masalah furu. Barang siapa
yang menelaah kitab Syarh Maanil Atsar dan karangan-karangannya yangn lain maka
akan mendapati bahwa beliau banyak menyelisihi pendapat yang dipilih para pemimpin
madzhabnya jika yang mendasari pendapatnya itu sangat kuat. Yang benar beliau adalah
salah seorang mujtahid, akan tetapi manusia tidak bertaklid kepada beliau. Tidak dalam
furu maupun dalam ushul, karena mereka mensifatinya dengan mujtahid. Akan tetapi yang
mereka contoh dari beliau adalah caranya berijtihad. Atau paling tidak beliau adalah
seorang mujtahid dalam madzhab yang mampu untuk mengeluarkan hukum-hukum dari
kaidah-kaidah yang dinyatakan sang imam madzhab, dan tidak pernah derajat beliau
rendah dari martabat itu selamanya.
78
Dan berkata Maulana Abdul Aziz al-Muhaddits ad-Dahlawi dalam kitab Bustan alMuhadditsin: Dalam mukhtashar Thahawi menunjukkan bahwa beliau adalah seorang
mujtahid. Dan bukan seorang muqallid (pengekor) terhadap madzhab Hanafi dengan
pengekoran total. Karena beliau sering memilih pendapat yang berbeda dengan madzhab
Abu Hanafi ketika hal itu berdasarkan dalil-dalil yang kuat.
8. Murid-Murid Beliau
Tidak sedikit kalangan ahli ilmu yang berguru pada beliau. Diantara mereka para
hufadz yang termasyhur. Mereka menyimak dari beliau, mendapat manfaat dari ilmu beliau.
Diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Al-Hafizh Abul Farj Ahmad bin al-Qasim bin Ubaidillah bin Mahdi al-Baghdadi. Atau
yang terkenal dengan nama Ibnu Khasyab. Wafat 364 H.
b. Al-Imam al-Faqih al-Qadli Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Manshur al-Anshari
ad-Damaghaani.
c. Ismail bin Ahmad bin Muhammad bin Abdul Aziz, atau yang terkenal dengan nama Abu
Said al-Jurjani al-Khallaal al-Warraaq. Wafat tahun 364 H
d. Al-Muhaddits al-Hafizh al-Jawwal al-Mushannif Abu Abdullah al-Husain bin Ahmad bin
Muhammad bin Abdirrahman bin Asad bin Sammakh bin Syammaakhi al-Hirawi ashShaffar, pengarang al-Mustakhraj Ala Shahih Muslim. Wafat tahun 371 H.
e. Al-Muhaddits al-Imam Abu Ali al-Husain bin Ibrahim bin Jabir bin Abi Azzamzaam adDimasyqi al-Faraidli asy-Syahid. Wafat tahun 368 H.
f. Al-Imam al-Hafizh ats-Tsiqah ar-Rahaal al-Jawwal Muhadditsul Islam Alim alMuaammarin Abul Qasim Sulaiman bin Ahmad bin Ayub bin Muthair a-Lakhmi As
Syammi At Thabrani, pengarang tiga mujam; al-Kabir, al-Ausath, As Shaghir. Wafat
tahun 360 H.
g. Al-Imam al-Hafizh An Naqid al-Jawal Abu Ahmad Abdullah bin Addi bin Abdullah bin
Muhammad bin al-Mubarak bin al-Qaththaan al-Jurjaani, pengarang kitab al-Kamil.
Wafat tahun 365 H.
h. Al-Imam al-Hafizh al-Mutqin Abu Said Abdurrahman bin Ahmad bin Yunus bin Abdil
Ala ash-Shadafi al-Mishri, pengarang kitab Tarikh Ulama Mishra. Wafat tahun 347 H.
i. Al-Imam al-Hafizh Ats Tsiqah al-Jawwal Abu Bakar Muhammad bin Jafar bin al-Husain
al-Baghdadi al-Warraaq. Wafat tahun 370 H.
j. Asy-Syaikh al-Alim al-Hafizh Abu Sulaiman Muhammad bin al-Qadli Abdullah bin
ahmad bin Rabiah bin Zabrin ar-Rabai. Wafat tahun 379 H.
k. Asy-Syaikh al-Hafizh al-Mujawwid Muhaddis Iraq Abul Husein Muhammad bin alMudzaffar bin Musa bin Isa bin Muhammad al-Baghdadi. Wafat tahun 379 H.
l. Al-Muhaddits ar-Rahhal Abul Qasim Maslamah bin al-Qasim bin Ibrahim al-Andalusi alQurthubi. Wafat tahun 353 H.
m. MuhadditsAshbahaan al-Imam ar-Rahhal al-Hafizh ash-Shaduq Abu Bakar Muhammad
bin Ibrahim bin Ali bin Ashim bin Zaadzan al-Ashbahan, yang termasyhur dengan
sebutan Ibnul Muqri al-Mujam. Wafat tahun 381 H.
n. Ali bin Ahmad bin Muhammad bin Salamah Abul Hasan ath-Thahawi, anak imam
Thahawi. Wafat tahun 381 H.
o. Abu Utsman Ahmad bin Ibrahim bin Hammad bin Zaid al-Azdi. Wafat tahun 329 H.
Dan lain-lain rahimahullah ajmain.
9. Kitab-Kitab Karangan Beliau
Imam ath-Thahawi adalah termasuk diantara sekian orang yang mempunyai banyak
kitab karangan dan mahir dalam menyusun tashnifaat. Dikarenakan beberapa faktor yang
dianugerahkan Allah kepadanya. Yakni cepat hafal, mempunyai wawasan pengetahuan
yang luas, dan mempunyai kesiapan yang cukup, beliau telah menyusun berbagai macam
dan jenis kitab, baik dalam bidang aqidah, tafsir, hadits, fiqih, dan tarikh. Sebagian ahli tarikh
menyatakan lebih dari tiga puluh kitab. Diantaranya sebagai berikut:
1. Syarh Maani al-Atsar. 2. Ikhtilaaf al-Fiqhiyah. 3. Mukhatashar athThahawi. 4. Sunan
asy-Syafii. 5. Al-Aqidah ath-Thahawiyah. 6. Naqdlu kitab al-Mudallisin li Faqih Baghdad alHusain bin Ali bin Yazid al-Karabisi. 7. Taswiyatu baina Hadtsana wa Akhabarana. 8. AsySyurut ash-Shaqhir. 9. Asy-Syurut al-Ausath. 10. Asy-Syurut al-Kabir. 11. At-Tarikh al-Kabir. 12.
Ahkamul Quran 13. Nawadirul Fiqhiyah. 14. An-Nawadir Wal Hikayaat. 15. Juz-un fi hukmi
ardli Makkah. 16. Juz-un fi qismi al-fay`i wal Ghanaa-`im 17. Ar-Raddu ala Isa bin Abbaan fi
Kitaabihi alladzi sammaahu Khathau al-Kutub. 18. Al-Raddu ala Abi Ubaid fiima Akhtha a
fiihi fi Kitaabi an-Nasab. 19. Ikhtilaaf ar-Riwayaat ala Madzhab al-Kuufiyiin. 20. Syarh alJami al-Kabir lil imam Muhammad bin al-Hasan asy-Syaibani. 21. Kitab al-Mahadlir wa asSijillaat. 22. Akhbar Abi Hanifah wa ash-haabuhu. 23. Kitab Aal-Washaya wal Faraidl. 24.
Dan lain-lain.
Sumber:
1. Syarh Musykil al-Atsar oleh imam Thahawi.
79
2. Murid-Murid Beliau
Di antara murid-murid beliau yang terkenal adalah:
a. Imam Abu Nuaim Ahmad bin Abdullah bin Ahmad Al Mihrani Al Ashbahani. Beliau
adalah Al Hafidh, Ats Tsiqah, Al Allamah. Beliau adalah cucu Az Zahid Muhammad bin
Yusuf Al Banna. Beliau adalah penulis kitab Al Hilyah dan banyak karya lainnya. Beliau
lahir tahun 336 H dan wafat tahun 425 H.
b. Imam Abul Qasim Abdul Malik Muhammad bin Abdillah bin Bisyran. Beliau adalah Al
Muhaddits, Al Musnid, Ats Tsiqah, Ats Tsabt, Ash Shalih [Orang yang shalih], Pemberi
Nasihat, dan Musnid Irak. Beliau lahir tahun 339 H dan wafat tahun 430 H.
c. Imam Abul Husein Ali bin Muhammad bin Abdullah bin Bisyran. Beliau adalah Asy
Syaikh, Al Alim, Al Muadil, Al Musnid. Al Khatib berkata tentang beliau: Dia sempurna
muruah [Kewibawaan]-nya, kokoh menjalankan agama, shaduq [Sangat jujur], dan
tsabit.Beliau lahir tahun 328 H dan wafat tahun 415 H.
80
d. Imam Abu Muhammad Abdurrahman bin Umar At Tajibi Al Mishri Al Maliki Al Bazzaz.
Beliau adalah Asy Syaikh, Al Fakih, Al Muhadits, Ash Shaduq, dan Musnid Mesir. Beliau
terkenal dengan gelar Ibnu Nahhas. Beliau lahir tahun 323 H dan wafat tahun 416 H.
e. Imam Abul Hasan Ali bin Ahmad bin Umar bin Hafsh Al Hamami Al Baghdadi. Beliau
adalah Al Muhadits dan Muqri Irak. Al Khatib mengatakan bahwa beliau sangat jujur,
taat beragama, terhormat, sulit dicari tandingannya dalam sanad-sanad qiraah dan
memiliki ketinggian sanad di masanya. Lahir 328 H dan wafat 417 H.
f. Al Imam Abu Bakr bin Abu Ali Ahmad bin Abdurrahman Al Hamadani Adz Dzakwan Al
Ashbahani. Beliau adalah Al Alim, Al Hafidh, dan termasuk Rijal Ats Tsiqah. Abu Nuaim
mengatakan tentang beliau: Dia mempersaksikan dan menyampaikan hadits selama 60
tahun, akhlaknya baik dan kokoh madzhabnya. Beliau lahir tahun 333 H dan wafat
tahun 419 H.
g. Syaikh Abul Husein Muhammad bin Al Husein bin Muhammad bin Al Fadl Al Baghdadi Al
Qahthani. Beliau adalah Al Alim, Ats Tsiqat, Al Musnid [Orang yang menjadi rujukan
sanad hadits]. Beliau lahir tahun 335 H dan wafat tahun 415 H.
3. Keilmuan Beliau Dan Komentar Para Ulama Tentangnya
a. Ibnu Nadim berkata: Dia faqih, shalih, dan ahli ibadah.
b. Al Khatib berkata: Dia tsiqah, shaduq (sangat jujur), taat beragama, dan memiliki
banyak karya.
c. Ibnu Jalkan berkata: Dia faqih, bermadzhab Syafii, muhadits, penulis kitab Arbain dan
terkenal dengannya, shalih dan ahli ibadah.
d. Yaqut berkata: Dia faqih bermadzhab Syafii, tsiqah, dan menulis banyak karya.
e. Ibnul Jauzi dalam kitab As Shawatus Shafwah mengatakan: Dia tsiqah, taat beragama,
alim, dan banyak menulis karya.
f. Ibnu Subki dalam Thabaqat-nya mengatakan: Dia faqih, muhadits, pemilik beberapa
karangan.
g. Dzahabi dalam Siyar Alamin Nubala berkata: Dia seorang imam, muhadits, panutan,
Syaikh di Al Haram, shaduq, abid [Ahli ibadah], shahibus sunan, dan ahli ittiba
[Pengikut sunnah].
h. Suyuthi mengatakan: Dia alim dan mengamalkan ilmu ahli sunnah.
Dari ucapan para ulama di atas diketahui bahwa beliau termasuk ulama yang
beramal dengan ilmunya, seorang faqih yang ahli hadits, serta penjaga Kitabullah. Para
ulama tersebut juga sepakat bahwa beliau termasuk orang yang tsiqat dan berpegang teguh
dengan sunnah. Beliau juga seorang pengarang yang meninggalkan pengaruh yang jelas
dalam perbendaharaan Islam.
4. Karya-Karya Beliau
Imam Al Ajurri mewariskan beberapa karya diantaranya yang telah dicetak: Akhlaq
Ahlil Quran, Akhlaqul Ulama, Akhbar Umar bin Abdil Aziz, Al Arbain Haditsan, Al Ghuraba,
Tahrimun Nard was Satranji wal Malahi, Asy Syariah, At Tashdiq bin Nadhar Ilallah.
Berupa Manuskrip (Tulisan Tangan): Adabun Nufus, Ats Tsamainin fil Hadits, Juzun min
Hikayat As Syafii wa Ghairihi, Fardlu Thalabil Ilmi, Al Fawaid Al Muntakhabah, Wushulul
Masyaqin wa Nuzhatul Mustamiin.
Karaya-karya beliau yang Hilang: Ahkamun Nisa, Akhlaq Ahli Bir wat Tuqa, Aushafus
Sabah, Taghyirul Azminah, At Tafarud wal Uzlah, At Tahajud, At Taubah, Husnul Khuluq, Ar
Ruyah, Ruju Ibni Abbas anis Sharf, Risalah ila Ahlil Baghdad, Syarah Qasidah As Sijistani, As
Syubuhat, Qishatul Hajaril Aswad wa Zam-Zam wa Badu Syaniha, Qiyamul Lail wa Fadllu
Qiyamir Ramadlan, Fadllul Ilmi, Mukhtasharul Fiqh, Masalatut Thaifin, An Nasihah.
5. Wafat Beliau
Sebagian para ulama mengatakan bahwa ketika beliau masuk ke kota Mekkah yang
beliau kagumi, beliau berdoa: Ya Allah, berilah rezki kepadaku dengan tinggal di sana
selama setahun.Lalu beliau mendengar bisikan: Bahkan 30 tahun!Akhirnya beliau tinggal
selama 30 tahun dan wafat di sana tahun 320 H. demikian keterangan Ibnu Khalqan.
Al Khatib berkata: Aku membaca cerita itu di lantai kubur beliau di Mekkah.Ibnul
Jauzi berkata bahwa Abu Suhail Mahmud bin Umar Al Akbari berkata bahwa ketika Abu
Bakr sampai di Mekkah dia merasa kagum dengannya dan berdoa: Ya Allah, hidupkan
aku di negeri ini walau hanya setahun.Tiba-tiba ia mendengar bisikan: Hai Abu Bakr,
kenapa hanya setahun? Tiga puluh tahun!Ketika menginjak tahun ketiga puluh, beliau
mendengar bisikan lagi: Wahai Abu Bakr, sudah kami tunaikan janji itu.Kemudian
wafatlah beliau di tahun itu.
6. Madzhab Beliau
81
Beliau bermadzhab Syafii menurut sebagian ulama. Namun ulama lain seperti Al
Isnawi mengatakan bahwa sebagian orang membantah ke-Syafii-an beliau dan
mengatakan bahwa beliau bermadzhab Hanbali. Al Isnawi mengatakan hal itu setelah dia
mengatakan bahwa Imam Al Ajurri pengikut madzhab Syafii. Demikian pula keterangan
Abu Yala dalam kitab beliau Tabaqat Al Hanabilah.
7. Sumber-Sumber Biografi Beliau
Riwayat hidup beliau yang penuh barakah ditulis dalam beberapa kitab para ulama.
Di antaranya: Al Fahrasat. Ibnu Nadim halaman 268., Tarikh Baghdad. Al Khatib 2/243.,
Tabaqatul Hanabilah. Ibnu Abi Yala halaman 332., Al Ansab. As Samani 1/94., Fahrasah Ibni
Khairil Isybaili. Halaman 285-286., Wafiyatul Ayan. Ibnu Khukan 4/292., Mujamul Buldan.
Yaqut Al Hamawi 1/51., Siyar Alamin Nubala. Adz Dzahabi 16/133., Thabaqatus Syafiiyah. Al
Isnawi 1/50., Al Aqduts Tsamin. Al Fasi 2/4., Thabaqatul Hufadh. As Suyuthi halaman 378.,
Syajaratudz Dzahab. Ibnul Imad 3/35.
Sumber:Al Ghuraba minal Mukminin, Al Ajurri
O. Ibnu Hibban (wafat 342)
Nama sebenarnya adalah Muhammad bin Hibban bin Ahmad Abu Hatim al Butsy at
Tamimy, ia seorang hafidh yang terkenal di zamannya.
Beliau banyak mendengar hadits dari ulama ulama hadits di bebagai kota, ia terkenal
sebagai orang perantauan dalam mencari hadits.
Ia banyak mengarang kitab diantaranya al Anwa Wattaqasim, kitab ini disusun dengan
tertib yang tersendiri yaitu tidak berdasarkan bab dan tidak berdasarkan musnad, isi kitab ini
dibagi dari 5 bagian yaitu: Awamir, Nawabi, Akhbar, Ibahat dan Afalun Nabi. Masing masing
bagian ini dibagi lagi kepada beberapa bagian, oleh karenanya mencari hadits didalam kitab itu
sangat sulit.
Kitab itu telah diterbitkan secara berbab bab oleh sebagian ulama mutaakhirin, dan
sebagian para ulama berkata: orang yang paling Shahih dari orang orang yang menyusun kitab
yang mengandung hadits shahih sesudah Bukhary dan Muslim ialah Ibnu Khuzaimah lalu Ibnu
Hibban, dan sebenarnya kurang tepat dinamakan kitab Ibnu Hibban dengan Shahih, karena
didalamnya ada hadits yang hasan.
Para ulama mengatakan bahwa Ibnu Hibban agak bermudah mudahan dalam
menshahihkan hadits, akan tetapi sikapnya itu lebih kurang pada al Hakim.
Al Hazimy berkata: Ibnu Hibban lebih menguasai hadits dari al Hakim
Ia wafat pada tahun 342 H
Disalin dari Biografi Ibnu Hibban dalam lisan, Ibn Hajar5:112,, Tahdzib at Tahdzib karya
Ibnu Hajar asqalani
P. Ath-Thabarany (wafat 360 H)
Nama sebenarnya adalah Abul Qasim Sulaiman bin Ahmad Ath-Thabrany, ia seorang
hafidh yang terkenal di abad ke empat Hijriah, Ia menyusun 3 buah Mujam yaitu al Kabier, ash
Shagier dan al Ausath.
Didalam al Kabier dikumpulkan musnad musnad sahabat, diterbitkan menurut haraf
mujam, selain dari pada musnad Abu Hurirah yang disusun dalam sebuah kitab, menurut
riwayat didalam al Kabier ditulis 520.000 hadits dan apabila dikatakan al Mujam, maka yang
dimaksud adalah al Kabier.
Al-Ausath disusun berdasarkan nama guru gurunya dan didalam al Ausath terdapat
320.000 hadits.
Menurut perkataan adz Dzahaby didalamnya terdapat hadits shahih dan hadits mungkar.
Sedangkan kitab Ash Shagier terdiri dari satu jilid, didalamnya ditulis hadits yang diterima
dari gurunya, isinya sebanyak 15.000 hadits.
Ia wafat pada tahun 360 H
Disalin dari riwayat ath Thabarany dalam Tahdzib at Tahdzib karya Ibnu Hajar asqalani
2:290.
Q. Al Hakim an-Naisabur (Wafat 405 H)
Namanya adalah Abu Abdillah an-Naisabury yang terkenal dengan nama Ibnul Baiyyi,
pengarang kitab al-Mustadrak.
Ia mempunyai banyak kitab dalam ilmu hadits diantranya adalah: al-Ilal wa Amali,
Marifatu Ulumil Hadits dan lain lainnya. Menurut riwayat kitabnya lebih kurang 1.500 juz.
Ia pernah melakukan perjalanan ke Iraq dan Hijaz, beliau mengadakan Mudzakarah
dengan ulama ulama hadits dan Munadharah dengan penghapal penghapal hadits.
Al Hakim menjabat sebagai Qadli di Naisabur pada tahun 359 H.
Ia wafat pada tahun 405 H
82
Disalin dari riwayat al-Hakim dari Tarikh Ibnu Katsir 11/35, Miftahus Sunnah.
R. Manshur At Thobani Al Laalikai (Wafat 416 H)
1. Mama lengkapnya
Hibatullah bin Al Hasan bin Manshur Ar Rozi At Thobani Al Laalikai.
2. Negeri dan perkembangannya
Al Khotib dan Ibnu Jauzi menjelaskan bahwa asal Thobani di nisbatkan ke negeri
Thobanistan. Adapun Ar Rozi dinisbatkan ke kota besar yaitu Ar Roy. Kemudian beliau
singgah di Baghdad dan bermukim di Baghdad. Jadi beliau pernah singgah di 3 tempat
Thobanistan negeri aslinya.
Rihlah ke Ar Roy untuk menuntut ilmu.
Baghdad.
Penisbatan beliau hanya ke Thobanistan dan Ar Roy tidak ada penisbatan ke Baghdad
karena beliau hanya bermukim sebentar di Baghdad.
3. Guru-guru beliau.
a. Abu Hamid Ahmad bin Muhammad bin Ahmad Al Isfiroyini Imam Madhab SyafiI pada
zamannya (w. 406 h).
b. Ibrohim bin Muhammad bin Ubaid Abu Masud Ad Dimasyqi.
c. Al Hasan bin Utsman (w. 405 h).
d. Muhammad bin Abdurrohman Al Abbasi Al Mukhlish.
e. Isa bin Ali bin Isa Al Wazir.
f. Ubaidillah bin Muhammad bin Ahmad bin Abu Ahmad Al Farodhi (w. 406 h).
g. Muhammad bin Al Hasan Al Farisi (w. 386 h)
h. Abdurrohman bin Umar Abu Husain Al Mudil (w. 397 h)
i. Abdullah bin Muslim bin Yahya (w. 397 h)
j. Muhammad bin Ali bin Nadhor (w. 396 h)
k. Murid-murid beliau
l. Abu Bakar Ahmad bin Ali Al Khotib Al Baghdadi (w. 463 h)
m. Abu Hasan Ali bin Al Husain Al Abari (w. 468 h)
n. Abu Bakar Muhammad bin Hibatullah bin Al Hasan At Thobani Al Lalikai
o. Ahmad bin Ali bin Zakaria At Thoni Tsitsi Syaikh sufi di Khurasan (w. 497 h)
p. Karangan-karangan beliau.
q. Karomatu Auliyallah
r. Asmau Rijalush Shohihain
s. Fawaidu fikhtiari Abi Qosim
t. Syarhu kitabi Umar bin Khoththob.
u. Dan lain-lain.
v. Pujian para ulama terhadap beliau.
w. Al Hafid Al Khotib Al Bagdadi: beliau belajar fiqh As SyafiI kepada Abi Al Isfiroyini.
x. Al Hafidz Adz Dzahabi: beliau mufidu bagdad pada zamannya.
y. Ibnu Atsir: beliau mendengar dan belajar hadits kepada Abi Hamid.
4. Wafatnya
Beliau wafat di kota Dimur hari selasa bulan Romadhon tehun 416 h. Ali bin Al Hasan
bin Jada Al Akbarni berkata: Aku bermimpi bertemu dengan Abi Qosim At Thobuni, lalu
saya bertanya kepadanya: Apa yang Allah lakukan pada mu ?, beliau menjawab; Allah
telah mengampuniku, lalu saya berkata: Dengan apa ?, beliau menjawab; dengan kalimat
yang samar (dengan sunnah).
S. Imam Al Baihaqi (wafat 458 H)
Imam Al Baihaqi bernama lengkap Imam Al-Hafith Al-Mutaqin Abu Bakr Ahmed ibn
Al-Hussein ibn Ali ibn Musa Al Khusrujardi Al-Baihaqi, adalah seorang ulama besar dari Khurasan
(desa kecil di pinggiran kota Baihaq) dan penulis banyak buku terkenal.
Masa pendidikannya dijalani bersama sejumlah ulama terkenal dari berbagai negara, di
antaranya Iman Abul Hassan Muhammed ibn Al-Hussein Al Alawi, Abu Tahir Al-Ziyadi, Abu
Abdullah Al-Hakim, penulis kitab Al Mustadrik of Sahih Muslim and Sahih Al-Bukhari, Abu
Abdur-Rahman Al-Sulami, Abu Bakr ibn Furik, Abu Ali Al-Ruthabari of Khusran, Halal ibn
Muhammed Al-Hafaar, dan Ibn Busran.
Para ulama itu tinggal di berbagai tempat terpencar. Oleh karenanya, Imam Baihaqi
harus menempuh jarak cukup jauh dan menghabiskan banyak waktu untuk bisa bermajelis
dengan mereka. Namun, semua itu dijalani dengan senang hati, demi memuaskan dahaga
batinnya terhadap ilmu Islam.
83
As-Sabki menyatakan: Imam Baihaqi merupakan satu di antara sekian banyak imam
terkemuka dan memberi petunjuk bagi umat Muslim. Dialah pula yang sering kita sebut sebagai
Tali Allah dan memiliki pengetahuan luas mengenai ilmu agama, fikih serta penghapal hadits.
Abdul-Ghaffar Al-Farsi Al-Naisabouri dalam bukunya Thail Tareekh Naisabouri: Abu
Bakr Al-Baihaqi Al Hafith, Al Usuli Din, menghabiskan waktunya untuk mempelajari beragam
ilmu agama dan ilmu pengetahuan lainnya. Dia belajar ilmu aqidah dan bepergian ke Irak serta
Hijaz (Arab Saudi) kemudian banyak menulis buku.
Imam Baihaqi juga mengumpulkan Hadits-hadits dari beragam sumber terpercaya.
Pemimpin Islam memintanya pindah dari Nihiya ke Naisabor untuk tujuan mendengarkan
penjelasannya langsung dan mengadakan bedah buku. Maka di tahun 441, para pemimpin Islam
itu membentuk sebuah majelis guna mendengarkan penjelasan mengenai buku Al Marifa.
Banyak
imam
terkemuka
turut
hadir.
Imam Baihaqi hidup ketika kekacauan sedang marak di berbagai negeri Islam. Saat itu kaum
Muslim terpecah-belah berdasarkan politik, fikih, dan pemikiran. Antara kelompok yang satu
dengan yang lain berusaha saling menyalahkan dan menjatuhkan, sehingga mempermudah
musuh dari luar, yakni bangsa Romawi, untuk menceraiberaikan mereka.
Dalam masa krisis ini, Imam Baihaqi hadir sebagai pribadi yang berkomitmen terhadap
ajaran agama. Dia memberikan teladan bagaimana seharusnya menerjemahkan ajaran Islam
dalam perilaku keseharian.
Sementara itu, dalam Wafiyatul Ayam, Ibnu Khalkan menulis, Dia hidup zuhud, banyak
beribadah, wara, dan mencontoh para salafus shalih.
Beliau terkenal sebagai seorang yang memiliki kecintaan besar terhadap hadits dan fikih.
Dari situlah kemudian Imam Baihaqi populer sebagai pakar ilmu hadits dan fikih.
Setelah sekian lama menuntut ilmu kepada para ulama senior di berbagai negeri Islam,
Imam Baihaqi kembali lagi ke tempat asalnya, kota Baihaq. Di sana, dia mulai menyebarkan
berbagai ilmu yang telah didapatnya selama mengembara ke berbagai negeri Islam. Ia mulai
banyak mengajar.
Selain mengajar, dia juga aktif menulis buku. Dia termasuk dalam deretan para penulis
buku yang produktif. Diperkirakan, buku-buku tulisannya mencapai seribu jilid. Tema yang
dikajinya sangat beragam, mulai dari akidah, hadits, fikih, hingga tarikh. Banyak ulama yang
hadir lebih kemudian, yang mengapresiasi karya-karyanya itu. Hal itu lantaran pembahasannya
yang demikian luas dan mendalam.
Meski dipandang sebagai ahli hadits, namun banyak kalangan menilai Baihaqi tidak
cukup mengenal karya-karya hadits dari Tarmizi, Nasai, dan Ibn Majah. Dia juga tidak pernah
berjumpa dengan buku hadits atau Masnad Ahmad bin Hanbal (Imam Hambali). Dia
menggunakan Mustadrak al-Hakim karya Imam al-Hakim secara bebas.
Menurut ad-Dahabi, seorang ulama hadits, kajian Baihaqi dalam hadits tidak begitu besar,
namun beliau mahir meriwayatkan hadits karena benar-benar mengetahui sub-sub bagian
hadits dan para tokohnya yang telah muncul dalam isnad-isnad (sandaran: rangkaian perawi
hadits).
Di antara larya-karya Baihaqi, Kitab as-Sunnan al-Kubra yang terbit di Hyderabat, India,
10 jilid tahun 1344-1355, menjadi karya paling terkenal. Buku ini pernah mendapat penghargaan
tertinggi.
Dari pernyataan as-Subki, ahli fikih, usul fikih serta hadits, tidak ada yang lebih baik dari
kitab ini, baik dalam penyesuaian susunannya maupun mutunya.
Dalam karya tersebut ada catatan-catatan yang selalu ditambahkan mengenai nilai-nilai
atau hal lainnya, seperti hadits-hadits dan para ahli hadits. Selain itu, setiap jilid cetakan
Hyderabat itu memuat indeks yang berharga mengenai tokoh-tokoh dari tiga generasi pertama
ahli-ahli hadits yang dijumpai dengan disertai petunjuk periwayatannya.
Itulah di antara sumbangsih dan peninggalan berharga dari Imam Baihaqi. Dia
mewariskan ilmu-ilmunya untuk ditanamkan di dada para muridnya. Di samping telah pula
mengabadikannya ke dalam berbagai bentuk karya tulis yang hingga sekarang pun tidak usaiusai juga dikaji orang.
Imam terkemuka ini meninggal dunia di Nisabur, Iran, tanggal 10 Jumadilawal 458 H (9
April 1066). Dia lantas dibawa ke tanah kelahirannya dan dimakamkan di sana. Penduduk kota
Baihaq berpendapat, bahwa kota merekalah yang lebih patut sebagai tempat peristirahatan
terakhir seorang pecinta hadits dan fikih, seperti Imam Baihaqi.
Sejumlah buku penting lain telah menjadi peninggalannya yang tidak ternilai. Antara lain
buku As-Sunnan Al Kubra, Sheub Al Iman, Tha Lail An Nabuwwa, Al Asma wa As Sifat,
dan Marifat As Sunnan cal Al Athaar.
T. Al Khathib Al Baghdadi (wafat 463 H)
Nama sebenarnya adalah Abu Bakar Muhammad Ahmad bin Ali bin Tsabit, terkenal
dengan nama Al Khathib Al Baghdadi. Ia yang menulis kitab terkenal Kitab Tarikh Baghdad.
84
Ia lahir pada tahun 392 H di Iraq, Ayahnya bernama Khatib Darzanjan menyuruh anaknya
memperdalam ilmu hadits sejak kecil (tahun 403H). Ia mengembara ke bebagai wilayah untuk
memperdalam ilmu hadits.
Ia menyimak hadits dari sejumlah besar kalangan muhadditsin yang tsiqah dari berbagai
wilayah seperti Baghdad, Bashrah, Naisabur, Ashbahan, Dainur, Hamadan, Kufah, Haramain,
Damaskus, al Quds dan lain lainnya. Ia juga merantau ke Syam (Syiria) pada tahun 451 H dan
menetap disana selama 11 tahun.
Banyak ulama yang meriwayatkan hadits darinya termasuk gurunya sendiri Ahmad al
Bargani (Baghdad), Ibnu Makula berkata,Al Khatib adalah tokoh terkenal terakhir yang kami
akui kepintarannya, hapalannya, ke dhabith annya tentang hadits hadits Rasulullah Shallallahu
alaihi wassalam, juga kelihaiannya dalam mengetahui illat illat dan sanad sanadnya, serta
mengetahui akan shahih, gharib, ahad, mungkar atau matruknya sebuah hadits.
Ia melanjutkan,Tidak ada orang Baghdad setelah Daraquthni yang sekaliber al Khatib.
Sebelum wafatnya ia menyedekahkan seluruh harta nya senilai 200 Dinar kepada para
Ulama dan Kaum Faqir, bahkan ia berwasiat agar menyedekahkan kitab kitabnya kepada
kaum muslimin.
Ia wafat pada tahun 463 H
Disalin dari kitab iqtidha Al ilm al Amal karya Al Khatib Baghdadi, Tahqiq Syaikh Al
Albani. Penerbit Maktabah Al Maarif, Riyadh.
U. Ibnu Qudamah Al Maqdisi
Beliau adalah seorang imam, ahli fiqih dan zuhud, Asy Syaikh Muwaffaquddin Abu
Muhammad Abdullah Bin Ahmad Bin Muhammad Ibnu Qudamah al-Hanbali al-Almaqdisi.
Beliau berhijrah ke lereng bukit Ash-Shaliya, Damaskus, dan dibubuhkanlah namanya adDamsyiqi ash-Shalihi, nisbah kepada kedua daerah itu. Dilahirkan pada bulan Syaban 541 H di
desa Jammail, salah satu daerah bawahan Nabulsi, dekat Baitil Maqdis, Tanah Suci di Palestina.
Saat itu tentara salib menguasai Baitil Maqdis dan daerah sekitarnya. Karenanya, ayahnya,
Abul Abbas Ahmad Bin Muahammad Ibnu Qudamah, tulang punggung keluarga dari pohon
nasab yang baik ini hajrah bersama keluarganya ke Damaskus dengan kedua anaknya, Abu
Umar dam Muwaffaquddin, juga saudara sepupu mereka, Abdul Ghani al-Maqdisi, sekitar tahun
551 H (Al-Hafidz Dhiyauddin mempunyai sebuah kitab tentang sebab hijrahnya pendududk
Baitul Maqdis ke Damaskus.
Di Damaskus mereka singgah di Masjid Abu Salih, di luar gerbang timur. Setelah dua tahun
di sana, mereka pindahke kaki gunung Qaisun di Shalihia, Damaskus. Di masa-masa itu
Muwaffaquddin menghafal Al Quran dan menimba ilmu-ilmu dasar kepada ayahnya,
AbulAbbas, seorang ulama yang memiliki kedudukan mulia srta seorang yang zuhud.Kemudian
ia berguru kepada para ulama Damskus lainnya. Ia hafal Mukhtasar Al Khiraqi (fiqih madzab
Imam Ahmad Bin Hambal) dan kitab-kitab lainnnya.
Ia memiliki kemajuan pesat dalam menkaji ilmu. Menginjak umur 20 tahun, ia pergi ke
Bghdad ditemani saudara sepupunya, Abdul Ghani al-Maqdisi (anak saudara laki-laki ibunya)
dan keduanya umurnya sama.
Muwaffaquddin semula menetap sebentar di kediaman Syekh Abdul Qadir Al-Jailani,di
Baghdad. Saat itu Shaikh berumur 90 tahun. Ia mengaji kepada beliau Mukhtasar Al-Khiraqi
denagan penuh ketelitian dan pemahaman yang dalam, karena ia talah hafal kitab itu sejak di
Damaskus. Kemudian wafatlah Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani rahimahullah.
Selanjutnya ia tidak pisah dengan Syaikh Nashih al-Islam Abul Fath Ibn Manni untuk
mengaji kepada belia madzab Ahmad dan perbandingan madzab. Ia menetap di Baghdad
selama 4 tahun. Di kota itu juga ia mengaji hadis dengan sanadnya secara langsung mendengar
dari Imam Hibatullah Ibn Ad-Daqqaq dan lainnya. Setelah itu ia pulang ke Damaskus dan
menetap sebentar di keluarganya. Lalu kembali ke Baghdad tahun 576 H.
Di Baghdad dalam kunjungannya yang kedua, ia lanjutkan mengajihadis selama satu
tahun, mendengar langsung dengan sanadnya dari Abdul Fath Ibn Al-Manni. Setelah itu ia
kembali ke Damaskus.
Pada tahun 574 H ia menunaikan ibadah haji,seusai ia pulang ke Damaskus. Di sana ia
mulai menyusun kitabnya Al-Mughni Syarh Mukhtasar Al-Khiraqi (fiqih madzab Imam Ahmad
Bin Hambal). Kitab ini tergolong kitab kajian terbesar dalam masalah fiqih secarar umum, dan
khususnya di madzab Imam Ahmad Bin Hanbal. Sampai-sampai Imam Izzudin Ibn Abdus Salam
As-Syafii, yang digelari Sulthanul Ulama mengatakan tentang kitab ini: Saya merasa kurang
puas dalam berfatwa sebelum saya menyanding kitab al-Mughni.
Banyak para santri yang menimba ilmu hadis kepada beliau, fiqih, dan ilmu-ilmu lainnya.
Dan banyak pula yang menjadi ulama fiqih setelah mengaji kepada beliau. Diantaranya,
kpeonakannya sendiri, seorang qadhi terkemuka, Syaikh Syamsuddin Abdur Rahman Bin Abu
Umar dan ulama-ulama lainnya seangkatannya.
Di samping itu beliau masih terus menulis karya-karya ilmiah di berbagai disiplin ilmu,
lebih-lebih di bidang fiqih yang dikuasainya denagn matang. Beliau banyak menulis kitab di
85
86
untuk melihat si bocah bernama Ibnu Taimiyah yang kecerdasannya menjadi buah bibir.
Setelah bertemu, ia memberikan tes dengan cara menyampaikan belasan matan hadits
sekaligus. Ternyata Ibnu Taimiyah mampu menghafalkannya secara cepat dan tepat. Begitu
pula ketika disampaikan kepadanya beberapa sanad, beliaupun dengan tepat pula mampu
mengucapkan ulang dan menghafalnya. Hingga ulama tersebut berkata: Jika anak ini
hidup, niscaya ia kelak mempunyai kedudukan besar, sebab belum pernah ada seorang
bocah seperti dia.
Sejak kecil beliau hidup dan dibesarkan di tengah-tengah para ulama, mempunyai
kesempatan untuk mereguk sepuas-puasnya taman bacaan berupa kitab-kitab yang
bermanfaat. Beliau infakkan seluruh waktunya untuk belajar dan belajar, menggali ilmu
terutama kitabullah dan sunah Rasul-Nya shallallahualaihi wa sallam. Lebih dari semua itu,
beliau adalah orang yang keras pendiriannya dan teguh berpijak pada garis-garis yang telah
ditentukan Allah, mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Beliau
pernah berkata: Jika dibenakku sedang berfikir suatu masalah, sedangkan hal itu
merupakan masalah yang muskil bagiku, maka aku akan beristighfar seribu kali atau lebih
atau kurang. Sampai dadaku menjadi lapang dan masalah itu terpecahkan. Hal itu aku
lakukan baik di pasar, di masjid atau di madrasah. Semuanya tidak menghalangiku untuk
berdzikir dan beristighfar hingga terpenuhi cita-citaku.
Begitulah seterusnya Ibnu Taimiyah, selalu sungguh-sungguh dan tiada putus-putusnya
mencari ilmu, sekalipun beliau sudah menjadi tokoh fuqaha dan ilmu serta dinnya telah
mencapai tataran tertinggi.
2. Pujian Ulama
Al-Allamah As-Syaikh Al-Karamy Al-Hambali dalam Kitabnya Al-Kawakib AD-Darary
yang disusun kasus mengenai manaqib (pujian terhadap jasa-jasa) Ibnu Taimiyah, berkata:
Banyak sekali imam-imam Islam yang memberikan pujian kepada (Ibnu Taimiyah) ini.
Diantaranya: Al-Hafizh Al-Mizzy, Ibnu Daqiq Al-Ied, Abu Hayyan An-Nahwy, Al-Hafizh Ibnu
Sayyid An-Nas, Al-Hafizh Az-Zamlakany, Al-Hafidh Adz-Dzahabi dan para imam ulama lain.
Al-Hafizh Al-Mizzy mengatakan: Aku belum pernah melihat orang seperti Ibnu
Taimiyah dan belum pernah kulihat ada orang yang lebih berilmu terhadap kitabullah dan
sunnah Rasulullah shallahualaihi wa sallam serta lebih ittiba dibandingkan beliau. Al-Qadhi
Abu Al-Fath bin Daqiq Al-Ied mengatakan: Setelah aku berkumpul dengannya, kulihat
beliau adalah seseorang yang semua ilmu ada di depan matanya, kapan saja beliau
menginginkannya, beliau tinggal mengambilnya, terserah beliau. Dan aku pernah berkata
kepadanya: Aku tidak pernah menyangka akan tercipta manasia seperti anda.
Al-Qadli Ibnu Al-Hariry mengatakan: Kalau Ibnu Taimiyah bukah Syaikhul Islam, lalu
siapa dia ini ?Syaikh Ahli nahwu, Abu Hayyan An-Nahwi, setelah beliau berkumpul dengan
Ibnu Taimiyah berkata: Belum pernah sepasang mataku melihat orang seperti
diaKemudian melalui bait-bait syairnya, beliau banyak memberikan pujian kepadanya.
Penguasaan Ibnu Taimiyah dalam beberapa ilmu sangat sempurna, yakni dalam tafsir,
aqidah, hadits, fiqh, bahasa arab dan berbagai cabang ilmu pengetahuan Islam lainnya,
hingga beliau melampaui kemampuan para ulama zamannya. Al-Allamah Kamaluddin bin
Az-Zamlakany (wafat th. 727 H) pernah berkata: Apakah ia ditanya tentang suatu bidang
ilmu, maka siapa pun yang mendengar atau melihat (jawabannya) akan menyangka bahwa
dia seolah-olah hanya membidangi ilmu itu, orang pun akan yakin bahwa tidak ada
seorangpun yang bisa menandinginya. Para Fuqaha dari berbagai kalangan, jika duduk
bersamanya pasti mereka akan mengambil pelajaran bermanfaat bagi kelengkapan
madzhab-madzhab mereka yang sebelumnya belum pernah diketahui. Belum pernah
terjadi, ia bisa dipatahkan hujahnya. Beliau tidak pernah berkata tentang suatu cabang
ilmu, baik ilmu syariat atau ilmu lain, melainkan dari masing-masing ahli ilmu itu pasti
terhenyak. Beliau mempunyai goresan tinta indah, ungkapan-ungkapan, susunan, pembagian kata dan penjelasannya sangat bagus dalam penyusunan buku-buku.
Imam Adz-Dzahabi rahimahullah (wafat th. 748 H) juga berkata: Dia adalah lambang
kecerdasan dan kecepatan memahami, paling hebat pemahamannya terhadap Al-Kitab
was-Sunnah serta perbedaan pendapat, dan lautan dalil naqli. Pada zamannya, beliau
adalah satu-satunya baik dalam hal ilmu, zuhud, keberanian, kemurahan, amar maruf, nahi
mungkar, dan banyaknya buku-buku yang disusun dan amat menguasai hadits dan fiqh.
Pada umurnya yang ke tujuh belas beliau sudah siap mengajar dan berfatwa, amat
menonjol dalam bidang tafsir, ilmu ushul dan semua ilmu-ilmu lain, baik pokok-pokoknya
maupun cabang-cabangnya, detailnya dan ketelitiannya. Pada sisi lain Adz-Dzahabi
mengatakan: Dia mempunyai pengetahuan yang sempurna mengenai rijal (mata rantai
sanad), Al-Jarhu wat Tadil, Thabaqah-Thabaqah sanad, pengetahuan ilmu-ilmu hadits
antara shahih dan dhaif, hafal matan-matan hadits yang menyendiri padanya .. Maka
tidak seorangpun pada waktu itu yang bisa menyamai atau mendekati tingkatannya ..
87
Adz-Dzahabi berkata lagi, bahwa: Setiap hadits yang tidak diketahui oleh Ibnu Taimiyah,
maka itu bukanlah hadist.
Demikian
antara
lain
beberapa
pujian
ulama
terhadap
beliau.
Sejarah telah mencatat bahwa bukan saja Ibnu Taimiyah sebagai dai yang tabah, liat, wara,
zuhud dan ahli ibadah, tetapi beliau juga seorang pemberani yang ahli berkuda. Beliau
adalah pembela tiap jengkal tanah umat Islam dari kedzaliman musuh dengan pedannya,
seperti halnya beliau adalah pembela aqidah umat dengan lidah dan penanya.
Dengan berani Ibnu Taimiyah berteriak memberikan komando kepada umat Islam
untuk bangkit melawan serbuan tentara Tartar ketika menyerang Syam dan sekitarnya.
Beliau sendiri bergabung dengan mereka dalam kancah pertempuran. Sampai ada salah
seorang amir yang mempunyai diin yang baik dan benar, memberikan kesaksiannya:
tiba-tiba (di tengah kancah pertempuran) terlihat dia bersama saudaranya berteriak keras
memberikan komando untuk menyerbu dan memberikan peringatan keras supaya tidak lari
Akhirnya dengan izin Allah Taala, pasukan Tartar berhasil dihancurkan, maka selamatlah
negeri Syam, Palestina, Mesir dan Hijaz.
Tetapi karena ketegaran, keberanian dan kelantangan beliau dalam mengajak
kepada al-haq, akhirnya justru membakar kedengkian serta kebencian para penguasa, para
ulama dan orang-orang yang tidak senang kepada beliau. Kaum munafiqun dan kaum lacut
kemudian meniupkan racun-racun fitnah hingga karenanya beliau harus mengalami
berbagai tekanan di pejara, dibuang, diasingkan dan disiksa.
3. Kehidupan Penjara
Hembusan-hembusan fitnah yang ditiupkan kaum munafiqin serta antek-anteknya
yang mengakibatkan beliau mengalami tekanan berat dalam berbagai penjara, justru
dihadapi dengan tabah, tenang dan gembira. Terakhir beliau harus masuk ke penjara Qalah
di Dimasyq. Dan beliau berkata: Sesungguhnya aku menunggu saat seperti ini, karena di
dalamnya terdapat kebaikan besar.
Dalam syairnya yang terkenal beliau juga berkata: Apakah yang diperbuat musuh
padaku !!!! Aku, taman dan dikebunku ada dalam dadaku Kemanapun ku pergi, ia selalu
bersamaku dan tiada pernah tinggalkan aku. Aku, terpenjaraku adalah khalwat
Kematianku adalah mati syahid. Terusirku dari negeriku adalah rekreasi.
Beliau pernah berkata dalam penjara: Orang dipenjara ialah orang yang terpenjara hatinya
dari Rabbnya, orang yang tertawan ialah orang yang ditawan orang oleh hawa nafsunya.
Ternyata penjara baginya tidak menghalangi kejernihan fitrah islahiyah-nya, tidak
menghalanginya untuk berdakwah dan menulis buku-buku tentang Aqidah, Tafsir dan
kitab-kitab bantahan terhadap ahli-ahli bidah.
Pengagum-pengagum beliau diluar penjara semakin banyak. Sementara di dalam
penjara, banyak penghuninya yang menjadi murid beliau, diajarkannya oleh beliau agar
mereka iltizam kepada syariat Allah, selalu beristighfar, tasbih, berdoa dan melakukan
amalan-amalan shahih. Sehingga suasana penjara menjadi ramai dengan suasana beribadah
kepada Allah. Bahkan dikisahkan banyak penghuni penjara yang sudah mendapat hak
bebas, ingin tetap tinggal di penjara bersamanya. Akhirnya penjara menjadi penuh dengan
orang-orang yang mengaji.
Tetapi kenyataan ini menjadikan musuh-musuh beliau dari kalangan munafiqin serta
ahlul bidah semakin dengki dan marah. Maka mereka terus berupaya agar penguasa
memindahkan beliau dari satu penjara ke penjara yang lain. Tetapi inipun menjadikan
beliau semakin terkenal. Pada akhirnya mereka menuntut kepada pemerintah agar beliau
dibunuh, tetapi pemerintah tidak mendengar tuntutan mereka. Pemerintah hanya
mengeluarkan surat keputusan untuk merampas semua peralatan tulis, tinta dan kertaskertas dari tangan Ibnu Taimiyah.
Namun beliau tetap berusaha menulis di tempat-tempat yang memungkinkan dengan
arang. Beliau tulis surat-surat dan buku-buku dengan arang kepada sahabat dan muridmuridnya. Semua itu menunjukkan betapa hebatnya tantangan yang dihadapi, sampai
kebebasan berfikir dan menulis pun dibatasi. Ini sekaligus menunjukkan betapa sabar dan
tabahnya beliau. Semoga Allah merahmati, meridhai dan memasukkan Ibnu Taimiyah dan
kita sekalian ke dalam surganya.
4. Wafatnya
Beliau wafatnya di dalam penjara Qalah Dimasyq disaksikan oleh salah seorang
muridnya yang menonjol, Al-Allamah Ibnul Qayyim Rahimahullah.
Beliau berada di penjara ini selama dua tahun tiga bulan dan beberapa hari,
mengalami sakit dua puluh hari lebih. Selama dalam penjara beliau selalu beribadah,
berdzikir, tahajjud dan membaca Al-Quran. Dikisahkan, dalam tiah harinya ia baca tiga juz.
Selama itu pula beliau sempat menghatamkan Al-Quran delapan puluh atau delapan puluh
satu kali.
88
Perlu dicatat bahwa selama beliau dalam penjara, tidak pernah mau menerima
pemberian apa pun dari penguasa.
Jenazah beliau dishalatkan di masjid JamiBani Umayah sesudah shalat Zhuhur. Semua
penduduk Dimasyq (yang mampu) hadir untuk menshalatkan jenazahnya, termasuk para
Umara, Ulama, tentara dan sebagainya, hingga kota Dimasyq menjadi libur total hari itu.
Bahkan semua penduduk Dimasyq (Damaskus) tua, muda, laki, perempuan, anak-anak
keluar
untuk
menghormati
kepergian
beliau.
Seorang saksi mata pernah berkata: Menurut yang aku ketahui tidak ada seorang pun yang
ketinggalan, kecuali tiga orang musuh utamanya. Ketiga orang ini pergi menyembunyikan
diri karena takut dikeroyok masa. Bahkan menurut ahli sejarah, belum pernah terjadi
jenazah yang dishalatkan serta dihormati oleh orang sebanyak itu melainkan Ibnu Taimiyah
dan Imam Ahmad bin Hambal.
Beliau wafat pada tanggal 20 Dzul Hijjah th. 728 H, dan dikuburkan pada waktu
Ashar di samping kuburan saudaranya Syaikh Jamal Al-Islam Syarafuddin. Semoga Allah
merahmati Ibnu Taimiyah, tokoh Salaf, dai, mujahidd, pembasmi bidah dan pemusnah
musuh. Wallahu alam.
(Dikutip: Ibnu Taimiyah, Bathal Al-Islah Ad-Diny. Mahmud Mahdi Al-Istambuli. Maktabah
Dar-Al-MarifahDimasyq)
B. Al-Imam Adz-Dzahabi (673-784 H)
Nama lengkapnya Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin Qaimaz bin
Abdullah adz-Dzahabi al-Fariqi. Beliau berasal dari negara Turkumanistan, dan Maula Bani
Tamim, Beliau dilahirkan pada tahun 673 H di Mayyafariqin Diyar Bakr. Ia dikenal dengan
kekuatan hafalan, kecerdasan, kewaraan, kezuhudan, kelurusan aqidah dan kefasihan lisannya.
1. Guru-gurunya
Beliau menuntut ilmu sejak usia dini dan ketika berusia 18 tahun menekankan
perhatian pada dua bidang ilmu: Ilmu-ilmu al-Quran dan Hadits Nabawi. Beliau menempuh
perjalanan yang jauh dalam mencari ilmu ke Syam, Mesir, dan Hijaz (Mekkah dan Madinah).
Beliau mengambil ilmu dari para ulama di negeri-negeri tersebut. Diantara para ulama yang
menjadi guru-guru beliau adalah:
a. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Yang beliau letakkan namannya paling awal di deretan guru-guru yang memberikan
ijazah pada beliau dalam kitabnya, Mujam asy-Syuyukh. Beliau begitu mengagumi Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah dengan mengatakan, Dia lebih agung jika aku yang menyifatinya.
Seandainya aku bersumpah di antara rukun dan maqam maka sungguh aku akan
bersumpah bahwa mataku belum pernah melihat yang semisalnya. Tidak-Demi Allahbahkan dia sendiri belum pernah melihat yang semisalnya dalam hal keilmuan.(Raddul
Wafir, hal. 35)
b. Al-Hafizh Jamaluddin Yusuf bin Abdurman al-Mizzi
Yang dikatakan oleh beliau, Dia adalah sandaran kami jika kami menemui masalahmasalah yang musykil.(ad-Durar al-Kaminah,V:235)
c.
89
90
91
92
93
nash yang memberi petunjuk atas adanya sesuatu peristiwa, namun peristiwa itu sendiri
sebelumnya belum pernah terjadi.
Adapun cara pengambilan istinbath hukum, beliau berpegang kepada al-Kitab, asSunnah, Ijma Fatwa-fatwa shahabat, Qiyas, Istish-habul Ashli (menyandarkan persoalan
cabang pada yang asli), al-Mashalih al-Mursalah, Saddu adz-Dzariah (tindak preventif) dan
al-Urf (kebiasaan yang telah diakui baik).
5. Ujian Yang Dihadapi
Adalah wajar jika orang Alim ini, seorang yang berada di luar garis taqlid turun
temurun dan menjadi penentang segenap bidah yang telah mengakar, mengalami
tantangan seperti banyak dihadapi oleh orang-orang semisalnya, menghadapi suara-suara
sumbang terhadap pendapat-pendapat barunya.
Orang-orang pun terbagi menjadi dua kubu: Kubu yang fanatik kepadanya dan kubu
lainnya kontra. Oleh karena itu, beliau rahimahullah menghadapi berbagai jenis siksaan.
Beliau seringkali mengalami gangguan. Pernah dipenjara bersama Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah secara terpisah-pisah di penjara al-Qalah dan baru dibebaskan setelah Ibnu
Taimiyah wafat.
Hal itu disebabkan karena beliau menentang adanya anjuran agar orang pergi
berziarah ke kuburan para wali. Akibatnya beliau disekap, dihinakan dan diarak berkeliling
di atas seekor onta sambil didera dengan cambuk.
Pada saat di penjara, beliau menyibukkan diri dengan membaca al-Quran, tadabbur
dan tafakkur. Sebagai hasilnya, Allah membukakan banyak kebaikan dan ilmu
pengetahuan baginya. Di samping ujian di atas, ada pula tantangan yang dihadapi dari para
qadhi karena beliau berfatwa tentang bolehnya perlombaan pacuan kuda asalkan tanpa
taruhan. Sungguhpun demikian Ibnul Qayyim rahimahullah tetap konsisten (teguh)
menghadapi semua tantangan itu dan akhirnya menang. Hal demikian disebabkan karena
kekuatan iman, tekad serta kesabaran beliau. Semoga Allah melimpahkan pahala atasnya,
mengampuninya dan mengampuni kedua orang tuanya serta segenap kaum muslimin.
6. Pujian Ulama Terhadapnya
Sungguh Ibnul Qayyim rahimahullah teramat mendapatkan kasih sayang dari guruguru maupun muridnya. Beliau adalah orang yang teramat dekat dengan hati manusia,
amat dikenal, sangat cinta pada kebaikan dan senang pada nasehat. Siapa pun yang
mengenalnya tentu ia akan mengenangnya sepanjang masa dan akan menyatakan katakata pujian bagi beliau. Para Ulama pun telah memberikan kesaksian akan keilmuan,
kewaraan, ketinggian martabat serta keluasan wawasannya.
Ibnu Hajar pernah berkata mengenai pribadi beliau, Dia adalah seorang yang berjiwa
pemberani, luas pengetahuannya, faham akan perbedaan pendapat dan madzhabmadzhab salaf.
Di sisi lain, Ibnu Katsir mengatakan, Beliau seorang yang bacaan Al-Quran serta
akhlaqnya bagus, banyak kasih sayangnya, tidak iri, dengki, menyakiti atau mencaci
seseorang. Cara shalatnya panjang sekali, beliau panjangkan ruku serta sujudnya hingga
banyak di antara para sahabatnya yang terkadang mencelanya, namun beliau rahimahullah
tetap tidak bergeming.
Ibnu Katsir berkata lagi, Beliau rahimahullah lebih didominasi oleh kebaikan dan
akhlaq shalihah. Jika telah usai shalat Shubuh, beliau masih akan tetap duduk di tempatnya
untuk dzikrullah hingga sinar matahari pagi makin meninggi. Beliau pernah mengatakan,
Inilah acara rutin pagi buatku, jika aku tidak mengerjakannya nicaya kekuatanku akan
runtuh. Beliau juga pernah mengatakan, Dengan kesabaran dan perasaan tanpa beban,
maka akan didapat kedudukan imamah dalam hal din (agama).
Ibnu Rajab pernah menukil dari adz-Dzahabi dalam kitabnya al-Mukhtashar, bahwa
adz-Dzahabi mengatakan, Beliau mendalami masalah hadits dan matan-matannya serta
melakukan penelitian terhadap rijalul hadits (para perawi hadits). Beliau juga sibuk
mendalami masalah fiqih dengan ketetapan-ketetapannya yang baik, mendalami nahwu
dan masalah-masalah Ushul.
7. Tsaqafahnya
Ibnul Qayyim rahimahullah merupakan seorang peneliti ulung yang Alim dan
bersungguh-sungguh. Beliau mengambil semua ilmu dan mengunyah segala tsaqafah yang
sedang jaya-jayanya pada masa itu di negeri Syam dan Mesir.
Beliau telah menyusun kitab-kitab fiqih, kitab-kitab ushul, serta kitab-kitab sirah dan
tarikh. Jumlah tulisan-tulisannya tiada terhitung banyaknya, dan diatas semua itu,
keseluruhan kitab-kitabnya memiliki bobot ilmiah yang tinggi. Oleh karenanyalah Ibnul
Qayyim pantas disebut kamus segala pengetahuan ilmiah yang agung.
94
8. Karya-Karyanya
Beliau rahimahullah memang benar-benar merupakan kamus berjalan, terkenal
sebagai orang yang mempunyai prinsip dan beliau ingin agar prinsipnya itu dapat
tersebarluaskan. Beliau bekerja keras demi pembelaannya terhadap Islam dan kaum
muslimin.
Buku-buku karangannya banyak sekali, baik yang berukuran besar maupun
berukuran kecil. Beliau telah menulis banyak hal dengan tulisan tangannya yang indah.
Beliau mampu menguasai kitab-kitab salaf maupun khalaf, sementara orang lain hanya
mampun menguasai sepersepuluhnya.
Beliau teramat senang mengumpulkan berbagai kitab. Oleh sebab itu Imam ibnul
Qayyim terhitung sebagai orang yang telah mewariskan banyak kitab-kitab berbobot dalam
pelbagai cabang ilmu bagi perpustakaan-perpustakaan Islam dengan gaya bahasanya yang
khas; ilmiah lagi meyakinkan dan sekaligus mengandung kedalaman pemikirannya
dilengkapi dengan gaya bahasa nan menarik.
9. Beberapa Karyanya
1) Tahdzib Sunan Abi Daud,
2) Ilam al-Muwaqqiin an Rabbil Alamin,
3) Ighatsatul Lahfan fi Hukmi Thalaqil Ghadlban,
4) Ighatsatul Lahfan fi Masha`id asy-Syaithan,
5) Bada Iul Fawaid,
6) Amtsalul Quran,
7) Buthlanul Kimiya min Arbaina wajhan,
8) Bayan ad-Dalil ala istighnail Musabaqah an at-Tahlil,
9) At-Tibyan fi Aqsamil Quran,
10) At-Tahrir fi maa yahillu wa yahrum minal haris,
11) Safrul Hijratain wa babus Saadatain,
12) Madarijus Salikin baina manazil Iyyaka nabudu wa Iyyaka nastain,
13) Aqdu Muhkamil Ahya baina al-Kalimit Thayyib wal Amais Shalih al-Marfu ila Rabbis
Sama
14) Syarhu Asmail Kitabil Aziz,
15) Zaadul Maad fi Hadyi Kairul Ibad,
16) Zaadul Musafirin ila Manazil as-Suada fi Hadyi Khatamil Anbiya
17) Jalaul Afham fi dzkris shalati ala khairil Am,.
18) Ash-Shawaiqul Mursalah Alal Jahmiyah wal Muaththilah,
19) Asy-Syafiyatul Kafiyah fil Intishar lil firqatin Najiyah,
20) Naqdul Manqul wal Muhakkil Mumayyiz bainal Mardud wal Maqbul,
21) Hadi al-Arwah ila biladil Arrah,
22) Nuz-hatul Musytaqin wa raudlatul Muhibbin,
23) al-Jawabul Kafi Li man sa`ala anid Dawa`is Syafi,
24) Tuhfatul Wadud bi Ahkamil Maulud,
25) Miftah daris Saadah,
26) Ijtimaul Juyusy al-Islamiyah ala Ghazwi Jahmiyyah wal Muaththilah,
27) Raful Yadain fish Shalah,
28) Nikahul Muharram,
29) Kitab tafdlil Makkah Ala al-Madinah,
30) Fadl-lul Ilmi,
31) Uddatus Shabirin wa Dzakhiratus Syakirin,
32) al-Kabair,
33) Hukmu Tarikis Shalah,
34) Al-Kalimut Thayyib,
35) Al-Fathul Muqaddas,
36) At-Tuhfatul Makkiyyah,
37) Syarhul Asma il Husna,
38) Al-Masa`il ath-Tharablusiyyah,
39) Ash-Shirath al-Mustaqim fi Ahkami Ahlil Jahim,
40) Al-Farqu bainal Khullah wal Mahabbah wa Munadhorotul Khalil li qaumihi,
41) Ath-Thuruqul Hikamiyyah, dan masih banyak lagi kitab-kitab serta karya-karya
42) besar beliau yang digemari oleh berbagai pihak.
10. Wafatnya
Ibnul-Qoyyim meninggal dunia pada waktu isya tanggal 13 Rajab 751 H. Ia dishalatkan
di Mesjid Jami Al-Umawi dan setelah itu di Masjid Jami Jarrah; kemudian dikuburkan di
Pekuburan Babush Shagir.
Sumber:
95
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
96
Ibnu Katsir meninggal dunia pada tahun 774 H di Damaskus dan dikuburkan
bersebelahan dengan makam gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Sumber dari Tafsir Quran Ibnu Katsir
ULAMA GENERASI AKHIR
A. Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab
1. Nasab (silsilah beliau)
Beliau adalah As Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab Bin Sulaiman Bin Ali Bin
Muhammad Bin Ahmad Bin Rasyid At Tamimi. Beliau dilahirkan pada tahun 1115 H bertepatan dengan 1703 M- di negeri Uyainah daerah yang terletak di utara kota Riyadh,
dimana keluarganya tinggal.
Beliau tumbuh di rumah ilmu di bawah asuhan ayahanda beliau Abdul Wahhab yang
menjabat sebagai hakim di masa pemerintahan Abdullah Bin Muhammad Bin Hamd Bin
Mamar. Kakek beliau, yakni Asy Syaikh Sulaiman adalah tokoh mufti yang menjadi referensi
para ulama. Sementara seluruh paman-paman beliau sendiri juga ulama.
Beliau dididik ayah dan paman-pamannya semenjak kecil. Beliau telah menghafalkan
Al Quran sebelum mencapai usia 10 tahun di hadapan ayahnya. Beliau juga
memperdengarkan bacaan kitab-kitab tafsir dan hadits, sehingga beliau unggul di bidang
keilmuan dalam usia yang masih sangat dini. Disamping itu, beliau sangat fasih lisannya dan
cepat dalam menulis. Ayahnya dan para ulama disekitarnya amat kagum dengan
kecerdasan dan keunggulannya.
Mereka biasa berdiskusi dengan beliau dalam permasalahan-permasalah ilmiyah,
sehingga mereka dapat mengambil manfaat dari diskusi tersebut. Mereka mengakui
keutamaan dan kelebihan yang ada pada diri beliau. Namun beliau tidaklah merasa cikup
dengan kadar ilmu yang sedemikian ini, sekalipun pada diri beliau telah terkumpul sekian
kebaikan. Beliau justru tidak pernah merasa puas terhadap ilmu.
2. Rihlah Beliau dalam Menuntut Ilmu
Beliau tinggalkan keluarga dan negerinya untuk berhaji. Seusai haji, beliau
melanjutkan perjalanan ke Madinah dan menimba ilmu dari para ulama di negeri itu. Di
antara guru beliau di Madinah adalah:
* As Syaikh Abdullah Bin Ibrahim Bin Saif dari Alu (keluarga) Saif An Najdi.
Beliau adalah imam bidang fiqih dan ushul fiqih.
* As Syaikh Ibrahim Bin Abdillah putra Asy Syaikh Abdullah bin Ibrahim Bin Saif,
penulis kitab Al Adzbul Faidh Syarh Alfiyyah Al Faraidh.
* Asy Syaikh Muhaddits Muhammad Bin Hayah Al Sindi dan beliau mendapatkan
ijazah dalam periwayatannya dari kitab-kitab hadits.
Kemudian beliau kembali ke negerinya. Tidak cukup ini saja, beliau kemudian
melanjutkan perjalanan ke negeri Al Ahsa di sebelah timur Najd. Disana banyak ulama
mahdzab Hambali, Syafii, Maliki dan Hanafi. Beliau belajar pada mereka khususnya kepada
para ulama mahdzab Hambali. Di antaranya adalah Muhammad bin Fairuz, beliau belajar
fiqih kepada mereka dan juga belajar kepada Abdullah Bin Abdul Lathif Al Ahsai.
Tidak cukup sampai disitu, Bahkan beliau menuju ke Iraq, khususnya Bashrah yang
pada waktu itu dihuni oleh para ulama ahlul hadits dan ahlul fiqih. Beliau menimba ilmu
dari mereka, khususnya Asy Syaikh Muhammad Al Majmui, dan selainnya. Setiap kali pindah
maka beliau mendapatkan buku-buku Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qayyim
muridnya, beliau segera menyalinnya dengan pena. Beliau menyalin banyak buku di Al Ahsa
dan Bashrah, sehingga terkumpullah kitab-kitab beliau dalam jumlah yang besar.
Selanjutnya beliau bertekad menuju negeri Syam, karena di sana ketika itu terdapat
ahlul ilmi dan ahlul hadits khususnya dari mahdzab Hambali. Namun setelah menempuh
perjalanan ke sana, terasa oleh beliau perjalanan yang sangat berat. Beliau ditimpa lapar
dan kehausan, bahkan hampir beliau meninggal dunia di perjalanan. Maka beliaupun
kembali ke Bashrah dan tidak melanjutkan rihlahnya ke negeri Syam.
Selanjutnya beliau bertolak ke Najd setelah berbekal ilmu dan memperoleh sejumlah
besar kitab, selain kitab-kitab yang ada pada keluarga dan penduduk negeri beliau. Setelah
itu beliau pun berdakwah mengadakan perbaikan dan menyebarkan ilmu yag bermanfaat
serta tidak ridha dengan berdiam diri membiarkan manusia dalam kesesatan.
3. Dakwah Beliau
Kondisi keilmuan dan keagamaan manusia waktu itu benar-benar dalam
keterpurukan yang nyata, hanyut dalam kegelapan syirik dan bidah. Sehingga khurafat,
peribadatan kepada kuburan mayat dan pepohonan merajalela. Sedangkan para ulamanya
97
sama sekali tidak mempunyai perhatian terhadap aqidah salaf dan hanya mementingkan
masalah-masalah fiqih. Bahkan diantara mereka justru memberikan dukungan kepada
pelaku kesesatan-kesesatan tersebut.
Adapun dari segi politik, mereka tepecah belah, tidak memiliki pemerintahan yang
menyatukan mereka. Bahkan setiap kampung mempunyai amir (penguasa) sendiri. Uyainah
mempunyai penguasa sendiri, begitu pula Diriyyah, Riyadh, dan daerah-daerah lainnya.
Sehingga pertempuran, perampokan, pembunuhan dan berbagai tindak kejahatan pun
terjadi diantara mereka.
Melihat kondisi yang demikian mengenaskan bangkitlah ghirah (kecemburuan) beliau
terhadap agama Allah Subahnahu Wataala juga rasa kasih sayang beliau terhadap kaum
muslimin. Mulailah beliau berdakwah menyeru manusia ke jalan ALlah Subhanahu Wataala,
mengajarkan tauhid, membasmi syirik, khurafat dan bidah-bidah serta menanamkan
manhaj Salafush Shalih. Sehingga berkerumunlah murid-murid beliau baik dari Diriyyah
maupun Uyainah.
Selanjutnya beliau mendakwahi amir Uyainah. Pada awalnya sang amir menyambit
baik dakwah tauhid ini dan membelanya. Sampai-sampai ia menghancurkan kubah Zaid
Bin Al-Khattab yang menjadi tempat kesyirikan atas permintaan Asy Syaikh Muhammad Bin
Abdul Wahhab. Namun karena adanya tekanan dari amir Al Ahsa akhirnya amir Uyainah
pun menghendaki agar Asy Syaikh keluar dari Uyainah. Maka berangkatlah beliau menuju
ke Diriyyah tanpa membawa sesuatupun kecuali sebuah kipas tangan guna melindungi
wajahnya.
Beliau terus berjalan di tengah hari seraya membaca (Quran surat Ath Thalaq:2-3
yang artinya -red): Barang siapa yang bertakwa kepada Allah pasti Allah memberinya jalan
keluar dan rizki dari arah yang tiada disangka-sangka(Ath Thalaq:2-3)
Beliau terus mengulang-ulang ayat tersebut sampai tiba di tempat murid terbaiknya
yang bernama Ibnu Suwailim yang ketika itu merasa takut dan gelisah, mengkhawatirkan
keselamatan dirinya dan juga syaikhnya karena penduduk negeri itu telah saling
memperingatkan untuk berhati-hati dengan syaikh. Maka beliau (Syaikh -red) pun
menenangkannya dengan mengatakan, Jangan berpikir yang bukan-bukan, selamanya.
Bertawakallah kepada Allah Subahahu Wataala. Niscaya Dia akan menolong orang-orang
yang membela agamanya.
Berita kedatangan Asy Syaikh diketahui seorang shalihah, istri amir Diriyyah,
Muhammad Bin Suud. Dia lalu menawarkan kepada suaminya agar membela syaikh ini
karena beliau adalah nikmat dari Allah Subahahu Wataala yang dikaruniakan kepadanya,
maka hendaklah dia bersegera menyambutnya. Sang istri berusaha menenangkan dan
membangkitkan rasa cinta pada diri suaminya terhadap dakwah dan terhadap seorang
ulama. Maka sang amir mengatakan, (Tunggu) beliau datang kepadaku. Istrinya
menimpali Justru pergilah anda kepadanya, karena jika anda mengirim utusan dan
mengatakan datanglah kepadaku, bisa jadi manusia akan mengatakan bahwa amir
meminta beliau untuk datang ditangkap. Namun jika anda sendiri yang mendatanginya,
maka itu merupakan suatu kehormatan bagi beliau dan bagi anda.
Sang amir akhirnya mendatangi Asy Syaikh, mengucapkan salam dan menanyakan
perihal kedatangannya. Asy Syaikh Rahimahullah menerangkan bahwa tidak lain beliau
hanya mengemban dakwah para Rasul yakni menyeru kepada kalimat tauhid LAA ILAHA
ILLALLAH. Beliau menjelaskan maknanya, dan beliau jelaskan pula bahwa itulah aqidah
para Rasul. Sang amir mengatakan, Bergembiralah dengan pembelaan dan dukungan. Asy
Syaikh rahimahullah menimpali, Berbahagialah dengan kemuliaan dan kekokohan. Karena
barang siapa menegakkan kalimat LAA ILAHA ILLALLAH ini, pasti Allah akan memberikan
kekokohan kepadanya.Sang amir menjawab, Tapi saya punya satu syarat kepada
anda.Beliau bertanya, Apa itu?Sang amir menjawab, Anda membiarkanku dan apa yang
aku ambil dari manusia.Jawab Asy Syaikh rahimahullah, Mudah-mudahan Allah
Subhanahu Wataala memberikan kecukupan kepada anda dari semua ini, dan
membukakan pintu-pintu rizki dari sisi-Nya untuk anda.Kemudian keduanya berpisah atas
kesepakatan ini. Mulailah Asy Syaikh berdakwah dan sang amir melindungi dan
membelanya, sehingga para Thalabul Ilmi (penuntut ilmu) berduyun-duyun datang ke
Diriyyah.
Semenjak itu beliau menjadi imam sholat, mufti dan juga qadhi. Maka terbentuklah
pemerintahan tauhid di Diriyyah. Kemudian Asy Syaikh mengirim risalah ke negeri-negeri
sekitarnya, menyeru mereka kepada aqidah tauhid, meninggalkan bidah dan khurafat.
Sebagian mereka menerima dan sebagian lagi menolak serta menghalangi dakwah beliau,
sehingga merekapun diperangi oleh tentara tauhid dibawah komando amir Muhammad Bin
Suud dengan bimbingan dari beliau rahimahullah.
Hal itu menjadi sebab meluasnya dakwah tauhid di daerah Najd dan sekitarnya.
Bahkan amir Uyainah pun kini masuk di bawah kekuasaan Ibnu Suud, begitu pula Riyadh,
dan terus meluas ke daerah Kharaj, ke utara dan selatan. Di bagian utara sampai ke
98
perbatasan Syam, di bagian selatan sampai di perbatasan Yaman, dan di bagian timur dari
Laut Merah hingga Teluk Arab. Seluruhnya dibawah kekuasaan Diriyyah, baik daerah kota
maupun gurunnya.
Allah Subhanahu Wataala melimpahkan kebaikan, rizki, kecukupan, dan kekayaan
kepada penduduk Diriyyah. Maka berdirilan pusat perdagangan di sana, dan bersinarah
negeri tersebut dengan ilmu dan kekuasaan sebagai berkah dari dakwah salafiyah yang
merupakan dakwah para Rasul.
4. Karya-karya Beliau
Karya beliau sangat banyak, dia ntaranya:
* Kitab Tauhid Al Ladzi Huwa Haqqullah ala Al Abid
* Al Ushul Ats Tsalatsah
* Kasfusy Syubhat
* Mukhtasar Sirah Rasul
* Qawaidul Arbaah dan lainnya
5. Wafat Beliau
Beliau wafat pada tahun 1206 H. Semoga Allah Subhanahu Watala melimpahkan
rahmatnya kepada beliau, meninggikan derajat dan kedudukannya di Jannah-Nya yang
luas serta mengumpulkan beliau bersama orang-orang shalih dan para syuhada. Amin Ya
Robbal Alamin.
Disarikan dari Syarh Ushul Tsalatsah
Asy Syaikh Muhammad Bin Salih Al Utsaimin, hal 5
dan Syarh Kasyfusy Syubhat
Asy Syaikh Shalih Bin Fauzan Bin Abdullah Al Fauzan, hal 3-12
Sumber: Majalah Asy Syariah
Vol II/No 21/1427 H/2006
halaman 71-73
B. Shiddiq Hasan Khan
1. Nasabnya
Beliau adalah Al-Imam Al-Allamah Al-Ushuli Al-Muhaddits Al-Mufassir As-Sayyid
Shiddiq bin Hasan bin Ali bin Luthfullah Al-Husaini Al-Bukhari Al-Qinnauji. Nasab beliau
berakhir pada Al-Imam Husain, cucu terkecil dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu.
Kelahiran dan Pertumbuhannya
Beliau lahir pada bulan Jumadil Ula tahun 1248 H (sekitar 1832) di Negeri Berlhi tanah
air kakeknya yang terdekat dari pihak ibu. Kemudian keluarga beliau pindah ke kota
Qinnauj, tanah air kakek-kakeknya. Ketika tahun keenam ayahnya wafat. Tinggallah ia di
bawah asuhan ibunya dalam keadaan yatim. Shiddiq kecil tumbuh sebagai seorang yang afif
(memelihara diri), bersih dan cinta kepada ilmu dan para ulama.
2. Ilmu Beliau dan Belajarnya
Beliau safar ke Delhi untuk menyempurnakan pelajarannya di sana. Beliau
bersungguh-sungguh mendalami Al-Quran dan As-Sunnah dan membukukan ilmu
keduanya. Beliau memiliki keinginan yang kuat untuk mengumpulkan buku-buku,
mendapatkan pemahaman tambahan dalam membacanya serta meraih faedah-faedahnya,
khususnya kitab-kitab tafsir, hadits dan ushul. Kemudian beliau safar ke Bahubal untuk
mencari biaya penyambung hidup beliau. Di sana beliau mendapatkan faedah besar, yaitu
menikah dengan Ratu Bahubal dan beliau digelari dengan Nawwab Jaah Amirul Malik bi
Hadar.
3. Guru-guru Beliau
Guru beliau cukup banyak, di antaranya Syaikh Muhamad Yaqub, saudara Syaikh
Muhammad Ishaq cucu Syaikh Al-Muhaddits Abdul Aziz Ad-Dahlawi. Di antara guru beliau
juga Syaikh Al-Qadhi Husain bin Al-Muhsin As-Sabi Al-Anshari Al-Yamani Al-Hadidi, murid
dari Asy-Syarif Al-Imam Muhammad bin Nashir Al-Hazimi murid dari Imam Asy-Syaukani.
Guru beliau juga adalah Syaikh Abdul haq bin Fadhl Al-Hindi, murid dari Al-Imam AsySyaukani juga, dan masih banyak lagi.
4. Karangan-karangan Beliau
Dalam mengarang, beliau memiliki kemampuan yang menakjubkan, yaitu dapat
menulis beberapa kitab dalam satu hari dan mengarang beberapa kitab tebal dalam
beberapa hari. Karangan-karangan beliau dalam beberapa bahasa hingga 222 buah.
Demikian yang dihimpun oleh Syaikh Abdul Hakim Syafaruddin, pentashih dan pentaliq
kitab At-Taajul Mukallal. Beliau berkata, Di antaranya 54 berbahasa Arab, 42 berbahasa
99
Persia, dan 107 dengan bahasa Urdu. Dan beliau belumlah menghitung jumlah yang
sebenarnya.
Kitab-kitab beliau memenuhi dan mencapai segala penjuru dunia islam. Banyak para
ulama tafsir dan hadits yang menulis risalah tentang beliau yang berisi pujian kepada kitabkitabnya dan mendoakan kebaikan kepada beliau. Beliau juga dianggap sebagai tokoh
kebangkitan Islam dan mujaddid. Di antara karangan beliau yang tercetak dengan bahasa
Arab:
Fathu Bayaan fi Maqashisil Quran
Nailul Maran min Tafsiiri Aayatil Ahkam
Ad-Dinul Khalish
Husnul Uswah bimaa Tsabata anilhiwa Rasuulihi fin Niswah
Aunul Bari bi Halli Adillatil Bukhari
As-Sirajul Wahhaj min Kasyfi Mathaalihi Shahihi Muslim bin Al- Hajjaj
Al-Hittah fi Dzikrish Shihabis Sittah
Quthfus tsamar fii Aqidatil Atsar
Al-Ilmu Khaffaq fil Ilmil Itsiqaq
Abjadul Ulum Dan masih banyak lagi.
5. Wafat Beliau
Beliau wafat pada tahun 1307 H, bertepatan dengan 1889 M. Maka masa kehidupan
beliau adalah 59 tahun qamariyah atau 57 tahun syamsiah. Semoga Allah merahmati beliau
dengan rahmat yang luas.
Referensi:
Indahnya Surga Dahsyatnya Neraka, karya Asy-Syaikh Ali Hasan, terbitan Pustaka AlHaura Jogjakarta, halaman 81-84)* Catatan:
Di atas beliau digelari dengan Al-Allamah Al-Ushuli Al-Muhaddits Al-Mufassir AsSayyid. Artinya adalah sebagai berikut:
Al-Allamah: Orang yang banyak sekali ilmunya
Al-Ushuli: Ahli ilmu ushul (ilmu-ilmu dasar dalam agama)
Al-Muhaddits: Ahli dalam ilmu hadits
Al-Mufassir: Ahli tafsir
Adapun As-Sayyid, saya belum mendapatkan maksudnya apa. Mungkin beliau digelari
dengan As-Sayyid karena beliau masih keturunan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu,
wallahu alam.
C. Syaikh Ahmad Syakir
Beliau adalah Asy-Syaikh Ahmad bin Muhammad Syakir bin Muhammad bin Ahmad bin
Abdil Qadir.
Beliau lahir di Kairo Mesir pada tanggal 29 Jumadil Akhir 1309 (sekitar akhir abad ke-19),
pada hari Jumat ketika fajar menyingsing. Beliau masih keturunan shahabat Rasulullah Ali bin
Abi Thalib radhiyallahu anhu.
Asy-Syaikh Ahmad Syakir mulai menjadi seorang penuntut ilmu sejak usianya belumlah
mencapai sepuluh tahun. Ayah beliaulah yang menjadi guru utama beliau. Beliau belajar
berbagai cabang ilmu.
Ketika ayahnya yang sebelumnya adalah kepala hakim di Sudan pindah ke kota
Iskandariyah, Asy-Syaikh Ahmad Syakir juga turut serta.
Beliau pun kemudian tumbuh terbimbing di lingkungan ulama. Di antara ulama tersebut
adalah Asy-Syaikh Abdussalam Al-Faqi, dimana beliau belajar syair dan sastra Arab dari beliau.
Waktu itu usia beliau belumlah sampai 20 tahun, akan tetapi beliau telah bersemangat untuk
mempelajari ilmu hadits.
Ketika ayahnya diangkat menjadi wakil rektor Universitas Al-Azhar, Asy-Syaikh Ahmad
Syakir juga ikut belajar di Universitas tersebut. Di sana beliau belajar dari beberapa orang ulama,
di antaranya: Asy-Syaikh Ahmad Asy-Syinqithi, Asy-Syaikh Syakir Al-Iraqi dan Asy-Syaikh
Jamaluddin Al-Qasimi.
Menurut kesaksian Asy-Syaikh Muhammad Hamid Al-Faqi -salah seorang sahabat beliau-,
Asy-Syaikh Ahmad Syakir memiliki kesabaran yang begitu tinggi.
Hapalannya pun kuat tidak tertandingi. Beliau juga memiliki kemampuan tinggi dalam
memahami hadits dan bagus mengungkapkannya dengan akal dan nash.
Beliau juga dalam pandangan ilmunya serta tidak taqlid kepada seorang pun.
Asy-Syaikh Ahmad Syakir telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi dunia
Islam. Beliau telah memberikan taliq dan tahqiq (komentar serta pembahasan yang teliti)
kepada banyak karya ulama.
Di antara karya beliau adalah:
Syarh Musnad Imam Ahmad (belum selesai sampai beliau wafat)
Tahqiq terhadap Al-Ihkam karya Ibnu Hazm
100
101
Ketika Syaikh Muhammad bin Ibrahim berusia 28 tahun, Syaikh Abdullah bin Abdul
Lathif wafat. Menjelang wafat, beliau berwasiat kepada Malik Abdul Aziz, raja Saudi Arabia
waktu itu, agar menjadikan Syaikh Muhammad bin Ibrahim sebagai penggantinya.
Maka Malik Abdul Aziz kemudian mengangkat Syaikh Muhammad bin Ibrahim
sebagai imam Masjid Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab di Riyadh -yang
saat ini bernama Masjid Syaikh Muhammad bin Ibrahim-.
Mulailah Syaikh Muhammad bin Ibrahim memulai majelis-majelis talimnya di masjid
tersebut. Semakin hari majelis-majelis talimnya semakin kuat dan mengarah. Sehingga
mencapai puncak kematangannya pada tahun 1350-1370 H, majelis talimnya menonjol
dengan kekuatan ilmiahnya. Beliau tidak henti-hentinya dalam talimnya sampai akhir
hayatnya.
Syaikh Muhammad bin Abdur Rahman bin Qasim, salah seorang murid beliau,
menyifati majelis talim beliau dengan mengatakan, Beliau memiliki tiga majelis yang
tersusun dengan sistematis: Pertama: Setelah shalat Fajar hingga terbit matahari. Kedua:
Setelah matahari meninggi hingga 2-4 jam berikutnya. Ketiga: Setelah shalat Ashar. Dan ada
majelis keempat tetapi tidak rutin, yaitu setelah Zhuhur.
Sesudah shalat Maghrib beliau meluangkan waktu untuk murajaah kitab-kitab yang
hendak diajarkan besoknya sesudah Fajar.
Adapun kitab-kitab yang beliau ajarkan dalam majelis-majelis talimnya sebagai
berikut:
a. Sesudah Fajar:
Alfiyah Ibnu Malik dengan Syarah Ibnu Aqil, Zadul Mustaqni dengan syarhnya
Raudhul Murbi, Bulughul Maram, al-Ajrumiyah, Mulhatul Irab, Quthrun Nada, Ushulul
Ahkam, Hamawiyah, Tadmuriyah, dan Nukhbatul Fikar.
b. Sesudah terbit matahari,
beliau mengajarkan dalam bidang aqidah: Kitabut Tauhid, Kasytu Syubuhat,
Tsalatsatul Ushul, Aqidah Wasithiyah, Masailul Jahiliyah, Lumatul Itiqad, dan Ushulul
Iman. Dalam bidang hadits: Arbain Nawawiyah dan Umdatul Ahkam. Dalam bidang
fiqih: Adabul Masyi ila Shalat.
Setelah selesai dari kitab-kitab yang ringkas di atas, beliau melanjutkan dengan
kitab-kitab yang luas pembahasannya, seperti: Fathul Majid, Syarah Thahawiyah, Syarah
Arbain Nawawiyah, Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Empat, tulisan-tulisan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, Ibnu Katsir, serta kitab-kitab ulama lainnya.
c. Sesudah shalat Zhuhur,
beliau mengajarkan Zadul Mustaqni beserta syarahnya dan Bulughul Maram.
d. Sesudah shalat Ashar,
beliau mengajarkan Kitabut Tauhid dan syarahnya. Kadang-kadang beliau
membaca Musnad Ahmad atau Mushannat Ibnu Abi Syaibah atau al-Jawab ash-Shahih
liman Baddala Dienal Masih.
Syaikh Muhammad bin Qasim berkata, Syaikh Muhammad bin Ibrahim sangat
menghendaki para murid rutin menghafal matan-matan dengan sungguh-sungguh, tidak
setengah-setengah. Tidak boleh seorang murid berpindah dari matan satu ke matan berikutnya kecuali setelah betul-betul menghafal dan memahami matan yang awal. Karena
itulah seorang murid yang sungguh-sungguh, baru lulus setelah menempuh waktu selama 7
tahun.
3. Tugas- Tugas Yang Beliau Emban
Di antara tugas-tugas yang pernah beliau emban adalah:
1) Kepala Darul Ifta.
2) Kepala Kementerian Kehakiman
3) Direktur Pendidikan Tinggi dan Menengah
4) Rektor Universitas Islam Madinah
5) Direktur Perguruan Para Wanita
6) Ketua Majelis Tinggi Rabithah
7) Rektor Sekolah Tinggi Kehakiman
8) Khathib Jami Kabir dan Iedain serta Imam Masjid Syaikh Abdullah
4. Kegigihan Beliau Dalam Berdakwah
Beliau memulai kehidupan dakwahnya sejak masih muda. Pada tahun 1345 beliau
diutus oleh Malik Abdul Aziz untuk berdakwah di daerah Ghathghath yang merupakan
markas kelompok Ikhwan yang dulunya berjihad bersama Malik Abdul Aziz, tetapi
kemudian mereka memiliki ijtihad-ijtihad yang menyelisihi para ulama dan pemikiranpemikiran yang berlebihan.
Beliau begitu memperhatikan keadaan para dai. Di antara para murid beliau yang
menonjol dalam dakwah adalah Syaikh Abdullah al-Qarawi yang berdakwah di daerah
102
103
104
Beliau adalah Pembaharu Islam (mujadid) pada abad ini. Karya dan jasa-jasa beliau
cukup banyak dan sangat membantu umat Islam terutama dalam menghidupkan kembali ilmu
Hadits. Beliau telah memurnikan Ajaran islam terutama dari hadits-hadits lemah dan palsu,
meneliti derajat hadits.
1. Nasab (Silsilah Beliau)
Nama beliau adalah Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin bin Nuh al-Albani.
Dilahirkan pada tahun 1333 H di kota Ashqodar ibu kota Albania yang lampau. Beliau
dibesarkan di tengah keluarga yang tak berpunya, lantaran kecintaan terhadap ilmu dan
ahli ilmu.Ayah al Albani yaitu Al Haj Nuh adalah lulusan lembaga pendidikan ilmu-ilmu
syari`at di ibukota negara dinasti Utsmaniyah (kini Istambul), yang ketika Raja Ahmad
Zagho naik tahta di Albania dan mengubah sistem pemerintahan menjadi pemerintah
sekuler, maka Syeikh Nuh amat mengkhawatirkan dirinya dan diri keluarganya.
Akhirnya beliau memutuskan untuk berhijrah ke Syam dalam rangka menyelamatkan
agamanya dan karena takut terkena fitnah. Beliau sekeluargapun menuju Damaskus.
Setiba di Damaskus, Syeikh al-Albani kecil mulai aktif mempelajari bahasa arab. Beliau
masuk sekolah pada madrasah yang dikelola oleh Jum`iyah al-Is`af al-Khairiyah. Beliau terus
belajar di sekolah tersebut tersebut hingga kelas terakhir tingkat Ibtida`iyah. Selanjutnya
beliau meneruskan belajarnya langsung kepada para Syeikh. Beliau mempelajari al-Qur`an
dari ayahnya sampai selesai, disamping itu mempelajari pula sebagian fiqih madzab Hanafi
dari ayahnya.
Syeikh al-Albani juga mempelajari keterampilan memperbaiki jam dari ayahnya
sampai mahir betul, sehingga beliau menjadi seorang ahli yang mahsyur. Ketrampilan ini
kemudian menjadi salah satu mata pencahariannya.
Pada umur 20 tahun, pemuda al-Albani ini mulai mengkonsentrasi diri pada ilmu
hadits lantaran terkesan dengan pembahasan-pembahsan yang ada dalam majalah alManar, sebuah majalah yang diterbitkan oleh Syeikh Muhammad Rasyid Ridha. Kegiatan
pertama di bidang ini ialah menyalin sebuah kitab berjudul al-Mughni `an Hamli al-Asfar fi
Takhrij ma fi al-Ishabah min al-Akhbar. Sebuah kitab karya al-Iraqi, berupa takhrij terhadap
hadits-hadits yang terdapat pada Ihya` Ulumuddin al-Ghazali. Kegiatan Syeikh al-Albani
dalam bidang hadits ini ditentang oleh ayahnya seraya berkomentar. Sesungguhnya ilmu
hadits adalah pekerjaan orang-orang pailit (bangkrut).
Namun Syeikh al-Albani justru semakin cinta terhadap dunia hadits. Pada
perkembangan berikutnya, Syeikh al-Albani tidak memiliki cukup uang untuk membeli
kitab-kitab. Karenanya, beliau memanfaatkan Perpustakaan adh-Dhahiriyah di sana
(Damaskus). Di samping juga meminjam buku-buku dari beberapa perpustakaan khusus.
Begitulah, hadits menjadi kesibukan rutinnya, sampai-sampai beliau menutup kios
reparasi jamnya. Beliau lebih betah berlama-lama dalam perpustakaan adh-Dhahiriyah,
sehingga setiap harinya mencapai 12 jam. Tidak pernah istirahat mentelaah kitab-kitab
hadits, kecuali jika waktu sholat tiba. Untuk makannya, seringkali hanya sedikit makanan
yang dibawanya ke perpustakaan.
Akhirnya kepala kantor perpustakaan memberikan sebuah ruangan khusus di
perpustakaan untuk beliau. Bahkan kemudiaan beliau diberi wewenang untuk membawa
kunci perpustakaan. Dengan demikian, beliau menjadi leluasa dan terbiasa datang sebelum
yang lainnya datang. Begitu pula pulangnya ketika orang lain pulang pada waktu dhuhur,
beliau justru pulang setelah sholat isya. Hal ini dijalaninya sampai bertahun-tahun.
2. Pengalaman Penjara
Syeikh al-Albani pernah dipenjara dua kali. Kali pertama selama satu bulan dan kali
kedua selama enam bulan. Itu tidak lain karena gigihnya beliau berdakwah kepada sunnah
dan memerangi bid`ah sehingga orang-orang yang dengki kepadanya menebarkan fitnah.
3. Beberapa Tugas yang Pernah Diemban
Syeikh al-Albani Beliau pernah mengajar di Jami`ah Islamiyah (Universitas Islam
Madinah) selama tiga tahun, sejak tahun 1381-1383 H, mengajar tentang hadits dan ilmu-ilmu
hadits. Setelah itu beliau pindah ke Yordania. Pada tahun 1388 H, Departemen Pendidikan
meminta kepada Syeikh al-Albani untuk menjadi ketua jurusan Dirasah Islamiyah pada
Fakultas Pasca Sarjana di sebuah Perguruan Tinggi di kerajaan Yordania. Tetapi situasi dan
kondisi saat itu tidak memungkinkan beliau memenuhi permintaan itu.
Pada tahun 1395 H hingga 1398 H beliau kembali ke Madinah untuk bertugas sebagai
anggota Majelis Tinggi Jam`iyah Islamiyah di sana. Mandapat penghargaan tertinggi dari
kerajaan Saudi Arabia berupa King Faisal Fundation tanggal 14 Dzulkaidah 1419 H.
4. Beberapa Karya Beliau
105
Karya-karya beliau amat banyak, diantaranya ada yang sudah dicetak, ada yang
masih berupa manuskrip dan ada yang mafqud (hilang), semua berjumlah 218 judul.
Beberapa Contoh Karya Beliau yang terkenal adalah:
a. Adabuz-Zifaf fi As-Sunnah al-Muthahharah
b. Al-Ajwibah an-Nafi`ah `ala as`ilah masjid al-Jami`ah
c. Silisilah al-Ahadits ash Shahihah
d. Silisilah al-Ahadits adh-Dha`ifah wal maudhu`ah
e. At-Tawasul wa anwa`uhu
f. Ahkam Al-Jana`iz wabida`uha
Di samping itu, beliau juga memiliki kaset ceramah, kaset-kaset bantahan terhadap
berbagai pemikiran sesat dan kaset-kaset berisi jawaban-jawaban tentang pelbagai masalah
yang bermanfaat.
Selanjutnya Syeikh al-Albani berwasiat agar perpustakaan pribadinya, baik berupa
buku-buku yang sudah dicetak, buku-buku foto copyan, manuskrip-manuskrip (yang ditulis
oleh beliau sendiri ataupun orang lain) semuanya diserahkan ke perpustakaan Jami`ah
tersebut dalam kaitannya dengan dakwah menuju al-Kitab was Sunnah, sesuai dengan
manhaj salafush Shalih (sahabat nabi radhiyallahu anhum), pada saat beliau menjadi
pengajar disana.
5. Wafatnya
Beliau wafat pada hari Jum`at malam Sabtu tanggal 21 Jumada Tsaniyah 1420 H atau
bertepatan dengan tanggal 1 Oktober 1999 di Yoradania. Rahimallah asy-Syaikh al-Albani
rahmatan wasi`ah wa jazahullahu`an al-Islam wal muslimiina khaira wa adkhalahu fi anNa`im al-Muqim.
G. Syaikh Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baz
Syaikh Bin Baz, menurut Syaikh Muqbil Bin Hadi Al Wadii, adalah seorang tokoh ahli fiqih
yang diperhitungkan di jaman kiwari ini, sebagaimana Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani
juga seorang ulama ahlul hadits yang handal masa kini. Untuk mengenal lebih dekat siapa
beliau, mari kita simak penuturan beliau mengungkapkan data pribadinya berikut ini.
Syaikh mengatakan, Nama lengkap saya adalah Abdul Aziz Bin Abdillah Bin
Muhammad Bin Abdillah Ali (keluarga) Baz. Saya dilahirkan di kota Riyadh pada bulan
Dzulhijah 1330 H. Dulu ketika saya baru memulai belajar agama, saya masih bisa melihat dengan
baik. Namun qodarullah pada tahun 1346 H, mata saya terkena infeksi yang membuat rabun.
Kemudian lama-kelamaan karena tidak sembuh-sembuh mata saya tidak dapat melihat sama
sekali.
Musibah ini terjadi pada tahun 1350 Hijriyah. Pada saat itulah saya menjadi seorang tuna
netra. Saya ucapkan alhamdulillah atas musibah yang menimpa diri saya ini. Saya memohon
kepada-Nya semoga Dia berkenan menganugerahkan bashirah (mata hati) kepada saya di
dunia ini dan di akhirat serta balasan yang baik di akhirat seperti yang dijanjikan oleh-Nya
melalui nabi Muhammad Sholallahu Alaihi Wasallam atas musibah ini. Saya juga memohon
kepadanya keselamatan di dunia dan akhirat.
Mencari ilmu telah saya tempuh semenjak masa anak-anak. Saya hafal Al Quranul Karim
sebelum mencapai usia baligh. Hafalan itu diujikan di hadapan Syaikh Abdullah Bin Furaij.
Setelah itu saya mempelajari ilmu-ilmu syariat dan bahasa Arab melalui bimbingan ulamaulama kota kelahiran saya sendiri. Para guru yang sempat saya ambil ilmunya adalah:
Syaikh Muhammad Bin Abdil Lathif Bin Abdirrahman Bin Hasan Bin Asy Syaikh Muhammad
Bin Abdul Wahhab, seorang hakim di kota Riyadh.
Syaikh Hamid Bin Faris, seorang pejabat wakil urusan Baitul Mal, Riyadh.
Syaikh Sad, Qadhi negeri Bukhara, seorang ulama Makkah. Saya menimba ilmu tauhid
darinya pada tahun 1355 H.
Samahatus Syaikh Muhammad Bin Ibrahim Bin Abdul Lathief Alu Syaikh, saya
bermuzalamah padanya untuk mempelajari banyak ilmu agama, antara lain: aqidah, fiqih,
hadits, nahwu, faraidh (ilmu waris), tafsir, sirah, selama kurang lebih 10 tahun. Mulai 1347
sampai tahun 1357 H.
Semoga Allah membalas jasa-jasa mereka dengan balasan yang mulia dan utama.
Dalam memahami fiqih saya memakai thariqah (mahdzab -red) Ahmad Bin Hanbal [1]
rahimahullah. Hal ini saya lakukan bukan semata-mata taklid kepada beliau, akan tetapi yang
saya lakukan adalah mengikuti dasar-dasar pemahaman yang beliau tempuh. Adapun dalam
menghadapi ikhtilaf ulama, saya memakai metodologi tarjih, kalau dapat ditarjih dengan
mengambil dalil yang paling shahih. Demikian pula ketika saya mengeluarkan fatwa, khususnya
bila saya temukan silang pendapat di antara para ulama baik yang mencocoki pendapat Imam
Ahmad atau tidak. Karena AL HAQ itulah yang pantas diikuti.
Allah berfirman (yang artinya -red), Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul dan Ulil Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
106
sesuatu maka kembalikanlah dia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul-Nya (As Sunnah) jika
kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya(An Nisa:59)
1. Tugas-Tugas Syari
Banyak jabatan yang diamanahkan kepada saya yang berkaitan dengan masalah
keagamaan. Saya pernah mendapat tugas sebagai:
Hakim dalam waktu yang panjang, sekitar 14 tahun. Tugas itu berawal dari bulan
Jumadil Akhir tahun1357H.
Pengajar Mahad Ilmi Riyadh tahun 1372 H dan dosen ilmu fiqih, tauhid, dan hadits
sampai pada tahun 1380 H.
Wakil Rektor Universitas Islam Madinah pada tahun 1381-1390 H.
Rektor Universitas Islam Madinah pada tahun 1390 Hmenggantikan rektor sebelumnya
yang wafat yaitu Syaikh Muhammad Bin Ibrahim Ali Syaikh. Jabatan ini saya pegang
pada tahun 1389 sampai dengan 1395 H.
Pada tanggal 13 bulan 10 tahun 1395 saya diangkat menjadi pimpinan umum yang
berhubungan dengan penelitian ilmiah, fatwa-fawa, dakwah dan bimbingan
keagamaan sampai sekarang.
Saya terus memohon kepada Allah pertolongan dan bimbingan pada jalan kebenaran
dalam menjalankan tugas-tugas tersebut.
Disamping jabatan-jabatan resmi yang sempat saya pegang sekarang, saya juga aktif
di berbagai organisasi keIslaman lain seperti:
a. Anggota Kibarul Ulama di Makkah.
Ketua Lajnah Daimah (Komite Tetap) terhadap penelitian dan fatwa dalam
masalah
keagamaan
di
dalam
lembaga
Kibarul
Ulama
tersebut.
Anggota pimpinan Majelis Tinggi Rabithah Alam Islami.
b. Pimpinan Majelis Tinggi untuk masjid-masjid.
Pimpinan kumpulan penelitian fiqih Islam di Makkah di bawah naungan organisasi
Rabithah Alam Islami.
c. Anggota majelis tinggi di Jamiah Islamiyah (universitas Islam -red), Madinah.
d. Anggota lembaga tinggi untuk dakwah Islam yang berkedudukan di Makkah.
Mengenai karya tulis, saya telah menulis puluhan karya ilmiah antara lain:
a. Al Faidhul Hilyah fi Mabahits Fardhiyah.
At Tahqiq wal Idhah li Katsirin min Masailil Haj wal Umrah Wa Ziarah (Tauhdihul
Manasik - ini yang terpenting dan bermanfaat - aku kumpulkan pada tahun 1363 H).
Karyaku ini telah dicetak ulang berkali-kali dan diterjemahkan ke dalam banyak bahasa
(termasuk bahasa Indonesia -pent).
At Tahdzir minal Bida mencakup 4 pembahasan (Hukmul Ihtifal bil Maulid Nabi wa
Lailatil Isra wa Miraj, wa Lailatun Nifshi minas Syaban wa Takdzibir Ruyal Marumah min
Khadim Al Hijr An Nabawiyah Al Musamma Asy Syaikh Ahmad).
Risalah Mujazah fiz Zakat was Shiyam.
Al Aqidah As Shahihah wama Yudhadhuha.
Wujubul Amal bis Sunnatir Rasul Sholallahu Alaihi Wasallam wa Kufru man Ankaraha.
Ad Dakwah Ilallah wa Akhlaqud Daiyah.
Wujubu Tahkim Syarillah wa Nabdzu ma Khalafahu.
Hukmus Sufur wal Hijab wa Nikah As Sighar.
Naqdul Qawiy fi Hukmit Tashwir.
Al Jawabul Mufid fi Hukmit Tashwir.
Asy Syaikh Muhammad Bin Abdil Wahhab (Dawah wa Siratuhu).
Tsalatsu Rasail fis Shalah: Kaifa Sholatun Nabi Sholallahu Alaihi Wasallam, Wujubu Adais
Shalah fil Jamaah, Aina Yadhaul Mushalli Yadaihi hinar Rafi minar Ruku.
Hukmul Islam fi man Thaana fil Quran au fi Rasulillah Sholallahu Alaihi Wasallam.
Hasyiyah Mufidah Ala Fathil Bari - hanya sampai masalah haji.
Risalatul Adilatin Naqliyah wa Hissiyah ala Jaryanis Syamsi wa Sukunil Ardhi wa
Amakinis Suudil Kawakib.
Iqamatul Barahin ala Hukmi man Istaghatsa bi Ghairillah au Shaddaqul Kawakib.
Al Jihad fi Sabilillah.
Fatawa Mutaaliq bi Ahkaml Haj wal Umrah wal Ziarah.
Wujubu Luzumis Sunnah wal Hadzr minal Bidah.
Sampai di sini perkataan beliau yang saya (Ustadz Ahmad Hamdani -red) kutip dari
buku Fatwa wa Tanbihat wa Nashaih hal 8-13.
2. Akidah Dan Manhaj Dakwah
Akidah dan manhaj dakwah Syaikh ini tercermin dari tulisan atau karya-karyanya.
Kita lihat misalnya buku Aqidah Shahihah yang menerangkan aqidah Ahlus Sunnah wal
107
108
109
Abdullah bin Abdul Aziz al-Anqari berbagai macam disiplin ilmu seperti tauhid, tafsir, hadits,
fiqh, faraidh, nahwu, sirah, tarikh, adab, dan yang lainnya selama 25 tahun.
Di antara kitab-kitab yang beliau pelajari di bawah bimbingan Syaikh al-Faqih
Abdullah bin Abdul Aziz al-Anqari adalah:
Fathul Bari oleh Ibnu Hajar, al-Mughni oleh Ibnu Qudamah, Minhajus Sunnah, Dar-u
Taarudhil Aql wa Naql, dan Fatawa Kubra ketiganya oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,
Zadul Maad oleh Ibnul Qayyim, dan kitab-kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan para
imam dakwah. Beliau diberi ijazah sanad oleh Syaikh al-Anqari Kitab-kitab Shihah, Masanid,
dan Sunan, berikut kitab-kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, dan kitab-kitab
fiqh Hanbali secara umum. Demikian juga seluruh riwayat Syaikh al- Anqai-i dari kitab-kitab
atsbat.
Beliau juga belajar fiqh, faraidh dan lughah kepada Syaikh Abdullah bin Muhammad
bin Humaid di saat Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Humaid menjabat Qadhi negeri
Sudair.
Beliau berguru kepada Syaikh al-Allamah Muhammad bin Abdul Muhsin al-Khayyal,
Qadhi Madinah, dalam bidang nahwu dan faraidh. Beliau juga belajar kepada Syaikh
Sulaiman bin Hamdan, salah seorang Qadhi Makkah, dan mendapat ijazah sanad dari
Syaikh Sulaiman.
4. Tugas-Tugas yang Beliau Emban
Pada tahun 1368 11 beliau ditugaskan sebagai Qadhi negeri Rahimah. Setengah tahun
kemudian beliau dipindah ke negeri Zulfi hingga tahun 1372 H. Kemudian beliau
mengundurkan diri dari jabatan Qadhi.
5. Kehidupan llmiahnya
Beliau memiliki hasrat yang sangat kuat dalam ilmu sehingga mencurahkan semua
waktunya kepada ilmu. Beliau banyak menulis kitab-kitab yang bermanfaat bagi muslimin.
Beliau tekankan penulisan beliau pada masalah-masalah terlarang yang banyak dilakukan
oleh manusia, atau pada syubhat-syubhat di masyarakat dan perkara-perkara baru yang
diada-adakan. Beliau jelaskan dengan dalil-dalil kuat dan argumen-argumen yang
gamblang sehingga bisa diterima dan memberi manfaat yang besar kepada setiap pembaca
tulisan beliau.
Sejak terbit matahari hingga Isya, beliau penuhi waktu beliau dengan pembahasan
ilmu dan menulis. Kadang setelah Isya beliau lanjutkan apa yang beliau mulai pada awal
harinya. Adapun malam harinya beliau isi dengan tahajjud baik waktu menetap maupun
dalam perjalanan.
6. Kegigihan Beliau Dalam Membela Sunnah
Beliau begitu gigih dalam meluruskan penyimpangan-penyimpangan orang yang
menyeleweng dari jalan Alloh. Beliau bantah penyelewengan tersebut dengan pena sebagai
pembelaan terhadap Sunnah Rasulullah dan aqidah shahihah, aqidah Ahli Sunnah wal
Jamaah, kadang-kadang beliau sebarkan bantahan-bantahan tersebut ke media cetak
dalam dan luar negeri Saudi.
Sebagian di antara bantahan-bantahan beliau kepada pemikiran yang menyeleweng
beliau paparkan kepada Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh. Hal itu menjadikan
Syaikh Muhammad bin Ibrahim begitu menghargai perjuangan beliau membantah
pemikiran-pemikiran yang menyeleweng. Sebagian murid, Syaikh Muhammad bin Ibrahim
menyebutkan bahwa suatu saat Syaikh Hamud membacakan kepada Syaikh Muhammad
bin Ibrahim sebuah bantahan Syaikh Hamud kepada ahli bidah. Ketika Syaikh Hamud
selesai membacakannya dan beranjak pergi maka Syaikh Muhammad bin Ibrahim berkata,
Syaikh Hamud adalah seorang mujahid, semoga Alloh membalasnya dengan kebaikan.
Kalimat yang agung dari Syaikh Muhammad bin Ibrahim ini senada dengan apa yang
telah dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Orang yang membantah ahli bidah
adalah seorang mujahid. Sampai-sampai Yahya bin Yahya mengatakan, Membela Sunnah
lebih afdhal dibandingkan berjihad.
7. Murid-Muridnya
Di antara murid-murid beliau adalah ketujuh putranya:
Syaikh Abdullah, Syaikh Muhammad, Syaikh Abdul Aziz, Syaikh Abdul Karim, Syaikh
Shalih, Syaikh Ibrahim, dan Syaikh Khalid, kemudian Syaikh Abdullah ar-Rumi, Syaikh
Abdullah bin Muhammad bin Hamud, dan selain mereka.
Beliau memberi ijazah sanad kepada beberapa ulama, di antara-nya: Syaikh Ismail alAnshari, Syaikh Shalih bin Abdullah bin Humaid, Syaikh Abdul Aziz bin Ibrahim al-Qasim,
Syaikh Rabi bin Hadi al- Madkhali, Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh, Syaikh Abdullah
bin Abdur Rahman as-Sad, Syaikh Abdur Rahman al-Firiwai, dan yang lainnya.
110
111
Begitulah jadwal beliau, sampai beliau mengalami sakit keras hingga meninggal dunia.
Beliau dikenal menjaga lisannya, tidak mengejek, tidak mencela dan tidak mengghibah.
Bahkan beliau tidak mengizinkan seorangpun melakukan ghibah dan menyebut aib
manusia di hadapannya. Ketika terjadi suatu kesalahan pada sebagian panuntut ilmu pada
suatu kaset atau kitab, beliau mendengarkan atau membacanya. Jika nampak bagi beliau
kesalahan tersebut, beliau lakukan nasihat terhadapnya.
Beliau dikenal lembut dan pemaaf. Dengan kelembutan dan sikap memaafkan, beliau
hadapi ujian, makar dan gangguan. Beliau memiliki perhatian yang sangat besar kepada
murid-muridnya. Beliau hadiri undangan-undangan mereka. Menanyakan keadaan mereka
dan mengatasi sebagian permasalahan keluarga mereka. Ringkasnya, beliau membantu
mereka dengan harta, waktu dan kedudukannya.
6. Pujian Para Ulama Kepadanya
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata, Beliau dikenal dengan keilmuannya,
keutamaannya, kelurusan aqidahnya dan kegigihan dakwahnya kepada Alloh serta
memperingatkan dari bidah dan khurafat. Semoga Alloh mengampuninya,
menempatkannya dalam keluasan surga-Nya, memperbagus keturunannya dan semoga
Alloh mengumpulkan kita semua dan beliau di negeri kemuliaan-Nya.
Dalam kesempatan lain, Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata. Syaikh
Muhammad Aman al-Jami dan Syaikh Rabi bin Hadi al-Madkhali, keduanya termasuk Ahli
Sunnah. Keduanya dikenal dengan keilmuan, keutamaan dan kelurusan aqidahnya. Syaikh
Muhammad Aman al-Jami telah wafat pada malam kamis 27 Syaban tahun ini. Aku
berwasiat agar dipelajari kitab-kitab keduanya. Aku memohon agar Alloh memberikan
taufiq kepada kita semua pada apa yang dia cintai dan dia ridhai.
Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd al-Abbad berkata, Aku mengenal Syaikh Muhammad
Aman al-Jami ketika belajar di mahad ilmi Riyadh dan sebagai dosen di Universitas Islam
Madinah. Aku mengenal beliau dengan kelurusan aqidah dan keselamatan arah.
Beliau memiliki perhatian yang besar dalam menjelaskan aqidah salaf dan
memperingatkan dari kebidahan di dalam talim-talimnya, ceramah-ceramahnya dan
tulisan-tulisannya. Semoga Alloh mengampuninya, merahmatinya dan memberikan pahala
yang berlimpah kepadanya.
Syaikh Shalih al-Fauzan berkata, Orang-orang yang berilmu dan memiliki ijazah
ilmiah banyak sekali. Tetapi sedikit dari mereka yang bisa memanfaatkan dan memberikan
faedah dari ilmunya
. Syaikh Muhammad Aman al-Jami termasuk kelompok sedikit dari para ulama yang
mengarahkan ilmu dan upaya mereka memberikan faedah dan mengarahkan kaum
muslimin dengan dakwah kepada Alloh melalui talim-talimnya di Jamiah Islamiyah dan
masjid Nabawi serta dalam perjalanan dakwahnya di dalam dan luar Saudi, menyeru
kepada tauhid, menyebarkan aqidah yang shahih, mengarahkan para pemuda umat ini
kepada manhaj salafush shalih dan memperingatkan mereka dari pemikiran-pemikiran yang
merusak dan seruan-seruan yang menyesatkan.
Siapa saja yang belum mengenalnya secara langsung, bisa mengenal melalui kitabkitabnya dan kaset-kasetnya yang bermanfaat, yang menampakan keluasan ilmunya.
Beliau terus melanjutkan kebaikan amalnya hingga beliau wafat. Beliau tinggalkan ilmu
yang bermanfaat, yang terwujud pada murid-muridnya dan kitab-kitabnya. Semoga Alloh
merahmatinya dan membalasnya dengan kebaikan.
Syaikh Rabi bin Hadi al-Madkhali berkata, Adapun Syaikh Muahammad Aman, aku
tidak mengetahui beliau kecuali seorang yang beriman, bertauhid, salafi, faqih dalam
agamanya, dan mempuni dalam ilmu aqidah. Tidak pernah kulihat yang lebih bagus darinya
dalam memaparkan aqidah.
Beliau telah mengajarkan kepada kami al-Wasithiyah dan al-Hamawiyah saat di
marhalah Tsanawiyah. Tidak pernah kami melihat yang lebih bagus dari beliau dalam
memahamkan para murid. Kami mengenal beliau dengan akhlak yang mulia, tawadhu dan
kewibawaan.
Kami memohon kepada Alloh agar mengangkat derajat beliau di surga dengan sebab
celaan-celaan dan perkataan-perkataan yang tidak pantas dari ahlul ahwa (pengikut hawa
nafsu) kepadanya. Terakhir, beliau meninggal dengan berwasiat agar selalu berpegang teguh
dengan aqidah yang shahih, berwasiat kepada para ulama agar memperhatikan masalah
aqidah. Ini menunjukan kejujurannya insya Alloh- dalam keimanannya dan dalil atas
khusnul khatimahnya. Semoga Alloh selalu mencurahkan kepada kita dan beliau rahmat
dan keridhaanNya.
Syaikh Muhammad bin Ali bin Muhammad Tsani berkata, Beliau adalah seorang
ulama salafi. Merupakan teladan utama dalam dakwah islamiyah. Beliau memiliki ceramahceramah di masjid-masjid dan pertemuan-pertemuan ilmiah di dalam dan luar negeri. Beliau
112
memiliki tulisan-tulisan dalam masalah aqidah dan yang lainnya. Semoga Alloh memberikan
balasan sebaik-baiknya kepada beliau dan mencurahkan pahala yang banyak di akhirat.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab al-Banna berkata, Beliau adalah sebaik-baik
yang kami cintai dalam keluhuran akhlaknya, kelurusan aqidahnya, dan kebagusan
pergaulannya.
Syaikh Muhammad bin Hamud al-Waili berkata, Aku mulai mengenal Syaikh
Muhammad Aman al-Jami pada tahun 1381 H ketika daulah Saudi Arabia mendirikan
Universitas Islam Madinah. Beliau termasuk para pengajar yang pertama ditugaskan di
Universitas tersebut, sedangkan aku salah seorang mahasiswanya. Beliau termasuk diantara
para masyayikh yang memberikan perhatian yang khusus kepada para murid sehingga
mereka tidak berhenti dalam hubungan pengajaran. Pada kebanyakan talimnya, beliau
memiliki perhatian yang besar dalam menjelaskan aqidah salafush shalih dalam pelajaran
aqidah maupun yang lainnya.
Ketika menjelaskan aqidah salafush shalih dan berusaha menanamkannya dalam jiwa
para muridnya yang berasal dari seluruh penjuru negeri, beliau sampaikan dengan gaya
bahasa yang mereka mengerti. Karena beliau telah merasakan keindahan aqidah salaf dan
menelaah kedalamannya, sampai-sampai seorang yang mendengar dan menyaksikan beliau
ketika berbicara tentang aqidah salaf merasakan hatinya merasa cinta dan terikat dengan
aqidah salaf.
Beliau memiliki banyak rihlah dakwah dan talim di luar negeri Saudi. Tidak pernah
datang suatu kesempatan melainkan beliau gunakan untuk menjelaskan keagungan dan
kejernihan aqidah salaf dengan penjelasan yang memuaskan. Orang yang membaca tulisantulisan dan risalah beliau akan meraba kebenaran dakwahnya. Saya hadir ketika beliau
mempertahankan disertasi doktornya di Darul Ulum cabang Universitas Kairo Mesir.
Beliau berupaya di dalam disertasinya tersebut menjelaskan kejernihan aqidah salaf
dan keselamatan manhaj salaf. Beliau singkapkan keborokan setiap manhaj yang
menyeleweng dari aqidah salaf serta kebatilan setiap tuduhan yang diarahkan kepada para
penyeru aqidah salaf yang menghabiskan umurnya menyeru dan mengabdi kepada aqidah
salaf. Beliau juga mematahkan setiap perkataan dan syubhat para pemilik kebatilan yang
berusaha menjatuhkan manhaj salaf.
Ringkasnya, beliau begitu mendalam kecintaannya terhadap aqidah salafush shalih,
ikhlas dalam mendakwahkannya, begitu gigih dalam membelanya, serta pemberani di
dalam menyampaikan kebenaran. Semoga Alloh mengampuni beliau dan kita semua.
7. Murid-Muridnya
Di antara murid-muridnya:
Syaikh Rabi bin Hadi al-Madkhali, Syaikh Zaid bin Hadi al-Madkhali, Syaikh Ali bin
Nashir Faqihi, Syaikh Muhammad bin Hamud al-Waili, Syaikh Abdul Qadir bin Habibullah
as-Sindi, Syaikh Shalih bin Sad as-Suhaimi, Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid, Syaikh Falih
bin bin Nafi al-Harbi, Syaikh Shalih ar-Rifai, Syaikh Falah Ismail, Syaikh Falah bin Tsani,
Syaikh Ibrahim bin Amir ar-Ruhaili, dan masih banyak lagi selain mereka.
8. Tulisan-Tulisannya
Di antara tulisan-tulisan beliau:
Sifat Ilahiyyah fil Kitab was Sunnah Nabawiyyah fi Dhauil Itsbat wa Tanzih, Manzilatus
Sunnah fi Tasyri Islami, Majmu Rasail Jami Fil aqidah was Sunnah, Aqidah Islamiyyah wa
Tarikhuha Haqiqatu Demokratiah wa Annaha Laisat minal Islam, Haqiqatusy Syura fil Islam,
Adhwa ala Thariqi Dawah fil Islam, Tahhih Mafahim fi Jawaniba minal aqidah, Muhadharah
Difaiyyah anis Sunnah Muhammadiyyah, aql wa Naql inda Ibnu Rusyd, Thariqatul Islam fi
Tarbiyyah, Masyakilu Dawah wa Duat fi Ashril Hadits Islam fi Afriqia Abra Tarikh, dan yang
lainnya.
9. Wafatnya
Syaikh Muhammad Aman al-Jami wafat di Madinah pada waktu pagi hari Rabu 26
Syaban 1416 H dan dimakamkan di pekuburan Baqi Madinah. Semoga Alloh meridhainya
dan menempatkannya dalam keluasan jannah-Nya.
K. Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin
1. Nasab (Silsilah Beliau)
Beliau bernama Abdillah Muhammad Bin Shalih Bin Muhammad Bin Utsaimin AlWahib At-Tamimi. Dilahirkan di kota Unaizah tanggal 27 Ramadhan 1347 Hijriyah.
2. Pertumbuhan Beliau
Beliau belajar membaca Al-Quran kepada kakeknya dari ibunya yaitu Abdurrahman
Bin Sulaiman Ali Damigh Rahimahullah, hingga beliau hafal. Sesudah itu beliau mulai
113
mencari ilmu dan belajar khat (ilmu tulis menulis), ilmu hitung dan beberapa bidang ilmu
sastra.
Syaikh Abdurrahman As-Sadi Rahimahullah menugaskan kepada 2 orang muridnya
untuk mengajar murid-muridnya yang kecil. Dua murid tersebut adalah Syaikh Ali AshShalihin dan Syaikh Muhammad Bin Abdil Aziz Al-Muthawwi Rahimahullah. Kepada yang
terakhir ini beliau (syaikh Utsaimin) mempelajari kitab Mukhtasar Al Aqidah Al Wasithiyah
dan Minhaju Salikin fil Fiqh karya Syaikh Abdurrahman As-Sadi dan Al- Ajurrumiyah serta
Alfiyyah.
Disamping itu, beliau belajar ilmu faraidh (waris) dan fiqh kepada Syaikh
Abdurrahman Bin Ali Bin Audan. Sedangkan kepada syaikh (guru) utama beliau yang
pertama yaitu Syaikh Abdurrahman Bin Nashir As-Sadi, beliau sempat mengkaji masalah
tauhid, tafsir, hadits, fiqh, ustsul fiqh, faraidh, musthalahul hadits, nahwu dan sharaf.
Belia mempunyai kedudukan penting di sisinya Syaikhnya Rahimahullah. Ketika ayah
beliau pindah ke Riyadh, di usia pertumbuhan beliau, beliau ingin ikut bersama ayahnya.
Oleh karena itu Syaikh Abdurrahman As-Sadi mengirim surat kepada beliau: Hal ini tidak
mungkin, kami menginginkan Muhammad tetap tinggal di sini agar dapat bisa mengambil
faidah (ilmu).
Beliau (Syaikh Utsaimin) berkata, Sesungguhnya aku merasa terkesan dengan beliau
(Syaikh Abdurrahman Rahimahullah) dalam banyak cara beliau mengajar, menjelaskan
ilmu, dan pendekatan kepada para pelajar dengan contoh-contoh serta makna-makna.
Demikian pula aku terkesan dengan akhlak beliau yang agung dan utama sesuai dengan
kadar ilmu dan ibadahnya. Beliau senang bercanda dengan anak-anak kecil dan bersikap
ramah kepada orang-orang besar. Beliau adalah orang yang paling baik akhlaknya yang
pernah aku lihat.
Beliau belajar kepada Syaikh Abdul Aziz Bin Baaz -sebagai syaikh utama kedua bagi
beliau- kitab Shahih Bukhari dan sebagian risalah-risalah Syaikh Islam Ibnu Taimiyyah serta
beberapa kitab-kitab fiqh. Beliau berkata, Aku terkesan terhadap syaikh Abdul Aziz Bin
Baz Hafidhahullah karena perhatian beliau terhadap hadits dansaya juga terkesan dengan
akhlak beliau karena sikap terbuka beliau dengan manusia.
Pada tahun 1371 H, beliau duduk untuk mengajar di masjid Jami. Ketika dibukanya
mahad-mahad al ilmiyyah di Riyadh, beliau mendaftarkan diri di sana pada tahun 1372 H.
Berkata Syaikh Utsaimin Hafidhahullah, Saya masuk di lembaga pendidikan tersebut untuk
tahun kedua seterlah berkonsultasi dengan Syaikh Ali Ash-Shalihin dan sesudah meminta ijin
kepada Syaikh Abdurrahman As-Sadi Rahimahullah. Ketika itu mahad al ilmiyyah dibagi
menjadi 2 bagian, umum dan khusus. Saya berada pada bidang yang khusus. Pada waktu
itu bagi mereka yang ingin meloncat- demikian kata mereka- ia dapat mempelajari
tingkat berikutnya pada masa libur dan kemudian diujikan pada awal tahun ajaran kedua.
Maka jika ia lulus, ia dapat naik ke pelajaran tingkat lebih tinggi setelah itu. Dengan cara ini
saya dapat meringkas waktu.
Sesudah 2 tahun, beliau lulus dan diangkat menjadi guru di mahad Unaizah Al Ilmi
sambil meneruskan studi beliau secara intishab (Semacam Universitas Terbuka -red) pada
fakultas syariah serta terus menuntut ilmu dengan bimbingan Syaikh Abdurrahman Bin
Nashir As-Sadi.
Ketika Syaikh Abdurrahman Bin Nashir As-Sadi wafat, beliau menggantikan sebagai
imam masjid jami di Unaizah dan mengajar di perpustakaan nasional Unaizah disamping tetap
mengajar di mahad Al Ilmi. Kemudian beliau pindah mengajar di fakultas syariah dan ushuludin
cabang universitas Al Imam Muhammad Bin Suud Al Islamiyah di Qasim. Beliau juga termasuk
anggota Haiatul Kibarul Ulama di Kerajaan Arab Saudi. Syaikh Hafidhahullah mempunyai
banyak kegiatan dakwah kepada Allah serta memberikan pengarahan kepada para Dai di
setiap tempat. Jasa beliau sangat besar dalam masalah ini.
Perlu diketahui pula bahwa Syaikh Muhammad Bin Ibrahim Rahimahullah telah
menawarkan bahkan meminta berulang kali kepada syaikh Utsaimin untuk menduduki jabatan
Qadhi (hakim), bahkan telah mengeluarkan surat pengangkatan sebagai ketua pengadilan
agama di Al Ihsa, namun beliau menolak secara halus. Setelah dilakukan pendekatan pribadi,
Syaikh Muhammad Bin Ibrahim pun mengabulkannya untuk menarik dirinya (Syaikh Utsaimin red) dari jabatan tersebut.
3. Karya-karya Beliau
Buku-buku yag telah ditulis oleh Syaikh Utsaimin diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Talkhis Al Hamawiyah, selesai pada tanggal 8 Dzulhijah 1380 H.
2) Tafsir Ayat Al Ahkam (belum selesai).
3) Syarh Umdatul Ahkam (belum selesai).
4) Musthalah Hadits.
5) Al Ushul min Ilmil Ushul.
6) Risalah fil Wudhu wal Ghusl wash Shalah.
114
115
Kemudian beliau safar ke Riyadh Saudi Arabia dan tinggal di sana sekitar sebulan
setengah. Ketika cuaca Riyadh berubah maka beliau berangkat ke Makkah. Beliau meminta
petunjuk kepada sebagian penceramah tentang kitab-kitab yang bermanfaat yang akan
beliau beli, maka beliau dinasehati agar membeli kitab Shahih Bukhari, Bulughul Maram,
Riyadhush Shalihin, dan Fathul Majid.
Beliau bekerja sebagai penjaga sebuah gedung di Hajun sambil menelaah kitab-kitab
tersebut. Beliau sangat tertarik dengan kandungan kitab-kitab tersebut karena apa yang
dilakukan manusia di negerinya sangat berbeda dengan yang ada dalam kitab-kitab
tersebut.
Setelah beberapa lama beliau pulang ke negerinya Yaman dan mulai mengingkari
kemungkaran-kemungkaran yang dilakukan kaumnya. Seperti menyembelih untuk selain
Alloh, meminta kepada orang-orang yang sudah mati, membangun kuburan, dan
kesyirikan-kesyirikan lainnya.
Reaksi yang muncul dari kaumnya begitu keras, lebih-lebih dari orang Syiah yang
memandang Syaikh Muqbil sudah mengganti agamanya sehingga pantas dibunuh. Mereka
memaksa Syaikh Muqbil untuk belajar di Masjid Jami Al-Hadi untuk menghilangkan
syubhat-syubhatnya.
Kemudian beliau berangkat ke Najran dan tinggal di sana selama dua tahun belajar
kepada Majduddin Al-Muayyid. Setelah itu berangkatlah beliau ke Makkah bekerja di
waktu siang dan belajar di waktu malam. Ketika dibuka Mahad Al-Haram Al-Makky beliau
mendaftarkan diri dan diterima sehingga beliau menyelesaikan pendidikan Mutawassithah
dan Tsanawiyah. Kemudian beliau menuju ke Madinah dan masuk ke Universitas Islam
Madinah di Fakultas Dawah dan Ushuluddin.
Ketika dibuka Fakultas Pasca Sarjana di Universitas Islam Madinah, Beliau
mendaftarkan diri dan diterima. Risalah Magisternya adalah tahqiq kitab Ilzamat dan
Tatabbu oleh Al-Imam Daruquthni.
4. Dakhwahnya di Yaman
Ketika terjadi fitnah kelompok Juhaiman di Masjidil Haram, beliau rahimahullah
dituduh termasuk kelompok mereka sehingga beliau dipenjara dan dipulangkan ke Yaman.
Sesampainya beliau di Yaman, beliau memulai dakhwahnya dengan mengajari AlQuran kepada anak-anak di kampungnya. Beliau dengan gigih mendakwahkan dakwah
salafiyah, dakhwah tauhid dakwah yang haq, meski begitu banyak rintangan yang
menghadangnya dari kelompok syiah, sufiyah, dan sekuler.
Beliau rahimahullah mulai dakwahnya dari kampungnya yang kecil yang dikelilingi
gunung-gunung tetapi cahaya dakwah beliau memancar hingga ke pelosok-pelosok yang
jauh di Yaman. Dengan pertolongan Alloh Azza wa Jalla, kemudian dengan kegigihan beliau
mulailah dengan manusia meninggalkan kesyirika-kesyirikan dan kemungkarankemungkaran yang sebelumnya merupakan kebiasaan mereka sehari-hari.
Ketika dakwah beliau mulai terdengar ke seluruh penjuru, berbondong-bondonglah
manusia menuju tempat beliau untuk mengambil ilmu. Datanglah para penuntut ilmu dari
daerah-daerah sekitarnya,bahkan dari luar negeri Yaman seperti Mesir, Kuwait, Haramain,
Najd, Libia, Al-Jazair, Maghrib (Maroko), Turki, Inggris, Indonesia, Amerika, Somalia, Belgia,
dan negeri-negeri lainnya.
5. Keberaniannya Dalam Mengingkari Kemungkaran
Beliau rahimahullah dikenal pemberani di dalam mengucapkan kebenaran dan
mengingkari kemungkaran. Tidak takut kepada siapa pun di dalam membela kebenaran.
Siapa saya yang membaca tulisan-tulisan dan mendengarkan kaset-kaset beliau akan
mengetahui hal itu.
Beliau berbicara tentang bidah-bidah, kesyirikan-kesyirikan, kezhaliman-kezhaliman,
dan kerusakan-kerusakan. Beliau memiliki banyak bantahan-bantahan kepada para
pemilik kebathilan di dalam tulisan-tulisan dan kaset-kaset beliau.
6. Perhatian Kepada Para Penuntut Ilmu
Beliau begitu besar perhatiannya kepada para penuntut ilmu. Beliau sangat bersedih
jika ada dari para murid-muridnya membuthkan sesuatu kemudian tidak bisa
mendapatkannya.
Beliau pernah berkata di dalam majelisnya, Beban terberat yang aku hadapi yang
aku rasakan lebih berat daripada menghadapi ahli bidah dan menulis adalah kebutuhan
murid-murid kami.
7. Keluhuran Jiwanya
Beliau rahimahullah begitu luhur jiwanya, menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak
pantas, menjaga diri dari meminta-minta kepada orang lain, sampai-sampai beliau merasa
116
berat memintakan kepada para muhsinin (dermawan) untuk kepentingan para muridnya.
Ketika Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengetahui hal itu maka beliau mengirim surat kepada
Syaikh Muqbil yang isinya, Tulislah permohonan wahai Abu Abdurrahman, engkau akan
mendapatkan pahala darinya! Beliau latih para muridnya pada sifat yang agung ini. Beliau
mencela dan memperingatkan dari orang-orang yang meminta-minta kepada manusia atas
nama dakwah, dan ini bukan berarti beliau rahimahullah menyeru para penuntut ilmu agar
meninggalkan taklimnya untuk berdagang. Maksud beliau, makan dari hasil usaha sendiri
lebih baik daripada meminta-minta.
Beliau rahimahullah juga berkata, Aku menasehatkan kepada ahli sunnah agar
bersabar atas kefaikiran, karena itulah keadaan yang Alloh pilihkan kepada Nabi-Nya
Shollallahu Alayhi wa Sallam.
8. Kesabarannya
Beliau rahimahullah memiliki kesabaran yang sulit dicari bandingannya. Beliau begitu
sabar atas bebrbagai penyakit yang menimpanya, bersabar atas penyakit busung air yang
bertahun-tahun dideritanya. Demikian pula atas penyakit lever yang menimpanya.
Merupakan hal yang menakjubkan bahwa beliau dalam keadaan sakit tidak pernah
meninggalkan taklimnya. Pernah suatu saat beliau menyampaikan pelajarannya dalam
keadaan tangannya diikat dengan perban ke lehernya.
9. Kezuhudan, Kesederhanaan, Kedermawanan, dan Waranya.
Beliau dikenal dengan kezuhudannya dan beliau biasakan para muridnya atas sifat
yang mulia ini. Beliau sampaikan kepada mereka bahwa dengan sifat inilah mereka akan
mendapatkan ilmu. Beliau sangat sederhana dalam tempat tinggal, pakaian dan
makanannya. Di antara hal yang menunjukkan kezuhudannya pada dunia, beliau
wakafkan tanag belia yang luas untuk tempat tinggal para muridnya yang sekarang
ditempati sekitar 250 rumah.
Beliau memiliki sifat tawadhu yang sulit dicari bandingannya. Jika beliau sedang
berjalan kemudian dipanggil oleh seorang anak kecil maka beliau langsung berhenti,
menyapanya, dan menanyakan apa yang dikehendaki. Ketika beliau di majelis taklimnya
datanglah seorang anak kecil, beliau hentikan pelajarannya dan berkata anak kecil itu
kepadanya, Aku ingin membaca sebuah hadits di mikrofon.maka beliau dudukkan anak
kecil tersebut di depannya untuk membaca hadits yang dikehendakinya.
Beliau dikenal dengan sifat wara, tidak pernah tersisa dana dakwah disisinya karena
selalu beliau serahkan kepada penanggungjawabnya.
10. Kegigihan Dalam Berdakwah
Beliau rahimahullah begitu gigih dalam berdakwah meskipun begitu padat
kesibukannya daalam mengajar dan menulis. Beliau arahkan para muridnya dengan
mengatakan, Janganlah kalian hanya menuntut ilmu dan meninggalkan dakwah, wajib
atas kalian mendakwahkan ilmu yang kalian pelajari!
Beliau melakukan perjalanan dakwah di kota-kota dan desa-desa Yaman, mendaki
gunung-gunung dan menuruni lembah-lembah.
Beliau mengalami vabyak rintangan dari para musuh-musuhnya seperti jamaah
Ikhwanul Muslimin, Jamiyah Hikmah dan Ihsan, kelompok sekuler, Sufiyah, dan selain
mereka, tetapi beliau tidak pernah surut dalam dakwahnya kepada Kitab dan Sunnah.
Ceramah-ceramah dakwah beliau dihadiri oleh jumlah yang sangat besar hingga di
sebagian tempat ceramah diadakan di tanah lapang karena masjid yang ada tidak mampu
memuat jumlah hadirin.
Beliau peringatkan manusia dari kesyirikan, kebidahan, demokrasi dan parlemen.
Beliau ingatkan kaum muslimin agar tidak memberikan loyalitas kepada musuh-musuh
Islam, dan meninggalkan fitnah hizbiyyah yang telah menceraiberaikan umat.
11. Kegigihannya Dalam Mempelajari dan Menyampaikan Ilmu
Beliau begitu gigih di dalam mengajarkan ilmu. Satu jam sebelum Zhuhur beliau
mengajarkan kitabnya Shahih Musnad mimma Laisa fi Shahihain, setelah itu kitab Jami
Shahih Musnad mimma Laisa fi Shahihain. Sesudah sholat Zhuhur belia mengajarkan Tafsir
Ibnu Katsir dua hari sekali bergantian dengan kitab Shahih Musnad min Asbabin Nuzul.
Ketika kitab yang akhir ini selesai beliau ganti dengan kitab Jami Shahih. Sebelum Zhuhur
beliau menelaah pelajaran di rumahnya selama seperempat jam.
Sesudah Ashar beliau mengajarkan kitab Shahih Bukhary, dan sesudah Magrib
mengajarkan Shahih Muslim dan Kitabnya Ahaditsu Muallah Zhahiruha Shihhah. Selesai dari
kitab yang akhir ini beliau menggantinya dengan kitabnya Gharatul Fishal alal Mutadin ala
Kutubil Ilal.Selesai dari kitab yang akhir ini beliau mengajarkan kitabnya Dzammul Masalah,
kemudian setelah selesai diganti dengan kitab Shahih Musnad min Dalail Nubuwwah.
117
Bersama kedua kitab ini beliau ajarkan juga kitab Mustadrak dan kitabnya Shahih Musnad
fil Qadar. Demikianlah urut-urutan taklim beliau hingga beliau wafat.
Jika beliau berbicara tentang rijal maka beliau adalah pakarnya, jika beliau sedang
diskusi dengan murid-muridnya dalam masalah nahwu maka seakan-akan tidak ada selsain
beliau yang mengetahui disiplin ilmu ini, jika beliau berbicara tentang ilal maka membuat
terhenyak orang yang ada dihadapannya. Demikian juga beliau memiliki kecepatan luar
biasa di dalam menghadirkan dalil-dalil dari Kitab dan Sunnah.
12. Guru-gurunya
Beliau mempelajari ilmu-ilmu syari dari para ulama besar dizamannya seperti:
SYAIKH Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany,
Syaikh Abdullah bin Humaid, Syaikh Muhammad As-Sabil, Syaikh Abdul Aziz Ar-Rasyid,
Syaikh Yahya Al-Bakistany, Syaikh Muhammad bin Abdullah ASH-Shamaly, Syaikh
Muhammad Hakim Al-Mishry, dan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Mishry.
13. Murid-muridnya
Di antara murid-muridnya adalah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab AlWashshaby Al-Abdaly, Syaikh Yahya bin Ali Al-Hajury, Syaikh Muhammad bin Abdullah ArRimy Al-Imam, Syaikh Abdul Aziz bin A;-Bari, Ummu Abdillah Al-Wadiiyah putrinya, Ummu
Syuaib Al-Wadiiyah istri keduanya, Ummu Salamah istri ketiganya, dan masih banyak lagi
selain mereka.
14. Tulisan-tulisannya
Diantara tulisan-tulisannya adalah Shahih Musnad mimma Laisa fi Shahihain, Tarajim
Rijal Al-Hakim fil Mustadrak, Tatabbu Auham Al-Hakim allati Sakata Alaiha Adz-Dzhaby,
Tarajim Rijal Sunan Daruquthni, Shahih Musnad min Dalail Nubuwwah, Gharatul Fishal alal
Mutadin ala Kutubil Ilal, Jami Shahih fil Qadar, Shaqatu; Zilzal Linasfi Abathil Rafdhi wal
Itizal, Ijabatus Sailan Ahammil Masail, Asy-Syafaah, Riyadhul Janna fi Raddi ala Adai
Sunnah, Tuhfatul Arib ala Asilatil Hadhir wal Gharib, Al-Makhraj minal Fitnah, Shahih
Musnad min Asbabin Nuzul, Rudud Ahlil Ilmi ala Thainin fi haditsi Sihr, Musharaah. Ilhad
Khomeni fi Ardhil Haramain, Al-Baits ala Syarhil Hawadits, Irsyad Dzawil Fathan Liibadi
Ghulati Rwafidh anil Yaman, Jami Shahih Musnad mimma Laisa fi Shahihain, Gharatul
Asyrithah ala Ahlil Jahli wa Safsathah, Fawakih Janiyah fil Khuthab wal Muhadharat Saniyah,
Qamul Muanid wa Zajrul Haqidil Hasid, Majmuatu Rasail Ilmiyah, Tuhfatusy Syab Rabbany,
Fatwa fi Wihdatil Muslimin maal Kuffar, Iqamatil Burhan ala Dhalali Abdur Rahim AthThahhan, Dibaj fi Maratsy Syaikhul Islam Abdul Aziz bin Baz, Hukmu Tashwir Dzawatil
Arwah, Muqtarah fi Ajwibati Asilatil Musthalah, Fadhaih wa Nashaih, Maqtal Syaikh
Jamilurrahman, Iskatul KalbilAwi, Tahqiq Tafsir Ibnu Katsir, Shahih Musnad mimma Tafsir bil
Matsur, dan Kitab Ilzamat wa Tatabbu lil Imam Daruquthni dirasah wa tahqiq.
15. Wafatnya
Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadii wafat di Jedda pada malam Ahad 1 Jumadil Ula
tahun 1422 H dalam usia sekitar 70 tahun dan dimakamkan di Makkah di samping Syaikh
Abdul Aziz bin Baz dab Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Semoga Allah
meridhainya dan menempatkannya dalan keluasan jannah-Nya.
Nasihat Syaikh Muqbil: Nasehatku Bagi Ahlu Sunnah Hendaklah mereka menjauhi
sebab-sebab perpecahan dan perselisihan di mana akidah Ahlu Sunnah satu dan visi mereka
satu, tidak ada pada mereka alasan untuk berpecah belah dan berselisih kecuali kejahilan,
kelaliman dan setan. Dalam sahih muslim, Sesungguhnya setan telah berputus asa untuk
disembah oleh orang-orang ahli sholat di jazirah Arab, hanya saja dengan dia menaburkan
benih perpecahan di antara mereka.
Perselisihan itu buruk sebagaimana yang dikatakan oleh Abdullah bin Masud sewaktu
Utsman mengimami orang-orang sholat di Mina sebanyak empat rakaat, maka Abdullah
beristirja (mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi rajiun) lalu berkata, Saya telah
melakukan sholat bersama Rosululloh dua rakaat bersama Abu Bakar dua rakaat juga
bersama Umar (dua rakaat).
Muslim meriwayatkan dalam sahihnya dari Ibnu Masud yang berkata, Dahulu
Rosululloh meluruskan pundak-pundak kami untuk sholat dan beliau bersabda, Janganlah
kalian berbeda-beda, maka hati kalian akan berselisih. Hendaklah yang berada di
belakangku di antara kalian orang-orang dewasa yang berilmu lalu yang berikutnya lalu
yang berikutnya!!
118
Imam Bukhori meriwayatkan dalam Sahihnya dari An Numan bin Basyir, ia berkata
bahwa Rosululloh bersabda, Benar-benar kalian akan meluruskan shaf-shaf kalian atau
Alloh akan menyelisihkan wajah-wajah kalian.
Dari Al Barra bin Azib, ia berkata, Dahulu Rosululloh menyusupi shaf dari satu sisi ke
sisi lainnya, Beliau meratakan pundak kami seraya bersabda, Janganlah kalian berbedabeda sehingga qalbu kalian berselisih. Rosululloh juga bersabda, Sesungguhnya Alloh dan
para malaikat bersholawat untuk shaf-shaf pertama.(Diriwayatkan oleh Abu Dawud
dengan sanad sahih, rijal-rijalnya sahih, kecuali Abdurrahman bin Usajah, namun An Nasaai
telah mentsiqohkannya)
Dalam Shohihain dari Ibnu Abbas, ia berkata, Ketika menjelang kematian Nabi,
sementara di rumah beliau da beberapa orang laki-laki termasuk Umar bin Al Khattab,
beliau bersabda, Kemarilah saya akan menuliskan bagi kalian sebuah tulisan yang kalian
tidak akan sesat setelahnya.Umar berkata, Sesungguhnya Nabi telah merasakan sakit yang
sangat sementara pada kalian ada Al Quran dan cukuplah bagi kita Kitabulloh.Akhirnya
orang-orang yang ada di rumah itu berselisih dan bertengkar, di antara mereka ada yang
berkata, Dekatkanlah agar Rosululloh menuliskan buat kalian sebuah tulisan hingga kalian
tidak akan sesat setelahnya.Tapi di antara mereka juga ada yang mengatakan seperti
perkataan Umar. Sehingga tatkala mereka sudah sangat gaduh dan berselisih di sisi
Rosululloh, beliau bersabda, Pergilah kalian dariku!. Ubaidullah berkata: Dahulu Ibnu
Abbas berkata, Sesungguhnya bencana, benar-benar bencana apa yang menghalangi
Rosululloh untuk menuliskan bagi mereka tulisan itu, yakni perselisihan dan kegaduhan
mereka.
Al Bukhori meriwayatkan dalam Shohihnya dari Ubadah bin Shamit ia berkata: Nabi
keluar untuk mengabarkan kami tentang Lailatul Qadr. Lalu tiba-tiba ada dua orang kaum
muslimin yang bertengkar, maka Rosululloh bersabda, Saya tadinya keluar hendak
mengabarkan kalian tentang malam Lailatul Qadr, lalu si fulan dan fulan bertengkar, maka
hal itu terangkat (terlupakan). Semoga itu lebih baik bagi kalian, carilah di kesembilan,
ketujuh dan kelima!!
Muslim meriwayatkan dalam Shohihnya dari Abi Said Al Khudri yang berkata,
Rosululloh beritikaf di sepuluh hari pertengahan Ramadhan untuk mencari Lailatul Qodr
sebelum ditampakkan bagi beliau. Ketika selesai sepuluh hari pertengahan Ramadhan,
beliau memerintahkan untuk merobohkan bangunan masjid untuk diperbaiki. Setelah itu,
ditampakkan bagi beliau bahwa Lailatul Qadr di sepuluh terakhir maka beliau pun
memerintahkan untuk membangunnya, ia pun dibangun kembali. Kemudian beliau keluar
menemui orang seraya bersabda, Wahai manusia sesungguhnya tadi telah ditampakkan
padaku Lailatul Qadr, serta saya telah keluar untuk mengabarkan kalian tentangnya,
namun tiba-tiba datang dua orang laki-laki yang berperkara, keduanya disertai setan,
sehingga saya pun terlupakan (Lailatul Qodr), maka carilah di sepuluh terakhir
Ramadhan!!Sampai ucapan Imam Muslim: Ibnu Khallad meriwayatkan Dua lelaki yang
bertengkar sebagai pengganti dari Dua lelaki yang beperkara .
Abu Daud meriwayatkan dengan sanad yang sahih dari Abi Tsalabah Al Khusyani, ia
berkata bahwa Umar berkata, Dahulu orang-orang kalau Rosululloh tinggal di suatu
tempat, mereka pun berpencar ke pelbagai celah bukit dan lembah, maka Rosululloh
bersabda, Sesungguhnya berpencarnya kalian di celah-celah bukit dan lembah ini, hanyalah
timbul sebab setan.Maka tidaklah beliau singgah di suatu tempat setelah itu melainkan
semua mereka berkumpul, sehingga diungkapkan (tentang mereka); Andaikan
dihamparkan satu kain untuk mereka maka itu sudah mencukupi.
Al Bukhori meriwayatkan dalam Shohihnya dari Ali yang berkata, Putuskanlah
sebagaimana dahulu kalian putuskan, sebab sesungguhnya saya tidak suka perselisihan, agar
manusia menjadi satu jamaah atau saya wafat sebagaimana wafatnya para sahabatku.
Kalian Alhamdulillah- wahai Ahlusunnah!! Bukanlah seperti Rawafidh (orang-orang
Syiah Rafidhah) yang sebagian mereka mengafirkan sebagian yang lainnya, demikian juga
para pemimpin Mutazilah sebagaimana mereka mengafirkan sebagian yang lainnya,
sebagaimana yang tersebut dalam kitab Milal wan Nihal. Adapun Ahlusunnah
Alhamdulillah, kebanyakan perselisihan mereka hanya tentang makna kalimat hadits dalam
perkara-perkara ibadah yang memang datang dari Peletak Syariat secara beragam atau
hanya tentang suatu hadits yang sisi pandang mereka berbeda-beda dalam menyahihkan
atau mendhaifkan, dan lain sebagainya dari sebab-sebab perbadaan pendapat yang telah
disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah.
Kalian mengetahui wahai Ahlusunnah!! Kalau para musuh kalian sangat merindukan
agar kalian tertimpa bencana kalian tahu kalau para musuh Islam tidaklah menakuti
selain kalian, sehingga mereka sangat berambisi untuk memecah belah kekuatan persatuan
kalian dengan segala macam cara. Sesungguhnya kewajiban Ahlusunnah untuk memberi
kesiapan memberikan solusi bagi semua persoalan dunia, merekalah yang mampu untuk itu
119
dan pantas untuk itu, merekalah orang-orang yang telah Alloh berikan pemahaman
terhadap Kitabulloh dan Sunnah Rosululloh secara benar.
Sesungguhnya Ahlusunnah ternilai sebagai mayoritas penduduk dunia Islam, hanya
saja berpecah belahnya mereka, berselisihnya mereka, dan kejahilan masing-masing bangsa
tentang ihwal bangsa selainya telah membuat mereka meleleh dalam pandangan
masyarakat dunia. Namun kita benar-benar mengharapkan semoga Alloh memberikan
taufik kepada semua yang tegak mendakwahkan Sunnah untuk benar-benar
memperhatikan keadaan Ahlusunnah serta menutupi kekurangan dan keberadaannya,
semoga Alloh mengumpulkan kekuatan mereka.
Bukankah kalian wahai Ahlusunnah, manusia yang paling pantas dikumpulkan
kekuatannya dan disatukan kalimatnya?! Robbul Izzah berfirman dalam kitabnya yang
mulia: Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali Alloh, dan janganlah kamu bercerai
berai.(QS. Ali Imran: 103)
Nabi bersabda sebagaimana yang disebut dalam Shohihain dari hadits Abu Musa,
Seorang mukmin bagi mukmin lainnya laksana satu bangunan yang sebagiannya
menguatkan sebagian lainnya.
Dan beliau bersabda, Perumpamaan kaum mukminin dalam cinta dan kasih sayang
mereka laksana satu tubuh, jikalau ada anggota tubuh yang mengeluh, maka seluruh tubuh
akan ikut merasakan sakit dan gelisah.
Rafidhah menyibukkan dunia dengan kabar beritanya dan menyesatkan banyak
manusia, bahkan menghalangi mereka dari menunaikan manasik (ibadah) haji. Di mana
manusia telah datang dari segala penjuru yang jauh dan menunaikan manasik haji dan
untuk mengingat Alloh di berbagai tempat yang mengandung syiar penuh barokah itu, lalu
tiba-tiba keluar Rafidhah melakukan demonstrasi jahiliah sambil meneriakkan,
KhomeiniKhomeini!!!
Maka siapakah yang sanggup untuk menghancurkan perkumpulan macam ini yang
melakukan pelanggaran terhadap perintah Alloh dan menjadikan haji sebagai syiar anarkis,
kericuhan dan seruan jahiliah!!?? Tidak ada yang sanggup selain Ahlusunnah (dengan izin
Alloh) jika kalimat mereka bersatu dan mereka benar-benar sebagai Ahlusunah sejati.
Sesungguhnya kebangkitan Islam yang telah dikehendaki oleh Alloh ini membutuhkan
perhatian, lalu siapakah yang akan memperhatikannya selain dari Ahlusunnah?!
Dikutip dari buku:
Judul: Mutiara Nasihat Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadii Kepada Para Penuntut Ilmu dan
Salafiyyin
Penyusun: Abul Hasan Ali bin Ahmad bin Hasan Ar Razihi
Penerjemah: Abi Ismail Fuad
Murajaah: Al Ustadz Abu Muhammad Abdul Jabbar
Penerbit: Pustaka Al Haura, Jogjakarta
Sumber: Nubdzah Yasir min Hayati Ahadi Alamil Jazirah oleh Abu Hammam Muhammad bin Ali
bin Ahmaf Ash-Shaumai Al-Baidhani
M. Syaikh Shalih ibn Fauzan ibn Abdullah ibn Fauzan
Beliau adalah yang mulia Syaikh Dr. Shalih ibn Fauzan ibn Abdullah dari keluarga Fauzan
dari suku Ash Shamasiyyah.Beliau lahir pada tahun 1354 H/1933 M. Ayah beliau meninggal ketika
beliau masih muda, jadi beliau dididik oleh keluarganya. Beliau belajar al Quran, dasar-dasar
membaca dan menulis dengan imam masjid di kotanya, yaitu yang mulia Syaikh Hamud ibn
Sulaiman at Talaal, yang kemudian menjadi hakim di Kota Dariyyah (bukan dariyyah di
Riyadh) di sebuah wilayah Qhosim.
Syaikh Fauzan kemudian belajar di sekolah negara bagian ketika baru dibuka di Ash
Shamasiyyah pada tahun 1369 H/1948 M. Beliau menyelesaikan studinya di sekolah Faisaliyyah di
Buraidah pada tahun 1371 H/1950 M. Kemudian, beliau ditugaskan sebagai guru sekolah taman
kanak-kanak. Selanjutnya, beliau masuk di institute pendidikan di Buraidah ketika baru dibuka
pada tahun 1373 H/1952 M, dan lulus dari sana tahun 1377 H/1956 M. Beliau kemudian masuk di
Fakultas Syariah (Universitas Imam Muhammad) di Riyadh dan lulus pada tahun 1381 H/1960 M.
Setelah itu, beliau memperoleh gelar master di bidang fiqih, dan meraih gelar doctor dari fakultas
yg sama, juga spesialis dalam bidang fiqih.
Setelah kelulusannya dari Fakultas Syariah, beliau ditugaskan sebagai dosen di institut
pendidikan di Riyadh, kemudian beralih menjadi pengajar di Fakultas Syariah. Selanjutnya,
beliau ditugasi mengajar di departemen yang lebih tinggi, yaitu Fakultas Ushuluddin. Kemudian
beliau ditugasi untuk mengajar di mahkamah agung kehakiman, di mana beliau ditetapkan
sebagai ketua. Beliau lalu kembali mengajar di sana setelah periode kepemimpinannya berakhir.
Beliau kemudian menjadi anggota Komite Tetap untuk Penelitian dan Fatwa Islam (Kibaril
Ulama), sampai sekarang.
Yang mulia Syaikh adalah anggota ulama kibar, dan anggota komite bidang fiqih di
Mekkah (cabang Rabithah), dan anggota komite untuk pengawas tamu haji, sembari juga
120
mengetuai keanggotaan pada Komite Tetap untuk Penelitian dan Fatwa Islam. Beliau juga
imam, khatib, dan dosen di Masjid Pangeran Mutib ibn Abdul Aziz di al Malzar.
Beliau juga ikut serta dalam surat-menyurat untuk pertanyaan di program radio Noorun
alad-Darb, sambil beliau juga ikut serta dalam mendukung anggota penerbitan penelitian
Islam di dewan untuk penelitian, studi, tesis, dan fatwa Islam yang kemudian disusun dan
diterbitkan. Yang mulia syaikh Fauzan juga ikut serta dalam mengawasi peserta tesis dalam
meraih gelar master dan gelar doctor.
Beliau mempunyai murid-murid yang sering menimba ilmu pada pertemuan dan
pelajaran tetapnya.
Beliau sendiri termasuk bilangan para ulama terkemuka dan ahli hukum, yang mayoritas
para tokohnya antara lain:
Yang mulia Syaikh Abdul-Azeez ibn Baaz (rahima-hullaah);Yang mulia Syaikh Abdullaah
ibn Humayd (rahima-hullaah);Yang mulia Syaikh Muhammad al-Amin ash-Shanqiti (rahimahullaah);Yang mulia Syaikh Abdur-Razzaaq Afifi (rahima-hullaah);Yang mulia Syaikh Saalih Ibn
Abdur-Rahmaan as-Sukayti;Yang mulia Syaikh Saalih Ibn Ibraaheem al-Bulaihi;Yang mulia
Syaikh Muhammad Ibn Subayyal;Yang mulia Syaikh Abdullaah Ibn Saalih al-Khulayfi;Yang
mulia Syaikh Ibraaheem Ibn Ubayd al-Abd al-Muhsin;Yang mulia Syaikh Saalih al-Ali an-Naasir;
Beliau juga pernah belajar pada sejumlah ulama-ulama dari Universitas al Azhar Mesir
yang mumpuni dalam bidang hadist, tafsir, dan bahasa Arab.
Beliau mempunyai peran dalam menyeru atau berdakwah kepada Allah dan mengajar,
memberikan fatwa, khutbah, dan membantah kebatilan.
Buku-buku beliau yang diterbitkan banyak sekali, namun yang disebutkan berikut hanya
sedikit antara lain Syarah al Aqidatul Waasitiyya, al Irshadul Ilas Sahihil Itiqad, al Mulakhkhas al
Fiqih, makanan-makanan dan putusan-putusan berkenaan dengan sembelihan dan buruan,
yang mana ini merupakan bagian gelar doktornya. Juga kitab at Tahqiqat al Mardiyyah yang
merupakan bagian gelar master beliau. Lebih lanjut judul-judul yang masuk putusan-putusan
berhubungan dengan kepercayaan wanita, dan sebuah bantahan terhadap buku Yusuf
Qaradhawi berjudul al Halal wal Haram.
N. Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad
Beliau adalah al-Allamah al-Muhaddits al-Faqih az-Zahid al-Wara asy-Syaikh Abdul
Muhsin bin Hammad al-Abbad al-Badr -semoga Allah memelihara beliau dan memperpanjang
usia beliau dalam ketaatan kepada-Nya dan memberkahi amal dan lisan beliau-, dan kami
tidak mensucikan seorangpun di hadapan Allah Azza wa Jalla.
Beliau lahir di Zulfa (300 km dari utara Riyadh) pada 3 Ramadhan tahun 1353H. Beliau
adalah salah seorang pengajar di Masjid Nabawi yang mengajarkan kitab-kitab hadits seperti
Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud dan saat ini beliau masih memberikan
pelajaran Sunan Turmudzi. Beliau adalah seorang Alim Robbaniy dan pernah menjabat sebagai
wakil mudir (rektor) Universitas Islam Madinah yang waktu itu rektornya adalah al-Imam Abdul
Aziz bin Bazz -rahimahullahu-.
Beliau sangat dekat dengan al-Imam al-Allamah Abdul Aziz bin Bazz -rahimahullahu-,
bahkan karena kedekatan beliau dengan al-Imam, ketika Imam Bin Bazz tidak ada (tidak
hadir) maka Syaikh Abdul Muhsinlah yang menggantikan beliau, sehingga tak heran jika ada
yang mengatakan bahwa Universitas Islam Madinah dulu adalah Universitasnya Bin Bazz dan
Abdul Muhsin.
Semenjak kecil beliau telah biasa berkutat dengan ilmu, sehingga ketika beliau telah
menginjak dewasa, tampak pada beliau perangai dan skill sebagai seorang muhadits yang ulung,
yang sering dirujuk oleh masyaikh dan thullabul ilmi lainnya. Kedekatan beliau dengan masyaikh
kibar telah mengukir keilmuan beliau hingga saat ini, dimana usia beliau saat ini kurang lebih 73
tahun dan beliau masih sanggup untuk memberikan muhadharah dan nasihat dan
menyampaikan pelajaran hadits (terutama Sunan Abi Dawud) baik riwayah maupun dirayah.
Beliau juga masih menjadi dosen di Universitas Islam Madinah dengan izin khusus kerajaan
yang mana hal ini menunjukkan kesungguhan beliau dalam berdakwah dan menuntun ummat
ke jalan yang lurus dan benar.
Diantara guru-guru beliau adalah:
al-Allamah asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim-rahimahullahu-al-Allamah Abdullah bin
Abdurrahman al-Ghaits-rahimahullahu-al-Allamah asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin
Bazz-rahimahullahu-al-Allamah asy-Syaikh Muhammad Amin asy-Syinqithy-rahimahullahu-alAllamah asy-Syaikh Abdurrahman al-Afriqy-rahimahullahu-al-Allamah asy-Syaikh Abdur Razaq
Afifi-rahimahullahu-al-Allamah asy-Syaikh Umar Falatah-rahimahullahu- dan masih banyak
lagi. Yang disebutkan di atas adalah guru-guru beliau yang paling mempengaruhi diri beliau.
Beliau memiliki putra yang juga alim yang bernama Syaikh Abdur Razaq bin Abdul
Muhsin al-Abbad, yang produktif dan cemerlang. Beliau memiliki banyak murid, diantaranya
adalah: Syaikh al-Allamah Rabi bin Hadi al-Madkhaly Syaikh al-Allamah Ubaid al-Jabiry Syaikh
121
al-Allamah Abdul Malik Ramadhani al-Jazairy Syaikh al-Allamah Sulaiman ar-Ruhaily Syaikh alAllamah Ibrahim ar-Ruhaily Dan masih banyak lagi.
O. Syaikh Rabi bin Hadi Umair Al-Madkhali
1. Nama dan nasab beliau:
Beliau adalah Asy-Syaikh Al-Allamah Al-Muhaddits Rabi bin Hadi bin Muhammad
Umair Al-Madkhali, berasal dari suku Al-Madakhilah yang terkenal di Jaazaan, sebuah
daerah di sebelah selatan Kerajaan Arab Saudi. Suku ini termasuk keluarga Bani Syubail,
sedangkan Syubail adalah anak keturunan Yasyjub bin Qahthan.
2. Kelahiran beliau:
Syaikh Rabi dilahirkan di desa Al-Jaradiyah, sebuah desa kecil di sebelah barat kota
Shamithah sejauh kurang lebih tiga kilometer dan sekarang telah terhubungkan dengan kota
tersebut. Beliau dilahirkan pada akhir tahun 1351 H.
Ayah beliau meninggal ketika beliau masih berumur sekitar satu setengah tahun,
beliau tumbuh berkembang di pangkuan sang ibu -semoga Allah Taala merahmatinya.
Sang ibu membimbing dan mendidik beliau dengan sebaik-baiknya, mengajarkan kepada
beliau akhlak yang terpuji, berupa kejujuran maupun sifat amanah, juga memotivasi
putranya untuk menunaikan shalat dan meminta beliau menepati penunaian ibadah
tersebut. Selain pengasuhan ibunya, beliau diawasi dan dibimbing pula oleh pamannya (dari
pihak ayah).
3. Perkembangan Keilmuan
Ketika Syaikh Rabi berusia delapan tahun, beliau masuk sekolah yang ada di desanya.
Di sekolah tersebut beliau belajar membaca dan menulis. Termasuk guru yang membimbing
beliau dalam belajar menulis adalah Asy-Syaikh Syaiban Al-Uraisyi, Al-Qadli Ahmad bin
Muhammad Jabir Al-Madkhali dan dari seseorang yang bernama Muhammad bin Husain
Makki yang berasal dari kota Shibya. Syaikh Rabi mempelajari Al Qur`an di bawah
bimbingan Asy-Syaikh Muhammad bin Muhammad Jabir Al-Madkhali disamping belajar ilmu
tauhid dan tajwid.
Setelah lulus, beliau melanjutkan studi ke Madrasah As-Salafiyyah di kota Shamithah.
Termasuk guru beliau di madrasah tersebut adalah Asy-Syaikh Al-Alim Al-Faqih Nashir
Khalufah Thayyasy Mubaraki rahimahullah, seorang alim kenamaan yang termasuk salah
satu murid besar Asy-Syaikh Al-Qarawi rahimahullah.
Di bawah bimbingannya, Syaikh Rabi mempelajari kitab Bulughul Maram dan
Nuzhatun Nadhar karya Al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah Taala.
Kemudian beliau belajar di Mahad Al-Ilmi di Shamithah kepada sejumlah ulama
terkemuka, yang paling terkenal adalah Asy-Syaikh Al-Allamah Al-Masyhur Hafidh bin
Ahmad Al-Hakami rahimahullah Taala dan saudaranya Fadlilatusy Syaikh Muhammad bin
Ahmad Al-Hakami, juga kepada Asy-Syaikh Al-Allamah Al-Muhaddits Ahmad bin Yahya
An-Najmi hafidhahullah.
Di mahad tersebut beliau belajar akidah kepada Asy-Syaikh Al-Allamah Doktor
Muhammad Amman bin Ali Al-Jami. Demikian pula kepada Asy-Syaikh Al-Faqih
Muhammad Shaghir Khamisi, beliau mempelajari ilmu fikih dengan kitab Zaadul Mustaqni
dan kepada beberapa orang lagi selain mereka, di mana Syaikh mempelajari ilmu bahasa
Arab, adab, ilmu Balaghah dan ilmu Arudl (cabang-cabang ilmu bahasa Arab-pent.)
Tahun 1380 H seusai ujian penentuan akhir, beliau lulus dari Mahad Al-Ilmi di kota
Shamithah dan di awal tahun 1381 H beliau masuk ke Fakultas Syariah di Riyadl selama
beberapa waktu lamanya, sekitar satu bulan, satu setengah atau dua bulan saja. Ketika
Universitas Islam Madinah berdiri, beliau pindah ke sana dan bergabung di Fakultas Syariah.
Beliau belajar di Universitas tersebut selama empat tahun dan lulus darinya pada tahun 1384
H dengan predikat cumlaude.
4. Diantara guru-guru beliau di Universitas Islam Madinah adalah:
a. Mufti besar Kerajaan Arab Saudi, Samahatusy Syaikh Al-Allamah Abdul Aziz bin
Abdillah bin Baz rahimahullah Taala, kepada beliau Syaikh Rabi mempelajari Aqidah
Thahawiyah.
b. Fadlilatusy Syaikh Al-Allamah Muhammad Nashiruddin Al-Albani, mempelajari bidang
ilmu hadits dan sanad.
c. Fadlilatusy Syaikh Al-Allamah Abdul Muhsin Al-Abbad, mempelajari ilmu fikih tiga
tahun lamanya dengan kitab Bidayatul Mujtahid.
d. Fadlilatusy Syaikh Al-Allamah Al-Hafidh Al-Mufassir Al-Muhaddits Al-Ushuli An-Nahwi
wal Lughawi Al-Faqih Al-Bari Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi, penulis tafsir Adlwaul
Bayan, kepada beliau Syaikh Rabi mempelajari ilmu tafsir dan ushul fikih selama empat
tahun.
e. Asy-Syaikh Shalih Al-Iraqi, belajar akidah.
122
f.
Asy-Syaikh Al-Muhaddits Abdul Ghafar Hasan Al-Hindi, belajar ilmu hadits dan
mushthalah.
Setelah lulus, beliau menjadi dosen di almamater beliau di Universitas Islam Madinah
selama beberapa waktu, kemudian beliau melanjutkan studi ke tingkat pasca sarjana dan
berhasil meraih gelar master di bidang ilmu hadits dari Universitas Al-Malik Abdul Aziz
cabang Mekkah pada tahun 1397 H dengan disertasi beliau yang terkenal, berjudul Bainal
Imamain Muslim wad Daruquthni.
Pada tahun 1400 H beliau berhasil menyelesaikan program doktornya di Universitas
yang sama, dengan predikat ***** laude setelah beliau menyelesaikan tahqiq (penelitian,
komentar pent.) atas kitab An-Nukat ala Kitab Ibni Ash-Shalah, karya Al-Hafidh Ibnu
Hajar rahimahullahu Taala.
Syaikh Rabi kemudian kembali ke Universitas Islam Madinah dan menjadi dosen di
Fakultas Hadits. Beliau mengajar ilmu hadits dengan segala bentuk dan cabangnya, serta
berkali-kali menjadi ketua jurusan Qismus Sunnah pada program pasca sarjana dan
sekarang beliau menjabat sebagai dosen tinggi. Semoga Allah menganugerahkan kepada
beliau kenikmatan berupa kesehatan dan penjagaan dalam beramal kebaikan.
5. Sifat dan akhlak beliau
Syaikh Rabi hafidzahullah Taala memiliki keistimewaan berupa sifat sangat rendah
hati dihadapan saudara-saudaranya, murid-muridnya maupun kepada para tamunya.
Beliau seorang yang sangat sederhana dalam hal tempat tinggal, pakaian maupun
kendaraan, beliau tidak menyukai kemewahan dalam semua urusan ini.
Beliau adalah seorang yang selalu ceria, berseri-seri wajahnya dan sangat ramah,
membuat teman duduk beliau tidak merasa bosan dengan kata-kata beliau. Majelis beliau
senantiasa dipenuhi dengan pembacaan hadits dan Sunnah serta tahdzir (peringatan-pent.)
dari kebidahan dan para pelakunya, sehingga orang yang belum mengenal beliau akan
menyangka bahwa tidak ada lagi kesibukan beliau selain hal tersebut.
Syaikh Rabi sangat mencintai salafiyyin penuntut ilmu, beliau menghormati dan
memuliakan mereka. Beliau berusaha untuk dapat memenuhi kebutuhan mereka sesuai
kemampuan beliau, baik dengan diri sendiri maupun dengan harta. Rumah beliau selalu
terbuka untuk para penuntut ilmu, sampai-sampai hampir tidak pernah beliau menyantap
sarapan pagi makan siang maupun makan malam sendirian, karena selalu saja ada pelajar
yang mengunjungi beliau. Beliau menanyakan keadaan mereka dan membantu mereka.
Syaikh Rabi termasuk ulama yang sangat bersemangat menyeru kepada Al-Kitab dan
As-Sunnah serta akidah salaf, penuh semangat dalam mendakwahkannya dan beliau adalah
pedang Sunnah dan akidah salaf yang amat tajam, yang amat sedikit bandingannya di
masa sekarang.
Beliau adalah pembela Sunnah dan kehormatan salafus salih di jaman kita ini, siang
dan malam, secara rahasia maupun terang-terangan yang tidak terpengaruh oleh celaan
orang-orang yang suka mencela.
6. Karya-karya beliau
Syaikh Rabi memiliki sejumlah karya tulis -Alhamdulillah beliau hafidzahullah telah
membicarakan berbagai bab yang sangat dibutuhkan secara proporsional, terlebih khusus
lagi dalam membantah para pelaku bidah dan para pengikut hawa nafsu di jaman yang
penuh dengan para perusak namun sedikit orang yang berbuat ishlah (perbaikan, pent.)
Diantara karya beliau:
1) Bainal Imamain Muslim wad Daruquthni, sejilid besar dan ini merupakan thesis beliau
untuk meraih gelar master.
2) An-Nukat ala Kitab Ibni Ash-Shalah, telah dicetak dalam dua juz dan ini merupakan
disertasi program doktoral beliau.
3) Tahqiq Kitab Al- Madkhal ila Ash-Shahih lil Hakim, juz pertama telah dicetak.
4) Tahqiq Kitab At-Tawasul wal Wasilah lil Imam Ibni Taimiyyah, dalam satu jilid.
5) Manhajul Anbiya` fid Dawah ilallah fihil Hikmah wal Aql.
6) Manhaj Ahlis Sunnah fii Naqdir Rijal wal Kutub wat Thawaif.
7) Taqsimul Hadits ila Shahih wa Hasan wa Dlaif baina Waqiil Muhadditsin wa
Mughalithatil Mutaashibin, sebuah bantahan terhadap Abdul Fatah Abu Ghuddah dan
Muhammad Awamah.
8) Kasyfu Mauqifi Al-Ghazali minas Sunnah wa Ahliha.
9) Shaddu Udwanil Mulhidin wa hukmul Istianah bi ghairil Muslimin.
10) Makanatu Ahlil Hadits.
11) Manhajul Imam Muslim fii Tartibi Shahihihi.
12) Ahlul Hadits Hum Ath-Thaifah Al-Manshurah An-Najiyah hiwar maa Salman Al-Audah
13) Mudzakarah fil Hadits An-Nabawi.
14) Adlwa` Islamiyyah ala Aqidah Sayyid Quthb wa Fikrihi.
123
15) Mathainu Sayyid Quthb fii Ashhabi Rasulillahi shallallahu alaihi wa sallam.
16) Al-Awashim mimma fii Kutubi Sayyid Quthb minal Qawashim.
17) Al-Haddul Fashil bainal Haq wal Bathil hiwar maa Bakr Abi Zaid.
18) Mujazafaatul Hiddaad.
19) Al-Mahajjatul Baidla` fii Himaayatis Sunnah Al-Gharra`.
20) Jamaaah Waahidah Laa Jamaaaat wa Shiraathun Wahidun Laa Asyaraat, hiwar maa
Abdirrahman Abdil Khaliq.
21) An-Nashrul Aziiz ala Ar-Raddil Wajiiz.
22) At-Taashshub Adz-Dzamim wa Aatsaruhu, yang dikumpulkan oleh Salim Al-Ajmi.
23) Bayaanul Fasaadil Miyar, Hiwar maa Hizbi Mustatir.
24) At-Tankiil bimaa fii Taudhihil Milyibaari minal Abaathiil.
25) Dahdlu Abaathiil Musa Ad-Duwaisy.
26) Izhaaqu Abaathiil Abdil Lathif Basymiil.
27) Inqidladlusy Syihb As-Salafiyyah ala Aukaar Adnan Al-Khalafiyyah.
28) An-Nashihah Hiyal Mas`uliyyah Al-Musytarakah fil Amal Ad-Dawi, diterbitkan di
majalah At-Tauiyyah Al-Islamiyyah
29) Al-Kitab was Sunnah Atsaruhuma wa makaanatuhuma wadl Dlarurah ilaihima fii
Iqaamatit Taliimi fii Madaarisinaa, artikel majalah Al-Jamiah Al-Islamiyyah, edisi 16.
30) Hukmul Islam fii man Sabba Rasulallah au Thaana fii Syumuli Risaalatihi, artikel koran
Al-Qabas Al-Kuwaitiyyah edisi 8576 tahun 9/5/1997.
Syaikh Rabi memiliki karya tulis lain di luar apa yang telah disebutkan di sini.
Kita memohon kepada Allah agar memberikan pertolongan-Nya untuk menyempurnakan
usaha-usaha kebaikan yang beliau lakukan dan semoga Allah memberikan taufik kepada
beliau kepada perkara-perkara yang dicintai dan diridlai-Nya, Dia-lah penolong semua itu dan
maha mampu atasnya.
(Dinukil dari Mauqi Asy-Syaikh Rabi hafidzahullah dengan sedikit perubahan)
Sumber: Makanatu Ahli Hadits karya Asy-Syaikh Rabi bin Hadi Al-Madkhali dan Wujub
Irtibath bi Ulama dengan sedikit tambahan
124