www.alislamu.com
Ummu Fadhal
Posted on November 17, 2007 by silahkan kunjungi situs islam yang sangat bermanfaat: www.muslim.or.id ,
www.kajian.net , www.eramuslim.com , www.rumaysho.com , www.pengusahamuslim.com , www.asysyariah.com ,
www.ustadzaris.com
Nama lengkapnya adalah Lubabah binti al-Harits bin Huzn bin Bajir bin Hilaliyah. Beliau adalah Lubabah al-
Kubra, ia dikenal dengan kuniyahnya (Ummu Fadhl). Ummu Fadhl adalah salah satu dari empat wanita yang
dinyatakan keimanannya oleh Rasulullah saw. Keempat wanita tersebut adalah Maimunah, Ummu Fadhl, Asma’
dan Salma.
Adapun Maimunah adalah Ummul Mukminin ra, saudara kandung dari Ummu Fadhl. Adapun Asma’ dan Salma
adalah kedua saudarinya dari jalan ayahnya, sebab keduanya adalah putri dari ‘Umais.
Ummu Fadhl ra adalah istri dari Abbas, pamanda Rasulullah saw dan ibu dari enam orang yang mulia, pandai
dan belum ada seorang
wanita pun yang melahirkan laki-laki semisal mereka. Mereka adalah Fadhl, Abdullah al-Faqih, Ubaidullah al-
Faqih, Ma’bad, Qatsam, dan Abdurrahman. Tentang Ummu Fadhl ini, Abdullah bin Yazid berkata, “Tiada
seorang wanita pun yang melahirkan orang-orang terkemuka yang aku lihat sebagaimana enam putra Ummu
Fadhl, putra dari dua orang tua yang mulia, pamanda Nabiyul Mushthafa yang mulia, penutup para rasul dan
sebaik-baik rasul.”
Ummu Fadhl ra masuk Islam sebelum hijrah, beliau adalah wanita pertama yang masuk Islam setelah Khadijah
(Ummul Mukminin ra), sebagaimana dituturkan oleh putra beliau Abdullah bin Abbas, “Aku dan ibuku adalah
termasuk orang-orang yang tertindas dari wanita dan anak-anak.”
Ummu Fadhal termasuk wanita yang berkedudukan tinggi dan mulia di kalangan para wanita. Rasulullah saw
terkadang mengunjungi beliau dan terkadang tidur siang di rumahnya.
Ummu Fadhal adalah seorang wanita yang pemberani dan beriman yang memerangi Abu Lahab (si musuh
Allah) dan membunuhnya. Diriwayatkan oleh Ibnu Ishak dari Ikrimah berkata, “Abu Rafi’ budak Rasulullah saw
berkata, ‘Aku pernah menjadi budak Abbas, ketika Islam datang, maka Abbas masuk Islam yang kemudian
disusul oleh Ummu Fadhal, namun Abbas masih disegani terhadap kaumnya. Abu Lahab tidak dapat menyertai
Perang Badar dan mewakilkannya kepada Ash bin Hisyam bin Mughirah, begitulah kebiasaan mereka manakala
tidak dapat mengikuti suatu peperangan, maka dia mewakilkannya kepada orang lain. Tatkala datang kabar
tentang musibah yang menimpa orang-orang Quraisy pada perang Badar yang mana Allah telah menghinakan
dan merendahkan Abu Lahab. Adapun kami merasakan adanya kekuatan dan ‘izzah pada diri kami. Aku adalah
seorang laki-laki yang lemah, aku bekerja membuat gelas yang aku pahat di bebatuan sekitar zam-zam, demi
Allah suatu ketika aku duduk sedangkan di dekatku ada Ummu Fadhal yang sedang duduk, sebelumnya kami
berjalan, namun tidak ada kebaikan yang sampai kepada kami, tiba-tiba datanglah Abu Lahab dengan berlari,
kemudian duduk, tatkala dia duduk tiba-tiba orang-orang berkata, ‘Ini dia Abu Sufyan bin Harits telah datang dari
Badar’. Abu Lahab berkata, ‘Datanglah ke mari, sungguh aku menanti beritamu’. Kemudian duduklah Abu Jahal
dan orang-orang berdiri mengerumuni di sekitarnya. Berkatalah Abu Lahab, ‘Wahai putra saudaraku beritakanlah
kepadaku bagaimana keadaan manusia (dalam perang Badar)?’ Abu Sufyan berkata, ‘Demi Allah, tatkala kami
menjumpai mereka, tiba-tiba mereka tidak henti-hentinya menyerang pasukan kami, mereka memerangi kami
sesuka mereka dan mereka menawan kami sesuka hati mereka. Demi Allah, sekalipun demikian, tatkala aku
menghimpun pasukan, kami melihat ada sekelompok laki-laki yang berkuda hitam-putih berada di tengah-tengah
manusia, demi Allah mereka tidak menginjakkan kakinya di tanah’.”
Abu Rafi’ berkata, “Aku mengangkat batu yang berada di tanganku, kemudian aku berkata, demi Allah itu adalah
malaikat. Tiba-tiba Abu Lahab mengepalkan tangannya dan memukul aku dengan pukulan yang keras, maka
aku telah membuatnya marah, kemudian dia menarikku dan membantingku ke tanah, selanjutnya dia dudukkan
aku dan memukuli aku sedangkan aku adalah laki-laki yang lemah. Tiba-tiba berdirilah Ummu Fadhal mengambil
sebuah tiang dari batu kemudian beliau pukulkan dengan keras mengenai kepala Abu Lahab sehingga
melukainya dengan parah. Ummu Fadhal berkata, ‘Saya telah melemahkannya sehingga jatuhlah
kredibilitasnya’.”
Kemudian bangunlah Abu Lahab dalam keadaan terhina, demi Allah dia tidak hidup setelah itu melainkan hanya
tujuh malam hingga Allah menimpakan kepadanya penyakit bisul yang menyebabkan kematiannya.
Begitulah perlakuan seorang wanita muslimah yang pemberani terhadap musuh Allah sehingga gugurlah
kesombongannya dan merosotlah kehormatannya karena ternoda. Alangkah bangganya sejarah Islam yang
mencatat Ummu Fadhal ra sebagai teladan bagi para wanita yang dibina oleh Islam.
Ibnu Sa’ad menyebutkan di dalam Thabaqat al-Kubraa bahwa Ummu Fadhal suatu hari bermimpi dengan suatu
mimpi yang menakjubkan, sehingga ia bersegera untuk mengadukannya kepada Rasulullah saw, ia berkata,
“Wahai Rasulullah, saya bermimpi seolah-olah sebagian tubuhmu berada di rumahku.” Rasulullah saw
bersabda, “Mimpimu bagus, kelak Fathimah melahirkan seorang anak laki-laki yang nanti akan engkau susui
dengan susu yang engkau berikan buat anakmu (Qatsam).”
Ummu Fadhal keluar dengan membawa kegembiraan karena berita tersebut, dan tidak berselang lama Fathimah
melahirkan Hasan bin Ali ra yang kemudian diasuh oleh Ummu Fadhal.
Ummu Fadhal berkata, “Suatu ketika aku mendatangi Rasulullah saw ra dengan membawa bayi tersebut, maka
Rasulullah saw segera menggendong dan mencium bayi tersebut, namun tiba-tiba bayi tersebut mengencingi
Rasulullah saw, lalu beliau bersabda, “Wahai Ummu Fadhal, peganglah anakku ini, karena dia telah
mengencingiku.”
Ummu Fadhal berkata, “Maka aku ambil bayi tersebut dan aku cubit dia sehingga dia menangis.”
Aku berkata, “Engkau telah menyusahkan Rasulullah saw, karena engkau telah mengencinginya.”
Tatkala melihat bayi tersebut menangis, Rasulullah saw bersabda, “Wahai Ummu Fadhal, justru engkau telah
menyusahkanku, karena engkau membuat anakku menangis.” Kemudian, Rasulullah saw meminta air lalu beliau
percikkan ke tempat yang terkena air kencing tersebut, kemudian bersabda, “Jika bayi laki-laki, maka percikilah
air, akan tetapi apabila bayi itu wanita maka cucilah.”
Di dalam riwayat yang lain, Ummu Fadhal berkata, “Lepaslah sarung Anda dan pakailah baju yang lain agar aku
dapat mencucinya.” Namun, Nabi saw bersabda, “Yang dicuci hanyalah air kencing bayi wanita dan cukuplah
diperciki dengan air apabila terkena air kencing bayi laki-laki.”
Di sisi yang lain, Ummu Fadhal ra mempelajari hadis Nabawi dari Rasulullah saw dan beliau meriwayatkan
sebanyak tiga puluh hadis. Adapun yang meriwayatkan dari beliau adalah Abdullah bin Abbas (Ibnu Abbas),
Tamam (yakni budaknya), Anas bin Malik dan yang lain.
Di antara peristiwa yang mengesankan Ummu Fadhal (Lubabah binti al-Harits) ra adalah tatkala banyak orang
yang bertanya kepada
beliau mengenai hari Arafah, apakah Rasulullah saw berpuasa atau tidak? Untuk menghilangkan problem yang
menimpa kaum muslimin tersebut, beliau dengan kebijakannya memanggil salah seorang anaknya kemudian
menyuruhnya agar mengirimkan segelas susu kepada Rasulullah saw yang sedang berada di Arafah. Kemudian
tatkala dia menemukan Nabi saw dengan dilihat oleh semua orang, beliau menerima segelas susu tersebut
kemudian meminumnya.
Kemudian, wafatlah Ummu Fadhal pada masa khilafah Utsman bin Affan ra setelah meninggalkan untuk kita
contoh yang baik yang patut ditiru sebagai ibu yang shalihah yang telah melahirkan tokoh semisal Abdullah bin
Abbas, tokoh ulama umat ini dan Turjumanul Qur’an (pakar dalam hal tafsir Alquran). Demikian pula, beliau telah
memberikan contoh yang terbaik bagi kita dalam hal kepahlawanan yang memancar dari akidah yang benar
yang muncul darinya keberanian yang mampu menjatuhkan musuh Allah yang paling keras permusuhannya
(yakni Abu Lahab).
Sumber: Nisaa’ Haular Rasuuli, Mahmud Mahdi al-Istanbuli dan Mushthafa Abu an-Nashr asy-Syalabi
Al-Islam – Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
www.alislamu.com
www.alislamu.com
www.alislamu.com
<!——
Ummu ‘Imarah
Posted on November 17, 2007 by silahkan kunjungi situs islam yang sangat bermanfaat: www.muslim.or.id ,
www.kajian.net , www.eramuslim.com , www.rumaysho.com , www.pengusahamuslim.com , www.asysyariah.com ,
www.ustadzaris.com
Ia adalah seorang wanita dari Bani Mazin an-Najar yang nama lengkapnya adalah Nusaibah binti Ka’ab bin Amru
bin Auf bin Mabdzul al-Anshaiyah.
Beliau wanita yang bersegera masul Islam, salah seorang dari dua wanita yang bersama para utusan Anshar
yang datang ke Mekah untuk melakukan bai’at kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Disamping
memiliki sisi keuatmaan dan kebaikan, ia juga suka berjihad, pemberani, ksatia, dan tidak takut mati di jalan
Allah.
Nusaibah ra ikut pegi berperang dalam Perang Uhud besama suaminya (Ghaziyah bin Amru) dan bersama
kedua anaknya dari suami yang prtama (Zaid bin Ashim bin Amru), kedua anaknya bernama Abdullah dan
Hubaib. Di siang harri beliau membeikan minuman kepada yang terluka, namun tatkala kaum muslimin porang-
poranda beliau segera mendekati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa pedang (untuk
menjaga keselamatan Rasulullah) dan menyerang musuh dengan anak panah. Beliau beperang dengan
dahsyat. Beliau menggunakan ikat pinggang pada peutnya hingga teluka sebanyak tiga belas tempat. Yang
paling parah adalah luka pada pundaknya yang tekena senjara dai musuh Allah yang bernama Ibnu Qami’ah
yang akhirnya luka tersebut diobati selama satu tahun penuh hingga sembuh.
Nusaimah ra sempat mengganggap ringan lukanyayang berbahaya ketika penyeu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam berseru agar kaum muslimin menuju Hamraul Asad, maka Nusaibah mengikat lukanya dengan
bajunya, akan tetapi tidak mampu untuk menghentikan cucuran daahnya.
Ummu Umarah menutukan kejadian Perang Uhud demikian kisahnya, “Aku melihat orang-oang sudah menjauhi
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga tinggal sekelompok kecil yang tidak sampai bilangan sepuluh
orang. Saya, kedua anakku, dan suamiku berada di depan beliau untuk melindunginya, sementara orang-orang
koca-kacir. Beliau melihatku tidak memiliki perisai, dan beliau melihat pula ada seorang laki-laki yang mundu
sambil membawa perisai. Beliau besabda, ‘Beikanlah peisaimu kepada yang sedang berperang!’ Lantas ia
melempakannya, kemudian saya mengambil dan saya pegunakan untuk melindungi Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Ketika itu yang menyerang kami adalah pasukan bekuda, seandainya mereka berrjalan kaki
sebagaimana kami, maka dengan mudah dapat kami kalahkan insya Allah. Maka tatkala ada seorang laki-laki
yang berkuda mendekat kemudian memukulku dan aku tangkis dengan pisaiku sehingga dia tidak bisa berbuat
apa-apa degan pedangnya dan akhirnya dia hendak mundu, maka aku pukul urat kaki kudanya hingga jatuh
teguling. Kemudian ketika itu Nabi berseu, ‘Wahai putra Ummu imarah, bantulah ibumu… bantulah ibumu….’
Selanjutnya putraku membantuku untuk mengalahkan musuh hingga aku berhasil membunuhnya.”
(Lihat Thabaqat Ibnu Sa’ad VIII/412).
Putra beliau yang bernama Abdullah bin Zaid bekata, “Aku teluka. Pada saat itu dengan luka yang parah dan
darah tidak berhenti mengalir, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Balutlah lukamu!’ Sementara
ketika itu Ummu Imarh sedang menghadapi musuh, tatkala mendenga seuan Nabi, ibu menghampiriku dengan
membawa pembalut dari ikat pinggangnya. Lantas dibalutlah lukaku sedangkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam berdiri, ketika itu ibu bekata kepadaku, ‘Bangkitlah besamaku dan tejanglah musuh!’Hal itu membuat Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Siapakah yang mampu berbuat dengan apa yang engkau pebuat ini
wahai Ummu Imarah?’
Keudian datanglah orang yang tadi melukaiku, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Inilah
yang memukul anamu whai Ummu Imarah!” Ummu Imarah becerita, “Kemudian aku datangi orang tersebut
kemudian aku pukul betisnya hingga roboh.” Ummu Imarah melihat ketika itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam tersenyum karena apa yang telah diperbuat olehnya hingga kelihata gigi geraham beliau, beliau
bersabda, “Engkau telah menghukumnya wahai Ummu Imarah.”
Kemudian mereka pukul lagi dengan senjata hingga dia mati. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Segala puji bagi Allah yang telah memenangkanmu dan meyejukkan pandanganmu dengan kelelahan musuh-
musuhmu dan dapat membalas musuhmu di depan matamu.” (Lihat Thabaqat Ibnu Sa’ad VIII/413 — 414).
Selain pada Perang Uhud, Ummu Imarah juga ikut pada dalam bai’atur ridwanbersama Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam Perang Hudaibiyah, dengan demikian beliau ikut serta dalam Perang Hunain.
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, ada bebeapa kabilah yang mutad dari Islam di bawah
pimpinan Musailamah al-Kadzab, selanjutnya khalifah Abu Bakar ash-Shidiq mengambil keputusan untuk
memerangi orang-orang yang murtad tesebut. Maka, bersegeralah Ummu Imarah mendatangi Abu Bakar dan
meminta ijin kepada beliau untuk begabung bersama pasukan yang akan memerangi orang-orang yang mutad
dai Islam. Abu Bakar ash-Shidiq bekata kepadanya, “Sungguh aku telah mengakui pranmu di dalam perang
Islam, maka berangkatlah dengan nama Allah.” Maka, beliau berangkat bersama putranya yang bernama Hubaib
bin Zaid bin Ashim.
Di dalam perang ini, Ummu Imarah mendapatkan ujian yang berat. Pada perang tesebut putranya tertawan oleh
Musailamah al-Kadzab dan ia disiksa dengan bebagai macam siksaan agarr mau mengakui kenabian
Musailamah al-Kadzab. Akan tetapi, bagi putra Ummu imarah yang telah tebiasa dididik untuk besabar tatkala
beperang dan telah dididik agar cinta kepada kematian syahid, ia tidak kenal kompomi sekalipun diancam.
Tejadilah dialog antaraya dengan Musailamah:
Musailamah: Engkau bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah?
Hubaib: Ya
Musailamah: Engkau besaksi bahwa aku adalah Rasulullah?
Hubaib: Aku tidak mendengar apa yang kamu katakan itu.
Kemudian Musailamah al-Kadzab memotong-motong tubuh Hubaib hingga tewas.
Suatu ketika Ummu Imarah ikut serta dalam perang Yamamah besama putranya yang lain, yaitu Abdullah.
Beliau bertekad untuk dapat membunuh Musailamah dengan tangannya sebagai balasan bagi Musailamah yang
telah membunuh Hubaib, akan tetapi takdir Allah menghendaki lain, yaitu bahwa yang mampu membunuh
adalah putra beliau yang satunya, yaitu Abdullah. Ia membalas Musailamah yang telah membunuh saudara
kandungnya.
Tatkala membunuh Musailamah, Abdullah bekeja sama dengan Wahsyi bin Harb, tatkala ummu imarah
mengetahui kematian si Thaghut al-Kadzab, maka beliau bersujud syukur kepada Allah.
Ummu Imarah pulang dari peperangan dengan membawa dua belas luka pada tubuhnya setelah kehilangan satu
tangannya dan kehilangan anaknya yang terakhir, yaitu Abdullah.
Sungguh, kaum muslimin pada masanya mengetahui kedudukan beliau. Abu Bakar ash-Shidiq penah
mendatangi beliau untuk menanyakan kondisinya dan menenangkan beliau. Khalid si pedang Islam membantu
atas penghomatannya, dan seharusnyalah kaum muslimin di zaman kita juga mengetahui haknya pula. Beliau
sungguh telah mengukir sejarahnya dengan tinta emas.
Sumber: Nisa’ Haular Rasuuli, Mahmud Mahdi al-Istanbuli dan Musthafa Abu an-Nashr asy-Syalabi
Al-Islam – Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
www.alislamu.com
<!——
www.alislamu.com
www.alislamu.com
<!——
www.alislamu.com
<!——
http://ainuamri.wordpress.com