Anda di halaman 1dari 19

Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Muhammad Nashiruddin al-Albani (Arab: )


(lahir

di Shkoder, Albania; 1914 /

1333

meninggal

di

Yordania; 1 Oktober 1999 / 21 Jumadil Akhir 1420 H; umur 8485 tahun) adalah seorang
ulama Hadits terkemuka dari era kontemporer (abad ke-20) yang sangat berpengaruh,
dikenal di kalangan kaum Muslimin dengan nama Syaikh al-Albani atau Syaikh
Muhammad Nashiruddin al-Albani, sebutan al-Albani ini merujuk kepada daerah
asalnya yaitu Albania. Lahir pada tahun 1914 di Askhodera, Albania. Syaikh al-Albani
adalah seorang ulama besar Sunni dan asli berdarah Balkan, Eropa. Menelurkan banyak
karya monumental di bidang hadits dan fiqh (fikih) serta banyak dijadikan rujukan oleh
ulama-ulama Islam di masa sekarang. Pernah menjadi dosen selama tiga tahun di
Universitas Islam Madinah dan kemudian dilanjutkan dengan menjabat sebagai dewan
tinggi Universitas Islam Madinah. Meraih penghargaan tertinggi dari kerajaan Arab
Saudi, yaitu piagam internasional King Faisal pada tahun 1999 atas karya-karya
ilmiahnya. Meninggal pada tahun 1999 di Yordania.[1][2][3][4]

Daftar isi

1 Pertumbuhan

2 Menuju Ilmu Hadits

3 Beberapa Tugas Ilmiah dan Dakwah yang Pernah Diemban

4 Karya-karya

5 Cara Pandang

6 Cobaan Dipenjara

7 Wafatnya

8 Perkataan Para Ulama Tentangnya

9 Guru-gurunya

10 Murid-muridnya

11 Pranala luar

12 Referensi

Pertumbuhan
Nama lengkapnya adalah Syaikh Muhammad Nashiruddin bin Nuh an-Najati alAlbani, nama kunyahnya adalah Abu Abdurrahman (anak pertamanya bernama
Abdurrahman) dan akrab di telinga umat Islam dengan nama Syaikh al-Albani,
sedangkan al-Albani sendiri adalah penyandaran terhadap negara asalnya yaituAlbania.
Syaikh al-Albani dilahirkan pada tahun 1914 di Kota Askhodera (Shkoder), sebuah distrik
pemerintahan di Albania. Perlu diketahui bahwa Albania pada masa itu masih termasuk
negara yang menerapkan undang-undang Islam, sebagaimana halnya ketika daerah itu
masih menjadi bagian dari kekuasaan Kesultanan Ottoman, meskipun kemudian
merdeka setelah Kesultanan Ottoman mengalami masa kemundurannya. Ayahnya
adalah seorang ulama di sana, yaitu al-Hajj Nuh an-Najati (Haji Nuh, nama lengkapnya:
Nuh bin Adam an-Najati al-Albani). Haji Nuh adalah salah satu pemuka Mazhab
Hanafi di Albania dan begitu ahli di bidang ilmu syar'i yang didalaminya di Istanbul,
Ibukota Kesultanan Ottoman.
Saat ideologi komunis menguasai daerah Balkan, hingga salah seorang
pemimpinnya yaitu Ahmet Zog (Zog dari Albania) naik takhta, terjadilah suatu peristiwa
yang kelak akan mengebiri Albania dari identitas negara Islamnya, yaitu pensekuleran
undang-undang oleh Ahmet Zog. Pola politik ala Stalin mulai diterapkan di Albania,
banyak

terjadi

perombakan

undang-undang

secara

menyeluruh,

bahkan

lafadz Azan yang sangat sakral bagi umat Islam pun dipaksa untuk diucapkan dalam
bahasa Albania. Maka semenjak itu menjadi maraklah gelombang pengungsian orangorang yang masih dengan teguh mengadopsi nilai-nilai keislamannya, salah satu dari
orang-orang

itu

adalah

keluarga

Haji

Nuh

yang

memutuskan

untuk

migrasi

ke Damaskus, ibu kota Syiria yang ketika itu masih menjadi bagian dari wilayah Syam,
saat itu Syaikh al-Albani baru berusia 9 tahun. [5]
Syaikh al-Albani tumbuh besar dan memulai lembaran-lembaran hidupnya di kota
ini, latar belakangnya adalah berasal dari keluarga yang miskin, meskipun begitu
pendidikan agama tetap menjadi acuan utama dalam kehidupan keluarganya. Oleh
ayahnya, al-Albani kecil dimasukkan ke sebuah sekolah setingkat SD (sekolah dasar),
yaitu al-Is'af al-Khairiyah al-Ibtidaiyah di Damaskus, lalu ayahnya memindahkannya ke
sekolah lain. Di sekolah keduanya inilah ia selesaikan pendidikan dasar formalnya.
Ayahnya tak memasukkan dirinya ke sekolah tingkat lanjutan, karena Haji Nuh
memandang bahwa sekolah akademik dengan kurikulum formal ternyata tidak

memberikan manfaat yang besar selain sekadar mengajari seorang anak belajar
membaca, menulis, dan pendidikan wawasan serta akhlak yang sangat rendah mutunya.
Namun bukan ternyata tak sampai di sini saja, demi program pendidikan yang lebih kuat
dan terarah, ayahnya pun membuatkan kurikulum untuknya yang lebih fokus. Melalui
kurikulum tersebut, Syaikh al-Albani mulai belajar al-Qur'an dan tajwidnya, ilmu sharaf,
dan fiqih melalui mazhab Hanafi, karena ayahnya adalah ulama mazhab tersebut. Selain
belajar melalui ayahnya, tak luput pula Syaikh al-Albani belajar dari ulama-ulama di
daerahnya. Syaikh al-Albani pun mulai mempelajari buku Maraaqi al-falaah, beberapa
buku Hadits, dan ilmu balaghah dari gurunya, Syaikh Sa'id al-Burhaani. Selain itu, ada
beberapa cabang ilmu yang lain yang dipelajarinya dari Imam Abdul Fattah, Syaikh
Taufiq al-Barzah, dan lain-lain.
Membaca adalah hobi yang digandrunginya sejak kecil, waktu-waktu luang tak
akan berlalu begitu saja melainkan akan dimanfaatkan untuk membaca. Proses belajar
terus dijalaninya seiring dengan usianya yang semakin dewasa, ayahnya pun juga
membekalinya keahlian dalam hal pekerjaan untuk menjadi modal mencari nafkahnya
kelak, yaitu keahlian sebagai tukang kayu dan tukang reparasi jam. Tukang kayu adalah
profesi awalnya, kemudian ia mengalihkan kesibukannya sebagai tukang reparasi jam,
yang mana Syaikh al-Albani sangat mahir dalam bidang ini sebagaimana ayahnya.
Karena keahlian reparasi jamnya sangat terkenal, hingga julukan as-Sa'ti (tukang
reparasi jam) pun tersemat kepadanya saat itu.

Menuju Ilmu Hadits

Pada umur 20-an tahun, pandangan Syaikh al-Albani muda tertuju kepada
Majalah al-Manar terbitan Muhammad Rasyid Ridha di salah satu toko yang dilaluinya.
Dilihatnya majalah itu, kemudian dibukanya lembar demi lembar hingga terhentilah
perhatiannya pada sebuah makalah studi kritik hadits terhadap Ihya' Ulumuddin
(karangan al-Ghozali) dan hadits-hadits yang ada di dalamnya. "Pertama kali aku dapati
kritik begitu ilmiah semacam ini", ungkap Syaikh al-Albani ketika mengisahkan awal mula
terjunnya ke dunia hadits secara mendalam. Rasa penasaran membuatnya ingin merujuk
secara langsung ke kitab yang dijadikan referensi makalah itu, yaitu kitab al-Mughni 'an
Hamlil Asfar, karya al-Hafizh al-Iraqi. Namun, kondisi ekonomi tak mendukungnya untuk
membeli kitab tersebut. Maka, menyewa kitab pun menjadi jalan alternatifnya. Kitab yang
terbit dalam 3 jilid itu pun disewa kemudian disalin dengan pena tangannya sendiri, dari
awal hingga akhir. Itulah aktivitas pertamanya dalam ilmu hadits, sebuah salinan kitab
hadits. Selama proses menyalin itu, tentunya menjadikan Syaikh al-Albani secara tak
langsung telah membaca dan menelaah kitabnya secara mendalam, yang mana dari hal
ini menjadikan perbendaharaan wawasan yang ada pada Syaikh al-Albani pun
bertambah, dan ilmu hadits menjadi daya tarik baginya.
Ilmu hadits begitu luar biasa memikat Syaikh al-Albani, sehingga menjadi
pudarlah ideologi mazhab Hanafi yang ditanamkan ayahnya kepadanya, dan semenjak
saat itu Syaikh al-Albani bukan lagi menjadi seorang yang mengacu pada mazhab
tertentu (bukan lagi menjadi seorang yang fanatik terhadap mazhab tertentu), melainkan
setiap hukum agama yang datang dari pendapat tertentu pasti akan ditimbangnya dahulu
dengan dasar dan kaidah yang murni serta kuat yang berasal dari sunah Nabi
Muhammad/hadits. Kesibukan barunya pada hadits ini mendapat kritikan keras dari
ayahnya, bahwasanya "ilmu hadits adalah pekerjaan orang-orang pailit", demikian
ungkap ayahnya ketika mengomentari Syaikh al-Albani. Semakin terpikatnya Syaikh alAlbani terhadap hadits Nabi, itulah kata yang tepat baginya. Bahkan hingga toko reparasi
jamnya pun memiliki dua fungsi, sebagai tempat mencari nafkah dan tempat belajar,
dikarenakan bagian belakang toko itu sudah diubahnya sedemikian rupa menjadi
perpustakaan pribadi. Bahkan waktunya mencari nafkah pun tak ada apa-apanya bila
dibandingkan dengan waktunya untuk belajar, yang pada saat-saat tertentu hingga (total)
18 jam dalam sehari untuk belajar, di luar waktu-waktu salat dan aktivitas lainnya. [6]

Syaikh al-Albani pun secara rutin mengunjungi perpustakaan azh-Zhahiriyyah di


Damaskus untuk membaca buku-buku yang tak biasanya didapatinya di toko buku. Dan
perpustakaan pun menjadi laboratorium umum baginya, waktu 6-8 jam bisa habis di
perpustakaan itu, hanya keluar di waktu-waktu salat, bahkan untuk makan pun sudah
disiapkannya dari rumah berupa makanan-makanan ringan untuk dinikmatinya selama di
perpustakaan. Selain itu, Syaikh al-Albani juga menjalin persahabatan dengan pemilikpemilik toko buku (karena saking seringnya Syaikh al-Albani mengunjungi toko bukunya
untuk membaca-baca), hal ini memudahkannya untuk meminjam buku-buku yang
diinginkannya karena keterbatasan hartanya untuk membelinya, dan di saat ada orang
yang hendak membeli buku yang dipinjamnya, maka buku tersebut dikembalikan.
Bertahun-tahun masa-masa ini dilaluinya bersama sepeda sederhana yang biasa
digunakannya untuk keperluan bepergian.
Syaikh al-Albani sering mengambil sobekan kertas dari jalan, biasanya berupa
kartu undangan pernikahan yang dibuang, yang kemudian akan digunakannya sebagai
alat mencatat, hal ini adalah bentuk penghematannya karena keterbatasan Syaikh alAlbani dalam harta. Seringkali pula dibelinya potongan-potongan kertas dari tempat
pembuangan, yang mana dengan cara ini Syaikh al-Albani bisa membeli kertas dengan
harga murah dan dalam jumlah yang cukup banyak, kemudian dibawanya ke rumah dan
kertas-kertas itu kemudian dipilahnya yang masih bisa digunakan untuk kemudian
dipakainya sebagai alat mencatat.
Suatu hari di perpustakaan azh-Zhahirriyyah, selembar kertas hilang dari
manuskrip yang digunakan Syaikh al-Albani untuk belajar. Kejadian ini menjadikannya
mencurahkan seluruh perhatian untuk membuat katalog dari seluruh manuskrip hadits di
perpustakaan agar folio yang hilang tersebut bisa ditemukan. Dan karena sebab ini,
Syaikh al-Albani pun mendapatkan banyak sekali ilmu dari ribuan manuskrip hadits yang
disalinnya. Kehebatannya ini dibuktikan beberapa tahun kemudian oleh Dr. Muhammad
Mustafa A'dhami pada pendahuluan "Studi Literatur Hadits Awal", di mana Dr.
Muhammad Mustafa A'dhami mengatakan: "Saya mengucapkan terima kasih kepada
Syaikh Nashiruddin al-Albani, yang telah menempatkan keluasan ilmunya pada
manuskrip-manuskrip langka dalam tugas akhir saya", hal ini dikarenakan Dr.
Muhammad Mustafa A'dhami memanfaatkan perpustakaan itu untuk penyelesaian
doktoralnya, dan ternyata apa yang didapatkannya dari manuskrip-manuskrip hasil kerja
keras Syaikh al-Albani dulunya menghasilkan kekaguman dari para pembimbingnya.
Tak cukup dengan belajar sendiri, Syaikh al-Albani pun sering ikut serta dalam
seminar-seminar ulama besar semacam Syaikh Muhammad Bahjat al-Baitar yang sangat

ahli dalam bidang hadits dan sanad. Didatanginya pula majelis-majelis ilmu Syaikh
Bahjat al-Baitar dan Syaikh al-Albani pun banyak mengambil manfaat darinya, dari
majelis serta diskusi-diskusi ini mulai tampaklah kejeniusan Syaikh al-Albani dalam sains
hadits. Suatu ketika ada seorang ahli hadits, al-musnid (ahli sanad), sekaligus sejarawan
dari Kota Halab (Aleppo) tertarik kepadanya, beliau adalah Syaikh Muhammad Raghib
at-Tabbakh yang kagum terhadap kecerdasan Syaikh al-Albani. Syaikh at-Tabbakh
berupaya menguji hafalan serta pengetahuan Syaikh al-Albani terhadap ilmu mustholah
hadits, dan hasilnya pun sangat memuaskan. Maka turunlah sebuah pengakuan dari
Syaikh at-Tabbakh, yaitu al-Anwar al-Jaliyyah fi Mukhtashar al-Atsbat al-Hanbaliyyah,
sebuah ijazah sekaligus sanad yang bersambung hingga Imam Ahmad bin Hanbal (yang
melalui jalur Syaikh at-Tabbakh). Imam Ahmad bin Hanbal adalah seorang Imam ahli
hadits di antara Imam yang empat (Hanafi, Malik, Syafi'i, dan Ahmad), Imam Ahmad
adalah murid Imam Syafi'i (dalam hal fiqh) sekaligus guru Imam Syafi'i (dalam hal ilmu
hadits), dan Imam Ahmad juga merupakan guru yang paling berpengaruh bagi Imam
Bukhari (sang bapak muhadits).
Syaikh al-Albani mulai melebarkan hubungannya dengan ulama-ulama hadits di
luar negeri, senantiasa berkorespondensi dengan banyak ulama, ada di antaranya yang
berasal dari India, Pakistan, dan negara-negara lain. Mendiskusikan hal-hal yang
berhubungan dengan hadits dan agama pada umumnya, termasuk dengan Syaikh
Muhammad Zamzami dari Maroko, Syaikh 'Ubaidullah Rahman (pengarang Mirqah alMafatih Syarh Musykilah al-Mashabih), dan juga Syaikh Ahmad Syakir dari Mesir,
bahkan mereka berdua (Syaikh al-Albani dan Syaikh Ahmad Syakir) terlibat dalam
sebuah diskusi dan penelitian mengenai hadits. Syaikh al-Albani juga bertemu dengan
ulama hadits terkemuka asal India, yaitu Syaikh Abdus Shomad Syarafuddin yang telah
menjelaskan hadits dari jilid pertama kitab Sunan al-Kubrakarya Imam an-Nasai,
kemudian juga karya Imam al-Mizzi yang monumental yaitu Tuhfat al-Asyraf, yang
selanjutnya mereka berdua saling berkirim surat. Dalam salah satu surat, Syaikh Abdus
Shamad menunjukkan pengakuan atas keyakinan beliau bahwa Syaikh al-Albani adalah
ulama hadits terhebat pada masa itu.
Pada tahun 1962, Syaikh al-Albani mendapatkan panggilan dari Universitas
Islam Madinah yang ketika itu dipimpin oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz,
rektor Universitas tersebut yang sekaligus menjabat sebagai mufti (penasihat)
Kerajaan Arab Saudi, dan Syaikh al-Albani direncanakan akan diangkat menjadi dosen di
sana. Di sana Syaikh al-Albani mengajar ilmu Hadits dan fiqh Hadits di fakultas
pascasarjana, bahkan menjadi Guru Besar ilmu Hadits. Kemudian pada tahun 1975,
Syaikh al-Albani diangkat menjadi dewan tinggi Universitas Islam Madinah selama tiga

tahun hingga kemudian memutuskan kembali pulang ke negaranya. Syaikh Abdul Aziz
bin Abdullah bin Baz memberikan komentar atas Syaikh al-Albani, "Aku belum pernah
melihat di kolong langit pada saat ini orang yang sangat alim (berilmu) dalam ilmu hadits
seperti al-'Allamah Muhammad Nashiruddin al-Albani", demikian ungkap beliau.
Ketika percobaan pendudukan Israel atas Palestina di Yerusalem (saat itu
Yerusalem belum diduduki Israel), Syaikh al-Albani mendapatkan paspor (izin) untuk
pergi ke Yerusalem di Palestina, di sana Syaikh al-Albani menjadi mentor para pejuang
Al-Quds yang tergabung di dalam brigade Izzuddin al-Qossam dan mengajari mereka
sunah-sunah Nabi dalam berjihad serta syariat berjihad, di sana disempatkannya pula
untuk salat di Masjidil Aqsa bersama para pemuda yang berjuang diYerusalem tersebut.
Ketika Syaikh al-Albani hendak bergabung dalam barisan pejuang pembebasan Al-Quds,
hal ini pun segera diketahui oleh pemerintah negerinya dan serta merta mencabut izin ke
luar negeri milik Syaikh al-Albani dan dengan segera memulangkannya. Sedangkan di
lain sisi, pemerintah Syam seakan menggantikan posisi Syaikh al-Albani dengan
bergabungnya tentara Syam ke dalam koalisi Arab untuk melawan Israel dan Amerika,
dan dari hal ini menjadikan sebagian wilayah Syam pun meluas karena resmi terlepas
dari pendudukan Israel yang sebelumnya telah melakukan pemekaran wilayah ke daerah
selatan dan sempat menguasai sebagian wilayah Syam.
Semakin mendalam mempelajari ilmu hadits, semakin ahli pula dalam bidang
hadits, hingga ribuan hadits dipelajari Syaikh al-Albani dengan studi ilmiah yang sangat
luar biasa kejelian serta ketelitiannya. Karya-karyanya mencapai lebih dari 200 buah
buku, yang kecil maupun yang besar (tebal), bahkan ada yang berjilid-jilid, yang lengkap
maupun yang belum, yang sudah dicetak maupun yang masih berbentuk manuskrip.
Selama hidupnya, Syaikh Albani menghafal al-Qur'an dan ratusan ribu hadits beserta
sanad sekaligus matan dan rijalnya, beliau juga telah banyak meneliti dan men-ta'liq
puluhan ribu silsilah perawi hadits (sanad) pada hadits-hadits yang sudah tak terhitung
jumlahnya secara pasti, dan menghabiskan waktu enam puluh tahun untuk belajar bukubuku hadits, sehingga seakan-akan buku-buku tersebut menjadi sahabat sekaligus jalan
Syaikh al-Albani untuk berhubungan dengan ulama-ulamanya (pengarang kitab-kitab
tersebut).[7]

Beberapa Tugas Ilmiah dan Dakwah yang


Pernah Diemban

Setelah menganalisis hadits-hadits pada kitab Shahih Ibnu Khuzaimah,

seorang ulama hadits asal India, yaitu Syaikh Muhammad Musthofa A'dhami (kepala
Ilmu Hadits di Mekkah), memilih Syaikh al-Albani untuk memeriksa dan mengoreksi
kembali analisis yang dilakukan Syaikh Muhammad Musthofa A'dhami, dan
pekerjaan tersebut telah diterbitkan empat jilid lengkap dengan ta'liq (catatan) dari
keduanya, yaitu Syaikh A'dhami maupun Syaikh al-Albani. Ini merupakan bentuk
penghormatan dari ulama yang lain atas keilmuan hadits Syaikh al-Albani.

Universitas Damaskus Fakultas Syari'ah memilih Syaikh al-Albani untuk

melakukan studi hadits dalam bab fiqh jual-beli dalam Mausu'ah (ensiklopedi) Fiqh
Islam.

Terpilih sebagai dewan tinggi "Dewan Hadits" yang dibentuk oleh

pemerintah Mesir-Syiria (di masa persatuan) untuk mengawasi penyebaran bukubuku hadits dantahqiqnya.

Sebagai

salah

satu

bentuk

pengakuan

ulama Arab terhadap

keilmuannya, pihak Universitas Islam Madinah memilihnya sebagai pengajar materi


hadits, ilmu dan fiqih hadits di perguruan tinggi tersebut. Syaikh al-Albani bertugas
selama 3 tahun, kemudian diangkat sebagai anggota majelis al-A'la (dewan tinggi)
Universitas Islam Madinah. Saat berada di sana Syaikh al-Albani menjadi tokoh
panutan dalam kesungguhan dan keikhlasan. Ketika jam istirahat tiba di mana
dosen-dosen lain menikmati hidangan teh dan kurma, Syaikh al-Albani lebih asyik
duduk-duduk di pasir bersama murid-muridnya untuk memberi pelajaran tambahan.
Hubungannya dengan murid adalah hubungan persahabatan, bukan semata
hubungan guru dan murid saja. Syaikh al-Albani juga pernah diminta oleh Menteri
Penerangan Kerajaan Arab Saudi untuk menangani jurusan hadits pada pendidikan
pascasarjana di Universitas Makkah al-Mukarramah, namun karena beberapa hal
maka keinginan tersebut tidak tercapai. Atas jasanya yang besar terhadap ilmu
agama, Syaikh al-Albani pun mendapatkan sebuah penghargaan tertinggi dari
kerajaan Arab Saudi yaitu piagam internasional King Faisal pada tahun 1999.

Pada edisi dari himpunan hadits terkenal, Misykah al-Mashabih, penerbit

Maktabah Islamy meminta Syaikh al-Albani untuk memeriksa pekerjaan mereka


sebelum diterbitkan. Pihak penerbit telah menulis pada bagian pendahuluan di

Misykah al-Mashabih: "Kami meminta kepada ulama hadits, Syaikh Muhammad


Nashiruddin al-Albani, untuk membantu kami dalam memeriksa Misykat dan
bertanggung jawab untuk memberi tambahan hadits-hadits yang diperlukan dan
meneliti serta memeriksa kembali sumber-sumber dan keasliannya pada tempattempat yang diperlukan, serta membetulkan kesalahan-kesalahan..."

Perhatian Syaikh al-Albani terhadap kasus Palestina sangatlah besar.

Syaikh al-Albani pernah secara langsung turun ke Yerusalem dan menjadi mentor
untuk mengajari ilmu syar'i bagi Brigade Izzuddin al-Qossam, bahkan hampir juga
Syaikh al-Albani berjuang di sana sebelum pemerintah di negerinya mengetahui hal
ini dan serta merta memulangkan Syaikh al-Albani. Syaikh al-Albani senantiasa
mengikuti perkembangan Palestina, hingga pernah difatwakan juga olehnya dan
fatwa ini ditujukan kepada warga Gaza pada khususnya, agar sebaiknya hijrah ke
luar dari wilayah Gaza dan masuk ke negeri muslim terdekat untuk menegakkan
ibadah serta mengumpulkan kekuatan, sebagaimana hijrahnya para Sahabat Nabi
ke Etiopia atau hijrahnya Nabi serta sebagian Sahabat yang lainnya ke Kota
Madinah ketika di Kota Mekkah kaum muslimin mendapat tekanan yang keras dan
larangan beribadah oleh para penyembah berhala, dan kemudian kembali lagi ke
Mekkah pada peristiwa Fathu Makkah (Pembukaan/Penaklukan kota Mekkah). Hal
ini dikarenakan pada waktu itu pemerintah militer Israel melarang adanya kegiatan
azan dan salat bagi kaum muslimin secara terang-terangan ketika mereka
menduduki Jalur Gaza, dan di sisi lain warga Gaza pun dalam keadaan lemah serta
belum mampu berbuat apa-apa. Meskipun begitu, banyak kalangan yang mengkritisi
keluarnya fatwa ini dan menuduh Syaikh al-Albani dengan berbagai macam tuduhan
yang buruk.

Dan masih sangat banyak lagi yang lainnya...

10

Karya-karya
Tercatat kurang lebih 200 karya mulai dari ukuran satu jilid kecil, besar, hingga
yang berjilid-jilid, baik yang berbentuk karya tulis pena, takhrij (koreksi hadits) pada karya
orang lain, buku khusus takhrij hadits, maupun tahqiq (penelitian atas kitab tertentu dari
segala macam sisinya), lalu dituangkan dalam catatan kaki dalam kitab tersebut.
Sebagiannya telah lengkap, sebagiannya lagi belum sempurna (karena wafat), dan
sebagiannya lagi sudah sempurna namun masih dalam bentuk manuskrip (belum dicetak
dan diterbitkan). Beberapa di antaranya yang paling populer serta monumental adalah:
1.

Silsilah al-Ahaadits ash-Shahihah wa Syai'un min Fiqiha wa

Fawaaidiha (9 jilid), karya ini berisikan studi ilmiah terhadap hadits-hadits Nabi
untuk dinyatakan shahih sesuai dengan kaidah musthalah hadits yang telah
disepakati ulama ahli hadits sepanjang zaman. Berdasarkan penomoran terakhir
dari kitab itu, jumlah hadits yang tertera adalah 4.035 buah.
2.

Silsilah al-Ahaadits adh-Dhaifah wal Maudhuuah wa Atsaaruha

As-Sayyi' fil Ummah (14 jilid), karya ini berisikan studi ilmiah atas hadits-hadits
untuk dinyatakan lemah atau palsu sesuai dengan kaidah musthalah hadits yang
telah disepakati ulama ahli hadits sepanjang zaman. Rata-rata setiap jilidnya
berisikan 500 buah hadits.
3.

Irwa'ul Ghalil (8 jilid), kitab ini berisikan takhrij (studi ilmiah) atas

hadits-hadits dalam kitab Manarus Sabil. Berdasarkan penomoran hadits di jilid


terakhir, jumlah haditsnya sebanyak 2.707 buah.
4.

Shahih & Dha'if Jami' ash-Shaghir wa Ziyadat ihi, kedua kitab ini

berisikan hadits-hadits yang dikumpulkan as-Suyuthi lalu Syaikh al-Albani


memberikan keterangan hukum pada setiap hadits dengan hukum yang sesuai,
apakah shahih ataukah dhoif. Tercatat, yang shahih berjumlah 8.202 hadits dan
yang tidak shahih berjumlah 6.452 hadits.
5.

Shahih Sunan Abu Dawud dan Dhaif Sunan Abu Dawud, kedua

kitab ini berisikan hadits-hadits yang dikumpulkan oleh Imam Abu Dawud lalu
Syaikh al-Albani memberikan keterangan hukum pada setiap hadits dengan
hukum yang sesuai, apakah shahih ataukah dhoif atau yang lainnya, dengan
total jumlah hadits sebanyak 5.274 buah.

11

6.

Shahih Sunan at-Tirmidzi dan Dhaif Sunan at-Tirmidzi, kedua

kitab ini berisikan hadits-hadits yang dikumpulkan oleh Imam Tirmidzi lalu Syaikh
al-Albani memberikan keterangan hukum pada setiap hadits dengan hukum
yang sesuai, apakah shahih ataukah dhoif atau yang lainnya, dengan total
jumlah hadits sebanyak 3.956 buah.
7.

Shahih Sunan an-Nasa'i dan Dhaif Sunan an-Nasa'i, kedua kitab

ini berisikan hadits-hadits yang dikumpulkan oleh Imam Nasai lalu Syaikh alAlbani memberikan keterangan hukum pada setiap hadits dengan hukum yang
sesuai, apakah shahih ataukah dhoif atau yang lainnya, dengan total jumlah
hadits sebanyak 5.774 buah.
8.

Shahih Sunan Ibnu Majah dan Dhaif Sunan Ibnu Majah, kedua

kitab ini berisikan hadits-hadits yang dikumpulkan oleh Imam Ibnu Majah lalu
Syaikh al-Albani memberikan keterangan hukum pada setiap hadits dengan
hukum yang sesuai, apakah shahih ataukah dhoif atau yang lainnya, dengan
total jumlah hadits sebanyak 4.341 buah.
Dan

masih

banyak

lagi

yang

lainnya,

seperti

misalnya

(yang

sudah

diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia):


1.

Adabuz Zifaaf fis Sunnah Muthaharrah,

2.

Ahkaamul Janaaiz,

3.

Irwaaul Ghalil fi Takhrij Ahaadits Manaaris Sabiil,

4.

Tamaamul Minnah fi Taliq 'Alaa Fiqh Sunnah,

5.

Shifat Shalat Nabi shallahu'alaihi wasallam minat Takbiir ilat

Taslim kaannaka taraaha (berisi tuntunan-tuntunan dalam melaksanakan salat


sebagaimana yang tertera dalam hadits Nabi),
6.

Shahih At-Targhib wat Tarhiib,

7.

Dhaif At-Targhib wat Tarhiib,

8.

Fitnatut Takfiir (kitab ini memuat hadits-hadits dan penjelasan

ulama besar masa lampau tentang bahaya dari mudah/gegabah dalam


mengkafirkan seseorang),
9.

Jilbaab Al-Maratul Muslimah,

12

10.

Qishshshah Al-Masiih Ad-Dajjal wa Nuzuul Isa 'alaihis sallam wa

qatluhu iyyahu fi akhiriz Zaman (kitab ini memuat hadits yang berbentuk riwayatriwayat kabar tentang kedatangan Dajjal dan turunnya Nabi Isa di akhir zaman),

11.

Dan lain-lain.

Semua ini adalah sebuah realisasi proyek besar Syaikh al-Albani yang
disebutnya dengan "Taqribus Sunnah Baina Yadayil Ummah" (Mendekatkan Sunnah
Kehadapan Ummat), tujuannya adalah memudahkan ummat secara umum untuk
mengambil hadits Nabi yang shahih secara instan tanpa harus kepayahan untuk
mempelajarinya terlebih dahulu. Agar ummat lebih akrab dengan hadits Nabi yang
shahih dan lebih mudah untuk mendapatkannya, namun di sisi lain Syaikh al-Albani pun
juga menuliskan kitab yang berisikan kaidah-kaidah ilmu hadits yang sudah disepakati
oleh para ulama ahlul hadits sepanjang zaman, tentunya ini adalah bagi mereka yang
tertarik juga untuk mempelajari ilmu hadits.[8]

Cara Pandang
Syaikh al-Albani sangat aktif di medan dakwah dan sangat memerangi metode
taklid, taklid yaitu menerima apa pun yang dikatakan seseorang (biasanya ulama atau
ahli ilmu) tanpa mempertanyakan keabsahan dasar penyandaran hukumnya. Ayahnya
cenderung senantiasa mengarahkannya kepada mazhab Hanafi untuk kemudian menjadi

13

ulama mazhab Hanafi mengikuti jejak ayahnya, namun ternyata yang terjadi adalah lain
dari apa yang diharapkan oleh ayahnya. Ketekunan terhadap ilmu hadits menyebabkan
Syaikh al-Albani tidak mau terikat dengan mazhab tertentu. Bahkan secara prinsip,
Syaikh al-Albani terikat dengan 4 mazhab sekaligus, yaitu dalam hal penyandaran
hukum, yaitu menyandarkan semua syariat kepada al-Qur'an dan as-Sunnah (hadits)
dengan dibimbing pemahaman para Salafusshalih (para Sahabat Nabi).

Sebagaimana Islam yang satu di atas pemahaman yang satu dan murni
sebagaimana Islam di masa Nabi dan para Sahabatnya, maka metode memurnikan
ajaran Islam dengan cara kembali pada pemahaman para Sahabat Nabi dalam
menerapkan syariat Islam dan memahami al-Qur'an serta as-Sunnah adalah satusatunya cara untuk mempersatukan umat yang saat ini terpecah-pecah akibat dari
adanya hizbi (partai atau kelompok), sekte, maupun aliran yang bermacam-macam.
Dan bahkan dengan adanya perbedaan mazhab Imam pun bisa memecah belah
kesatuan umat. Akibat dari perpecahan ini adalah menjadi lemahlah kekuatan
ukhuwah ummat dan sangat mudah diprovokasi oleh orang-orang yang memusuhi
Islam.
Sebagaimana perkataan Imam Malik:
"Saya hanyalah seorang manusia, terkadang salah terkadang benar. Oleh
karena itu, telitilah pendapatku. Bila sesuai dengan al-Qur'an dan as-Sunnah maka
ambillah,

dan

bila

tidak

sesuai

dengan

al-Qur'an

dan

as-Sunnah,

maka

tinggalkanlah..." (Muqaddimah al-Muwaththo', karya Imam Malik).

Atau perkataan Imam Syafi'i:

"Apabila telah shahih suatu hadits, maka itulah mazhabku" (Hilyatul Aulia I/475
- Abu Nu'aim, dishahihkan oleh Imam an-Nawawi (ulama besar Mazhab Syafi'i) dalam
al-Majmu I/63, dibawakan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar (ulama besar Mazhab Syafi'i) dalam
Tawali Ta'sis hal. 109, dan ditakhrij secara khusus oleh al-Imam as-Subki(ulama
besar Mazhab Syafi'i) dalam kitab Ma'na Qaulil Imam al-Muthallibi Idza Shahhal Haditsu
Fahuwa Mazhabi).

Dan juga perkataan yang lain dari Imam Syafi'i:

"Setiap apa yang aku katakan lalu ada hadits shahih dari Rasulullah shalallahu
'alaihi wasallam yang menyelisihi ucapanku, maka hadits lebih utama untuk diikuti dan

14

janganlah kalian taklid kepadaku" (Hilyatul Aulia' IX/106-107 - Abu Nu'aim) Yang dari
perkataan-perkataan di atas cukup menggambarkan bahwasanya Imam Mazhab pun
sebenarnya tak ingin diambil ilmunya secara membabi buta tanpa menelitinya terlebih
dahulu apakah sesuai dengan kaidah Nabi (hadits/as-Sunnah) ataukah tidak.
Syaikh al-Albani sangat getol menyerukan manhaj (metode beragama)
para Salaf (para pendahulu/generasi pertama umat Islam/para Sahabat Nabi). Syaikh alAlbani mengadopsi metode yang murni, yaitu memahami syariat pada hakikat asalnya,
sebagaimana yang dilakukan Nabi dan para Sahabat, tanpa penafsiran-penafsiran yang
tak diperlukan dan bahkan menyeleweng dari hakikat asalnya. Meskipun begitu, tetap hal
semurni ini tak menghindarkannya dari hujatan, Syaikh al-Albani pun kemudian banyak
dimusuhi oleh ulama-ulama yang fanatik terhadap mazhab tertentu, yang mana masingmasing dari mereka merasa dirugikan. [9]

Cobaan Dipenjara
Dalam dakwahnya, tak jarang Syaikh al-Albani mengalami tentangan-tentangan
yang keras dari orang-orang yang memusuhinya. Dan sebagai buahnya, Syaikh al-Albani
pun pernah merasakan dinginnya lantai penjara dikarenakan fitnah yang menerpanya,
pertama pada tahun 1967 Syaikh al-Albani mendekam selama 2 bulan di penjara, dan
yang kedua selama 6 bulan. Syaikh al-Albani dilepaskan dari penjara dan tuntutan yang
mengarah kepadanya dicabut, kesemuanya adalah dikarenakan tuduhan yang
disematkan kepadanya tidak pernah terbukti.0

Wafatnya
Di akhir-akhir masa usianya, Syaikh al-Albani melemah hingga mengalami sakit
dan sempat beberapa kali masuk rumah sakit. Sesekali Syaikh al-Albani keluar rumah
sakit dalam kondisi yang tampak sehat. Pada akhir sakitnya, Syaikh al-Albani dibawa ke

15

rumah sakit di Yordania untuk menjalani perawatan yang intensif. Pada hari sabtu
tanggal 2 Oktober 1999, beberapa saat sebelum magrib, Syaikh al-Albani pun
mengembuskan nafas terakhirnya. Jenazahnya diurus dengan sangat cepat, meskipun
berita wafatnya Syaikh al-Albani telah ditekan dari penyebarannya, namun ternyata di
luar dugaan, lebih dari 5.000 orang datang kemudian menyalati dan mengiringi
penguburan jenazah Syaikh al-Albani. [10]

Perkataan Para Ulama Tentangnya

Syaikh Muhammad bin Ibrahim alu-Syaikh berkata: "Ia adalah ulama

ahli sunnah yang senantiasa membela al-Haq dan menyerang ahli kebatilan."

Syaikh Muhammad Amin asy-Syinqithi (penulis kitab tafsir Adhwa'ul

Bayan). Diriwayatkan dari Abdul Aziz al-Haddah (murid Syaikh Muhammad Amin
asy-Syinqithi) berkata: "Sesungguhnya al-'Allamah (yang sangat berimu) Syaikh
Muhammad Amin asy-Syinqithi sangat menghormati Syaikh al-Albani dengan
penghormatan yang luar biasa. Sampai-sampai apabila beliau melihat Syaikh alAlbani lewat ketika beliau sedang mengajar di Masjid Nabawi, beliau pun memutus
sebentar pelajarannya lalu berdiri dan memberikan salam kepada Syaikh Albani
dalam rangka menghormatinya."

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz berkata: "Aku belum pernah

melihat di kolong langit pada saat ini orang yang alim dalam ilmu hadits seperti
al-'Allamah Muhammad Nashiruddin al-Albani. Saat Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah
bin Baz ditanya tentang hadits Rasulullah shallahualaihi wasallam: "Sesungguhnya
Allah akan membangkitkan dari umat ini setiap awal seratus tahun seorang mujaddid
yang akan mengembalikan kemurnian agama ini", beliau (Syaikh Abdul Aziz bin
Abdullah bin Baz) pun ditanya siapakah mujaddid abad ini. Beliau menjawab:
"Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, beliaulah mujaddid abad ini dalam
pandanganku (menurutku), dan Allah lebih mengetahui (tentang hal ini)."

16

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin berkata: "Beliau adalah alim

(orang berilmu) yang memilki ilmu yang sangat luas dalam bidang hadits baik dari
sisi riwayat maupun dirayat, seorang ulama yang memilki penelitian yang dalam dan
hujjah yang kuat."

Syaikh Muqbil bin Hadi al-wadi'i berkata: "yang saya yakini bahwa

Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, semoga Allah menjaganya, tergolong


pembaharu

(pemurni),

yang

tepat

baginya

sabda

Rasul

(yang

artinya):

Sesungguhnya Allah akan membangkitkan pada penghujung tiap seratus tahun


seseorang yang akan memurnikan untuk umat ini agamanya."

Guru-gurunya

Al-Hajj Nuh bin Adam al-Albani (ayahnya, seorang ulama Albania),

Syaikh Sa'id al-Burhaani,

Imam Abdul Fattah,

Syaikh Taufiq al-Barzah,

Syaikh Muhammad Bahjat al-Baitar,

Syaikh Muhammad Raghib at-Tabbakh,

Dan lain-lain.

Murid-muridnya[sunting | sunting sumber]

Syaikh Dr. Muhammad bin Musa Alu Nasr,

Syaikh Salim bin Ied al-Hilaly,

Syaikh Ali bin Hassan al-Halabi,

Syaikh Abu Ishaq al-Huwaini

Syaikh Muqbil bin Hadi al-wadi'i,

Syaikh 'Ashim bin Abdillah Alu Ma'mar al-Qoryuthi,

17

Syaikh Dr. Amin al-Mishri,

Syaikh Rabi' bin Hadi al-Madkhali,

Syaikh Abu Ubaidah Masyhur bin Hasan Salman,

Syaikh Abu Ahmad Muhammad Nashir at-Turmaniniy,

Dan lain-lain.

Pranala luar
Situs-situs berikut menyediakan unduhan kitab-kitab karya Syaikh al-Albani:

(Arab) http://www.alalbany.net/albany_books.php

(Arab) http://www.waqfeya.com/list.php?cat=21 (edisi cetak)

(Arab) http://www.almeshkat.net/books/list.php?cat=30

(Arab) http://www.shamela.ws/list.php?cat=11 (Shamela eBooks)

(Indonesia) Buku-buku Terjemahan Bahasa Indonesia karya Syaikh

Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Referensi[sunting | sunting sumber]


1.

^ "Biografi Syaikh Albani, Mujaddid dan Ahli Hadits Abad ini",

Mubarak B. Mahfudh Bamualim


2.

^ AsySyariah Vol. VII/No. 77/1432/2011, Qomar Suaidi, Lc

3.

^ Hayah al-Albani, Syaikh Muhammad asy-Syaibani

4.

^ Al-Imam

al-Mujaddid

al-Allamah

al-Muhaddits

Nashiruddin al-Albani, oleh Umar Abu Bakar


5.

^ Hayah al-Albani, Syaikh Muhammad asy-Syaibani

18

Muhammad

6.

^ AsySyariah Vol. VII/No. 77/1432/2011 hal. 12, Qomar Suaidi, Lc

7.

^ Safahaat baydhaa min hayaat Shaykhinaa al-Albaanee Page 40,

Shaykh 'Ashees
8.

^ AsySyariah Vol. VII/No. 77/1432/2011 hal. 16, Qomar Suaidi, Lc

9.

^ Syaikh Albani dan Manhaj Salaf, oleh Umar Abdul Mun'im Salim

10.

^ AsySyariah Vol. VII/No. 77/1432/2011 hal 19, Qomar Suaidi, Lc

19

Anda mungkin juga menyukai