Anda di halaman 1dari 109

KISAH HIDUP SYAIKH AL-ALBANI, PAKAR HADITS ABAD INI (1/2)

ADMIN · OCTOBER 24, 2016


0 10 13K 17

Kali ini, kita membuka lembaran kisah tentang seorang pakar ilmu hadits. Seorang yang
menghidupkan Sunnah Nabi, membelanya, dan menghibahkan usia untuknya. Ia habiskan hari-
hari untuk membela Sunnah dari para pengikut hawa nafsu dan pembuat ajaran baru. Sosok
ulama hadits dalam arti yang sebenarnya terperankan oleh dirinya. Dialah Syaikh al-Imam al-
Muhaddits Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah. Yang lebih kita kenal dengan
Syaikh Nashiruddin al-Albani.

Nasab Syaikh al-Albani

Nama beliau adalah Muhammad bin Nuh bin Adam bin Najati al-Albani. Ia dilahirkan para
tahun 1332 H/1914 M di Kota Shkodër, ibu kota Albania kala itu. Allah menganugerahkannya
nikmat lahir di lingkungan keluarga yang taat dan akrab dengan ilmu agama. Ayahnya, Nuh
bin Adam, merupakan alumni al-Ma’had asy-Syar’iyah di ibu kota Daulah Utsmaniyah,
Istanbul. Setelah menyelesaikan pendidikan di sana, sang ayah kembali ke Albania.
Berkhidmat kepada umat dengan mengajarkan mereka agama. Sampai akhirnya ia dikenal
sebagai ulama besar Albania dan rujukan kaum muslimin di negeri Balkan itu (Hayatu al-
Albani wa Atsaruhu wa Tsana-u al-Ulama ‘Alaihi oleh Muhammad Ibrahim asy-Syaibani, Hal:
44).
Hijrah ke Negeri Syam

Pada tahun 1922-1939, Albania dipimpin oleh seorang raja sekuler yang mengidolakan
modernitas ala Eropa. Namanya Ahmad Mukhtar Zogoli atau Zog I atau Zogu. Di dua tahun
pertama kekuasaannya, ia mulai mengubah Albania Islam menjadi lebih beraroma barat
sekuler. Ia meniru langkah Kemal Ataturk dalam me-westernisasi Turki dan menyingkirkan
Kerajaan Ottoman pada tahun 1343 H/1924 M. Zogu menyusun undang-undang sekuler untuk
masyarakat Albania. Ia tetapkan aturan yang memaksa muslimah melepaskan hijabnya.
Mewajibkan militer memakai topi dan celana panjang ala Eropa. Dan segala sesuatu yang
berbau Arab diganti dengan kultur barat.

Menariknya, langkah sekulerisasi di berbagai negeri, mirip bahkan tak jauh berbeda sehingga
mudah terbaca. Segala sesuatu yang berbau Arab diganti atas nama nasionalisme dan menjaga
budaya lokal. Syariat dianggap adat, kemudian dilarang mengamalkannya.

Sekulerisasi yang dilakukan Zogu membuat ayah Syaikh al-Albani mengambil sikap. Ia
khawatir agamanya dan anggota keluarga rusak gara-gara terhembus korosit sekuler. Ia
berazam untuk hijrah ke negeri Islam yang lebih menangkan hati. Dibawanyalah anggota
keluarganya menuju Syam. Tepatnya di ibu kota Suriah, Damaskus. Saat itu al-Alabani baru
berusia 9 tahun.

Mengkaji Ilmu

Al-Albani kecil baru saja tiba di salah satu negeri Arab. Anak Eropa ini sama sekali tidak
mengetahui bahasa masayarakat padang pasir itu. Ia pun mulai mempelajari bahasa ini di
Madrasah al-Is’af al-Khoriyah. Kemudian pindah ke sekolah lain di Pasar Sarujah, Damaskus,
karena sekolah pertamanya itu mengalami musibah kebakaran. Di tempat ini, al-Albani
menyelesaikan pendidikan sekolah dasarnya dalam masa 4 tahun. Rasa cintanya terhadap
bahasa Alquran ini kian berbinar di hati. Kemahirannya diakui dan mengalahkan teman-
temannya, anak-anak Suriah asli.

Dari sini kita bisa mengambil pelajaran, al-Albani yang berasal dari Albania tidak mengetahui
sama sekali tentang bahasa Arab. Namun ia bisa mahir memahami bahasa itu. Bahkan di
kemudian hari menjadi seorang ahli hadits. Anda yang ingin mempelajari bahasa Arab jangan
patah semangat dan mundur menyerah. Tidak kurang dari 1.495 kata bahasa Indonesia diserap
dari bahasa Arab. Artinya, kita masyarakat Indonesia ‘tidak buta-buta amat’ tentang bahasa
Arab.

Al-Albani kecil telah tumbuh remaja. Ia mulai menemukan kegemaran lain pada dirinya. Yaitu
membaca. Namun selera membacanya masih begitu umum. Ia suka membaca Syair-syair
Antharah bin Syaddad. Kisah detektif Arsene Lupin. Dan kisah-kisah detektif lainnya (Ahdats
Mutsirah fi Hayati asy-Syaikh al-Alamah al-Albanioleh Muhammad Shalih al-Munajjid, Hal:
9). Inilah perjalanan awal kehidupan al-Albani dalam dunia membaca dan menimba ilmu.

Seiring berjalannya waktu, konten bacaan al-Albani pun berubah. Dari bacaan masyarakat
awam beralih memperdalam ilmu agama. Hal itu bermula ketika sang ayah melihat sesuatu
yang buruk –dari sisi agama- di sekolah negeri. Ayah al-Albani pun memutus sekolah putranya.
Ia menyediakan waktu khusus untuk mendidik anaknya dengan pelajaran Alquran, tauhid,
sharf, dan fikih Madzhab Hanafi (Hayatu al-Albani wa Atsaruhu wa Tsana-u al-Ulama
‘Alaihi oleh Muhammad Ibrahim asy-Syaibani, Hal: 9).

Ada saja jalan yang Allah ‫ ﷻ‬takdirkan bagi mereka yang Dia kehendaki kebaikan.
Memalingkan mereka dari yang tidak bermanfaat menuju kepada yang manfaat. Dan kebaikan
yang paling baik adalah memahami dan mengamalkan agama ini.

ً ‫َم ْن ي ُِر ِد هللاُ ِب ِه َخي‬


ِ ‫ْـرا يُـفَـ ِقـ ْههُ فِي‬
. ‫الدي ِْن‬

“Barang siapa yang dikehendaki kebaikannya oleh Allah, Dia akan menjadikannya mengerti
tentang (urusan) agamanya.” (Hadits shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (no. 71, 3116, 7312),
Muslim (no. 1037), Ahmad (IV/92, 95, 96), dll).

Selain belajar dengan sang ayah, al-Albani juga belajar dari banyak guru dan ulama yang
merupakan kolega ayahnya. Seperti: mengkaji kitab fikih Hanafi, Muraqi al-Falah Syarh Nur
al-Idhah bersama Syaikh Muhammad Said al-Burhani. Mempelajari kaidah-kaidah bahasa
Arab, terutama bersama Syaikh Izuddin at-Tanukhi (Shafahat Baidha min Hayati al-
Albani oleh Athiyah Audah, Hal: 22, 71-72).

Ulama Pun Bekerja Mencari Nafkah

Sambil menyibukkan diri dengan ilmu agama, al-Albani meluangkan sebagian waktunya untuk
menghidupi diri. Tentu ini langkah yang bijaksana. Agar di kemudian hari, ketika terjun di
dunia dakwah, ia tidak menjadikan dakwah sebagai sumber mata pencariannya.

Tukang Kayu

Pekerjaan pertama yang dilakukan oleh al-Albani adalah menjadi tukang kayu. Ia bekerja
dengan pamannya dan seorang warga Suriah yang dikenal dengan Abu Muhammad. Pekerjaan
ini ia geluti selama dua tahun. Kemudian karena dirasa melelahkan, menghabiskan banyak
waktu dan tenaga, al-Albani pun meninggalkan pekerjaan ini.

Reparasi Jam

Di musim panas, tukang kayu tidak mendapat pekerjaan. Pada waktu itu, al-Albani lewat di
depan toko ayahnya. Sang ayah sedang mereparasi jam. Ayahnya menyarakannya agar ia
memanfaatkan waktu dengan mereparasi jam. Ia pun menerima saran sang ayah. Profesi baru
itu ia jalani dengan sungguh-sungguh, hingga ia terkenal sebagai tukang reparasi jam yang
handal.

Profesi baru ini tidak memakan banyak tenaga dan waktu. Sehingga waktu-waktunya bisa ia
sibukkan dengan belajar agama (Hayatu al-Albani wa Atsaruhu wa Tsana-u al-Ulama
‘Alaihi oleh Muhammad Ibrahim asy-Syaibani, Hal: 48).

Mempelajari Ilmu Hadits


Pada saat menginjak usia 20 tahun, al-Albani mulai menyukai ilmu hadits. Ia terinspirasi dari
kajian hadits di Majalah al-Manar yang diasuh oleh Syaikh Muhammad Rasyid
Ridha rahimahullah.

Syaikh al-Albani menceritakan bahwasanya ia tertarik membaca riwayat-riwayat sejarah.


Suatu hari, ia melihat di tumpukan buku seorang pedagang buku, satu pembahasa dari Majalah
al-Manar. Ia baca komentar Syaikh Rasyid Ridha terhadap buku Ihya Ulmuddin yang ditulis
oleh Imam al-Ghazali rahimahullah. Dalam pembahasan tersebut Syaikh Rasyid Ridha
mengutip komentar al-Hafizh al-Iraqi terhadap Ihya Ulumuddin. Al-Iraqi mengomentari dan
memilah mana hadits yang shahih dan mana yang dhaif. Kemudian mengumpulkannya
dalam al-Mughni ‘an Hamli al-Asfar fi al-Asfar fi Takhrij ma Fi al-Ihya mi al-Akhbar.

Karya al-Iraqi ini menarik perhatian al-Albani. Ia pun mengadakan kajian hadits terhadap kitab
tersebut. Sebuah kajian yang memberinya jalan memperdalam ilmu-ilmu lainnya. Seperti: ilmu
bahasa, balaghah, gharib al-hadits, dll. Itulah kajian ilmiah pertamanya dalam bidang hadits.
Kajian ini bagai candu yang membuat al-Albani terus bersemangat meniliti hadits-hadits
lainnya.

Bagi al-Albani, ilmu hadits menjadi jalan yang membuka cabang-cabang keilmuan lainnya.
Dan ia terus mengenang Syaikh Rasyid Ridha sebagai wasilahnya dalam mempelajari ilmu
hadits.

Read more https://kisahmuslim.com/5668-kisah-hidup-syaikh-al-albani-pakar-hadits-abad-


ini-12.html
KISAH HIDUP SYAIKH AL-ALBANI, PAKAR HADITS ABAD INI (2/2)
ADMIN · OCTOBER 29, 2016
0 7 12.4K 14

Di Perpustakaan Azh-Zhahirah

Perpustakaan azh-Zhahirah menjadi saksi kecintaan Syaikh al-Albani akan membaca dan
menilit hadits. Perpustakaan yang merupakan salah satu pusat perbendaharaan ilmu Kota
Damaskus itu, menyimpan ribuan arsip, karya tulis, dan buku-buku klasik. Bagi Syaikh al-
Albani, perpustakaan ini adalah surga dunia, kegemarannya membaca bisa ia tumpah ruahkan
di sana, di tengah ketidak-mampuannya membeli buku-buku.

Perpustakaan azh-Zhahiriyah
Syaikh Al-Albani terus menyibukkan diri dengan ilmu hadits yang ia cintai. Kesibukan yang
membuatnya tidak memiliki aktivitas lainnya. Bagi seorang yang kasmaran, tak ada rasa bosan
duduk seharian bersama kekasihnya. Terbit dan terbenamnya matahri adalah detik-detik yang
tak terasa. Begiulah keadaan Syaikh al-Albani dengan ilmu hadits. Ia duduk 18 jam sehari di
perpustakaan azh-Zhahirah mengkaji, meneliti, memberikan komentar, dan men-
tahqiq (penelitian ilmiah tentang suatu) riwayat-riwayat hadits. Waktu istirahatnya hanya jam
shalat. Karena kesungguhan dan keseriusannya itu, pegawai perpustakaan memberikan ruang
khusus untuknya. Agar ia lebih konsentrasi dalam kegiatan ilmiahnya (Hayatu al-Albani wa
Atsaruhu wa Tsana-u al-Ulama ‘Alaihi oleh Muhammad Ibrahim asy-Syaibani, Hal: 51-52).

Jika Anda melihat orang sukses atau ahli di bidang tertentu, jangan hanya kagum dengan
pencapaian mereka. Lihatlah bagaimana usaha mereka mendapatkannya. Mereka
mendapatkannya dengan kesungguhan dan jerih payah. Syaikh al-Albani duduk membaca 18
jam sehari bahkan lebih. Sehingga ia mencapai kedudukannya sekarang. Berapa lama waktu
yang Anda habiskan untuk membaca dalam sehari? Atau berlatih melakukan suatu bidang yang
Anda tekuni?

Al-Mutanabbi mengatakan,

‫أل ُجودُ يُ ْف ِق ُر َواإلقدا ُم قَتّا ُل‬ ‫اس ُكلُّ ُه ُم؛‬ َ ُ‫شقّة‬


ُ ّ‫سادَ الن‬ َ ‫لَ ْوال ال َم‬

Kalau bukan karena rintangan, semua orang akan jadi tokoh yang sukses.
Kedermawanan bisa menyebabkan kemiskinan. Dan maju ke medan perang mengundang
kematian.

Penjara Yang Sama dengan Ibnu Taimiyah

Di sela-sela kesibukkannya menelaah buku-buku dan menulis, Syaikh al-


Albani rahimahullah juga meluangkan waktu untuk berdakwah. Dalam satu perjalanan
dakwahnya, terjadilah dialog dan diskusi antara dirinya dengan ulama dan imam-imam masjid.
Hingga akhirnya ia dicap sebagai seorang Wahabi yang sesat. Para imam-imam masjid
menyuarakan pengingkaran terhadap al-Albani di mimbar-mimbar masjid. Hingga ia diboikot
dari menyampaikan pelajaran di masjid-masjid Damaskus, Aleppo, Latakia, dan kota-kota
Suriah lainnya.

Desas-desus tentang Syaikh al-Albani semakin liar, hingga ia difitnah hendak melakukan
makar terhadap pemerintah. Kontan, pemerintah Suriah yang sangat sensitif dengan isu ini
segera menahannya. Al-Albani pun mendekam di penjara Damaskus pada tahun 1967. Penjara
yang sama dengan Ibnu Taimiyah rahimahullah. Saat di penjara, ia menegakkan kembali shalat
berjamaah dan Jumat yang telah hilang di sana. Ada yang mengatakan, tidak lagi ditegakkan
shalat jamaah dan Jumat setelah masa Ibnu Taimiyah hingga al-Albani masuk penjara (Hayatu
al-Albani wa Atsaruhu wa Tsana-u al-Ulama ‘Alaihi oleh Muhammad Ibrahim asy-Syaibani,
Hal: 51-52).

Perjalanan Dakwah Sang Ulama

Syaikh al-Albani hampir mengunjungi semua kota di Suriah dalam rangka kunjungan dakwah.
Aleppo, Idlib, Latakia, Hama, Homs, dll sudah ia hampiri. Ia juga pernah datang ke wilayah-
wilayah di Jordania, Libanon, Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar, Arab Saudi, Palestina, Mesir,
Maroko, Spanyol, dll.

Dalam setiap kunjungan tersebut Syaikh al-Albani selalu memberikan ceramah, menjawab
pertanyaan, dan memberikan fatwa. Biasanya kegiatan-kegiatan itu didokumentasikan dalam
bentuk kaset. Selain ceramah secara non formal, Syaikh al-Albani juga memiliki pengalaman
mengajar secara formal. Seperti menjadi staf pengajar Universitas Islam Madinah dari awal
tahun 1381 H/1961 M sampai akhir tahun 1383 H/1964 M.

Metode dakwahnya tidak hanya dilakukan secara tatap muka, beliau juga sering menjawab
pertanyaan-perntanyaan melalui surat dan telepon.

Beliau pernah shalat di Masjid al-Aqsha. Dan berkunjung ke Granada menghadiri Muktamar
ath-Thalabah al-Muslimin.

Ada beberapa sunnah yang di masa hidupnya terasa begitu asing, namun beliau populerkan
kembali sunnah-sunnah tersebut. Seperti mengerjakan dua shalat Id (Idul Adha dan Idul Fitri)
di lapangan. Beliau populerkan hal itu di Damaskus dan Beirut. Kemudian sunnah aqiqah,
shalat tarawih di malam Ramadhan dengan 11 rakaat, membaca khotbah hajah pada khotbah
Jumat, jilbab yang syar’i, mengingatkan umat agar tidak membangun masjid di atas kuburan
dan shalat di dalam masjid yang demikian. Di tahun 60-an tentu sunnah-sunnah tersebut belum
dikenal seperti sekarang. Bahkan saat ini, sebagian sunnah itu pun masih terasa asing.

Beliau juga memotivasi para pemuda agar memberi perhatian besar terhadap pengkajian
sunnah. Kemudian menciptakan sarana-sarana modern untuk memudahkan masyarakat
mempelajari hadits-hadits Nabi ‫( ﷺ‬A’lam ad-Da’wah Muhammad Nashiruddin al-Albani
Muhaddits al-‘Ashr Nashir as-Sunnah oleh Abdullah al-Aqil, Hal: 1063-1064).

Faidah yang dapat kita petik adalah walaupun Sunnah Nabi ‫ ﷺ‬dianggap asing, mulailah dulu
melakukannya. Seiring waktu, masyarakat akan mengenalnya.

Menjalin Hubungan Dekat Sesama Ulama

Syaikh al-Albani bertemu dengan banyak ulama dan penuntut ilmu. Beliau belajar dari mereka
dan juga sebaliknya. Al-Albani bertemu dan memberi ijazah sanad kepada sejarawan dan
muhadits Aleppo, Syaikh Raghib ath-Thabbakh (A’lam ad-Da’wah Muhammad Nashiruddin
al-Albani Muhaddits al-‘Ashr Nashir as-Sunnah oleh Abdullah al-Aqil, Hal: 1062).

Beliau juga pernah bertemu Syaikh Hamid al-Faqi ketua Jam’iyah Anshar as-Sunnah al-
Muhammadiyah di Mesir dan al-Muadditsh al-Muhaqqiq Ahmad Syakir.

Syaikh al-Albani memiliki hubungan spesial dengan Syaikh Ibnu Baz rahimahullah. Keduanya
kadang kala berdiskusi dan saling menyurati.

Dan banyak ulama-ulama lainnya yang pernah bertemu dan memiliki hubungan dekat
dengannya. Tidak hanya berasal dari Jazirah Arab, tapi ada juga yang berasal dari India, Turki,
Syam, Mesir, Maroko, dll (Hayatu al-Albani wa Atsaruhu wa Tsana-u al-Ulama ‘Alaihi oleh
Muhammad Ibrahim asy-Syaibani, Hal: 64-73).
Kepakaran Dalam Bidang Hadits

Seseorang dikatakan seorang ahli, pakar atau maestro dalam suatu bidang dilihat dari karyanya
dalam bidang yang ia geluti. Syaikh al-Albani rahimahullah memiliki banyak karya ilmiah dan
penelitian dalam bidang hadits. Karya-karyanya tersebar di penjuru dunia dan telah
diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Banyak da’i dan pelajar ilmu agama yang mengambil
faidah dari karya-karyanya. Ia pun menjadi rujukan utama, khususnya dalam bidang hadits.

Kepakarannya diakui berbagai kalangan. Di antaranya:

Pertama: Fakultas Syariah Universitas Damaskus memilihnya sebagai orang yang mengecek
status sebuah hadits pada Mausu’ah al-Fiqh al-Islami (Ensiklopedi Hukum Islam), khusus bab
perdagangan. Universitas menjadikan hasil penelitiannya itu sebagai standarisasi status sebuah
hadits pada tahun 1955.

Kedua: Universitas as-Salafiyah di Kota Varnasi, India, memintanya sebagai mentor syaikh-
syaikh universitas dalam bidang hadits. Namun Syaikh al-Albani tidak menyanggupi
permintaan tersebut.

Ketiga: Pada tahun 1395 H/1975 M sampai 1398 H/1978 M, melalui permintaan Raja Khalid
bin Abdul Aziz (Raja Arab Saudi kala itu) meminta Syaikh al-Albani menjadi anggota dewan
guru besar (dewan senat) Universitas Islam Madinah.

Kelima: Dewan Fatwa di Riyadh, Arab Saudi, menugaskannya ke Mesir, Maroko, dan Inggris
mengadakan kuliah tentang akidah tauhid dan metode beragama Islam yang benar.

Dan masih banyak lagi kegiatan-kegiatan ilmiah Syaikh al-Albani. Semuanya merupakan
pengakuan tentang kepakarannya dari lembaga-lembaga besar Islam hingga tingkat
internasional (Hayatu al-Albani wa Atsaruhu wa Tsana-u al-Ulama ‘Alaihi oleh Muhammad
Ibrahim asy-Syaibani, Hal: 75-76).

Karya Ilmiah

Syaikh al-Albani adalah seorang ulama yang produktif. Banyak karya ia lahirkan dalam rangka
berkhidmat memperjuangkan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah ‫ﷺ‬. Karya-karya itum masih
bisa kita nikmati hingga hari ini. Lebih dari 100 karya ilmiah ia hasilkan. Ada yang murni
tulisannya, ada yang merupakan tahqiq (penelitian ilmiah secara seksama tentang status suatu
hadits: shahih, hasan, dhaif, atau maudhu), ta’liq (komentar), dan takhrij (menisbatkan hadits
pada sumbernya).

Di antara karya-karyanya adalah:

1. Adabu az-Zifaf fi Sunnati al-Muthahharah.


2. Ahadits al-Isra wa al-Mi’raj.
3. Ahkam al-Jana-iz.
4. Irwa-u al-Ghalil fi Takhrij Ahadits Manar as-Sabil.
5. Al-As-ilatu wa al-Ajwibah.
6. Shifatu Shalat an-Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam min at-Takbir ila at-Taslim Ka-
annaka Taraha.
7. Shahih wa Dha’if al-Jami’ ash-Shaghir wa Ziyadatuhu.
8. Shahih as-Sirah an-Nabawiyah.
9. Shahih wa Dha’if at-Targhib wa at-Tarhib.
10. Jilbab al-Mar-ah al-Muslimah.
11. Silsilatu al-Ahadits ash-Shahihah wa Syaiun min Fiqhiha wa Fawa-iduha.
12. Silsilatu al-Ahadits adh-Dha’ifah wa al-Maudhu’ah wa Atsaruha as-Sayyi’ fi al-
Ummah.
13. Manzilatu as-Sunnah fi al-Islam.

7 jilid besar kitab


Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah. Karya ini yang dianggap para ahli membedakan Syaikh al-
Albani dengan ahli hadits lainnya. Karena ia memiliki ensiklopedi hadits karyanya sendiri.
Ini beberapa karya ilmiahnya. Bagi Anda yang pernah membaca salah satunya, Anda akan
menemukan metodologi yang berbeda dengan penulis-penulis lainnya. Karena kita akan
menikmati kajian periwayat-periwayat hadits dalam catatan-catatan kakinya. Di situlah terasa
gaya penulisan seorang ahli hadits.

Pujian Ulama Terhadapnya

Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata, “Al-Albani adalah seorang reformis abad ini dalam ilmu
hadits.”

Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin memujinya dengan mengatakan, “Sesungguhnya


al-Albani memiliki ilmu yang luas dalam bidang hadits, dirayat dan riwayat-nya. Dialah pakar
hadits abad ini.”

Al-Muhaqqiq Muhibuddin al-Khatib mengatakan, “Sesungguhnya al-Albani adalah orang


yang menyeru kepada sunnah. Ia mendermakan hidupnya untuk beramal dan menghidupkan
sunnah (hadits Nabi ‫)ﷺ‬.
Syaikh Ali ath-Thanthawi mengatakan, “Syaikh Nashiruddin al-Albani lebih berilmu dariku
dalam permasalahan hadits. Aku menaruh hormat padanya karena kesungguhannya,
semangatnya, dan banyaknya karya tulisnya yang dicetak oleh saudaraku sekaligus orang tuaku
(ucapan penghormatan) Zuhair asy-Syawisy. Aku merujuk pada Syaikh Nashir dalam
permasalahan hadits dan aku tidak mempertanyakannya karena mengetahui keutamaannya
(dalam permasalahan hadits) (A’lam ad-Da’wah Muhammad Nashiruddin al-Albani
Muhaddits al-‘Ashr Nashir as-Sunnah oleh Abdullah al-Aqil, Hal: 1068).

Menggabungkan Ilmu dan Amal

Syaikh al-Albani adalah orang yang sangat bersemangat menyelaraskan praktik ibadah dengan
sunnah Nabi ‫ﷺ‬. Baik dalam tata cara ibadah tersebut, jumlahnya, dan waktunya. Syaikh
Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin mengatakan, “Yang aku kenal dari Syaikh al-Albani dari
perjumpaanku dengannya, ia adalah seorang yang sangat bersemangat menyelaraskan amal
dengan sunnah dan mengkritik bid’ah. Baik dalam hal akidah atau amal ibadah”.

Tidak jarang ketika mendengar lantunan Alquran atau hadits Nabi ‫ ﷺ‬tentang janji dan ancaman
Allah, Syaikh al-Albani menangis. Alquran dan hadits begitu mudah menyentuh hatinya.

Di antara kebiasaan Syaikh al-Albani adalah merutinkan puasa Senin dan Kamis. Saat musim
dingin maupun di musim panas. Kecuali apabila ia sakit atau sedang bersafar. Saat memasuki
hari Jumat, ia senantiasa shalat dua rakaat, dua rakaat, hingga khotib naik ke mimbarnya. Ia
berhaji dan berumrah setiap tahun, jika tidak ada yang menghalanginya. Terkadang beliau
berumrah dua kali dalam setahun. Ia berhaji sebanya 30 kali (al-Imam al-Albani Durus wa
Mawaqif wa ‘Ibar oleh Abdul Aziz bin Muhammad as-Sadhan, Hal: 88).

Tentu haji ketika itu tidak seperti sekarang. Sehingga lebih memungkinkan dilakukan berulang
kali.

Murid-Muridnya

Murid-murid Syaikh al-Albani tersebar luas di dunia Islam. Beberapa yang masyhur di antara
mereka adalah:

 Syaikh Muqbin bin Hadi al-Wadi’i,


 Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu,
 Syaikh Husein al-Awaisyah,
 Syaikh Ali Hasan al-Halaby,
 Syaikh Masyhur Hasan Salman,
 Syaikh Salim bin Id al-Hilay,
 Syaikh Muhammad Ibrahim asy-Syaibani,
 Syaikh Hamdi bin Abdul Majid as-Salafy, dll (Hayatu al-Albani wa Atsaruhu wa
Tsana-u al-Ulama ‘Alaihi oleh Muhammad Ibrahim asy-Syaibani, Hal: 94-106).

Wafatnya Sang Mujaddid

Di akhir hayatnya, Syaikh al-Albani menderita beberapa penyakit. Dengan keadaan itu, beliau
tetap sabar dan berharap pahala dari Allah ‫ﷻ‬. Di antara penyakit yang beliau idap adalah
Anemia, gangguan hati dan ginjal. Kondisi ini tidak membuatnya beristirahat. Ia tetap meneliti
dan mengkaji hadits. Sampai-sampai ketika tidur, orang-orang mendengarnya mengigau,
“Berikan aku buku al-Jarh wa at-Ta’dil, juz sekian dan halaman sekian” dan ia menyebut
nama-nama buku yang lain.

Hal itu dikarenakan semangatnya dalam membaca dan meneliti. Hingga dalam buku-buku itu
terbawa ke dalam mimpi (Shafahat Baidha min Hayati al-Albani oleh Athiyah Audah, Hal: 93-
94).

Setelah mengisi hidupnya dengan ilmu, amal, dan dakwah, juga mengidap beberapa penyakit,
Syaikh al-Albani pun wafat. Beliau wafat pada hari Sabtu 22 Jumadil Akhir 1420 H/ 2 Oktober
1999 M. Pada hari itu pula prosesi jenazahnya diselesaikan. Hal ini merupakan wasiatnya agar
menyegerakan pemakamannya. Karena yang demikianlah yang terbaik menurut tuntunan
(sunnah) Nabi ‫ﷺ‬. Muridnya, Muhammad bin Ibrahim Syaqrah menjadi imam shalat
jenazahnya. Beliau dimakamkan setelah shalat Isya (al-Imam al-Albani Durus wa Mawaqif wa
‘Ibar oleh Abdul Aziz bin Muhammad as-Sadhan, Hal: 292).

Semoga Allah merahmati Syaikh al-Albani dengan rahmat yang luas. Menempatkannya di
surga-Nya yang tertinggi. Membalas jasa-jasanya berkhidmat kepada Sunnah Nabi ‫ﷺ‬.

Sumber:
– islamstory.com/ar/islamstory.com/ar/

Read more https://kisahmuslim.com/5674-kisah-hidup-syaikh-al-albani-pakar-hadits-abad-


ini-22.html

PERHATIAN SYAIKH AL-ALBANI TERHADAP PERMASALAHAN REMAJA


KISAH ISLAM · SEPTEMBER 12, 2012
1 2 1.8K 9
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah (wafat tahun 1420 H), pemuka
ulama hadits abad ini, juga memberikan perhatian besar terhadap para pemuda. Dikatakan oleh
Syaikh DR. ‘Abdul ‘Aziz as-Sadhan bahwa banyak momen penting yang beliau lalui bersama
para remaja. Di sini, akan ditampilkan bagaimana kesabaran beliau dalam meladeni kaum
muda yang telah terkena virus takfir (mudah mengkafirkan orang), mematahkan syubhat-
syubhat (kerancuan landasan pemikiran) mereka. Berikut ini kisahnya:

SYAIKH DR. BASIM FAISHAL AL-JAWABIRAH HAFIZHAHULLAH MULAI


BERKISAH:
“…Saat itu aku masih belajar di jenjang SMA. Bersama beberapa pemuda, kami mengkafirkan
kaum muslimin dan enggan mendirikan sholat di masjid-masjid umum. Alasan kami, karena
mereka adalah masyakarat jahiliyah. Orang-orang yang menentang kami, selalu saja menyebut-
nyebut nama Syaikh al-Albani rahimahullah, satu-satunya orang yang mereka anggap sanggup
berdialog dengan kami dan mampu melegakan kami dengan argumen-argumen tajamnya serta
mengembalikan kami ke jalan yang lurus.

Ketika Syaikh datang ke Yordania dari Damaskus, beliau diberitahu adanya sekelompok
pemuda yang seringkali mengkafirkan kaum muslimin. Lantas mengutus saudara iparnya,
Nizham Sakkajha – kepada kami untuk menyampaikan keinginan beliau untuk berjumpa
dengan kami.

Dengan tegas kami jawab: “Siapa yang ingin berjumpa dengan kami, ya harus datang, bukan
kami yang datang kepadanya”.

Akan tetapi, Syaikh panutan kami dalam takfir memberitahukan bahwa al-
Albani rahimahullah termasuk ulama besar Islam, ilmunya dalam dan sudah berusia tua. Ia
pun mengarahkan supaya kami lah yang mendatangi beliau.

Lantas kami pun mendatangi beliau di rumah iparnya, Nizham , menjelang sholat Isya. Tak
berapa lama, salah seorang dari kami mengumandangkan adzan. Setelah iqamah, Syaikh al-
Albani rahimahullah berkata:
“Kami yang menjadi imam atau imam sholat dari kalian?”.

Syaikh kami dalam takfir berujar:

“Kami meyakini Anda seorang kafir”

Syaih al-Albani rahimahullah menjawab: “Kami masih yakin kalian orang-orang beriman
(kaum Muslimin)”.

Syaikh kami akhirnya memimpin sholat. Usai sholat, Syaikh al-Albani rahimahullah duduk
bersila melayani diskusi dengan kami sampai larut malam. Syaikh kami lah yang berdialog
dengan Syaikh al-Albani rahimahullah. Sedangkan kami dalam rentang waktu yang lama itu,
sesekali berdiri, duduk lagi, merentangkan kaki dan berbaring. Anehnya, kami lihat Syaikh al-
Albani rahimahullah tetap dalam posisi awalnya, tidak berubah sedikit pun, meladeni argumen
beberapa orang. Saat itu, aku benar-benar takjub dengan kesabaran dan ketahanan beliau!!

Kemudian, kami masih mengikat janji untuk berjumpa lagi dengan beliau keesokan hari.
Sepulangnya kami ke rumah, kami mengumpulkan dalil-dalil yang menurut kami mendukung
takfir yang selama ini kami lakukan. Syaikh al-Albani rahimahullah hadir di salah satu rumah
teman kami. Persiapan buku dan bantahan terhadap Syaikh al-Albani rahimahullah telah kami
sediakan. Pada kesempatan kedua ini, dialog berlangsung setelah sholat Isya` sampai
menjelang fajar menyingsing.

Perjumpaan ketiga berlangsung di rumah Syaikh al-Albani rahimahullah. Kami berangkat ke


rumah beliau setelah Isya. Dialog pada hari ketiga ini berlangsung sampai adzan Subuh
berkumandang. Kami mengemukakan banyak ayat yang memuat penetapan takfir secara
eksplisit. Begitu pula, hadits-hadits yang mengandung muatan sama yang menetapkan
kekufuran orang yang berbuat dosa besar. Setiap kali menghadapi argumen-argumen itu,
Syaikh al-Albani rahimahullah dapat mematahkannya dan justru ‘menyerang’ balik dengan
membawakan dalil yang lain. Setelah itu, beliau mengakomodasikan dalil-dalil yang
tampaknya saling bertolak belakang itu, menguatkannya dengan keterangan para ulama Salaf
dan tokoh-tokoh umat Islam terkemuka di kalangan Ahlus Sunnah wal jawamah.

Begitu adzan Subuh terdengar, sebagian besar dari kami bergegas bersama Syaikh al-
Albani rahimahullah menuju masjid untuk menunaikan sholat Subuh. Kami telah merasa puas
dengan jawaban Syaikh al-Albani rahimahullah tentang kesalahan dan kepincangan pemikiran
yang sebelumnya kami pegangi. Dan saat itu juga kami melepaskan pemikiran-pemikiran takfir
tersebut, alhamdulillah. Hanya saja, ada beberapa gelintir dari kawan kami yang tetap
menolaknya. Beberapa tahun kemudian, kami mendapati mereka murtad dari Islam. Semoga
Allah Azza wa Jalla memberikan kepada keselamatan”

Semoga Allah Azza wa Jalla memberikan kemudahan bagi kita sekalian untuk mengambil
pelajaran dari sejarah ulama Islam.

Diadaptasi dari al-Imam al-Albani, Durus Wa Mawaqif Wa ‘Ibar hal

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad bin ‘Abdullah as-Sadhan Darut Tauhid Riyadh Cet I, Th
1429H-2008M, hal155-158
Read more https://kisahmuslim.com/2696-perhatian-syaikh-al-albani-terhadap-permasalahan-
remaja.html

UMAMAH BINTI ABU AL-ASH, CUCU PEREMPUAN RASULULLAH


ADMIN · DECEMBER 22, 2017
31 38.1K 91
Umamah binti Abu al-Ash merupakan salah seorang cucu kesayangan Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Beliau pernah menggendongnya tatkala shalat. Sehingga kita pun tahu tata cara
shalat sambil menggendong bayi. Berikut ini kisah singkat tentang keluarga nabi ini.

Nasabnya

Umamah merupakan putri dari Abu al-Ash bin ar-Rabi’ bin Abdu al-Uzza bin Abdu asy-Syams
bin Abdu Manaf bin Qushay. Ibunya adalah Zainab putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Umamah adalah cucu pertama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga wajar
ia disebut sebagai kesayangan Nabi. Sebagaimana umumnya seorang kakek mendapatkan cucu
pertama.

Dari sisi nasab, tentulah Umamah memiliki nasab terbaik. Ia terlahir dari keluarga terbaik.
Kakeknya manusia paling mulia. Dan neneknya, Ummul Mukminin Khadijah radhiallahu
‘anha, juga merupakan wanita terbaik di dunia dan akhirat. Dan ibunya adalah putri tertua Nabi.

Sementara ayahnya, Abu al-Ash, adalah seorang laki-laki Mekah yang dikenal memiliki akhlak
mulia. Ia juga digelari al-amin (yang jujur dan terpercaya) oleh penduduk Mekah. Seorang
pedagang yang jujur. Menunaikan hak-hak orang lain. Ia sangat menaruh hormat dan cinta
kepada mertuanya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Terbukti dengan seringnya ia
berkunjung ke rumah ayah mertuanya itu karena menaruh hormat pada beliau. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam memujinya di depan para sahabat:
… ‫ َو َو َعدَ ِني فَأ َ ْوفَى ِلي‬،‫صدَقَ ِني‬
َ َ‫َحدَّثَ ِني ف‬

“Ia berkata padaku dengan jujur. Dan memenuhi janjinya padaku…” (Muttafaqun ‘alaih: al-
Bukhari No.2943 dan Muslim No. 2449).

Kedudukan Umamah di Hati Rasulullah

Umamah adalah cucu kesayangan Rasulullah. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
shalat sambil menggendong Umamah binti Abu al-Ash di bahu beliau. Apabila rukuk, beliau
letakkan. Saat berdiri, beliau gendong kembali (ath-Thabaqat al-Kubra Cet. al-‘Alamiyah
8/23).

Diriwayatkan dari Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha bahwasanya Rasulullah


shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah diberikan sebuah kalung oleh seorang perempuan. Belau
bersabda,

َّ ‫ب أ َ ْه ِلي ِإ َل‬
‫ي‬ ِ ‫ََلَدْفَ َعنَّ َها ِإلَى أ َ َح‬

“Aku akan memberikan hadiah ini kepada keluargaku yang paling aku cintai.”

Aisyah pergi bersamanya. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil


Umamah putri Zainab, dan mengelungkan hadiah itu di lehernya (al-Isti’ab fi Ma’rifati al-Ash-
hab 4/1789. Riwayat Ahmad dalam Musnadnya 6/101. Syaikh Syu’aib al-Arnauth
mengomentari: sanadnya dhaif).

Dari Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau bercerita bahwa an-Najasyi memberi
hadiah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perhiasan. Di antara perhiasan tersebut
adalah sebuah cincin emas. Beliau ambil cincin itu dan mengirimkannya kepada putrinya
Zainab. Beliau berkata,

”ُ‫ت َ َح ِلي بِ َهذَا يَا بُ َنيَّة‬

“Berhiaslah dengan ini wahai cucuku.” (ath-Thabaqat al-Kubra Cet. al-‘Alamiyah 8/186.
Sunan Abu Dawud No.4235, 2/493, dihasankan oleh al-Albani).

Umamah pun mengenakannya. Dan menikmati kasih sayang, perhatian, dan kelembutan
kakeknya.

Pernikahan Umamah

Fatimah binti Rasulullah radhiallahu ‘anha -bibi Umamah- berwasiat agar Ali bin Abu Thalib
menikahi Umamah sepeninggal beliau. Setelah Fatimah wafat, Ali pun menikai Umamah.
Sepeninggal Ali, Umamah dinikahi az-Zubair bin al-Awwam kemudian al-Mughirah bin
Naufal radhiallahu ‘anhuma.
Ia tidak memiliki keturunan dari pernikahannya. Sehingga Zainab putri Rasulullah tidak
memiliki cucu (al-Isti’ab fi Ma’rifati al-Ash-hab 4/1789).

Wafatnya

Umamah binti Abu al-Ash radhiallahu ‘anhwa wafat tatkala berstatus sebagai istri al-Mughirah
bin Naufal bin al-Harits radhiallahu ‘anhu. Dan referensi-referensi sejarah tidak menyebutkan
detil tentang wafatnya.

Diterjemahkan secara bebas dari: https://islamstory.com/ar/artical/3408150/‫العاص‬-‫ابى‬-‫بنت‬-‫امامة‬

Read more https://kisahmuslim.com/6032-umamah-binti-abu-al-ash-cucu-perempuan-


rasulullah.html
KISAH ANAK YANG MELAKUKAN QIYAMUL LAIL
KISAH ISLAM · FEBRUARY 25, 2013
4 13 30.4K 45

Syekh Ibnu Zhafar al-Makki mengatakan,

“Saya dengar bahwa Abu Yazid Thaifur bin Isa al-Busthami radhiyallahu ‘anhu ketika
menghafal ayat berikut:

“Wahai orang yang berselimut (Muhammad)! Bangunlah (untuk shalat) pada malam hari,
kecuali sebagian kecil.” (QS. Al-Muzzammil: 1-2)

Dia berkata kepada ayahnya, ‘Wahai Ayahku! Siapakah orang yang dimaksud
Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ayat ini?’ Ayahnya menjawab, ‘Wahai anakku! Yang
dimaksud ialah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Dia bertanya lagi, ‘Wahai
Ayahku! Mengapa engkau tidak melakukan sebagaimana yang dilakukan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?’ Ayahnya menjawab, ‘Wahai anakku!
Sesungguhnya qiyamul lail terkhusus bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan diwajibkan
baginya tidak bagi umatnya.’ Lalu dia tidak berkomentar.”

“Ketika dia telah menghafal ayat berikut:

‘Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari


dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan
dari orang-orang yang bersama kamu.’ (QS. Al-Muzzammil: 20)

Lalu dia bertanya, ‘Wahai Ayahku! Saya mendengar bahwa segolongan orang melakukan
qiyamul lain, siapakah golongan ini?’ Ayahnya menjawab, ‘Wahai anakku! Mereka adalah
para sahabat –semoga ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu terlimpa kepada mereka
semua.’ Dia bertanya lagi, ‘Wahai ayahku! Apa sisi baiknya meninggalkan sesuatu yang
dikerjakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya?’ Ayahnya menjawab,
‘Kamu benar anakku.’ Maka, setelah itu ayahnya melakukan qiyamul lail dan melakukan
shalat.”

“Pada suatu malam Abu Yazid bangun, ternyata ayahnya sedang melaksanakan shalat, lalu dia
berkata, ‘Wahai ayahku! Ajarilah aku bagaimana cara saya bersuci dan shalat bersamamu?’
Lantas ayahnya berkata, ‘Wahai anakku! Tidurlah, karena kamu masih kecil.’ Dia berkata,
‘Wahai Ayahku! Pada hari manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan berkelompok-
kelompok untuk diperlihatkan kepada mereka (balasan) semua perbuatannya, saya akan
berkata kepada Rabbku, ‘Sungguh, saya telah bertanya kepada ayahku tentang bagaimana cara
bersuci dan shalat, tetapi ayah menolak menjelaskannya. Dia justru berkata, ‘Tidurlah! Kamu
masih kecil’ Apakah ayah senang jika saya berkata demikian?’.” Ayahnya menjawab, ‘Tidak.
Wahai anakku! Demi Allah, saya tidak suka demikian.’ Lalu ayahnya mengajarinya sehingga
dia melakukan shalat bersama ayahnya.”

Sumber: Hiburan Orang-orang Shalih, 101 Kisah Segar, Nyata dan Penuh Hikmah, Pustaka
Arafah Cetakan 1

Read more https://kisahmuslim.com/3122-kisah-anak-yang-melakukan-qiyamul-lail.html

HARUN AL-RASYID, PEMIMPIN YANG MENCINTAI SUNNAH DAN ULAMA


ADMIN · MARCH 12, 2018
5 7.6K 18

Pemutar-balikan fakta hampir terjadi di setiap babak sejarah Islam. Kejadian yang baik
disusupi berita bohong dan palsu, kemudian dinilai menjadi kejadian buruk. Tokoh panutan
ditampilkan menjadi antagonis yang layak dapat cercaan bahkan doa jelek. Masyarakat awam
pun gamang, bagian mana dari sejarah Islam ini yang patut jadi teladan. Akhirnya, generasi
muda Islam tumbuh dengan kekaguman dengan tokoh-tokoh penjajah yang jauh dari nilai-nilai
Islam. Dan mereka benci dengan pahlawan-pahlawan yang memperjuangkan keluhuran agama
mereka.

Di antara tokoh yang menjadi sasaran penghancuran karakter adalah Khalifah Abbasiyah
Harun al-Rasyid rahimahullah. Para perusak sejarah Islam mencoba menggambarkan image
Harun al-Rasyid dengan tampilan seorang pemabuk. Malam-malamnya adalah hidup foya-
foya. Seorang diktator yang dikelilingi selir dan para penari. Mengapa image ini perlu
ditampilkan? Karena beliau khalifah terbaik Abbasiyah. Pengibar bendera jihad dan sangat
besar perhatian terhadap ilmu dan ulama. Seorang figur teladan yang ingin dibuat sebagai
pecundang yang mengecewakan.

Harun al-Rasyid diangkat menjadi khalifah pada malam sabtu 16 Rabiul Awal 170 H.
Bertepatan dengan 14 September 786 M. Ia menggantikan kedudukan ayahnya yang wafat,
Khalifah al-Mahdi. Saat diangkat menjadi pimpinan tertinggi kerajaan, Harun al-Rasyid baru
menginjak usia 25 tahun.
Memuliakan Ulama

Harun al-Rasyid adalah seorang raja yang dikenal memuliakan ulama. Ia begitu mengagungkan
agamanya. Tidak suka perdebatan dan banyak bicara. Dan ia sangat mencintai sunnah Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam beberapa risalahnya, Al-Qadhi Iyadh, memiliki kesan
yang mendalam pada figur Harun al-Rasyid. Beliau mengatakan, “Tidak kuketahui seorang
raja pun yang bersafar menempuh perjalanan belajar kecuali al-Rasyid. Ia berjalan bersama
dua orang anaknya al-Amin dan al-Makmun, untuk mendengar kajian al-Muwaththa yang
disampaikan oleh Imam malik rahimahullah.”

Saat akhir hayat sang khalifah, Abdullah bin al-Mubarak bersedih. Ia duduk penuh duka.
Sampai orang-orang pun menghiburnya. Abdullah bin al-Mubarak adalah seorang ulama tabi’
tabi’in. Seorang yang shaleh dan wara’. Orang seperti beliau bersedih dan menangis ketika
Harun al-Rasyid hendak wafat.

Abu Muawiyah ad-Dharir mengatakan, “Tidaklah aku menyebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam di hadapan al-Rasyid kecuali beliau mengucapkan, ‘Shalawat untuk junjunganku’.
Kemudian aku riwayatkan sebuah hadits kepadanya. (Rasulullah bersabda) ‘Sungguh aku ingin
berperang di jalan Allah, kemudian terbunuh. Kemudian hidup kembali. Kemudian terbunuh
lagi’. (mendengar hadits itu) Harun al-Rasyid menangis tersedu-sedu.”

Hadits ini selengkapnya adalah sebagai berikut:

‫ ث ُ َّم أ ُ ْقت َ ُل‬، ‫ ث ُ َّم أُحْ َيا‬، ‫ ث ُ َّم أ ُ ْقت َ ُل‬، ‫ ث ُ َّم أُحْ َيا‬، ‫ فَأ ُ ْقت َ ُل‬، ِ‫َّللا‬ َ ‫َوالَّذِي نَ ْفسِي ِب َي ِد ِه َو ِددْتُ أَنِي أُقَاتِ ُل فِي‬
َّ ‫س ِبي ِل‬

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, aku berandai, berperang di jalan Allah.
Kemudian terbunuh. Kemudian hidup kembali. Kemudian terbunuh lagi. Kemudian hidup
kembali. Kemudian terbunuh kembali.” (HR. al-Bukhari dalam Kitab at-Tamanni, 6713).

Hadits ini menggambarkan tentang pahala jihad dan bagaimana keberanian Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wafat di medan perang bukanlah kematian yang ringan. Wafat
di medan perang adalah kematian yang memakan waktu, berhadapan dengan sesuatu yang
menakutkan, melihat darah terkucur, dan rasa sakit yang tidak sesaat. Tapi beliau berani
melakukannya. Dan berharap pahala besar dari amalan jihad.

Mendengar hadits ini, dan semangatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
memperjuangkan Islam dan mendapatkan pahalanya, Harun al-Rasyid menangis tersedu-sedu.
Anda baru saja membaca hadits tersebut. Bagaimana perasaan Anda? Apakah pada bacaan
pertama Anda, Anda merasakan apa yang dirasakan Harun al-Rasyid? Anda mengalami seperti
apa yang ia alami? Dari sini, barulah kita bisa membedakan antara cinta kita dengan Rasulullah
dan hadits beliau, beda dengan cintanya Harun al-Rasyid kepada Nabi dan haditsnya.

Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Asakir dari Ibnu Aliyah, ia berkata, “Harun al-Rasyid
menangkap seorang zindiq (yang rusak akidahnya). Ia memerintah agar si zindiq ini dipenggal.
Si zindiq ini berkata kepada Harun, “Engkau tidak akan memenggal kepalaku.” “Aku akan
membuat orang-orang terhenti dari ulah burukmu”, jawab Harun.

Si Zindiq ini berkata lagi:


‫فأين أنت من ألف حديث وضعتها على رسول هللا صلى هللا عليه وآله وسلم كلها ما فيها حرف نطق ب‬

“Apa yang bisa kau lakukan terhadap 1000 hadits yang telah kupalsukan atas nama Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam. Semua hurufnya telah terucapkan.” Ia menakuti Harun,
kalau dia mati siapa yang bakal menunjukkan hadits-hadits palsu yang telah beredar itu. Karena
dia yang membuat, dia pulalah yang tahu mana ucapan-ucapannya.

Tapi Harun al-Rasyid dtidak menggubris tawarannya. Dengan percaya diri ia menjawab,

‫فأين أنت يا عدو هللا من أبى إسحاق الفزارى وعبد هللا بن المبارك ينخالنها فيخرجانها حرفا حرف‬

“Apakah kau tidak tahu wahai musuh Allah tentang keahlian Abu Ishaq al-Fazari dan Abdullah
bin al-Mubarak? Mereka akan menelitinya dan menilainya huruf per huruf.”

Sanjungan Ulama

Para ulama memuji Khalifah Harun al-Rasyid atas keadilannya dan keshalehannya. Fudhail
bin Iyadh rahimahullah berkata,

‫ما من نفس تموت أشد علي موتا من أمير المؤمنين هارون ولوددت أن هللا زاد من عمري في عمره‬

“Tak ada seorang pun yang kematiannya lebih kutangisi dibanding kematian Amirul Mukminin
Harun. Aku berandai kalau Allah mengambil jatah usiaku untuk ditambahkan pada usianya.”

Murid-murid Fudhail bin Iyadh berkata, “Kami menganggap bahwa ucapan beliau hanya
sanjungan berlebihan terhadap Harun al-Rasyid. Ketika Harun wafat. Kemudian muncullah
fitnah. Khalifah al-Makmun menyebarkan pemahaman khalqul quran di tengah masyarakat.
Kami pun berkata, ‘Guru kita sangat paham terhadap apa yang ia ucapkan’.”

Read more https://kisahmuslim.com/6071-harun-al-rasyid-pemimpin-yang-mencintai-sunnah-


dan-ulama.html
DARI PEMELUK HINDU HINGGA MENJADI PROFESOR HADITS UNIVERSITAS
ISLAM MADINAH
ADMIN · MARCH 4, 2017
19 27.2K 52
Karya legendaris Prof. Dhiyaurrahman Azmi di bidang hadis akan memasukkannya pada level
yang sama dengan para ulama klasik.

Saat ini, kita banyak mendengar kisah orang-orang kembali kepada fitrah mereka, memeluk
Islam. Hal ini patut kita syukuri. Tapi hanya ada beberapa orang yang berasal dari kegelapan
agama leluhur mereka setelah menerima cahaya Islam berhasil menghadirkan pengaruh dan
kontribusi yang luar biasa untuk kemajuan pengetahuan keislaman. Jika kita melihat warisan
hebat yang ditinggalkan oleh mualaf seperti Muhammad Asad, Maryam Jamilah, Dr. Maurice
Bucaille, Muhammad Pickthall, Michael Wolfe, dan Pamela Taylor, pencapaian mereka benar-
benar menakjubkan. Saat ini, ada tokoh yang luar biasa yang mungkin melampaui para
pendahulunya. Ia adalah Prof. Muhammad Dhiya ur-Rahman Azmi. Ia memberi kontribusi
yang sangat besar dalam kajian ilmu hadits. Sebuah pencapaian yang layak dikenang dan
menjadi bagian dari sejarah peradaban Islam.

Islam Tak Mengenal Kasta Sosial

Muhammad Dhiya ur-Rahman Azmi dulu bernama Banke Laal. Lahir tahun 1943 dalam
sebuah keluarga Hindu di desa Bilarya Ganj. Sebuah desa yang terletak di Kecamatan
Azamgarh, India. Saat memeluk Islam usianya 18 tahun. Konsep kesetaraan dan keadilan yang
ditawarkan Islam telah membuatnya terkesan. Menurutnya, hal itu merupakan keistimewaan
dan humanisme yang hanya ada pada Islam. Alasan ini pula yang menyebabkan banyak orang-
orang di anak benua India memeluk Islam. Mereka ingin lepas dari sekat-sekat kasta. Dan
mendapatkan kebebasan bertindak sesuai dengan cita-cita dan kehendak mereka.
Di India ada beberapa organisasi yang memfasilitasi perpindahan agama. Kegiatan organisasi
ini dikenal dengan Ghar Wapsi. Sebuah kegiatan yang difasilitasi organisasi Hindu India untuk
memfasilitasi perpindahan agama seorang non-Hindu ke agama Hindu. Di masyarakat Islam
India, tidak didapatkan aktivitas semacam ini. Tidak ada donasi atau bantuan materi yang
didapat bagi mereka yang baru saja memeluk Islam. Sisi baiknya, seseorang yang memeluk
Islam benar-benar menyambut perintah Allah dan lahir dari niat yang tulus. Jika ingin menjadi
seorang muslim, hal yang harus Anda lakukan adalah memahami pesan hakiki dari Islam itu
sendiri.

Dijauhi Keluarga dan Hijrah Mendalami Islam

Setelah memeluk Islam, kedua orang tua dan keluarga dekatnya memboikot Syaikh
Muhammad Dhiyaurrahman Azmi. Ia pun hijrah ke Pakistan untuk mendalami agama. Ia
belajar agama di Madrasah yang bekerja sama dengan Jamiah Islamiyah. Kemudian
melanjutkan studi S1 di Universitas Islam Madinah (Jamiah Islamiyah Madinah), Arab Saudi.
Di tempat ini, ia menjadi lulusan pertama yang pernah beragama Hindu.

Tidak berhenti hanya di tingkat sarjana, Syaikh Dhiyaurrahman melanjutkan studi pasca
sarjananya (S2) ke King Abdul Aziz University di Mekah, yang kemudian dikenal dengan
Ummul Qura University. Gelar doktornya ia dapatkan dari Universitas al-Azhar, Kairo.

Kepakarannya di bidang hadits adalah sesuatu yang diakui khalayak. Universitas Islam
Madinah mengakuinya dengan mengangkatnya sebagai guru besar (profesor) di Fakultas
Hadits kampus tersebut. Bahkan Kerajaan Arab Saudi sendiri menghadiahinya kewarga-
negaraan Arab Saudi sebagai bentuk terima kasih atas kontribusi yang ia berikan dalam kajian
ilmu hadits.

Syaikh Dhiyaurrahman tidak membatasi aktivitasnya hanya di bidang akademik semata. Ia juga
aktif ambil bagian dalam bidang administratif. Seperti bergabung dengan Liga Muslim Dunia
(Muslim World League) di Mekah. Dan juga menjadi dekan Fakultas Hadits Universitas Islam
Madinah hingga pensiun. Setelah pensiun, ia diangkat menjadi pengajar di Masjid Nabawi oleh
Departemen Urusan Masjid Nabawi pada tahun 2013.

Sumbangan Terhadap Peradaban Islam

Banyak karya tulis telah dibuat oleh Profesor Dhiyaurrahman Azmi. Ia menulis puluhan buku
tentang berbagai topik penting dalam Islam. Tapi yang paling istimewa adalah karya
monumentalnya berupa ensiklopedia hadits. Ia beri judul karyanya itu dengan al-Jami’ al-
Kamil fi al-Hadits ash-Shahih ash-Shamil. Karya istimewanya ini adalah kumpulan hadits-
hadits shahih yang tersebar di berbagai buku-buku klasik.
al-Jami al-Kamil
fi al-Hadits ash-Shahih asy-Syamil, karya monumental Prof. Muhammad Dhiyaurrahman
Azmi
Buku al-Jami’ al-Kamil fi al-Hadits ash-Shahih ash-Shamil terdiri dari 20 jilid lebih buku
tebal. Yang berisi sekitar 16.000 Hadis. Memuat tentang berbagai permasalahan: akidah,
hukum, ibadah, biografi Nabi, fikih, tafsir Alquran, dan masih banyak lagi. Orang-orang akan
mengingat Syaikh Prof Muhammad Dhiyaurrahman Azmi dan berterima kasih padanya atas
usahanya meneliti hadits. Mengumpulkannya sehingga mudah untuk dipelajari dan dibaca para
pecinta hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Usahanya ini menjadi bukti bagaimana ia
meneladani usaha Imam al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Turmudzi, an-Nasai, dan Imam
Malik dalam meneliti dan mengumpulkan hadits.

Karya legendaris lain yang merupakan kesungguhan Prof. Azmi adalah “Encyclopedia of the
Qur’an Glorious” dalam bahasa Hindi. Umat Islam pernah berkuasa selama sekitar 800 tahun
di India, sayangnya tak banyak buku yang tersedia dalam bahasa asli mereka yang menjelaskan
menjelaskan makna Alquran. Memberikan pencerahan tentang nilai-nilai kemanusiaan yang
diberitakan Alquran.

Ensiklopedia unik yang ditulis oleh Prof. Azmi ini, mengeksplorasi lebih dari 600 topik
bahasan. Buku ini merupakan buku pertama (pionir) yang ditulis tentang tema ini dalam bahasa
Hindi. Dalam waktu sangat singkat, buku ini sudah dicetak sebanyak delapan kali di India.
Karena respon umat yang bagus terhadap buku ini, edisi bahasa Urdu dan India pun segera
dicetak pula. Bisa dikatakan, buku ini adalah salah satu buku terbaik dalam kajian Alquran.
Pembahasan diurutkan berdasarkan susunan abjad. Di dalamnya juga dimuat foto dan peta
tempat-tempat yang masyhur.

Penelitiannya dalam menempuh pendidikan juga merupakan penelitian yang menarik. Tesis
Master-nya berjudul Abu Hurairah fi Dhau-i Marwiyatihi: Dirasatun Muqaranatun fi Miati
Haditsin min Marwiyatihi adalah bentuk pembelaan terhadap sahabat Nabi, Abu
Hurairah radhiallahu ‘anhu. Ia membantah tuduhan yang dibuat oleh beberapa orang yang
mempertanyakan keaslian hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Sedangkan
disertasinya adalah penelitian terhadap kitab Aqdhiyatu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam.

Dalam bukunya Dari Ganga ke Zamzam dalam bahasa Urdu, Prof. Azmi menceritakan kisah
keislamannya dan banyaknya kesulitan yang harus ia hadapi. Tentu buku ini juga menarik
untuk dibaca. Kemudian karyanya yang istimewa tentang studi perbandingan agama, Dirasat
al-Yahudiyah wa al-Masihiyah wa al-Adyan al-Hind juga mendapat apresiasi yang tinggi.
Buku ini dijadikan acuan materi pembelajaran tingkat yang lebih tinggi di universitas-
universitas di Arab Saudi. Saat ini, Prof. Azmi terlibat dalam proyek penulisan studi
perbandingan agama Hindu, Budha, Jainisme, dan Sikhisme yang akan segera diterbitkan pula.

Penutup

Tidak ada yang menyangka, seorang anak laki-laki yang terlahir di sebuah keluarga Hindu di
kemudian hari menjadi guru hadits di Universitas Islam Madinah dan pengajar di Masjid
Nabawi. Profesor Azmi merupakan orang yang istimewa. Perjalanannya hidupnya
mengajarkan kita bahwa kehidupan ini bagaikan roda yang berputar. Seseorang bisa di berada
di putaran bawah menghadapi kesulitan. Kemudian berada di bagian atas menikmati
kesuksesan. Seseorang harus berusaha menyelesaikan putaran kesulitan yang ia hadapi sampai
ia berhasil membuktikan kepada dunia -dengan izin Allah-, ia mampu berkontribusi untuk
peradaban.

Kesederhanaan memiliki peran penting dalam pembentukan karakter. Karena kesederhanaan


mampu menahan seorang untuk berbuat yang tidak semestinya ia lakukan. Kesederhanaan juga
menjadi perisai yang menghalangi sifat sombong. Kesederhanaan adalah kunci untuk
kesalehan dan baiknya perbuatan. Kesederhanaan, sopan santun, dan kerendahan hati begitu
tampak pada sosoknya.

Prof. Azmi adalah figur yang membuat kita teringat dengan kebenaran sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‫ف‬
َ ‫ار‬ ُ ‫ار ُه ْم ِفي ْال َجا ِه ِليَّ ِة ِخ َي‬
َ ‫ار ُه ْم ِفي اْ ِإل ْسالَ ِم ِإذَا فَقُ ُهوا َو ْاَل َ ْر َوا ُح ُجنُودٌ ُم َجنَّدَة ٌ َف َما تَ َع‬ َّ ‫ب َو ْال ِف‬
ُ ‫ض ِة ِخ َي‬ ِ ‫اس َم َعا ِدنُ َك َم َعاد ِِن الذَّ َه‬
ُ َّ‫الن‬
‫ف‬ َ ْ ‫ف َو َما تَنَاك ََر ِم ْن َها‬
َ ‫اختَل‬ َ
َ ‫ِم ْن َها ائْتَل‬

“Manusia ibarat barang tambang berharga seperti tambang emas dan perak. Orang yang mulia
pada masa jahiliyah, akan menjadi orang yang mulia juga dalam Islam apabila ia paham agama.
Ruh ibarat pasukan yang dikumpulkan, ia akan bersatu jika serasi dan akan berselisih jika tidak
serasi”. (HR Muslim).

Read more https://kisahmuslim.com/5811-dari-pemeluk-hindu-hingga-menjadi-profesor-


hadits-universitas-islam-madinah.html
SYAIKH MAHMUD KHALIL AL-HUSHARI, IMAM DALAM QIRAAT
ADMIN · MAY 4, 2017
9 10.8K 29
Bagi mereka yang pernah mengikuti kelas tahsin atau tajwid, tentu tidak asing dengan nama
Syaikh Mahmud Khalil al-Hushari. Biasanya guru-guru tahsin merekomendasikan murottal
beliau untuk didengar. Beliau termasuk qari’ (pelantun Alquran) yang paling terkenal. Tidak
hanya di negeri asalnya, Mesir, di Indonesia, suara beliau cukup akrab di telinga masyarakat
nusantara. Saat sore tiba, biasanya masjid-masjid memperdengarkan suara beliau sambil
menunggu adzan maghrib. Meskipun orang tidak tahu siapa pemilik suara fasih dan indah itu.

Beliau disebut-sebut sebagai orang yang paling utama dan paling baik tajwidnya dalam
mentartil kitabullah.

Mengenal Sang Alim

Syaikh Mahmud Khalil al-Hushari dilahirkan di Gaza tepatnya di Desa Syibran Namlah, pada
bulan Dzul Hijjah 1335 H, bertepatan dengan 17 September 1917. Beliau berhasil
menghafalkan 30 juz Alquran saat berusia 8 tahun.

Kemudian Syaikh menempuh pendidikan di Universitas Al-Azhar, Kairo. Di universitas tertua


itu beliau mengambil jurusan Alquran. Hingga berhasil memperoleh ijazah al-Qira-at al-‘Asyr
(qiraat yang sepuluh). Pada tahun 1364 H/1944 M, Syaikh mulai rutin menjadi qari di siaran
Alquran al-Karim di Mesir. Sejak saat itulah, suara indah dan fasihnya dikenal umat Islam di
seluruh tempat.

Pada tahun 1957, ia dipilih menjadi penyeleksi para qari’ di Mesir. Dan tahun 1960, ia diberi
amanah untuk mengoreksi cetakan-cetakan mush-haf Alquran yang ada di Al-Azhar. Beliau
menjalankan tugas tersbut di bawah lembaga Alquran wa al-Hadits bi Jam’i al-Buhuts al-
Islamiyah.

Pada tahun 1960 pula, ia diangkat pula menjadi guru besar para qari’ di Mesir. Di tahun yang
sama, menteri wakaf Mesir, membuat kebijakan dan usaha luar biasa dalam menyebarkan ilmu-
ilmu Alquran. Setahun berikutnya, Syaikh Mahmud Khalil al-Khushari menjadi orang pertama
yang bacaan Alqurannya 30 juz direkam. Selama kurang lebih 10 tahun berikutnya, beliau
menjadi satu-satunya orang yang memiliki rekaman bacaan Alquran. Tidak heran, masjid-
masjid di dunia termasuk Indonesia sangat akrab dengan murottalnya. Setelah itu, beliau pun
rekaman 30 juz Alquran dengan riwayat Warasy ‘an Nafi’. Kemudian Qalun ‘an Nafi’.
Kemudian ad-Dauri ‘an Abi Amr. Hingga sekarang, kaum muslimin masih mendengarkan,
mengambil manfaat dan pelajaran dari warisan kebaikan beliau.

Perjalanan Bersama Alquran

Syaikh Mahmud Khalil al-Hushari mendermakan sebagian usianya untuk berkunjung ke


negeri-negeri Islam. Di sana, beliau memperdengarkan umat kalam Allah Ta’ala. Menyejukkan
telinga-telinga kaum muslimin dengan mendengar ayat dan dzikir. Bisa saja kita katakan, tidak
ada satu pun negeri Islam kecuali telah beliau kunjungi. Beliau berhasil memberikan kesan
yang istimewa. Dan kenangan baik yang diingat. Selain itu, beliau juga mengunjungi beberapa
negeri non Islam. Berdakwah dengan lantunan Alquran di sana.

Tahukah Anda muslim pertama yang melantunkan Alqurand I Kongres Amerika? Syaikh
Mahmud lah orangnya. Beliau diizinkan menunaikan shalat di markas besar PBB. Beliau pula
yang membacakan Alquran di hadapan para raja dan pemimpin dunia ketika beliau berkunjung
ke Inggris. Beliau juga pernah berkunjung ke Indonesia, Filipina, China, India, Singapura, dll.

Puluhan orang di belahan dunia memeluk Islam melalui perantara beliau. Karena apa? Karena
terpengaruh dengan bacaan Alquran yang beliau lantunkan. Saat Syaikh berkunjung ke
Perancis tahun 1965, 10 orang Perancis menyatakan keislaman mereka di hadapan beliau.
Dalam kunjugannya ke Amerika ada 18 orang yang bersyahadat. Dari kalangan pria dan
wanita. Hal ini mengingatkan kita akan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,

َّ ‫س ِم ْعت ُ ُم ْوهُ َي ْق َرأ ُ َح ِس ْبت ُ ُم ْوهُ يَ ْخشَى‬


َ‫َّللا‬ َ ‫ِي إِذَا‬ ِ ‫ص ْوتًا بِ ْالقُ ْر‬
ْ ‫آن الَّذ‬ َ ْ‫إِ َّن ِم ْن أَح‬
ِ َّ‫س ِن الن‬
َ ‫اس‬

“Sesungguhnya di antara orang yang paling bagus suaranya dalam membaca Alquran adalah
orang yang apabila kamu mendengarnya sedang membaca, maka kamu pasti mengiranya
seorang yang takut kepada Allah.” (Hadits Shahih riwayat Ibnul Mubarak. Dimuat oleh Syaikh
al-Albani dalam Sifat Shalat Nabi).

Syaikh Mahmud sering mengikuti pertemuan -dalam bidang qiraat Alquran- di Mesir, dunia
Arab, dan dunia Islam secara umum. Sedangkan di bulan Ramadhan, perjalanan beliau
bertambah sibuk dari bulan-bulan lainnya. Beliau safar ke negeri-negeri Afrika, Arab, dan
Asia, untuk membaca Alquran di sana.
Di tengah-tengah kesibukan dan hafalannya kokoh, Syaikh Mahmud masih sering mengulang-
ulangi hafalan Alqurannya. Baik dengan media mendengar murottal atau langsung membaca
mush-haf Alquran.

Karya Tulis

Keahlian Syaikh Mahmud dalam bidang qiraat terbukti dengan karya-karyanya yang luar biasa.
Di antara karya tulis yang beliau wariskan kepada umat ini adalah sebagai berikut:
1. Ahkamu Qira-atil Quranil Karim,
2. al-Qira-at al-Asyr min Syathibiyah wa ad-Dirrah,
3. Ma’alim al-Ihtida ila Ma’rifati al-Waqf wa al-Ibtida’,
4. al-Fathu al-Kabir fi al-Isti’adzah wa at-Takbir,
5. Ahsanu al-Atsar fi Tarikh al-Qira-at al-Arba’ah ‘Asyar,
6. Ma’a Alquran al-Karim,
7. Qira-at Warasy ‘an Nafi’ al-Madani,
8. Qira-at ad-Dauri ‘an Abi Amr al-Bashari,
9. Nur al-Qalbi fi Qira-at al-Imam Ya’qub,
10. as-Sabil al-Muyassar fi Qira-at al-Imam Abi Ja’far,
11. Husnu al-Musirrah fi al-Jam’ Bayna asy-Syatibiyah wa ad-Dirrah,
12. an-Nahju al-Jadid fi Ilmi at-Tajwid,
13. Rahilati fi al-Islam, dll.

Ayah Yang Perhatian di Tengah Kesibukan

Meskipun aktivitasnya sangat padat sebagai ‘duta Alquran’, Syaikh Mahmud Khalil al-Hushari
tetap menyempatkan duduk bersama anak-anaknya. Menghabiskan waktu bersama mereka
dengan Alquran. Membaca dan menulisnya.

Ia mendidik anaknya dengan mengajarkan agama, khususnya Alquran. Sehingga anak-anaknya


pun berhasil menghafal Alquran pula. Salah seorang anaknya mengatakan, “Sungguh ayah
adalah seorang bapak yang penyayang. Ia sangat-sangat perhatian dengan menghafal Alquran.
Sehingga kami semua bisa menghafal Alquran, alhamdulillah. Setiap hari, ayah memberikan
kami uang sebagai hadiah untuk setiap baris yang kami hafalkan.

Apabila ia menginginkan jumlah lebih dari yang ia targetkan, ia akan bertanya, “Apa lagi yang
kau hafalkan?” Jika anak-anaknya menambahkan setoran, maka ia tambah pula pemberian.
Ayah memiliki falsafah tersendiri dalam hal ini. Ia selalu menekankan untuk menghafal
Alquran yang mulia. Sehingga kami termotivasi dengan berharap ridha Allah kemudian ridha
kedua orang tua. Apa yang ayah lakukan telah membuat anak-anaknya teguh dalam
menghafalkan Alquran.”

Akhir Yang Bahagia

Syaikh Mahmud Khalil al-Hushari telah membangun masyarakat agamis. Ia membangun


Ma’had Azhar dan masjid di kampung halamannya, Syibran Namlah. Ia juga membangun
masjid di Kairo. Dan sebelum wafat mewasiatkan agar sepertiga hartanya diwakafkan untuk
khidmat kepada Alquran.
Syaikh mulai menderita sakit di awal tahun 1980. Saat itu, ia pulang dari Arab Saudi dalam
keadaan sakit -sebagaimana cerita salah seorang anaknya-. Ternyata ia menderita penyakit
liver. Sampai ia harus dirawat di rumah sakit. Kemudian pihak rumah sakit mengizinkannya
pula, sampai kami -anak-anaknya- menyangka bahwa beliau sembuh total. Ternyata, pada hari
Senin tanggal 24 November 1980, setelah shalat isya, beliau wafat.

Rahimahullah rahmatan wasi’atan. Semoga beliau termasuk orang yang disabdakan oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‫آخ ِر آيَ ٍة تَ ْق َر ُؤهَا‬


ِ َ‫ق َو َرتِ ْل َك َما ُك ْنتَ ت ُ َرتِ ُل فِى الدُّ ْنيَا فَإِ َّن َم ْن ِزلَكَ ِع ْند‬ ْ ‫آن ا ْق َرأْ َو‬
ِ َ ‫ارت‬ ِ ‫ب ْالقُ ْر‬
ِ ‫اح‬
ِ ‫ص‬َ ‫يُقَا ُل ِل‬

“Dikatakan kepada orang yang membaca (menghafalkan) Alquran nanti: ‘Bacalah dan naiklah
serta tartillah sebagaimana engkau di dunia mentartilnya. Karena kedudukanmu adalah pada
akhir ayat yang engkau baca (hafal).” (HR. Abu Daud no. 1464 dan Tirmidzi no. 2914, shahih
kata Syaikh Al Albani).

Yang dimaksudkan dengan ‘membaca’ dalam hadits ini adalah menghafalkan Alquran.

Semoga Allah menempatkan beliau di tempat terbaik di surga-Nya

Read more https://kisahmuslim.com/5887-syaikh-mahmud-khalil-al-hushari-imam-dalam-


qiraat.html

BIOGRAFI IBNUL QAYYIM AL-JAUZIYAH


KISAH ISLAM · AUGUST 1, 2013
5 14 36.6K 15
NASAB DAN KELAHIRAN IBNUL QAYYIM AL-JAUZIYAH RAHIMAHULLAH
Beliau adalah Abu Abdillah Syamsuddin Muhammad bin Abu Bakar bin Ayyub bin Sa’ad bin
Hariiz bin Maki Zainuddin az-Zura’I ad-Dimasyqi al-Hanbali. Yang lebih terkenal dengan
panggilan Ibnul Qayyim al-Jauziyah.

Perjalanan beliau dalam Menuntut Ilmu

Ibnul Qayyim rahimahullah tumbuh berkembang di keluar yang dilingkupi dengan ilmu,
keluarga yang religius dan memiliki banyak keutamaan. Ayahanda, Abu Bakar bin Ayyub az-
Zura’i beliau adalah pengasuh di al-Madrasah al-Jauziyah. Disinilah al-Imam Ibnul Qayyim
rahimahullah belajar dalam asuhan dan bimbingan ayahanda beliau dan dalam arahannya yang
ilmiyah dan selamat.

Dalam usia yang relatif beliau, sekitar usia tujuh tahun, Imam Ibnul Qayyim telah memulai
penyimakan hadits dan ilmu-ilmu lainnya di majlis-majlis para syaikh/guru beliau. Pada
jenjang usia ini beliau rahimahullah telah menyimak beberapa juz berkaitan dengan Ta’bir ar-
Ruyaa (Tafsir mimpi) dari syaikh beliau Syihabuddin al-‘Abir. Dan juga beliau telah
mematangkan ilmu Nahwu dan ilmu-ilmu bahasa Arab lainnya pada syaikh beliau Abu al-Fath
al-Ba’labakki, semisal Alfiyah Ibnu Malik dan selainnya.

Beliau juga telah melakukan perjalan ke Makkah dan Madinah selama musim haji. Dan beliau
berdiam di Makkah. Juga beliau mengadakan perjalanan menuju Mesir sebagaimana yang
beliau isyaratkan dalam kitab beliau Hidayah al-Hiyaraa dan pada kitab Ighatsah al-Lahafaan.

Ibnu Rajab mengatakan, “Beliau melakukan beberapa kali haji dan berdiam di Makkah.
Penduduk Makkah senantiasa menyebutkan perihal beliau berupa kesungguhan dalam ibadah
dan banyaknya thawaf yang beliau kerjakan. Hal mana merupakan suatu yang menakjubkan
yang tampak dari diri beliau.” Dan disaat di Makkah inilah beliau menulis kitab beliau Miftaah
Daar as-Sa’adah wa Mansyuur Wilayaah Ahlil-Ilmi wal-Iradah.

Keluasan Ilmu Syaikhul Islam Ibnul Qayyim Dan Pujian Ulama terhadap beliau

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah sangat menonjol dalam ragam ilmu-ilmu islam. Dalam
setiap disiplin ilmu beliau telah memberikan sumbangsih yang sangat besar.
Murid beliau, al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali, mengatakan, “Beliau menyadur fiqh dalam
mazhab Imam Ahmad, dan beliau menjadi seorang yang menonjol dalam mazhab dan sebagai
seorang ahli fatwa. Beliau menyertai Syaikhul Islam Taqiyuddin dan menimba ilmu darinya.
Beliau telah menunjukkan kemahiran beliau dalama banyak ilmu-ilmu Islam. Beliau seorang
yang mengerti perihal ilmu Tafsir yang tidak ada bandingannya. Dalam ilmu Ushul Fiqh, beliau
telah mencapai puncaknya. Demikian pula dalam ilmu hadits dan kandungannya serta fiqh
hadits, segala detail inferensi dalil, tidak ada yang menyamai beliau dlam hal itu. Sementara
dalam bidang ilmu Fiqh dan ushul Fiqh serta bahasa Arab, beliau memiliki jangkauan
pengetahuan yang luas. Beliau juga mempelajari ilmu Kalam dan Nahwu serta ilmu-ilmu
lainnya. Beliau seorang yang alim dalam ilmu suluk serta mengerti secara mendalam perkataan
dan isyarat-isyarat ahli tasawuf serta hal-hal spesifik mereka. Beliau dalam dalam semua
bidang keilmuan ini memiliki jangkauan yang luas.”

Murid beliau yang lain, yakni al-Hafizh al-Mufassir Ibnu Katsir mengatakan, “Beliau
menyimak hadits dan menyibukkan diri dalam ilmu hadits. Dan beliau menunjukkan
kematangan dalam banyak ragam ilmu Islam terlebih dalam ilmu Tafsir, hadits dan Ushul Fiqh
serta Qawa`id Fiqh. Ketika Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah kembali ke negeri Mesir, beliau lalu
mulazamah kepadanya hngga Syaikhul islam wafat. Beliau menimba ilmu yang sangat banyak
darinya disertai dengan kesibukan beliau dalam hal ilmu sebelumnya. Akhirnya beliau adalah
yang paling diunggulkan dalam banyak ilmu-ilmu Islam, …”

Adz-Dzahabi berkata, “Beliau telah memberikan perhatian pada ilmu hadits, matan maupun
tentang hal ihwal perawinya. Dan beliau juga berkecimpung dalam ilmu fiqh, dan
membaguskan penempatannya, …”
Ibnu Nashiruddin ad-Dimasyqi berkata, “Beliau menguasai banyak ilmu-ilmu Islam telebih
dalam ilmu tafsir, ushul baik berupa inferensi zhahir maupun yang tersirat (mafhum).”

Al-‘Allamah ash-Shafadi mengatakan, “Beliau sangat menyibukkan diri dengan ilmu dan
dalam dialog. Juga bersungguh-sungguh dan terfokuskan dalam menuntut ilmu. Beliau telah
menulis banyak karya ilmiyah dan menjadi salah seorang dari imam-imam terkemuka dalam
ilmu tafsir, hadits, ushul fiqh maupun ushul ilmu kalam, cabang-cabang ilmu bahasa Arab.
Syaikhul islam Ibnu Taimiyah tidaklah meninggalkan seorang murid yang semisal
dengannya.”

Pujian juga datang dari banyak ulama besar lainnya, semisal dari imam al-‘Allamah Ibnu
Taghribardi, al-‘Allamah al-Miqriizi, al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalaani, al-Imam asy-Suyuthi,
al-‘allamah asy-Syaukani dan selainnya.

Guru-guru beliau

Berikut ini adalah nama-nama masyaikh/guru-guru beliau yang terkenal,

1. Ayahanda beliau yaitu Abu Bakar bin Ayyub bin Sa’ad az-Zura’I ad-Dimasyqi. Dimana
Ibnul Qayyim menyadur ilmu Faraidh dari beliau.
2. Abu Bakar bin Zainuddin Ahmad bin Abdu ad-Daa`im bin Ni’mah an-Naabilisi ash-
Shalihi. Beliau dijuluki al-Muhtaal. (wafat 718 H)
3. Syaikhul Islam Taqiyuddin Abu al-‘Abbas Ahmad bin Abdul Halim bin Abdissalam
bin Abil-Qasim bin Taimiyah al-Harrani ad-Dimasyqi al-Hanbali. (wafat 728 H).
Beliau adalah guru Ibnul Qayyim yang paling populer, dimana Ibnul Qayyim
rahimahullah mulazamah dalam banyak bidang-bidang keilmuan darinya.
4. Abu al-‘Abbas Ahmad bin Abdurrahman bin Abdul Mun’im bin Ni’mah Syihabuddin
an-Nabilisi al-Hanbali. 9wafat 697 H).
5. Syamsuddin abu Nashr Muhammad bin ‘Imaduddin Abu al-Fadhl Muhammad bin
Syamsuddin Abu Nashr Muhammad bin Hibatullah al-Farisi ad-Dimasyqi al-Mizzi.
(wafat 723 H)
6. Majduddin Abu Bakar bin Muhammad bin Qasim al-Murasi at-Tuunisi. 9wafat 718 H)
7. Abu al-Fida` Ismail bin Muhammad bin Ismail bin al-Farra` al-Harrani ad-Dimasyqi,
syaikhul Hanabilah di Damaskus. (wafat 729 H)
8. Shadruddin Abu al-Fida` Ismail bin Yusuf bin Maktum bin Ahmad al-Qaisi as-Suwaidi
ad-Dimasyqi (wafat 716 H)
9. Zainuddin Ayyub bin Ni’mah bin Muhammad bin Ni’mah an-Naabilisi ad-Dimasyqi
al-Kahhaal. (wafat 730 H).
10. Taqiyuddin Abu al-Fadhl Sulaiman bin Hamzah bin Ahmad bin Umar bin qudamah al-
Maqdisi ash-Shalihi al-Hanbali. (wafat 715 H).
11. Syarafuddin Abdullah bin Abdul Halim bin Taimiyah al-Harrani ad-Dimasyqi, saudara
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. (wafat 727 H).
12. ‘Alauddin Ali bin al-Muzhaffar bin Ibrahim Abul hasan al-Kindi al-Iskandari ad-
Dimasyqi. (wafat 716 H)
13. Syarafuddin Isa bin Abdurrahman bin Ma’aali bin Ahmad al-Mutha’im Abu
Muhammad al-Maqdisi ash-Shalihi al-hanbali. (wafat 717 H)
14. Fathimah binti asy-Syaikh Ibrahim bin Mahmud bin Jauhar al-Ba’labakki. (wafat 711
H).
15. Baha`uddin Abul al-Qasim al-Qasim bin asy-Syaikh Badruddin Abu Ghalib al-
Muzhaffar bin Najmuddin bin Abu ats-Tsanaa` Mahmud bin Asakir ad-Dimasyqi.
(wafat 723 H).
16. Qadhi Qudhaat Badruddin Muhammad bin Ibrahim bin Sa’adullah bin Jama`ah al-
Kinaani al-Hamawi asy-Syafi’i. (wafat 733 H).
17. Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Abu al-Fath bin Abu al-Fadhl al-Ba’labakki
al-Hanbali. (wafat 709 H)
18. Shafiyuddin Muhammad bin Abdurrahim bin Muhammad al-Armawi asy-Syafi’I al-
Mutakallim al-Ushuli, Abu Abdillah al-Hindi. (wafat 715)
19. Al-Hafizh Yusuf bin Zakiyuddin Abdurrahman bin Yusuf bin Ali al-Halabi al-Mizzi
ad-Dimasyqi. (wafat 742 h).

Murid-murid beliau

Ketenaran al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah serta kedudukan ilmiyah beliau yang tinggi
menjadikan banyak klangan ulama terkenal yang mengagungkan dan berguru kepada beliau.
Demikian banyak ulama dan selain mereka yang mengambil ilmu dan berdesakan di majlis
Ibnul Qayyim rahimahullah. Dari mereka yang menimba ilmu dari Ibnul Qayyim, bermunculan
para pakar dibidang ilmu tertentu. Diantara murid-murid beliau,

1. Anak beliau Burhanuddin bin al-Imam Ibnul Qayyim.


2. Anak beliau Jamaluddin bin al-Imam Ibnul Qayyim.
3. Al-Hafizh al-Mufassir Abu al-Fida` Ismail bin Umar bin Katsir al-Qaisi ad-Dimasyqi.
4. Al-Hafizh Zainuddin Abdurrahman bin Ahmad bin Rajab al-Hasani al-Baghdadi al-
Habali.
5. Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abdul hadi bin Yusuf bin
Qudamah al-Maqdisi ash-Shalihi.
6. Syamsuddin Abu Abdullah Muhammad bin Abdul Qadir bin Muhyiddin Utsman al-
Ja’fari an-Naabilisi al-Hanbali.
7. Dan lain sebagainya.

Kepribadian Syaikhul Islam Ibnul Qayyim

Syaikhul Islam Ibnul Qayyim rahimahullah, selain dikenal dengan keluasan ilmu dan
pengetahuan beliau akan ilmu-ilmu Islam, beliau juga seorang yang tidak melupakan hubungan
beliau dengan penciptanya. Adalah beliau seorang yang dikenal dengan sifat-sifat mulia, baik
dalam ibadah maupun akhlak dan prilaku beliau. Beliau adalah seorang yang senantiasa
menjaga peribadatan dan kekhusyu’an dalam ibadah. Selalu berinabah dan menundukkan hati
kepada-Nya. Seluruh waktu beliau habis tercurah untuk wirid, dzikir dan ibadah. Beliau juga
seorang yang dikenal dengan banyaknya tahajjud, sifat wara`, zuhud, muraqabah kepada Allah
dan segala bentuk amal-amal ibadah lainnya. Kitab-kitab beliau semisal Miftaah Daar as-
Sa’adah, Madaarij as-Salikin, al-Fawaa`id, Ighatsah al-ahafaah, thariiq al-Hijratain dan
selainnya adalah bukti akan keutamaan beliau dalam hal ini.

Al-Hafizh Ibnu Rajab al-hanbali berkata, “Adalah beliau seorang yang selalu menjaga ibadah
dan tahajjud. Beliau seringkali memanjangkan shalat hingga batas yang lama, mendesah dan
berdesis dalam dzikir, hati beliau diliputi rasa cinta kepada-Nya, senantiasa ber-inabah dan
memohon ampunan dari-Nya, berserah diri hanya kepada Allah, … tidaklah saya pernah
melihat yang semisal beliau dalam hal itu, dan juga saya belum pernah melihat seseorang yang
lebih luas wawasan keilmuan dan pengetahuan akan kandungan makna-makna al-qur`an dan
as-Sunnah serta hakikat kimanan dari pada beliau. Beliau tidaklah ma’shum, akan tetapi saya
belum melihat semisal beliau dalam makna tersebut.”

Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata, menyifati panjangnya shalat beliau, “Saya tidak mengetahui
seorang alim di muka bumi ini pada zaman kami yang lebih banyak ibadahnya dibandingkan
dengan beliau. Beliau sangatlah memanjangkan shalat, melamakan ruku’ dan sujud, …”

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata menyifati diri beliau, “Beliau rahimahullah, biasanya setelah
mengerjakan shalat shubuh duduk ditempat beliau berdzikir kepada Allah hingga hari telah
meninggi.”
Dan adalah beliau –Ibnul Qayyim- berkata, “Dengan kesabaran dan kemiskinan akan teraih
kepemimpinan dalam hal agama.”
Dan beliau juga berkata, “Haruslah bagi seorang yang meniti jalan hidayah memiliki kemauan
kuat yang akan mendorongnya dan mengangkatnya serta ilmu yang akan menjadikannya
mengerti/yakin dan memberinya hidayah/petunjuk.”

Sementara akhlak dan kepribadian beliau dalam mu’amalah, sebagaimana yang disampaikan
oleh al-Hafizh Ibnu Katsir, “Beliau seorang yang sangat indah bacaan al-qur`an-nya serta
akhlak yang terpuji. Sangat penyayang, tidak sekalipun bliau hasad kepada seseorang dan tidka
juga menyakitinya. Beliau tidak pernah mencerca dan berlaku dengki kepada siapapun juga.
Saya sendiri adalah orang yang paling dekat dan paling mencintai beliau.”
Beliau juga mengatakan, “Dan sebagian besa ryang tampak pada diri beliau adalah keaikan dan
akhlak yang shalih.”

Karya Ilmiah beliau


Karya ilmiyah syaikhul islam Ibnul Qayyim sangatlah banyak dan dalam berbagai jenis disiplin
keilmuan. Asy-Syaikh al-‘Allamah Bakr bin Abu Zaid mengumpulkan karya ilmiyah beliau
dan mencapai 96 judul, diantaranya yang populer,

1. Kitab Zaad al-Ma’ad al-hadyu ilaa Sabiil ar-Rasyaad.


2. A’laam al-Muwaqqi’in ‘an Rabbil ‘alamiin.
3. Ahkaam Ahli adz-Dzimmah.
4. Madaarij as-Saalikin.
5. Tuhfah al-Maudud bi-Ahkaam al-mauluud.
6. Ath-Thuruq al-Hukmiyah fii as-Siyasah asy-Syar’iyah.
7. Ighatsah al-Lahafaan.
8. Ash-Shawaa`iq al-Mursalah ‘ala al-Jahmiyah wal-Mu’aththilah.
9. Al-Furusiyah.
10. Ash-shalah wa Hukmu Taarikihaa.
11. Ijtima’ al-Juyusy al-Islamiyah ‘ala Ghazwi al-Mu’aththliah wal-Jahmiyah.
12. Syifa`u al-‘alil fii Masaa`il al-Qadha` wal-Qadar wal-Hikmah wat-Ta’liil.
13. Al-Kafiyah asy-Syafiyah fii al-Intishar lil-Firqah an-Najiyah.
14. ‘Iddah ash-Shabirina wa Dzakhirah asy-Syakirin.
15. Ad-Daa`u wad-Dawaa’u
16. Bada’I al-Fawaa`id.
17. Al-Fawaa`id
18. Miftaah Daar as-Sa’adah
19. Al-Manaar al-Muniif fii ash-Shahih wadh-Dha’if.
20. Tahdzib Sunan Abi Dawud wa iidhah Muskilaatihi wa ‘Ilalihi.
21. Hidayah al-Hiyaara fii Ajwibah al-Yahuud wan-Nashaara.
22. Dan masih banyak lagi lainnya.

Wafat beliau

Beliau wafat pada malam kamis pada tanggal tiga belas Rajab pada sat adzan isya tahun 751
H. Dimana beliau telah memasuki usia enam puluh tanuh. Dan beliau dishalatkan pada
keesokan harinya di masjid jami’ al-Umawi setelah shalat dhuhur. Dan beliau dimakamkan di
pemakaman al-Bab ash-shaghir disambing makam ibnuda beliau. Pemakaman beliau turut
dipersaksikan oleh para qadhi, kaum terkemuka, tokoh-tokoh agama dan pemerintahan serta
orang-orang yang shalih dan khalayak ramai. Semoga Allah merahmati beliau dan
melapangkan kediaman beliau dialam berikutnya

Read more https://kisahmuslim.com/3588-biografi-ibnul-qayyim-al-jauziyah.html

SYAIKH ABDUL MUHSIN AL-ABBAD: AHLI HADITS MADINAH ABAD INI


KISAHMUSLIM.COM · JULY 14, 2011
2 3 4.6K 1
Beliau adalah al-Allamah al-Muhaddits al-Faqih az-Zahid al-Wara’ asy-Syaikh Abdul Muhsin
bin Hammad al-’Abbad al-Badr -semoga Allah memelihara beliau dan memperpanjang usia
beliau dalam ketaatan kepada-Nya dan memberkahi amal dan lisan beliau-, dan kami tidak
mensucikan seorangpun di hadapan Allah Azza wa Jalla. Beliau lahir di ‘Zulfa’ (300 km dari
utara Riyadh) pada 3 Ramadhan tahun 1353H. Beliau adalah salah seorang pengajar di Masjid
Nabawi yang mengajarkan kitab-kitab hadits seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan
Abu Dawud dan saat ini beliau masih memberikan pelajaran Sunan Turmudzi. Beliau adalah
seorang ‘Alim Rabbaniy dan pernah menjabat sebagai wakil mudir (rektor) Universitas Islam
Madinah yang waktu itu rektornya adalah al-Imam Abdul Aziz bin Bazz -rahimahullahu-.

Beliau sangat dekat dengan al-Imam al-Allamah Abdul Aziz bin Bazz –rahimahullahu-,
bahkan karena kedekatan beliau dengan al-Imam, ketika Imam Bin Bazz tidak ada (tidak
hadir), maka Syaikh Abdul Muhsinlah yang menggantikan beliau, sehingga tak heran jika ada
yang mengatakan bahwa Universitas Islam Madinah dulu adalah universitasnya Bin Bazz dan
Abdul Muhsin.

Semenjak kecil beliau telah biasa berkutat dengan ilmu, sehingga ketika beliau telah menginjak
dewasa, tampak pada beliau perangai dan skill sebagai seorang muhadits yang ulung, yang
sering dirujuk oleh masyaikh dan thullabul ilmi lainnya. Kedekatan beliau dengan masyaikh
kibar telah mengukir keilmuan beliau hingga saat ini, dimana usia beliau saat ini kurang lebih
73 tahun dan beliau masih sanggup untuk memberikan muhadharah dan nasihat dan
menyampaikan pelajaran hadits (terutama Sunan Abi Dawud) baik riwayah maupun dirayah.
Beliau juga masih menjadi dosen di Universitas Islam Madinah dengan izin khusus kerajaan
yang mana hal ini menunjukkan kesungguhan beliau dalam berdakwah dan menuntun umat ke
jalan yang lurus dan benar.

Di antara guru-guru beliau adalah :

al-Allamah asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim –rahimahullahu–


al-Allamah Abdullah bin Abdurrahman al-Ghaits –rahimahullahu–
al-Allamah asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz –rahimahullahu–
al-Allamah asy-Syaikh Muhammad Amin asy-Syinqithy –rahimahullahu–
al-Allamah asy-Syaikh Abdurrahman al-Afriqy –rahimahullahu–
al-Allamah asy-Syaikh Abdur Razaq Afifi –rahimahullahu–
al-Allamah asy-Syaikh Umar Falatah –rahimahullahu-
dan masih banyak lagi. Yang disebutkan di atas adalah guru-guru beliau yang paling
mempengaruhi diri beliau.

Beliau memiliki putra yang juga ‘alim yang bernama Syaikh Abdur Razaq bin Abdul Muhsin
al-Abbad, yang produktif dan cemerlang. Beliau memiliki banyak murid, di antaranya adalah:

Syaikh al-Allamah Rabi’ bin Hadi al-Madkhaly


Syaikh al-Allamah Ubaid al-Jabiry
Syaikh al-Allamah Abdul Malik Ramadhani al-Jazairy
Syaikh al-Allamah Sulaiman ar-Ruhaily
Syaikh al-Allamah Ibrahim ar-Ruhaily
Dan masih banyak lagi.

Read more https://kisahmuslim.com/1186-biografi-syaikh-abdul-muhsin-al-abbad-ulama-


besar-madinah-abad-ini.html

SYAIKH SU’UD ASY-SYURAIM, IMAM BESAR MASJIDIL HARAM


KISAHMUSLIM.COM · MARCH 30, 2011
1 2 5.3K 2
“Tidaklah seseorang dikatakan sebagai orang yang termasuk pecinta dan pendengar setia Al-
Qur’an Al-Karim, apabila ia tidak mengenal ‘Imam Besar Masjid al-Haram’, atau tidak
mengenal suaranya di antara ratusan suara para imam yang ada… walaupun baik, indah dan
istimewa suara mereka….
Tidak lain karena bacaan Syaikh Su’ud asy-Syuraim, memiliki khas tersendiri bagi kaum
muslimin di timur ataupun barat…. “

Beliau adalah termasuk salah satu imam, qari’ dan khatib Masjidil Haram yang populer lagi
masyhur yang memiliki kedudukan tinggi dan didengar (nasihatnya) dikalangan masyarakat
muslim. Kedudukan seperti itu merupakan kehormatan istimewa bagi imam-imam Masjidil
Haram.

Kelahiran Beliau

Beliau adalah ‘Su’ud bin Ibrahim bin Muhammad Alu Syuraim’ dari Qahthan, sebuah kabilah
yang berada di kota Syaqraa’ di daerah Najed, Saudi Arabia. Beliau dilahirkan di kota Riyadh
pada tahun 1386 H.

Perjalanan Ilmiyah Beliau

Beliau belajar di Madrasah ‘Urain ketika di tingkat ibtidaiyah, dan tingkat mutawasithah di
Madrasah An-Namudzajiyah, kemudian tingkat tsanawiyah di ‘Al-Yarmuk asy-Syamilah, dan
selesai dari Madrasah tersebut tahun 1404 H. kemudian melanjutkan di kuliah Ushuluddin di
Universitas Muhammad Ibnu Su’ud Al-Islamiyah di Riyadh jurusan Aqidah dan al-Madzhab
al-Mu’shirah, selesai tahun 1409 H. kemudian beliau melanjutkan ke tingkat Megester tahun
1410 H. di Ma’had al-Ali lil Qadha’ selesai tahun 1413 H.

Guru-Guru (Masyayikh) Beliau

Syaikh Su’ud Asy-Syuraim juga belajar khusus (talaqqi) kepada para masyayikh terkemuka
di halaqah-halaqah mereka, diantaranya:

* Syaikh al-Allamah Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah,


berbagai matan kitab ketika halaqah ba’da subuh di Masjid Jami’ Al-Kabir Riyadh.
* Syaikh al-Allamah Abdullah bin Abdurrahman bin Jibriin rahimahullah, dengan
kitab Manarus Sabiil tentang fiqh, Al-I’tisham karya Imam Asy-Syathibi, Lum’atul I’tiqad,
karya Ibnu Quddamah, kitab at-Tauhid karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, dan Fiqh
al-Ahwaal asy-Syakhshiyyah di Ma’had ‘Ali lil Qadhaa’ ketika beliau mengambil magester.
* Beliau juga membaca kitab Hasyiah ar-Raudh al-Murbi tentang fiqh madzhab Hambali,
dan Tafsir Ibnu Katsir’ dihadapan Syaikh al-Faqiih Abdullah bin Abdul Aziz bin ‘Aqiil (agar
beliau menyimaknya).
* Demikian pula beliau juga talaqqi kepada Syaikh Abdurrahman al-Barrak, dengan
kitab Ath-Thahawiyah, dan At-Tadmuriyah.
* Kepada Syaikh Abdul Aziz ar-Rajihi, tentang Syarh kitab Ath-Thahawiyah.
* Kepada Syaikh Fahd al-Humain, juga tentang Syarh kitab Ath-Thahawiyah.
* Syaikh Abdullah al-Ghudyan (anggota Hai’ah Kibaril Ulama) tentang ‘al-Qawaid al-
Fiqhiyah, kitab al-Furuuq, ketika masih belajar di Ma’had ‘Ali lil Qadaa’.
* Dan Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan (anggota Hai’ah Kibaril Ulama), tentang fiqh
albuyu’ (jual beli) ketika masih belajar di Ma’had ‘Ali lil Qadaa’.
Pintu yang Terbuka dan Lapang Dada

Sudah masyhur bahwa Syaikh Su’ud Asy-Syuraim adalah seorang qari’ yang mutqin
terhadap al-Qur’an al-Karim, yang mana hal itu disaksikan oleh setiap yang shalat dibelakang
beliau, beliau juga dikenal sebagai orang yang betul-betul menuangkan seluruh waktunya
ketika masih muda hanya untuk menghafal dan menjaga al-Qur’an. Sampai-sampai beliau hafal
surat an-Nisaa’ ketika beliau menunggu dilampu merah.

Demikian pula siapa saja dapat menemui beliau dengan mudah untuk bertanya atau meminta
fatwa darinya, yaitu dengan memasuki ruanganya di Masjidil Haram setelah shalat dzuhur.
Maka, akan didapati penyambutan beliau yang begitu lapang dada, penuh perhatian, dan
jawaban yang menenangkan hati.

Sekilas Tentang Beliau

* Pada tahun 1412 H. datanglah intruksi Khadimul Haramain yang menunjuk beliau
sebagai imam, khatib di Masjidil Haram.
* Dan pada tahun 1413 H. beliau ditunjuk oleh raja untuk menjabat sebagai Qadhi di al-
Mahkamah al-Kubra di Makkah al-Mukarramah.
* Pada tahun 1416 H. beliau meluangkan waktunya untuk melanjutkan pendidikannya di
Universitas Ummul Qura untuk jenjang Dukturah (Doktor), dan beliau mendapatkan
nilai Mumtaz (istimewa/ summacumlaude) dengan disertasi yang berjudul Al-Masalik fi al-
Manasik Makhzduzdun fi al-Fiqh al-Muqarin lil Kirmani”… dan musyrif pada disertasinya
tersebut adalah Syaikh Abdul Aziz Alu asy-Syaikh Mufti ‘Aam Kerajaan Saudi Arabia dan
ketua Hai’ah Kibaril Ulama.
* Dan pada tahun 1414 H. dikeluarkan kesepakatan dengan menugaskan beliau untuk
mengajar di Masjidil Haram.

Karya Beliau

Beliau memiliki banyak karya tulis diantaranya :

* Kaifiyah Tsubutin Nasab


* Karamaatul Anbiyaa’
* Al-Mahdi al-Muntazhar ‘Inda Ahlis Sunnah Wal Jama’ah,
* Al-Minhaaj Lil ‘Umrah wal Hajj,
* Wamiidhun Min Al-Haram (Majmu’atu Khuthab),
* Khalish al-Jimaan Tahzdib Manasik al-Hajj min Adhwaa’il Bayaan
* Ushulul Fiqh Su’aal wa Jawaab,
* At-Tuhfah al-Makkiyah Syarh Ha’inah Ibn Abi Dawud al-‘Aqdiyyah
* Dan Hasyiah ‘Ala Laamiyah Ibn al-Qayyim.

Sumber : A’immatul Masjid al-Haram wa Mu’adzdzinuuh, karya Abdullah Az-Zahraani


[alsofwah.or.id]
Artikel www.KisahMuslim.com
Read more https://kisahmuslim.com/447-syaikh-suud-asy-syuraim-imam-besar-masjidil-
haram.html
BIOGRAFI IMAM ABU HANIFAH
ADMIN · APRIL 20, 2014
3 20 83K 26

Semakin jauh dari masa Rasulullah dan semakin luas daerah-daerah yang mengenal Islam,
semakin luas pula perkembangan ilmu keislaman. Perkembangan di sini diartikan dalam hal
yang positif bukan perkembangan yang keluar dari garis besar tuntunan Islam. Misalnya,
dahulu di zaman Rasulullah dan sahabatnya, huruf-huruf Alquran ditulis dengan tanpa
menggunakan harokat dan tanda titik. Setelah orang-orang non-Arab mengenal Islam,
penulisan huruf-huruf Alquran lebih disederhanakan dengan menambahkan titik pada huruf-
huruf yang hampir sama, lalu di masa berikutnya ditambahkan harokat. Yang demikian
dimaksudkan agar orang-orang non-Arab mudah membacanya.

Demikian juga dalam permasalahan agama secara umum, para sahabat dimudahkan dalam
memahami Islam karena mereka bisa bertanya langsung dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan para tabi’in bisa bertanya kepada para sahabat. Adapun orang-orang setelah
mereka, dengan penyebaran Islam yang luas membutuhkan penyederhanaan yang lebih mudah
dipahami oleh akal pikiran mereka. Orang pertama yang melakukan usaha besar
menyederhanakan permasalahan ini adalah seorang imam besar yang kita kenal dengan Imam
Abu Hanifah rahimahullah. Beliau menyusun kajian fikih dan mengembangkannya demi
kemudahan umat Islam.

Kelahiran dan Masa Kecilnya

Sebagaimana orang-orang lebih mengenal Imam Syafii daripada nama aslinya yaitu
Muhammad bin Idris, jarang juga orang yang tahu bahwa nama Imam Abu Hanifah adalah
Nu’man bin Tsabit bin Marzuban, kun-yahnya Abu Hanifah. Ia adalah putra dari keluarga
Persia (bukan orang Arab). Asalnya dari Kota Kabul (ibu kota Afganistan sekarang).
Kakeknya, Marzuban, memeluk Islam di masa Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu, lalu hijrah
dan menetap di Kufah.

Imam Abu Hanifah dilahirkan di Kufah pada tahun 699 M. Ayahnya, Tsabit, adalah seorang
pebisnis yang sukses di Kota Kufah, tidak heran kita mengenal Imam Abu Hanifah sebagai
seorang pebisnis yang sukses pula mengikuti jejak sang ayah. Jadi, beliau tumbuh di dalam
keluarga yang shaleh dan kaya. Di tengah tekanan peraturan yang represif yang diterapkan
gubernur Irak Hajjaj bin Yusuf, Imam Abu Hanifah tetap menjalankan bisnisnya menjual sutra
dan pakaian-pakaian lainnya sambil mempelajari ilmu agama.

Memulai Belajar

Sebagaimana kebiasaan orang-orang shaleh lainnya, Abu Hanifah juga telah menghafal
Alquran sedari kecil. Di masa remaja, Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit mulai menekuni
belajar agama dari ulama-ulama terkemuka di Kota Kufah. Ia sempat berjumpa dengan
sembilan atau sepuluh orang sahabat Nabi semisal Anas bin Malik, Sahl bin Sa’d, Jabir bin
Abdullah, dll.

Saat berusia 16 tahun, Abu Hanifah pergi dari Kufah menuju Mekah untuk menunaikan ibadah
haji dan berziarah ke kota Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Madinah al-Munawwaroh.
Dalam perjalanan ini, ia berguru kepada tokoh tabi’in, Atha bin Abi Rabah, yang merupakan
ulama terbaik di kota Mekah.

Jumlah guru Imam Abu Hanifah adalah sebanyak 4000 orang guru. Di antaranya 7 orang dari
sahabat Nabi, 93 orang dari kalangan tabi’in, dan sisanya dari kalangan tabi’ at-tabi’in. Jumlah
guru yang demikian banyak tidaklah membuat kita heran karena beliau banyak menempuh
perjalanan dan berkunjung ke berbagai kota demi memperoleh ilmu agama. Beliau menunaikan
haji sebanyak 55 kali, pada musim haji para ulama berkumpul di Masjidil Haram menunaikan
haji atau untuk berdakwah kepada kaum muslimin yang datang dari berbagai penjuru negeri.

Seorang Ulama Berpengaruh

Imam Abu Hanifah menciptakan suatu metode dalam berijtihad dengan cara melemparkan
suatu permasalahan dalam suatu forum, kemudian ia mengungkapkan pendapatnya beserta
argumentasinya. Imam Abu Hanifah akan membela pendapatnya di forum tersebut dengan
menggunakan dalil dari Alquran dan sunnah ataupun dengan logikanya. Diskusi bisa
berlangsung seharian dalam menuntaskan suatu permasalahan. Inilah metode Imam Abu
Hanifah yang dikenal dengan metode yang sangat mengoptimalkan logika.

Metode ini dianggap sangat efektif untuk merangsang logika para murid Imam Abu Hanifah
sehingga mereka terbiasa berijtihad. Para murid juga melihat begitu cerdasnya Imam Abu
Hanifah dan keutamaan ilmu beliau. Dari majlis beliau lahirlah ulama-ulama besar semisal Abu
Yusuf, Muhammad asy-Syaibani, az-Zuffar, dll. dan majlis beliau menjadi sebuah metode
dalam kerangka ilmu fikih yang dikenal dengan Madzhab Hanafi dan membuah sebuah kitab
yang istimewa, al-Fiqh al-Akbar.

Imam Abu Hanifah beberapa kali ditawari untuk memegang jabatan menjadi seorang hakim di
Kufa, namun tawaran tersebut senantiasa beliau tolak. Hal inilah di antara yang menyebabkan
beliau dipenjara oleh otoritas Umayyah dan Abbasiah.

Wafatnya
Imam Abu Hanifah wafat di Kota Baghdad pada tahun 150 H/767 M. Imam Ibnu Katsir
mengatakan, “6 kelompok besar Penduduk Baghdad menyolatkan jenazah beliau secara
bergantian. Hal itu dikarenakan banyaknya orang yang hendak menyolatkan jenazah beliau.”

Di masa Turki Utsmani, sebuah masjid di Baghdad yang dirancang oleh Mimar
Sinan didedikasikan untuk beliau. Masjid tersebut dinamai Masjid Imam Abu Hanifah.

Sepeninggal beliau, madzhab fikihnya tidak redup dan terus dipakai oleh umat Islam, bahkan
menjadi madzhab resmi beberapa kerajaan Islam seperti Daulah Abbasiyah, Mughal, dan Turki
Utsmani. Saat ini madzhab beliau banyak dipakai di daerah Turki, Suriah, Irak, Balkan, Mesir,
dan India.

Peta penyebaran madzhab Imam yang empat.


Sumber:
– Islamstory.com
– Lostislamichistory.com

Read more https://kisahmuslim.com/4365-biografi-imam-abu-hanifah.html


KECERDASAN IMAM ASY-SYAFI’I
KISAHMUSLIM.COM · MARCH 28, 2011
1 8 31.9K 28

Di bawah ini adalah beberapa riwayat yang menunjukkan kecerdasan Imam Asy-
Syafi’i rahimahullah yang sangat di sanjung oleh para ulama yang lainnya.

Dari Ubaid bin Muhammad bin Khalaf Al-Bazzar, dia berkata, “Ketika Abu Tsaur ditanya
tentang siapa yang lebih pandai antara Imam Asy-Syafi’i dan Muhammad bin Al-Hasan, maka
ia menjawab bahwa Imam Asy-Syafi’i lebih pandai dari pada Muhammad, Abu Yusuf, Abu
Hanifah, Hammad, Ibrahim, Al-Qamah dan Al-Aswad.

Ahmad bin Yahya memberitahukan bahwa Al-Humaidi berkata, “Aku telah mendengar dari
Sayyid Al-Fuqaha’, yaitu Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i.”

Sedang Ar-Rabi’ berkata, “Aku pernah mendengar Al-Humaidi dari Muslim bin Khalid, ia
berkata kepada Imam Asy-Syafi’i, ‘Wahai Abu Abdillah, berfatwalah. Aku bersumpah demi
Allah, sesungguhnya kamu sekarang sudah berhak mengeluarkan fatwa.’ Padahal Imam Asy-
Syafi’i pada saat itu baru berusia lima belas tahun.”

Dari Harmalah bin Yahya, ia berkata, “Aku telah mendengar Imam Asy-Syafi’i ditanya tentang
seorang suami yang berkata kepada isterinya yang pada saat itu dimulutnya terdapat sebiji
kurma, ‘Jika kamu makan korma itu, maka kamu aku talak (cerai), dan apabila kamu
memuntahkannya, maka kamu juga aku talak (cerai),’ maka Imam Syafi’i menjawab, ‘Makan
separuh dan muntahkanlah separuhnya.’”

Al-Muzni berkata, “Ketika Imam Asy-Syafi’i ditanya tentang burung unta yang menelan
mutiara milik orang lain, maka dia menjawab, ‘Aku tidak menyuruhnya untuk menelannya.
Kalau pemilik mutiara ingin mengambil mutiara itu, maka sembelih dan keluarkan mutiara itu
dari perutnya, lalu dia harus menebus burung unta tersebut dengan harga antara burung itu
hidup dan sudah disembelih.’”
Ma’mar bin Syu’aib berkata, “Aku mendengar Amirul Mukminin Al-Makmun bertanya
kepada Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, ia berkata, ‘Wahai Muhammad, apa illat-nya Allah
menciptakan lalat?’”

Mendengar pertanyaan itu, Imam Asy-Syafi’i terdiam sesaat, lalu dia menjawab, ‘Wahai
Amirul Mukminin, lalat itu diciptakan untuk menghinakan para raja.’
Dengan seketika, Al-Makmun tertawa terbahak-bahak. Lalu ia berkata, ‘Wahai Muhammad,
aku telah melihat lalat jatuh ketika ada di pipiku.’ Sehingga Imam Asy-Syafi’i membalasnya
dengan berkata, ‘Benar tuanku. Sebenarnya ketika tuanku menanyakan hal tersebut kepadaku,
aku tidak mempunyai jawabannya. Ketika aku melihat lalat itu jatuh tanpa ada suatu sebab dari
pipi tuanku tersebut, maka aku baru menemukan jawabannya.’”
Kemudian Al-Makmun berkata, ‘Wahai Muhammad, segalanya adalah kekuasaan Allah.’”

Ibrahim bin Abi Thalib Al-Hafidz berkata, “Aku bertanya kepada Abu Qudamah As-Sarkhasi
tentang Imam Asy-Syafi’i, Imam Ahmad, Abu Ubaid dan Ibnu Rahawaih, maka dia menjawab,
‘Imam Asy-Syafi’i adalah orang yang paling cerdas di antara mereka semua.’”

Ar-Rabi’ berkata, “Pada suatu hari ketika aku sedang bersama Imam Asy-Syafi’i, seseorang
datang dan bertanya, ‘Wahai guru, apa pendapatmu tentang orang yang sedang bersumpah,
‘Apabila dalam sakuku terdapat ‘banyak uang dirham’ lebih dari tiga dirham, maka budakku
merdeka. ‘Sedangkan dalam saku orang yang bersumpah tesebut hanya terdapat uang sebanyak
empat dirham saja. Apakah orang itu harus memerdekakan budaknya?’ maka dia menjawab,
‘Ia tidak wajib memerdekakan budaknya.’”

Ketika penanya minta penjelasan lebih lanjut, maka Imam Asy-Syafi’i berkata, ‘Orang tersebut
telah mengecualikan sumpahnya dengan ‘banyak dirham’, sedangkan empat dirham itu
mempunyai kelebihan satu dari tiga dirham yang disumpahkan. Satu dirham bukanlah ‘banyak
dirham’ sebagaimana yang dimaksudkan dalam sumpahnya.’

Mendengar penjelasan ini, maka penanya kemudian berkata, ‘Aku beriman kepada Zat yang
telah memberikan ilmu melalui lisanmu.’”

Sumber: Dinukil dari kitab Min A’lamis Salaf karya, Syaikh Ahmad Farid, edisi indonesia: 60
Bigrafi Ulama Salaf cet. Pustaka Azzam, hal. 371-372.

Read more https://kisahmuslim.com/437-kecerdasan-imam-asy-syafii.html


IMAM SYAFII, PERUMUS ILMU USHUL FIQH
ADMIN · APRIL 19, 2014
1 12 22.9K 22

Ilmu ushul fiqh adalah sebuah kajian luar biasa yang mampu meringkas begitu banyak teks
yang memiliki konsekuensi hukum yang sama menjadi sebuah formula yang sederhana. Ilmu
ini digunakan para ulama dalam mengambil kesimpulan hukum. Menyederhanakan masalah
yang pelik menjadi mudah butuh kecerdasan dan pemahaman yang mendalam. Oleh karena
itulah, seseorang yang menciptakan ilmu ushul fiqh ini pasti memiliki kecerdasan yang luar
biasa dan pemahaman yang mendalam tentang ilmu-ilmu syariat. Ilmu ini pertama kali
dirumuskan oleh Muhammad bin Idris asy-Syafii atau lebih dikenal dengan Imam Syafii.

Nasab dan Masa Pertumbuhannya

Beliau adalah Muhammad bin Idris bin al-Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin Saib bin Abdu
Yazid bin Hasyim bin Abdul Muthalib bin Abdu Manaf. Nasab Imam Syafii dan Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bertemu pada kakek mereka Abdu Manaf. Jadi,
Imam Syafii adalah seorang laki-laki Quraisy asli. Adapun ibunya adalah seorang dari Bani
Azdi atau Asad.

Imam Syafii dilahirkan pada tahun 150 H/767 M di Kota Gaza, Palestina. Tahun kelahiran
beliau bertepatan dengan wafatnya salah seorang ulama besar Islam, yakni Imam Abu
Hanifah rahimahullah. Ayahnya wafat saat Syafii masih kecil sehingga ibunya memutuskan
untuk hijrah ke Mekah agar Syafii mendapatkan santunan dari keluarganya dan nasabnya pun
terjaga.

Di Mekah, Syafii kecil mulai mempelajari bahasa Arab, ilmu-ilmu syariat, dan sejarah. Ia
terkenal sebagai seoarang anak yang cerdas, di usia enam atau tujuh tahun 30 juz Alquran
sudah sempurna bersemayam di dalam dadanya. Keterbatasan ekonomi tidak menjadi
penghalang baginya dalam menuntut ilmu, Syafii mencatat palajarannya di atas tulang-tulang
hewan atau kulit-kulit yang berserakan. Namun ia dimudahkan dengan karunia Allah berupa
daya hafal yang sangat kuat sehingga beban ekonomi untuk membeli buku dan kertas bisa
terganti. Setelah beliau merasa cukup menuntut ilmu di Mekah, Madinah menjadi destinasi
berikutnya dalam menimba ilmu. Di sana adaseorang ulama yang dalam ilmunya, yakni Imam
Malik rahimahullah.

Proses Menuntut Ilmu

Saat menginjak usia 13 tahun, gubernur Mekah mendorongnya agar belajar ke Madinah di
bawah bimbingan Imam Malik. Selama belajar kepada Imam Malik, sang imam negeri
Madinah sangat terkesan dengan kemampuan yang dimiliki remaja dari Bani Hasyim ini.
Kemampuan analisis dan kecerdasannya benar-benar membuat Imam Malik kagum sehingga
Imam Malik menjadikannya sebagai asistennya dalam mengajar. Padahal kita ketahui, Imam
Malik adalah seorang yang sangat selektif dan benar-benar tidak sembarangan dalam
permasalahan ilmu agama, tapi kemampuan Syafii muda memang pantas mendapatkan tempat
istimewa.

Di Madinah, Imam Syafii larut dalam lautan ilmu para ulama. Selain belajar kepada Imam
Malik, beliau juga belajar kepada Imam Muhammad asy-Syaibani, salah seorang murid senior
Imam Abu Hanifah. Di antara guru-guru Imam Syfaii di Madinah adalah Ibrahim bin Saad al-
Anshari, Abdul Aziz bin Muhammad ad-Darawaridi, Ibrahim bin Abi Yahya, Muhammad bin
Said bin Abi Fudaik, dan Abdullah bin Nafi ash-Sha-igh.

Adapun di Yaman, beliau belajar kepada Mutharrif bin Mazin, Hisyam bin Yusuf yang
merupakan hakim di Kota Shan’a, Amr bin Abi Salama, salah seorang sahabat Imam al-Auza’i,
dan Yahya bin Hasan. Sedangkan di Irak beliau belajar kepada Waki’ bin Jarrah, Abu Usamah
Hamad bin Usamah al-Kufiyani, Ismail bin Aliyah, dan Abdullah bin Abdul Majid al-
Bashriyani.

Dengan kesungguhannya dalam mempelajari ilmu syariat ditambah kecerdasan yang luar
biasa, Imam Syafii mulai dipandang sebagai salah seorang ulama besar. Terlebih ketika
gurunya yang mulia, Imam Malik wafat pada tahun 795, Imam Syafii yang baru menginjak
usia 20 tahun dianggap sebagai salah seorang yan paling berilmu di muka bumi kala itu.

Di antara keistimewaan fikih Imam Syafii adalah beliau mampu menggabungkan dua
kelompok yang memiliki sudut pandang yang berbeda dalam memahami fikih. Kelompok
pertama dikenal dengan ahlul hadits, yaitu orang-orang yang mencukupkan diri dengan hadis
tanpa butuh intepretasi atau analogi-analogi (qias) dalam menetapkan suatu hukum. Sedangkan
kelompok lainnya dikenal dengan ahlu ra’yi atau mereka yang menggunakan hadis sebagai
landasan penetapan hukum namun selain itu mereka juga memakai analogi-analogi dalam
menetapkan hukum. Imam Syafii mampu mengkompromikan dua kelompok ini bisa menerima
satu sama lainnya.

Ibadah Imam Syafii

Tidak diragukan lagi, seorang ulama yang terpandang selain memiliki keilmuan yang luas,
mereka juga merupakan teladan dalam beribadah. Ar-Rabi’ mengatakan, “Imam Syafii
membagi waktu malamnya menjadi tiga bagian: bagian pertama adalah untuk menulis, bagian
kedua untuk shalat, dan bagian ketiganya untuk tidur.”

Di malam hari beliau tidak pernah terlihat membaca Alquran melalui mush-haf, akan tetapi
bacaan beliau di malam hari hanya dilantunkan dalam shalat-shalatnya. Al-Muzani
mengatakan, “Saat malam hari, aku tidak pernah sekalipun melihat asy-Syafii membaca
Alquran melalui mush-haf. Ia membacanya saat sedang shalat malam (melalui hafalan pen.).”

Kefasihan Bahasa Imam Syafii

Selain menjadi bintang dalam ilmu fiqh, Imam Syafi’i juga dikenal dengan kefasihan dan
pengetahuannya tentang bahasa Arab. Beliau belajar bahasa Arab kepada seorang Arab desa
yang bahasa Arabnya fasih dan murni. Hal itu serupa dengan keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam yang menitipkan beliau kepada ibu susunya yang berasal dari desa, tujuannya agar
bahasa Arab Nabi berkembang menjadi bahasa Arab yang fasih ketika tumbuh dewasa. Ibnu
Hisyam bercerita tentang kefasihan Imam Syafii, “Saya tidak pernah mendengar dia (Imam
Syafi’i) menggunakan apa pun selain sebuah kata yang sangat tepat maknanya, seseorang tidak
akan menemukan sebuah pilihan diksi bahasa Arab yang lebih baik dan lebih pas dalam
mengungkapkan suatu kalimat.”

Perjalanan Hidupnya

Tidak lama setelah wafatnya Imam Malik, Imam Syafii ditugaskan pemerintah Abasiyah ke
Yaman untuk menjadi hakim di wilayah tersebut. Namun beliau tidak lama memangku jabatan
tersebut karena jabatan hakim secara tidak langsung menghubungkannya dengan dunia politik
yang sering mengkompromikan antara kebohongan dengan kejujuran, dan beliau tidak merasa
nyaman dengan hal yang demikian.

Setelah itu, beliau berpindah menuju Baghdad dan menyebarkan ilmu di ibu kota kekhalifahan
tersebut. Kehidupan beliau di Baghdad dipenuhi dengan dakwah dan mengajar, bahkan beliau
sempat berkunjung ke Suriah dan negeri-negeri di semenanjung Arab lainnya untuk
menyebarkan pemahaman tentang Islam. Sekembalinya ke Baghdad, kekhalifahan telah
dipegang oleh al-Makmun.

Al-Makmun memiliki pemahaman yang menyimpang tentang Alquran. Ia menganut paham


Mu’tazilah yang mengedepankan logika dibandingkan wahyu Alquran dan sunnah. Al-
Makmun meyakini bahwasanya Alquran adalah makhluk, sama halnya seperti manusia.
Pemahaman ini berkonsekuensi menyepadankan antara logika manusia dengan Alquran,
artinya Alquran pun tidak mutlak benar sebagaimana akal manusia. Tentu saja keyakinan ini
bertentangan dengan keyakinan Imam Syafii dan ulama-ulama Islam sebelum beliau yang
menyatakan bahwa Alquran adalah firman Allah, yang kebenarannya absolut.

Al-Makmun memaksa semua orang agar memiliki pemahaman yang sama dengannya. Banyak
para ulama ditangkap dan disiksa karena peristiwa yang dikenal dengan khalqu Alquran ini.
Akhirnya, pada tahun 814, Imam Syafii hijrah menuju Mesir, negeri dimana beliau berhasil
merumuskan ilmu ushul fiqh.

Wafatnya

Sebagaimana lazimnya manusia lainnya, sebelum wafat Imam Syafii juga merasakat masa-
masa sakit. Dalam keadaan tersebut, salah seorang muridnya yang bernama al-Muzani
mengunjunginya dan bertanya, “Bagaiaman keadaan pagimu?” Imam Syafii, “Pagi hariku
adalah saat-saat pergi meninggalkan dunia, perpisahan dengan sanak saudara, jauh dari gelas
tempat melepas dahaga, kemudian aku akan menghadap Allah. Aku tidak tahu kemana ruhku
akan pergi, apakah ke surga dan aku pun selamat ataukah ke neraka dan aku pun berduka.”
Kemudian beliau menangis.

Imam Syafii dimakamkan di Kairo pada hari Jumat di awal bulan Sya’ban 204 H/820 M. Beliau
wafat dalam usia 54 tahun. Semoga Allah merahmati, menerima semua amalan, dan
mengampuni kesalahan-kesalahan beliau.

Sumber:
– Islamstory.com
– Lostislamichistory.com

Read more https://kisahmuslim.com/4355-imam-syafii-perumus-ilmu-ushul-fiqh.html


PERJALANAN HIDUP IMAM AHMAD BIN HANBAL
ADMIN · APRIL 19, 2014
9 28 74K 33

Imam madzhab yang empat memiliki keistimewaan-keistimewaan yang saling melengkapi


antara satu dan yang lainnya. Imam Abu Hanifah adalah pelopor dalam ilmu fikih dan
membangun dasar-dasar dalam mempelajari fikih. Imam Malik adalah seorang guru besar
hadits yang pertama kali menyusun hadits-hadits Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam dalam satu
buku. Imam Syafii merupakan ulama cerdas yang meletakkan rumus ilmu ushul fikih, sebuah
rumusan yang membangun fikih itu sendiri.

Artikel ini akan mengenalkan kepada pembaca tokoh keempat dari imam-imam madzhab,
dialah Imam Ahmad bin Hanbal. Beliau adalah seorang ahli fikih sekaligus pakar hadits di
zamannya. Perjuangan besarnya yang selalu dikenang sepanjang masa adalah perjuangan
membela akidah yang benar. Sampai-sampai ada yang menyatakan, Imam Ahmad
menyelamatkan umat Muhammad untuk kedua kalinya. Pertama, Abu Bakar menyelematkan
akidah umat ketika Rasulullah wafat dan yang kedua Imam Ahmad lantang menyerukan akidah
yang benar saat keyakinan sesat khalqu Alquran mulai dilazimkan.

Nasab dan Masa Kecilnya

Beliau adalah Abu Abdillah, Ahmad bin Ahmad bin Muhammad bin Hanbal asy-Syaibani.
Imam Ibnu al-Atsir mengatakan, “Tidak ada di kalangan Arab rumah yang lebih terhormat,
yang ramah terhadap tetangganya, dan berakhlak yang mulia, daripada keluarga
Syaiban.” Banyak orang besar yang terlahir dari kabilah Syaiban ini, di antara mereka ada
yang menjadi panglima perang, ulama, dan sastrawan. Beliau adalah seorang Arab Adnaniyah,
nasabnya bertemu denga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada Nizar bin Ma’ad bin Adnan.

Imam Ahmad dilahirkan di ibu kota kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad, Irak, pada tahun 164
H/780 M. Saat itu, Baghdad menjadi pusat peradaban dunia dimana para ahli dalam bidangnya
masing-masing berkumpul untuk belajar ataupun mengajarkan ilmu. Dengan lingkungan
keluarga yang memiliki tradisi menjadi orang besar, lalu tinggal di lingkungan pusat peradaban
dunia, tentu saja menjadikan Imam Ahmad memiliki lingkungan yang sangat kondusif dan
kesempatan yang besar untuk menjadi seorang yang besar pula.

Imam Ahmad berhasil menghafalkan Alquran secara sempurna saat berumur 10 tahun. Setelah
itu ia baru memulai mempelajari hadits. Sama halnya seperti Imam Syafii, Imam Ahmad pun
berasal dari keluarga yang kurang mampu dan ayahnya wafat saat Ahmad masih belia. Di usia
remajanya, Imam Ahmad bekerja sebagai tukang pos untuk membantu perekonomian keluarga.
Hal itu ia lakukan sambil membagi waktunya mempelajari ilmu dari tokoh-tokoh ulama hadits
di Baghdad.

Perjalanan Menuntut Ilmu

Guru pertama Ahmad bin Hanbal muda adalah murid senior dari Imam Abu Hanifah yakni
Abu Yusuf al-Qadhi. Ia belajar dasar-dasar ilmu fikih, kaidah-kaidah ijtihad, dan metodologi
kias dari Abu Yusuf. Setelah memahami prinsip-prinsip Madzhab Hanafi, Imam Ahmad
mempelajari hadits dari seorang ahli hadits Baghdad, Haitsam bin Bishr.

Tidak cukup menimba ilmu dari ulama-ulama Baghdad, Imam Ahmad juga menempuh safar
dalam mempelajari ilmu. Ia juga pergi mengunjungi kota-kota ilmu lainnya seperti Mekah,
Madinah, Suriah, dan Yaman. Dalam perjalanan tersebut ia bertemu dengan Imam Syafii di
Mekah, lalu ia manfaatkan kesempatan berharga tersebut untuk menimba ilmu dari beliau
selama empat tahun. Imam Syafii mengajarkan pemuda Baghdad ini tidak hanya sekedar
mengahfal hadits dan ilmu fikih, akan tetapi memahami hal-hal yang lebih mendalam dari
hadits dan fikih tersebut.

Walaupun sangat menghormati dan menuntut ilmu kepada ulama-ulama Madzhab Hanafi dan
Imam Syafii, namun Imam Ahmad memiliki arah pemikiran fikih tersendiri. Ini menunjukkan
bahwa beliau adalah seorang yang tidak fanatik dan membuka diri.

Menjadi Seorang Ulama

Setelah belajar dengan Imam Syafii, Imam Ahmad mampu secara mandiri merumuskan
pendapat sendiri dalam fikih. Imam Ahmad menjadi seorang ahli hadits sekaligus ahli fikih
yang banyak dikunjungi oleh murid-murid dari berebagai penjuru negeri Islam. Terutama
setelah Imam Syafii wafat di tahun 820, Imam Ahmad seolah-olah menjadi satu-satunya
sumber rujukan utama bagi para penuntut ilmu yang senior maupun junior.

Dengan ketenarannya, Imam Ahmad tetap hidup sederhana dan menolak untuk masuk dalam
kehidupan yang mewah. Beliau tetap rendah hati, menghindari hadiah-hadia terutama dari para
tokoh politik. Beliau khawatir dengan menerima hadiah-hadiah tersebut menghalanginya untuk
bebas dalam berpendapat dan berdakwah.

Abu Dawud mengatakan, “Majelis Imam Ahmad adalah majelis akhirat. Tidak pernah sedikit
pun disebutkan perkara dunia di dalamnya. Dan aku sama sekali tidak pernah melihat Ahmad
bin Hanbal menyebut perkara dunia.”

Masa-masa Penuh Cobaan


Pada tahun 813-833, dunia Islam dipimpin oleh Khalifah al-Makmun, seorang khalifah yang
terpengaruh pemikiran Mu’tazilah. Filsafat Mu’tazilah memperjuangkan peran rasionalisme
dalam semua aspek kehidupan, termasuk teologi. Dengan demikian, umat Islam tidak boleh
hanya mengandalkan Alquran dan sunnah untuk memahami Allah, mereka diharuskan
mengandalkan cara filosofis yang pertama kali dikembangkan oleh orang Yunani Kuno. Di
antara pokok keyakinan Mu’tazilah ini adalah bahwa meyakini bahwa Alquran adalah sebuah
buku dibuat, artinya Alquran itu adalah makhluk bukan kalamullah.

Al-Makmun percaya pada garis utama pemikiran Mu’tazilah ini, dan ia berusaha memaksakan
keyakinan baru dan berbahaya tersebut kepada semua orang di kerajaannya –termasuk para
ulama. Banyak ulama berpura-pura untuk menerima ide-ide Mu’tazilah demi menghindari
penganiayaan, berbeda halnya dengan Imam Ahmad, beliau dengan tegas menolak untuk
berkompromi dengan keyakinan sesat tersebut.

Al-Makmun melembagakan sebuah inkuisisi (lembaga penyiksaan) dikenal sebagai Mihna.


Setiap ulama yang menolak untuk menerima ide-ide Muktazilah dianiaya dan dihukum dengan
keras. Imam Ahmad, sebagai ulama paling terkenal di Baghdad, dibawa ke hadapan al-
Makmun dan diperintahkan untuk meninggalkan keyakinan Islam fundamentalnya mengenai
teologi. Ketika ia menolak, ia disiksa dan dipenjarakan. Penyiksaan yang dilakukan pihak
pemerintah saat itu sangatlah parah. Orang-orang yang menyaksikan penyiksaan berkomentar
bahwa bahkan gajah pun tidak akab bisa bertahan jika disiksa sebagaimana Imam Ahmad
disiksa. Diriwayatkan karena keras siksaannya, beberapa kali mengalami pingsan.

Meskipun demikian, Imam Ahmad tetap memegang teguh keyakinannya, memperjuangkan


akidah yang benar, yang demikian benar-benar menginspirasi umat Islam lainnya di seluruh
wilayah Daulah Abbasiah. Apa yang dilakukan Imam Ahmad menunjukkan bahwa umat Islam
tidak akan mengorbankan akidah mereka demi menyenangkan otoritas politik yang berkuasa.
Pada akhirnya, Imam Ahmad hidup lebih lama dari al-Makmun dan Khalifah al-
Mutawakkil mengakhiri Mihna pada tahun 847 M. Imam Ahmad dibebaskan, beliau pun
kembali diperkenankan mengajar dan berceramah di Kota Baghdad. Saat itulah kitab Musnad
Ahmad bin Hanbal yang terkenal itu ditulis.

Wafatnya Imam Ahmad

Imam Ahmad wafat di Baghdad pada tahun 855 M. Banan bin Ahmad al-Qashbani yang
menghadiri pemakaman Imam Ahmad bercerita, “Jumlah laki-laki yang mengantarkan jenazah
Imam Ahmad berjumlah 800.000 orang dan 60.000 orang wanita .”

Warisan Imam Ahmad yang tidak hanya terbatas pada permasalahn fikih yang ia hasilkan, atau
hanya sejumlah hadits yang telah ia susun, namun beliau juga memiliki peran penting dalam
melestarikan kesucian keyakinan Islam dalam menghadapi penganiayaan politik yang sangat
intens. Kiranya inilah yang membedakan Imam Ahmad dari ketiga imam lainnya.

Selain itu, meskipun secara historis Madzhab Hanbali adalah madzhab termuda dalam empat
madzhab yang ada, banyak ulama besar sepanjang sejarah Islam yang sangat terpengaruh oleh
Imam Ahmad dan pemikirannya, seperti: Abdul Qadir al-Jailani, Ibnu Taimiyah, Ibnu al-
Qayyim, Ibnu Katsir, dan Muhammad bin Abd al-Wahhab.
Semoga Allah Ta’ala menerima amalan Imam Ahmad bin Hanbal dan menempatkannya di
surge yang penuh kenikmatan.

Sumber:
– Islamstory.com
– Lostislamichistory.com

Read more https://kisahmuslim.com/4362-perjalanan-hidup-imam-ahmad-bin-hanbal.html

BIOGRAFI IMAM MALIK


ADMIN · APRIL 16, 2014
7 17 66.7K 18

Dalam perjalanan sejarah Islam, kodifikasi hadits merupakan salah satu bagian terpenting yang
berfungsi menjaga kemurnian agama. Selama 1400 tahun lebih, para ulama mempelajari teks
hadits, berusaha mengenali orang-orang yang meriwayatkannya, menetapkan status keabsahan
hadits, dan kemudian menyebarkannya ke tengah umat dengan lisan mereka atau melalui usaha
pembukuan. Sebuah usaha yang tidak sederhana yang membedakan teks-teks syariat Islam
dibanding dengan teks ajaran lainnya.

Salah seorang ulama yang memiliki jasa besar dalam perkembangan dan pembukuan hadis
adalah imam besar umat ini yang berasal dari Kota Madinah, ia adalah Malik bin Anas
rahimahullah. Beliau adalah orang pertama yang membukukan hadits dalam kitabnya al-
Muwatta.

Mari sejenak mengenal seorang imam yang mulia ini…

Nasab dan Masa Pertumbuhannya

Beliau adalah Abu Abdullah, Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin al-Harits
bin Ghuyman bin Khutsail bin Amr bin Harits. Ibunya adalah Aliyah bin Syarik al-Azdiyah.
Keluarganya berasal dari Yaman, lalu pada masa Umar bin Khattab, sang kakek pindah ke Kota
Madinah dan menimba ilmu dengan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga
menjadi salah seorang pembesar tabi’in.

Imam Malik dilahirkan di Kota Madinah 79 tahun setelah wafatnya Nabi kita Muhammad,
tepatnya tahun 93 H. Tahun kelahirannya bersamaan dengan tahun wafatnya salah seorang
sahabat Nabi yang paling panjang umurnya, Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu. Malik kecil
tumbuh di lingkungan yang religius, kedua orang tuanya adalah murid dari sahabat-sahabat
yang mulia. Pamannya adalah Nafi’, seorang periwayat hadis yang terpercaya, yang
meriwayatkan hadis dari Aisyah, Abu Hurairah, Abdullah bin Umar, dan sahabat-sahabat besar
lainnya, radhiallahu ‘anhum. Dengan lingkungan keluarga yang utama seperti ini, Imam Malik
dibesarkan.
Awalnya, saudara Imam Malik yang bernama Nadhar lebih dahulu darinya dalam mempelajari
hadits-hadits Nabi. Nadhar mendatangi para ulama tabi’in untuk mendengar langsung hadits-
hadits yang mereka riwayatkan dari para sahabat. Kemudian Imam Malik pun mengikuti jejak
saudaranya dalam mempelajari hadits. Beberapa waktu berlalu, Imam Malik melangkahi
saudaranya dalam ilmu hadits. Kecemerlangannya semakin tampak karena Malik juga
menguasai ilmu fiqh dan tafsir.

Perjalanan Menuntut Ilmu dan Menjadi Ulama Madinah

Ibu Imam Malik adalah orang yang paling berperan dalam memotivasi dan membimbingnya
untuk memperoleh ilmu. Tidak hanya memilihkan guru-guru yang terbaik, sang ibu juga
mengajarkan anaknya adab dalam belajar. Ibunya selalu memakaikannya pakaian yang terbaik
dan merapikan imamah anaknya saat hendak pergi belajar. Ibunya mengatakan, “Pergilah
kepada Rabi’ah, contohlah akhlaknya sebelum engkau mengambil ilmu darinya.”

Imam Malik belajar dari banyak guru, dan ia memilih guru-guru terbaik di zamannya agar
banyak memperoleh manfaat dari mereka. Di antara pesan dari gurunya yang selalu beliau ingat
adalah untuk tidak segan mengatakan “Saya tidak tahu” apabila benar-benar tidak mengetahu
suatu permasalahan. Salah seorang guru beliau yang bernama Ibnu Harmaz berpesan, “Seorang
yang berilmu harus mewarisi kepada murid-muridnya perkataan ‘aku tidak tahu’.

Setelah mempelajari ilmu-ilmu syariat secara komperhensif, Malik bin Anas mulai dikenal
sebagai seorang yang paling berilmu di Kota Madinah. Beliau menyampaikan pelajaran di
Masjid Nabawi, di tengah-tengah penuntut ilmu yang datang dari penjuru negeri.

Salah satu hal yang menarik dari kajian fiqih yang beliau sampaikan adalah penafsiran-
penafsiran hadits dan pendapat-pendapat beliau banyak dipengaruhi oleh aktifitas yang
dilakukan penduduk Madinah. Menurut Imam Malik, praktik-praktik yang dilakukan
penduduk Madinah di masanya tidak jauh dari praktik masyarakat Madinah di zaman
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Penduduk Madinah juga mempelajari Islam dari para
leluhur mereka dari kalangan para sahabat Nabi. Jadi kesimpulan beliau, apabila penduduk
Madinah melakukan suatu amalan yang tidak bertentangan dengan Alquran dan sunnah, maka
perbuatan tersebut dapat dijadikan sumber rujukan atau sumber hukum. Inilah yang
membedakan Madzhab Imam Malik disbanding 3 madzhab lainnya.

Sifat dan Karakter Imam Malik

Dari segi fisik, Imam Malik dikarunia fisik yang istimewa; berwajah tampan dengan perawakan
tinggi besar. Mush’ab bin Zubair mengatakan, “Malik termasuk seorang laki-laki yang berparas
rupawan, matanya bagus (salah seorang muridnya mengisahkan bahwa bola mata beliau
berwarna biru), kulitnya putih, dan badannya tinggi.” Abu Ashim mengatakan, “Aku tidak
pernah melihat ahli hadits setampan Malik.”

Selain Allah karuniai fisik yang rupawan, Imam Malik juga memiliki kepribadian yang kokoh
dan berwibawa. Orang-orang yang menghadiri majlis ilmu Imam Malik sangat merasakan
wibawa imam besar ini. Tak ada seorang pun yang berani berbicara saat ia menyampaikan
ilmu, bahkan ketika ada seorang yang baru datang lalu mengucapkan salam kepada majlis,
jamaah hanya menjawab salam tersebut dengan suara lirih saja. Hal ini bukan karena Imam
Malik seorang yang kaku, akan tetapi aura wibawanya begitu terasa bagi murid-muridnya.
Demikian juga saat murid-muridnya berbicara dengannya, mereka merasa segan menatap
wajahnya tatkala berbicara. Wibawa itu tidak hanya dirasakan oleh para penuntut ilmu, bahkan
para khalifah pun menghormati dan mendengarkan nasihatnya.

Imam Syafii yang merupakan salah seorang murid Imam Malik menuturkan, “Ketika melihat
Malik bin Anas, aku tidak pernah melihat seoarang lebih berwibawa dibanding dirinya.”
Demikian juga penuturan Sa’ad bin Abi Maryam, “Aku tidak pernah melihat orang yang begitu
berwibawa melebihi Malik bin Anas, bahkan wibawanya mengalahkan wibawa para
penguasa.”

Imam Malik juga dikenal dengan semangatnya dalam mempelajari ilmu, kekuatan hafalan, dan
dalam pemahamannya. Pernah beliau mendengar 30 hadits dari Ibnu Hisyam az-Zuhri, lalu ia
ulangi hadits tersebut di hadapan gurunya, hanya satu hadits yang terlewat sedangkan 29
lainnya berhasil ia ulangi dengan sempurna. Imam Syafii mengatakan,

‫ فمالك النجم الثاقب‬،‫إذا جاء الحديث‬

“Apabila disebutkan sebuah hadits, Malik adalah seorang bintang yang cerdas
(menghafalnya pen.).

Imam Malik sangat tidak suka dengan orang-orang yang meremehkan ilmu. Apabila ada suatu
permasalahan ditanyakan kepadanya, lalu ada yang mengatakan, ‘Itu permasalahan yang
ringan.” Maka Imam Malik pun marah kepada orang tersebut, lalu mengatakan, “Tidak ada
dalam pembahasan ilmu itu sesuatu yang ringan, Allah berfirman,

ً ‫سنُ ْل ِقي َعلَيْكَ قَ ْو ًًل ث َ ِق‬


‫يال‬ َ ‫إِنَّا‬

“Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat.” (QS. Al-Muzammil:
5)

Semua permasalahan agama itu adalah permasalahan yang berat, khususnya permasalahan
yang akan ditanyakan di hari kiamat.”

Imam Malik juga seorang yang sangat perhatian dengan penampilannya dan ini adalah karakter
yang ditanamkan ibunya sedari ia kecil. Pakaian yang ia kenakan selalu rapi, bersih, dan harum
dengan parfumnya. Isa bin Amr mengatakan, “Aku tidak pernah melihat seorang yang berkulit
putih ataupun merah yang lebih tampan dari Malik. Dan juga ian seseorang yang lebih putih
dari pakaiannya.” Banyak riwayat-riwayat dari para muridnya yang mengisahkan tentang
bagusnya penampilan Imam Malik, terutama saat hendak mengajarkan hadits, namun satu
riwayat di atas kiranya cukup untuk menggambarkan kebiasaan beliau.

Hendaknya demikianlah seorang muslim, terlebih seseorang yang memiliki pengetahuan


agama. Seorang muslim harus berpenampilan rapi, bersih, dan jauh dari bau yang tidak sedap.
Sering kita lihat saudara-saudara muslim yang dikenal sebagai orang yang taat, mereka
berpenampilan lusuh, pakaian tidak rapi karena jarang distrika atau karena lama tidak diganti,
dan keluar bau tidak sedap dari tubuh atau pakaiannya, ironisnya ini terkadang terjadi saat
shalat berjamaah. Agama kita sangat menganjurkan kebersihan dan Allah mencintai keindahan.

Firasat Yang Tajam

Sering kita dapati ketika membaca biografi orang-orang shaleh bahwasanya mereka memiliki
firasat yang tajam. Demikian juga dengan Imam Malik bin Anas rahimahullah. Imam Syafii
mengisahkan tentang gurunya ini sebuah kisah yang menunjukkan kuatnya firasat sang guru.
Kata Imam Syafii, “Ketika aku tiba di Madinah, aku bertemu dengan Malik, kemudian ia
mendengarkan ucapanku. Ia memandangiku beberapa saat dan ia berfirasat tentangku. Setelah
itu ia bertanya, ‘Siapa namamu?’ Kujawab, ‘Namaku Muhammad.’. Ia kembali berkata,
‘Wahai Muhammad, bertakwalah kepada Allah, jauhilah perbuatan maksiat, karena aku
melihat engkau akan mendapatkan suatu keadaan (menjadi orang besar pen.).”

Wafatnya

Imam Malik rahimahullah wafat di Kota Madinah pada tahun 179 H/795 M dengan usia 85
tahun. Beliau dikuburkan di Baqi’. Semoga Allah merahmati Imam Malik dan
menempatkannya di surganya yang penuh dengan kenikmatan.

Sumber: Islamstory.com

Read more https://kisahmuslim.com/4351-biografi-imam-malik.html

AHLI BAHASA DAN ORANG BIASA


KISAH ISLAM · JANUARY 16, 2013
5 0 8.9K 8
Kisah Muslim – Seorang ahli nahwu (gramatika Arab) berkata kepada anaknya, “Jika kamu
hendak mengungkapkan sesuatu, maka pergunakan akalmu, pikirkanlah dengan sungguh-
sungguh terlebih dahulu sehingga kamu merangkai kalimat yang baik dan benar. Kemudian
ungkapkan kata-kata dengan benar.” Suatu ketika keduanya sedang duduk-duduk pada musim
dingin sambil menyalakan api. Tiba-tiba ada percikan api yang mengenai jubah sang ayah.
Sang ayah tidak menyadari hal tersebut, sedangkan si anak melihatnya. Si anak terdiam sesaat
sambil berpikir. Kemudian dia berkata, “Ayah, saya ingin menyampaikan sesuatu kepadamu.
Apakah engkau mengizinkan?” Sang ayah menjawab, “Jika sesuatu yang benar, ucapkanlah!”
“Saya yakin benar,” jawab si anak. Ayahnya berkata lagi, “Ya sudah, katakan saja!” “Sungguh,
saya melihat merah-merah di jubah ayah,” kontan sang ayah melihat jubahnya. Ternyata
sebagian besar jubahnya telah terbakar. Dia pun berkata kepada anaknya, “Mengapa kamu
tidak segera memberitahukan kepadaku?” Si anak menjawab, “Saya pikirkan dulu
sebagaimana perintah ayah. Kemudian saya menyusun kalimat yang benar, baru saya
ucapkan.” Lalu sang ayah membentaknya dengan berkata, “Jangan berbicara dengan mengikuti
kaidah nahwu untuk selamanya!”

Ada orang fakir yang berdiri di depan pintu seorang ahli nahwu, lalu dia mengetuk pintu. Si
ahli nahwu bertanya, “Siapa di depan pintu?” Dia menjawab “Sail (pengemis).” Si ahli nahwu
berkata, “Mestinya ditanwin.” Dia menjawab, “Nama saya Ahmad (lafazh Ahmad tercegah
dari tanwin)” lantas si ahli nahwu berkata kepada anaknya, “Berilah Sibawaih (nama seorang
ahli nawhu) itu remukan roti.”

Seorang ahli nahwu jatuh ke dalam jamban, lalu datanglah seorang tukang sapu untuk
mengeluarkannya. Tukang sapu memanggil-manggilnya untuk memastikan dia masih hidup
atau tidak. Ahli nahwu menjawab, “Tolong carikan untukku tali yang lunak, ikatlah aku dengan
ikatan yang kuat, dan tariklah aku dengan lembut!” Lantas tukang sapu berkata, “Aduh, ibuku
bisa kehilangku jika aku mengeluarkanmu dari situ.”

Abu Alqamah, seorang ahli nawhu menemui seorang dokter, lalu dia berkata, “Saya telah
makan daging jawazi. Saya makan terlampau kenyang. Lalu saya merasa sakit antara ujung
tulang paha sampai ke leher. Dan penyakit tersebut semakin bertambah dan berkembang
sehingga bercampur ke ujung-ujung tulang iga. Apakah Anda mempunyai obatnya?” Dokter
menjawab, “Iya. Ambillah Khaunaq, sarbaq, dan raqraq. Lalu cucilah dan minum dengan air.”
Abu Alqamah berkata, “Saya tidak paham apa yang Anda katakan.” Dokter pun menimpali,
“Saya juga tidak paham apa yang tadi Anda katakan.”

Seorang lelaki berkata kepada al-Hasan, “Ma taqulu fi rajulun taraka abihi wa akhihi (Apa
pendapatmu megenai seseorang yang meninggalkan ayahnya dan saudaranya)?” Al-Hasan
menjawab, “Taraka abahu wa akhahu” (Semestinya secara nahwu menggunakan redaksi abahu
wa akhahu). Lelaki tersebut bertanya lagi, “Fa ma li abahu wa akhahu” (Ada apa dengan
ayahnya dan saudaranya)?” Al-Hasan menjawab, “Fa ma li abihi wa khihi” (Semestinya secara
nahwu menggunakan redaksi abihi wa akhihi). Lelaki tersebut berkata lagi kepada al-Hasan,
“Setiap kali saya berbicara denganmu, kenapa kamu selalu menyalahkannya?”

Abu Alqamah, seorang ahli nahwu dikunjungi oleh keponakannya, lalu beliau bertanya kepada
keponakannya tersebut, “Apa yang terjadi pada ayahmu?” Dia menjawab, “Meninggal dunia.”
Abu Alqamah melanjutkan, “Dia sakit apa?” “Warimat qadamihi (Kedua kakinya
membengkak).” Jawabnya. Abu Alqamah menimpali, “Semestinya kamu katakan qadamuhu.”
Dia melanjutkan, “Fartafalal waramu ila rukhbatahu (Bengkak tersebut menjalan naik sampai
ke lutut).” Alqamah menimpali, “Semestinya kamu katakan rukbataihi.” Keponakannya
berkata, “Biarlah paman, kematian ayahku ini lebih berarti daripada mengurusi nahwumu ini.”

Seorang laki-laki berkata kepada lelaki lain, “Saya paham tentang nahwu, hanya saja saya tidak
mengetahui redaksi yang diungkapkan oleh banyak orang ini yaitu ‘Abu Fulan, Aba Fulan, Abi
Fulan.” Lelaki satunya menjawab, “Aba Fulan itu untuk orang yang pangkatnya tinggi, Abu
Fulan untuk orang menengah, sedangkan Abi Fulan untuk orang yang rendahan.”

Seorang ahli nahwu berhenti pada penjual semangka, lalu dia berkata, “Berapa harganya itu
dan ini sendiri-sendiri?” Penjual semangka melihat ke kanan dan ke kiri, kemudian berkata,
“Maaf, saya tidak punya sesuatu untuk membelahnya.”

Salah seorang ahli nahwu masuk ke dalam pasar untuk membeli keledai. Dia berkata kepada
penjual, “Saya ingin keledai yang tidak kecil yang hina atau besar yang terkenal. Jika saya beri
makan sedikit, ia sabar. Jika saya beri makan banyak, ia bersyukur, tidak termasuk keledai yang
tidak laku, tidak terdesak oleh pasukan berkuda. Ketika di jalanan sepi, ia berjalan cepat. Ketika
jalanan macet, ia berjalan pelan.” Lantas si penjual berkata setelah sempat berpikir sesaat,
“Tinggalkanlah aku! Seandainya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengubah bentuk seorang qadhi
(hakim) menjadi keledai, maka aku jual kepadamu.”

Sebagian orang menjenguk seorang ahli nahwu yang sedang sakit. Mereka bertanya, “Apa yang
Anda keluhkan?” Ahli nahwu menjawab, “Demam yang berat. Apinya sangat panas, hingga
anggota badan menjadi lemas, tulang belulang terasa remuk.” Mereka berkata, “Tidak apa-apa.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi kesembuhan kepadamu. Kiranya (kematian)
itulah yang menyudahi segala sesuatu.”

Ada sekeluarga yang salah satu anaknya seorang ahli nahwu yang ucapannya terlalu jelimet.
Suatu ketika ayahnya sakit keras dan telah mendekati ajalnya. Anak-anaknya pun berkumpul
di sisinya. Mereka berkata kepada ayhnya, “Apakah perlu kami panggilkan untukmu saudara
kami yang ahli nahwu?” Sang ayah menjawab, “Tidak usah. Jika dia datang, justru dia
membuatku mati.” Mereka berkata, “Kami berpesan kepadanya agar tidak berbicara sepatah
kata pun.” Ketika si ahli nahwu datang, dia berkata, “Wahai ayahku! Demi Allah, yang
menyibukkan diriku tidak lain ada si fulan. Fainnahu daani, bil-amsi fa ahrasa waadasa
wastabzaja wasakbaja wathabaja waafraja wa dajjaja waabshala wa amdhara walawdzaja
waflauzaja. Sang ayah pun berteriak, “Pejamkanlah mataku. Orang celaka telah datang
mendahului malaikat maut untuk mencabut nyawaku.”

Sumber: Hiburan Orang-orang Shalih, 101 Kisah Segar, Nyata dan Penuh Hikmah, Pustaka
Arafah Cetakan 1

Read more https://kisahmuslim.com/3022-ahli-bahasa-dan-orang-biasa.html

ABU BAKAR RADIYALLAHU ‘ANHU


KISAH ISLAM · SEPTEMBER 12, 2011
7 2 9K 3
BIOGRAFI ABU BAKAR RADIYALLAHU ‘ANHU, ASH-SHIDDIQUL AKBAR
Beliau adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin
Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib Al-Qurasyi At-Taimy. Nasab beliau bertemu dengan
nasabnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada kakek keenam yaitu Murrah bin
Ka’ab.

Bapak beliau, Utsman bin Amir, akrab dipanggil Abu Quhafah. Ibu beliau adalah Ummul Khair
yaitu Salma binti Shohr bin Amir. Berarti sang ibu adalah putrid pamannya (sepupu) bapak.
Beliau dilahirkan dua tahun enam bulan setelah Tahun Gajah.

Di masa jahiliah Abu Bakar dikenal sebagai seorang yang jujur, berakhlak mulia, dan mahir
dalam berdagang. Hal ini diketahui oleh semua manusia sehingga beliau sering didatangi para
pemuda Quraisy untuk diminta keterangan tentang ilmu pengetahuan, strategi berdagang, dan
sopan santunnya. Selain itu, beliau juga termasuk salah satu dari ahli nasab Quraisy hingga
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan,

“Sesungguhnya Abu Bakar adalah seorang Quraisy yang paling mengetahui tentang nasab
mereka.” (HR. Muslim, 2490)

Bahkan Abu Bakar tidak pernah meminum Khamer sampaipun di masa jahiliah. Tatkala beliau
ditanya, beliau menjawab, “Aku adalah orang yang menjaga kehormatan dan menjaga
muru’ah, siapa yang meminum Khamer maka berarti dia telah melalaikan kehormatan dan
muru’ahnya.” (Lihat Tarikh Al-Khaulafa, 49)

Ketika cahaya Islam menerangi bumi Makkah dibawa oleh seorang Al-Amin (yakni
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam), maka Abu Bakar radiyallahu ‘anhu menyambut
baik hidayah Islam, bahkan beliau adalah orang pertama yang masuk Islam dari kalangan kaum
laki-laki yang merdeka.

Sahabat Ammar bin Yasir bercerita, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di
Makkah dan tidakkah bersamanya kecuali lima orang budak, dua wanita, dan Abu Bakar.”
(HR. Bukhari, 3857)
Setelah mengikrarkan keislamannya, Abu Bakar Radiyallahu ‘anhu mengajak sahabat-
sahabatnya untuk masuk Islam, sehingga dengan sebab dakwahnya banyak para pemuda
Makkah yang menyatakan keislamannya. Beliau pun banyak menginfakkan hartanya di jalan
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahkan beliau pernah menginfakkan seluruh hartanya hingga
sahabat Umar tidak dapat mengalahkannya dalam berinfak. Selain itu, Abu Bakar radiyallahu
‘anhu memerdekakan para budak dan tidak mengharapkan dari hal itu semua kecuali wajah
Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Aisyah radiyallahu ‘anha bercerita, “Abu Bakar pernah memerdekakan tujuh budak yang telah
disiksa di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, di antara mereka adalah Bilal dan Amir bin
Fuhairah.” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, 3/321)

Ahlus sunnah wal Jama’ah sepakat bahwa manusia terbaik setelah Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah para sahabat dan sebaik-baik sahabat adalah Abu Bakar dan Umar
atas seluruh para sahabat.” (Kitabul I’tiqad, 192)

Berkata Al-Imam asy-Syafi’i, “Tidak ada seorang pun yang berselisih dari kalangan para
sahabat dan tabi’in tentang keutamaan Abu Bakar dan Umar atas seluruh para sahabat.”
(Kitabul I’tiqad, 192)

Berkata Al-Hafizh Ibnu Katsir, “(Orang yang) paling mulia di antara para sahabat bahkan
paling mulia di antara seluruh makhluk setelah para Nabi adalah Abu Bakar, kemudian
setelahnya Umar bin Khaththab, kemudian Utsman bin Affan, dan kemudian Ali bin Abi
Thalib.” (Al-Ba’itsul Hatsis, 183)

Di antara hal yang menunjukkan kemuliaan Abu Bakar radiyallahu ‘anhu adalah peristiwa
bersejarah yang telah dicatat oleh Alquran dan akan selalu dikenang oleh seluruh kaum
muslimin hingga hari kiamat yaitu peristiwa besar hijrahnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dari kota Makkah ke kota Madinah. Orang-orang kafir Quraisy tidak begitu saja
membiarkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari kota Makkah dalam
keadaan aman. Mereka telah menyiapkan pasukan berkuda untuk menyusul dan membawa
kembali Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam baik hidup atau mati. Begitulah
keadaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di tengah beratnya safar panjang di bawah
terik matahari, di atas kerikil panas padang pasir yang luas seakan lautan tak bertepi, ditambah
lagi di belakang sana ada serambongan serigala padang pasir dengan bersenjata lengkap
semakin mendekat.

Namun, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak sendiri. Beliau ditemani oleh Sahabat
setianya yang selalu berbagi baik dalam suka dan duka, dialah Abu Bakar Ash-
Shiddiq radiyallahu ‘anhu, manusia pertama yang beriman dan membenarkan kenabian
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hingga akhirnya keduanya dapat berlindung di
sebuah gua menyelamatkan diri dari kejaran musuh-musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabadikan peristiwa besar tersebut di dalam firman-Nya,

“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Alah telah menolongnya
(yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Makkah) mengeluarkannya (dari Makkah) sedang
dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata
kepada temannya, ‘Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.’ Maka
Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad).” (Q.S. At-Taubah, 40)
Anas bin Malik radiyallahu ‘anhu mengatakan, “Sahabat Abu Bakar telah menceritakan
kepadaku, beliau (Abu Bakar) mengatakan, ‘Aku melihat ke arah kaki-kaki kaum musyirikin
yang berada tepat di atas kami, sedangkan kami berada di dalam gua, maka aku katakan kepada
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
seandainya salah satu di antara mereka mau melihat ke arah kakinya maka pasti mereka di
bawah kaki-kaki mereka. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memenangkan beliau
seraya mengatakan,

“Wahai Abu Bakar, bagaimana menurutmu kalau Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah yang
ketiga dari kita berdua.” (HR. Bukhari, 4386 dan Muslim, 2381)

Beliau adalah shiddiqul akbar yaitu seorang yang selalu membenarkan berita yang dibawa
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam semustahil apa pun menurut manusia.
Peristiwa Isra’ dan Mi’raj adalah bukti nyata bahwa beliau adalah shiddiqul akbar. Tatkala
manusia datang beramai-ramai sambil mengolok-olok Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam karena ceritanya tersebut, tetapi apa yang diucapkan oleh sahabat Abu Bakar? Beliau
justru mengatakan, “Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengatakan hal
itu, maka sungguh dia telah benar.”

Karena itu, tidak berlebihan bila beliau di sebut sebagai Ash-Shiddiq. Bahkan yang menggelari
beliau Ash-Shiddiq adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri.

Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam naik ke Gunung Uhud dan bersama beliau
ada Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Maka Uhud bergetar, lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam memenangkannya seraya mengatakan,

“Tenang wahai Uhud, karena di atasmu ada seorang Nabi, Shiddiq dan dua orang
Syahid.” (HR. Bukhari, 3472)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

“Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya mereka itulah
orang-orang yang bertaqwa.” (Q.S. Az-Zumar, 33)

Al-Imam Ibnu Jarir mengatakan bahwa yang dimaksud adalah Muhammad dan Abu Bakar.
(Jami’ul Bayan, 24/3)

Abu Bakar radiyallahu ‘anhu adalah sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
sangat berhati-hati dalam hal makanan. Aisyah radiyallahu ‘anhu menceritakan bahwa suatu
waktu Abu Bakar memiliki seorang budak yang setiap harinya budak tersebut memberi beliau
hasil usaha kesehariannya. Abu Bakar pun memakan dari hasil usaha budaknya tersebut. Suatu
hari budak tersebut membawa makanan dan Abu Bakar memakan sebagian dari makanan
tersebut. Lantas budak tersebut mengatakan kepadanya, “Wahai tuanku, tahukan Anda dari
mana makanan ini?” Abu Bakar menjawab, “Dari mana engkau dapat makanan ini?” Budak
itu menjawab, “Dahulu saya pernah berlagak seperti orang pintar (dukun) kepada seseorang,
padahal saya sama sekali tidak tahu tentang ilmu perdukunan. Saya hanya menipunya dan ia
memberikan upah kepadaku, termasuk apa yang engkau makan tadi.” Mendengar hal itu Abu
Bakar Radiyallahu ‘anhu langsung memasukkan jari ke mulutnya dan memuntahkan semua
makanan yang tadi ia makan. (HR. Bukhari, 3629)
Zaid bin Arqam radiyallahu ‘anhu bercerita, “Salah satu budak Abu Bakar radiyallahu
‘anhu pernah melakukan ghulul dan darinya ia membawa makanan kepada Abu Bakar. Setelah
Abu Bakar selesai makan, budak tersebut mengatakan, ‘Wahai Tuanku, biasanya setiap malam
engkau bertanya kepadaku tentang setiap hasil usahaku, tetapi mengapa malam ini engkau tidak
bertanya terlebih dahulu?’ Abu Bakar menjawab, ‘Yang menyebabkan hal itu tidak lain adalah
karena rasa lapar. Memangnya dari mana harta tersebut?’ Maka budak tersebut menceritakan
usahanya. Serta-merta Abu Bakar menjawab, ‘Hampir saja engkau membunuhku.’ Lalu Abu
Bakar memasukkan tangannya ke mulut dan berusaha memuntahkan setiap suapan makanan
yang tertelan, tetapi usahanya tidak berhasil, kemudian dikatakan, ‘Sesungguhnya makanan itu
tidak dapat keluar kecuali dengan air.’ Maka beliau meminta segelas air lalu meminumnya dan
memuntahkannya hingga keluar semua makanan yang tadi beliau makan. Lalu dikatakan
kepada beliau, ‘Engkau lakukan ini hanya karena ingin memuntahkan makanan yang telah
engkau makan?’ Beliau menjawab, ‘Seandainya ia tidak keluar kecuali bila harus bersama
jiwaku maka akan aku lakukan’.” (Lihat Shafwatush Shafwah 1/252, Hilyatul Auliya 1/31)

Allahu Akbar, wahai Shiddiq Umar ini, sungguh inilah sikap wara’ yang sangat tinggi, yang
hampir-hampir tidak dijumpai lagi di zaman akhir seperti zaman ini. Inilah ketaqwaan. Inilah
keimanan. Aku bersaksi bahwa engkau adalah orang yang termulia setelah Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Maka hendaklah bertakwa kepada Allah Shallallahu ‘alaihi wa sallam orang-orang yang selalu
memakan harta yang haram baik siang maupun malam, hingga jasadnya dan jasad anak-
anaknya tumbuh dari hasil yang haram.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati para wanita salaf, di mana tatkala sang suami
akan keluar ke pasar, ia memegang pundaknya seraya berpesan, “Wahai suamiku, bertaqwalah
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari apa yang engkau berikan kepada kami. Jangan engkau
berikan kepada kami barang yang haram. Sesungguhnya kami dapat bersabar dari beratnya rasa
lapar, tetapi kami tidak dapat bersabar dari panasnya api neraka Jahannam.”!!!

MUTIARA FAIDAH DARI KISAH ABU BAKAR ASH-SHIDIQ


Demikianlah perjalanan hidup manusia terbaik setelah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Darinya kita dapat memetik teladan yang sangat banyak, di antaranya,

1. Seorang muslim hendaklah berhias dengan akhlak yang mulia dan meninggalkan
perkara-perkara yang dapat menghilangkan kemuliaan dan muru’ah-nya.
2. Anjuran untuk berinfak dan bersedekah di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Harta
yang diinfakkan dan disedekahkan oleh seseorang itulah harta yang akan bermanfaat
baginya.
3. Merupakan adab dan kewajiban seorang mukmin adalah membenarkan semua kabar
dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena beliau tidak berbicara melainkan
dari wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala.
4. Sesama muslim adalah bersaudara, hendaklah mereka saling ta’awun ‘alal birri wat
taqwa (tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa), saling meringankan beban
saudaranya sesuai dengan kadar yang ia mampu.
5. Wara’ dari memakan barang yang haram adalah sifat khusus seorang muslim, karena
jasad yang tumbuh dari harta yang haram maka nerakalah tempat yang pantas untuknya.
Hampir-hampir sifat wara’ ini hilang dari diri kaum muslimin kecuali orang-orang yang
dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Read more https://kisahmuslim.com/1522-abu-bakar.html

KEUTAMAAN ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ


ADMIN · DECEMBER 28, 2013
11 58 155.1K 29

Abu Bakar ash-Shiddiq adalah sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling
mulia, bahkan dikatakan ia adalah manusia termulia setelah para nabi dan rasul. Keutamannya
adalah sesuatu yang melegenda, hal itu diketahui oleh kalangan awam sekalipun. Membaca
kisah perjalanan hidupnya seakan-akan kita merasa hidup di dunia hayal, apa benar ada orang
seperti ini pernah menginjakkan kaki di bumi? Apalagi di zaman kita saat ini, memang manusia
teladan sudah sulit terlestari.

Namun seiring pergantian masa dan perjalanan hidup manusia, ada segelintir orang atau
kelompok yang mulai mencoba mengkritik perjalanan hidup Abu Bakar ash-Shiddiq setelah
Allah dan Rasul-Nya memuji pribadinya. Allah meridhainya dan menjanjikan surga untuknya,
radhiallahu ‘anhu.

ٍ ‫َّللاُ َع ْن ُه ْم َو َرضُوا َع ْنهُ َوأَ َعدَّ لَ ُه ْم َجنَّا‬


‫ت تَجْ ِري‬ َّ ‫ي‬ َ ‫ض‬
ِ ‫ان َر‬
ٍ ‫س‬َ ْ‫ار َوالَّذِينَ اتَّبَعُو ُه ْم بِإِح‬
ِ ‫ص‬ ِ ‫َوالسَّابِقُونَ ْاَل َ َّولُونَ ِمنَ ْال ُم َه‬
َ ‫اج ِرينَ َو ْاَل َ ْن‬

‫ار خَا ِلدِينَ فِي َها أَبَدًا ۚ َٰذَلِكَ ْالفَ ْو ُز ْالعَ ِظي ُم‬
ُ ‫تَحْ ت َ َها ْاَل َ ْن َه‬

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin
dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka
dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang
mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah
kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah: 100)
Kritik tersebut mulai berpengaruh pada jiwa-jiwa yang mudah tertipu, kepada hati yang lalai,
dan kepada pribadi-pribadi yang memiliki hasad kepada generasi pertama.

Kali ini kita tidak sedang menceritakan kepribadian Abu Bakar secara utuh, karena hal itu sulit
diceritakan di tulisan yang singkat ini. Tulisan ini akan menyuplikkan sebagian teks-teks
syariat yang menjelaskan tentang kemuliaan Abu Bakar.

Nasab dan Karakter Fisiknya

Nama Abu Bakar adalah Abdullah bin Utsman at-Taimi, namun kun-yahnya (Abu Bakar) lebih
populer dari nama aslinya sendiri. Ia adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amr bin Ka’ab
bin Sa’ad bin Ta-im bin Murrah bin Ka’ab bin Luai bin Ghalib bin Fihr al-Qurasyi at-Taimi.
Bertemu nasabnya dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada kakeknya Murrah bin Ka’ab
bin Luai.

Ibunya adalah Ummu al-Khair, Salma binti Shakhr bin Amir bin Ka’ab bin Sa’ad bin Ta-im.
Dengan demikian ayah dan ibu Abu Bakar berasal dari bani Ta-im.

Ummul mukminin, Aisyah radhiallahu ‘anhu menuturkan sifat fisik ayahnya, “Ia seorang yang
berkulit putih, kurus, tipis kedua pelipisnya, kecil pinggangnya, wajahnya selalu berkeringat,
hitam matanya, dahinya lebar, tidak bisa bersaja’, dan selalu mewarnai jenggotnya dengan
memakai inai atau katam (Thabaqat Ibnu Sa’ad, 1: 188).

Adapun akhlak Abu Bakar, ia adalah seorang yang terkenal dengan kebaikan, keberanian,
sangat kuat pendiriannya, mampu berpikir tenang dalam keadaan genting sekalipun, penyabar
yang memiliki tekad yang kuat, dalam pemahamannya, paling mengerti garis keturunan Arab,
orang yang bertawakal dengan janji-janji Allah, wara’ dan jauh dari kerancuan pemikiran,
zuhud, dan lemah lembut. Ia juga tidak pernah melakukan akhlak-akhlak tercela pada masa
jahiliyah, semoga Allah meridhainya.

Sebagaimana yang telah masyhur, ia adalah termasuk orang yang pertama memeluk Islam.

Keutamaan Abu Bakar

– Orang yang Rasulullah Percaya Untuk Menemaninya Berhijrah ke Madinah

َّ ‫احبِ ِه ًَل تَحْ زَ ْن إِ َّن‬


‫َّللاَ َمعَنَا‬ ِ ‫ص‬ ِ ‫ي اثْنَي ِْن إِذْ ُه َما فِي ْالغ‬
َ ‫َار إِذْ يَقُو ُل ِل‬ َ ِ‫َّللاُ إِذْ أ َ ْخ َر َجهُ الَّذِينَ َكفَ ُروا ثَان‬ ُ ‫إِ ًَّل ت َ ْن‬
َ َ‫ص ُروهُ فَقَدْ ن‬
َّ ُ‫ص َره‬

“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya
(yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia
salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada
temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita”. (QS. At-Taubah:
40)

Dalam perjalanan hijrah ini, Abu Bakar menjaga, melayani, dan memuliakan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia mempersilahkan Rasul untuk beristirahat sementara dirinya
menjaganya seolah-olah tidak merasakan letih dan butuh untuk istirahat.
Anas bin Malik meriwayatkan dari Abu Bakar, Abu Bakar mengatakan, “Ketika berada di
dalam gua, aku berkata kepada Rasulullah, ‘Sekiranya orang-orang musyrik ini melihat ke
bawah kaki mereka pastilah kita akan terlihat’. Rasulullah menjawab, ‘Bagaimana pendapatmu
wahai Abu Bakar dengan dua orang manusia sementara Allah menjadi yang ketiga (maksudnya
Allah bersama dua orang tersebut)’. Rasulullah menenangkan hati Abu Bakar di saat-saat
mereka dikepung oleh orang-orang musyrikin Mekah yang ingin menangkap mereka.

– Sebagai Sahabat Nabi yang Paling Dalam Ilmunya

Abu Said al-Khudri mengatakan, “Suatu ketika, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkhutbah di hadapan para sahabatnya dengan mengatakan, ‘Sesungguhnya Allah telah
menyuruh seorang hamba untuk memilih dunia atau memilih ganjaran pahala dan apa yang ada
di sisi-Nya, dan hamba tersebut memilih apa yang ada di sisi Allah’.

Kata Abu Sa’id, “(Mendengar hal itu) Abu Bakar menangis, kami heran mengapa ia menangis
padahal Rasulullah hanya menceritakan seorang hamba yang memilih kebaikan. Akhirnya
kami ketahui bahwa hamba tersebut tidak lain adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
sendiri. Abu Bakar-lah yang paling mengerti serta berilmu di antara kami. Kemudian
Rasulullah melanjutkan khutbahnya,

“Sesungguhnya orang yang paling besar jasanya dalam persahabatan dan kerelaan
mengeluarkan hartanya adalah Abu Bakar. Andai saja aku diperbolehkan memilih kekasih
selain Rabbku, pasti aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai kekasih, namun cukuplah
persaudaraan se-Islam dan kecintaan karenanya.”

– Kedudukan Abu Bakar di Sisi Rasulullah

Dari Amr bin Ash, Rasulullah pernah mengutusku dalam Perang Dzatu as-Salasil, saat itu aku
menemui Rasulullah dan bertanya kepadanya, “Siapakah orang yang paling Anda cintai?”
Rasulullah menjawab, “Aisyah.” Kemudian kutanyakan lagi, “Dari kalangan laki-laki?”
Rasulullah menjawab, “Bapaknya (Abu Bakar).”

– Saat Masih Hidup di Dunia, Abu Bakar Sudah Dipastikan Masuk Surga

Abu Musa al-Asy’ari mengisahkan, suatu hari dia berwudhu di rumahnya lalu keluar menemani
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abu Musa berangkat ke masjid dan bertanya dimana
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dijawab bahwa Nabi keluar untuk suatu keperluan. Kata
Abu Musa, “Aku pun segera pergi berusaha menysulunya sambil bertanya-tanya, hingga
akhirnya beliau masuk ke sebuah kebun yang teradapat sumur yang dinamai sumur Aris. Aku
duduk di depan pintu kebun, hingga beliau menunaikan keperluannya.

Setelah itu aku masuk ke kebun dan beliau sedang duduk-duduk di atas sumur tersebut sambil
menyingkap kedua betisnya dan menjulur-julurkan kedua kakinya ke dalam sumur. Aku
mengucapkan salam kepada beliau, lalu kembali berjaga di depan pintu sambil bergumam
“Hari ini aku harus menjadi penjaga pintu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Tak lama
kemudian datanglah seseorang ingin masuk ke kebun, kutanyakan, “Siapa itu?” Dia menjawab,
“Abu Bakar.” Lalu kujawab, “Tunggu sebentar.” Aku datang menemui Rasulullah dan
bertanya padanya, “Wahai Rasulullah, ada Abu Bakar datang dan meminta izin masuk.”
Rasulullah menjawab, “Persilahkan dia masuk dan beritahukan padanya bahwa dia adalah
penghuni surga.”

Penutup

Demikianlah Abu Bakar ash-Shiddiq dengan keutamaan-keutamaan yang ada padanya. Sebuah
keistimewaan yang mungkin tidak pernah terlintas di benak kita, kita dijamin surga, menjadi
kekasih Rasul, orang kecintaan Rasulullah, dan sahabat dekatnya. Lalu bagaimana bisa di hari
ini ada orang yang merendahkan kedudukan beliau, setelah Allah dan Rasul-Nya memuliakan
dia?

Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjauhkan kita dari sifat buruk yang
merendahkan wali-Nya, menjadi musuh orang yang Dia cintai. Semoga Allah meridhai Abu
Bakar ash-Shiddiq.

Sumber: al-Bidayah wa an-Nihayah

Read more https://kisahmuslim.com/4058-keutamaan-abu-bakar-ash-shiddiq.html

MENELADANI ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ RADHIALLAHU ‘ANHU


ADMIN · AUGUST 10, 2014
11 52 76.6K 40

Abu Bakar ash-Shiddiq adalah sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling
utama bahkan ia adalah manusia paling mulia setelah para nabi dan rasul. Abu Bakar memeluk
Islam tatkala orang-orang masih mengingkari Nabi.
Ammar bin Yasir radhiallahu ‘anhu mengatakan, “(Di awal Islam) Aku melihat
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya bersama lima orang budak, dua orang wanita, dan
Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhum ‘ajmain.” (Riwayat Bukhari).

Sebagaimana telah masyhur, laqob ash-shiddiq disematkan padanya karena ia selalu


membenarkan apa yang datang dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana pada
pagi hari setelah kejadian isra mi’raj orang-orang kafir berkata kepadanya, “Temanmu
(Muhammad) mengaku-ngaku telah pergi ke Baitul Maqdis dalam semalam”. Abu Bakar
menjawab, “Jika ia berkata demikian, maka itu benar”.

Keutamaan Abu Bakar

Pertama, dijamin masuk surga dan memasuki semua pintu yang ada di sana, padahal saat itu
beliau masih menjejakkan kaki di muka bumi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Orang yang menyumbangkan dua harta di jalan Allah, maka ia akan
dipanggil oleh salah satu dari pintu surga: “Wahai hamba Allah, kemarilah untuk menuju
kenikmatan”. Jika ia berasal dari golongan orang-orang yang suka mendirikan shalat, ia akan
dipanggil dari pintu shalat, yang berasal dari kalangan mujahid, maka akan dipanggil dari pintu
jihad, jika ia berasal dari golongan yang gemar bersedekah akan dipanggil dari pintu sedekah,
mereka yang berpuasa akan dipanggila dari pintu puasa, yaitu pintu Rayyan. Lantas Abu Bakar
bertanya; “Jika seseorang (yang masuk surga) dipanggil dari salah satu pintu, itu adalah sebuah
kepastian. Apakah mungkin ada orang akan dipanggil dari semua pintu tersebut wahai
Rasulullah?”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Benar, dan aku berharap
kamu termasuk diantara mereka, wahai Abu Bakar.” (HR. al-Bukhari & Muslim).

Kedua, Abu Bakar adalah laki-laki yang paling dicintai oleh Rasulu shallallahu ‘alaihi wa
sallam. ‘Amr bin Al Ash radhiallahu’anhu bertanya kepada Nabi shallallahu’alahi wa sallam,
“Siapa orang yang kau cintai?. Rasulullah menjawab: ‘Aisyah’. Aku bertanya lagi: ‘Kalau laki-
laki?’. Beliau menjawab: ‘Ayahnya Aisyah’ (yaitu Abu Bakar)” (HR. Muslim).

Ketiga, Allah mempersaksikan bahwa Abu Bakar adalah orang yang ikhlas dalam
mengamalkan ajaran Islam. Allah Ta’ala berfirman,

‫ض َٰى‬
َ ‫ف يَ ْر‬ َ َ‫ َول‬.‫ ِإ ًَّل ا ْبتِغَا َء َوجْ ِه َر ِب ِه ْاَل َ ْعلَ َٰى‬.‫ َو َما َِل َ َح ٍد ِع ْندَهُ ِم ْن نِ ْع َم ٍة تُجْ زَ َٰى‬.‫ الَّذِي يُؤْ تِي َمالَهُ يَت َزَ َّك َٰى‬.‫سيُ َج َّنبُ َها ْاَلَتْقَى‬
َ ‫س ْو‬ َ ‫َو‬

“Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu, Yang menafkahkan
hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya, Padahal tidak ada seorang pun memberikan
suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, Tetapi (dia memberikan itu semata-mata)
karena mencari keridaan Tuhannya Yang Maha Tinggi. Dan kelak dia benar-benar mendapat
kepuasan” (QS. Al Lail: 17-21)

Para ulama, di antaranya Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di ketika menafsirkan ayat ini
beliau berkata, sebab turun ayat ini adalah berkaitan dengan Abu Bakar ash-Shiddiq (Tafsir as-
Sa’di, Hal: 886).

Keempat, orang-orang musyrik menyifati Abu Bakar sebagaimana Khadijah menyifati


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abu Bakar adalah salah seorang sahabat yang
diperintahkan Rasulullah untuk berhijrah ke negeri Habasyah. Meskipun Abu Bakar lebih
senang berada di sisi Rasulullah, namun Rasulullah mengkhawatirkan keselematan Abu Bakar
karena kabilahnya termasuk kabilah yang lemah, tidak mampu melindunginya dari ancaman
orang-orang kafir Quraisy.

Dalam perjalanan menuju Habasyah, saat sampai di suatu wilayah yang bernama Barku al-
Ghumad, Abu Bakar berjumpa dengan seseorang yang dikenal dengan Ibnu Dughnah yang
kemudian menanyakan perihal tentangnya. Lalu Ibnu Dughnah mengajaka Abu Bakar kembali
ke Mekah dan ia berkata kepada kafir Quraisy, “Apakah kalian mengusir orang yang suka
menghilangkan beban orang-orang miskin, menyambung silaturahim, menanggung orang-
orang yang lemah, menjamu tamu, dan selalu menolong di jalan kebenaran?” (Riwayat
Bukhari)

Sifat yang sama seperti sifat yang dikatakan Ummul Mukminin Khadijah tatkala menenangkan
Rasulullah tatkala pertama kali menerima wahyu.

Oleh karena itu, tidak heran sampai-sampai Umar bin al-Khattab menyifati keimanan Abu
Bakar dengan permisalan yang sangat luar biasa. Umar mengatakan, “Seandainya ditimbang
iman Abu Bakar dengan iman seluruh penduduk bumi, niscaya lebih berat iman Abu Bakar.”
(as-Sunnah, Jilid 1 hal. 378).

Meneladani Abu Bakar

Pertama, meneladani kecintaannya kepada Rasulullah.

Diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu ‘anha, ia menceritakan, setiap harinya Rasulullah selalu
datang ke rumah Abu Bakar di waktu pagi atau di sore hari. namun pada hari dimana Rasulullah
diizinkan untuk berhijrah, beliau datang tidak pada waktu biasanya. Abu Bakar yang melihat
kedatangan Rasulullah berkata, “Tidaklah Rasulullah datang di waktu (luar kebiasaan) seperti
ini, pasti karena ada urusan yang sangat penting”. Saat tiba di rumah Abu Bakar, Rasulullah
bersabda, “Aku telah diizinkan untuk berhijrah”. Kemudian Abu Bakar menanggapi, “Apakah
Anda ingin agar aku menemanimu wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Iya, temani
aku”. Abu Bakar pun menangis.

Kemudian Aisyah mengatakan, “Demi Allah! Sebelum hari ini, aku tidak pernah sekalipun
melihat seseorang menagis karena berbahagia. Aku melihat Abu Bakar menangis pada hari
itu”.

Abu Bakar kemudian berkata, “Wahai Nabi Allah, ini adalah kedua kudaku yang telah aku
persiapkan untuk hari ini”. Atsar ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari.

Subhanallah! Abu Bakar menangis bahagia karena bisa hijrah bersama Rasulullah. Padahal
hijrah dari Mekah ke Madinah kala itu benar-benar membuat nyawa terancam, meninggalkan
harta, meninggalkan keluarga; anak dan istri yang ia cintai, tapi cinta Abu Bakar kepada
Rasulullah membuatnya lebih mengutamakan Rasulullah daripada harta, anak, istri, bahkan
dirinya sendiri.

Kedua, menangis saat membaca Alquran.


Abu Bakar adalah seorang laki-laki yang amat lembut hatinya sehingga tatkala membaca
Alquran, matanya senantiasa berurai air mata. Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam sakit menjelang wafatnya, beliau memerintahkan Abu Bakar agar mengimami kaum
muslimin. Lalu Aisyah mengomentari hal itu, “Sesungguhnya Abu Bakar adalah seorang yang
sangat lembut, apabila ia membaca Alquran, ia tak mampu menahan tangisnya”. Aisyah
khawatir kalau hal itu mengganggu para jamaah. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam tetap memerintahkan agar Abu Bakar mengimami kaum muslimin.

Karena bacaan Alqurannya pula, orang-orang kafir Quraisy mengeluh kepada Ibnu Dhughnah
–orang yang menjamin Abu Bakar- agar ia meminta Abu Bakar membaca Alquran di dalam
rumahnya saja, tidak di halaman rumah, apalagi di tempat-tempat umum. Mereka khawatir
istri-istri dan anak-anak mereka terpengaruh dengan lantunan ayat suci yang dibaca oleh Abu
Bakar.

Ketiga, berhati-hati terhadap harta yang haram atau syubhat.

Dikisahkan pula dari Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata:

“Abu Bakar ash-Shiddiq memiliki budak laki-laki yang senantiasa


mengeluarkan kharraj (setoran untuk majikan) padanya. Abu Bakar biasa makan
dari kharraj itu. Pada suatu hari ia datang dengan sesuatu, yang akhirnya Abu Bakar makan
darinya. Tiba-tiba sang budak berkata, ‘Apakah Anda tahu dari mana makanan ini?’. Abu
Bakar bertanya, ‘Dari mana?’ Ia menjawab, ‘Dulu pada masa jahiliyah aku pernah menjadi
dukun yang menyembuhkan orang. Padahal bukannya aku pandai berdukun, namun aku hanya
menipunya. Lalu si pasien itu menemuiku dan memberi imbalan buatku. Yang Anda makan
saat ini adalah hasil dari upah itu. Akhirnya Abu Bakar memasukkan tangannya ke dalam
mulutnya hingga keluarlah semua yang ia makan.” (HR. Bukhari).

Kami tutup tulisan ini dengan sebuah hadits dari Anas bin Malik. Ada seseorang yang bertanya
pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kapan terjadi hari kiamat, wahai
Rasulullah?”Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apa yang telah engkau persiapkan
untuk menghadapinya?”Orang tersebut menjawab, “Aku tidaklah mempersiapkan untuk
menghadapi hari tersebut dengan banyak shalat, banyak puasa dan banyak sedekah. Tetapi
yang aku persiapkan adalah cinta Allah dan Rasul-Nya.”Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata,

َ‫أ َ ْنتَ َم َع َم ْن أَحْ َببْت‬

“(Kalau begitu) engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.” (HR. Bukhari dan
Muslim).

Dalam riwayat lain, Anas mengatakan, “Kami tidaklah pernah merasa gembira sebagaimana
rasa gembira kami ketika mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Anta ma’a man
ahbabta (Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai).”Anas pun mengatakan,
“Kalau begitu aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan ‘Umar. Aku
berharap bisa bersama dengan mereka karena kecintaanku pada mereka, walaupun aku tidak
bisa beramal seperti amalan mereka.” (HR. Bukhari).
Read more https://kisahmuslim.com/4515-meneladani-abu-bakar-ash-shiddiq-radhiallahu-
anhu.html

KEPAHLAWANAN ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ DI SAAT HIJRAH


ADMIN · OCTOBER 26, 2014
5 18 30.7K 44

Bercerita tentang pribadi Abu Bakar ash-Shiddiq seolah-olah tiada kata yang bisa menutupnya
dan tiada tinta pena yang tercelup yang mampu mengakhirinya. Ia bukanlah seorang nabi,
namun sosoknya adalah profil manusia yang luar biasa. Pada dirinya tergabung sifat kelemah-
lembutan dan ketegasan, kasih sayang dan keberanian, ketenangan dan cepat serta tepat dalam
mengambil keputusan, rendah hati dan kewibawaan, serta toleran namun mampu
menghancurkan musuh. Beliau adalah orang yang paling kuat keimanannya setelah para nabi
dan rasul. Dan beliau juga adalah orang yang paling mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam.

Kecintaan dan kesetiaannya kepada Nabi sangat tampak pada saat ia menemani
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berhijrah.

Pada saat Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengizinkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam hijrah, para sahabat pun bersegera menyambut seruan Allah dan Rasul-Nya untuk
berhijrah. Mereka tinggalkan kampung halaman mereka menuju daerah yang sama sekali
belum mereka kenal sebelumnya. Para sahabat, baik laki-laki atau perempuan, tua dan muda,
dewasa maupun anak-anak, mereka beranjak dari Mekah menempuh perjalanan kurang lebih
460 Km menuju Madinah. Mereka melintasi pada gurun yang gersang dan tentu saja terik
menyengat.

Di antara mereka ada yang menempuh perjalanan secara sembunyi-sembunyi, ada pula yang
terang-terangan. Ada yang memilih waktu siang dan tidak sedikit pula yang menjadikan malam
sebagai awal perjalanan.
Ibnu Hisyam mencatat, Abu Bakar adalah salah seorang sahabat yang bersegera memenuhi
seruan Allah dan Rasul-Nya untuk berhijrah. Ia meminta izin kepada Rasulullah untuk
berhijrah. Namun beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫احبًا‬
ِ ‫ص‬َ َ‫ لَ َع َّل هللاُ َيجْ َع ُل َلك‬،‫ًَل ت َ ْع َج ْل‬

“Jangan terburu-buru. Semoga Allah menjadikan untukmu teman (hijrah).”

Rasulullah berharap agar Abu Bakar menjadi temannya saat berhijrah menuju Madinah.
Kemudian Jibril datang mengabarkan bahwa orang-orang Quraisy telah membulatkan tekad
untuk membunuh beliau. Jibril memerintahkan agar tidak lagi menghabiskan malam di Mekah.

Nabi segera mendatangi Abu Bakar dan mengabarkannya bahwa waktu hijrah telah tiba untuk
mereka. Aisyah radhiallahu ‘anha yang saat itu berada di rumah Abu Bakar mengatakan, “Saat
kami sedang berada di rumah Abu Bakar, ada seorang yang mengabarkan kepada Abu Bakar
kedatangan Rasulullah dengan menggunakan cadar (penutup muka). Beliau datang pada waktu
yang tidak biasa”.

Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta izin untuk masuk, dan Abu Bakar
mengizinkannya. Beliau bersabda, “Perintahkan semua keluargamu untuk hijrah”. Abu Bakar
menjawab, “Mereka semua adalah keluargamu wahai Rasulullah”.

Rasulullah kembali mengatakan, “Sesungguhnya aku sudah diizinkan untuk hijrah”. Abu
Bakar menanggapi, “Apakah aku menemanimu (dalam hijrah) wahai Rasulullah?” Beliau
menjawab, “Iya.”

Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menunggu malam datang.

Pada malam hari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari rumahnya yang sudah
terkepung oleh orang-orang kafir Quraisy. Lalu Allah jadikan mereka tidak bisa melihat beliau
dan beliau taburkan debu di kepala-kepala mereka namun mereka tidak menyadarinya. Beliau
menjemput Abu Bakar yang tatkala itu sedang tertidur. Abu Bakar pun menangis bahagia,
karena menemani Rasulullah berhijrah. Aisyah mengatakan, “Demi Allah! Sebelum hari ini,
aku tidak pernah sekalipun melihat seseorang menagis karena berbahagia. Aku melihat Abu
Bakar menangis pada hari itu”. Subhanallahu! Perjalanan berat yang mempertaruhkan nyawa
itu, Abu Bakar sambut dengan tangisan kebahagiaan.

Kepahlawanan Abu Bakar Saat Hijrah

Pertama: Saat berada di Gua Tsaur.

Dalam perjalanan hijrah, Rasulullah tiba di sebuah gua yang dikenal dengan nama Gua Tsur
atau Tsaur. Saat sampai di mulut gua, Abu Bakar berkata, “Demi Allah, janganlah Anda masuk
kedalam gua ini sampai aku yang memasukinya terlebih dahulu. Kalau ada sesuatu (yang
jelek), maka akulah yang mendapatkannya bukan Anda”. Abu Bakar pun masuk kemudian
membersihkan gua tersebut. Setelah itu, Abu Bakar tutup lubang-lubang di gua dengan kainnya
karena ia khawatir jika ada hewan yang membahayakan Rasulullah keluar dari lubang-lubang
tersebut; ular, kalajengking, dll. Hingga tersisalah dua lubang, yang nanti bisa ia tutupi dengan
kedua kakinya.

Bukit Tsaur, yang puncaknya


terdapat Gua Tsaur. Bukit inilah yang dulu didaki Nabi dan Abu Bakar dan guanya menjadi
tempat persembunyian keduanya.
Setelah itu, Abu Bakar mempersilahkan Rasulullah masuk ke dalam gua. Rasulullah pun masuk
dan tidur di pangkuan Abu Bakar. Ketika Rasulullah telah tertidur, tiba-tiba seekor hewan
menggigit kaki Abu Bakar. Ia pun menahan dirinya agar tidak bergerak karena tidak ingin
gerakannya menyebabkan Rasulullah terbangun dari istirahatnya. Namun, Abu Bakar adalah
manusia biasa. Rasa sakit akibat sengatan hewan itu membuat air matanya terjatuh dan menetes
di wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Rasulullah pun terbangun, kemudian bertanya, “Apa yang menimpamu wahai Abu Bakar?”
Abu Bakar menjawab, “Aku disengat sesuatu”. Kemudian Rasulullah mengobatinya.

Kedua: Melindungi Nabi dari teriknya matahari.

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Abu Bakar menceritakan hijrahnya bersama Nabi. Kami
berjalan siang dan malam hingga tibalah kami di pertengahan siang. Jalan yang kami lalui
sangat sepi, tidak ada seorang pun yang lewat. Kumelemparkan pandangan ke segala penjuru,
apakah ada satu sisi yang dapat kami dijadikan tempat berteduh. Akhirnya, pandanganku
terhenti pada sebuah batu besar yang memiliki bayangan. Kami putuskan untuk istirahat
sejenak disana. Aku ratakan tanah sebagai tempat istirahat Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam,
lalu kuhamparkan sehelai jubah kulit dan mempersilahkan beliau untuk tidur di atasnya.
Istirahatlah wahai Rasulullah. Beliau pun beristirahat.

Setelah itu, aku melihat keadaan sekitar. Apakah ada seseorang yang bisa dimintai bantuan.
Aku pun bertemu seorang penggembala kambing yang juga mencari tempat untuk berteduh.
Aku bertanya kepadanya, “Wahai anak muda, engkau budaknya siapa?” Ia menyebutkan nama
tuannya, salah seorang Quraisy yang kukenal. Aku bertanya lagi, “Apakah kambing-
kambingmu memiliki susu?” “Iya.” Jawabnya. “Bisakah engkau perahkan untukku?” pintaku.
Ia pun mengiyakannya.

Setelah diperah. Aku membawa susu tersebut kepada Nabi dan ternyata beliau masih tertidur.
Aku tidak suka jika aku sampai membuatnya terbangun. Saat beliau terbangun aku berkata,
“Minumlah wahai Rasulullah”. Beliau pun minum susu tersebut sampai aku merasa puas
melihatnya.
Lihatlah! Rasa-rasanya kita tidak terbayang, seorang yang kaya, mau bersusah dan berpeluh,
menjadi pelayan tak kenal lelah seperti Abu Bakar. Ia ridha dan puas apabila Rasulullah
tercukupi, aman, dan tenang.

Ketiga: perlindungan Abu Bakar terhadap Rasulullah selama perjalanan.

Diriwayatkan al-Hakim dalam Mustadrak-nya dari Umar bin al-Khattab, ia menceritakan.


Ketika Rasulullah dan Abu Bakar keluar dari gua. Abu Bakar terkadang berjalan di depan
Rasulullah dan terkadang berada di belakang beliau. Rasulullah pun menanyakan perbuatan
Abu Bakar itu. Abu Bakar menjawab, “Wahai Rasulullah, kalau aku teringat orang-orang yang
mengejar (kita), aku berjalan di belakang Anda, dan kalau teringat akan pengintai, aku berjalan
di depan Anda”.

Apa yang dilakukan Abu Bakar ini menunjukkan kecintaan beliau yang begitu besar kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia tidak ingin ada sedikit pun yang mengancam jiwa Nabi.
Jika ada mara bahaya menghadang, ia tidak ridha kalau hal itu lebih dahulu menimpa Nabi.

Demikianlah dua orang sahabat ini. Rasulullah ingin bersama Abu Bakar ketika hijrah dan Abu
Bakar pun sangat mencintai Rasulullah. Inilah kecocokan ruh sebagaimana disabdakan oleh
Nabi

َ َ‫اختَل‬
‫ف‬ َ َ‫ف ِم ْن َها ائْتَل‬
ْ ‫ف َو َما تَنَاك ََر ِم ْن َها‬ َ ‫اَل َ ْر َوا ُح ُجنُود ٌ ُم َجنَّدَة ٌ َف َما ت َ َع‬
َ ‫ار‬

“Ruh-ruh itu bagaikan pasukan yang berkumpul (berkelompok). Jika mereka saling mengenal
maka mereka akan bersatu, dan jika saling tidak mengenal maka akan berpisah (tidak cocok).”
(HR. Bukhari dan Muslim).

Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mencintai Abu Bakar.

.”ُ‫شة‬
َ ِ‫ “ َعائ‬:‫ أي الناس أحب إليك؟ قال‬:‫ فأتيته فقلت‬:‫ يقول‬،‫عن عمرو بن العاص أن رسول هللا بعثه على جيش ذات السالسل‬

ُ “ :‫ ثم من؟ قال‬:‫ قلت‬.”‫ “أَبُوهَا‬:‫ من الرجال؟ قال‬:‫قلت‬


ً‫ فعد رجاًل‬.”‫ع َم ُر‬

Dari Amr bin al-Ash, Rasulullah mengutusnya bergabung dalam pasukan Perang Dzatu Salasil.
Amr berkata, “Aku mendatangi Nabi dan bertanya kepadanya, ‘Siapakah orang yang paling
Anda cintai?’ Beliau menjawab, ‘Aisyah’. Aku kembali bertanya, ‘Dari kalangan laki-laki?’
Beliau menjawab, ‘Bapaknya (Aisyah)’. (HR. Bukhari dan Muslim).

Beliau juga bersabda,

ِ ْ ُ ‫ي في ِ صُحْ بَتِ ِه َو َما ِل ِه أَب ُْو بَ ْك ٍر لَ ْو ُك ْنتُ ُمت َّ ِخذًا َخ ِل ْيالً َغي َْر َربِ ْي ًَلتَّ َخذْتُ أَبَا َب ْك ٍر َولَ ِكن أ ُ ُخ َّوة‬
،ُ‫اإل ْسالَ ِم َو َم َودَّتُه‬ ِ َّ‫إِ َّن ِم ْن أ َ َم ِن الن‬
َّ َ‫اس َعل‬

ُ َّ‫ًلَ َي ْبقَ َي َّن ِفي ْال َمس ِْج ِد َبابٌ ِإًل‬


‫سدَّ ِإًلَّ َبابُ أ َ ِب ْي َب ْك ٍر‬
“Sesungguhnya orang yang paling besar jasanya padaku dalam persahabatan dan kerelaan
mengeluarkan hartanya adalah Abu Bakar. Andai saja aku diperbolehkan mengangkat
seseorang menjadi kekasihku selain Rabbku, pastilah aku akan memilih Abu Bakar, namun
cukuplah persaudaraan seislam dan kecintaan karenanya. Maka tidak tersisa pintu masjid
kecuali tertutup selain pintu Abu Bakar saja.” (HR. Bukhari).

Semoga kita dapat meneladani Abu Bakar dalam kecintaan dan pengorbanannya kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga Allah meridhai beliau dan menempatkannya
di surga yang penuh dengan kenikmatan.

Sumber:
– Hisyam, Ibnu. as-Sirah an-Nabawiyah. 2009. Beirut: Dar Ibnu Hazm.
– Mubarakfuri, Shafiyurrahman. ar-Rahiq al-Makhtum. 2007. Qatar: Wizarah al-Awqaf wa-sy
Syu-uni al-Islamiyah.
– islamstory.com

Read more https://kisahmuslim.com/4697-kepahlawanan-abu-bakar-ash-shiddiq-di-saat-


hijrah.html

MENELADANI ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ RADHIALLAHU ‘ANHU


ADMIN · AUGUST 10, 2014
11 52 76.5K 40

Abu Bakar ash-Shiddiq adalah sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling
utama bahkan ia adalah manusia paling mulia setelah para nabi dan rasul. Abu Bakar memeluk
Islam tatkala orang-orang masih mengingkari Nabi.
Ammar bin Yasir radhiallahu ‘anhu mengatakan, “(Di awal Islam) Aku melihat
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya bersama lima orang budak, dua orang wanita, dan
Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhum ‘ajmain.” (Riwayat Bukhari).

Sebagaimana telah masyhur, laqob ash-shiddiq disematkan padanya karena ia selalu


membenarkan apa yang datang dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana pada
pagi hari setelah kejadian isra mi’raj orang-orang kafir berkata kepadanya, “Temanmu
(Muhammad) mengaku-ngaku telah pergi ke Baitul Maqdis dalam semalam”. Abu Bakar
menjawab, “Jika ia berkata demikian, maka itu benar”.

Keutamaan Abu Bakar

Pertama, dijamin masuk surga dan memasuki semua pintu yang ada di sana, padahal saat itu
beliau masih menjejakkan kaki di muka bumi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Orang yang menyumbangkan dua harta di jalan Allah, maka ia akan
dipanggil oleh salah satu dari pintu surga: “Wahai hamba Allah, kemarilah untuk menuju
kenikmatan”. Jika ia berasal dari golongan orang-orang yang suka mendirikan shalat, ia akan
dipanggil dari pintu shalat, yang berasal dari kalangan mujahid, maka akan dipanggil dari pintu
jihad, jika ia berasal dari golongan yang gemar bersedekah akan dipanggil dari pintu sedekah,
mereka yang berpuasa akan dipanggila dari pintu puasa, yaitu pintu Rayyan. Lantas Abu Bakar
bertanya; “Jika seseorang (yang masuk surga) dipanggil dari salah satu pintu, itu adalah sebuah
kepastian. Apakah mungkin ada orang akan dipanggil dari semua pintu tersebut wahai
Rasulullah?”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Benar, dan aku berharap
kamu termasuk diantara mereka, wahai Abu Bakar.” (HR. al-Bukhari & Muslim).

Kedua, Abu Bakar adalah laki-laki yang paling dicintai oleh Rasulu shallallahu ‘alaihi wa
sallam. ‘Amr bin Al Ash radhiallahu’anhu bertanya kepada Nabi shallallahu’alahi wa sallam,
“Siapa orang yang kau cintai?. Rasulullah menjawab: ‘Aisyah’. Aku bertanya lagi: ‘Kalau laki-
laki?’. Beliau menjawab: ‘Ayahnya Aisyah’ (yaitu Abu Bakar)” (HR. Muslim).

Ketiga, Allah mempersaksikan bahwa Abu Bakar adalah orang yang ikhlas dalam
mengamalkan ajaran Islam. Allah Ta’ala berfirman,

‫ض َٰى‬
َ ‫ف يَ ْر‬ َ َ‫ َول‬.‫ ِإ ًَّل ا ْبتِغَا َء َوجْ ِه َر ِب ِه ْاَل َ ْعلَ َٰى‬.‫ َو َما َِل َ َح ٍد ِع ْندَهُ ِم ْن نِ ْع َم ٍة تُجْ زَ َٰى‬.‫ الَّذِي يُؤْ تِي َمالَهُ يَت َزَ َّك َٰى‬.‫سيُ َج َّنبُ َها ْاَلَتْقَى‬
َ ‫س ْو‬ َ ‫َو‬

“Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu, Yang menafkahkan
hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya, Padahal tidak ada seorang pun memberikan
suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, Tetapi (dia memberikan itu semata-mata)
karena mencari keridaan Tuhannya Yang Maha Tinggi. Dan kelak dia benar-benar mendapat
kepuasan” (QS. Al Lail: 17-21)

Para ulama, di antaranya Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di ketika menafsirkan ayat ini
beliau berkata, sebab turun ayat ini adalah berkaitan dengan Abu Bakar ash-Shiddiq (Tafsir as-
Sa’di, Hal: 886).

Keempat, orang-orang musyrik menyifati Abu Bakar sebagaimana Khadijah menyifati


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abu Bakar adalah salah seorang sahabat yang
diperintahkan Rasulullah untuk berhijrah ke negeri Habasyah. Meskipun Abu Bakar lebih
senang berada di sisi Rasulullah, namun Rasulullah mengkhawatirkan keselematan Abu Bakar
karena kabilahnya termasuk kabilah yang lemah, tidak mampu melindunginya dari ancaman
orang-orang kafir Quraisy.

Dalam perjalanan menuju Habasyah, saat sampai di suatu wilayah yang bernama Barku al-
Ghumad, Abu Bakar berjumpa dengan seseorang yang dikenal dengan Ibnu Dughnah yang
kemudian menanyakan perihal tentangnya. Lalu Ibnu Dughnah mengajaka Abu Bakar kembali
ke Mekah dan ia berkata kepada kafir Quraisy, “Apakah kalian mengusir orang yang suka
menghilangkan beban orang-orang miskin, menyambung silaturahim, menanggung orang-
orang yang lemah, menjamu tamu, dan selalu menolong di jalan kebenaran?” (Riwayat
Bukhari)

Sifat yang sama seperti sifat yang dikatakan Ummul Mukminin Khadijah tatkala menenangkan
Rasulullah tatkala pertama kali menerima wahyu.

Oleh karena itu, tidak heran sampai-sampai Umar bin al-Khattab menyifati keimanan Abu
Bakar dengan permisalan yang sangat luar biasa. Umar mengatakan, “Seandainya ditimbang
iman Abu Bakar dengan iman seluruh penduduk bumi, niscaya lebih berat iman Abu Bakar.”
(as-Sunnah, Jilid 1 hal. 378).

Meneladani Abu Bakar

Pertama, meneladani kecintaannya kepada Rasulullah.

Diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu ‘anha, ia menceritakan, setiap harinya Rasulullah selalu
datang ke rumah Abu Bakar di waktu pagi atau di sore hari. namun pada hari dimana Rasulullah
diizinkan untuk berhijrah, beliau datang tidak pada waktu biasanya. Abu Bakar yang melihat
kedatangan Rasulullah berkata, “Tidaklah Rasulullah datang di waktu (luar kebiasaan) seperti
ini, pasti karena ada urusan yang sangat penting”. Saat tiba di rumah Abu Bakar, Rasulullah
bersabda, “Aku telah diizinkan untuk berhijrah”. Kemudian Abu Bakar menanggapi, “Apakah
Anda ingin agar aku menemanimu wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Iya, temani
aku”. Abu Bakar pun menangis.

Kemudian Aisyah mengatakan, “Demi Allah! Sebelum hari ini, aku tidak pernah sekalipun
melihat seseorang menagis karena berbahagia. Aku melihat Abu Bakar menangis pada hari
itu”.

Abu Bakar kemudian berkata, “Wahai Nabi Allah, ini adalah kedua kudaku yang telah aku
persiapkan untuk hari ini”. Atsar ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari.

Subhanallah! Abu Bakar menangis bahagia karena bisa hijrah bersama Rasulullah. Padahal
hijrah dari Mekah ke Madinah kala itu benar-benar membuat nyawa terancam, meninggalkan
harta, meninggalkan keluarga; anak dan istri yang ia cintai, tapi cinta Abu Bakar kepada
Rasulullah membuatnya lebih mengutamakan Rasulullah daripada harta, anak, istri, bahkan
dirinya sendiri.

Kedua, menangis saat membaca Alquran.


Abu Bakar adalah seorang laki-laki yang amat lembut hatinya sehingga tatkala membaca
Alquran, matanya senantiasa berurai air mata. Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam sakit menjelang wafatnya, beliau memerintahkan Abu Bakar agar mengimami kaum
muslimin. Lalu Aisyah mengomentari hal itu, “Sesungguhnya Abu Bakar adalah seorang yang
sangat lembut, apabila ia membaca Alquran, ia tak mampu menahan tangisnya”. Aisyah
khawatir kalau hal itu mengganggu para jamaah. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam tetap memerintahkan agar Abu Bakar mengimami kaum muslimin.

Karena bacaan Alqurannya pula, orang-orang kafir Quraisy mengeluh kepada Ibnu Dhughnah
–orang yang menjamin Abu Bakar- agar ia meminta Abu Bakar membaca Alquran di dalam
rumahnya saja, tidak di halaman rumah, apalagi di tempat-tempat umum. Mereka khawatir
istri-istri dan anak-anak mereka terpengaruh dengan lantunan ayat suci yang dibaca oleh Abu
Bakar.

Ketiga, berhati-hati terhadap harta yang haram atau syubhat.

Dikisahkan pula dari Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata:

“Abu Bakar ash-Shiddiq memiliki budak laki-laki yang senantiasa


mengeluarkan kharraj (setoran untuk majikan) padanya. Abu Bakar biasa makan
dari kharraj itu. Pada suatu hari ia datang dengan sesuatu, yang akhirnya Abu Bakar makan
darinya. Tiba-tiba sang budak berkata, ‘Apakah Anda tahu dari mana makanan ini?’. Abu
Bakar bertanya, ‘Dari mana?’ Ia menjawab, ‘Dulu pada masa jahiliyah aku pernah menjadi
dukun yang menyembuhkan orang. Padahal bukannya aku pandai berdukun, namun aku hanya
menipunya. Lalu si pasien itu menemuiku dan memberi imbalan buatku. Yang Anda makan
saat ini adalah hasil dari upah itu. Akhirnya Abu Bakar memasukkan tangannya ke dalam
mulutnya hingga keluarlah semua yang ia makan.” (HR. Bukhari).

Kami tutup tulisan ini dengan sebuah hadits dari Anas bin Malik. Ada seseorang yang bertanya
pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kapan terjadi hari kiamat, wahai
Rasulullah?”Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apa yang telah engkau persiapkan
untuk menghadapinya?”Orang tersebut menjawab, “Aku tidaklah mempersiapkan untuk
menghadapi hari tersebut dengan banyak shalat, banyak puasa dan banyak sedekah. Tetapi
yang aku persiapkan adalah cinta Allah dan Rasul-Nya.”Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata,

َ‫أ َ ْنتَ َم َع َم ْن أَحْ َببْت‬

“(Kalau begitu) engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.” (HR. Bukhari dan
Muslim).

Dalam riwayat lain, Anas mengatakan, “Kami tidaklah pernah merasa gembira sebagaimana
rasa gembira kami ketika mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Anta ma’a man
ahbabta (Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai).”Anas pun mengatakan,
“Kalau begitu aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan ‘Umar. Aku
berharap bisa bersama dengan mereka karena kecintaanku pada mereka, walaupun aku tidak
bisa beramal seperti amalan mereka.” (HR. Bukhari).
Read more https://kisahmuslim.com/4515-meneladani-abu-bakar-ash-shiddiq-radhiallahu-
anhu.html

BEGINILAH SHALAT ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ RADHIYALLAHU ‘ANHU


KISAHMUSLIM.COM · DECEMBER 28, 2010
2 2 4.1K 4
Beliau radhiyallahu ‘anhu termasuk kalangan orang-orang shalih, sekaligus salah satu dari
sahabat utama yang dekat dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, imam yang utama
dari sejumlah sahabat yang lainnya.

Beliau telah menghabiskan hidup dan segenap jiwa raganya, harta kekayaannya serta waktunya
untuk diinfakkan dan berjihad di jalan Allah. Termasuk memberikan pelayanan dalam dakwah
dan penyampaian wahyu.

Dialah sahabat Abu Bakar yang nama lengkapnya Abdullah bin Abi Quhafah Al Qurasyi At
Tamimi yang terkenal dengan sebutan Abu Bakar Asy Syiddiq.

Beliau sangat mudah mencucurkan air mata saat membaca Al Quran dalam shalatnya. Hal ini
disebabkan karena banyaknya pengalaman hidup beliau bersama Al Quran. Sehingga beliau
tidak mampu menahan perasaannya dari kejadian kejadian yang pernah dialaminya ketika
membaca Al Quran.

Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata “Mereka melalui Abu Bakar yang sedang
shalat bersama dengan yang lainnya.” Aisyah menuturkan, Saya pun berkata kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

“Wahai Rasulullah, sesungguhnyaAbu Bakar adalah seorang laki laki yang lembut hatinya,
apabila telah membaca Al Quran beliau tidak mampu menahan cucuran air mata dari
keduanya.” (HR Muslim)

Adapun kekhusyukan beliau serta tangisan beliau di dalam shalat, benar-benar berpengaruh
besar kepada orang-orang di sekelilingnya.Hal ini menyebabkan orang-orang Quraisy yang
menguasai Mekah pada waktu itu mengajukan sejumlah syarat kepada beliau ketika beliau
menunaikan shalat.

Akhirnya kaum kafir Quraisy menemui Ibnu Ad Daghinah yang saat itu memberikan jaminan
keamana kepada Abu BakarAsh Shiddiq. Mereka berkata kepadanya, “Wahai Ibnu Ad
Daghinah, suruhlah Abu Bakar untuk beribadah kepada Rabbnya di rumahnya, hendaklah dia
shalat dan membaca apa yang dia kehendaki dan janganlah dia menyakiti kami. Sesungguhnya
kami khawatir perkara itu menjadi fitnah bagi anak dan istri kami.”

Ibnu Ad Daghinah pun mengatakan hal itu kepada Abu Bakar, sehingga beliau mulai beribadah
kepada Allah di rumahnya, dengan tidak mengeraskan shalatnya begitupun dengan bacaannya.
Kemudian Abu Bakar mulai membangun sebuah masjid di halaman rumahnya, beliau shalat
dan membaca Al Quran di masjid itu. Pada saat itu, berkumpullah istri-istri dari kalangan orang
musyrik dan anak-anak mereka, mereka begitu kagum akan shalat yang didirikan Abu Bakar
dengan terus memperhatikannya. Abu Bakar adalah seorang laki laki yang sering menangis,
beliau tidak bisa menahan air matanya ketika membaca AL Quran (Kisah ini diriwayatkan oleh
Al Bukhari dan Ibnu Hiban)

Sahl bin Sa’d dia berkata, “Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu tidak pernah melirik ketika dalam
shalat.” (Fadhail Ash Shahabat I/208, Imam Ahmad)

Mujahis menuturkan, “Keadaan Ibnu Az Zubair ketika dia berdiri menunaikan shalat, seperti
sebuah kayu yang kokoh (tidak bergerak).” Dikisahkan pula bahwa Abu Bakar pun seperti itu
ketika shalat. Abdurrazaq berkata, “Penduduk Mekah menuturkan bahwa Ibnu Zubair
mencontohshalat dari Abu Bakar, dan Abu Bakar mencontohnya dari Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Fadhail Ash Shahabat I/208, Imam Ahmad)

***

Artikel www.kisahMuslim.com di-publish ulang dari muslimah.or.id


disalin dari buku Shalatnya Para Kekasih Allah karya Ahmad Musthafa Ath Thathawi
(Terjemah dari buku Shalat Ash Shalihin wa Qishash Al ‘Abidin)

Read more https://kisahmuslim.com/155-beginilah-shalat-abu-bakar-ash-shiddiq.html

MEREKA YANG TERLAHIR SEBAGAI PEMIMPIN


ADMIN · APRIL 8, 2016
4 12 31.3K 117
Banyak peristiwa dalam kehidupan Rasulullah ‫ﷺ‬, empat khalifah setelah beliau, dan sejarah-
sejarah umat Islam setelah mereka yang tidak hanya berhenti pada kajian sejarah. Rekam jejak
mereka mengajarkan nilai. Ada kajian keilmuan yang begitu luas yang bisa dirumuskan.
Terlebih dengan berkembangnya metode penelitian modern.

Kehidupan Rasulullah ‫ ﷺ‬dan para sahabatnya bisa dikaji dalam ilmu psikologi,
sosiologi, leadership, politik dan hubungan internasional, bahkan kebijakan-kebijakan
strategis. Di antara pelajaran menarik dari kehidupan Nabi ‫ ﷺ‬adalah bagaimana beliau ‫ ﷺ‬begitu
lihai melihat potensi sahabatnya. Beliau ‫ ﷺ‬sangat advance dalam memahami karakter
seseorang. Kemudian memberikan peranan yang tepat kepada mereka. Beliau sosok pemimpin
cerdas yang mampu memimpin para leader.

Kepemimpinan Bukan Masalah Senioritas

Rasulullah ‫ ﷺ‬mengajarkan umatnya, kepemimpinan bukan masalah senioritas. Dan beliau ‫ﷺ‬
berhasil menransfer pemahaman ini dengan sangat baik ke para sahabatnya radhiallahu
‘anhum. Sehingga mereka memiliki cara pandang (paradigma) yang sama dengan Rasulullah
.‫ﷺ‬

Pertama: Kepemimpinan Khalid bin al-Walid di Perang Mu’tah.

Contoh yang menarik adalah kisah diangkatnya Khalid bin al-Walid radhiallahu
‘anhu memimpin pasukan Perang Mu’tah. Peristiwa itu hanya berselang 4 bulan setelah Khalid
memeluk Islam. Ketika tiga orang panglima perang yang ditunjuk Rasulullah ‫ ﷺ‬gugur: Ja’far
bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah, dan Abdullah bin Rawahah radhiallahu ‘anhum, panji
pasukan dipegang oleh Tsabit bin Aqram radhiallahu ‘anhu. Tsabit adalah seorang sahabat
senior. Ia turut serta dalam Perang Badar. Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda tentang para sahabat yang
turut serta dalam pasukan Badar:

‫ فَقَدْ َغفَ ْرتُ لَ ُك ْم‬، ‫علَى أ َ ْه ِل َبد ٍْر فَقَا َل ا ْع َملُوا َما ِشئْت ُ ْم‬ َّ ‫َّللاَ أ َ ْن َي ُكونَ قَ ِد ا‬
َ ‫طلَ َع‬ َّ ‫لَ َع َّل‬

“Mudah-mudahan Allah telah memperhatikan ahli Badr (para sahabat yang ikut perang Badar)
lalu berkata, ‘Lakukan semaumu, sesungguhnya Aku telah mengampuni kamu’.” (HR.
Bukhari, no. 3007).

Kata Tsabit bin Aqram al-Anshary, “Wahai kaum muslimin, tunjuklah salah seorang di antara
kalian (untuk jadi pemimpin)!”

“Engkau,” kata para sahabat.

Tsabit menanggapi, “Aku bukanlah orangnya”. Maka para sahabat memilih Khalid bin al-
Walid.” (Ibnu Hisyam, 2009: 533).

Kemudian Tsabit bin Aqram menemui Khalid bin al-Walid. Ia berkata, “Peganglah bendera ini
wahai Abu Sulaiman (kun-yah Khalid).”

“Aku tidak akan mengambilnya. Engkaulah orang yang lebih pantas untuk itu. Engkau seorang
yang dituakan. Dan turut serta dalam Perang Badar,” jawab Khalid. Artinya Khalid tahu
keutamaan dan ketokohan (senioritas) Tsabit. Ia menaruh respect padanya.

“Ambillah! Aku ambil bendera ini hanya untuk menyerahkannya padamu,” perintah Tsabit
tegas. Khalid pun mengambil bendera tersebut dan menjadi panglima perang (Shalabi, 2007:
248).

Dari potongan kisah ini, kita melihat para sahabat Rasulullah ‫ ﷺ‬memahami betul bahwa
kepemimpinan bukan masalah senioritas. Orang yang pantaslah yang layak memimpin. Para
sahabat hilangkan ego kesukuan yang menjadi ciri bangsa Arab sebelum datangnya Islam. Dan
inilah didikan Rasulullah ‫ ﷺ‬kepada mereka.

Kedua: Kepemimpinan Amr bin al-Ash dalam Perang Dzatus Salasil

Amr bin al-Ash radhiallahu ‘anhu ditunjuk Rasulullah ‫ ﷺ‬sebagai panglima pasukan Perang
Dzatus Salasil, 5 bulan setelah ia memeluk Islam. Menariknya, dalam pasukan Dzatus Salasil
ini terdapat Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhuma.

Rasulullah ‫ ﷺ‬memanggil Amr bin al-Ash dan berkata kepadanya, “Sesungguhnya aku ingin
mengirimmu memimpin sebuah pasukan dan Allah akan memenangkanmu dan memberimu
harta rampasan perang. Aku berharap dengan harapan yang baik agar engkau mendapatkan
harta”.
Kemudian Amr menjawab, “Wahai Rasulullah, aku tidak masuk Islam demi harta. Aku masuk
Islam karena kecintaan terhadap Islam dan agar aku bisa bersama-sama Rasulullah ‫ﷺ‬.”

Kemudian Rasulullah ‫ ﷺ‬memuji Amr, menyebutnya sebagai orang yang baik, “Wahai Amr,
sungguh alangkah indahnya jika harta yang baik berada di tangan orang yang baik pula.” (HR.
al-Bukhari dalam bab Adab, No. 299).

Suatu hari, Umar bin al-Khattab melihat Amr bin al-Ash sedang berjalan. Kemudian Umar
mengatakan,

ً ‫ض إًِل أَ ِم‬
. . ‫يرا‬ ِ ‫ِي َعلَى اَل َ ْر‬
َ ‫َّللاِ أ َ ْن يَ ْمش‬
َّ ‫َما يَ ْنبَ ِغي َلَبِي َع ْب ِد‬

“Tidak pantas bagi Abu Abdillah (Amr bin al-Ash) berjalan di muka bumi ini kecuali sebagai
seorang pemimpin.” (Tarikh Dimasyq oleh Ibnu Asakir).

Di zaman kekhalifahan Umar bin al-Khattab, ia mengangkat Amr bin al-Ash sebagai gubernur
Mesir.

Kepemimpinan Bukan Masalah Knowledge (pengetahuan)

Sebagian orang mengangkat orang lain menjadi pemimpin karena gelar akademik tinggi yang
disandangnya. Ada pula yang mengangkat pemimpin karena pengetahuannya yang luas tentang
agama. Tanpa menimbang kapasitasnya dari sisi leadership. Yang dimaksud di sini adalah
kepemimpinan dalam sebuah grup, kelompok, organisasi, dan sejenisnya. Bukan
kepemimpinan agama seperti yang disebutkan Alquran:

َ ‫َو َجعَ ْلنَا ِم ْن ُه ْم أَئِ َّمةً َي ْهد ُونَ بِأ َ ْم ِرنَا َل َّما‬
َ‫صبَ ُروا ۖ َوكَانُوا بِآيَا ِتنَا يُوقِنُون‬

“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan
perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS:As-
Sajdah | Ayat: 24).

Rasulullah ‫ ﷺ‬membedakan antara Abu Dzar al-Ghifary dengan Amr bin al-Ash dan Khalid bin
al-Walid. Padahal dari sisi ke-ulamaan tentu Abu Dzar jauh lebih unggul. Dari sisi ke-islaman,
Abu Dzar lebih senior. Ia adalah orang yang pertama-tama menerima dakwah Islam yang
dibawa oleh Rasulullah ‫ﷺ‬. Artinya ia memeluk Islam kurang lebih 20 tahun sebelum Khalid
dan Amr. 20 tahun! Bukan waktu yang singkat.

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda memuji Abu Dzar radhiallahu ‘anhu,

‫صدَقَ لَ ْه َجةً ِم ْن أَبِي ذَ ٍر‬ ْ ‫ت ْال َخ‬


ْ َ ‫ض َرا ُء ِم ْن َر ُج ٍل أ‬ َ َ‫ت ْالغَب َْرا ُء َو ًَل أ‬
ْ َّ‫ظل‬ ْ َّ‫َما أَقَل‬

“Bumi tak akan diinjak dan langit tak akan menaungi seorang laki-laki yang lebih benar
dialeknya daripada Abu Dzar.” (HR. Ibnu Majah No.152).
Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu berkata tentang Abu Dzar,

.‫أَبُو ذر وعاء مليء علما‬

“Abu Dzar bagai sebuah wadah yang penuh dengan pengetahuan…” (Tarikh Dimasq oleh Ibnu
Asakir).

Tapi Abu Dzar tidak pernah diberikan kepemimpinan oleh Rasulullah ‫ﷺ‬. Beliau hidup di masa
Rasulullah ‫ﷺ‬, Abu Bakar, Umar, dan wafat di masa pemerintahan Utsman. Tidak pernah sama
sekali jadi pemimpin.

Pernah sekali Abu Dzar menawarkan diri kepada Rasulullah ‫ ﷺ‬untuk menjadi pemimpin.
Bukan karena ia tamak kepemimpinan. Tapi ia ingin lebih bermanfaat, menolong, dan berbagi
untuk orang lain. Abu Dzar mengatakan, “Wahai Rasulullah, tidakkah engkau menjadikanku
sebagai pemimpin?” Mendengar permintaanku tersebut, beliau menepuk pundakku seraya
bersabda:

‫ إًِلَّ َم ْن أ َ َخذَهَا بِ َح ِق َها َوأَدَّى الَّذِي َعلَ ْي ِه فِ ْي َها‬،ٌ‫ي َونَدَا َمة‬


ٌ ‫ْف َوإِنَّ َها أَ َمانَةٌ َوإِنَّ َها يَ ْو َم ْال ِقيَا َم ِة ِخ ْز‬ َ َ‫ إِنَّك‬،‫يَا أَبَا ذَ ٍر‬
ٌ ‫ض ِعي‬

“Wahai Abu Dzar, engkau seorang yang lemah sementara kepemimpinan itu adalah amanat.
Dan nanti pada hari kiamat, ia akan menjadi kehinaan dan penyesalan kecuali orang yang
mengambil dengan haknya dan menunaikan apa yang seharusnya ia tunaikan dalam
kepemimpinan tersebut.” (HR. Muslim no. 1825).

Dalam riwayat lain, Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda:

ِ ‫ ًلَ ت َأ َ َّم َر َّن اثْن‬،‫ َوإِنِي أ ُ ِحبُّ لَكَ َما أ ُ ِحبُّ ِلنَ ْفسِي‬،‫ض ِع ْيفًا‬
‫َين َوًلَ ت ََو َّليْنَ َما َل يَتِي ٍْم‬ َ َ‫ إِنِي أ َ َراك‬،‫يَا أَبَا ذَ ٍر‬

“Wahai Abu Dzar, aku memandangmu seorang yang lemah dan aku menyukai untukmu apa
yang kusukai untuk diriku. Janganlah sekali-kali engkau memimpin dua orang dan jangan
sekali-kali engkau menguasai pengurusan harta anak yatim.” (HR. Muslim no. 1826).

Rasulullah ‫ ﷺ‬sangat mencintai Abu Dzar. Tapi beliau memberikan pesan yang begitu jelas,
jika ada dua orang, dia yang jadi pemimpin bukan engkau wahai Abu Dzar.

Pelajaran:

Pertama: Rasulullah ‫ ﷺ‬berada di antara para pemimpin.

Kedua: Rasulullah ‫ ﷺ‬sangat pandai membaca potensi para sahabatnya.

Ketiga: Orang yang berilmu agama memiliki kedudukan yang istimewa. Rasulullah tidak
memberikan pujian kepada Khalid sebagaimana beliau memuji Abu Dzar, “aku menyukai
untukmu apa yang kusukai untuk diriku”.
Keempat: Kepemimpinan itu berat dan amanah.

Kelima: Leadership adalah bagaimana seseorang mampu mempengaruhi orang lain untuk
melakukan sesuatu mencapai tujuan bersama. Terkadang hal ini tidak berhubungan dengan
pengetahuan dan tingkat pendidikan. Syaratnya dia seorang muslim kemudian modal utamanya
adalah integritas (jujur dan amanah).

Keenam: Ada orang-orang yang terlahir sebagai pemimpin. Ada orang-orang yang bisa dilatih
jadi pemimpin. Dan ada orang-orang yang tidak bisa dilatih jadi pemimpin walaupun memiliki
mentor sekelas Rasulullah, Abu Bakar, dan Umar.

Ketujuh: Banyak hal yang bisa digali dari perjalanan hidup Rasulullah ‫ ﷺ‬dan para
sahabatnya radhiallahu ‘anhum.

Daftar Pustaka:
– Ahmad, Mahdi Rizqullah. 2012. Terj: Sirah Nabawiyah. Jakarta: Perisai Qur’an.
– Hisyam, Ibnu. 2009. Sirah Nabawiyah. Beirut: Dar Ibnu Hazm.
– ash-Shalaby, 2007. Ghazawatu ar-Rasul. Kairo: Muas-sasah Iqra.
– islamweb.net

Read more https://kisahmuslim.com/5478-mereka-yang-terlahir-sebagai-pemimpin.html


KHALIFAH ABU BAKAR ASH SHIDDIQ [BAG.01]

Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu

“Tidak seorang pun yang mempunyai jasa baik kepada kami melainkan kami telah
membalasnya kecuali Abu Bakar, sesungguhnya dia mempunyai jasa mulia, Allah yang akan
membalasnnya di hari Kiamat. Aku tidak mengambil manfaat dari harta seseorang seperti aku
mengambil manfaat dari harta Abu Bakar. Seandainya aku boleh mengangkat seorang khalil
niscaya aku menjadikan Abu Bakar sebagai khalil.” [Muhammad Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam]

Dia seorang laki-laki berkedudukan agung, berderajat tinggi, beribadah kepada Allah dengan
meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, berjihad di jalan Allah, dan memberikan
seluruh hartanya di jalan Allah.

Dia menolong Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada saat orang-oorang mengabaikan
beliau, beriman kepada beliau pada saat orang-orang ingkar kepada beliau, dan membenarkan
pada saat orang-orang mendustakan beliau.

Tidak sedikit dari anak-anak kaum muslimin yang tidak mengetahui jasa-jasa besarnya
sehingga mereka menzhalimi hak-haknya, meremehkan kedudukannya yang mulia dan tidak
menghargai dengan sebenar-benarnya.

Yang berpura-pura tidak mengetahui bukan hanya orang-orang awam semata, bahkan orang-
orang khusus dari kalangan para khatib, para pemberi nasihat, para da’i juga para penulis.

Bisa jadi karena dia adalah orang besar di samping orang yang lebih besar, mulia disamping
yang lebih mulia, maka kebesaran Sahabatnya shallallahu ‘alaihi wa sallam, kedudukan dan
derajatnya menutupi kebesaran , kedudukan dan derajatnya.

Dia adalah Sahabat terbaik tanpa diperselisihkan, matahari tidak terbit dan tidak terbenam
setelah para Nabi dan para Rasul atas seorang laki-laki yang lebih baik daripadanya.

Dialah laki-laki yang pertama kali beriman menurut pendapat yang shahih. Dialah seorang laki-
laki yang jika imannya ditimbang dengan iman umat maka imannya lebih berat.

Dialah orang yang bersih hati, pemalu, tegas namun pengasih, seorang saudagar yang mulia,
pemilik fitrah lurus dan bersih dari noda-noda Jahiliyah dan kegelapan.

Dia mirip dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebuah kemulian besar bisa
menyerupai beliau.

Seorang laki-laki bukan layaknya laki-laki, mempunya sejarah hidup bukan layaknya sejarah
hidup.
Diajak masuk Islam, diapun menjawab tanpa keraguan, tanpa maju-mundur dan tanpa
bimbang.

Dia langsung masuk Islam dengan penuh keyakinan.

Karena para pemilik fitrah yang lurus tidak akan pernah bimbang menerima kebaikan yang
diserukan kepadanya.

Bagaimana dia tidak segera menerima Islam sementara dia telah berkawan akrab dengan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum beliau menjadi Nabi dan Rasul. Dia
mengetahui kejujuran beliau, amanah beliau, kebaikan tabiat beliau serta kemulian akhlak
beliau.

Dia mengetahui bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berdusta kepada manusia, mana
mungkin beliau berani berdusta atas nama Allah Jalla wa ‘Alaa. Karena itulah ketika dia diajak
kepada Allah oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, batinnya mengatakan, “Aku belum
pernah mengetahui engkau berdusta.”

Adapun bibirnya mengatakan, “Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi
dengan benar selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-
Nya.” Lalu dia memberikan tangannya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk
membai’at beliau, jadilah tangan pertama yang diulurkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam.[1]

Siapakah Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu?


Dia adalah ‘Abdullah bin ‘Utsman bin ‘Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin
Ka’ab bin Lu’ay Al Quraisy At Taimi, Abu Bakar ash Shiddiq bin Abi Quhafah. [2]

Dia dilahirkan di Mina, nasabnya bertemu dengan nasab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
pada Murrah.

Di masa Jahiliyyah dia menikah dengan dua wanita: Qutailah binti Abdil Uzza dan Ummu
Ruman binti Amir.

Dan dimasa Islam dia menikah dengan dua wanita: Asma’ binti Umais dan Habibah binti
Kharijah bin Zaid.

Teladan Bahkan Semasa Jahiliyah


Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu adalah teladan dalam segala bidang –hingga pada masa
Jahiliyyah sekalipun- maka jangan heran kalau setelah dia masuk Islam, dia adalah orang
terbaik setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

“Sebaik-baik kalian di masa Jahiliyyah adalah sebaik-baik kalian di masa Islam jika mereka
memahami agamanya.” [3]
Ibnu Ishaq rahimahullah berkata, “Abu Bakar adalah seorang laki-laki yang disukai dan dicintai
oleh kaumnya. Dia adalah orang Quraisy yang paling tahu nasab Quraisy, orang Quraisy yang
paling mengenal Quraisy dan paling mengenal kebaikan dan keburukan yang ada pada Quraisy.
Dia adalah laki-laki pemilik akhlak yang baik. Para petinggi Quraisy mendatanginya dan
menyukainya karena ilmu dan perniagaannya serta kepandaiannya dalam bergaul. Orang-orang
dari kaumnya yang dia percaya, yang bergaul dan berkawan dengannya dia ajak kepada Allah
dan kepada Islam.” [4]

Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu mengharamkan khamr (minuman keras) atas dirinya pada masa
Jahiliyyah. Dia tidak meminumnya sekalipun, tidak pada masa Jahiliyyah, apalagi ketika dia
masuk Islam. Hal itu karena pada suatu hari dia melewati seorang laki-laki yang sedang mabuk.
Orang mabuk itu meletakkan tangannya pada kotoran manusia lalu mendekatkan tangannya ke
hidungnya. Jika dia mencium bau busuknya maka dia menjauhkan tangannya dari hidungnya,
maka Abu Bakar mengharamkan khamr atas dirinya.

Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu tidak perna h sujud kepada berhala sekalipun.

Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu pernah berkata di hadapan beberapa orang Shahabat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Aku tidak pernah sujud kepada berhala sekalipun. Ketika itu
usiaku mendekati baligh. Ayahku Abu Quhafah, membawaku ke sebuah ruangan miliknya,
disana ada berhala-berhala miliknya. Dia berkata kepadaku, ‘Ini adalah tuhan-tuhanmu yang
tinggi lagi mulia.’ Lalu dia pergi meninggalkanku. Aku mendekat kepada sebuah berhala, lalu
aku berkata, ‘Aku lapar, berilah aku makan.’ Berhala itu tidak menjawab. Aku berkata, ‘Aku
tidak berpakaian, berilah aku pakaian.’ Berhala itu tetap tidak menjawab. Maka aku mengambil
sebuah batu dan menghantamkan batu itu kepadanya dan ia pun tersungkur.” [5]

Abu Bakar Masuk Islam


Dari Sa’id al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Abu bakar berkata, ‘Bukankah aku lebih
berhak atasnya? –maksudnya adalah khilafah- Bukankah aku adalah orang pertama yang
masuk Islam? Bukankah aku adalah pemilik ini, bukankah aku adalah pemilik ini?’” [6]

Imam as Suyuthi rahimahullah berkata, “Ada yang berkata bahwa orang pertama yang masuk
Islam adalah Ali, yang lain mengatakan: Khadijah. Pendapat-pendapat ini bisa digabungkan
dengan mengatakan Abu Bakar adalah orang pertama yang masuk Islam dari kalangan laki-
laki dewasa, Ali dari kalangan anak muda, dan Khadijah dari kalangan kaum wanita. Orang
pertama yang melakukan penggabungan ini adalah Imam Abu Hanifah rahimahullah.’”[7]

Begitu Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu masuk Islam, dia langsung memikul amanat agama di
atas pundaknya, dia mulai berdakwah mengajak manusia kepada agama Allah Jall wa ‘Alaa.
Ditangannya, masuk Islamlah enak orang dari sepuluh orang Sahabat yang dijamin masuk
Surga.

Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu akan datang pada hari kiamat, sedangkan enam orang itu dalam
timbangan kebaikannya.

Bahkan telah masuk Islam melalui tangannya orang-orang dalam jumlah besar selain enam
orang mulian lagi suci tersebut.
Demikianlah semestinya seorang da’i, dia memikul kewajiban berdakwah kepada orang-orang
di sekitarnyaaaaa, khawatir mereka akan ditimpa adzab Allah sehingga dia membimbing
mereka menuju ridha Allah dan Surga-Nya

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Memberinya Gelar ‘ATIIQ


Di antara keutamaan Abu Bakar adalah Al Habib shallallahu ‘alaihi wa sallam, memberikan
gelar ‘Atiiq kepadanya.

Dari Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Aku sedang berada dalam
rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan para Sahabat berada di halaman. Di
antara aku dengan mereka terdapat kain pembatas. Tiba-tiba Abu Bakar datang, maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Barang siapa yang ingin melihat seorang
‘Atiiq (yang dibebaskan) dari api Neraka, hendaklah dia melihat orang ini.”

Nama Abu Bakar dari keluarganya adalah ‘Abdullah bin ‘Utsmman bin ‘Amir, namun nama
‘Atiiq lebih kesohor.[8]

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Abu Bakar datang kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya,
“Bergembiralah! Engkau adalah ‘Atiiqullah (orang yang dibebaskan oleh Allah) dari api
neraka.’”

Saya (Aisyah) berkata: maka sejak saat itu dia dikenal dengan ‘Atiiq.’” [9]

Sebagian Dari Keutamaan & Keunggulan Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu


Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:

“Sesungguhnya orang yang paling berjasa kepada dalam persahabatan dan hartanya adalah Abu
Bakar. Seandainya aku boleh mengangkat seorang khalid (kekasih) selain Rabb-ku, niscaya
aku mengangkat Abu Bakar (sebagai khalil), akan tetapi (yang ada adalah) persaudaraan Islam
dan kasih sayangnya. Tidak tersisa sebuah masjid kecuali ia ditutup selain pintu Abu Bakar.
[10]

Dari Anas bin Malik radhiyallahuy ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:

“Umatku yang paling sayang kepada kepada umatku adalah Abu Bakar, yang paling kuat
karena Allah adalah ‘Umar, yang paling besar rasa malunya adalah ‘Utsman dan yang paling
menguasai peradilan adalah ‘Ali…’” [11]

Dalam sebuah riwayat:

“Umatku yang paling belas kasihan kepada umatku adalah Abu Bakar…” [12]

Dari Abu Sa’id al Khudry radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau
bersabda :
“Sesungguhnya penghuni derajat-derajat yang tinggi terlihat di atas mereka seperti kalian
melihat bintang yang bersinar di langit. Sesungguhnya Abu Bakar dan Umar termasuk mereka
dan keduanya dalam kenikmatan. [13]

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tidak seorangpun yang mempunyai jasa baik kepada kami kecuali kami telah kami telah
membalasnya kecuali Abu Bakar, sesungguhnya dia mempunyai jasa mulia, Allah yang akan
membalasnya di hari Kiamat. Aku tidak mengambil manfaat dari harta seseorang seperti aku
mengambil manfaat dari harta Abu Bakar. Seandainya aku boleh mengangkat seorang khalil
niscaya aku menjadikan Abu Bakar sebagai khalil. Dan sesungguhnya shahabat kalian ini
adalah khaliilullaah (kekasih Allah).” [14]

Dari Jabi bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:

“Abu Bakar dan Umar dalam agama ini kedudukannya seperti pendengaran dan penglihatan
bagi kepala.” [15]

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Teladanilah dua orang sepeninggalku dari para Sahabatku: Abu Bakar dan Umar…” [16]

Dari Abu Bakar bahwa suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Siapa
yang bermimpi tadi malam?” Maka seorang laki-laki berkata, “Saya, saya melihat dalam mimpi
sebuah timbangan turun dari langit. Lalu engkau dengan Abu Bakar ditimbang maka engkau
lebih berat daripada Abu Bakar. Umar dan Abu Bakar ditimbang maka Abu Bakar lebih berat
daripada Umar. Umar ditimbang daripada Utsman maka Umar lebih berat daripada Utsman.
Kemudian timbangan itu diangkat.” Dia berkata, “Kami melihat rasa tidak suka pada wajah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”[17]

Disini terlihat keutamaan Abu Bakar atas Umar dan orang-orang setelahnya. Ucapannya,
“Kami melihat rasa tidak suka pada wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Dikatakan
dalam Tuhfatul Ahwadzi, “Hal ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui bahwa
makna mimpi diangkatnya timbangan adalah menurunnya nilai segala perkara dan munculnya
fitnah-fitnah pasca khilafah Umar. Makana salah satu lebih berat atas yang lain adalah bahwa
yang lebih berat adalah yang lebih baik.

Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu bahwa pada suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam melihat kepada Abu Bakar dan Umar, maka beliau bersabda:

“Dua orang ini adalah sayyid (penghulu) orang-orang dewasa penduduk surga dari kalangan
orang-orang terdahulu dan orang-orang yang datang kemudian, kecuali para Nabi dan para
Rasul. Ajngan katakan hal ini kepada mereka berdua, wahai Ali.” [18]

Dari Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‘Abu Bakar disurga, Umar disurga, Utsman disruga, Ali disurga, Thalhah disurga, Az Zubair
disurga, Abdurrahman bin Auf disurga, Sa’ad bin Abi Waqqash disurga, Sa’id bin Zaid di
surga, dan Abu Ubaidah disurga.”[19]

Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda kepada Abu Bakar:

“Engkau adalah sahabatku di haudh (telaga) dan sahabatku di gua.” [20]

Pengarang Tuhfatul Ahwadzi berkata, “(Sabda Nabi), “Engkau adalah sahabaku di hauds.”
Yakni, telaga Al Kautsar. “dan Sahabatku di gua.” Yakni, gua yang berada di gunung Tsur
tempat keduanya bersembunyi didalamnya ketika keduanya hijrah ke Madinah.”

Dari Abu Bakar ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Aku berkata kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berada di dalam gua, ‘Seandainya seorang di antara mereka
melihat ke kedua kakinya, niscaya akan melihat kita, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:

‘Apa dugaanmu, wahai Abu Bakar dengan dua orang, sedangkan yang ketiganya adalah
Allah.”[21]

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Kami memilih siapa yang terbaik pada zaman
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka kami memilih Abu Bakar kemudian Umar kemudian
Utsman radhiyallahu ‘anhuma.” [22]

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:

‘Aku tidak mengambil manfaat dari harta seseorang seperti aku mengambil manfaat dari harta
Abu Bakar.’

Maka Abu Bakar menangis seraya berkata, “Bukankah diriku dan hartaku hanya untukmu ya
Rasulullah?’” [23]

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam naik ke
Gunung Uhud bersama Abu Bakar, Umar dan Utsman lalu Uhud berguncang, maka Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tenanglah wahai Uhud, diatasmu hanyalah seorang Nabi, Shiddiq dan dua orang syahid.”
[24]

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:

“Sebaik-naik laki-laki adalah Abu Bakar, sebaik-baik laki-laki adalah Umar…” [25]
Dari Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu bahwa dia berwudhu dirumahnya…Abu Musa
berkata, makaaku berkata, ‘Sepanjang hari ini aku akan mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan aku akan selalu bersama beliau. Lalu aku datang ke masjid. Disana aku bertanya
tentang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, orang-orang menjawab, ‘Beliau keluar dari arah ini
dan ini.’ Maka aku menuju arah yang mereka tunjuk. Aku bertanya tentang beliau, ternyata
beliau masuk ke sumur Aris. Aku duduk di pintu dan pintunya dari pelepah kurma. Setelah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyelesaikan keperluannya dan berwudhu, aku
berdiri kepada beliau, ternyata beliau sedang duduk di atas sumur Aris. Beliau duduk
ditepiannya membuka kedua betisnya dan menjulurkannya kedalam sumur. Aku memberi
salam kepada beliau lalu aku beranjak. Aku duduk di pintu, aku berkata, ‘Hari ii aku akan
menjadi penjaga pintu bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Lalu Abu Bakar datang.
Dia mendorong pintu, lalu aku bertanya, ‘Siapa?’ Dia menjawab, ‘Abu Bakar.’ Aku berkata
kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, Abu Bakar minta izin.’ Nabi bersabda, ‘Izinkan untuknya,
dan sampaikan kabar gembira kepadanya dengan Surga.’ Aku kembali ke pintu lalu aku berkata
kepada Abu Bakar, ‘Masuklah, dan Rasulullah telah memberimu kabar gembira dengan surga.’
Maka Abu Bakar masuk dan duduk disebelah kanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
dipinggir sumur dengan menjulurkan kedua kakinya ke dalam sumur seperti yang dilakukan
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan membuka kedua betisnya…” [26]

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:

“Ketika seorang penggembala bersama domba-dombanya, datanglah seorang serigala dan


menyerangnya. Ia mengambil seekor domba , maka penggembala itu mengejarnya. Maka
serigala itu menoleh kepada penggembala itu lalu berkata, “Siapa yang akan menjaganya pada
hari binatang buas?”[27] pada hari itu tidak ada gembala selain aku.” Ketika seorang laki-laki
menggiring seekor sapi, sedangkan sapi itu menoleh kepadanya dan berbicara, “Sesungguhnya
aku tidak diciptakan untuk ini, tetapi aku diciptakan untuk membajak sawah.’ Maka orang-
orang berkata, ‘Subhanallaah..’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya
aku, Abu Bakar dan Umar bin Al Khaththab beriman kepada semua itu.” [28]

Dari Ibnu Abi Mulaikah rahimahullah bahwa dia mendengar Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu
berkata, “Umar diletakkan diatas ranjang kematian (setelah ditikam). Orang-orang berdatangan
untuk mendoakan dan menshalatkan sebelum dia diangkat. Aku berada di antara hadirin, tiba-
tiba aku dikejutkan oleh seorang laki-laki yang memegang pundakku,ternyata dia adalah Ali
bin Abi Thalib. Dia mendoakan Umar agar dirahmati Allah dan dia berkata, “Engkau tidak
meninggalkan seorang pun yang lebih aku sukai untuk bertemu Allah dengan membawa seperti
amalannya selain dirimu. Demi Allah, aku benar-benar yakin bahwa Allah akan menjadikanmu
bersama kedua sahabatmu. Aku sering mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:

“Aku pergi bersama Abu Bakar dan Umar, Aku masuk bersama Abu Bakar dan Umar dan aku
keluar bersama Abu Bakar dan Umar.’ [29]

Kedudukan Ash Shiddiq di Sisi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam


Dari Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku sedang duduk bersama Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam, tiba-tiba Abu Bakar datang tergopoh-gopoh sambil memegang ujung
kainnya sehingga lututnya terlihat. Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
‘Sahabat kalian menghadapi masalah penting.’ Maka Abu Bakar mengucapkan salam lalu
berkata, ‘Ya Rasulullah, antara aku dengan Ibnul Khaththab telah terjadi sesuatu. Aku terlanjur
menghinanya, kemudian aku menyesal. Aku memintanya untuk memaafkanku namun dia tidak
berkenan. Maka aku datang kesini.’

Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Semoga Allah mengampunimu, wahai
Abu Bakar.’

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengulangnya tiga kali. Kemudian Umar menyesal. Dia
datang ke rumah Abu Bakar dan bertanya, ‘Apakah Abu Bakar ada disini? Keluarganya
menjawab, ‘Tidak.’ Maka Umar datang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, sementara
wajah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berubah menjadi marah, sampai-sampai Abu Bakar
merasa kasihan kepada Umar. Abu Bakar berlutut dan berkata, ‘Ya Rasulullah, akulah yang
berbuat salah…aku lah yang berbuat salah.’ Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda,

‘Sesungguhnya Allah mengutusku kepada kalian lalu kalian berkata, ‘Engkau berdusta.’ Tetapi
Abu Bakar berkata, ‘Dia benar.’ Abu Bakar telah membantuku dengan jiwa dan hartanya,
apakah kalian berkenan membiarkan sahabatku untukku? apakah kalian berkenan membiarkan
sahabatku untukku?

Maka setelah itu tidak ada yang berani menyakiti Abu Bakar.” [30]

Dari Muhammad bin Sirin rahimahullah, ia berkata, “Anas bin Malik ditanya tentang semir
Rambut Rasulullah, maka dia berkata, ‘Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam tidak tumbuh uban kecuali sedikit, akan tetapi Abu Bakar dan Umar sepeninggal beliau
telah mewarnai rambut ekduanya dengan henna dan katam.’ Anas berkata, ‘Abu Bakar
membawa ayahnya, Abu Quhafah, kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada hari
Fat-hu Makkah. Abu Bakar menggendongnya hingga dia meletakkannya di depan Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepada
Abu Bakar, ‘Seandainya engkau membiarkan orang tuamu dirumah, niscaya kami yang akan
datang kepadanya.’ Hal itu beliau katakan untuk menghormati Abu Bakar. Maka Abu Quhafah
masuk Islam sementara rambut dan jenggotnya putih seperti pohon Tsagamah, Maka
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Ubahlah keduanya tetapi jangan dengan
warna hitam.’”[31]

Dari ‘Amr bin Al Ash radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku berkata kepada Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Ya Rasulullah, siapa orang yang paling engkau cintai?’ Beliau
menjawab, ‘Aisyah.’ Aku bertanya, ‘Dari Kaum laki-laki?’ Beliau menjawab, ‘Ayahnya.’”[32]
KHALIFAH ABU BAKAR ASH SHIDDIQ [BAG.02]

Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu Dipanggil Dari Delapan Pintu Surga

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengarRasulullah Shallallahu


‘Alaihi wa Sallam bersabda,

‘Barangsiapa menginfakkan sepasang harta dari segala sesuatu di jalan Allah, dia dipanggil
dari pintu-pintu surga, ‘Wahai hamba Allah, ini adalah kebaikan.’ Barangsiapa termasuk
orang-orang yang mendirikan shalat, dia dipanggil dari pintu shalat. Barangsiapa termasuk
orang-orang yang berjihad, dia dipanggil dari pintu jihad. Barangsiapa termasuk orang-orang
yang bersedekah, dia dipanggil dari pintu sedekah. Barangsiapa termasuk orang-orang yang
berpuasa, dia dipanggil dari pintu puasa, yaitu pintu Ar Rayyan.’

Maka Abu Bakar berkata, ‘Seseorang dipanggil dari satu pintu dari pintu-pintu tersebut
tidaklah masalah (sebab satu pintu aja sudah merupakan kenikmatan), akan tetapi adakah orang
yang dipanggil dari semua pintu tersebut, wahai Rasulullah? Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam menjawab, Ya, dan aku berharap engkaulah seorang diantara mereka, wahai Abu
Bakar.’[1]

Dalam riwayat Ibnu Hibban dari Hadits Ibnu Abbas, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda,

“Ada, dan engkaulah orang itu wahai Abu Bakar.”

Ibnul Qoyyim berkata tentang pintu-pintu surga dalam bait-bait Nuuniyahnya


Maka seseorang akan dipanggil dari pintu-pintunya

Seluruhnya jika dia memenuhi tuntutan-tuntutan iman

Di antara mereka adalah Abu Bakar ash Shiddiq

Dialah Khalifah Nabi yang diutus dengan Al Qur’an

Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu Dan Kecintaannya Yang Mendalam Kepada Al Habib
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Sungguh, Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu telah menyintai Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
dengan kecintaaan yang meresap ke dalam oraknya, hatinya, dan anggota badannya, sampai-
sampai dia berharap bisa mengorbankan dirinya, anaknya, hartanya dan seluruh manusia demi
beliau.
‘Aisyah radhiyallahu ‘Anha berkata, “Ketika Sahabat-Sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam berkumpul, pada saat itu jumlah mereka adalah 38 orang. Abu Bakar bersikeras
mengusulkan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam agar menampakkan diri dan tidak
bersembunyi, maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

‘Wahai Abu Bakar! Jumlah kita masih sedikit.’

Abu Bakar terus mengusulkan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, agar tidak
bersembunyi sampai Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengabulkan usulnya. Kaum
muslimin berpencar di masjid, masing-masing bersama keluarga besarnya. Lalu Abu Bakar
berdiri berkhutbah di hadapan orang-orang yang hadir, sedangkan Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam sendiri duduk. Abu Bakar menjadi khatib pertama yang menyeru kepada
Allah dan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Maka Kaum Musyrikin menyerbu Abu Bakar dan kaum muslimin, mereka dipukuli disudut-
sudut masjid dengan keras, Abu Bakar sendiri diinjak-injak dan dipukuli dengan hebat. ‘Utbah
bin Rabi’ah, orang fasik ini, mendekat kepada Abu Bakar lalu memukuli Abu Bakar dengan
sepasang sendal yang bersusun dua (maksudnya semacam sendal kulit sekarang yang
mempunyai bagian atas yaitu kulit dan bagian bawah yang disol dengan karet). Dia memukul
di atas perut Abu Bakar sehingga hidung Abu Bakar tidak bisa dibedakan dengan wajahnya.
Mereka mengusir orang-orang Quraisy dari Abu Bakar, Bani Taim membawa Abu Bakar
dalam selembar kain dan memasukkannya kepada rumahnya. Mereka tidak ragu lagi Abu
Bakar sudah mati. Kemudian Bani Taim kembali ke masjid. Mereka berkata, ‘Demi Allah,
kalau sampai Abu Bakar mati maka kami akan membunuh Utbah bin Rabi’ah. Setelah itu
mereka menjenguk Abu Bakar. Abu Quhafah dan Bani Taim berupaya mengajak Abu Bakar
berbicara sampai dia menjawab. Di sore hari Abu Bakar berbicara. Dia berkata, ‘Bagaimana
keadaan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam?’ Maka Bani Taim mencela dan mencibir
Abu Bakar, kemudian mereka berdiri dan berkata kepada ibunya, Ummul Khair, ‘Cobalah
memberinya makan atau minum sesuatu.’

Kemudian Ummul Khair hanya berdua dengan Abu Bakar, dia mencoba memberikan sesuatu
kepada, namun Abu Bakar selalu menjawab, ‘Bagaimana keadaan Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam? Maka Ummul Khair menjawab, ‘Aku tidak mengetahui keadaan kawanmu.
Abu Bakar berkata, ‘Pergilah kepada Ummu Jamil binti Al Khaththab, bertanyalah kepadanya
tentangnya.’ Maka Ummu Khair berangkat menemui Ummu Jamil. Ummul Khair berkata,
‘Sesungguhnya Abu Bakar bertanya kepadamu tentang Muhammad bin Abdillah.’ Ummu
Jamil menjawab, ‘Aku tidak kenal Abu Bakar dan tidak pula Muhammad bin Abdillah, tetapi
jika engkau ingin aku menemui anakmu, aku bersedia.’ Ummul Khair menjawab, ‘Ya.’ Maka
Ummu Jamil berangkat bersamanya. Dia mendapati Abu Bakar dalam keadaan sekarat lagi
parah. Ummul Jamil mendekat dan dia berkata dengan suara tinggi, ‘Demi Allah, kaum yang
melakukan ini kepadamu adalah kaum fasik lagi kafir. Aku berdoa semoga Allah membalas
mereka untukmu.’

Abu Bakar bertanya, ‘Bagaimana keadaan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam?. Ummu
Jamil menjawab, ‘Ada ibumu, dia mendengar pembicaraan kita.’ Abu Bakar berkata, ‘Jangan
khawatir kepadanya.’ Ummu Jamil berkata, ‘Beliau selamat, keadaan baik-baik saja.’ Abu
Bakar berkata, ‘Dimana?’ Ummu Jamil menjawab, ‘Dirumah Ibnul Arqam.’
Abu Bakar berkata, ‘Demi Allah, aku bersumpah tidak makan atau minum apapun sebelum
aku bertemu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.’ Maka Ummul Khair dan Ummu Jamil
meminta Abu Bakar agar bersabar sesaat sampai keadaan dan orang-orang kembali tenang.
Pada saat itu keduanya memapah Abu Bakar hingga keduanya membawanya masuk kepada
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun
menyambutnya dan menciumnya, kaum muslimin juga menyambutnya, Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam sangat terharu melihat keadaannya, maka Abu Bakar berkata, ‘Aku
korbankan ayah dan ibuku, wahai Rasulullah. Aku tidak mengapa, hanya apa yang dilakukan
oleh fasik itu terhadap wajahku. Ini adalah ibuku. Dia adalah wanita yang baik kepada anaknya,
sedangkan engkau adalah laki-laki penuh kebaikan, maka ajaklah dia kepada Allah, berdo’alah
untuknya semoga Allah menyelamatkannya dari Neraka melalui dirimu.’ Maka Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdoa untuknya dan mengajaknya kepada Allah maka dia
masuk Islam.”[2]

Sebuah Sikap Yang Tidak Mampu Dijelaskan Dengan Kata-Kata


Ini adalah lembaran yang bersinar dari kehidupan ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu yang telah
memberikan harta dan jiwanya demi membela Allah dan membela Rasul-Nya.

Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Sungguh aku telah melihat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dikerumuni oleh orang-orang Quraisy. Sebagian memdorong
beliau. Mereka berkata, Engkaulah orang yang menjadikan tuhan-tuhan yang banyak menjadi
satu tuhan saja.’” Ali berkata, “Demi Allah, tidak seorang pun dari kami yang berani mendekat
selain Abu Bakar. Dia mendorong sebagian dari mereka, menyingkirkan sebagian dari mereka
dan memukul sebagian lagi. Dia berkata, ‘Celaka kalian! Apakah kamu akan membunuh
seseorang karena dia berkata, ‘Rabbku adalah Allah?’” (QS.Ghaafir:28).’” Kemudian Ali
mengangkat jubah yang dipakainya. Dia menangis sampai jenggotnya basah, kemudian
berkata, “Aku bertanya kepada kalian dengan nama Allah, apakah seorang laki-laki beriman
dari keluarga Fir’aun lebih baik ataukah Abu Bakar yang lebih baik?” Mereka terdiam, maka
Ali berkata, “Mengapa kalian tidak menjawabku? Demi Allah, satu saat dari Abu Bakar adalah
lebih baik daripada seribu saat dari seorang laki-laki beriman dari keluarga Fir’aun. Laki-laki
menyembunyikan imannya, sedangkan Abu Bakar mengumumkan imannya.”[3]

Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Pada saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam sedang berada di halaman Ka’bah, Uqbah bin Abi Mu’aith datang lalu mencengkram
pundak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia mencekik beliau dengan kuat. Maka
datanglah Abu Bakar, dia mencengkram pundak Uqbah dan menyingkirkannya dari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian dia berkata:

“…Apakah kamu akan membunuh seseorang karena dia berkata, ‘Rabb-ku adalah Allah,’
Padahal sungguh dia telah datang kepadamu dengan bukti-bukti yang nyata dari Rabb
kalian?…(QS.Ghaafir:28).’” [4]

KHALIFAH ABU BAKAR ASH SHIDDIQ [BAG.03]

Tidak Pantas Bagiku Membuka Rahasia Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam


Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Umar bin Al Khaththab berkata ketika
Hafshah binti Umar radhiyallahu ‘anha menjanda karena ditinggal suaminya, Khunais bin
Hudzafah as Sahmi – salah seorang Shahabat Nabi yang wafat di Madinah-. Umar berkata,
‘Aku datang kepada Utsman bin Affan. Aku menawarkan kepadanya untuk menikahi Hafshah
lalu dia menjawab, ‘Aku akan pikirkan.’ Beberapa malam setelah itu Utsman menemuiku, lalu
dia berkata, ‘Saat ini aku belum berniat untuk menikah.’

Umar berkata, ‘Selanjutnya aku bertemu Abu Bakar ash Shiddiq, lalu aku berkata kepadanya,
‘Jika engkau berkenan, aku akan menikahkanmu dengan Hafshah binti Umar.’ Namun Abu
Bakar diam, dia tidak menjawab apapun. Diamnya Abu Bakar ini lebih menyakitkan hatiku
daripada jawaban Utsman[1]. Beberapa malam kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam datang melamarnya dan aku menikahkannya dengan beliau. Maka Abu Bakar
menemuiku, lalu berkata, ‘Mungkin engkau jengkel kepadaku ketika engkau memintaku
menikahi Hafshah, tetapi aku tidak menjawab apapun? Aku menjawab, ‘Benar.’ Abu Bakar
berkata, ‘Yang menghalangiku untuk memberikan jawaban kepadamu atas permintaanmu itu
adalah karena aku mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyebut-
nyebut nama Hafshah. Tidak pantas bagiku membuka rahasia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Seandainya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berkenan, niscaya aku
menerima tawaranmu.’”[2]

Infak Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu Di Jalan Allah


Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tidak seorang pun yang lebih besar jasanya kepadaku daripada Abu Bakar. Dia telah
membantuku dengan jiwa dan hartanya. Dia juga menikahkanku dengan putrinya.”[3]

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tidak seorang pun yang mempunyai jasa baik kepada kami melainkan kami telah
membalasnya kecuali Abu Bakar, sesungguhnya dia mempunyai jasa mulia, Allah yang akan
membalasnya di hari Kiamat. Aku tidak mengambil manfaat dari harta seseorang seperti aku
mengambil manfaat dari harta Abu Bakar. Seandainya aku boleh mengangkat seorang khalil
(kekasih) niscaya aku menjadikan Abu Bakar sebagai khalil. Dan sesungguhnya shahabat
kalian ini adalah khaliilullaah (kekasih Allah).”[4]

Dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya, ia berkata, “Abu Bakar masuk Islam, sedangkan dia
mempunyai 40.000. Dia menginfakkannya di jalan Allah, memerdekakan tujuh orang hamba
sahaya yang disiksa karena Allah, memerdekakan Bilal, Amir bin Fuhairah, Zunairah, An
Nahdiyah dan anak perempuannya, hamba sahaya Bani Muammal dan Ummu Ubais.”[5]

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu telah berinfak
40.000 kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”[6]

Allah Ta’ala berfirman:

“Dan akan dijauhkan darinya (Neraka) orang yang paling takwa, yang menginfakkan hartanya
(di jalan Allah) untuk membersihkan (dirinya). Dan tidak ada seorang pun memberikan suatu
nikmat padanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena
mencari wajah Rabbnya yang Mahatinggi. Dan niscaya kelak dia akan mendapatkan
kesenangan (yang sempurna).”[QS.Al Lail:17-21]
Imam Al Qurthubi rahimahullah berkata, “Pendapat mayoritas ahli tafsir menyatakan bahwa
surat ini turun mengenai Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu.” Adakah keutamaan yang lebih agung
daripada keutamaan ini? Adakah gelar yang lebih berharga daripada gelar ini?

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Orang-orang musyrikin menyiksa Bilal,
sedangkan Bilal mengucapkan, ‘Ahad, Ahad.’ Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
melewati Bilal, lalu beliau bersabda, ‘Ahad –yakni Allah Ta’ala- akan menyelamatkanmu.’
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Abu Bakar:

‘Wahai Abu Bakar! Sesungguhnya Bilal sedang disiksa karena Allah.’

Abu Bakar memahami maksud Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian dia pulang dan
mengambil satu ritl emas, lalu pergi menemui Umayyah bin Khalaf, majikan Bilal. Dia berkata
kepada Umayyah, ‘Apakah engkau menjual Bilal kepadaku?’ Dia menjawab,’Ya’. Maka Abu
Bakar membelinya dan memerdekakannya. Orang-orang musyrikin berkata, ‘Abu Bakar tidak
memerdekakannya kecuali karena jasa Bilal atasnya. Maka turunlah Ayat:

“Dan tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat padanya yang harus dibalasnya, tetapi
(dia memberikan itu semata-mata) karena mencari wajah Rabb-nya yang Maha Tinggi. Dan
niscaya kelak dia akan mendapat kesenangan (yang sempurna).” [QS.Al Lail:19-21]

Maksudnya , Allah akan memberinya di Surga apa yang membuatnya rela.” [7]

Umar berkata, “Abu Bakar adalah sayyid kami. Dia telah memerdekakan sayyid kami.”
Maksudnya adalah Bilal.[8]

Dari Umar bin Al Khaththab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam memerintahkan kami bersedekah. Ketika itu aku sedang mempunyai harta, maka aku
berkata, ‘Hari ini aku akan mendahuluinya- Maka aku datang membawa setengah dari hartaku.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadaku, ‘Apa yang engkau sisakan untuk
keluargamu?’ Aku menjawab, ‘Sepertinya (jumlah yang sama)’” Umar berkata, “Ternyata Abu
Bakar datang membawa seluruh hartanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
kepadanya, ‘Apa yang engkau sisakan untuk keluargamu.’ Abu Bakar menjawab, ‘Aku
menyisakan untuk mereka Allah dna Rasul-Nya.’ “Umar berkata, “Aku tidak akan bisa
mengalahkanmu dalam segala hal selamanya.”[9]

Al Habib Shallallahu ‘Alaihi wa Sallah Menafikan Kesombongan Dari Abu Bakar


Radhiyallahu ‘Anhu.
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:

‘Barangsiapa menjulurkan pakaiannya karena sombong, niscaya Allah tidak akan melihat
kepadanya kelak pada hari Kiamat.’

Maka Abu Bakar berkata, ‘Wahai Rasulullah, satu sisi pakaianku menjulur kecuali jika aku
memperhatikannya [menjaganya tetap seimbang dan tidak miring, maka tidak sampai isbal].”

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


“Sesungguhnya engkau tidak melakukan itu karena kesombongan.”[10]

KHALIFAH ABU BAKAR ASH SHIDDIQ [BAG.04]

Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu Selalu Berada Di Garis Depan Dalam Setiap Kebaikan

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
‘Siapa diantara kalian yang berpuasa hari ini?’ Abu bakar menjawab, ‘Saya.’ Nabi bertanya
diantara kalian yang mengantarkan jenazah hari ini?’ Abu Bakar menjawab, ‘Saya.’ Nabi
bertanya, ‘Siapa diantara kalian yang memberi makan orang miskin hari ini?’ Abu bakar
menjawab, ‘Saya.’ Nabi bertanya, ‘Siapa diantara kalian yang menjenguk orang sakit hari ini?’
Abu Bakar menjawab, ‘Saya.’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Semua
itu tidak terkumpul pada seseorang kecuali dia akan masuk Surga.’” [1]

Dari Bakr Al Muzani rahimahullah, ia berkata, “Abu bakar tidak mengungguli Sahabat-Sahabat
Muhammad dengan puasa dan shalat, tetapi dengan sesuatu yang bersemayam di dalam
hatinya.”

Ibrahim berkata, “Telah sampai kepadaku dari Ibnu ‘Ulaiyyah bahwa dia berkata setelah hadits
diatas, ‘Yang bersemayam didalam hatinya adalah kecintaan kepada Allah Ta’ala dan nasihat
untuk makhluk’Nya.’”[2]

Sikap Abu Bakar Yang Agung Dalam Kisah Isra’ dan Mi’raj

Setelah peristiwa Isra’ dan Mi’raj, orang-orang musyrikin datang kepada Abu Bakar. Mereka
berkata, “Kawanmu mengaku bahwa dia telah melakukan perjalanan malam hari ke Masjid
Aqsha kemarin malam, padahal kami mengendarai punggung onta ke sana sebulan penuh.”
Maka Abu Bakar menjawab, ‘Jika dia berkata demikian, dia pasti jujur.”

Dalam sebuah riwayat: maka ash Shiddiq bersegera untuk membenarkannya. Dia berkata,
“Sesungguhnya aku percaya kepadanya terkait dengan berita langit (yang turun) pagi dan
petang, lalu mengapa aku tidak mempercayainya terkait dengan Baitul Maqdis.”[3]

Oleh karena itu dikatakan bahwa Abu Bakar di juluki ash Shiddiq karena pembenarannya
mengenai peristiwa Isra’ dan Mi’raj, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada
Jibril pada malam Isra’, sesungguhnya kaumku tidak mempercayaiku.” Maka Jibril
menjawab,”Abu Bakar membenarkanmu dan dia adalah ash Shiddiq.”[4]

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu bersumpah bahwa Allah Ta’ala menurunkan nama ash
Shiddiq untuk Abu Bakar dari langit.[5]

Peran Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu Pada Malam Hijrah Yang Diberkahi

Kalau pun kita lupa, kita tetap tidak akan melupakan selama-lamanya sikap agung Abu Bakar
pada malam hijrah yang penuh berkah.
Para pemuka Quraisy berkumpul di Daun Nadwah dan mereka telah bersepakat untuk
membunuh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Pada waktu itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih
di Makkah, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada kaum muslimin,
‘Sesungguhnya negeri hijrah kalian telah ditampakkan kepadaku. Negeri dengan pohon-pohon
kurma di antara dua bukitnya yang hitam.’ Maka berhijrahlah orang-orang yang berhijrah ke
Madinah. Mayoritas kaum muslimin yang telah berhijrah ke Habasyah pulang menuju
Madinah. Abu Bakar sendiri telah bersiap-siap menuju Madinah, maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda kepada, ‘Tetaplah ditempatmu, karena aku masih menunggu izi
(dari Allah).’ Maka Abu Bakar berkata, ‘Apakah engkau masih mengharapkan itu, aku
korbankan ayah dan ibuku demi dirimu?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Ya.’
Maka Abu Bakar menahan dirinya untuk mendampingi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Abu Bakar juga menyiapkan dua ekor unta pilihan. Dia memberinya makan daun pohon
Samurah selama empat bulan.

Ketika putusan zhalim untuk membunuh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah disepakati,
Jibril Alaihis salam turun membawa wahyu Rabb-Nya Tabaaraka wa Ta’aala. Jibril
menyampaikan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetang makar jahat orang-orang
Quraisy dan bahwa Allah Ta’ala telah mengizinkan beliau untuk berhijrah serta menentukan
waktu hijrah seraya berkata, ‘Jangan bermalam pada malam ini di atas ranjangmu yang biasa
engkau tidur di atasnya.’”[6]

Di siang harinya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju rumah Abu Bakar untuk
mematangkan rencana hijrah.
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, ‘Siang itu kami sedang duduk dirumah Abu Bakar.
Seseorang berkata kepada Abu Bakar, ‘Ini Rasulullah datang dengan kepala tertutup.’” Aisyah
berkata, ‘Ini adalah waktu dimana tidak biasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
datang. Maka Abu Bakar berkata, ‘Aku korbankan ayah dan ibuku demi dirinya, beliau tidak
datang pada saat seperti ini, kecuali karena ada perkata penting.’”

Aisyah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang, Beliau meminta izin maka
beliau diizinkan, lalu beliau masuk. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Abu
Bakar, ‘Keluarkanlah orang-orang yang ada dirumahmu.’ Maka Abu Bakar menjawab,
‘Mereka tidak lain kecuali keluargamu sendiri wahai Rasulullah.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, ‘Aku telah diizinkan untuk berhijrah.’

Abu Bakar bertanya, ‘Apakah ini berarti aku mendampingimu, wahai Rasulullah?’ Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Benar.’ Abu Bakar berkata, ‘Kalau begitu, ambillah
salah satu dari kedua unta ini, wahai Rasulullah, ayah dan ibuku sebagai tebusanmu.’ Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Dengan harga.’

Aisyah berkata, “maka kami segera menyiapkan keperluan keduanya dengan teliti dan cepat.
Kami memasukkan bekal keduanya kedalam sebuah kantong. Asma binti Abi Bakar
Radhiyallahu ‘anha membelah ikat pinggangnya menjadi dua, salah satunya dia gunakan untuk
mengikat kantongnya yang berisi bekal makan, dengan itu dia dijuluki Dzatun Nithaq.”[7]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu
di malam yang mencekam itu agar tidur di atas tempat tidur beliau dan berselimut kain yang
biasa beliau gunakan. Di malam itu, ketika para penunggu sedang lengah, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menyelinap keluar dari rumah menuju rumah Abu Bakar, lalu
keduanya keluar dari pintu belakang rumah Abu Bakar menuju Gua Tsur. Menuju kedua,
risalah penutup ini serta masa depan peradaban sempurna diserahkan sepenuhnya kepada
penjagaan Ilahiyah, dititipkan dalam penjagaan ‘diam’ dan ‘terasing’ serta ‘keterputusan’ dari
dunia luar.

Semua urusan berjalan seperti yang telah diperkirakan. Abu Bakar memitna anaknya Abdullah
agar mencari dengar apa yang dikatakan oleh orang-orang Makkah tentang mereka berdua, lalu
di sore hari dia datang ke gua dan menyampaikan apa yang dia dengar hari ini kepada mereka
berdua.

Abu Bakar memerintahkan Amir bin Fuhairah, mantan hamba sahayanya, agar
menggembalakan kambingnya di siang hari dan membawanya ke gua disore hari untuk
istirahat. Abdullah bin Abu Bakar berada ditengah-tengah Quraisy menyimak apa yang mereka
rencanakan dan apa yang mereka katakan terkait dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan Abu Bakar lalu disore hari dia menceritakan apa yang dia dengar kepada keduanya.
Disiang hari Amir bersama para penggembala Makkah, namun di sore hari dia menggiring
domba-domba Abu Bakar ke gua sehingga keduanya bisa minum susunya dan makan
dagingnya. Jika Abdullah beranjak dari mereka berdua untuk kembali ke Makkah, Amir
menggiring domba-domba di belakangnya untuk menghapus jejak Abdullah.

Ini adalah kehati-hatian yang sangat mendalam. Kondisi dan keadaan memang mengharuskan
demikian kepada manusia biasa.

Orang-orang musyrikin Makkah bergerak menelusuri jejak orang-orang yang berhijrah.


Mereka mengawasi jalan-jalan, memeriksa setiap lorong yang bisa digunakan untuk berlari,
mereka mengaduk-aduk gunung-gunung dan gua-gua di Makkah sehingga mereka tiba dekat
Gua Tsur.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar mendengar derap kaki orang-orang
yang mencari keduanya. Langkah-langkah itu menuju mereka, maka ketakutan menyerang Abu
Bakar. Dia berbisik kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kalau salah seorang dari
mereka melihat kebawah kakinya, niscaya dia melihat kita.” Maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Abu Bakar…! Apa dugaanmu dengan dua orang yang
pihak ketiganya adalah Allah.[8]”[9]

Abul Qasim Al Baghawi rahimahullah meriwayatkan dari Ibnu Abi Mulaikah bahwa ketika
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar berangkat ke Gua Tsur, sesekali Abu Bakar
berjalan di depan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sesekali di belakang, maka Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya tentang hal itu, Abu Bakar menjawab, “Jika
Aku di belakangmu, aku khawatir musuh datang dari depanmu. Jika aku di depanmu, aku
khawatir musuh datang dari belakangmu.”

Ketika keduanya tiba di gua, Abu Bakar berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Jangan masuk, biarkan aku masuk terlebih dahulu. Jika ada sesuatu, ia akan menimpaku bukan
menimpamu.” Maka Abu Bakar masuk, membersihkannya, dan melihat sebuah lubang
disisinya. Lalu dia merobek pakaiannya dan menyumpalkanya ke lubang tersebut, namun
masih ada dua lubang lagi, kemudian dia menyumbat keduanya dengan kakiknya. Setelah itu
dia berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, masuklah.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan kepadanya di pangkuan Abu Bakar dan
beliau tidur. Abu Bakar disengat binatang berbisa pada kakinya yang menyumpal lubang, tetapi
dia diam saja karena takut membangunkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena sakit,
Abu Bakar tidak kuasa menahan air matanya. Air mata itu jatuh ke wajah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, maka beliau bersabda, “Ada apa denganmu, wahai Abu Bakar?” Abu Bakar
menjawab, “Aku disengat, ayah dan ibuku menjadi tebusanmu.” Maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam meludahinya dan ia pun sembuh.” [10]

Demikianlah Abu Bakar berharap bisa mengorbankan dirinya, hartanya, dan segala apa yang
dimilikinya demi Al Habib shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini adalah cinta sempurna darinya
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berangkat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
tanpa mengharapkan kedudukan atau jabatan, tetapi dia berangkat karena mengharapkan wajah
Allah. Dia mengetahui dengan pasti bahwa pedang-pedang kaum musyrikin menantinya di
luar, sekalipun demikian dia tetap berangkat dan dia pun meraih kehormatan mendampingi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada saat hijrah.
Umar radhiyallahu berkata, “Satu malam dari Abu Bakar lebih baik daripada keluarga Umar.”
Maksudnya, malam di gua bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Hijrah adalah peristiwa agung, tidak patut dilupakan selama-lamanya. Ia bukan sekedar berlaari
dari satu negeri ke negeri lain, tetapi ia merupakan langkah untuk mendirikan negeri kaum
muslimin di mana agama Allah Jalla wa ‘Ala mendapatkan tempat yang layak.

Selamat untuk Abu Bakar yang telah meraih sebuah kehormatan agung berupa mendampingi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hijrahnya dari Makkah ke Madinah.

KHALIFAH ABU BAKAR ASH SHIDDIQ [BAG.05]

Keteladanan Agung Pada Hari Badar


Abu Bakar telah ikut berpartisipasi dalam setiap peperangan bersama Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Dia teguh bersama beliau dengan keteguhan tidak tertandingi.

Pada hari (perang) Badar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta pendapat para
shahabat, maka Abu Bakar berbicara dengan baik, lalu terjadilah peperangan. Ali radhiyallahu
‘anhu berkata, “Orang paling berani adalah Abu Bakar…Pada perang Badar kami membuat
markas komando untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kami berkata, ‘Siapa yang
mendampingi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga tidak seorang pun dari kaum
musyrikin yang mencelakai beliau?’ Demi Allah, tidak seorangpun maju selain Abu Bakar
dengan pedang terhunus di depan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak ada yang
mendekat kecuali dia menghadapinya.” [1]

Dari Ibnu Sirin rahimahullah bahwa Abdurrahman bin Abi Bakar pada perang Badar ikut
bersama orang-orang musyrikin! Ketika masuk Islam, dia berkata kepada ayahnya, “Sungguh,
aku melihatmu mengincarku, tetapi aku selalu menghindarimu. Aku tidak mau membunuhmu.”
Abu Bakar menjawab, “Adapun aku, jika engkau mengincarku, aku akan menghadapimu (tidak
takut membunuhmu).” [2]
Dalam perang ini ayah bertemu dengan anak, saudara dengan saudara, dan prinsip hidup
mereka yang bersebrangan maka perang memisahkan mereka. Sementara di zaman kita ini
orang-orang komunis memerangi bangsanya sendiri. Mereka merobek ikatan kemanusian yang
paling berharga demi apa yang mereka yakini. Sehingga, tidak aneh jika anda melihat seorang
anak yang beriman marah kepada ayahnya yang mulhid (anti tuhan) dan menentangnya karena
Allah. Perang Badar mencatat bentuk-bentuk perseteruan yang tajam ini. Abu Bakar berperang
bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan anaknya, Abdurrahman bersama
Abu Jahal.[3]

Ini alah bentuk wala (loyalitas) dan bara’ (berlepas diri) tingkat tinggi.

Allah Ta’ala berfirman:


“Engkau (Muhammad) tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari
akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya,
sekalipun orang-orang itu bapaknya, anaknya, saudaranya atau keluarganya. Mereka itulah
orang-orang yang dalam hatinya telah ditanamkan keimanan dan Allah telah menguatkan
mereka dengan pertolongan yang datang dari Dia. Lalu dimasukkan-Nya mereka ke dalam
Surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, Allah ridha
terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Merekalah
golongan Allah. Ingatlah, sesungguhnya golongan Allah itulah yang beruntung.”
[QS.Mujaadilah:22]

Jibril Dan Mikail Berperang Bersama Abu Bakar dan Ali Radhiyallahu ‘Anhuma.
Dari Abu Shalih Al Hanafi, dari Ali, Ia berkata, “Dikatakan[4] kepada Ali dan Abu Bakar di
Perang Badar:
‘Jibril bersama salah seorang dari kalian berdua, sedangkan Mika’il bersama yang lain. Israfil
adalah Malaikat yang agung, dia ikut menyaksikan peperangan.’ Atau Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda: ‘Hadir dalam barisan.’ [5]

Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu Termasuk Orang-Orang Yang Menjawab Seruan Allah dan
Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anhu tentang firman Allah Ta’ala:


“Orang-orang yang menaati (perintah) Allah dan Rasul setelah mereka mendapat luka (dalam
Perang Uhud). Orang-orang yang berbuat kebaikan dan bertakwa di antara mereka mendapat
pahala yang besar.” [QS.Ali Imran:172]

Aisyah berkata kepada Urwah, “Wahai keponakanku! Kedua ayahmu termasuk mereka yaitu
Az Zubair dan Abu Bakar. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapatkan apa
yang beliau dapatkan dalam perang Uhud, orang-orang musyrikin pulang ke Makkah. Beliau
khawatir mereka akan kembali, maka beliau bersabda, “Saiap yang mau mengikuti mereka
dibelakang mereka?” Maka keluarlah tujuh puluh orang, diantara mereka adalah Abu Bakar
dan Az Zubair.” [6]

Keteguhan Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu Di Perang-Perang Yang Lain


Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “Abu Bakar begitu teguh layaknya gunung pada
perang Uhud di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia melindungi beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim sekelompok pasukan ke Bani Fazarah tahun
ke-7 H dipimpin oleh Abu Bakar, maka pasukan ini mendatangi mata air, meraih rampasan
perang dan tawanan, lalu pulang dengan selamat.

Pada perang Tabuk, perang yang sangat sulit bagi kaum muslimin, panji kaum muslimin di
tangan Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu.

Pada perang Hunain, ketika kaum muslimin berbangga diri dengan jumlah mereka yang besar,
tetapi jumlah yang besar itu ternyata tidak berguna bagi mereka, mereka lari terpecah-pecah
setelah sebelumnya musuh bersembunyi di cela-cela lembah. Orang pertama yang tetap teguh
di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. [7]

Abu Bakar Taat Sepenuhnya Kepada Kitabullah


Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu sangat taat kepada Kitabullah. Dia tidak mendahulukan sesuatu
atau mengakhirkannya, kecuali jika sejalan dengan perintah Allah Jalla wa ‘Ala.

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha tentang haditsatul ifki (fitnah dusta) yang menimpanya. Di
dalamnya Aisyah berkata, “Ketika Allah menurunkan pembebasanku (dari fitnah dusta
tersebut), Abu Bakar ash Shiddiq –biasanya ia selalu memberi nafkah kepada Misthah bi
Utsman karena dia masih kerabatnya disamping karena dia miskin-, berkata, ‘Demi Allah,
selamanya aku tidak akan memberikan nafkah apapun kepada Misthah setelah apa yang
dikatakannya terhadap Aisyah. Maka Allah Ta’ala menurunkan (firman-Nya):

“Dan janganlah orang-orang yang mempunya kelebihan dan kelapangan di antara kamu
bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kerabat(nya), orang-orang
yang miskin dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan
dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang.” (QS.An Nuur:22)

Abu Bakar berkata, ‘Benar, demi Allah. Sesungguhnya aku ingin Allah mengampuniku.’ Maka
Abu Bakar kembali menafkahi Misthah. Dia berkata, ‘Demi Allah, aku tidak akan
mencabutnya selama-lamanya.’” [8]

Dari Abi Mulaikah rahimahullah, ia berkata, “Abu Bakar ditanya tentang sebuah ayat di dalam
Kitabullah, maka dia menjawab:

‘Bumi mana yang aku pijak dan langit mana yang akan menaungiku, kemana aku pergi dan
apa yang bisa aku lakukan jika aku berkata tentang satu ayat dari Kitabullah dengan selain yang
dikehendaki Allah?’”[9]

Dari Ibnu Sirih rahimahullah, ia berkata, “Tidak ada yang lebih takut dengan apa yang tidak
dia ketahui daripada Abu Bakar ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Ada suatu perkara yang terjadi
pada Abu Bakar, tetapi dia tidak menemukan dasar dalam Kitabullah, tidak pula dalam Sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka dia berijtihad dengan pendapatnya, kemudian
dia berkata, ‘Ini adalah pendapatku. Jika benar maka ia dari Allah, namun j ika salah maka ia
dariku dan aku memohon ampun kepada Allah.’”[10]
Kesesuaian Abu Bakar Dengan Al Habib shallallahu ‘alaihi wa sallam Pada Perjanjian
Hudaibiyah
Abu Bakar ash Shiddiq telah memainkan sebuah sikap agung di mana shahabat-shahabat yang
lain hampir menentangnya karena butir-butir perjanjian damai yang dibuat oleh orang-orang
musyrikin.

Namun ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, orang yang paling mirip dengan Al Habib shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam pemikiran dan kejernihan hatinya bahkan dalam pembicaraannya,
melihat kepada keadaan dengan bashirah yang tajam dan mendalam yang tidak terbatas.

Pada saat para Shahabat melihat bahwa syarat-syarat dari Quraisy menzhalimi kaum muslimin,
dan bahaw posisi kaum muslimin adalah hina, justru ash Shiddiq bersama Al Habib shallallahu
‘alaihi wa sallam melihat bahwa posisi kaum muslimin adalah kuat dan mulia.

Sampai-sampai Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu tidak menyetujui sikap yang diambil
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap syarat-syarat tersebut. Umar berkata,
Aku berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Bukahkan engkau adalah Nabi
Allah yang sebenarnya?”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Benar.”

Aku berkata, “Lalu mengapa kita menerima kehinaan ini dalam agama kita?”

Nabi menjawab, “Sesungguhnya aku adalah utusan Allah. Aku tidak durhaka kepada-Nya. Dia
yang akan menolongku.”

Umar berkata, “Bukankah engkau telah menyampaikan kepada kami bahwa kami akan masuk
ke Makkah lalu thawaf?”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Benar, tetapi apakah aku mengatakan kepadamu
tahun ini?”

Aku menjawab, “Tidak.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Engkau akan datang dan thawaf.”

Umar berkata, lalu aku datang kepada Abu Bakar, aku berkata, “Bukankah beliau adalah Nabi
Allah yang sebenarnya?”

Abu Bakar menjawab, “Benar.”

Aku berkata, “Bukankah kita di atas kebenaran, sedangkan musuh kita di atas kebatilan?”

Abu Bakar menjawab, “Benar.”

Aku berkata, “Lalu mengapa kita menerima kehinaan ini dalam agama kita?”
Abu Bakar menjawab, “Wahai Umar! Sesungguhnya beliau adalah utusan Allah, beliau tidak
durhaka kepada-Nya, dia yang akan menolong beliau, peganglah ikatannya yang kuat.” (Yakni,
ikuti saja kata-kata dan perbuatannya, jangan menentangnya)

Aku berkata, “Bukankah beliau telah menyampai kepada kita bahwa kita akan masuk ke
Makkah lalu thawaf?”

Abu Bakar menjawab, “Benar, tetapi apakah beliau mengatakan kepadamu tahun ini?”

Aku menjawab, “Tidak. Beliau hanya mengatakan, ‘Engkau akan datang dan thawaf.’”[11]

Alangkah sucinya hati ini, mirip dan bertemu di atas kecintaan karena Allah ‘Azza wa Jalla.

Siapa yang mebaca kata-kata ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu dengan cermat, niscaya dia
melihat bahwa ia sama persis dengan kata-kata yang diucapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam.

Sungguh sebuah kesesuaian di antara arwah-arwah yang suci, bersih, bertakwa, dan jujur.

Anda mungkin juga menyukai