Anda di halaman 1dari 7

TUGAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BIOGRAFI IMAM AL GHAZALI DAN KISAH ANAK


PEDALAMAN DALAM MENUNTUT ILMU AGAMA

NAMA KELOMPOK:
1. JOHAN SITANGGANG EFEE
2. M IQBAL PRADITYA OSCAR
3. MOHAMAD KHALIL SAFAN

SMA NEGERI 3 BATAM


TAHUN AJARAN 2018/2019
BIOGRAFI IMAM AL - GHAZALI

Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al


Ghazali ath-Thusi asy-Syafi'i (lahir di Thus ;
1058 / 450 H – meninggal di Thus ; 1111 /
14 Jumadil Akhir 505 H ; umur52–53
tahun) adalah seorang filsuf dan teolog
muslim Persia, yang dikenal sebagai
Algazel di dunia Barat abad Pertengahan .
Ia berkuliah Abu Hamid karena salah
seorang anaknya bernama Hamid . Gelar
dia al- Ghazali ath-Thusi berkaitan dengan
ayahnya yang bekerja sebagai pemintal
bulu kambing dan tempat kelahirannya
yaitu Ghazalah di Bandar Thus , Khurasan ,
Persia ( kini Iran ) . Sedangkan gelar asy -
Syafi ' i menunjukkan bahwa dia
bermazhab Syafi ' i . Ia berasal dari keluarga yang miskin. Ayahnya mempunyai cita - cita yang
tinggi yaitu ingin anaknya menjadi orang alim dan saleh. Imam Al - Ghazali adalah seorang ulama,
ahli pikir, ahli filsafat Islam yang terkemuka yang banyak memberi sumbangan bagi perkembangan
kemajuan manusia. Ia pernah memegang jabatan sebagai Naib Kanselor di Madrasah Nizhamiyah ,
pusat pengajian tinggi di Baghdad . Imam Al - Ghazali meninggal dunia pada 14 Jumadil Akhir tahun
505 Hijriah bersamaan dengan tahun 1111 Masehi di Thus . Jenazahnya dikebumikan di tempat
kelahirannya.

1 ) Pelafalan Nama
Al - Ghazali Al-Ghazā lī ( ‫ ) ﺍﻟﻲ ﺍﻟﻐﺰ‬Algazel Lahir 1058 Thus , Iran Meninggal 1111 Thus, Khorasan
Era Zaman keemasan Islam Aliran Islam Sunni ( Shafi ' i , Ash ' ari ) Minat utama Teologi , Filsafat
Islam , Fikih , Sufisme , Mistisisme , Psikologi , Logika , Kosmologi Gagasan penting skeptisisme ,
okasionalisme Dipengaruhi  Al - Qur ' an , Muhammad , Imam Syafi ' i , Abu al - Hasan al - Asy ' ari ,
al - Juwayni , Avicenna Mempengaruhi  Ibnu Rusyd , Nicholas of Autrecourt , Aquinas , Abdul -
Qader Bedil , Descartes , Maimonides , Ram ó n Mart í , Fakhruddin Razi , Ahmad Sirhindi , Shah
Waliullah Yang lebih tepat sebenarnya adalah melafalkannya Al - Ghozzali ‫ِﻲﺍﻟْﻐَ َّﺰ‬
ُّ ‫ﺍ ﻟ‬, ya kni dengan
mentasydidkan huruf zay. Alasannya , lafaz Al - Ghazzali berasal dari kata Ghozzal ‫ ﺍ ﻝُﺍﻟْﻐَ َّﺰ‬y ang
bermakna tukang tenun. Al - Ghozzali dinisbatkan pada pekerjaan ini karena ayahnya adalah
seorang tukang tenun bulu yang hasilnya dijual pada tokonya. Laqob ini sama seperti orang yang
diberi gelar ‘atthori ‫ ﺍﻟﻌﻄّﺎﺭﻱ‬karena dia penjual minyak wangi atau khobbazi ‫ ﺍﻟﺨﺒّﺎﺯﻱ‬k arena dia
menjual roti .
Ibnu ‘Imad berkata: ، ‫ﺍﻝﺍﻟﻐ ّﺰ ﻭﻛﺬﺍ ﺍﻟﻌﻄّﺎﺭﻱ ﺍﻟﺨﺒّﺎﺯﻱﻭ‬، ‫& ﻫﻮ‬: 9 6/1 ‫ﺷﺬﺭﺍﺕ ﺍﻟﺬﻫﺐ ﻓﻲ ﺃﺧﺒﺎﺭ ﻣﻦ ﺫﻫﺐ‬
‫ ﺍﻟﺼﺪﻭﺭﻭ‬، ‫& ﻃﺒﻘ ﺎﺗﻪﺍﻟﻲﺍﻟ ﻐ ّﺰﺇﻣﺎﻡ ﺑﺎﺳﻤﻪ ﺗﻨﺸﺮﺡ‬: ‫& ﺎﻝﻭﻗﻹﺍ ﺳﻨﻮﻱ ﻓﻲ‬.‫& ﺎﻟﻪ ﻓﻲ ﺍ ﻟﻌﺒﺮ‬.‫ﻋﻠﻰ ﻟﻐﺔ ﺃﻫﻞ ﺧﺮﺍﺳﺎﻥ‬
، ‫& ﻭﻟﺪ‬.‫ ﺍﻟﻄّﺮﻭﺱﻭ ﺑﺴﻤﺎﻋﻪﺗ ﺨﺸﻊﺻ ﻮﺍﺕﻷﺍ ﻭﺗﺨﻀﻊ ﺍﻟﺮﺅﻭﺱ‬، ‫ ﺍﻟﻨﻔﻮﺱﻭ ﺑﺮﺳﻤﻪﺗ ﻔﺘﺨﺮ ﺍﻟﻤﺤﺎﺑﺮ ﻭﺗﻬﺘ ّﺰ‬،‫ﺗﺤﻴﺎ‬
‫ﺼﻮﻑ ﻭﻳﺒﻴﻌﻪ ﻓﻲ ﺣﺎﻧﻮﺗﻪ‬ ّ ‫ ﻭﺃﺭﺑﻌﻤﺎﺋﺔﻭ ﻛﺎﻥﺍ ﻟﺪﻩﻭ ﻳﻐﺰﻝ ﺍﻟ‬، ‫ “ ﺑﻄﻮﺱﺳ ﻨﺔ ﺧﻤﺴﻴﻦ‬Al Ghozzali bermakna Al
Ghozzal yakni tukang tenun. Demikian pula Al -‘ Atthori yang bermakna tukang parfum dan Al
Khobbazi yang bermakna tukang roti menurut istilah penduduk Khurosan. Demikianlah yang beliau
katakan dalam kitab Al ‘ Ibar . Al Isnawi berkata dalam Thobaqotnya, Al Ghozzali adalah seorang
imam yang dengan namanya dada menjadi lapang, jiwa menjadi hidup, tinta-tinta menjadi
berbangga ketika menulis namanya, kertas - kertas terguncang mendengar namanya, suara-suara
akan jadi khusyuk dan kepala - kepala akan tertunduk. Beliau dilahirkan di Thus tahun 450 H .
Ayahnya menenun bulu dan menjualnya di tokonya . ”
2 ) Sifat Pribadi
Imam al-Ghazali mempunyai daya ingat yang kuat dan bijak berhujjah. Ia digelar Hujjatul Islam
karena kemampuannya tersebut . Ia sangat dihormati di dua dunia Islam yaitu Saljuk dan
Abbasiyah yang merupakan pusat kebesaran Islam. Ia berjaya menguasai pelbagai bidang ilmu
pengetahuan. Imam al-Ghazali sangat mencintai ilmu pengetahuan. Ia juga sanggup meninggalkan
segala kemewahan hidup untuk bermusafir dan mengembara serta meninggalkan kesenangan
hidup demi mencari ilmu pengetahuan. Sebelum dia memulai pengembaraan, dia telah mempelajari
karya ahli sufi ternama seperti al-Junaid Sabili dan Bayazid Busthami. Imam al-Ghazali telah
mengembara selama 10 tahun. Ia telah mengunjungi tempat-tempat suci di daerah Islam yang luas
seperti Mekkah , Madinah , Jerusalem dan Mesir . Ia terkenal sebagai ahli filsafat Islam yang telah
mengharumkan nama ulama di Eropa melalui hasil karyanya yang sangat bermutu tinggi. Sejak
kecil lagi dia telah dididik dengan akhlak yang mulia . Hal ini menyebabkan dia benci kepada sifat
riya , megah , sombong, takabur dan sifat-sifat tercela yang lain. Ia sangat kuat beribadat, wara',
zuhud dan tidak gemar kepada kemewahan, kepalsuan, kemegahan dan mencari sesuatu untuk
mendapat ridha Allah SWT .

Kehidupan dan Perjalanannya Menuntut Ilmu


Ayah beliau adalah seorang pengrajin kain shuf ( yang dibuat dari kulit domba) dan menjualnya di
kota Thusi . Menjelang wafat dia mewasiatkan pemeliharaan kedua anaknya kepada temannya dari
kalangan orang yang baik. Dia berpesan, “Sungguh saya menyesal tidak belajar khat (tulis menulis
Arab ) dan saya ingin memperbaiki apa yang telah saya alami pada kedua anak saya ini. Maka saya
mohon engkau mengajarinya , dan harta yang saya tinggalkan boleh dihabiskan untuk keduanya .”
Setelah meninggal, maka temannya tersebut mengajari keduanya ilmu, hingga habislah harta
peninggalan yang sedikit tersebut. Kemudian dia meminta maaf tidak dapat melanjutkan wasiat
orang tuanya dengan harta benda yang dimilikinya. Dia berkata, “Ketahuilah oleh kalian berdua,
saya telah membelanjakan untuk kalian dari harta kalian . Saya seorang fakir dan miskin yang tidak
memiliki harta. Saya menganjurkan kalian berdua untuk masuk ke madrasah seolah-olah sebagai
penuntut ilmu. Sehingga memperoleh makanan yang dapat membantu kalian berdua.”
Lalu keduanya melaksanakan anjuran tersebut. Inilah yang menjadi sebab kebahagiaan dan
ketinggian mereka. Demikianlah diceritakan oleh Al Ghazali , hingga beliau berkata, “Kami
menuntut ilmu bukan karena Allah ta’ala , akan tetapi ilmu enggan kecuali hanya karena Allah
ta’ala.” ( Dinukil dari Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/193-194).
Beliau pun bercerita, bahwa ayahnya seorang fakir yang shalih. Tidak memakan kecuali hasil
pekerjaannya dari kerajinan membuat pakaian kulit. Beliau berkeliling mengujungi ahli fikih dan
bermajelis dengan mereka, serta memberikan nafkah semampunya. Apabila mendengar perkataan
mereka ( ahli fikih ), beliau menangis dan berdoa memohon diberi anak yang faqih . Apabila hadir
di majelis ceramah nasihat, beliau menangis dan memohon kepada Allah ta’ ala untuk diberikan
anak yang ahli dalam ceramah nasihat.
Kiranya Allah mengabulkan kedua doa beliau tersebut. Imam Al Ghazali menjadi seorang yang faqih
dan saudaranya ( Ahmad ) menjadi seorang yang ahli dalam memberi ceramah nasihat ( Dinukil
dari Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/194).
Imam Al Ghazali memulai belajar di kala masih kecil. Mempelajari fikih dari Syaikh Ahmad bin
Muhammad Ar Radzakani di kota Thusi . Kemudian berangkat ke Jurjan untuk mengambil ilmu dari
Imam Abu Nashr Al Isma ’ili dan menulis buku At Ta’liqat. Kemudian pulang ke Thusi ( Lihat kisah
selengkapnya dalam Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/195).
Beliau mendatangi kota Naisabur dan berguru kepada Imam Haramain Al Juwaini dengan penuh
kesungguhan. Sehingga berhasil menguasai dengan sangat baik fikih mazhab Syafi’i dan fikih khilaf,
ilmu perdebatan, ushul, manthiq, hikmah dan filsafat . Beliau pun memahami perkataan para ahli
ilmu tersebut dan membantah orang yang menyelisihinya. Menyusun tulisan yang membuat kagum
guru beliau, yaitu Al Juwaini ( Lihat Adz Dzahabi , Siyar A’lam Nubala’ 19/323 dan As Subki,
Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/191).

Setelah Imam Haramain meninggal, berangkatlah Imam Ghazali ke perkemahan Wazir Nidzamul
Malik. Karena majelisnya tempat berkumpul para ahli ilmu, sehingga beliau menantang debat
kepada para ulama dan mengalahkan mereka. Kemudian Nidzamul Malik mengangkatnya menjadi
pengajar di madrasahnya di Baghdad dan memerintahkannya untuk pindah ke sana. Maka pada
tahun 484 H beliau berangkat ke Baghdad dan mengajar di Madrasah An Nidzamiyah dalam usia
tiga puluhan tahun. Disinilah beliau berkembang dan menjadi terkenal. Mencapai kedudukan yang
sangat tinggi.
Kisah Perjuangan Anak Suku Pedalaman Menuntut Ilmu: “Bertaruh Nyawa
Sebelum Belajar”

Inilah kisah heroik bocah-bocah


pedalaman Kalbar. Dalam menuntut
ilmu di bangku sekolah, mereka harus
bertaruh nyawa melewati derasnya
arus Sungai Melawi yang terkenal
ganas. Mogok, karam, tenggelam
bahkan disambar ikan tapah menjadi
momok yang harus mereka hadapi
setiap pagi sebelum belajar di sekolah.
Padahal mereka masih anak-
anak.SUTAMI, Sintang
SISA guyuran hujan semalaman masih
terasa di Desa Tebing Raya, Kecamatan
Sintang, Kabupaten Sintang, Kalbar.
Hawa dingin masih begitu kuat menusuk badan hingga mengundang rasa malas beranjak
dari tempat tidur. Rintik air hujan terus mengucur sekalipun tidak sederas malam
sebelumnya.Saat jam sudah menunjukkan pukul 04.00, fajar belum terlihat.  Suasananya
sangat mendukung untuk orang melanjutkan tidur.  Namun seorang bocah berusia 15
tahun memilih sebaliknya. Ia bergegas bangun dan langsung menuju sungai.
Namanya Hairun. Dia murid kelas tujuh di SMP Negeri 5 Satu Atap Desa Tretung, Sintang.
Saat di sungai, Hairun ternyata tak langsung mandi. Pandangannya mengamati sebuah
motor air kecil yang disebut warga setempat speed.  Kendaraan air itu bertambat di lanting
depan kediamannya.Lantai speed sudah penuh berisi air hujan. Seketika itu juga Hairun
langsung mengambil gayung untuk menguras air. Bila tidak segera ditimba, air bisa
menenggelamkan speed. Padahal kendaraan sungai itu menjadi tumpuan Hairun untuk
berangkat ke sekolah.
Setelah sejenak bekerja, air di dalam speed berkurang. Hairun pun memastikan speed bisa
digunakan. Dia lalu bergegas mandi. Selanjutnya berkemas usai sarapan sebentar. Tepat
pukul 05.00, Hairun pamit ke orang tuanya untuk berangkat ke sekolah. Tali starter mesin
motor air berkekuatan tiga PK yang menempel di speed  langsung ditarik. Mesin menyala
menandai perjalanan ke sekolah dimulai.Ternyata Hairun tidak langsung menuju sekolah.
Dia memacu speed ke Desa Mangguk Bantok, kampung sebelah. Arah haluannya ke hulu.
Sementara arah menuju ke sekolahnya ke hilir sungai. Berangkat ke kampung sebelah
untuk menjemput kawan-kawannya seakan sudah menjadi tugas tambahan setiap hari bagi
Hairun.
Hairun menjemput temannya seorang demi seorang. Mereka yang dijemput sudah
menunggu di lanting. Jadi Hairun tak perlu menunggu lama. Jemputan pun langsung naik ke
atas speed.Teman yang dijemput antara lain Widi Pratama, Ferry, Levi, Umar Dani, dan
Chandra, serta beberapa teman lain, hingga speed menjadi penuh sesak. “Setiap hari kami
memang seperti ini,” kata Hairun kepada Pontianak Post yang juga ikut dalam rombongan
itu. Ia bicara sambil memegang kemudi speed.Perjalanan panjang mengarungi Sungai
Melawi pun dimulai. Sungai dengan lebar lebih 200 meter itu berarus sangat deras
terutama pada pagi hari. Arus jeram akan semakin deras lagi apabila hujan pada malam
harinya.
Hamparan Sungai Melawi dengan tebing penuh hutan belantara menjadi pemandangan
sepanjang perjalanan selama lebih dua jam. Kabut tipis sisa embun seperti melayang-
layang di atas sungai. Hairun sudah piawai mengemudikan speed. Dia telah mengenal alur
sungai sehingga bisa menghindari batu-batu besar yang tidak terlihat dari
permukaan.Hairun dan teman sebayanya tak bisa menghindari perjalanan sungai jika ingin
sekolah. Pasalnya akses kampung mereka dengan lokasi SMP Negeri 5 belum terhubung
jalur darat. Listrik juga belum menyentuh desa tempat tinggal Hairun.
Kondisi sama dengan tempat tinggal para teman-temannya yang dijemput di Desa
Mungguk Bantuk dan Klakau Jaya. Semua belum tersentuh listrik. Jalan di ketiga desa itu
masih setapak. Akses menuju ibukota kabupaten juga belum terhubung dengan
baik.Sekalipun keadaan infrastruktur dalam segala hal sangat kekurangan bukan berarti
mematahkan semangat Hairun dan teman-temannya untuk sekolah. Motivasi mereka
sangat kuat untuk mengejar impian besar.Pendidikan dinilai menjadi nomor satu sebagai
pembuka jalan mengejar cita-cita. “Motivasi saya mencari ilmu dan mengejar cita-cita. Saya
ingin jadi tentara,” tutur Hairun.
Sementara Rangga, teman Hairun tampak membalik-balikan papan tempat duduk di speed.
“Basah. Kita tukar bagian bawah naikkan ke atas. Supaya bisa duduk,” katanya.  Inisiatif
Rangga muncul lantaran bangku speed basah akibat sisa guyuran hujan. Bila tidak
berinisiatif maka seluruh penumpang tak bisa duduk.Rangga juga mengungkapkan hal
serupa dengan Hairun. Ia rela setiap hari mengarungi sungai tidak ada tujuan lain kecuali
demi masa depannya di kemudian hari. Bangun pagi-pagi biar tidak terlambat juga
dinikmatinya, karena sudah terbiasa.Banyak macam aktivitas rombongan Hairun saat
berada di atas speed. Ada yang bernyanyi. Suasana keceriaan tumbuh selama perjalanan.
Lalu ada juga yang mengingatkan kepada semua penumpang tentang pelajaran di sekolah
atau tugas dari guru. “Ada PR tidak. Kalau tidak mengerjakan PR nanti dihukum,” kata
Ferry.
Kendati demikian perjalanan menuju sekolah tak sepenuhnya mulus. Kondisi alam
terkadang menjadi kendala. Saat musim kemarau, mesin speed bisa mendadak mati karena
tersangkut pasir. Datang ke sekolah bisa terlambat, karena untuk menyalakan kembali,
mesin harus dibongkar.Pasir yang masuk ke mesin mesti dibuang. Jika mesin tak bisa
hidup, rombongan pelajar ini terpaksa kembali ke desa. Hadangan batu di alur sungai juga
cukup membahayakan. Bila saat mengemudikan speed  tidak ekstra waspada maka bisa
menabrak batu. Ancamannya speed bisa bocor bahkan pecah. “Ini yang kami takutkan,”
kata Umar Dani.
Ada kisah menarik saat kabut asap menyelimuti sungai beberapa pekan lalu. Perjalanan
rombongan Hairun tersesat lantaran daratan sama sekali tidak tampak akibat pendeknya
jarak pandang. Perkampungan tempat sekolah sudah dilintasi tapi tidak terlihat. “Kami
heran kenapa tidak sampai-sampai. Kami sudah hampir sampai Sungai Ana,” kata
Widi.Cerita Widi, kemudi speed akhirnya dibelokkan. Diputuskan segera menepikan speed
ke arah daratan. Perjalanan menyusuri daratan dianggap menjadi solusi agar bisa melihat
perkampungan. “Ternyata benar kami tersesat. Sudah kelewatan jauh,” kata Widi.
Beruntung menurut Widi tak lama kabut asap berlangsung, mereka diliburkan. Sekolah
kembali dimulai ketika kabut asap sudah tipis. Ancaman juga bisa datang dari binatang liar.
Ular berbisa bergantungan di dahan pohon pinggir sungai. Speed harus bisa berada di
tengah alur agar tidak kejatuhan ular.Selain itu, ikan tapah sesekali juga muncul
dipermukaan. Ikan predator yang beratnya bisa mencapai 100 kg ini dikenal ganas.
Memakan segalanya yang ada di air. Menjadi sesuatu yang menakutkan bila speed karam
atau terbalik setelah menabrak batu.
Kecemasan ternyata tidak saja dialami anak-anak. Perasaan serupa juga dirasakan para
orangtua dan wali murid. Begitu besar resiko yang harus mereka tanggung sendiri saat
mengemudikan speed di arus sungai yang deras saat sekolah. Hal itu terpaksa dilakukan
lantaran jalur Desa Tebing Raya, Mungguk Bantok dan Klakau Jaya ke Desa Tretung tidak
ada jasa angkutan umum air yang melintas.“Sungai Melawi arusnya lebih deras dibanding
Sungai Kapuas. Apalagi kalau sehabis hujan. Kita terkadang juga memikirkan masalah
keselamatan. Mereka masih kecil-kecil. Tapi keadaan sudah memaksa. Kalau tak nekat
pakai speed berarti tidak sekolah. Sementara pendidikan penting untuk masa depan,” kata
H. Arifin, kakek dari Hairun sekaligus tokoh masyarakat Tebing Raya, ini.
Cerita Arifin di desa terdekat kampungnya tidak ada sekolah SMP. Kecuali di Desa Tretung.
Padahal di Tebing Raya, Mungguk Bantuk dan Klakau Jaya, bila didirikan SMP muridnya
dipastikan ramai. Tiga desa saling berdekatan dengan penduduk ratusan kepala
keluarga.Ketiga desa ini memang masih terisolir. Sekolah tidak ada, listrik belum mengalir,
jalan juga tidak ada. Bahkan belum terhubung dengan jaringan telepon seluler. “Padahal
desa kami masuk wilayah  Kecamatan Sintang, kecamatan pusat ibukota kabupaten,”
katanya.
Kepala Sekolah SMP Negeri 5 Satu Atap Desa Tretung Sintang Wisnoe Wardhana
mengatakan jumlah muridnya sebanyak 92 orang. Siswa yang setiap hari selalu
mengarungi sungai untuk berangkat dan pulang sekolah ada 17 orang. Mereka terbagi atas
beberapa kelompok speed. Antara lain kelompok Hairun dan Joviantus.Wisnoe tidak
menampik perjalanan muridnya ke sekolah menggunakan speed sangat berisiko.
Tantangan alam menjadi nomor satu. Misal hadangan pasir dan batu saat musim kemarau.
Sementara arus sungai yang deras mesti dilalui setiap hari. Saat musim kabut, lanjutnya,
sekolah juga meliburkan murid, selain alasan kesehatan juga mempertimbangkan faktor
keselamatan.
Kendati demikian, Wisnoe cukup apresiasi dengan para muridnya meski menggunakaan
speed dan menghabiskan perjalanan cukup panjang, mereka jarang terlambat datang ke
sekolah. Kecuali faktor alam dan teknis. Misal saat hujan atau mesin rusak. “Kalau mesin
rusak kita sudah tahu. Biasa tali starter putus. Maka sekolah juga memberikan dispensasi
jika terlambat,” ujarnya kembali.Semangat Hairun dan teman-temannya di Desa Tebing
Raya patut menjadi contoh. Tantangan alam yang begitu berat, bahkan nyawa taruhannya,
harus dilalui setiap hari untuk bisa duduk di bangku sekolah. Tak ada yang dikejar Hairun
kecuali menggapai cita-cita menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI). Semoga
impian itu terkabul.**

Anda mungkin juga menyukai