Anda di halaman 1dari 15

Jumal Ahmad Ibnu Hanbal | Islamic Character Development

Peran Al-Ghazali dalam Mengembangkan


Keilmuan Fiqih dan Ushul Fiqh Mazhab
Syafi’i
AHMADBINHANBAL.COM – Abu Hamid al Ghazali atau dikenal al Ghazali
adalah intelektual raksasa. Dikenal sebagai sarjana besar Islam yang menguasai
berbagai disiplin ilmu pengetahuan.

Ia berguru kepada banyak tokoh, baik di kampungnya atau di luar daerahnya. Al-
Ghazali mulai menuntut ilmu sejak masa kecilnya pada tahun 465 H. Ilmu yang
pertama kali dipelajarinya adalah ilmu fiqih di Thus dari Syaikh Ahmad Ar-
Radzakani kemudian pindah ke Jurjan dan menuntut ilmu kepada Syaikh Al-
Ismaili.

Daftar Isi
1. Kisah Imam Ghazali dan Penyamun
2. Benarkah Al-Juwaini iri dengan Al-Ghazali?
3. Kehebatan Seseorang Bergantung pada Kehebatan Gurunya
4. Peran Al-Ghazali dalam Mengembangkan Keilmuan Fiqih Syafi’i
5. Rangkain Karya Fiqh al-Ghazali
1. Kitab Khulashah al-Mukhtasar wa Naqawah al-Mu’tashar
2. Kitab Al Basith fil Mazhab
3. Kitab Al Wasith fil Mazhab
4. Kitab Al Wajiz fi Fiqh Mazhab Syafi’i
6. Peran Al-Ghazali dalam Mengembangkan Keilmuan Ushul Fiqh
7. Rangkain Karya Ushul Fiqh al-Ghazali
1. Al-Mankhul min Ta’liqat al Ushuul
2. Syifa’ al Ghalil fi Bayani As Shabah wa al Mukhil wa Masalik al
Ta’lil
3. Al-Mustashfa fi Ilmil Ushul
8. Rujukan

Kisah Imam Ghazali dan Penyamun


Selama proses belajarnya, Al-Ghazali menulis kitab At-Ta’liqah yaitu catatan ilmu
yang dia hafal dan dengarkan. Al-Ghazali rajin mencatat keterangan yang
disampaikan oleh para gurunya.

1
Jumal Ahmad Ibnu Hanbal | Islamic Character Development

Suatu hari dalam sebuah perjalanan dari Jurjan menuju kota kelahirannya, Thus.
Rombongan beliau dihadang oleh sekawanan penyamun. Mereka merampok
segalanya. Segala perlengkapan beliau, termasuk buku catatan (at-ta’liiqah)
tersebut juga diambil. Dengan berani, Imam Ghazali mengejar kawanan perampok
itu. Merasa dibuntuti, pimpinan perampok itu berpaling dan berkata, “Celakalah
kau, kembalilah atau kubunuh kau.”

Imam Ghazali tak gentar. Beliau berkata kepadanya, “Dengan kebesaran Allah
yang kepada-Nya kau memohon keselamatan, tolong kembalikan bukuku. Ia tidak
bermanfaat bagi kalian.”

“Buku apa?” tanya pimpinan perampok itu.

“Sebuah buku di dalam tas kecil itu. Aku telah melakukan perjalanan jauh untuk
mendengarkan petuah para ulama dan kemudian semua keterangan kucatat dalam
buku itu,” jawab Imam Ghazali.

Pimpinan perampok itu tertawa terbahak-bahak kemudian berkata, “Sekarang kau


tidak mengetahui apa-apa. Bukumu bersama kami. Kau tidak memiliki ilmu lagi.”

Kemudian ia perintahkan anak buahnya untuk menyerahkan buku itu kepada Imam
Ghazali. Imam Ghazali menyadari bahwa Allahlah yang menuntun pimpinan
perampok tersebut untuk berbicara seperti itu.

Setibanya di Thus, Imam Ghazali berjuang menghafal semua catatannya. Dalam


waktu tiga tahun (470 – 473 H), beliau berhasil menghafalnya.

Pada tahun 473 Hijriah, Al-Ghazali belajar ke Madrasah Nizamiyyah di kota


Naisabur dan berguru kepada Imamul Haramain Al-Juwaini yang disebut sebagai
guru Al-Ghazali yang paling berpengaruh terhadap otoritas keilmuannya.

Selain mengajarkan fiqih Syafi’i dan Kalam Asy’ari, Al-Juwaini memperkenalkan


Al-Ghazali dengan filsafat, sehingga Al-Ghazali dapat menguasai ilmu manthiq,
ilmu kalam dan ilmu berdebat dengan sangat baik.

Kecerdasan dan keluasan berpikir Imam Al-Ghazali membuatnya populer, Al-


Juwaini menjuluki Al-Ghazali dengan sebutan ‘Bahrun Mughriq’ atau lautan yang
menghanyutkan karena ilmunya yang luas dan ilmu debatnya yang hebat mampu
membuat diam siapapun yang mendebatnya.

Al-Juwaini menjadikan Al-Ghazali sebagai asisten mengajarnya, setiap Al-Juwaini


berhalangan maka Al-Ghazali yang akan menggantikan gurunya.

Benarkah Al-Juwaini iri dengan Al-Ghazali?

2
Jumal Ahmad Ibnu Hanbal | Islamic Character Development

Ketika Al-Ghazali menulis kitab “Al-Mankhul fii Ilmil Ushuul” Al-Juwaini


mengatakan kepadanya «‫ھﻼ ﺻﺒﺮتَ ﺣﺘﻰ أﻣﻮت‬ّ ،‫ »دﻓﻨﺘﻨﻲ وأﻧﺎ ﺣﻲ‬apakah engkau ingin
menguburku ketika aku masih hidup, apakah engkau tidak bisa sabar sampai aku
mati.

Pernyataan Al-Juwaini oleh beberapa penulis seperti Roy Jackson dalam bukunya
‘Fifty Key Figures in Islam’ dan Kyai Saiq Aqil Siraj di salah satu kuliah
umumnya tentang Al-Ghazali menilai bahwa Al-Juwaini memiliki rasa iri kepada
Al-Ghazali.

Dilihat dari sudut hubungan guru dan murid, hal ini tidaklah benar. Ungkapan di
atas menunjukkan kebanggan Al-Juwaini atas prestasi Imam Al-Ghazali. Sama
halnya dengan orang tua, guru akan selalu merasa bangga melihat kesuksesan
muridnya. Mereka akan bangga karena murid yang dulu diajarinya kini menjadi
orang sukses dan lebih alim dari dirinya.

Kalau pun iri, maka irinya Al-Juwaini adalah iri dalam kebaikan yang disebut
dengan Ghibthah, yaitu menginginkan kebaikan atau nikmat pada orang lain tanpa
menginginkan hal tersebut hilang dari orang lain.

Al Fudhail bin ‘Iyadh berkata tentang Ghibthah

‫اﻟﻐﺒﻄﺔ ﻣﻦ اﻻﳝﺎن واﳊﺴﺪ ﻣﻦ اﻟﻨﻔﺎق واﳌﺆﻣﻦ ﻳﻐﺒﻂ وﻻ ﳛﺴﺪ واﳌﻨﺎﻓﻖ ﳛﺴﺪ وﻻ ﻳﻐﺒﻂ‬
‫واﳌﺆﻣﻦ ﻳﺴﱰ وﻳﻌﻆ وﻳﻨﺼﺢ واﻟﻔﺎﺟﺮ ﻳﻬﺘﻚ وﻳﻌﲑ وﻳﻔﺸﻲ‬
“Ghibtah adalah bagian dari iman. Sedangkan hasad adalah bagian dari
kemunafikan. Seorang mukmin punya sifat ghibtah, sedangkan ia tidaklah hasad
(iri atau dengki). Adapun orang munafik punya sifat hasad dan tidak punya sifat
ghibtah. Seorang mukmin menasehati orang lain secara diam-diam. Sedangkan
orang fajir (pelaku dosa) biasanya ingin menjatuhkan dan menjelek-jelekkan orang
lain.” (Hilyatul Auliya’, 8: 95).

Sebelum berlanjut kepada pembahasa fiqih dan ushul fiqh Imam Ghazali, kami
ketengahkan sedikit biografi dari guru Imam Ghazali, yaitu Imam Al Haramain Al
Juwaini atau dikenal dengan Abul Ma’ali Al Juwaini.

Kehebatan Seseorang Bergantung pada Kehebatan


Gurunya
Nama lengkap Imam Al-Haramain Al-Juwaini adalah Abdul Malik bin Abdullah
bin Yusuf bin Muhammad bin Hayyuyah Al-Juwaini, lahir di salah satu wilayah
Khurasan, Persia. Ayahnya bernama Abu Muhammad Abdullah bin Yusuf bin
Abdillah bin Yusuf Al-Juwaini, ulama besar dalam bidang tafsir, fiqih, adab dan

3
Jumal Ahmad Ibnu Hanbal | Islamic Character Development

bahasa Arab. Banyak ulama besar berguru kepadanya, antara lain, anaknya sendiri,
Imam Al-Haramain. Ibunya adalah seorang budak salihah baik hati yang dibeli
sang ayah dari uang halal hasil kerja kerasnya.

Abu Muhammad, Ayah dari Imam Al Juwaini merupakan pakar fiqih yang
mumpuni, menurut Dr. Mawardi dalam kuliah pemikiran Imam Ghazali di Atco
College Depok yang saya ikuti selama satu tahun, beliau menyebutkan
kejeniusannya Imam dalam masalah fiqih dengan menulis kitab fiqih berjudul “Al
Jam’u wal Farqu”. Al Jam’u adalah ilmu qawaid fiqhiyyah yaitu kaidah kaidah
fiqih yang menyimpulkan masalah masalah yang begitu banyak dalam satu kaidah
yang mudah diingat. Dan Al Farqu adalah masalah masalah yang kelihatannya
sama tetapi berbeda.

Imam Al-Haramain memiliki paman yang dikenal sebagai ulama besar yaitu
Syaikh Abul Hasan Ali bin Yusuf bin Abdillah bin Yusuf dan dikenal sebagai
Syaikh Hijaz. Pamannya yang lain adalah Abu Sa’id Abdush Shamad Al-Juwaini,
seorang ulama yang wara’, rajin tahajud dan rajin membaca Al-Quran.

Selain belajar pada sang ayah, Imam Al-Haramain belajar dari Syaikh Abu
Abdillah, belajar hadis dari Abu Hasan bin Muhammad Abu Said Abdurrahman
bin Hamnda An-Nadhrawi, Mansyur bin Ramisy dan ulama besar lainnya pada
masa itu.

Ketika sang ayat wafat, Al-Juwaini baru berumur 20 tahun, beliau menggantikan
posisinya untuk mengajar di majlis ilmiah, tanpa berhenti terus menggali ilmu dari
ulama lain saat itu.

Sebagai ulama besar yang diakui keilmuannya secara luas, ada beberapa gelar
kehormatan yang diberikan ulama kepadanya:

1. Abul Ma’ali. Diberikan karena integritasnya yang tinggi, kepribadiannya


yang luhur dan keilmuannyang yang luas.
2. Imam Al-Haramain. Pada bagian perjalanan hidupnya beliau mengajar,
memberi fatwa dan berkarya di Makkah dan Madinah selama 4 tahun dan
menjadi imam masjid disana.
3. Fakhrul Islam (Kebanggaan Islam). Sosok beliau yang menjadi kebanggaan
umat Islam.
4. Diya’uddin, karena ia mempunyai kelebihan dalam menerangi hati dan
pikiran para pembela aqidah Islamiyah, karenanya tokoh Ahl al-Sunnah
dapat menangkis serangan dari para pengikut golongan sesat yang telah
terjerumus dalam kesesatan.

Baca juga: Cara Mengutip Kamus KBBI Online Untuk Tesis dan Disertasi

4
Jumal Ahmad Ibnu Hanbal | Islamic Character Development

Beliau tidak merasa cukup dengan hanya mengikuti ayahnya dan murid-murid
ayahnya. Beliau serius mempelajari mazhab, perbedaan pendapat, dan majelis-
majelis debat sehingga tampaklah keunggulan dirinya. Keseriusannya ini
mejadikannya layak mengisi majelis ayahnya di saat belum genap berusia dua
puluh tahun.

Kelebihan dirinya tersebut tidak menghalanginya untuk terus menuntut ilmu.


Beliau pergi belajar Masjid al-Ustadz Abu Abdillah al-Khabbazi guna belajar al-
Qur`an dan ilmu apa saja yang bisa di dapatnya dari sana. Kemudian beliau
kembali ke Madrasah ayahnya dan menyibukkan diri dengan aktivitas mengajar.
Setelah tugas mengajarnya selesai, beliau berangkat lagi ke Madrasah al-Baihaqi
sampai menguasai Ilmu Kalam dan Ushul Fikih dari Abul Qasim al-Isfira`aini.
Beliau terus menggali dan menguasai ilmu sejak kecil hingga usia tua.

Ketika gelombang fanatisme muncul di negerinya, keadaan menjadi tidak kondusif


dan fitnah semakin menjadi-jadi, menjadikan Imam al-Haramain terpaksa keluar
dari negerinya. Beliau berangkat menuju Baghdad pada tahun 446 H, bertemu
dengan para ulama-ulama besar, saling belajar dan mengajar, saling berdiskusi dan
berdebat hingga termasyhurlah kehebatan beliau.

Kemudian Imam al-Haramain melanjutkan perjalanannya ke wilayah Hijaz untuk


menunaikan ibadah haji. Selepas berhaji, beliau menetap di sana selama kurang
lebih empat tahun. Dalam masa tersebut Imam al-Haramain bolak-balik antara
Makkah dan Madinah untuk memberi fatwa, mengajar dan berdiskusi sehingga
digelarilah beliau dengan Imam al-Haramain.

Setelah empat tahun di Hijaz, Imam al-Haramain kembali ke Naisabur, dimana


fitnah di sana telah mereda. Dibangunkanlah untuk beliau cabang Madrasah
Nizhamiyah. Semua urusan pembelajaran di madrasah tersebut diserahkan
sepenuhnya kepada beliau. Dari madrasah inilah Imam al-Haramain memberi
fatwa, mengajar dan membesarkan Mazhab Ahlussunnah.

Selama hidupnya Imam Haramain tak pernah menyianyiakan waktunya kecuali


untuk ilmu. Ia pernah mengatakan kepada murid-muridnya, “Aku tidak pernah
makan dan tidur seperti kebanyakan orang. Aku tidur ketika sudah sangat payah
baik siang maupun malam dan aku makan ketika sudah sangat lapar.”

Di antara kitab-kitab karya Imam Haramain adalah:

1. Kitab Nihayah al-Mathlab fi Dirayah al-Mazhab. Kitab ini dipandang


sebagai sebuah kitab yang merangkum seluruh pemikiran Imam Haramain
dalam ilmu fiqih sepanjang hidupnya.
2. Kitab Mukhtashar an-Nihayah. Kitab ini adalah ringkasan dari kitab
Nihayah al-Mathlab yang dikarang sebelumnya.

5
Jumal Ahmad Ibnu Hanbal | Islamic Character Development

3. Kitab at-Talkhis fi Ushul al-Fiqh. Kitab ini adalah sebuah ringkasan dan
penjelasan terhadap kitab at-Taqrib wa al-Irsyad al-Kabir yang ditulis oleh
al-Qadhi Abu Bakar al-Baqillani. Kitab ini adalah karya pertama Imam
Haramain dalam ilmu ushul fiqh dan ditulis semasa menetap di kota
Makkah.
4. Kitab Asy-Syamil fi Ushul al-Fiqh. Kitab ini adalah kitab terbesar yang
dikarang oleh Imam Haramain.
5. Kitab al-Irsyad ila Qawathi’ al-Adillah fi Ushul al-‘Itiqad. Kitab ini adalah
ringkasan dari kitab asy-Syamil yang telah dikarang sebelumnya.
6. Kitab Ghiyats al-Umam fi at-Tiyats adz-Dzulam atau dikenal dengan kitab
al-Ghiyatsi. Kitab ini menjelaskan tentang ilmu politik Islam baik dari segi
takaran maupun timbangannya dalam syariat.
7. Kitab al-Kafiyah fi al-Jadal. Kitab ini menjelaskan tentang tata cara dan
kode etik dalam perdebatan yang mampu menghasilkan kesimpulan
akhir/natijah.
8. Kitab al-Asalib wa al-‘Umd. Kitab ini beberapa kali disebut Imam Haramain
dalam kitab al-Burhan dan dicatat oleh Ibnu Subki dalam kitab Thabaqat
asy-Syafi’iyyah.
9. Kitab ad-Durrah al-Mudhiy’ah fima Waqa’a fihi al-Khilaf baina Syafi’iyyah
wa al-Hanafiyyah. Kitab ini membahas tentang perbedaan pendapat di
antara mazhab Hanafi dan mazhab Syafi’i.
10. Kitab at-Tuhfah fi Ushul al-Fiqh. Sayangnya, kitab ini hilang dari sejarah.
11. Kitab al-Burhan fi Ushul al-Fiqh. Kitab ini adalah karya terakhir Imam
Haramain dalam ilmu ushul fiqh.

Ada ulama yang dikenal dengan peran dalam fiqih, ada ulama yang dikenal dengan
perannya dalam bidang ushul fiqih. Imam Al-Ghazali menggabungkan keduanya,
dia dikenal dalam bidang fiqih dan ushul fiqih.

Link ke flyer dengan resolusi tinggi (link)

Berikut ini bahasan tentang peran Imam Ghazali dalam mengembangkan ilmu fiqih
dan ushul fiqh.

Peran Al-Ghazali dalam Mengembangkan Keilmuan


Fiqih Syafi’i
Mazhab Syafi’i adalah mazhab yang dianut mayoritas umat Islam di Indonesia.
Kitab fiqihnya banyak ditulis oleh Imam Syafi’i sendiri atau oleh ulama
Syafi’iyyah.

6
Jumal Ahmad Ibnu Hanbal | Islamic Character Development

Al-Ghazali sendiri adalah seorang ulama Syafi’i Asy’ari. Maksudnya, dalam


bidang fiqih, al-Ghazali mengikuti Madzhab Syafi’i. Sedangkan dalam aqidah
mengikuti madzhab Asy’ari.

Pengaruh dan bukti bahwa al-Ghazali itu ulama bermadzhab Syafi’i bisa dilihat
setidaknya dari buku-buku beliau, al-Ghazali telah menulis sejumlah kitab fiqih
dalam Madzhab Syafi’i. Sebut saja al-Basith, al-Wasith, al-Khulashah dan al-
Wajiz. Kitab-kitab yang ditulis al-Ghazali ini memiliki kedudukan yang tinggi
dalam sanad fiqih Madzhab Syafi’i.

Berikut ini adalah nama-nama sebagian kitab fiqih mazhab syafi’i dari zaman
Imam Syafi’i sampai sekarang. Sebagian kitab sifatnya memperjelas kitab yang
lain (syarah), merinci dan meringkaskan (mukhtashar).

1. Kitab al-Umm karya Imam Syafi’i (w. 204 H)


2. Kitab Mukhtashar al-Muzani karya Imam al-Muzani (w. 264 H)
3. Kitab al-Hawi al-Kabir karya Imam Mawardi (w. 450 H)
4. Kitab al-Muhadzdab dan kitab At Tanbih fi Fiqh As Syafi’i karya Imam asy-
Syairazi (w. 476 H)
5. Kitab Nihayatul Mathlab Fi Dirayatil Mazhab karya Imamul Haramin (w.
478 H)
6. Kitab al-Basit, al-Wasit, al-Wajiz, dan al-Khulashah karya Imam al-Ghazali
(w. 505 H)
7. Kitab al-Muharrar dan asy-Syarh al-Kabir karya Imam Rafi’i (w. 623 H)
8. Kitab Minhajut Thalibin, Raudhatut Thalibin dan al-Majmu’ Syarh al-
Muhadzdzab karya Imam Nawawi (w. 676 H)
9. Kitab Fathul Wahhab karya Imam Zakaria al-Anshari (w. 926 H)

Kitab fiqih yang ditulis oleh imam Syafi’i dan menjadi induk mazhab Syafi’i
adalah Kitab Al Umm yang tentu sangat tebal dan panjang pembahasannya.

Adalah Al Muzani, murid cemerlang dari Imam Syafi’i yang ‘meringkas’ kitab Al
Umm karya Imam Syafi’i dalam kitab berjudul ‘Al Jami’ Al Mukhtashar’ atau
dikenal dengan ‘Mukhtashar Al Muzani’. Meringkas disini bukan bermaksud Al
Muzani membaca kitab Al Umm kemudian meringkasnya, Al Muzani memahami
ajaran fiqih Syafi’i baik yang tertulis maupun tidak tertulis (lisan), menyerap
semuanya kemudian meringkasnya.

Al-Muzani sangat serius dalam menulis kitab ini. Sekitar 20 tahun beliau habiskan
untuk menuntaskannya. Proses editingnya sampai 8 kali. Sebelum mengarang,
beliau berpuasa terlebih dahulu selama 3 hari dan salat sekian rakaat. Kata Ibnu
Khollikan, setiap selesai menulis satu masalah beliau juga menyusulnya dengan
salat dua rakaat sebagai tanda syukur. Dengan cara penulisan yang “sangat berbau
akhirat” ini, tidak heran jika Al-Baihaqi menyebut Mukhtashor Al-Muzani sebagai

7
Jumal Ahmad Ibnu Hanbal | Islamic Character Development

kitab yang paling besar manfaatnya, paling luas berkahnya dan paling banyak
buahnya.

Perhatian ulama Syafi’iyyah terhadap kitab ini sangat besar. Banyak yang telah
menulis syarahnya. Hanya saja, di antara sekian banyak syarah yang paling populer
hanya dua yaitu “Al-Hawi Al-Kabir” karya Al-Mawardi dan “Nihayatu Al-Mathlab
fi Dirayati Al-Madzhab” karya Abu Al-Ma’ali Al-Juwaini .

Baca juga: How important is the reflective practice in teaching Islamic Religious Education?

Kitab al-Hawi al-Kabir karya Imam Mawardi disusun sebagai penjelas (syarah)
kepada kitab Mukhtashar al-Muzani. Kitab ini disusun dengan dilengkapi
pemaparan pendapat Imam Syafi’i dan pendapat ulama mazhab dengan dalil-
dalilnya.

Selain itu, pengarang (al-Mawardi) juga melakukan perbandingan antara pendapat


tersebut dengan pendapat mazhab fiqh yang lain seperti mazhab Hanafi, mazhab
Maliki, mazhab Hanbali dan mazhab Zahiri. Membuat pentarjihan terhadap
masalah yang dibincangkan dengan mentarjihkan (memilih) pendapat mazhab
Syafi’i diakhir setiap pembahasan.

Kitab Nihayah al-Mathlab dianggap sebagai ensiklopedi fiqh mazhab Syafi’i yang
menjadi sumber penyusunan kitab-kitab fiqh Syafi’iyah yang muncul setelahnya.
Kitab ini juga dikenali sebagai “al-Mazhab al-Kabir”.

Kitab Nihayah al-Mathlab disebut sebagai ringkasan 4 kitab utama mazhab Syafi’i,
yaitu Kitab al-Umm, al-Imla’, Mukhtashar al-Buwaithi dan Mukhtashar al-
Muzani. Namun menurut Ibn Hajar al-Haytami, kitab Nihayah al-
Mathlab hanyalah merupakan syarah (penjelasan) Kitab Mukhtashar al-Muzani.

Di antara dua karya ini (Al-Hawi Al-Kabir dan Nihayatu Al-Mathlab fi Dirayati Al-
Madzhab), yang pengaruhnya paling besar adalah Nihayatu Al-Mathlab karena
darinya lahir banyak karya besar yang bercabang-cabang, seperti trio mukhtashor
Al-Ghozzali (Al-Basith, Al-Wasith, Al-Wajiz), Al-Fathu Al-‘Aziz/Asy-Syarhu Al-
Kabir karya Ar-Rafi’i, Raudhatu Ath-Thalibin karya Al-Nawawi, Roudhu At-
Thalib karya Ibnu Al-Muqri’, Asna Al-Mathalib karya Zakariyya Al-Anshari, Al-
Hawi Ash-Shoghir karya Najmuddin Al-Qazwini, Al-Bahjatu Al-Wardiyyah karya
Ibnu Al-Wardi, Khulashotu Al-Fawa-id Al-Muhammadiyyah karya Zakariyya Al-
Anshari, Al-Ghuraru Al-Bahiyyah karya Zakariyya Al-Anshori, Irsyadu Al-Ghowi
Ila Masaliki Al-Hawi karya Ibnu Al-Muqri’, Fathul Jawwad karya Ibnu Hajar Al-
Haitami, Khobaya Az-Zawaya karya Zakariyya Al-Anshori dan lain-lain.

8
Jumal Ahmad Ibnu Hanbal | Islamic Character Development

Atas sumbangan ilmiah atas Mazhab Syafi’i di atas, para ulama memasukkan al-
Ghazali dalam kelompok ulama Madzhab Syafi’i (Thabaqat al-Syafi’iyyah).
Kedudukan al-Ghazali di dalam Madzhab Syafi’i ini bukan ulama biasa, tapi
mencapai derajat mufti bahkan mujtahid.

Imam dalam bidang Hadits, al-Hafizh Hibatullah Ibn al-Najjar menyatakan bahwa
al-Ghazali adalah imam para fuqaha’ secara mutlak, seorang rabbani umat, dan
mujtahid pada masanya. Bahkan Imam Muhammad ibn Yahya al-Nisaburi,
menyebut al-Ghazali sebagai Imam Syafi’i kedua (al-Syafi’i al-Tsani).

Rangkain Karya Fiqh al-Ghazali


Kitab kitab fiqih yang dikarang oleh Imam Ghazali sebagai khidmahnya kepada
mazhab Syafi’i adalah kitab Khulashah al-Mukhtasar wa Naqawah al-Mu’tashar
yang merupakan ringkasan dari mukhtashar Al Muzani dan 3 seri kitabnya yang
merupakan ringkasan dari buku fiqih gurunya, Nihayatul Mathlab.

Menurut Imam Nawawi, ada 6 kitab mazhab Syafi’i yang menjadi rujukan utama
mazhab Syafi’I yang beredar di seluruh dunia yaitu: 1) Mukhtashar Muzani, 2&3)
2 buku Imam Al Ghazali, Al Wasith dan Al Wajiz, 4) al-Muhadzdab karya Imam
asy-Syairazi dan 5) At Tanbih fi Fiqh As Syafi’i 6) al-Muharrar karya Imam Rafi’i.

Dari sini jelas bagaimana posisi Imam Ghazali dalam mazhab Syafi’i.

Imam Al-Ghazali, semoga Allah merahmatinya, menulis bukunya Ihya Ulum al-
Din yang membahas tentang disiplin diri dan reformasi hati berdasarkan sumber
Alquran dan Sunnah.

Dalam bukunya Al-Ihya, beliau menjelaskan jenis-jenis ilmu yang membantu


seseorang untuk menjadi religius dan mendekatkan diri kepada Allah, di antaranya
ilmu-ilmu hukum, dan beliau membagi pengerjaannya menjadi tiga yaitu ‫اﻗﺘﺼﺎر‬ ٌ
ٌ
‫ واﻗﺘﺼﺎد واﺳﺘﻘﺼﺎ ٌء‬kemudian dia aplikasikan kaidah ini dalam seluruh karyanya dalam
bidang fiqih.

Imam Al Ghazali menyatakan sebagai berikut:

ِ ‫ﳐﺘﺼﺮ‬
“ ‫ وﻫﻮ اﻟﺬي رﺗﱠﺒﻨﺎﻩ ﰲ‬،‫اﳌﺰﱐّ رﲪﻪ ﷲ‬ ُ ‫ ﻓﺎﻻﻗﺘﺼﺎر ﻓﻴﻪ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﳛﻮﻳﻪ‬:‫وأﻣﺎ اﻟﻔﻘﻪ‬
‫ وﻫﻮ اﻟﻘﺪر اﻟﺬي أورد�ﻩ ﰲ اﻟﻮﺳﻴﻂ‬،‫اﻻﻗﺘﺼﺎد ﻓﻴﻪ ﻣﺎ ﻳﺒﻠﻎ ﺛﻼﺛﺔ أﻣﺜﺎﻟﻪ‬
ُ ‫ و‬،‫ﺧﻼﺻﺔ اﳌﺨﺘﺼﺮ‬
‫ واﻻﺳﺘﻘﺼﺎء ﻣﺎ أورد�ﻩ ﰲ اﻟﺒﺴﻴﻂ إﱃ ﻣﺎ وراء ذﻟﻚ ﻣﻦ اﳌﻄﻮﻻت‬،‫”ﻣﻦ اﳌﺬﻫﺐ‬
Abu Hamid Al Ghazali meyakini bahwa ilmu pengetahuan dapat dikaryakan
berdasarkan 3 seri ini, iqtishar, iqtishad dan istiqsha’. Kita dapatkan karya Al

9
Jumal Ahmad Ibnu Hanbal | Islamic Character Development

Ghazali yang masuk dalam seri Istiqsha’ adalah kitab Al Basith fil Mazhab,
kemudian dalam seri Iqtishad atau Tawasuth adalah Al Wasith fil Mazhab dan seri
Iqtishar adalah kitab Al Wajiz.

Al-Ghazzali -murid cemerlang Al-Juwaini- meringkas kitab “Nihayatu Al-


Mathlab” dalam sebuah kitab berjudul “Al-Basith” (‫)اﻟﺒﺴﯿﻂ‬. Namun, karena kitab
“Al-Basith” ini masih dipandang terlalu tebal, Al-Ghazzali meringkasnya lagi
dalam sebuah kitab yang diberi nama “Al-Wasith” (‫)اﻟﻮﺳﯿﻂ‬. Kitab “Al-Wasith” pun
masih dianggap tebal, sehingga Al-Ghazzali meringkasnya lagi dalam sebuah kitab
yang diberi nama “Al-Wajiz” (‫)اﻟﻮﺟﯿﺰ‬.

Kitab Khulashah al-Mukhtasar wa Naqawah al-Mu’tashar

Kitab Khulashah al-Mukhtasar wa Naqawah al-Mu’tashar ( ‫ﺧﻼﺻﺔ اﻟﻤﺨﺘﺼﺮ وﻧﻘﺎوة‬


‫)اﻟﻤﻌﺘﺼﺮ‬, lebih dikenal dengan kitab Al Khulashah. Ada yang berpendapat kitab ini
merupakan ringkasan kitab al-Wajiz, karya al-Ghazali juga. Namun pendapat ini
tidak tepat, karena kesahihan kitab al-Khulashah sebagai ringkasan kitab
Mukhtashar al-Muzani dinyatakan sendiri oleh al-Ghazali dalam Muqadimah kitab
ini. Hal ini juga disebutkan oleh al-Ghazali dalam kitab Ihya’ ‘Ulumiddin dalam
Kitab al-‘Ilm – , ketika menyebutkan maratib (tingkatan) ilmu dan juga dalam
kitab Jawahir al-Quran.

Kitab Al Basith fil Mazhab

Walaupun kitab al-Basith merupakan ringkasan dari kitab Nihayah al-Mathlab,


tidak berarti semua kandungannya bersumber daripada kitab tersebut, Imam al-
Ghazali turut serta memberikan pandangan-pandangannya. Ini adalah manhaj
ulama terdahulu dalam meringkas kitab. Sebagaimana Imam al-Nawawi (676 H)
yang meringkaskan kitab al-Muharrar karya Imam al-Rafi’i dengan penambahan
dan pembetulan.

Kitab Al Wasith fil Mazhab

Imam al-Ghazali telah menyusun kitab al-Wasith ini sebagai ringkasan bagi
sebuah karya beliau yang lain iaitu kitab al-Basith fi al-Mazhab (‫ )اﻟﺒﺴﯿﻂ ﻓﻲ اﻟﻤﺬھﺐ‬al-
Basith fi al-Mazhab (‫)اﻟﺒﺴﯿﻂ ﻓﻲ اﻟﻤﺬھﺐ‬.

Kitab Al Wajiz fi Fiqh Mazhab Syafi’i

Kitab al-Wajiz adalah karya fiqh yang ringkas dan padat yang menghimpun
rumusan al-Ghazali terhadap pendapat-pendapat tokoh fuqaha mazhab Syafi’i
sebelumnya mengenai beberapa permasalahan fiqh. Di samping pendapat-pendapat
Imam Syafi’i dan tokoh-tokoh mazhabnya, disebutkan juga beberapa pendapat lain
seperti pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Malik sebagai perbandingan.

10
Jumal Ahmad Ibnu Hanbal | Islamic Character Development

Kitab al-Wajiz termasuk dalam rangkain seri karya fiqh al-Ghazali yang terkenal,
iaitu al-Basith, al-Wasith dan al-Wajiz. Sumber penyusunan ketiga kitab tersebut
berdasarkan kitab Nihayah al-Mathlab fi Dirayah al-Mazhab karya lmam al-
Juwaini. Menurut Ibn Hajar al-Haytami, pada awalnya al-Imam al-Ghazali telah
meringkaskan kitab Nihayah al-Mathalib melalui kitabnya al-Basith dan
kemudiannya, al-Ghazali telah meringkaskan kitab al-Basith pula melalui karyanya
yang berjudul al-Wasith. Akhirnya al-Ghazali telah meringkaskan lagi kitab al-
Wasith melalui kitabnya yang berjudul al-Wajiz.

Kitab al-Wajiz merupakan salah satu rujukan fiqh yang utama dalam mazhab al-
Syafi’i. maka tidak heran jika ia mendapat perhatian dan sentuhan pena di
kalangan ulama mazhab Syafi’i dengan menyusun beberapa karya fiqh berupa
penjelasan (syarah) atau ringkasannya.

Berikut beberapa kitab yang menjelaskan kandungan kitab al-Wajiz;

a. Syarh Ibham al-Wajiz wa al-Wasith, karya Syaikh As’ad bin Mahmud al-
‘Ujli (600H).
b. Syarh al-Wajiz, karya al-Imam Fakhruddin, Abu Abdullah Muhammad bin
‘Umar bin al-Husain al-Razi (544-606H).
c. Iydhah al-Wajiz, karya Mu’inuddin Abu Hamid Muhammad bin Ibrahim
bin Abu al-Fadhl al-Sahli al-Jajarmi (613H)
d. al-‘Aziz fi Syarh al-Wajiz, Syarh al-Wajiz al-Shahir dan al-Taznib fi al-
Furu’ ‘ala al-Wajiz, karya Imam Abu al-Qasim Abdul Karim bin
Muhammad al-Rafi’i (623H).
e. al-Tathriz Syarh al-Wajiz, karya Tajuddin Abu al-Qasim Abdul Rahim bin
Muhammad bin Muhammad al-Mawshuli (671H)

Baca juga: Critical Thinking dalam Pendidikan Islam

Adapun dalam bentuk ringkasan kitab al-Wajiz;

a. Mukhtashar al-Tibrizi (Talkhish al-Wajiz), karya Aminuddin Abu al-Khayr


Muzaffar bin Abu Muhammad bin Ismail al-Rarani al-Tibrizi (558-621H)
b. Al-Muharrar, karya al-Imam Abu al-Qasim Abdul Karim bin Muhammad
bin Abdul Karim al-Rafi‘i al-Qazwaini (624H)
c. Al-Ta’jiz fi Ikhtishar al-Wajiz, karya Tajuddin Abu al-Qasim Abdul Rahim
bin Muhammad bin Muhammad al-Mawshuli (671H)

11
Jumal Ahmad Ibnu Hanbal | Islamic Character Development

Peran Al-Ghazali dalam Mengembangkan Keilmuan


Ushul Fiqh
Mazhab Syafi’i merupakan mazhab yang menuliskan ushul mazhabnya dalam
sebuah kitab, oleh Imam As-Syafi’i dalam kitabnya Ar-Risalah yang berisi kaidah-
kaidah ushul fiqih. Lewat bukunya ini, As-Syafi’I dikenal sebagai peletak dasar
ilmu ushul fiqih dan orang yang pertama menuliskan ilmu ushul fiqih dalam kitab
tersendiri.

Secara umum, ushul fiqih mazhab Syafi’i berpedoman kepada Al-Quran, hadits,
ijma’ dan qiyas. Meskipun dalam praktiknya juga menggunakan dalil syar’i
lainnya seperti istihsan, maslahah murasalah, istishab dan lainnya.

Ushul fiqih mazhab Syafi’i bisa kita baca dalam kitab-kitab Ushul yang dikarang
para ulama besar mazhab syafi’i di antaranya:

1. Kitab ar-Risalah karya Imam Syafi’i (w. 204 H)


2. Kitab al-Burhan karya Imamul Haramain (w. 478 H)
3. Kitab al-Mustashfa karya Imam al-Ghazali (w. 505 H)
4. Kitab al-Mahsul Fii Ilmil Ushul karya Imam ar-Razi (w. 606 H)
5. Kitab al-Ihkam Fii Ushulil Ahkam karya Imam al-Amidi (w. 630 H).

Al-Ghazali bisa disebut tokoh yang mengembangkan ilmu ushul fiqh setelah al-
Syafi’i. Di masa al-Syafi’i ushul fikih terbatas pada masalah kiyas. Sementara di
era al-Ghazali ushul fikih sudah berkembang sampai pada tahapan istidal.

Hal ini tidak lain dari keilmuan Imam Ghazali tentang filsafat yang mumpuni.
Ketika filsafat Aristotelian sedang gencar menggempur dunia Islam. Salah satunya
serangan kepada ilmu ushul fiqih sebagai metodologi memahami wahyu. Imam
Ghazali menulis buku ilmu ushul fiqih yang menggunakan mantiq dan logika.
Campur tangan mantiq dan logika ke dalam pembahasan ushul fiqh bermula sejak
era Ghazali.

Rangkain Karya Ushul Fiqh al-Ghazali


Rangkain Karya Ushul Fiqh al-Ghazali adalah Al-Mankhul min Ta’liqat al
Ushuul, Syifa’ al Ghalil fi Bayani As Shabah wa al Mukhil wa Masalik al Ta’lil
dan Al-Mustashfa fi Ilmil Ushul.

Ketiga kitab ini merupakan satu kesatuan yang utuh. Apabila suatu informasi tidak
ditemukan pada al Mankhul, maka harus dicari pada Syifa al Ghalil dan al
Mustashfa.

12
Jumal Ahmad Ibnu Hanbal | Islamic Character Development

Tiga kitab ini termasuk kitab ushul fiqih standar yang menjadi bahan rujukan para
ahli fiqih dan ushul fiqh.

Al-Mankhul min Ta’liqat al Ushuul

Kitab Al-Mankhul menjadi kitab pertama dalam ushul fiqih yang mengangkat
namanya, ditulis sebelum tahun 478 H ketika gurunya Al-Juwaini masih hidup.
Dalam buku ini Al-Ghazali meringkas pendapat-pendapat guru-gurunya dan taqrir
mereka dalam masalah ushul, akan tetapi yang membuatnya berbeda adalah
kecerdasanya yang kritis dan kuat menambah menarik buku ini bahkan sempat
mengalahkan ketenaran buku Al-Juwaini.

Buku Al Ghazai ini lebih diminati dan dibaca orang banyak. Dahulu ada budaya,
jika suatu karya besar keluar, semua orang berebut untuk mendapatkannya,
membaca dan menghafalnya.

Al-Ghazali mengoreksi kembali (ruju’) pendapat-pendapatnya ushulnya di Al-


Mankhul di kitabnya yang lain seperti Al-Mustaasfaa. Hal ini membuat perhatian
para pentahqiq kurang daripada perhatian kepada buku Al-Ghazali lainnya.

Syifa’ al Ghalil fi Bayani As Shabah wa al Mukhil wa Masalik al Ta’lil

Kitab 2 jilid ini merupakan rangkaian kitab ushul fiqih Imam Ghazali setelah Al
Mankhul.

Pada 2 kitab ini (Al Mankhul dan Syifa Ghalil), tipologi yang dikembangan Al
Ghazali masih mengikuti corak pemikiran hokum gurunya, Imam Al Juwaini.

Dua kitab ini pun ditulis Al Ghazali sebelum dia memperdalam ilmu filsafat yaitu
sebelum Al Ghazali mengadakan rihlah ilmiah dari universitas Nidzamiyyah di
Baghdad.

Imam Ghazali masih menggunakan bahasa yang mudah dan lugas. Menggunakan
metode tanya jawab yang dijawab sendiri oleh Al Ghazali.

Sebagai murid Al Juwaini, Al Ghazali masih menyandarkan isi bukunya kepada


karya gurunya dalam Al Burhan fi Ilm Ushul Fiqh.

Al-Mustashfa fi Ilmil Ushul

Kitab yang berjudul al-Mustashfa fi Ilm al-Ushul ini bukti kepiawaian al-Ghazali
dalam pembacaan secara integral dalil-dalil syar’i, baik Alquran, hadis, ijmak, atau
qiyas.

Tipologi hukum yang dikembangkan Al Ghazali murni dari pemikiran hukumnya,


dia menjadi lebih independen dari pengaruh luar. Pola penulisan sangat sistematis

13
Jumal Ahmad Ibnu Hanbal | Islamic Character Development

dan logis, hal ini tak terlepas dari latar belakang al-Ghazali yang pakar juga di
bidang filsafat. Kitab ini disebut-sebut sebagai kitab ushul fikih yang kental
dengan nuansa ilmu mantik (logika).

Sistematika penulisan kitab al-Mustashfa min ilm Ushul Ghazali dikelompokkan


menjadi empat kategori, yaitu : tsamrah (al ahkam), al mutsmir (adillar al-
ahkam), turuq al-istismar (wajhu al-istidlal), dan al-mustatsmir (al-mujtahid).
Empat pokok kajian yang ada dalam al-Mustafshfa, ia disebut al-aqtab al arba’ah.

Dalam qatb yang pertama (al-tsamrah) ini berisi tentang hukum wadh’i, taklift
rukhshah, azimah dan berbagai permasalahan yang terkait. Yang kedua (al-
mutsmir), meliputi pembahasan dasar hukum al-kitab, as-Sunnah dan ijma’.
Sedangkan untuk al-qutb yang ketiga berisi tentang cara-cara istidlal. Atau dengan
kata lain bagaimana sebuah hukum itu dibuat dielaborasi dari dalil-dalil yang pasti,
dengan dua cara; pertama dengan cara kebahasaan dan kedua dengan memahami
konteks al-isyarah, al-mafhum dan lain-lain. Dan yang terakhir adalah tentang al-
mustasmir. Qutb ini berisi ijtihad mujtahid dan lain-lain yang berkaitan dengan
ijtihad.

Sistematika penulisan yang demikian ini sesuai dengan tahapan aspek-aspek kajian
dalam ushul fiqh yang harus diketahui oleh orang yang akan melakukan pencarian
hukum (istinbath al-ahkam). Disini nampak keunggulan Ghazali dalam menyusun
materi kajian dalam sebuah kitab ilmiah.

Rujukan
Pemikiran Fiqih dan Ushul Fiqh Imam Al Ghazali, Kelas Pemikiran Imam Al
Ghazali dan Syed Alattas di Atco College bersama Dr. Mawardi, Lc.

Salih, Enes. “ ‫ اﻵﺛﺎر اﻟﺴﻠﺒﯿﺔ ﻟﻼﺷﺘﻐﺎل ﺑﻌﻠﻢ اﻟﺤﺪﯾﺚ ﻓﻲ ﻧﻈﺮ اﻹﻣﺎم اﻟﻐﺰاﻟﻲ‬/ el-Âsâru’s-selbiyyetü
li’l-iştiğâli bi ilmi’l-hadîs fî nazari’l-İmâm el-Ğazâlî / Negative Effects of Being
Busy with Ḥadīth Science According to Imam Al-G̲h̲azālī”. HADITH
3 (Aralık/December 2019): 129-162

‫ﻟﺤّﺪ‬
ِ ‫ﺻﻮل اﻟﻔﻘﮫ ﻋﻨﺪ “أﺑﻲ َﺣﺎﻣﺪ اﻟﻐﺰاﻟﻲ” ﻣﻦ ﺟﮭﺔ ا‬
ُ ‫ﺲ اﻟﻤﻨﻄﻘﯿّﺔ ﻟﺘﺸﯿّﯿﺪ ِﻋﻠﻢ أ‬
ُ ُ‫ » اﻷﺳ‬,‫زﯾﻦ اﻟﻌﺎﺑﺪﯾﻦ ﻣﻐﺮﺑﻲ‬
‫» واﻟ ِﻘﯿﺎس‬, Insaniyat / ‫[ إﻧﺴﺎﻧﯿﺎت‬En ligne], 43 | 2009, mis en ligne le 01 mai 2012,
consulté le 07 novembre 2021. URL
: http://journals.openedition.org/insaniyat/936 ; DOI
: https://doi.org/10.4000/insaniyat.936

Abdurrahman Mubarak Al Hadawi, ‫اﻗﺘﺼﺎر واﻗﺘﺼﺎد واﺳﺘﻘﺼﺎء‬,


Link: https://annahda.in/2017/04/28/%D8%A7%D9%82%D8%AA%D8%B5%D8
%A7%D8%B1-
%D9%88%D8%A7%D9%82%D8%AA%D8%B5%D8%A7%D8%AF-

14
Jumal Ahmad Ibnu Hanbal | Islamic Character Development

%D9%88%D8%A7%D8%B3%D8%AA%D9%82%D8%B5%D8%A7%D8%A1/,
diakses pada November 7, 2021

Feqh Web, ‫ ﺳﻠﺴﻠﺔ ﻛﻞ ﯾﻮم ﻛﺘﺎب ﻓﻲ اﻟﻔﻘﮫ‬/ ‫ﻲ‬ ِّ ‫اﻟ ُﺨﻼﺻﺔ ﻷﺑﻲ ﺣﺎﻣﺪ اﻟﻐﺰاﻟ‬
‫اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ‬, https://feqhweb.com/vb/threads/%D8%A7%D9%84%D8%AE%D9%8F%
D9%84%D8%A7%D8%B5%D8%A9-%D9%84%D8%A3%D8%A8%D9%8A-
%D8%AD%D8%A7%D9%85%D8%AF-
%D8%A7%D9%84%D8%BA%D8%B2%D8%A7%D9%84%D9%8A%D9%91%
D9%90-%D8%B3%D9%84%D8%B3%D9%84%D8%A9-%D9%83%D9%84-
%D9%8A%D9%88%D9%85-%D9%83%D8%AA%D8%A7%D8%A8-
%D9%81%D9%8A-%D8%A7%D9%84%D9%81%D9%82%D9%87-
%D8%A7%D9%84%D8%B4%D8%A7%D9%81%D8%B9%D9%8A.13520/,
diakses pada November 7, 2021

Dinamika Pemikiran Ushul Fiqh Imam Ghozali, Febi UIN Walisongo,


link: https://febi.walisongo.ac.id/editorial/dinamika-pemikiran-ushul-fiqh-imam-
ghozali/, diakses pada November 7, 2021

15

Anda mungkin juga menyukai